Anda di halaman 1dari 16

TUGAS JURNAL HIDROLOGI

Disusun oleh Kelompok 3


Anggota :
1. Tika Wahyuni (2213034040)
2. Mentari (2213034048)
3. Laila Firia Ramadhani (2213034053)
4. Aulia Nur Sakha (2213034073)
5. Dimas Maulana (2213034076)
Link Publikasi : https://jurnalpost.com/jurnal-hidrologi-padatnya-penduduk-dan-
dampaknya-terhadap-hidrologi-air-tanah-di-dki-jakarta/50608/
Isi Jurnal :

PADATNYA PENDUDUK DAN DAMPAKNYA TERHADAP HIDROLOGI AIR


TANAH DI DKI JAKARTA

THE POPULATION DENCITY AND ITS IMPACT ON GROUNDWATER


HYDROLOGY IN JAKARTA

Tika Wahyuni1, Mentari2, Laila Fitria Ramadhani3, Aulia Nur Sakha4, Dimas Maulana5

Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Lampung, Jl. Prof. Dr. Ir. Sumantri Brojonegoro No.1, Gedong Meneng, Kec. Rajabasa, Kota
Bandar Lampung, Lampung 35141

ABSTRAK

Kondisi Cekungan Air Tanah (CAT) Jakarta saat ini sudah memasuki zona kritis hingga rusak
akibat eksploitasi air tanah di atas ambang batas normal yang direkomendasikan. Kondisi ini
sangat memprihatinkan sekaligus perlu segera dicarikan penanganannya. Karena, jika terus-
terusan masyarakat mengeskploitasi air tanah dengan jumlah penduduk DKI Jakarta yang
sangat banyak, dapat mengakibatkan penurunan tanah menjadi lebih cepat dan hanya soal
waktu wilayah DKI Jakarta akan tenggelam. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengungkapkan penurunan tanah di Jakarta telah
mencapai 12 sampai 18 cm per tahun. Menurut data PAM, standar kebutuhan air bersih di
DKI Jakarta ialah 150 liter/kapita/hari. Sampai saat ini pemerintah baru bisa menyediakan
20.725 liter/detik sehingga masih banyak kekurangannya yang ditutup dengan penggunaan
air tanah. Selain itu, kondisi padat permukiman penduduk membuat sering kali sumur air
tanah berdekatan dengan septic tank yang dapat mempercepat penyebaran
bakteri Escherichia coli pada air.

Kata Kunci : air tanah, hidrologi, Jakarta

ABSTRACT

The condition of the Jakarta Groundwater Basin (CAT) has now entered the critical zone
until it is damaged due to exploitation of groundwater above the recommended normal park
limits. This condition is very concerning and needs to be treated immediately. Because, if
people continue to exploit groundwater with a very large population of DKI Jakarta, it can
result in faster land subsidence and it's only a matter of time that the DKI Jakarta area will
sink. Minister of Public Works and Public Housing (PUPR) Basuki Hadimuljono revealed
that land subsidence in Jakarta has reached 12 to 18 cm per year. According to PAM data,
the standard for clean water in DKI Jakarta is 150 liters/capita/day. Until now, the
government has only been able to provide 20,725 liters/second so that there are still many
deficiencies that are covered by the use of groundwater. In addition, the dense conditions of
spectators often make groundwater wells close to septic tanks, which can accelerate the
spread of Escherichia coli bacteria in the air.

Keywords : groundwater, hydrologi, Jakarta

A. PENDAHULUAN

Saat ini kondisi hidrologi air tanah di DKI Jakarta sangatlah memprihatinkan dan telah
memasuki zona kritis akibat penggunaan berlebihan atau over extraction air tanah oleh
masyarakat Jakarta. Sistem hidrologi merupakan rangkaian elemen jenis tanah, tataguna
lahan, topografi dan panjang lereng yang saling berkaitan antara satu komponen dengan
komponen lainnya sehingga membentuk satu kesatuan yang saling mempengaruhi
keseimbangan tata air (Nurrochman et al., 2018). Terjadinya perubahan perilaku dan fungsi
air permukaan menyebabkan perubahan siklus hidrologi, yaitu menurunnya aliran dasar (base
flow) dan meningkatnya aliran permukaan (surface runoff). Hal ini dapat menyebabkan
ketidakseimbangan tata air (hidrologi) sehingga terjadi banjir dan genangan di daerah hilir
(Nurrochman et al., 2018). Di dalam lingkungan alam, proses perubahan ujud, gerakan aliran
air (di permukaan tanah, di dalam tanah, dan di udara) dan jenis air mengikuti suatu siklus
keseimbangan dan dikenal dengan istilah siklus hidrologi (Kodoatie & Sjarief, 2010).
Menurut Suyanto (2017) di dalam siklus hidrologi sering terjadi dua keadaan yang ekstrim
yaitu kekeringan dan banjir, sehingga diperlukan pemahaman tentang pengelolaan air agar
dapat disimpan dengan baik di dalam maupun di permukaan tanah dan bagaimana siklus air
bekerja secara ilmiah.

Permasalahan lingkungan yang paling krusial di wilayah DKI Jakarta adalah permasalahan
yang terkait dengan aspek sumberdaya air, seperti permasalahan banjir, krisis ketersediaan air
baku, pencemaran air dan penurunan muka air tanah. Kejadian banjir di wilayah Jakarta
seolah menjadi topik berita setiap hari setiap kali musim hujan tiba. Sebaliknya pada saat
musim kemarau tiba,Total giliran permasalahan kelangkaan air baku yang harus dihadapi
oleh penduduk Kota Jakarta. Kondisi demikian menyebabkan banyak penduduk Kota Jakarta
mengeksploitasi air tanah secara tak terkendali, yang secara tidak sadar justru menimbulkan
masalah lain yaitu penurunan muka air tanah yang diikuti dengan penurunan permukaan
tanah dan terjadinya instrusi air laut. Buruknya kualitas air akibat tingginya tingkat
pencemaran air oleh limbah industri maupun domestik semakin memperparah krisis air di
wilayah DKI Jakarta.

Permasalahan sumberdaya air di wilayah DKI Jakarta yang sudah sedemikian kompleks
tersebut perlu mendapat perhatian khusus tidak hanya oleh Pemerintah Daerah Propinsi DKI
Jakarta saja, tetapi juga oleh Pemerintah Pusat, karena bagaimanapun Kota Jakarta
merupakan citra bangsa Indonesia di mata dunia internasional. Penanganan semua
permasalahan tersebut tidak dapat dilakukan secara parsial, tetapi harus dilakukan secara
menyeluruh dan terpadu.

Faktor-faktor ekonomi, sosial, dan budaya mempengaruhi pemanfaatan tanah dan air.
Kebutuhan faktor ekonomi menjadi pertimbangan yang paling kuat dalam penentuan cara
penggunaan lahan. Faktor ekonomi biasanya mengalahkan pertimbangan konservasi yang
dianggap kurang mendesak dan kurang perlu. Faktor sosial yang dianut berpengaruh atas
pilihan pemanfaatan lahan yang dilakukan (Suyanto, 2017). Pertumbuhan ekonomi yang
tinggi di Jakarta diiringi dengan pertambahan jumlah penduduk dan pembangunan
infrastruktur yang semakin padat. Tingginya kegiatan pembangunan infrastruktur dan
kawasan permukiman di Jakarta menyebabkan semakin berkurangnya tutupan vegetasi dan
terganggunya fungsi alami ekosistem yang semula ada di Jakarta, seperti fungsi sistem
hidrologi.

Pembangunan di Jakarta yang sangat cepat menimbulkan beban tersendiri bagi lingkungan.
Jumlah penduduk yang padat memerlukan air bersih dalam jumlah besar. Pada waktu yang
bersamaan, air permukaan di Jakarta tercemar oleh limbah dari kegiatan rumah tangga dan
kegiatan industri yang dibuang langsung ke sungai. Selain tidak aman untuk kebutuhan
seharihari, air sungai yang tercemar mematikan biota perairan sehingga ekosistem perairan di
Jakarta tidak lagi seimbang. Pembangunan fisik dan infrastruktur di daerah perkotaan
seharusnya diimbangi dengan pengelolaan lingkungan yang seimbang sehingga dampak
negatif yang timbul dapat diminimalkan. Salah satu bentuk pengelolaan lingkungan dapat
dilakukan dengan pengaturan dan pemanfaatan ruang yang optimal sehingga fungsi
ekosistem tetap terjaga. Studi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan
perubahan tutupan lahan terhadap sistem hidrologi di Jakarta (terutama dilihat dari fenomena
banjir dan persediaan air) serta menyiapkan rekomendasi untuk perencanaan ruang berbasis
sistem hidrologi.

B. TINJAUAN PUSTAKA

Keadaan Geografi Kota Jakarta

Jakarta merupakan wilayah dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ±7 meter diatas
permukaan laut, terletak pada posisi 6 ° 12’ Lintang Selatan dan 106° 48’ Bujur Timur (BPS
DKI Jakarta, 2018). Berdasarkan SK Gubernur Nomor 171 tahun 2007 adalah berupa dataran
seluas 662,33 km2 dan berupa lautan seluas 6.977,5 km. Wilayah DKI Jakarta memiliki ±110
buah pulau yang tersebar di kepulauan Seribu (BPS DKI Jakarta, 2018). Berdasarkan posisi
geografisnya, Provinsi DKI Jakarta memiliki batas-batas di sebelah Utara yang berbatasan
dengan Laut Jawa, dimana membentang pantai dari Barat sampai ke timur sepanjang ± 35 km
yang menjadi tempat bermuaranya 19 sungai yaitu sungai Ciliwung, Krukut, Mookervart, kali
Angke, kali Pesanggrahan, sungai grogol, Kalibaru Timur, Cipinang, Sunter, Cakung, Buaran,
Kalibaru Barat, Cngkareng Drain, Jati Kramat, Cakung Drain, Ancol, Banjir Kanal Barat,
bajir Kanal Timur. Sedangkan di sebelah Selatan dan timur berbatasan dengan wilayah
Provinsi Jawa Barat dan di sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Provinsi Banten.

Air tanah yang berkelanjutan dan Peraturannya di Indonesia


Masalah yang dihadapi di Jakarta berkaitan dengan sumber daya air adalah supplay dan
ketersediaan air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan air yang terus meningkat. Hal
ini dikarenakan di Jakarta banyaknya berkembang kegiatan industri, domestik dan kegiatan
lain yang berdampak negatif terhadap sumber daya air, termasuk penurunan kualitas air
akibat pencemaran air tanah. Penurunan kualitas air tidak hanya diakibatkan oleh limbah
industri, tetapi juga diakibatkan oleh limbah rumah tangga baik limbah cair maupun limbah
padat.

Jika permasalahan pemanfaatan air tanah yang berlebihan tersebut terus berlangsung,
dikhawatirkan akan semakin menurunkan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Pengelolaan sumberdaya air di Indonesia pada umumnya didasarkan pada Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung
Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah. Pada peraturan menteri tersebut
penentuan daya dukung lingkungan hidup berdasarkan perbandingan antara kebutuhan air
dan ketersediaan air. Perbandingan antara kebutuhan air dan ketersediaan air di suatu
kawasan pemukiman penduduk, menentukan keadaan surplus atau defisit dari air tanah untuk
mendukung kegiatan pemanfaatan ruang. Suatu wilayah dikatakan surplus menunjukkan
bahwa ketersediaan air tanah di suatu wilayah tercukupi, sedangkan dikatakan defisit
menunjukkan bahwa wilayah tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan air.

Sumber utama air yang ada dipermukaan dan bawah permukaan tanah berasal dari hujan.
Hujan yang turun sebagian akan mengalir sebagai air permukaan dan sebagian lagi meresap
kedalam tanah. Kemudian membentuk air tanah. Kebutuhan irigasi sebagian besar dicukupi
dari air permukaan. Kebutuhan air air irigasi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
klimatologi, kondisi tanah, koefisien tanaman, pola tanam, pasokan air yang diberikan, luas
daerah irigasi, efisiensi irigasi, penggunaan kembali air drainase untuk irigasi, system
golongan, jadwal tanam dan lainnya (Triatmodjo, 2016), adapun penggunaan air permukaan
untuk irigasi dalam mendukung pertanian diperoleh dari mata air. Selain air permukaan, air
tanah juga memiliki peranan yang semakin lama semakin penting karena air tanah menjadi
sumber air utama untuk memenuhi kebutuhan pokok hajat hidup orang banyak seperti rumah
tangga (air minum, mencuci, masak, mandi), industry, irigasi, pertambangan, perkotaan dan
lainnya, serta telah menjadi komoditi ekonomis bahkan dibeberapa tempat sudah menjadi
komoditi strategis (Triatmodjo, 2016). Diperkirakan 70% kebutuhan air bersih penduduk dan
90% kebutuhan air industry berasal dari tanah (Direktorat Geologi Tata Lingkungan dan
Kawasan Pertambangan, 2004). Dalam kehidupan sehari-hari pola pemanfaatan air tanah
sering kita lihat dalam penggunaan sumur gali dan sumur bor oleh penduduk.

Agar ketersediaan air tanah dapat berkelanjutan, diperlukan upaya konservasi air tanah
melalui pemanfaatan aie sehingga penggunaan air tanah dapat dilakukan secara bijak sesuai
dengan potensi ketersediaanya. Untuk mengatasi masalah air tanah, pemerintah telah
mengatur dalam Peraturan Pemerintah RI No. 43 Tahun 2008 Bab III Pasal 45 tentang air
tanah. Namun pendekatan berdasarkan Peraturan Pemerintah atau Menteri Negara
Lingkungan Hidup, belum mampu menjawab secara akurat permasalahan dan solusi
keberlanjutan sumber daya air tanah secara komprehensif. Dengan masalah yang terjadi
pada system air tanah Jakarta, terutama di akuifer air tanah dalam, dengan pengisian air tanah
berlangsung sangat lambat, solusinya adalah mengkonservasi air tanah dengan
mengembalikan kondisi sehingga secara ekologis kesimbangan dan pemanfaatan air tanah
dapat berkelanjutan. Penerapan kompensasi untuk air tanah dalam adalah salah satu opsi
skema untuk meningkatkan ketersediaan air tanah. Jika keseimbangan dapat dicapai, dampak
lainnya adalah dapat mencegah intrusi air laut lebih lanjut.

Di sebelah Selatan dan Timur Jakarta adalah daerah rawa/situ dengan luas 96,5 ha. Wilayah
ini adalah lahan terbuka yang digunakan sebagai daerah resapan air. Kegiatan industri lebih
banyak terdapat di Jakarta Utara dan Jakarta Timur, untuk kegiatan usaha dan perkantoran
banyak terdapat di Jakarta Barat dan Jakarta Selatan. Sedangkan Jakarta Pusat lebih
didominasi oleh pemukiman.

Gambar 1. Peta Wilayah Administrasi Prov. DKI. Jakarta

Sumber: BPS, Provinsi DKI Jakarta Dalam Angka, 2018


Kondisi Hidrogeologis Sistem Air Tanah Jakarta

Secara fisik, sumber daya air tanah suatu wilayah tidak dibatasi oleh wilayah adminstrasi,
tetapi lebih terbatas oleh wilayah aliran air tanah yang umumnya disebut Cekungan Air
Tanah (CAT). CAT Jakarta memiliki wilayah yang sangat luas yang secara fisik mengikuti 19
DAS yang mengalir ke Jakarta dan sekitarnya. Jika ditelusi dari hulu, aliran air tanah dimulai
dari lereng Gunung Pangrango, Gunung Gede dan Gunung salak, Gunung Halimun dimana
daerah hulu air tanah mulai diterima oleh permukaan tanah dan kemudian merembes ke
dalam tanah, kemudian akuifer mengalir di hilir selatan menjadi air tanah dangkal dan air
tanah dalam/air tanah (Samsuhadi, 2009). Selanjutnya, aliran air tanah ketika tiba di wilayah
utara, meliputi wilayah Kabupaten Bogor, kota Depaok, bagian dari kabupaten dan kota
Tangerang, bagian dari kabupaten dan kota Bekasi dan yang terbesar adalah provinsi DKI
Jakarta. Akuifer Jakarta secara geologis menunjukkan lapisan tanah yang sangat beragam dan
sangat kompleks. Akuifer Jakarta dapat dikelompokan menjadi 3 (tiga) lapisan, yaitu lapisan
pertama adalah akifer air tanah dangkal (akuifer bebas) dengan kedalaman hingga 50 meter
dibawah tanah. Lapisan kedua adalah akuifer tertekan (aquifer artesis atau deep aquifer)
memiliki kedalaman antara 50-150 meter di bawah permukaan tanah dan lapisan ketiga
adalah akuifer tertekan, dengan kedalaman antara 150-250 meter di bawah permukaan tanah.
Dalam hal jenis tanah, akuifer Jakarta umumnya butiran pasir longgar, tanah aluivial,
meskipun diselingi bergantian dengan tanah liat tahan air dan memiliki potensi yang sangat
baik untuk menyimpan air tanah (Samsuhadi, 2009).

Tingkat produktivitas akuifer Jakarta dapat dibagi menjadi 3 (tiga) level, yaitu: (1). Akuifer
dengan produksi yang baik, memproduksi air tanah di atas 5 liter/detik. (2). Akuifer yang
diproduksi menengah menghasilkan 5 liter/detik air tanah. (3). Akuifer dengan produksi
rendah, menghasilkan air tanah di bawah 5 liter/detik (Samsuhadi, 2009). Akuifer dengan
produksi yang baik berada tepat di bawah wilayah DKI. Di barat, di sekitar wilayah
Tangerang, akuifer memiliki produksi baik dan sedang. Di daerah ini terdapat juga batuan
kedap air yang juga merupakan batas fisik akuifer Jakarta di sebelah barat, sedangkan di
timur, di daerah Bekasi, akuifer memiliki produktivitas yang sangat rendah, sehingga hampir
mustahil untuk menggunakannya sebagai sumber air yang andal. Sejumlah batu karang juga
terletak di daerah ini sehingga ini adalah batas timur akuifer Jakarta. Dari uraian di atas,
dapat disimpulkan bahwa akuifer Jakarta memiliki batas fisik yang meliputi 3 (tiga) provinsi
(Banten, Jawa Barat dan DKI) dan 12 (dua belas) pemerintah daerah tingkat dua, yaitu
Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kota
Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, dan Jakarta Utara (Samsuhadi,
2009).

C. METODE PENELITIAN

Titik pengambilan contoh air tanah di sumur gali, sumur produksi dan sumur pantau yang
tersebar di cekungan air tanah di Wilayah DKI Jakarta. Tahapan berikutnya dilakukan
pengambilan data dan pengambilan contoh, dengan tahapan sebagai berikut : (1) Melakukan
kompilasi data jumlah sumur gali, sumur produksi dan sumur pantau yang diambil contonya
dan kedalaman muka air tanah. (2) Pengambilan contoh air tanah untuk diukur sifat fisik
(DHL), kimia (pH dan kandungan nitrat) dan isotop stabil 18O. (3) Melakukan pengolahan
data, sehingga dapat dihasilkan sebagai dasar dalam penentuan daerah mana yang telah
mengalami degradasi air tanahnya.

Pengambilan data primer yaitu data secara langsung dilakukan pengukuran di tempat lokasi
penelitian. Data yang diambil mencakup data kondisi lingkungan sumur gali, sumur pantau
dan sumur produksi dan pengambilan conto air tanah. Air tanah yang diambil dibedakan dua
macam, yaitu air tanah yang berasal dari akuifer tidak tertekan dan air tanah tertekan. Untuk
contoh air tanah tidak tertekan diambil dari sumur-sumur gali atau pantek, sedangkan untuk
air tanah tertekan diambil dari sumur-sumur dalam baik sumur produksi maupun sumur
pantau. Pengambilan contoh air tanah pada setiap sumur dengan menggunakan tabung
sampel air (water sampler vertical), untuk menentukan posisi digunakan GPS (Global
Positioning System). Jumlah seluruh contoh air tanah adalah 32, dan peta lokasi pengambilan
contoh air tanah tercantum pada Gambar 3. Analisa contoh air tanah dilakukan analisa kimia
kandungan polutan nitrat, dengan dengan alat spektrofotometer sinar tampak, Shimazu.
Gambar 2. Peta Sebaran Nitrat dan Kepadatan penduduk di Wilayah DKI Jakarta

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi hidrologi air tanah di DKI Jakarta saat ini menjadi perhatian yang mendesak,
terutama terkait dengan penggunaan berlebihan atau over extraction air tanah oleh
masyarakat Jakarta. Penelitian dan data terbaru menunjukkan bahwa DKI Jakarta
menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan sumber daya air tanahnya. Fenomena ini
disebabkan oleh pertumbuhan populasi yang cepat, urbanisasi yang pesat, dan kurangnya
alternatif penyediaan air bersih yang memadai.

Kepadatan penduduk yang tinggi di Jakarta berarti adanya peningkatan permintaan akan air
bersih dan kebutuhan air sehari-hari yang lebih besar. Hal ini akan mendorong masyarakat
untuk menggunakan air tanah secara tak terkendali dan berlebihan, yang pada gilirannya akan
menyebabkan penurunan muka air tanah.

Penggunaan berlebihan air tanah oleh masyarakat Jakarta telah menyebabkan penurunan
muka air tanah secara signifikan. Dalam beberapa dekade terakhir, tingkat penurunan muka
air tanah di DKI Jakarta mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Aktivitas pengeboran
sumur-sumur bor yang tidak terkontrol, baik oleh penduduk maupun industri, menjadi faktor
utama dalam over extraction ini.

Eksploitasi Air Tanah Tak Terkendali oleh Penduduk Jakarta

Jakarta dihantui ancaman bencana air tanah akibat pencemaran dan eksplotasi air yang
berlebihan. Eksploitasi air tanah secara tak terkendali oleh penduduk Jakarta memiliki
kontribusi yang signifikan terhadap penurunan muka air tanah, penurunan permukaan tanah,
dan instrusi air laut. Di saat jumlah penduduk Jakarta terus meningkat, jumlah eksploitasi air
tanah juga makin tinggi sehingga menmgganggu keseimbangan air tanah. Dalam konteks ini,
penting untuk memahami mekanisme bagaimana eksploitasi air tanah yang berlebihan dapat
mempengaruhi sistem hidrologi dan mengarah pada dampak negatif.

Eksploitasi air tanah yang berlebihan menyebabkan penurunan muka air tanah. Penduduk
Jakarta, yang membutuhkan pasokan air bersih dalam jumlah besar, cenderung mengandalkan
air tanah sebagai sumber utama. Permintaan yang tinggi dan penggunaan berlebihan air tanah
menyebabkan tingkat penurunan muka air tanah yang signifikan. Ketika air tanah diekstraksi
melebihi tingkat regenerasinya, volume air dalam akuifer menurun dan menyebabkan muka
air tanah turun secara bertahap. Penurunan muka air tanah ini berdampak pada berkurangnya
ketersediaan air tanah bagi masyarakat dan infrastruktur di wilayah Jakarta.

Penurunan muka air tanah juga dapat berkontribusi pada penurunan permukaan tanah. Air
tanah yang terletak di bawah permukaan tanah berfungsi sebagai dukungan bagi struktur
tanah di atasnya. Ketika muka air tanah turun, dukungan ini berkurang, dan struktur tanah
dapat mengalami penurunan. Fenomena ini dikenal sebagai penurunan tanah atau subsiden.
Penurunan tanah dapat menyebabkan kerusakan fisik pada bangunan, infrastruktur, dan
lingkungan sekitar. Di Jakarta, penurunan tanah telah menjadi masalah serius dengan
konsekuensi yang merugikan, termasuk kerusakan bangunan, jalan, dan sistem drainase yang
lebih rentan terhadap banjir.

Selain penurunan muka air tanah dan permukaan tanah, eksploitasi air tanah yang berlebihan
juga berpotensi menyebabkan instrusi air laut. Instrusi air laut terjadi ketika air laut masuk ke
dalam akuifer air tanah karena penurunan muka air tanah. Penurunan muka air tanah yang
disebabkan oleh eksploitasi air tanah yang tak terkendali dapat mengubah gradien hidrolik
antara air tanah dan air laut, memungkinkan air laut untuk masuk ke dalam akuifer air tanah.
Instrusi air laut berdampak pada penurunan kualitas air tanah, membuatnya tidak lagi layak
untuk dikonsumsi atau digunakan dalam kegiatan sehari-hari. Hal ini mengurangi
ketersediaan air bersih yang memadai dan meningkatkan risiko terjadinya kekeringan di
wilayah tersebut.

Untuk mengatasi masalah ini, langkah-langkah pengelolaan air tanah yang hati-hati dan
terencana perlu diimplementasikan. Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama dalam
mengatur penggunaan air tanah secara berkelanjutan dan efisien. Beberapa langkah yang
dapat diambil termasuk pemantauan dan pengendalian ekstraksi air tanah, diversifikasi
sumber air, konservasi air, dan pengelolaan air hujan. Selain itu, perlu juga adanya
pendidikan dan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan air tanah yang
berkelanjutan untuk menjaga keberlanjutan hidrologi air tanah dan mencegah dampak negatif
bagi lingkungan dan kehidupan sehari-hari.

Dampak Hidrologi Air Tanah yang Buruk

Air tanah memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan air bersih dan menjaga
keseimbangan ekosistem di wilayah perkotaan. Namun, dengan memburuknya hidrologi air
tanah di Jakarta, beberapa dampak yang signifikan dan merugikan dapat muncul.

Penurunan muka air tanah yang lebih lanjut akan menyebabkan penurunan ketersediaan air
baku bagi penduduk Jakarta. Krisis ketersediaan air dapat terjadi, dan masyarakat akan
menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka akan air bersih.
Kekeringan dan kelangkaan air dapat mengganggu kehidupan sehari-hari penduduk, termasuk
kegiatan domestik, industri, maupun pertanian. Jika kualitas dan kuantitas air tanah menurun,
maka penduduk Jakarta akan menghadapi kesulitan dalam memperoleh pasokan air bersih
yang memadai, yang dapat berdampak negatif terhadap kesehatan dan kualitas hidup mereka.
pertanian, industri, dan domestik.

Tidak Hanya itu saja, Penurunan muka air tanah juga dapat mempengaruhi stabilitas
perbatasan antara air tanah tawar dan air laut. Kerucut depresi (daerah depresi) yang
terbentuk akibat pengambilan air tanah yang berlebihan dapat menyebabkan intrusi air laut ke
dalam air tanah. Hal ini mengurangi kualitas air tanah dan membuatnya tidak layak untuk
konsumsi manusia maupun pertanian. Intrusi air laut juga merusak tanaman dan ekosistem
rawa di sekitarnya.

Selain itu, penurunan hidrologi air tanah juga dapat menyebabkan penurunan permukaan
tanah atau penurunan tanah. Akibatnya, wilayah perkotaan seperti Jakarta dapat mengalami
masalah serius dalam hal penurunan tanah, dengan konsekuensi berpotensi merusak
infrastruktur, bangunan, dan jalan-jalan. Kondisi ini dapat meningkatkan risiko terjadinya
tanah longsor dan menimbulkan bahaya bagi kehidupan penduduk serta kerugian ekonomi
yang besar. Penurunan tanah yang signifikan juga dapat meningkatkan risiko banjir, terutama
saat terjadi intensitas curah hujan yang tinggi.

Dampak lain yang mungkin terjadi adalah perubahan ekosistem dan kerusakan lingkungan.
Hidrologi air tanah yang buruk dapat mengganggu keseimbangan ekosistem dan mengurangi
keanekaragaman hayati di wilayah Jakarta. Jika tanah kehilangan ketersediaan air yang
cukup, maka tanaman, flora, dan fauna di daerah tersebut dapat terancam. Selain itu,
penurunan kualitas air tanah juga dapat merusak ekosistem air, mengganggu kehidupan
akuatik, dan menyebabkan kerusakan ekosistem pesisir.

Perubahan dalam siklus hidrologi juga dapat menyebabkan peningkatan risiko banjir dan
genangan di daerah hilir Jakarta. Dengan menurunnya aliran dasar (base flow) dan
meningkatnya aliran permukaan (surface runoff), saluran air akan terisi dengan cepat,
meningkatkan kemungkinan terjadinya banjir. Banjir yang lebih sering dan parah dapat
merusak infrastruktur, merugikan ekonomi, mengakibatkan hilangnya nyawa, dan
mengganggu kehidupan sehari-hari penduduk.

Dampak lainnya adalah penurunan kualitas air tanah. Penurunan muka air tanah dapat
menyebabkan instrusi air laut, di mana air asin dari laut masuk ke dalam aquifer air tanah,
sehingga mempengaruhi kualitas air tanah yang dapat digunakan oleh penduduk. Selain itu,
tingkat pencemaran air oleh limbah industri dan domestik yang tinggi juga dapat
memperburuk kualitas air tanah, membuatnya tidak aman untuk dikonsumsi.

Upaya Penanganan Dampak Padatnya Penduduk terhadap Hidrologi air tanah di


DKI Jakarta

Kepadatan penduduk memiliki pengaruh signifikan terhadap hidrologi air tanah di DKI
Jakarta. Padat penduduk yang tinggi berarti terdapat lebih banyak orang yang menggunakan
sumber daya air yang berdampak pada penurunan muka air tanah. Untuk mengatasi masalah
ini, diperlukan upaya yang serius dalam pengelolaan sumber daya air tanah di Jakarta. Upaya
tersebut adalah:

1. Konservasi Air tanah


Mengadopsi praktik konservasi air seperti tersedianya bak penyimpan air, sumur
resapan dan daur ulang buangan air, serta tersedianya, fasilitas air mandi/cuci, dengan
drainase buangan air yang baik. Hal tersebut dapat mengakibatkan pengurangan
kebutuhan (konsumsi) akan air tanah dan mengurangi pencemaran terhadap air tanah,
sehingga cadangan ketersediaan air bersih meningkat.
2. Pembatasan Debit Pemompaan Air
Pembatasan besarnya air tanah yang ini bertujuan agar penurunan muka airtanah
dapat dibatasi pada kedudukan yang aman. Pengertian aman mempunyai arti dapat
mencegah terjadinya intrusi air laut pada pengambilan airtanah di daerah pantai,
maupun kemungkinan terjadinya amblesan, serta untuk menyesuaikan dengan
cadangan air tanah yang tersedia.
3. Recharge (pengisian kembali) air tanah
Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas air tanah adalah melalui proses recharge.
DKI Jakarta telah mengimplementasikan program recharge melalui pembangunan
kolam retensi, pewadahan tumbuhan air, dan revitalisasi sungai-sungai kecil. Air
hujan dan permukaan udara diarahkan ke kolam retensi dan area resapan, sehingga
dapat meresap ke dalam tanah dan mengisi kembali akuifer.
4. Memetakan dan menetapkan kawasan kerentanan air tanah terhadap pencemaran dan
pemompaan air tanah sebagai acuan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah
dan pengendalian pemanfaatan ruang pada setiap cekungan air tanah.
5. Pengendalian penurunan permukaan tanah
DKI Jakarta menghadapi penurunan permukaan tanah yang signifikan akibat
pengeboran air tanah yang berlebihan. Untuk mengatasinya, pemerintah telah
menerapkan kebijakan pengendalian pengeboran air tanah ilegal dan pengawasan
ketat terhadap sumur-sumur yang ada. Selain itu, program reklamasi dan restorasi
lahan juga dilakukan untuk memperbaiki tingkat ketinggian tanah.
6. Pengendalian konstruksi
Pembangunan di area DKI Jakarta harus diatur dengan baik agar tidak mengganggu
drainase alami dan pola aliran air tanah. Pengendalian tata ruang, termasuk
penggunaan lahan yang bijaksana, penanaman vegetasi, dan pembangunan
infrastruktur drainase yang baik, dapat membantu mengurangi dampak padat
penduduk pada hidrologi air tanah.

E. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, Jakarta dihantui ancaman bencana air
tanah akibat pencemaran dan eksploitasi air yang berlebihan. Eksploitasi air tanah secara tak
terkendali oleh penduduk Jakarta memiliki kontribusi yang signifikan terhadap penurunan
muka air tanah, penurunan permukaan tanah, dan instrusi air laut. Di saat jumlah penduduk
Jakarta terus meningkat, jumlah eksploitasi air tanah juga makin tinggi sehingga
menmgganggu keseimbangan air tanah. Dalam konteks ini, penting untuk memahami
mekanisme bagaimana eksploitasi air tanah yang berlebihan dapat mempengaruhi sistem
hidrologi dan mengarah pada dampak negatif. Eksploitasi air tanah yang berlebihan
menyebabkan penurunan muka air tanah. Penduduk Jakarta, yang membutuhkan pasokan air
bersih dalam jumlah besar, cenderung mengandalkan air tanah sebagai sumber utama.
Permintaan yang tinggi dan penggunaan berlebihan air tanah menyebabkan tingkat penurunan
muka air tanah yang signifikan. Ketika air tanah diekstraksi melebihi tingkat regenerasinya,
volume air dalam akuifer menurun dan menyebabkan muka air tanah turun secara bertahap.
Penurunan muka air tanah ini berdampak pada berkurangnya ketersediaan air tanah bagi
masyarakat dan infrastruktur di wilayah Jakarta. Krisis ketersediaan air dapat terjadi, dan
masyarakat akan menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka akan
air bersih. Kekeringan dan kelangkaan air dapat mengganggu kehidupan sehari-hari
penduduk, termasuk kegiatan domestik, industri, maupun pertanian. Jika kualitas dan
kuantitas air tanah menurun, maka penduduk Jakarta akan menghadapi kesulitan dalam
memperoleh pasokan air bersih yang memadai, yang dapat berdampak negatif terhadap
kesehatan dan kualitas hidup mereka pada sektor pertanian, industri, dan domestik. Upaya
untuk penanganan dampak padatnya penduduk terhadap hidrologi air tanah di DKI Jakarta
yaitu, dengan konservasi air tanah, pembatasan debit pemompaan air tanah, recharge
(pengisian kembali) air tanah, memetakan dan menetapkan kawasan kerentanan air tanah
terhadap pencemaran dan pemompaan air tanah, pengendalian penurunan permukaan tanah,
pengendalian konstruksi.

F. SARAN

Berdasarkan penelitian mengenai ancaman bencana air tanah di Jakarta akibat pencemaran
dan eksploitasi yang berlebihan, berikut merupakan beberapa saran untuk penanganan
dampak tersebut
1. Masyarakat perlu diajak untuk mengadopsi praktik konservasi air tanah, seperti
mengurangi penggunaan air, memperbaiki sistem pengolahan limbah, dan mendaur
ulang air. Pemanfaatan teknologi hijau, seperti sistem pengumpulan air hujan dan
pengolahan air limbah yang efisien, juga dapat membantu dalam konservasi air tanah.
2. Pemerintah perlu mengimplementasikan kebijakan yang mengatur batasan debit
pemompaan air tanah oleh penduduk Jakarta. Hal ini dapat dilakukan melalui sistem
izin dan regulasi yang ketat serta pengawasan yang efektif untuk mencegah
eksploitasi yang berlebihan.
3. Upaya untuk mengisi kembali air tanah melalui kegiatan recharge perlu ditingkatkan.
Pembangunan infrastruktur yang memungkinkan air hujan dan air permukaan
dialirkan ke dalam sistem akuifer dapat membantu memperbaiki ketersediaan air
tanah.
4. Penting untuk memetakan dan menetapkan kawasan yang rentan terhadap
pencemaran dan pemompaan air tanah. Langkah-langkah pengendalian perlu diambil
untuk mencegah pencemaran air tanah oleh limbah industri, domestik, dan pertanian.
Pemerintah harus mengawasi dan memberlakukan aturan yang ketat untuk melindungi
kualitas air tanah.
5. Pemerintah harus melakukan pengendalian yang ketat terhadap pembangunan
infrastruktur dan konstruksi di daerah yang rentan terhadap penurunan muka air tanah.
Diperlukan pemantauan dan evaluasi yang cermat terhadap dampak dari proyek-
proyek konstruksi terhadap sistem hidrologi dan ketersediaan air tanah.

Implementasi langkah-langkah di atas akan membantu dalam mengurangi dampak negatif


dari eksploitasi air tanah yang berlebihan di Jakarta. Pentingnya kolaborasi antara
pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta juga harus ditekankan untuk mencapai hasil yang
optimal dalam menjaga keseimbangan dan ketersediaan air tanah yang berkelanjutan

DAFTAR PUSTAKA

Dampak pemanfaatan airtanah. (2002).


Harsoyo, B. (2010). Teknik Pemanen Air Hujan Jakarta. Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi
Cuaca, Vol. 11, No. 2, 2010: 29-39, 11, 29–39.
Putranto, T. T., & Kusuma, K. I. (2009). PERMASALAHAN AIRTANAH PADA DAERAH
URBAN Thomas Triadi Putranto *), Kristi Indra Kusuma **). Jurnal Teknik, 30(1), 48–
58.
Savitri, E. (2020). Pendekatan Model Sistem Dinamis untuk Mensimulasikan Kebijakan
Konservasi Air Tanah Berkelanjutan di Jakarta Indonesia. Konferensi Nasional Teknik
Sipil, September 2019, 19–20.
Septriana, F. E., Alnavis, N. B., Gustia, R., Wirawan, R. R., Putri, P., Hasibuan, H. S., &
Tambunan, R. P. (2020). DAMPAK PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN PADA
SISTEM HIDROLOGI DI JAKARTA (The Effect of Land Cover Change to
Hydrological System in Jakarta ) Fentinur. Majalah Ilmiah Globe, 22(1), 51–58.
Sudaryanto, S., & Suherman, D. (2008). Degradasi Kualitas Airtanah Berdasarkan
Kandungan Nitrat di Cekungan Airtanah Jakarta. Jurnal RISET Geologi Dan
Pertambangan, 18(2), 61. https://doi.org/10.14203/risetgeotam2008.v18.17

Anda mungkin juga menyukai