Disusun Oleh:
Sultan Fadhillah Rizqi Adyan 16620072
Rahmat Yusril Mulyana 16620078
Regia Afiyanti Putri 16620084
PENDAHULUAN
1.2.2 Apa dampak yang terjadi terhadap daerah yang terkena banjir di Kota Jakarta?
1.2.3 Bagaimana konsep pelebaran sungai sebagai solusi dari masalah banjir di Kota
Jakarta?
LANDASAN TEORI
Secara geografis, DKI Jakarta merupakan dataran rendah yang berada di antara hulu sungai
dan pesisir sehingga potensi banjirnya besar. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG) mengungkapkan, perubahan iklim yang terjadi
meningkatkan risiko dan peluang curah hujan ekstrim sehingga menjadi pemicu banjir Jakarta.
Berikut ini adalah sejumlah penyebab Kota Jakarta sering mengalami banjir:
Hujan yang terjadi dengan intensitas tinggi dalam durasi yang lama di wilayah
Jakarta akan mengisi saluran-saluran air dan daerah cekung. Jika tidak tertampung lagi,
air akan meluap hingga menyebabkan banjir. Selain itu, dimensi drainase kota Jakarta
dirancang untuk menampung debit air dengan curah hujan maksimal 120 mm/hari.
Namun, pada beberapa hujan besar ekstrem yang terjadi di Jakarta, curah hujan
melebihi kapasitas tersebut.
Saat ini sudah tidak bisa dipungkiri bahwa Kota Jakarta telah dipenuhi oleh berbagai
pembangunan dan permukiman, sehingga mengakibatkan kurangnya kapasitas
penyerapan air hujan atau limpasan air yang menyebabkan terjadinya banjir. Tak hanya
itu, pembangunan gedung atau hotel-hotel dan sebagainya di wilayah Jakarta dapat
mengakibatkan penggunaan air tanah secara berlebihan. Kondisi ini membuat potensi
banjir semakin besar.
Membuang sampah tidak pada tempatnya merupakan perilaku yang sering dilakukan
misalnya membuang sampah di pinggir area sungai, di selokan pinggir rumah, dan
sebagainya. Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya banjir karena sistem drainase
terhambat oleh sampah. Penduduk Kota Jakarta tidak sedikit orang yang membuang
sampah sembarangan, sehingga banjir akan terus terjadi di Kota Jakarta dan daerah
sekitarnya apabila kita masih sering membuang sampah sembarangan.
4. Normalisasi Belum Tuntas
Salah satu penyebab banjir di Kota Jakarta adalah normalisasi yang belum tuntas
misalnya normalisasi kali ciliwung. Dari total panjangnya 33 meter baru sekitar 16
kilometer yang dilakukan normalisasi. Kendala dari terhambatnya proses normalisasi
salah satunya diakibatkan oleh faktor sempitnya lahan. Pasalnya banyak rumah
penduduk yang berada tepat di pinggir area sungai.
Dalam pengatasan suatu kebijakan pemerintah yang akan berdampak terhadap pemukiman
warga, maka pemerintah harus untuk melakukan beberapa kebijakan terkait hal tersebut.
Dalam pengimplementasian penertiban masyarakat, hal yang biasa dilakukan adalah
kompensasi dan relokasi masyarakat. Namun, penertiban masyarakat tidak mudah dalam t
karena penghuni pemukiman daerah tersebut sudah lama tinggal pada daerahnya.
Salah satu contoh studi kasus yang pernah dilakukan ialah pada penertiban daerah aliran Sungai
Ciliwung DKI Jakarta. Pada studi kasus tersebut, disimpulkan bahwa mayoritas warga kurang
reseptif terhadap penertiban yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Hal itu disimpulkan
karena (1) masyarakat sekitar kurang mampu untuk membayar biaya sewa (upkeep) rumah
susun (2) masyarakat merasa bahwa penggantian aset tidak sepadan dengan nilai jual rumah
sehingga terdapat kekhawatiran bahwa masyarakat dirugikan. Oleh karena itu, banyak
masyarakat yang masih tetap tinggal ataupun bahkan berunjuk rasa akibat dari kebijakan
tersebut.
Hal seperti ini, menjadi salah satu penghambat pelaksanaan penertiban masyarakat daerah
pelebaran yang pada akhirnya menjadi salah satu penghambat pelaksanaan kebijakan pelebaran
sungai secara umum.
Dredging atau dalam Bahasa Indonesia disebut pengerukan. Pengerukan merupakan bentuk
penggalian yang dilakukan di bawah air atau sebagian di bawah air, di perairan dangkal atau
perairan laut. Berdasarkan UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Pengerukan adalah
pekerjaan mengubah bentuk dasar perairan untuk mencapai kedalaman dan lebar yang
dikehendaki atau mengambil material dasar perairan yang dipergunakan untuk keperluan
tertentu. Pengerukan dapat dilakukan untuk memulihkan material yang bernilai komersial;
mineral atau endapan bernilai tinggi seperti pasir dan kerikil yang digunakan oleh industri
konstruksi. Pengerukan terdiri dari tiga tahap yakni:
1. Memisahkan dan mengambil material dari dasar laut dengan menggunakan pengikisan
(erosion), memancarkan air tekanan tinggi (jetting), memotong (cutting), menghisap (suction),
memecah (breaking) dan mengambil dengan menggunakan bucket (grabbing).
2. Mengangkut material dengan menggunakan tongkang (barges), tongkang atau kapal yang
didesain secara khusus memiliki wadah penampung (hoppers), pipa terapung / floating
pipeline, conve
Peletakan material sedimen dapat dilakukan di darat maupun di laut. Untuk peletakan material
sedimen di laut, perlu ditentukan lokasi yang tepat dengan pertimbangan kondisi perairan (arus
laut dan gelombang laut) dan dampak lingkungan. Pembuangan material tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan excavator, pembuangan pipa (pipeline discharge), alat angkat
seperti crane dan membuka pintu di bawah pada beberapa kapal atau tongkang yang didesain
secara khusus (hopper barges). yor-belt dan truk;
3. Peletakan material sedimen dapat dilakukan di darat maupun di laut. Untuk peletakan
material sedimen di laut, perlu ditentukan lokasi yang tepat dengan pertimbangan kondisi
perairan (arus laut dan gelombang laut) dan dampak lingkungan. Pembuangan material tersebut
dapat dilakukan dengan menggunakan excavator, pembuangan pipa (pipeline discharge), alat
angkat seperti crane dan membuka pintu di bawah pada beberapa kapal atau tongkang yang
didesain secara khusus (hopper barges).
Teori Hak Locke Tindakan yang dilakukan merupakan cara terbaik untuk
Melden menghormati hak-hak asasi manusia dari setiap orang yang
terkena pengaruh tindakan itu.
Seorang rekayasawan di dalam perusahaan akan memiliki hak-hak, antara lain: (1) Hak asasi
manusia sebagai manusia pelaku moral, misal: hak mengejar kepentingan pribadi yang sah
atau hak berkarir, hak untuk mendapatkan penghasilan yang layak. (2) Hak profesional yang
memiliki tanggung jawab moral khusus, misal: hak menolak melaksanakan aktivitas yang tak
sesuai dengan etika, hak mengungkapkan penilaian profesional pribadi, hak memperingatkan
masyarakat akan ancaman bahaya suatu produk rekayasa. (3) Hak kontraktual, misal:
memperoleh gaji dengan jumlah tertentu. (4) Hak non-kontraktual, misal: hak atas privasi,
hak atas non diskriminasi.
Hal ini perlu diketahui untuk menganalisis lebih lanjut terkait pilihan yang dapat diambil
pada skenario ini.
BAB III
PEMBAHASAN
Setelah memahami bahwa Jakarta merupakan daerah dengan risiko banjir besar. Pemerintah
berencana untuk melebarkan sungai guna membesarkan kapasitas air sehingga saat curah hujan
tinggi, kapasitas air yang dapat ditampung menjadi lebih besar yang pada akhirnya
memungkinkan untuk mencegah banjir dari meluapnya air pada sungai. Namun, hal ini akan
berdampak kepada penduduk masyarakat sekitar daerah yang akan kehilangan tempat
tinggalnya.
a. Trade Off
Perlu diketahui bahwa mayoritas kebijakan yang diimplementasi oleh pemerintah selalu
memiliki pengorbanan (Trade Off). Hal yang perlu diperhatikan ialah bagaimana cara prevensi
ataupun penanggulangan dari suatu hal yang akan dikorbankan pada kebijakan ini. Pada
skenario ini, ialah penanggulangan penduduk sekitar sungai yang akan dilebarkan. Dalam
kasus ini, pemerintah sudah mencoba membuat alternatif, yakni akan diberikan sebuah
kompensasi berupa uang saku serta relokasi berupa sebuah aset rumah baru.
Dilihat dari sisi rekayasawan yang praktis, penanggulangan tersebut merupakan cara paling
optimal dan menguntungkan masyarakat juga. Hal ini, karena pada jangka pendek mereka
diberikan sebuah aset baru serta uang dari pemerintah. Berdasarkan kebijakan dari Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), warga akan mendapatkan puluhan bahkan
ratusan juta untuk kompensasi tersebut. Sedangkan dalam jangka panjang, warga yang
biasanya rumahnya selalu rusak, sanitasi yang buruk akibat terendam banjir karena sungai
mengalami peluapan jadi terhindar sehingga dapat dikatakan kehidupan mereka lebih baik.
b. Pelebaran Sungai
Selain dari pengorbanan yang sudah diminimalisir, terdapat kebijakan itu sendiri. Pada kasus
ini, pemerintah melakukan pelebaran sungai. Dalam pelebaran sungai hal yang akan
diminimalisir adalah banjir. Salah satu penguras ekonomi warga Jakarta serta membuat rakyat
sekitar sanitasinya menjadi lebih buruk.
Pelebaran sungai juga sudah dilaksanakan pada negara-negara rentan banjir, seperti Jepang
yang melakukan pelebaran dengan metode normalisasi, Singapur yang melakukan pelebaran
dengan metode normalisasi lebih tepatnya pada daerah Bukit Timah, Holland Green, dan
lainnya.
Apabila ditinjau dari segi etika. Ditinjau dari etika Utilitarianisme, yakni etika pemaksimalan
kepuasan. Pelebaran sungai adalah kebijakan yang secara moral baik karena pengorbanan
masyarakat sekitar sungai akan berdampak ke kesehatan serta pemastian kerusakan ekonomi
akibat banjir menjadi minim. Walaupun ada risiko bahwa banjir tidak akan sepenuhnya
tertampung oleh pelebaran. Namun, pelebarannya itu sendiri akan memperkecil lingkaran
banjir serta volume air yang bergenang secara luas. Oleh karena itu, dapat disimpulkan dalam
lensa ini pelebaran sungai adalah kebijakan yang baik.
Ditinjau dari teori hak, kebijakan ini merupakan konflik hak. Hal ini karena pada umumnya
pemerintah memiliki hak untuk melindungi mayoritas rakyat serta hak kepemilikan daerah
sungai. Namun, masyarakat memiliki hak untuk tinggal disana karena sudah sangat lama
tinggal disana serta mayoritas memiliki hak kepemilikan tempat tinggal.
Disisi lain, ditinjau dari teori kewajiban dan moral umum, pemerintah dapat dibilang memaksa
masyarakat sekitar daerah ini.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kebijakan ini mayoritas baik secara etika apabila
dilihat dalam segi praktis, walaupun bersifat memaksa masyarakat sekitar daerah pelebaran
sungai.
c. Alternatif Kebijakan
Alternatif dari kebijakan pelebaran sungai ada banyak, salah satunya adalah pembuatan basin
penampung air pada daerah rawan banjir. Namun, kelemahannya adalah dalam tata kota
terkhususnya ibukota yang densitas penduduknya tinggi dan daerahnya sempit, Mencari lahan
untuk membuat basin akan relatif susah dan memakan waktu dan biaya yang lebih besar.
Selain itu, alternatifnya adalah lebih banyak pompa air yang besar. Hal ini tentu selalu
dilakukan oleh pemerintah namun ini hanya bersifat penanggulangan dan bukan preventif,
sehingga masyarakat akan tetap terkena banjirnya terlebih dahulu.
Tidak kalah penting adalah konsep pengerukan sungai (Dredging) yang dapat dilakukan dan
tidak mengganggu pendudukan daerah sekitar sungai. Namun, kelemahannya adalah dalam
logistik dan implementasi sangat memakan dana dan waktu akibat dari perlunya pengkajian
relokasi tanah yang kurang bersih yang akan diambil dari pendalaman sungai, penyewaan alat
serta sumber daya manusia yang dapat digolong banyak. Oleh karena itu, Indonesia masih
belum siap untuk melakukan pengerukan sungai.
Untuk menindaklanjuti rencana pemerintah yang akan melaksanakan pelebaran sungai peran
dari seorang rekayasawan sangatlah penting. Seorang rekayasawan harus mengetahui dampak
apa yang akan terjadi setelah perencanaan pelebaran sungai ini dilaksanakan, tentunya perlu
pertimbangan dari beberapa aspek seperti dampak apa yang diberikan kepada masyarakat
sekitar di dekat area sungai ketika hendak rumahnya akan digusur karena akan dilakukan
pelebaran sungai pada area tersebut.
Pada skenario ini, dengan adanya perencanaan dari Pemerintah Kota Jakarta untuk melakukan
pelebaran sungai dimana seorang rekayasawan bekerja pada Pemerintah Kota Jakarta
Hal pertama yang paling dirasakan adalah dampak dari infrastruktur baik dari rumah-rumah
baik itu kerusakan ringan maupun kerusakan yang berat, kemudian infrastruktur dari Pemprov
DKI Jakarta terkena dampak dari banjir ini karena banyak kerusakan yang terjadi. Banyak
sektor yang mengalami kerugian seperti sektor aktivitas ekonomi termasuk industri pun
mengalami dampaknya. Pusat perbelanjaan pun tutup, sehingga sektor ritel termasuk yang
mengalami kerugian yang cukup besar dari estimasi kerugian keseluruhan pengeluaran ada
sekitar triliunan.
Walaupun anggota keluarga akan terdampak dari kebijakan seorang rekayasawan harus
mengetahui rencana besarnya, yakni pengurangan dampak banjir untuk seluruh masyarakat.
Seorang rekayasawan harus praktis.
Ditinjau dari etika menjunjung tinggi kepentingan bersama, kebijakan ini sudah selaras. Oleh
karena itu, ada baiknya bahwa kita sebagai rekayasawan menjalani kebijakan ini.
Disamping itu, ditinjau dari segi profesionalitas, seorang rekayasawan wajib untuk
merencanakan, menginisiasi, dan mengimplementasi pelebaran sungai dengan semaksimal
mungkin karena ini akan berdampak ke masyarakat banyak.
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan
Setelah ditinjau dari banyak kode etika, prinsip kebenaran dan moralitas yang dikemukakan
oleh para ahli. Pelebaran sungai adalah kebijakan yang perlu dikerjakan untuk kepentingan
masyarakat secara holistik. Walaupun dalam pengimplementasiannya, anggota keluarga
seorang rekayasawan akan terkena dampak kebijakannya.
Daftar Pustaka
[1]https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-50982184
[2]http://warmada.staff.ugm.ac.id/Articles/ERteks-FTUGM-080504.pdf
[3]https://megapolitan.kompas.com/read/2021/02/10/12215601/hapuskan-normalisasi-
bagaimana-konsep-naturalisasi-sungai-ala-anies?page=all
[3]https://chandrashekharasandprints.wordpress.com/2012/05/11/restoring-an-urban-river-
bed-to-its-natural-eco-system-a-singapore-experiment/
[4]http://lib.ui.ac.id/detail?id=20341845&lokasi=lokalw
[5]www.narbo.jp › data › 04_materials › ma_fmij
[6]ttps://www.mfe.govt.nz/publications/land/meeting-challenges-future-flooding-new-
zealand/2-flood-risk-management-new-zealand
[7]https://finance.detik.com/properti/d-4851939/rumah-rusak-berat-imbas-banjir-dapat-rp-50-
juta-dan-rp-500000bulan
[8] Lutfie, Thomasonan. DREDGING PEKERJAAN UNTUK MENGUBAH BENTUK
DASAR LAUT, MENUJU TRANSPORTASI LAUT YANG AMAN. 3-5