Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM HIDROGEOLOGI

IMBUHAN AIR TANAH

MINGGU 2

Asisten Praktikum

1. Agim Yustian Bakhtiar (118150026)


2. Riski Aditya (15117089)

Disusun Oleh :

Samuel N.O Pakpahan (119150099)

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


JURUSAN TEKNIK MANUFAKTUR DAN KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
2021
LAPORAN PRAKTIKUM HIDROGEOLOGI

DAFTAR ISI

COVER.........................................................................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................................................1
1. Latar Belakang...............................................................................................................................2
2. Rumusan Masalah..........................................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................................5
1. Imbuhan Air Tanah.......................................................................................................................5
2. Sistem Informasi Geografis...........................................................................................................9
3. Cekungan Air Tanah....................................................................................................................10
BAB 3 METODOLOGI.............................................................................................................................10
BAB 4 PEMBAHASAN............................................................................................................................11
BAB 5 KESIMPULAN..............................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................17

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Skala IAT Jan-Jun

Tabel 2. Skala IAT Jul-Des

Tabel 3. Tabel Curah hujan

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Daerah IAT bulan Mei


Gambar 2. Grafik Hubungan Ukuran butir terhadap Porositas dan Permeabilitas .
LAPORAN PRAKTIKUM HIDROGEOLOGI

BAB 1
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Salah satu sumber daya yang paling dibutuhkan adalah air tanah. Setiap mahluk hidup
melakukan berbagai macam usaha untuk tetap memnuhi kebutuhan air agar tetap dapat bertahan
hidup.. Kondisi daerah mahluk hidup berbeda-beda, tidak semua daerah memiliki sumber
daya air yang cukup, sehingga ada daerah-daerah tertentu yang mengalami kesulitan akan
sumber daya air. Bahkan ada daerah tertentu yang awalnya memiliki sumber daya air
berlimpah menjadi daerah yang kekurangan air. Air tanah adalah air yang terdapat dibawah
permukaan. Air tanah itu sendiri keberadaannya adalah air hujan yang mengalami peresapan ka
bawah permukaan air tanah lewat lubang pori diantara butiran tanah. Air yang berkumpul
dibawah permukaan bumi ini disebut dengan akifer. Daerah yang dikenai peresapan air tanah
disebut dengan daerah Imbuhan Air Tanah (IAT).

Imbuhan air tanah adalah suatu yaitu resapan air tanah yang mampu menambah kadar air
tanah secara alamiah pada Cekungan Air Tanah (CAT). Imbuhan air tanah merupakan parameter
hidrologi penting yang sangat bergantung pada skala spasial dan waktu. Didefinisikan sebagai air
yang mengalir masuk ke dalam tanah dan menambah kuantitas air tanah dalam akuifer.
Mengetahui Imbuhan air dari atmosfer ke dalam tanah berperan dalam perhitungan sumber daya
air dalam cekungan air tanah. Faktor pengontrol utama terdiri dari besaran curah hujan, luas
daerah imbuhan, kondisi geologi, tutupan lahan akan mempengaruhi jumlah pasokan air tanah ke
dalam akuifer. Pengetahuan tentang imbuhan air tanah diperlukan dalam pengelolaan air tanah
dalam cekungan air tanah, sehingga akan membantu menentukan berapa besar pengambilan
airtanah yang bisa ditoleransi agar air tanah selalu dalam keadaan seimbang antara pasokan dan
pengambilan yang pada akhirnya pendayagunaan airtanah berkelanjutan. Disamping itu estimasi
jumlah imbuhan air ini penting untuk transportasi kontaminan bila terjadi pencemaran ke dalam
akuifer yang berasal dari air permukaan di daerah imbuhan.
LAPORAN PRAKTIKUM HIDROGEOLOGI
Keseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan baik secara kuantitas maupun kualitas
terhadap air tanah yang semakin kritis dan perlu mendapatkan perhatian semua pihak.
Kesemuanya

itu disebabkan karena pertumbuhan pnduduk Indonesia yang sangat tinggi, peningkatan
ekonomi, dan industri yang semakin tinggi menjadikan kebutuhan air semakin meningkat.
Pemanfaatan air tanah menjadi solusi untuk pemenuhan kebutuhan tersebut. Hal ini berdampak
pada keberadaan air tanah yang semakin berkurang. selain itu pembangunan yang menyebabkan
timbulnya polusi serta berkurangnya lahan bebas/ ruang terbuka hijau untuk proses pembentukan
air tanah. Kondisi ini hampir terjadi diseluruh wilayah Indonesia.

Pengelolaan Air Tanah di Jawa Tengah didasarkan pada Cekungan Air Tanah (CAT) yaitu
suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis
seperti proses pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan air tanah berlangsung . Jumlah CAT di
Jawa Tengah sebanyak 31 CAT (Keppres No.26 Tahun 2011), terdiri dari 6 CAT dlm wilayah
satu kab/kota, 6 CAT lintas Provinsi, 19 CAT lintas Kab/kota. Potensi air tanah bebas CAT lintas
Provinsi sebesar 411,15 Juta m3/thn, CAT lintas kab/kota sebesar 7.368,64 Juta m3/thn dan CAT
dalam kabupaten sebesar 3619 Juta m3/thn.

Beberapa metode penyelidikan permukaan tanah yang dapat dilakukan,


diantaranya adalah metode geologi, metode gravitasi, metode magnit,metode seismik, dan
metode geolistrik. Dari metode-metode tersebut, metode geolistrik merupakan metode yang
banyak sekali digunakan dan hasilnya cukup baik. Contoh penggunaan geolistrik dalam mencari
atau mengidentifikasi pencemaran air tanah seperti yang dilakukan telah menggunakan geolistrik
untuk mengidentifikasi pencemaran air tanah di wilayah Jaten KaranganyarBerdasarkan hasil
penelitian tentang penentuan letak dan kedalaman akuifer air tanah dengan menggunakan metode
geolistrik yang telah dilakukan terlihat lapisan batuan dengan nilai resistivitas 1,5 – 1,9 Ωm
diperkirakan merupakan lapisan batu pasir yang diharapkan berfungsi sebagai lapisan akuifer

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan diatas, maka perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian
ini adalah :
1. Bagaimana menentukan daerah imbuhan pada daerah Bandung?
2. Bagaimana perubahan daerah imbuhan di pada daerah Bandung?
LAPORAN PRAKTIKUM HIDROGEOLOGI
3. Bagaimana prediksi ke depan daerah imbuhan dengan mengacu pada hasil pengolahan daerah
imbuhan di daerah Bandung ?

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1. Imbuhan Air Tanah


Pembangunan pesat di beberapa kota di Indonesia mempengaruhi pemanfaatan lahan
yang ada, karena banyak lahan dengan fungsi resapan air dialih fungsikan menjadi lahan
terbangun. Seiring bertambahnya jumlah penduduk akibat proses urbanisasi, bertambah pula
jumlah permintaan terhadap kebutuhan lahan yang digunakan untuk kebutuhan sosial dan
ekonomi serta terutama permukiman dalam suatu perkotaan. Jumlah lahan yang tersedia di
perkotaan tidak lagi dapat memenuhi tingginya permintaan terhadap lahan; menimbulkan
persaingan dalam pemanfaatannya. Keterbatasan lahan, harga lahan yang mahal serta sulit
didapat di perkotaan merupakan akibatdari luas lahan yang bersifat tetap dan permintaan akan
lahan yang terus meningkat setiap saat untuk kegiatan industri, perdagangan dan jasa serta dalam
penyediaan fasilitas perkotaan; menyebabkan semakin tingginya tinggkat kegiatan alih fungsi
lahan di perkotaan dari kawasan yang tidak bisa dibangun dengan fungsi lindung sebagai
kawasan resapan air.
Air tanah adalah salah satu aset dalam daur hidrologi , yakni suatu peristiwa yang selalu
berulang dari urutan tahap yang dilalui air dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer;
penguapan dari darat atau laut atau air pedalaman, pengembunan membentuk awan, pencurahan,
pelonggokan dalam tanih atau badan air dan penguapan kembali Dari daur hidrologi tersebut
dapat dipahami bahwa air tanah berinteraksi dengan air permukaan serta komponen-komponen
lain yang terlibat dalam daur hidrologi termasuk bentuk topografi, jenis batuan penutup,
penggunaan lahan, tetumbuhan penutup, serta manusia yang berada di permiukaan. Air tanah dan
air permukaan saling berkaitan dan berinteraksi. Setiap aksi pemompaan, pencemaran terhadap
air tanah akan memberikan reaksi terhadap air permukaan, demikian sebaliknya.
Air laut karena panas matahari berubah menjadi uap air. Oleh angin uap air tersebut ditiup
ke atas daratan, pada tempat yang berelevasi tinggi uap tersebut akan mengalami pemampatan,
dan
LAPORAN PRAKTIKUM HIDROGEOLOGI
setelah titik jenuhnya terlampaui akan jatuh kembali ke bumi sebagai air hujan. Air hujan
sebagian besar akan mengalir di permukaan sebagai air permukaan seperti sungai, danau, atau
rawa. Sebagian kecil akan meresap ke dalam tanah, yang bila meresap terus hingga zona jenuh
akan

menjadi air tanah. Bagian yang meresap dekat permukaan akan diuapkan kembali lewat tanaman
yang kita kenal dengan evapotranspiration. Penguapan evaporation terjadi langsung pada tubuh
air

yang terbuka. Sedangkan aliran permukaan akan bermuara kembali ke laut, dan proses
hidrogeologi di atas akan berlangsung lagi, demikian seterusnya. Selain air sungai dan air hujan,
air tanah juga mempunyai peranan yang sangat penting terutama dalam menjaga keseimbangan
dan ketersediaan bahan baku air untuk kepentingan rumah tangga maupun untuk kepentingan
industri. Dibeberapa daerah, ketergantungan pasokan air bersih dan air tanah telah mencapai ±
70%. Sebenarnya di bawah permukaan tanah terdapat kumpulan air yang mempersatukan
kumpulan air yang ada di permukaan. Kumpulan air inilah yang disebut air tanah. Air bawah
tanah atau sering disangka dengan air tanah, adalah air yang terdapat pada ruang antar butir
batuan atau celah-celah batuan. Letak air tanah dapat mencapai beberapa puluh bahkan beberapa
ratus meter di bawah permukaan bumi. Lapisan batuan ada yang lolos air atau biasa disebut
permeable dan ada pula yang tidak lolos atau kedap air yang biasa disebut impermeable.

Lapisan lolos air misalnya terdiri dari kerikil, pasir, batuapung, dan batuan yang retak-
retak, sedangkan lapisan kedap air antara lain terdiri dari napal dan tanah liat atau tanah lempung.
Sebetulnya tanah lempung dapat menyerap air, namun setelah jenuh air, tanah jenis ini tidak
dapat lagi menyerap air. Air tanah terbentuk berasal dari air hujan dan air permukan , yang
meresap (infiltrate) mula-mula ke zona tak jenuh (zone of aeration) dan kemudian meresap
makin dalam (percolate) hingga mencapai zona jenuh air dan menjadi air tanah.

Kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk
meresapkan air hujan, sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (aquifer) yang berguna
sebagai sumber air (Peraturan Daerah Kota Manado no 1 Tahun 2014). Menurut (Wibowo,
2006), Kawasan resapan air adalah daerah tempat meresapnya air hujan ke dalam tanah yang
LAPORAN PRAKTIKUM HIDROGEOLOGI
selanjutnya menjadi air tanah. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 02 Tahun 2013,
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air; Kawasan Resapan Air
adalah kawasan yang memiliki variabel /parameter penciri kawasan resapan air seperti curah
hujan, tekstur tanah, kemiringan lahan dan penggunaan lahan dengan karakteristik tertentu.akan
menjadi air tanah. Bagian yang meresap dekat permukaan akan diuapkan kembali lewat tanaman
yang kita kenal dengan evapotranspiration. Penguapan evaporation terjadi langsung pada tubuh
air yang terbuka. Sedangkan aliran permukaan akan bermuara kembali ke laut, dan proses
hidrogeologi di

atas akan berlangsung lagi, demikian seterusnya. Selain air sungai dan air hujan, air tanah juga
mempunyai peranan yang sangat penting terutama dalam menjaga keseimbangan dan
ketersediaan bahan baku air untuk kepentingan rumah tangga maupun untuk kepentingan
industri. Dibeberapa daerah, ketergantungan pasokan air bersih dan air tanah telah mencapai ±
70%. Sebenarnya di bawah permukaan tanah terdapat kumpulan air yang mempersatukan
kumpulan air yang ada di permukaan. Kumpulan air inilah yang disebut air tanah. Air bawah
tanah atau sering disangka dengan air tanah, adalah air yang terdapat pada ruang antar butir
batuan atau celah-celah batuan. Letak air tanah dapat mencapai beberapa puluh bahkan beberapa
ratus meter di bawah permukaan bumi. Lapisan batuan ada yang lolos air atau biasa disebut
permeable dan ada pula yang tidak lolos atau kedap air yang biasa disebut impermeable. Lapisan
lolos air misalnya terdiri dari kerikil, pasir, batuapung, dan batuan yang retak-retak, sedangkan
lapisan kedap air antara lain terdiri dari napal dan tanah liat atau tanah lempung. Sebetulnya
tanah lempung dapat menyerap air, namun setelah jenuh air, tanah jenis ini tidak dapat lagi
menyerap air. Air tanah terbentuk berasal dari air hujan dan air permukan , yang meresap
(infiltrate) mula-mula ke zona tak jenuh (zone of aeration) dan kemudian meresap makin dalam
(percolate) hingga mencapai zona jenuh air dan menjadi air tanah.

Pengimbuhan terjadi di daerah imbuhan (recharge area) dan pelepasan air tanah terjadi di
daerah lepasasn (discharge area). Sedangkan proses pengaliran terjadi di kedua daerah tersebut
namun lebih khusus terjadi di daerah transisi antara daerah imbuhan dan lepasan. Daerah
imbuhan air tanah atau yang lebih populer disebut sebagai daerah resapan, adalah daerah resapan
air yang mampu menambah air tanah secara alamiah pada Cekungan Air Tanah. Pengertian
tersebut menunjukkan bahwa tidak semua daerah yang mampu meresapkan air hujan ke dalam
tanah otomatis merupakan daerah imbuhan. Sebagi contoh permukaan tanah pada daerah lepasan
LAPORAN PRAKTIKUM HIDROGEOLOGI
air tanah yang terletak di daerah dataran juga mampu meresapkan air hujan kedalam zona tidak
jenuh air sehingga mengubah zona tidak jenuh menjadi kolom yang jenuh air . Akibatnya muka
air tanah menjadi semakin dangkal bahkan dekat ke permukaan tanah. Namun karena muka air
tanah di daerah lepasan pada awalnya cukup dangkal maka kolom air tambahan tersebut tidak
cukup menimbulkan tekanan hidrolika kebawah . Pada kondisi air hujan yang jatuh ke
permukaan tanah tidak mampu lagi meresap. Sehingga selama hujan masih berlangsung maka
daerah tersebutmenajdi tergenang atau dikenal sebagai kebanjiran.

Air hujan yang jatuh di daerah imbuhan pada awalnya mengisi zona tidak jenuh dan mengubah
zona tidak jenuh menjadi jenuh sehingga muka air tanah semaki naik atau dangkal. Karena
kedudukan muka air tanah di daerah imbuhan awalnya relatif dalam maka kenaikan muka air
tanah tersebut membentuk kolom air yang cukup tebal dan menimbuilkan tekanan hidrolika yang
cukup kuat untuk menekan kebwah sehingga air hujan yang meresap akan terus mengalir ke
bawah menambah air tanah yang terdapat di zona jenuh. Proses infiltrasi berperan penting dalam
pengisian kembali lengas tanah dan air tanah. Pengisian kembali lengas tanah sama dengan
selisih antara infiltrasi dan perkolasi (jika ada). Pengisian kembali air tanah sama dengan
perkolasi dikurangi kenaikan kapiler (jika ada). Resapan air tanah akan menentukan besarnya
aliran dasar yang merupakan debit minimum sungai di musim kemarau.

Menurut Freeze & Cherry. 1979 (dalam (Salama, 1993)) untuk menentukan zona resapan
dan pelepasan air perlu diperhatikan :
o Aliran air permukaan dan air tanah.
o Iklim, terutama curah hujan.
o Karakteristik hidrogeologi.
o Topografi, daerah resapan air
umumnya bertopografi tinggi dengankemiringan lahan relatif besar karenatinggi muka air tanah
relatif dalamakibat drainase ke bawah,sedangkan daerah rendah muka air tanah menjadi dangkal
danpelepasan air tanah menjadi dominan.

2. Sistem Informasi Geografis


LAPORAN PRAKTIKUM HIDROGEOLOGI
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem atau teknologi berbasis komputer
yang dibangun dengan tujuan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengolah dan menganalisa,
serta menyajikan data dan informasi dari suatu obyek atau fenomena yang berkaitan dengan letak
atau keberadaannya di permukaan bumi. Pada dasarnya SIG dapat dirinci menjadi beberapa
subsistem yang saling berkaitan yang mencakup input data, manajemen data, pemrosesan atau
analisis data, pelaporan (output) dan hasil analisa (Ekadinata, dkk. 2008). Sistem informasi
geografis berkembang sejak akhir tahun1970-an. Pada awal perkembangannya, teknologi sistem
informasi geografis ditekankan pada pengumpulan data dari sistem peta cetak (hardcopy) dan
data tabular atau numerik yang terkait ke suatu sistem basis data spasial digital (softcopy).
Dimasa yang akan datang, penggunaan teknologi sistem informasi geografis lebih ditekankan
pada analisis data. Hal

ini dianggap wajar, karena data yang dibutuhkan sebagai basis data telah tersedia dengan baik
dan memadai (diperoleh antara lain melalui teknologi penginderaan jauh), sehingga pemanfaatan
teknologi sistem informasi geografis lebih ditekankan pada analisis data untuk mendapatkan
informasi yang variatif..

3. Cekungan Air Tanah


Cekungan air tanah (CAT) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat
semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah
berlangsung (Perda Provinsi Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 2018). Dapat didefinisikan bahwa
cekungan air tanah adalah batas teknis pengelolaan sumber daya air untuk air tanah (Aryanto,
2018). Cekungan air tanah di Indonesia terdiri atas akuifer bebas (unconfined aquifer) dan akuifer
tertekan (confined aquifer). Akuifer bebsa merupakan akuifer jenuh air (saturated). Lapisan
pembatasnya, yang merupakan aquitard, hanya pada bagian bawahnya dan tidak ada pembatas
aquitard di lapisan atasannya, batas di lapisa aas berupa muka air tanah, dengan kata lain
merupakan akuifer yang mempunyai muka air tanah (Kodoatie, 1996), sedangkan akuifer
tertekan merupakan akuifer jenuh air yang dibatasai oleh lapisan atas dan lapisan bawah yang
kedap air (aquiclude) dan tekanan airnya lebih besar dari tekanan atmosfir. Pada lapisan
pembatasnya tdak ada air yang mengalir (no flux (Kodoatie, 1996). Menurut (Bear, 1979)akuifer
tertekan adalah akuifer yang batas lapisan bawah adalah formasi tidak tembus air, muka air akan
muncul di atas formasi tertekan bawah. Akuifer ini bisa ada atau tidak pada bawah permukaan
tanah
LAPORAN PRAKTIKUM HIDROGEOLOGI

10BAB 3
METODOLOGI

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Pada penelitian ini; banyak


menggunakan data sekunder yang di dapat dari literature dan istansi terkait. Data primer
dipakai sebagai pertimbangan kebenaran hasil analisa yang didapat dari survey lapangan
berupa wawancara, dll. Peralatan yang digunakan antara lain:

• Perangkat keras (hardware): 1 unit laptob, 1 unit printer, alat tulis.


• Perangkat lunak (software) : ESRI ArcGIS 10, Microsoft office, Global Mapper.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yakni peta tekstur tanah, peta curah hujan,
peta kelerengan, peta eksisting penggunaan lahan tahun 2000 dan 2012, peta administrasi dan
data elevation model (DEM). Untuk mengidentifikasi sebaran kawasan resapan airdan kelas
kesesuaian kawasan resapan air serta perubahannya menggunakan metode overlay dan skoring
dengan bantuan Sistem Informasi Geografis (SIG). Proses analisis dibagi dalam 2 tahap;

Tahap 1: untuk mengetahui sebaran kawasan resapan air. Pada tahap ini data-data yang
merupakan variabel atau parameter penciri daerah kawasan resapan air seperti, data curah hujan,
data tutupan lahan/penggunaan lahan, evaporasi aktual,kimpv ,kdsro dan data Cekungan Air
Tanah (CAT) serta data kecamatan Baso UTM dianalisa untuk mengetahui klasifikasi spasial,
kriteria spasial dan luas dari masing-masing data-data tersebut yang berkategori data
LAPORAN PRAKTIKUM HIDROGEOLOGI
raster( format JPG, TIFF,PNG dll.) diolah menjadi peta/data digital dengan kategori vektor
(format Shp) yang disimpan dalam bentuk garis , titik dan polygon. Selanjutnya dilakukan tahap
proses tumpang susun (Overlay) dan skoring data untuk menghasilkan peta sebaran kawasan
resapan air. Secara garis besar tahapan dalam analisis spasial untuk penyusunan data spasial
sebaran kawasan resapan air terdiri dari 3 tahap yaitu : Overlay data spasial, Editing data atribut
dan Analisis tabular.

Tahap 2: merupakan rangkaian alur analisa yang berlanjut dari tahap alur analisa I, tahap II
dilakukan setelah mengetahui sebaran kawasan resapan air. Tahap ini bertujuan mengetahui
perubahan luasan kawasan resapan air.

BAB 4
PEMBAHASAN

Jan Feb Mar Apr Mei Jun

Rendah 0-3 1-22 0-55 0-10 0 -20

Sedang 3-16 22-70 55-157 10-49 21-56

Tinggi 16-50 70-145 157-297 49-152 57-129

Tabel 1. Skala IAT Jan-Jun

Juli Agustus Sept Oktober Nove Des

Rendah 0-22 0-4 0-22 0-48 0 -22

Sedang 22-70 5-19 22-70 48-128 22-70

Tinggi 70-140 20-41 70-148 128-239 70-148

Tabel 2. Skala IAT Jul-Des


LAPORAN PRAKTIKUM HIDROGEOLOGI
Pada praktikum kali ini telah didapatkan berbagai data Imbuhan Air Tanah (IAT) dari
bulan januari sampai dengan bulan desember. Data ini dipengaruhi oleh faktor curah hujan,
evaporasi aktual,cekungan air tanah , persentasi permukaan kedap,persentase curah hujan yang
jatuh pada permukaan kedap, imbuhan air hujan yang jatuh pad permukaan kedap, imbuhan air
ttanah yang jatuh pada permuakaan daerah tidak kedap .

Pada data Imbuhan Air Tanah yang didapat terdepat tiga varibel yang menjadi dasar
perbedaan kadar air tanah di tiap daerah. Terdapat daerah dengan Imbuhan Air Tanah yang
tinggi,sedang dan rendah. Hal ini dapat terjadi karena ada faktor-faktor pengontrol yang menjadi
dasar perbedaan nilai Imbuhan Air Tanah (IAT) di tiap daerah. Faktor pengontrol utama terdiri
dari besaran curah hujan, luas daerah imbuhan, kondisi geologi, tutupan lahan akan
mempengaruhi jumlah pasokan air tanah ke dalam akuifer

Tabel 3. Tabel Curah hujan


LAPORAN PRAKTIKUM HIDROGEOLOGI

Gambar 1. Daerah IAT bulan Mei


Normal curah hujan ini terbagi menjadi 3 kategori, yaitu rendah (0 – 100 mm), menengah ( 100 – 300
mm), tinggi (300 – 500 mm), dan sangat tinggi (>500 mm).
Dari Tabel.3 dan Gambar.1 kita akan melihat tiga daerah Imbuhan Air Tanah (IAT) yang
berbeda-beda dengan tingkat Curah Hujan yang juga berbeda ,yaitu sebagai beriikut:
1. Kecamatan Bojongsoang
Kecamatan ini memiliki daerah Imbuhan Air Tanah (IAT) yang sebagian besar
didominasi dengan tingkat IAT yang sedang. Berdasarkan curah hujan, Kec Bojongsoang
memiliki tingkat curah hujan yang rendah berada di angka 86,55 mm. IAT yang sedang
dapat terjadi karena curah hujan yang rendah mengalami tingkat inflitrasi yang sedang.
Hal ini disebabkan oleh kondisi persentase curah hujan yang jatuh pada Kecamatan
Bojongsoang ada di daerah dengan persentasi permukaan tidak kedap yang tinggi.
Sehingga curah hujan yang rendah dapat terinfiltrasi dengan cukup baik kedalam akifer
bawah permukaan tanah .

Gambar 2. Grafik Hubungan Ukuran butir terhadap Porositas dan Permeabilitas .


Berdasarkan tingkat IAT sedang dan Curah Hujan rendah maka kemungkinan litologi
lapisan di kecamatan ini adalah lapian batu lanau- pasir. Lapisan lanau-pasir memiliki
LAPORAN PRAKTIKUM HIDROGEOLOGI
tingkat porositas dan permabilitas yang cukup baik (sedang) untuk melakukan resapan air.
Ketika hujan dengan cura rendah turun pada permukaan tidak kedap serta jatuh pada
lapisan litologi batuan lanau-pasir maka tingkat resapan air tanah pada daerah tersebut
memungkinkan berada di tuingkat sedang. Sehingga data yang di dapat bisa mendukung
kemungkinan litologi lanau-pasir sebagai litologi lapisan pada kecamatan Bojongsoang ini.

2. Kecamatan Gedebage

Kecamatan ini memiliki daerah Imbuhan Air Tanah (IAT) yang tinggi. Berdasarkan
curah hujan, Kec Gedebage memiliki tingkat curah hujan yang sedang berada di angka
247 mm. IAT yang tinggi dapat terjadi karena curah hujan yang sedang mengalami
tingkat inflitrasi yang sedang. Hal ini disebabkan oleh kondisi persentase curah hujan
yang jatuh pada Kecamatan Bojongsoang ada di daerah dengan persentasi permukaan
tidak kedap yang dominan. Sehingga curah hujan yang sedang dapat terinfiltrasi dengan
normal kedalam akifer bawah permukaan tanah . Berdasarkan tingkat IAT tinggi dan
Curah Hujan sedang maka kemungkinan litologi lapisan di kecamatan ini adalah lapian
batu pasir. Lapisan pasir memiliki tingkat porositas dan permabilitas yang sangat baik
(tinggi) untuk melakukan resapan air. Ketika hujan dengan curahs sedang turun pada
permukaan tidak kedap serta jatuh pada lapisan litologi batuan pasir maka tingkat
resapan air tanah pada daerah tersebut memungkinkan berada di tuingkat IAT tinggi.
Sehingga data yang di dapat bisa mendukung kemungkinan litologi pasir sebagai litologi
lapisan pada kecamatan Gedebage
3. Kecamatan Cikancung

Kecamatan ini memiliki daerah Imbuhan Air Tanah (IAT) yang rendah. Berdasarkan
curah hujan, Kec Cikancung memiliki tingkat curah hujan yang sedang berada di angka
101 mm. IAT yang rendah dapat terjadi karena curah hujan yang sedang mengalami
tingkat inflitrasi yang rendah . Hal ini disebabkan oleh kondisi persentase curah hujan
yang jatuh pada Kecamatan Cikancung ada di daerah dengan persentasi permukaan tidak
kedap .Sehingga curah hujan yang sedang tidak dapat terinfiltrasi dengan normal
kedalam akifer bawah permukaan tanah . Berdasarkan tingkat IAT rendah dan Curah
Hujan sedang maka kemungkinan litologi lapisan di kecamatan ini adalah lapian batu
lanau-lempung. Lapisan lanau memiliki tingkat porositas dan permabilitas yang tidak
baik (rendah) untuk melakukan resapan air. Ketika hujan dengan curah sedang turun pada
permukaan tidak kedap serta jatuh pada lapisan litologi batuan lanau-lempung maka
LAPORAN PRAKTIKUM HIDROGEOLOGI
tingkat resapan air tanah pada daerah tersebut memungkinkan berada di tuingkat IAT
rendah. Sehingga data yang di dapat bisa mendukung kemungkinan litologi lanau-
lempung sebagai litologi lapisan pada kecamatan Cikancung

Dari ketiga IAT tersebut dipengaruhi oleh Curah Air Hujan ,CAT dan, pengaruh permukaan
kedap dan tidak kedap. Semakin tinggi tingkat IAT maka CAT pada daerah itu akan semakin
baik jika didukung oleh lapisan akifer yang disertainya. Akifer yang baik misalnya akifer bebas
dengan litologi pasir hingga lapisan lanau.

BAB 5
KESIMPULAN

Dari data yang diambil dan diolah maka dapat diambil kesdimpulan sebagai berikut:
1.Air tanah adalah salah satu aset dalam daur hidrologi , yakni suatu peristiwa yang selalu
berulang dari urutan tahap yang dilalui air dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer;
penguapan dari darat atau laut atau air pedalaman, pengembunan membentuk awan, pencurahan,
pelonggokan dalam tanih atau badan air dan penguapan kembali Dari daur hidrologi tersebut
dapat dipahami bahwa air tanah berinteraksi dengan air permukaan serta komponen-komponen
lain yang terlibat dalam daur hidrologi termasuk bentuk topografi, jenis batuan penutup,
penggunaan lahan, tetumbuhan penutup, serta manusia yang berada di permiukaan. Air tanah dan
air permukaan saling berkaitan dan berinteraksi. Setiap aksi pemompaan, pencemaran terhadap
air tanah akan memberikan reaksi terhadap air permukaan, demikian sebaliknya.

2.Lapisan lolos air misalnya terdiri dari kerikil, pasir, batuapung, dan batuan yang retak-retak,
sedangkan lapisan kedap air antara lain terdiri dari napal dan tanah liat atau tanah lempung.
Sebetulnya tanah lempung dapat menyerap air, namun setelah jenuh air, tanah jenis ini tidak
dapat lagi menyerap air. Air tanah terbentuk berasal dari air hujan dan air permukan , yang
meresap (infiltrate) mula-mula ke zona tak jenuh (zone of aeration) dan kemudian meresap
makin dalam (percolate) hingga mencapai zona jenuh air dan menjadi air tanah.
LAPORAN PRAKTIKUM HIDROGEOLOGI
3.Semakin tinggi tingkat IAT maka CAT pada daerah itu akan semakin baik jika didukung oleh
lapisan akifer yang disertainya. Akifer yang baik misalnya akifer bebas dengan litologi pasir
hingga lapisan lanau.

4. untuk menentukan zona resapan dan pelepasan air perlu diperhatikan :


o Aliran air permukaan dan air tanah.
o Iklim, terutama curah hujan.
o Karakteristik hidrogeologi.
o Topografi, daerah resapan air
umumnya bertopografi tinggi dengankemiringan lahan relatif besar karenatinggi muka air tanah
relatif dalamakibat drainase ke bawah,sedangkan daerah rendah muka air tanah menjadi dangkal
danpelepasan air tanah menjadi dominan.

DAFTAR PUSTAKA

Bear, J. (1979). Hydraulics of groundwater, McGraw-Hill series in water resources and


environmental engineering. New York: McGraw-Hill.
Hendrayana, D. I. (2013). Hidrogeologi Mata Air. 1-2.
Kodoatie, R. J. (1996). Pengantar Hidrogeologi. Yogyakarta: Andi Offset.
Salama, R. (1993). Distribution of Recharge and. Journal of Hydrology V, 143.
Wibowo, M. (2006). MODEL PENETUAN KAWASAN RESAPAN AIR UNTUK PERENCANAAN
TATA RUANG BERWAWASAN LINGKUNGAN, 2.

Anda mungkin juga menyukai