Anda di halaman 1dari 14

TUGAS 4

ANALISIS KODE ETIKA REKAYASAWAN


TERHADAP SKENARIO PELEBARAN SUNGAI YANG BERDAMPAK PADA
PENGUSIRAN ANGGOTA KELUARGA
PENGANTAR REKAYASA DAN DESAIN KU-1202
Semester 2 Tahun Akademik 2020/2021
Dosen:
Dr. Mochammad Chaerul, S.T., M.T.
Widyaningtias, S.T., M.T.

Disusun Oleh:
Sultan Fadhillah Rizqi Adyan 16620072
Rahmat Yusril Mulyana 16620078
Regia Afiyanti Putri 16620084

TAHAP PERSIAPAN BERSAMA


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN (FTSL)
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Banjir adalah salah satu bencana alam yang terbesar yang dialami oleh jakarta sejak
jaman kolonial belanda. Permasalahan banjir di jakarta bersifat turun-temurun akibat dari
jakarta yang merupakan daerah hilir pada pengairan aliran air pada daerah jawa. Selain itu, hal-
hal seperti densitas penduduk yang sempit mengakibatkan pembuatan lingkungan hijau (green
space) sebagai penyerapan air yang semakin minim; beberapa sungai serta drainase yang
dipenuhi limbah juga membuat jakarta menjadi daerah yang rawan banjir.
Dampak dari banjir merupakan hilangnya aset warga, tertutupnya akses perdagangan
yang akhirnya berdampak ke ekonomi negara. Berdasarkan estimasi dari ekonomis, kerusakan
banjir awal Januari 2021 mencapai puluhan triliunan (www.bbc.com, Februari 2021).
Intensitas banjir yang tinggi dicampur dengan dampak ekonomi tersebut, menyebabkan
pemerintah Jakarta mencari cara untuk penanggulangan banjir. Salah satu alternatifnya adalah
perluasan sungai-sungai di sekitar daerah jakarta dan akan menertibkan kawasan pemukiman
di area sekitar sungai.
Dalam penerapan kedua hal tersebut, terdapat seorang rekayasawan dengan anggota
keluarga yang tinggalnya di daerah sungai tersebut. Oleh karena itu, tulisan ini merupakan
kajian analisis etika rekayasawan terhadap skenario kepentingan pribadi yakni keberadaan
anggota keluarga dan kepentingan seluruhnya yakni dampak yang akan dirasakan oleh seluruh
masyarakat setelah pelebaran sungai.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam pembelajaran topik ini
adalah:
1.2.1 Apa penyebab terjadinya banjir di Kota Jakarta?

1.2.2 Apa dampak yang terjadi terhadap daerah yang terkena banjir di Kota Jakarta?

1.2.3 Bagaimana konsep pelebaran sungai sebagai solusi dari masalah banjir di Kota
Jakarta?

1.2.4 Apa dampak dari dilakukannya pelebaran sungai di Kota Jakarta?

1.2.5 Kode etika rekayasawan yang mana yang dapat diimplementasikan?


1.2.6 Apa yang sebaiknya dilaksanakan oleh rekayasawan pada skenario ini?

1.3 Tujuan Pembelajaran


Adapun tujuan dari pembelajaran topik ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Mengetahui penyebab dan dampak banjir di Kota Jakarta
1.3.2 Memahami konsep pelebaran sungai serta dampaknya
1.3.3 Memahami kode etika seorang rekayasawan
1.3.4 Memahami keterbatasan ataupun kebaikan alternatif lain
1.3.5 Memahami pilihan yang seharusnya dipilih oleh seorang rekayasawan
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Penyebab dan Dampak banjir di Kota Jakarta

Secara geografis, DKI Jakarta merupakan dataran rendah yang berada di antara hulu sungai
dan pesisir sehingga potensi banjirnya besar. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG) mengungkapkan, perubahan iklim yang terjadi
meningkatkan risiko dan peluang curah hujan ekstrim sehingga menjadi pemicu banjir Jakarta.
Berikut ini adalah sejumlah penyebab Kota Jakarta sering mengalami banjir:

1. Curah Hujan Tinggi

Hujan yang terjadi dengan intensitas tinggi dalam durasi yang lama di wilayah
Jakarta akan mengisi saluran-saluran air dan daerah cekung. Jika tidak tertampung lagi,
air akan meluap hingga menyebabkan banjir. Selain itu, dimensi drainase kota Jakarta
dirancang untuk menampung debit air dengan curah hujan maksimal 120 mm/hari.
Namun, pada beberapa hujan besar ekstrem yang terjadi di Jakarta, curah hujan
melebihi kapasitas tersebut.

2. Kurangnya Kawasan Resapan Air

Saat ini sudah tidak bisa dipungkiri bahwa Kota Jakarta telah dipenuhi oleh berbagai
pembangunan dan permukiman, sehingga mengakibatkan kurangnya kapasitas
penyerapan air hujan atau limpasan air yang menyebabkan terjadinya banjir. Tak hanya
itu, pembangunan gedung atau hotel-hotel dan sebagainya di wilayah Jakarta dapat
mengakibatkan penggunaan air tanah secara berlebihan. Kondisi ini membuat potensi
banjir semakin besar.

3. Pembuangan Sampah Sembarangan

Membuang sampah tidak pada tempatnya merupakan perilaku yang sering dilakukan
misalnya membuang sampah di pinggir area sungai, di selokan pinggir rumah, dan
sebagainya. Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya banjir karena sistem drainase
terhambat oleh sampah. Penduduk Kota Jakarta tidak sedikit orang yang membuang
sampah sembarangan, sehingga banjir akan terus terjadi di Kota Jakarta dan daerah
sekitarnya apabila kita masih sering membuang sampah sembarangan.
4. Normalisasi Belum Tuntas

Salah satu penyebab banjir di Kota Jakarta adalah normalisasi yang belum tuntas
misalnya normalisasi kali ciliwung. Dari total panjangnya 33 meter baru sekitar 16
kilometer yang dilakukan normalisasi. Kendala dari terhambatnya proses normalisasi
salah satunya diakibatkan oleh faktor sempitnya lahan. Pasalnya banyak rumah
penduduk yang berada tepat di pinggir area sungai.

Banjir di Kota Jakarta mengakibatkan banyak dampak terhadap daerah-daerah di sekitarnya.


Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terdapat tujuh
kelurahan di Jakarta yang dilaporkan terendam banjir. Selain di wilayah Jakarta, banjir juga
melanda ke Bekasi, Tangerang, Tangerang Selatan, dan juga Lebak. Dampak dari adanya banjir
ini tidak hanya menghambat aktivitas, namun banjir juga tentunya berimbas pada sektor
perekonomian masyarakat Ibu Kota. Salah satu pekerjaan yang mengalami dampak dari
terjadinya banjir adalah banyak transportasi umum atau ojek online yang terkendala saat
beroperasi. Selain itu, banjir di wilayah Jakarta dan sekitarnya pada akhir tahun 2020
menyebabkan kerugian sementara yang diestimasikan melebihi Rp 10 triliun menurut Bhima
Yudhistira, peneliti di Institute For Development of Economics and Finance (INDEF).

(Perbedaan normalisasi di kiri dan naturalisasi di kanan; http://chandrashekharasandprints.wordpress.com)

2.2 Konsep Pelebaran Sungai

2.2.1 Definisi Pelebaran Sungai


Pelebaran sungai merupakan upaya untuk melebarkan kapasitas sungai dengan memperluas
daerah pinggiran sungai guna menampung debit yang lebih pada saat curah hujan tinggi.
Dalam pengimplementasian, pelebaran sungai selalu mengakibatkan kepada kehidupan
masyarakat, yakni rumah warga sekitar yang terpaksa untuk dipindahkan akibat dari
pelebaran tersebut.

2.2.2 Macam Pelebaran Sungai


Macam dari pelebaran sungai terdiri dari salah satunya adalah normalisasi dan naturalisasi.
Keduanya merupakan konsep pelebaran sungai. Namun, perbedaan dari kedua sistem tersebut
adalah pada normalisasi merupakan upaya pelurusan sungai dan dibentonkan pinggiran sungai,
sedangkan naturalisasi merupakan upaya membuat sungai sesuai jalurnya dan sungai akan
dikembalikan ke fungsi awalnya, termasuk kebersihan, penghijauan, hingga interaksi
warganya.
Dalam pengimplementasian, naturalisasi lebih ramah lingkungan daripada normalisasi
sehingga pada negara-negara mayoritas yang melakukan pelebaran sungai, lebih condong
melakukan cara naturalisasi. Hal tersebut seperti pada: Upper River Mississippi, Amerika
Serikat dan beberapa sungai di Singapura.

2.3 Kebijakan Penertiban Masyarakat Daerah Pelebaran Sungai

Dalam pengatasan suatu kebijakan pemerintah yang akan berdampak terhadap pemukiman
warga, maka pemerintah harus untuk melakukan beberapa kebijakan terkait hal tersebut.
Dalam pengimplementasian penertiban masyarakat, hal yang biasa dilakukan adalah
kompensasi dan relokasi masyarakat. Namun, penertiban masyarakat tidak mudah dalam t
karena penghuni pemukiman daerah tersebut sudah lama tinggal pada daerahnya.
Salah satu contoh studi kasus yang pernah dilakukan ialah pada penertiban daerah aliran Sungai
Ciliwung DKI Jakarta. Pada studi kasus tersebut, disimpulkan bahwa mayoritas warga kurang
reseptif terhadap penertiban yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Hal itu disimpulkan
karena (1) masyarakat sekitar kurang mampu untuk membayar biaya sewa (upkeep) rumah
susun (2) masyarakat merasa bahwa penggantian aset tidak sepadan dengan nilai jual rumah
sehingga terdapat kekhawatiran bahwa masyarakat dirugikan. Oleh karena itu, banyak
masyarakat yang masih tetap tinggal ataupun bahkan berunjuk rasa akibat dari kebijakan
tersebut.
Hal seperti ini, menjadi salah satu penghambat pelaksanaan penertiban masyarakat daerah
pelebaran yang pada akhirnya menjadi salah satu penghambat pelaksanaan kebijakan pelebaran
sungai secara umum.

2.4 Pendalaman Sungai (Dredging)

Dredging atau dalam Bahasa Indonesia disebut pengerukan. Pengerukan merupakan bentuk
penggalian yang dilakukan di bawah air atau sebagian di bawah air, di perairan dangkal atau
perairan laut. Berdasarkan UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Pengerukan adalah
pekerjaan mengubah bentuk dasar perairan untuk mencapai kedalaman dan lebar yang
dikehendaki atau mengambil material dasar perairan yang dipergunakan untuk keperluan
tertentu. Pengerukan dapat dilakukan untuk memulihkan material yang bernilai komersial;
mineral atau endapan bernilai tinggi seperti pasir dan kerikil yang digunakan oleh industri
konstruksi. Pengerukan terdiri dari tiga tahap yakni:
1. Memisahkan dan mengambil material dari dasar laut dengan menggunakan pengikisan
(erosion), memancarkan air tekanan tinggi (jetting), memotong (cutting), menghisap (suction),
memecah (breaking) dan mengambil dengan menggunakan bucket (grabbing).
2. Mengangkut material dengan menggunakan tongkang (barges), tongkang atau kapal yang
didesain secara khusus memiliki wadah penampung (hoppers), pipa terapung / floating
pipeline, conve
Peletakan material sedimen dapat dilakukan di darat maupun di laut. Untuk peletakan material
sedimen di laut, perlu ditentukan lokasi yang tepat dengan pertimbangan kondisi perairan (arus
laut dan gelombang laut) dan dampak lingkungan. Pembuangan material tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan excavator, pembuangan pipa (pipeline discharge), alat angkat
seperti crane dan membuka pintu di bawah pada beberapa kapal atau tongkang yang didesain
secara khusus (hopper barges). yor-belt dan truk;
3. Peletakan material sedimen dapat dilakukan di darat maupun di laut. Untuk peletakan
material sedimen di laut, perlu ditentukan lokasi yang tepat dengan pertimbangan kondisi
perairan (arus laut dan gelombang laut) dan dampak lingkungan. Pembuangan material tersebut
dapat dilakukan dengan menggunakan excavator, pembuangan pipa (pipeline discharge), alat
angkat seperti crane dan membuka pintu di bawah pada beberapa kapal atau tongkang yang
didesain secara khusus (hopper barges).

Pekerjaan pengerukan dapat dikelompokkan menjadi lima (5), yaitu:


1. Pengerukan Awal (Capital Dredging) Merupakan suatu pekerjaan yang diperlukan dalam
pembuatan pelabuhan baru. Pekerjaan ini bermodal besar dan dilakukan untuk sedimentasi
yang telah lama terbentuk.
2. Pengerukan Perawatan (Maintenance Dredging) Dilakukan di Pelabuhan yang sudah ada,
dengan tujuan menjaga agar terpenuhi persyaratan navigasi di alur pelayaran pelabuhan. Dalam
hal ini aspek-aspek pelayaran menyangkut alur pelayaran, terkait dengan fungsi ekonomi
misalnya (bila pelabuhan dangkal maka kapal tidak dapat merapat), serta faktor-faktor alam
lainnya seperti sedimentasi dan lain-lain. Jenis kapal yang sering digunakan adalah trailing
suction hopper dredge. Pengerukan dilakukan secara berkala di alur pelayaran pelabuhan
(maintenance dredging).
3. Pengerukan Batuan (Rock Dredging) Metode ini dilakukan khusus pada sedimentasi berupa
batuan, sehingga metode yang digunakan berbeda.
4. Reclamation Bertujuan memindahkan soil di dasar laut dari daerah keruk ke daerah timbunan
dengan maksud menambah luas daerah timbunan atau keperluan rekayasa lainnya.
5. Environmental Dredging Pengerukan dengan alasan untuk memperbaiki lingkungan dari
suatu lokasi perairan. Termasuk dalam hal ini adalah memindahkan tanah atau sedimen yang
terkena polusi.
Sebelum dilaksanakan pengerukan, dilakukan survey investigasi dan pengumpulan data.
Tujuan pelaksanaan hidrografi adalah untuk mengetahui apakah kedalaman dasar alur
pelayaran sudah mencapai batas desain kedalaman yang sesuai dengan ketentuan bagi alur
pelayaran disertai menghitung volume material yang harus dikeruk. Survey hidrografi
(penentuan posisi, pengukuran kedalaman dan water level) dilakukan sebelum, selama dan
sesudah pekerjaan pengerukan.

2.5 Kode Etika Rekayasawan


2.5.1 Definisi Kode Etika Rekayasa
Etika rekayasa bisa didefinisikan sebagai berikut. (1) Studi tentang soal-soal dan keputusan
moral yang menghadang individu dan organisasi yang terlibat suatu rekayasa. (2) Studi tentang
pertanyaan-pertanyaan yang erat berkaitan satu sama lain tentang perilaku moral, karakter, cita-
cita, dan hubungan orang-orang dan organisasi-organisasi yang terlibat dalam pengembangan
teknologi (Martin & Schinzinger, 1994).
Jadi, objek studi rekayasa adalah permasalahan moral yang berkaitan erat dengan
kerekayasaan.
2.5.2 Rujukan Kode Etika Rekayasa
Indonesia dalam hal kode etik telah diatur termasuk kode etik sebagai seorang insinyur yang
disebut kode etik insinyur Indonesia dalam “catur karsa sapta dharma insinyur Indonesia”.
Kode etikanya sebagai berikut: (1) Mengutamakan keluhuran budi; (2) Menggunakan
pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia; (3) Bekerja
secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat, sesuai dengan tugas dan tanggung
jawabnya; (4) Meningkatkan kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian profesional
keinsinyuran.

Tabel 1. Rangkuman Teori Etika (Martin & Schinzinger, 1994)

Aliran Penulis Tindakan BENAR secara moral, JIKA:

Utilitarianisme Mill Tindakan yang dilakukan menghasilkan kebaikan bagi


jumlah orang terbanyak.

Brandt Tindakan yang dilakukan mengikuti aturan yang bila


dilaksanakan akan menghasilkan kebaikan bagi jumlah
orang terbanyak.

Teori Kant Tindakan yang dilakukan mengikuti prinsip-prinsip yang


Kewajiban menghormati otonomi dan rasionalitas orang; secara
universal berlaku bagi semua orang.

Rawls Tindakan yang dilakukan mengikuti prinsip-prinsip yang


akan disetujui oleh semua pelaku yang rasional dalam
situasi kontrak hipotesis yang menjamin sikap tidak
berpihak.

Teori Hak Locke Tindakan yang dilakukan merupakan cara terbaik untuk
Melden menghormati hak-hak asasi manusia dari setiap orang yang
terkena pengaruh tindakan itu.

Teori Aristoteles Tindakan yang dilakukan sepenuhnya mewujudkan atau


Keutamaan MacIntyre mendukung keutamaan-keutamaan yang relevan yang
dimengerti menjadi ciri-ciri karakter yang memungkinkan
untuk mencapai kebaikan-kebaikan sosial.

2.5.3 Hak-hak Rekayasawan

Seorang rekayasawan di dalam perusahaan akan memiliki hak-hak, antara lain: (1) Hak asasi
manusia sebagai manusia pelaku moral, misal: hak mengejar kepentingan pribadi yang sah
atau hak berkarir, hak untuk mendapatkan penghasilan yang layak. (2) Hak profesional yang
memiliki tanggung jawab moral khusus, misal: hak menolak melaksanakan aktivitas yang tak
sesuai dengan etika, hak mengungkapkan penilaian profesional pribadi, hak memperingatkan
masyarakat akan ancaman bahaya suatu produk rekayasa. (3) Hak kontraktual, misal:
memperoleh gaji dengan jumlah tertentu. (4) Hak non-kontraktual, misal: hak atas privasi,
hak atas non diskriminasi.
Hal ini perlu diketahui untuk menganalisis lebih lanjut terkait pilihan yang dapat diambil
pada skenario ini.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Analisis Kebijakan Pemerintah

Setelah memahami bahwa Jakarta merupakan daerah dengan risiko banjir besar. Pemerintah
berencana untuk melebarkan sungai guna membesarkan kapasitas air sehingga saat curah hujan
tinggi, kapasitas air yang dapat ditampung menjadi lebih besar yang pada akhirnya
memungkinkan untuk mencegah banjir dari meluapnya air pada sungai. Namun, hal ini akan
berdampak kepada penduduk masyarakat sekitar daerah yang akan kehilangan tempat
tinggalnya.

a. Trade Off

Perlu diketahui bahwa mayoritas kebijakan yang diimplementasi oleh pemerintah selalu
memiliki pengorbanan (Trade Off). Hal yang perlu diperhatikan ialah bagaimana cara prevensi
ataupun penanggulangan dari suatu hal yang akan dikorbankan pada kebijakan ini. Pada
skenario ini, ialah penanggulangan penduduk sekitar sungai yang akan dilebarkan. Dalam
kasus ini, pemerintah sudah mencoba membuat alternatif, yakni akan diberikan sebuah
kompensasi berupa uang saku serta relokasi berupa sebuah aset rumah baru.

Dilihat dari sisi rekayasawan yang praktis, penanggulangan tersebut merupakan cara paling
optimal dan menguntungkan masyarakat juga. Hal ini, karena pada jangka pendek mereka
diberikan sebuah aset baru serta uang dari pemerintah. Berdasarkan kebijakan dari Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), warga akan mendapatkan puluhan bahkan
ratusan juta untuk kompensasi tersebut. Sedangkan dalam jangka panjang, warga yang
biasanya rumahnya selalu rusak, sanitasi yang buruk akibat terendam banjir karena sungai
mengalami peluapan jadi terhindar sehingga dapat dikatakan kehidupan mereka lebih baik.

b. Pelebaran Sungai

Selain dari pengorbanan yang sudah diminimalisir, terdapat kebijakan itu sendiri. Pada kasus
ini, pemerintah melakukan pelebaran sungai. Dalam pelebaran sungai hal yang akan
diminimalisir adalah banjir. Salah satu penguras ekonomi warga Jakarta serta membuat rakyat
sekitar sanitasinya menjadi lebih buruk.
Pelebaran sungai juga sudah dilaksanakan pada negara-negara rentan banjir, seperti Jepang
yang melakukan pelebaran dengan metode normalisasi, Singapur yang melakukan pelebaran
dengan metode normalisasi lebih tepatnya pada daerah Bukit Timah, Holland Green, dan
lainnya.

Apabila ditinjau dari segi etika. Ditinjau dari etika Utilitarianisme, yakni etika pemaksimalan
kepuasan. Pelebaran sungai adalah kebijakan yang secara moral baik karena pengorbanan
masyarakat sekitar sungai akan berdampak ke kesehatan serta pemastian kerusakan ekonomi
akibat banjir menjadi minim. Walaupun ada risiko bahwa banjir tidak akan sepenuhnya
tertampung oleh pelebaran. Namun, pelebarannya itu sendiri akan memperkecil lingkaran
banjir serta volume air yang bergenang secara luas. Oleh karena itu, dapat disimpulkan dalam
lensa ini pelebaran sungai adalah kebijakan yang baik.

Ditinjau dari teori hak, kebijakan ini merupakan konflik hak. Hal ini karena pada umumnya
pemerintah memiliki hak untuk melindungi mayoritas rakyat serta hak kepemilikan daerah
sungai. Namun, masyarakat memiliki hak untuk tinggal disana karena sudah sangat lama
tinggal disana serta mayoritas memiliki hak kepemilikan tempat tinggal.

Disisi lain, ditinjau dari teori kewajiban dan moral umum, pemerintah dapat dibilang memaksa
masyarakat sekitar daerah ini.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kebijakan ini mayoritas baik secara etika apabila
dilihat dalam segi praktis, walaupun bersifat memaksa masyarakat sekitar daerah pelebaran
sungai.

c. Alternatif Kebijakan

Alternatif dari kebijakan pelebaran sungai ada banyak, salah satunya adalah pembuatan basin
penampung air pada daerah rawan banjir. Namun, kelemahannya adalah dalam tata kota
terkhususnya ibukota yang densitas penduduknya tinggi dan daerahnya sempit, Mencari lahan
untuk membuat basin akan relatif susah dan memakan waktu dan biaya yang lebih besar.

Selain itu, alternatifnya adalah lebih banyak pompa air yang besar. Hal ini tentu selalu
dilakukan oleh pemerintah namun ini hanya bersifat penanggulangan dan bukan preventif,
sehingga masyarakat akan tetap terkena banjirnya terlebih dahulu.

Tidak kalah penting adalah konsep pengerukan sungai (Dredging) yang dapat dilakukan dan
tidak mengganggu pendudukan daerah sekitar sungai. Namun, kelemahannya adalah dalam
logistik dan implementasi sangat memakan dana dan waktu akibat dari perlunya pengkajian
relokasi tanah yang kurang bersih yang akan diambil dari pendalaman sungai, penyewaan alat
serta sumber daya manusia yang dapat digolong banyak. Oleh karena itu, Indonesia masih
belum siap untuk melakukan pengerukan sungai.

3.2 Analisis Keputusan Rekayasawan

Untuk menindaklanjuti rencana pemerintah yang akan melaksanakan pelebaran sungai peran
dari seorang rekayasawan sangatlah penting. Seorang rekayasawan harus mengetahui dampak
apa yang akan terjadi setelah perencanaan pelebaran sungai ini dilaksanakan, tentunya perlu
pertimbangan dari beberapa aspek seperti dampak apa yang diberikan kepada masyarakat
sekitar di dekat area sungai ketika hendak rumahnya akan digusur karena akan dilakukan
pelebaran sungai pada area tersebut.

Pada skenario ini, dengan adanya perencanaan dari Pemerintah Kota Jakarta untuk melakukan
pelebaran sungai dimana seorang rekayasawan bekerja pada Pemerintah Kota Jakarta

Hal pertama yang paling dirasakan adalah dampak dari infrastruktur baik dari rumah-rumah
baik itu kerusakan ringan maupun kerusakan yang berat, kemudian infrastruktur dari Pemprov
DKI Jakarta terkena dampak dari banjir ini karena banyak kerusakan yang terjadi. Banyak
sektor yang mengalami kerugian seperti sektor aktivitas ekonomi termasuk industri pun
mengalami dampaknya. Pusat perbelanjaan pun tutup, sehingga sektor ritel termasuk yang
mengalami kerugian yang cukup besar dari estimasi kerugian keseluruhan pengeluaran ada
sekitar triliunan.

Walaupun anggota keluarga akan terdampak dari kebijakan seorang rekayasawan harus
mengetahui rencana besarnya, yakni pengurangan dampak banjir untuk seluruh masyarakat.
Seorang rekayasawan harus praktis.

Ditinjau dari etika menjunjung tinggi kepentingan bersama, kebijakan ini sudah selaras. Oleh
karena itu, ada baiknya bahwa kita sebagai rekayasawan menjalani kebijakan ini.

Disamping itu, ditinjau dari segi profesionalitas, seorang rekayasawan wajib untuk
merencanakan, menginisiasi, dan mengimplementasi pelebaran sungai dengan semaksimal
mungkin karena ini akan berdampak ke masyarakat banyak.
BAB IV PENUTUP

Kesimpulan

Setelah ditinjau dari banyak kode etika, prinsip kebenaran dan moralitas yang dikemukakan
oleh para ahli. Pelebaran sungai adalah kebijakan yang perlu dikerjakan untuk kepentingan
masyarakat secara holistik. Walaupun dalam pengimplementasiannya, anggota keluarga
seorang rekayasawan akan terkena dampak kebijakannya.

Daftar Pustaka

[1]https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-50982184
[2]http://warmada.staff.ugm.ac.id/Articles/ERteks-FTUGM-080504.pdf
[3]https://megapolitan.kompas.com/read/2021/02/10/12215601/hapuskan-normalisasi-
bagaimana-konsep-naturalisasi-sungai-ala-anies?page=all
[3]https://chandrashekharasandprints.wordpress.com/2012/05/11/restoring-an-urban-river-
bed-to-its-natural-eco-system-a-singapore-experiment/
[4]http://lib.ui.ac.id/detail?id=20341845&lokasi=lokalw
[5]www.narbo.jp › data › 04_materials › ma_fmij
[6]ttps://www.mfe.govt.nz/publications/land/meeting-challenges-future-flooding-new-
zealand/2-flood-risk-management-new-zealand
[7]https://finance.detik.com/properti/d-4851939/rumah-rusak-berat-imbas-banjir-dapat-rp-50-
juta-dan-rp-500000bulan
[8] Lutfie, Thomasonan. DREDGING PEKERJAAN UNTUK MENGUBAH BENTUK
DASAR LAUT, MENUJU TRANSPORTASI LAUT YANG AMAN. 3-5

Anda mungkin juga menyukai