Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

“Pengembangan Sumber Daya Air Terpadu (IWRM)”

Dalam Kasus Banjir

NAMA : SUSIANA APRILIA TEHUAYO

NIM : 201873081

KELAS : B

UNIVERSITAS PATTIMURA
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
AMBON
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan

rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan

benar, makalah ini merupakan salah satu tugas setelah mengetahui mengenai “Pengembangan

Sumber Daya Air Terpadu (IWRM), Dalam Kasus Banjir”.

Penyusunan makalah ini melihat dan memerhatikan Langkah-Langkah kerja guna

menunjang tugas Mahasiswa Yang selanjutnya. Penulis menyadari bahwa masih banyak

kekurangan dari Makalah ini, baik dari materi maupun teknik penyajianya, mengingat karena

pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat

penulis harapkan.

Ambon, Desember 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian tentang proses terjadinya banjir

2.1.1. Jenis-jenis banjir

2.1.2. Penyebab Terjadinya banjir

2.1.3. Dampak Negatif dari banjir

2.1.4. Cara Mencegah Banjir Lubang Resapan Biopori

2.1.5. Cara Penanggulangan banjir ketika banjir datang

2.2 Pengertian Pengembangan Sumber Daya Air Terpadu (IWRM)

2.2.1. Penerapan Pengembangan Sumber Daya Air Terpadu (IWRM) dalam Kasus

Banjir

2.2.2. Penerapan Pengembangan Sumber Daya Air Terpadu (IWRM) Dalam

Meminimalisasi Resiko Banjir

2.3. Persyaratan Penerapan Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu

2.4. Manfaat IWRM Dalam Meminimalisasi/Mitigasi Resiko Banjir

2.5. Pola Pengelolaan Sumber Daya Air

2.6. Perundang-undangan Tentang SDA


2.7. Asas Pengolahan Sumber Daya Air

2.8. Studi Kasus untuk implementasi IWRM

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

.
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air dan sumber-sumber air adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa, “Air merupakan zat
yang paling esensial dibutuhkan dalam setiap aspek kehidupan” dan “Kita semua tidak dapat
hidup tanpa air”, karena pentingnya air dalam kehidupan di bumi ini maka diamanatkan
kepada manusia untuk : Menjaga air dan sumber-sumber air dari segala bentuk perbuatan
yang menimbulkan kerusakan.
Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (PSDAT) adalah proses yang ditujukan untuk
meningkatkan pengembangan dan pengelolaan air, lahan dan sumber daya terkait secara
terkoordinasi demi tercapainya kesejahteraan ekonomi dan sosial yang maksimum dengan
cara yang adil dan secara mutlak mempertahankan keberlanjutan ekosistem yang vital.
Kependudukan, permukiman dan pencemaran, sampah, DAS kritis, kekeringan, banjir
adalah masalah-masalah yang sering dan cenderung rutin muncul dan ini semua memerlukan
pengelolaan yang terpadu menyeluruh dan berkesinambungan melalui Pengelolaan Sumber
Daya Air secara Terpadu (SPDAT).
Untuk mendapatkan keseimbangan antara peningkatan/pertumbuhan penduduk beserta
kegiatannya dengan potensi sumber air yang ada, maka diperlukan suatu pengaturan yang
terkait dengan sisi kebutuhan air akibat dari :
1. Jumlah penduduk yang makin meningkat
2. Peningkatan aktivitas dan kebutuhan ekonomi serta sosial budaya
Dan sisi ketersediaan air, yakni :
1. Ketersediaan air relative konstan
2. Kualitas cenderung menurun.
Air dan sumber-sumber air perlu : dilindungi dan dijaga kelestariannya agar dapat
didayagunakan secara berkelanjutan.
Banjir juga merupakan peristiwa yang setiap tahun menjadi topik pemberitaan. Pada
musim hujan, banyak kota di Indonesia mengalami bencana banjir. Telah banyak usaha
dilakukan pemerintah antara lain membuat bendungan, pembuatan kanal, dan reboisasi hutan
namun belum ada yang menyelesaikan masalah bahkan kelihatannya makin lama semakin
luas cakupannya, baik frekuensinya, luasannya, kedalamannya, maupun durasinya. Banjir
disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor alamiah dan faktor yang disebabkan oleh aktivitas
manusia (Suripin, 2004). Faktor alamiah pada umumnya meliputi topografi, jenis tanah,
penggunaan lahan dan curah hujan. Tata kota dapat mengurangi banjir sejauh penataan
tersebut memberi ruang untuk sistem menyerap dan mengalirkan air sedemikian rupa
sehingga tidak terjadi aliran permukaan yang liar yang menyebabkan banjir. Hal yang perlu
diperhatikan adalah kondisi daya tampung sistem drainase/saluran air apakah mampu
menampung air atau tidak pada debit tertentu di perkotaan (Suripin, 2004).
Hampir seluruh negara di dunia mengalami masalah banjir, tidak terkecuali di negara-
negara yang telah maju sekalipun. Masalah tersebut mulai muncul sejak manusia bermukim
dan melakukan berbagai kegiatan di kawasanyang berupa dataran banjir (flood plain) suatu
sungai. Kondisi lahan di kawasanini pada umumnya subur serta menyimpan berbagai potensi
dan kemudahansehingga mempunyai daya tarik yang tinggi untuk dibudidayakan.
Oleh karena itu, kota-kota besar serta pusat-pusat perdagangan dan kegiatan-kegiatan
penting lainnya seperti kawasan industri, pariwisata, prasarana perhubungan dan sebagainya
sebagian besar tumbuh dan berkembang di kawasan ini. Sebagaicontoh, di Jepang sebanyak
49% jumlah penduduk dan 75% properti terletak didataran banjir yang luasnya 10% luas
daratan; sedangkan sisanya 51% jumlah penduduk dan hanya 25% properti yang berada di
luar dataran banjir yang luasnya90% luas daratan. Hampir seluruh kota-kota besar di
Indonesia juga berada didataran banjir.
Selain memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, dataran banjir jugamengandung
potensi yang merugikan sehubungan dengan terdapatnya ancamanberupa genangan banjir
yang dapat menimbulkan kerusakan dan bencana. Seiringdengan laju pertumbuhan
pembangunan di dataran banjir maka potensi terjadinyakerusakan dan bencana tersebut
mengalami peningkatan pula dari waktu kewaktu. Indikasi terjadinya peningkatan masalah
yang disebabkan oleh banjir diIndonesia dapat diketahui dari peningkatan luas kawasan yang
mengalami masalah banjir sejak Pelita I sampai sekarang.

1.2 Rumusan Masalah

Makalah yang penulis susun dengan judul Pengembangan Sumber Daya Air Terpadu
(IWRM), Dalam Kasus Banjir. yaitu untuk mengetahui tentang :
1. Bagaimana proses terjadinya banjir
a. Untuk mengetahui penyebab banjir
b. Untuk mengetahui apa tindakan yang di lakukan saat banjir
c. Untuk mengetahui tentang apa yang harus di lakukan agar tidak ada jatuh korban
ketika bajir
2. Keterpaduan pengelolaan SDA (IWRM) dalam kasus Banjir
3. Mengetahui tentang Manfaat IWRM Dalam Meminimalisasi/Mitigasi Resiko Banjir
4. Peraturan perundangan tentang SDA
5. Asas pengelolaan SDA

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui apa saja yang menjadi rumusan
masalah diatas Dan memenuhi salah satu tugas mahasiswa.
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tentang Proses Terjadinya Banjir

Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan oleh air. Peristiwa banjir timbul jika air
menggenangi daratan yang biasanya kering. Banjir pada umumnya disebabkan oleh air sungai
yang meluap ke lingkungan sekitarnya sebagaiakibat curah hujan yang tinggi. Kekuatan banjir
mampu merusak rumah danmenyapu fondasinya. Air banjir juga membawa lumpur berbau yang
dapat menutup segalanya setelah air surut. Banjir adalah hal yang rutin. Setiap tahun pasti
datang. Banjir, sebenarnya merupakan fenomena kejadian alam "biasa" yang sering terjadi dan
dihadapi hampir di seluruh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Banjir sudah temasuk
dalam urutan bencana besar, karena meminta korban besar.
2.1.1. Jenis-jenis Banjir

Berdasarkan sumber air yang menjadi penampung di bumi, jenis banjir dibedakan
menjadi tiga, yaitu banjir sungai, banjir danau, dan banjir laut pasang.

a. Banjir Sungai Terjadi karena air sungai meluap. Contoh ketika banjir suangai Citarum
Karawang, Jawa Barat. Dibawah ini adalah data dari contoh banjir sungai. Banjir Sungai
Citarum semakin meluas pada Rabu (24/3), merendam 10 kecamatan dengan 15.510
rumah di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Sehari sebelumnya, sembilan kecamatan
dengan 9.561 rumah terendam air setinggi rata-rata tiga meter. Dampak banjir yang
meluas di 10 kecamatan tersebut memicu tanggapan Bupati Karawang Dadang S Muchtar
yang menyayangkan upaya pengendalian banjir yang dinilai terlambat itu. Menurut
Dadang, Perusahaan Umum Jasa Tirta (PJT) II selaku pengelolaWaduk Ir Juanda
Jatiluhur seharusnya sejak awal mengoptimalkan pelepasan/penggelontoran air waduk
untuk mencegah banjir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum di Karawang dan di
Bekasi.
Hujan di hulu dan sejumlah anak sungai membuat debit tetap tinggi. Naiknya
muka air Citarum memperluas genangan banjir di Karawang. Persawahan di kanan dan
kiri sungai yang sebelumnya kering, seperti Desa Curug, Kecamatan Klari; Desa
Mulyasejati, Mulyasari, dan Kutapohaci,Kecamatan Ciampel, mulai tergenang air pada
Rabu pagi. Petani punmempercepat panen untuk menyelamatkan padi. Sejumlah jalan
antarkecamatan dan antardesa/kelurahan yangsebelumnya kering, seperti Jalan Raya
Ranggagede, Jalan Raya Tanjung Mekar, dan Rawagempol (Kecamatan Karawang
Barat), Jalan Kertabumi, sertajalanan di beberapa kawasan perumahan, seperti Perum
Karaba Indah, GaluhMas, Sukaharja, Bintang Alam (Kecamatan Teluk Jambe Timur)
juga mulaitergenang. Banjir juga memicu kemacetan, terutama di akses menuju dan
dariPintu Tol Karawang Barat.
b. Banjir Danau Terjadi karena air danau meluap atau bendungannya jebol. Contoh banjir
danau adalah banjir ketika situ gintung pada tahun 2009. Berita banjir bandang di Jakarta
Jumat pagi (27/3/09) sangat mengejutkan. Dengan korban lebih dari 50 orang meninggal
tentusaja inisebuah bencana yang cukup serius terjadi di dekat Ibu Kota lagi. Melihat
sepintas pada peta-peta yang dikoleksi kesimpulan sementara yang ada adalah “keringkan
saja danau ini, dan jangan dibendung lagi“. Kesimpulan ini mungkin mengagetkan karena
disitu ada sebuah tamanwisata yg sangat bagus. Namun alasan sederhana dibawah
barangkali perludipikirkan secara seksama. Dibawah ini adalah gambar korban banjir
situgintung.
c. Banjir Laut pasang Terjadi antara lain akibat adanya badai dan gempa bumi. Dibawah
iniadalah beberapa daerah yang terkena banjir laut pasang. Akibatnya beberapa ruas jalan
mengalami kemacetan dan tak jarang motor yang melintas pun akhirnya mogok.
Genangan air yang mencapai luas satu kilometer itu diakibatkan lambatnya
pembangunan tanggul dan perilaku masyarakat.

2.1.2. Penyebab Terjadinya Banjir

Sering sekali terjadinya banjir, dan hampir setiap kali hujan, maka pasti ada saja daerah
yang terkena banjir. Apa penyebab banjir itu, secara umum, penyebab terjadinya banjir adalah
sebagai berikut.

a. Penebangan hutan secara liar tanpa disertai reboisasi


Salah satu sebab utama perusakan hutan hujan dan terjadinya banjir adalah
penebangan hutan. Banyak tipe kayu yang digunakan untuk perabotan, lantai, dan
konstruksi diambil dari hutan tropis di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan. Dengan
membeli produk kayu tertentu, orang-orang di daerah seperti Amerika Serikat secara
langsung membantu perusakan hutan hujan. Walau penebangan hutan dapat
dilakukan dalam aturan tertentu yang mengurangi kerusakan lingkungan, kebanyakan
penebangan hutan di hutan hujan sangat merusak. Pohon-pohon besar ditebangi dan
diseret sepanjang hutan, sementara jalan akses yang terbuka membuat para petani
miskin mengubah hutan menjadi lahan pertanian.
b. Pendangkalan sungai
c. Pembuangan sampah yang sembarangan, baik ke aliran sungai maupun gotong
royong
d. Pembuatan saluran air yang tidak memenuhi syarat
e. Pembuatan tanggul yang kurang baik
f. Air laut, sungai, atau danau yang meluap dan menggenangi daratan.

2.1.3. Dampak Negatif Dari Banjir

Banjir dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup berupa:

a. Rusaknya areal pemukiman penduduk,


b. Sulitnya mendapatkan air bersih, dan
c. Rusaknya sarana dan prasarana penduduk.
d. Rusaknya areal pertanian
e. Timbulnya penyakit-penyakit
f. Menghambat transportasi darat

2.1.4. Cara Mencegah Banjir Lubang Resapan Biopori

Mencegah Banjir Dimusim Banjir Hujan turun banjirpun datang, begitulah fenomena
yang kini terjadi dibeberapa daerah di negri kita ini. Setiap musim hujan tiba, banyak orang
selalu khawatir akan datangnya banjir. Banjir di musim hujan dan kekeringan air dimusim
kemarau menjadi masalah yang serius dari tahun ke tahun.

Banjir menjadi agenda tahunan bagi warga yang tinggal didaerah pinggiran sungai.
Namun jangan heran, dataran yang jauh dari sungai pun kinisudah tidak luput dari banjir. Akhir-
akhir ini, banjir tidak lagi terjadi di daerahpinggiran sungai saja, namun banjir terjadi juga di
daerah dataran tinggi. Hal ini terjadi karena tanah sudah kehilangan fungsinya dalam menyerap
air, akibat dari maraknya penebangan hutan dan pembangungan gedung dan perumahan yang
tidak ramah lingkungan.

Ada beberapa cara yang dapat kita lakukan agar dapat mengurangi banjirtahunan, yaitu
dengan menanam banyak pepohonan agar air hujan tidak langsungmengalir ke sungai, tetapi
tertahan pada akar pepohonan. Kandungan air pada akar pepohonan akan berfungsi sebagai
reservoir di musim kemarau. Mengolah sampah dengan benar. Tidak membuang sampah ke
sungai atau ke jalanan, juga dapat mengurangi bahaya banjir. Jika sampah dibuang sembarangan,
sampah dapat menyumbat saluran-saluran air yang ada dan mengakibatkan banjir saat hujan
datang. Mencegah banjir dengan membuat sumur resapan adalah cara yang terbaik untuk daerah
perkotaan.

Kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam menanggulangi banjir sangat


memegang peranan penting. Kurangnya kepedulian warga dan lemahnya peran pemerintahan
menjalankan peraturan yang ada, memicu masalah banjir semakin buruk dari tahun ke tahun.
Kepedulian warga tetap memegang peranan penting dalam mencegah banjir. Tanpa ada
partisipasi masyarakat secara luas, banjir sudah dipastikan akan datang kembali. Salah satu cara
terbaru, dengan biaya cukup murah, untuk mengatasibanjir ini adalah dengan mebuat lubang
resapan Biopori di dalam tanah.

Biopori sendiri merupakan pori-pori berbentuk lubang (terowongan ) yang terbentuk


olehaktivitas organisme tanah dan pengakaran tanaman. Aktivitas merekalah yang akan
menciptakan rongga-rongga atau liang-liang di dalam tanah, dimana rongga-rongga tersebut
akan terisi udara yang menjadi saluran air untuk meresap kedalam tanah. Bila lubang-lubang
seperti ini dibuat dalam jumlah yang banyak, makakemampuan dari sebidang tanah untuk
meresapkan air akan meningkat. Meningkatnya kemampuan tanah dalam meresapkan air akan
memperkecil peluang terjadinya aliran air di permukaan tanah. Dengan kata lain akan
mengurangi banjir yang mungkin akan terjadi. Karena air dapat diserap langsungke dalam tanah.
Peningkatan jumlah biopori tersebut dapat dilakukan dengan membuat lubang vertikal kedalam
tanah. Lubang-lubang tersebut selanjutnya di isi bahan organik, seperti sampah-sampah organik
rumah tangga, potongan rumput dan vegetasi lainnya.
Bahan organik ini, melalui proses pengomposan, menjadi sumber energibagi organisme
di dalam tanah. Dengan adanya bahan organik yang cukup,aktifitas mereka didalam tanah akan
meningkat. Dengan meningkatnya aktifitas organisme dalam tanah maka akan semakin banyak
rongga-rongga biopori yangterbentuk. Cara ini boleh dibilang murah dan mudah dibuat
dibandingkan dengan membuat sumur resapan yang memerlukan lahan luas dan biaya bahan
yangcukup besar. Lubang Biopori bisa dibuat dimana saja; gedung perkantoran, tamandan
kebun, pelataran parkir, halaman rumah terutama disekitar rumah yang berlahan sempit
sekalipun, dan juga bisa dibuat di dasar parit. Dengan alat yang sederhana, pembuatan lubang
biopori ini dapat dilakukan oleh ibu-ibu rumahtangga juga.

Metode Biopori ditemukan oleh Ir. Kamir Raziudin Brata MSc, penelitidan dosen
Department Limu Tanah dan Sumber Daya Alam IPB tahun 1976. Sebelum disosialisasikan ke
masyarakat, ia sudah memakainya selama 20 tahunlebih di lingkungan rumahnya. Cara mebuat
lubang resapan biopori. Buat lubang berbentuk silinder secara vertikal ke dalam tanah
dengandiameter 10 cm, dengan kedalaman lubang 80-100cm. Lubang resapan ini bisa dibuat
halam rumah, didasar saluran air (got), batas antara tanam dan teras, ataupada tanah lapang
berumput, dimana ada genangan dan aliran air hujan. Alatpembuat lubang biopori dapat di beli di
kampu IPB dan juga di Toko Trubusterdekat, seharga Rp. 175.000,-. Agar pinggiran lubang tidak
cepat rusak, bibir lubang diperkuat denganadonan semen selebar 2-3 cm dengan tinggi 10 cm,
disekeliling mulut lubang agar tak cepat rusak terkikis. Atau memasang pipa paralon diamerter
12 cm di bagianatasnya. Masukan sampah organik yang berasal dari sampah dapur, sisa-sisa
tanaman, daun yang terjatuh mengering, potongan rumput dan sampah vegatasi lainnya kedalam
lubang tersebut. Sampah organik ini memancing binatang-binatang kecil seperti cacing atau
rayap masuk kedalam lubang dan membuat rongga biopori sebagai saluran-saluran kecil.
Sampah dalam lubang akan menjadi sumber energi bagi organisme tanah untuk melakukan
kegiatannya melalui proses pengomposan.

Sampah yang telah terurai oleh microba ini dikenal sebagai kompos yang dapat
dipergunakan sebagaipupuk organik. Melalui proses seperti itu maka lubang resapan biopori
selain berfungsi sebagai bidang peresap air juga sekaligus berfungsi sebagai alat pembuat
kompos. Tambahkan sampah organik kedalam lubang, karena sampah lambat launakan
menyusut. Setelah lubang dirasakan sudah penuh, kompos bisa diambiluntuk dijadikan pupuk
tanaman. Kompos dapat dipanen pada setiap periodetertentu dan dimanfaatkan sebagai pupuk
organik pada berbagai jenis tanaman,seperti tanaman hias, sayuran, buah-buahan dan jenis
tanaman lainnya.

2.1.5. Cara Penanggulangan Banjir ketika banjir datang,

selalu terjadi saling menuding tentang siapa yang salah. Di lain pihak, para ahli cendekia
lalu sibuk mengeluarkan pendapat tentangapa dan mengapa terjadi banjir. Ketika banjir surut,
perhatian akan banjir ikutsurut pula. Kemudian ribut-ribut lagi ketika musim berganti dan banjir
datang berulang. Secara filosofis, ada tiga metode penanggulangan banjir. Pertama,
memindahkan warga dari daerah rawan banjir.

Cara ini cukup mahal dan belum tentu warga bersedia pindah, walau setiap tahun
rumahnya terendam banjir.Kedua, memindahkan banjir keluar dari warga. Cara ini sangat mahal,
tetapi sedang populer dilakukan para insinyur banjir, yaitu normalisasi sungai,mengeruk endapan
lumpur, menyodet-nyodet sungai. Faktanya banjir masih terus akrab melanda permukiman
warga. Ketiga, hidup akrab bersama banjir. Cara ini paling murah dan kehidupan sehari-hari
warga menjadi aman walau banjir datang,yaitu dengan membangun rumah-rumah panggung
setinggi di atas muka airbanjir.

Secara normatif, ada dua metode penanggulangan banjir. Pertama,metode struktur, yaitu
dengan konstruksi teknik sipil, antara lain membangun waduk di hulu, kolam penampungan
banjir di hilir, tanggul banjir sepanjang tepisungai, sodetan, pengerukan dan pelebaran alur
sungai, sistem polder, sertapemangkasan penghalang aliran. Anggaran tak seimbang Dalam
pertemuan-pertemuan antar pemangku kepentingan (stakeholder) tentang penanggulangan banjir,
telah ada political willdari pemerintah, yaitu akan melaksanakan penanggulangan banjir secara
hibrida,dengan melaksanakan gabungan metode struktur dan non-struktur secarasimultan.
Bahkan, telah dibuat dalam perencanaan jangka pendek, jangkamenengah, dan jangka panjang.
Namun, dalam implementasinya, penanggulangan banjir yang dilakukan pemerintah masih
sangat sektoral, alokasi anggaran antar sektor tidak seimbang. Anggaran penanggulangan banjir
metode strukturalias konstruksi teknik sipil lebih besar dibandingkan dengan anggaran
metodenonstruktur yang lebih berbasis masyarakat. Padahal, penanggulangan banjir dengan
metode nonstruktur berbasismasyarakat tidak kalah pentingnya.
Pertama, berupa manajemen di hilir di daerah rawan banjir, antara lainpembuatan peta
banjir, membangun sistem peringatan dini bencana banjir,sosialisasi sistem evakuasi banjir,
kelembagaan penanganan banjir, rekonstruksirumah akrab banjir, peningkatan kapasitas dan
partisipasi masyarakat dalampenanggulangan banjir, serta kemungkinan asuransi bencana banjir.
Kedua, berupa manajemen di hulu daerah aliran sungai, antara lainpengedalian erosi,
pengendalian perizinan pemanfaatan lahan, tidak membuangsampah dan limbah ke sungai,
kelembagaan konservasi, pengamanan kawasanlindung, peningkatan kapasitas dan partisipasi
masyarakat dalam kegiatan konservasi.

Apa pun desainnya, sebaiknya kreasi para peneliti inisegera diimplentasikan di daerah
rawan banjir bekerja sama dengan dunia usaha. Mengajak masyarakat membangun rumah
panggung merupakantantangan tersendiri, selain perlu uang ekstra untuk rekonstruksi rumah,
juga perlusosialisasi membiasakan diri hidup di rumah panggung. Namun, cara hidup
akrabbersama banjir seperti ini relatif lebih murah dan berkelanjutan dibandingkandengan cara
relokasi maupun penerapan metode teknologi penanggulangan banji ryang belum tentu berhasil.
Tentunya komitmen hidup akrab bersama banjir, tetap dilandasisemangat tidak melanggar
peraturan yang berlaku.

Salah satu kriteria sempadan sungai disebutk; sekurang-kurangnya tiga puluh


meterdihitung dari tepi sungai untuk sungai yang tidak ber-tanggul. Penanggulangan banjir
memang kompleks, apalagi masyarakat tidak diajak berperan, jadi memangpantas ada sindiran
bahwa sejak tiga dekade lalu telah sejuta rencana, tetapi penanggulangan banjir belum juga
berhasil.

2.2. Pengertian Pengembangan Sumber Daya Air Terpadu (IWRM)


Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu (Integrated Water Resources Management, IWRM)
merupakan suatu proses koordinasi dalam pengembangan dan pengelolaan sumber daya air dan
lahan serta sumber daya lainnya dalam suatu wilayah sungai, untuk mendapatkan manfaat ekonomi
dan kesejahteraan sosial yang seimbang tanpa meninggalkan keberlanjutan ekosistem. Sesuai
definisi tersebut, pengelolaan sumberdaya air terpadu memfokuskan pada pengelolaan terpadu
antara kepentingan bagian hulu dan kepentingan bagian hilir sungai, pengelolaan terpadu antara
kuantitas dan kualitas air, antara air tanah dan air permukaan, serta antara sumberdaya lahan dan
sumberdaya air IWRM ini diharapkan menjadi cara mengatasi masalah kelangkaan air, banjir,
pencemaran air hingga distribusi air yang berkeadilan.
Perjalanan konsep IWRM ini sudah sangat panjang, di Indonesia juga dikenal slogan, One
River-One Plan-One Management. (Budi Santoso Wignyosukarto 2006). Namun hingga saat ini
penebangan hutan terus berlanjut hingga mengakibatkan bencana banjir serta sedimentasi waduk
dan muara sungai, pengambilan air tanah yang lebih sulit diperbaharui terus berlangsung tanpa
memperhatikan kemungkinan penurunan muka tanah dan intrusi air asin, penggalian pasir tidak
terkendali, sehingga mengakibatkan terjadinya degradasi dasar sungai yang membahayakan
beberapa infrastruktur lainnya, pembuangan sampah dan limbah pabrik ke sungai masih terjadi
sehingga menyebabkan banjir dan pencemaran air sungai. Hal ini menunjukan koordinasi antar
sektor yang perlu diterpadukan belum dapat berjalan dengan baik.

2.2.1 Penerapan Pengembangan Sumber Daya Air Terpadu (IWRM) dalam Kasus
Banjir
Pengelolaan daerah aliran sungai adalah pengelolaan sumber daya alam yang
terbaru pada suatu daerah aliran sungai, seperti vegetasi, tanah dan air, sehingga dapat
memberikan manfaat yang optimal dan berkesinambungan. Sasaran pengelolaan daerah
aliran sungai adalah daerah-daerah yang secara alami berpotensial terhadap terjadinya
kerusakan lingkungan, khususnya erosi lahan di bagian hulu dan tengah daerah aliran
sungai, dan memiliki kemiringan lebih besar dari 8%.
Banjir merupakan fenomena alam ketika sungai tersebut tidak dapat menampung
limpahan air hujan karena proses infiltrasi mengalami penurunan. Gejala banjir yang
terasa semakin sering frekuensinya serta membesar dimensinya disebabkan karena
degradasi Daerah Aliran Sungai yang menurunkan kapasitas infiltrasi dan meningkatnya
koefisien aliran permukaan. Banjir tidak hanya terjadi di wilayah Indonesia, tetapi juga
merambah ke Negara-negara Asia (India, Tiongkok dan lain-lain), Australia serta di
Eropa dan bahkan akhir-akhir ini juga meluas di Amerika Serikat (Texas) akibat Tipon
Harvey yang menyebabkan hujan yang sangat besar (131,78 sentimeter).
panduan dalam mengembangkan dan mengelola sumber daya air secara terpadu dan
berlanjut, yang menekankan bahwa pengembangan dan pengelolaan sumber daya air
secara terpadu dan berkelanjutan harus :
Direncanakan secara terpadu dan holistic untuk mencegah kekurangan air dan
pencemaran
Memenuhi kebutuhan dasar manusia dan melestarikan ekosistem sebagai
prioritas utama
Pemakaian air seharusnya dipungut biaya sepantasnya.
Semua negara harus : Mempunyai program pengelolaan air atas dasar daerah
aliran sungai (DAS) dan program penghematan air. Integrasi pengembangan
sumberdaya air dengan tata guna lahan dan pembangunan lain, konservasi,
pengelolaan permintaan (demand management) dengan peraturan (legislation)
dan iuran air, re-use dan recycling air
Sebagai definisi, IWRM dapat dijelaskan dengan metodologi untuk mempersiapkan
manajemen sumber daya air secara holistik yang dapat digambarkan dalam tahapan-tahapan
sebagai berikut :

1. Initiation atau Inisiasi diperlukan untuk mengumpulkan semua pihak yang


berkepentingan dan berwenang dalam IWRM. Dalam langkah ini komitmen bersama
harus disusun oleh seluruh pihak terkait (Pemerintah, Swasta dan Masyarakat).
Sementara itu bentuk organisasi pengelola mulai dipikirkan dan dipersiapkan. Setelah
IWRM Plan disusun organisasi ini akan menjalankan setiap fungsinya. Karena itu
tahapan ini menjadi sangat penting untuk IWRM yang berhasil.
2. Vision / Policy atau Visi / Kebijakan merupakan prinsip-prinsip dan arahan-arahan untuk
mengelola Sumber Daya Air yang berkelanjutan. Hal ini disusun berdasarkan komitmen
semua pihak yang terkait dalam pengelolaan berkelanjutan sumber daya air dan kondisi
ideal pengelolaan SDA dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) tersebut.
3. Situation Analysis atau Analisa Situasi dilakukan dengan memperhatikan permasalahan-
permasalahan yang ada di lapangan berkaitan dengan tata air dan tata ruang. Selain itu
juga metode analisa SWOT perlu dilakukan untuk mempertajam hasil analisa tersebut.
Analisa ini juga sebaiknya mengkaji berbagai peraturan, tujuan pembangunan serta
prioritas pembangunan yang berkaitan dengan SDA dalam kawasan yang mencakup DAS
tersebut.
4. Strategy Choice atau Pemilihan Strategi berkaitan dengan pencarian solusi yang mungkin
dilakukan dalam penerapan IWRM Plan. Berbagai pilihan model pengelolaan SDA yang
layak secara finansial, secara politik dan ramah lingkungan harus dipersiapkan dalam
tahap ini. Karena terkadang solusi teknis tidak dapat diterapkan 100% disebabkan oleh
masalah sosial yang ada. Selanjutnya berbagai kriteria pemilihan harus diperjelas
sebelum strategi pemecahan masalah tsb diputuskan.
5. IWRM Plan atau Rencana IWRM disusun dengan persiapan draft manajemen SDA. Draft
ini disusun juga berdasarkan komitmen bersama dari seluruh pihak, kesepakatan secara
politik, dan hukum yang berlaku. IWRM Plan dapat bervariasi di berbagai tempat sesuai
dengan lingkup dan kesepakatan para pihak. Tetapi tetap pendekatan holistik terhadap
penggunaan air, pengolahan limbah serta tata ruang. Terakhir kerjasama seluruh pihak
merupakan kata kunci penerapan IWRM Plan. Karena itu partisipasi seluruh pihak sangat
diperlukan dalam setiap tahapan IWRM.
6. Implementation atau Pelaksanaan merupakan intervensi secara nyata di bidang hukum,
kelembagaan, manajemen dalam pengelolaan SDA. Hal ini dilakukan dengan
membangun kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola sistem tersebut. Selain
itu berbagai tujuan dan obyektif IWRM Plan juga harus dapat direalisasikan agar terjadi
manfaat yang nyata. Biasanya harus dilakukan dengan memperhatikan hambatan-
hambatan karena kurangnya komitmen politik, perencanaan yang tidak realistis, atau
penerimaan masyarakat yang kurang baik terhadap IWRM Plan.
7. Evaluation atau Evaluasi harus dilakukan untuk melihat kemajuan serta mencegah
kegagalan dari IWRM Plan. Hal ini juga diharapkan dapat memberikan masukkan untuk
memecahkan masalah dalam pengelolaan SDA. Juga dapat memberikan masukkan untuk
solusi yang lebih tepat dan adaptif terhadap kondisi setempat.

2.2.2 Penerapan Pengembangan Sumber Daya Air Terpadu (IWRM) Dalam


Meminimalisasi Resiko Banjir
Kota – kota besar di Indonesia yang rata – rata terletak di tepi air (“waterfront
cities”) menampung sekitar 43% penduduk Indonesia. Laju urbanisasi yang cepat
menyebabkan terjadinya kesenjangan antara kebutuhan perumahan yang besar terhadap
keterbatasan supplai lahan dan penyediaan infrastruktur, terutama tata air. Kesenjangan
dan praktek spekulasi lahan yang berlebihan akhirnya menyebabkan “urban sprawling”
dan berbagai masalah keberlanjutan di kota - kota tsb seperti banjir. sekaligus kawasan
strategis nasional yang juga merupakan “waterfront city”.
Tetapi di sisi lain masalah banjir makin parah karena kondisi topografi, sifat tanah,
tingginya curah hujan, meningkatnya pasang naik dan perubahan tata guna lahan yang
ekstrim. Karena itulah masalah banjir patut diperhatikan dengan serius karena sangat
mempengaruhi keberlanjutan Pemerintah sebenarnya telah melakukan upaya – upaya
untuk mengurangi banjir ini di antaranya dengan Drainage Master Plan (DMP). Tetapi
hasilnya diduga belum optimal karena keterbatasan dalam pendekatan maupun
implementasinya. Kami memandang bahwa strategi Integrasi Tata Ruang dan Tata Air
yang komprehensif tetap dibutuhkan untuk mengurangi dampak dari banjir ini. Strategi
ini dapat dilakukan dengan menerapkan Perencanaan Tata Ruang Komprehensif yang
Berbasis Ekologis; menerapkan Integrated Water Resource Management (IWRM) dan
Low Impact Development (LID) serta menerapkan sistem Polder. Sehingga diharapkan
maka visi berkurangnya banjir Berkelanjutan dapat tercapai.
IWRM sebagai upaya pengelolaan sumber daya air memberikan peluang untuk
meminimalkan berbagai dampak atau potensi risiko yang berpeluang terjadi. Peluang
meminimalkan/mereduksi risiko dapat melalui:

1. Pencegahan
Cara pencegahan banjir bisa dilakukan dengan berbagai cara baik struktur maupun
nonstruktur. Beberapa bentuk pencegahan banjir yaitu antara lain :
a. Pembangunan waduk atau bendungan, hal ini perlu dilakukan untuk mencegah
terjadinya luapan air ketika terjadi hujan lebat.
b. Membuat sumur resapan, dapat mengatasi banjir dengan cara meningkatkan daya
resapan air. Sumur resapan akan sangat membantu menyerap air hujan kedalam tanah
dan kembali lagi ke siklus air yang semestinya sehingga tidak mengalami
penggenangan dipermukaan yang nantinya akan menyebabkan terjadinya banjir.
c. Pembangunan tanggul, dengan adanya tanggul saat aliran air sungai menjadi deras air
tersebut tidak akan meluap ke kawasan pemukiman sehingga pemukiman penduduk
bisa terhindar dari banjir.
d. Pembangunan kanal, mengendalikan aliran air dari hulu sungai dengan mengatur
volume air yang masuk ke daerah pemukiman dan akan membuat beban sungai di
utara saluran kolektif lebih terkendali. Kanal sendiri menjadi system makro drainase
yang berfungsi untuk mengurangi genangan air di dalam kota dengan
mengalirkannya langsung ke laut.
e. Pembangunan polder, pada daerah polder air buangan (air kotor/air hujan)
dikumpulkan di suatu badan air (sungai) lalu dipompakan ke badan air lainnya pada
polder yang lebih tinggi posisinya, hingga pada akhirnya air dipompakan kesugai
atau kanal yang langsung bermuara ke laut.
f. Pengelolaan dataran banjir, dalam halmini pemerintah harus memastikan
pembangunan gedung di kota bebas dari kendala yang menyebabkan masalah
lingkungan. Salah satunya, dengan memastikan bahwa pembangunan gedung tidak
menghalangi saluran air atau sistem drainase kota yang dibuat untuk mencegah
luapan banjir.
g. Pembangunan tembok penahan luapan air laut, perlu diingat bahwa banjir bukan
hanya terjadi akibat hujan tetapi juga luapan air laut. Dengan begitu, sebaiknya
dibagun dinding atau gerbang yang dapat menahan air laut ketika pasang. Sehingga
jika gelombang pasang, air tidak meluap dan masuk pemukiman warga. Cara ini
perlu dilakukan oleh warga yang tinggal dipesisir pantai.
h. Vegetasi, menanam vegetasi dalam hal ini pohon, semak dan rumput dapat
membantu penyerapan air dan melindungi tanah dari erosi. Hal ini perlu dilakukan
khusus masyarakat dataran rendah.
i. Pengetahuan dan kesadaran masyarakat, sebagian besar masyarakat dinegara
berkembang memiliki pengetahuan yang minim menegnai system drainase atau
saluran air. System drainase harus dijaga dengan baik, terbebas dari berbagai macam
sampah yang menyumbat dan menghalangi aliaran air. Dalam hal ini, masyarakat
perlu menerapkan sikap yang baik dalam mengelolah sampah. Setidaknya tidak
membuang sampah disembarang tempat. Sebab, hal ini sangat membantu
meminimalisir resiko terjadinya banjir beserta dampak yang ditimbulkan.
2. Penanggulangan dan pemulihan daya rusak sumber daya air
Upaya penanggulangan daya rusak air dapat dilakukan dengan mitigasi bencana.
Pemulihan akibat daya rusak air dilakukan dengan memulihkan kembali fungsi
lingkungan hidup dan system sarana dan prasarana sumber daya air. Pemulihan menjadi
tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah, pengelola sumber daya air, dan
masyarakat..
3. Koordinasi antara instansi terkait dengan masyrakat,
4. Perencanaan yang terpadu dan menyeluruh dalam pola/recana pengelolan sumber daya
air.

2.3. Persyaratan Penerapan Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu


1. Memiliki lembaga Pengelola SDA Wilayah Sungai yang handal dilandasi dasar
hukum yang kuat, diterima para pemilik kepentingan dan memiliki SDM yang
kompeten.
2. Memiliki kebijakan, pola dan rencana pengelolaan SDA.
3. Memiliki data, model, sistem, fasilitas pengelolaan SDA.
4. Memiliki wadah koordinasi dan komunikasi antar pemilik kepentingan sebagai
perangkat manajemen partisipatif.
5. Memiliki Sasaran yang jelas.

2.4. Manfaat IWRM Dalam Meminimalisasi/Mitigasi Resiko Banjir


Manfaat IWRM dalam meminimalisasi/mitigasi resiko banjir antara lain:

1. Dapat mengurangi/memperkecil potensi/tingkat resiko sampai pada tingkat yang dapat


diterima. Potensi banjir dapat dikurangi dengan beberapa pencegahan dini seperti
2. Dapat mengurangi potensi terancamnya jiwa dan raga manusia, melalui relokasi dari
potensi bencana besar, panduan/cara melakukan evakuasi bencana, membuat bangunan
yang mampu mengurangi risiko bencana, membuat system peringatan dini dari potensi
bencana, dan lain lain.
3. Dapat mengurangi potensi kerugian/hilangnya harta benda, dengan memahami besar
kecilnya potensi risiko, membuat perencanaan implentasi IWRM yang dapat mengurangi
tingkat risiko sampai pada level yang bias diterima.
4. Dapat meningkatkan kemampuan, koordinasi dan kesadaran dari berbagai sektor/institusi
terkait dan masyarakat untuk memahami, memitigasi, menanggulangi dan memulihkan
berbagai potensi dan dampak dari risiko yang dihadapi.Selain itu tentu juga prinsip
pengelolaan risiko (risk management) harus dijadikan pedoman yang meliputi: Recource
Risk dan Enterprise risk. Resource Risks meliputi: Supply security, Raw water
quality/Safety, Extreme (non-average) climatic events, Public health dan Environmental,
including water pollution. Sedangkan Enterprise Risks mencakup: Design and
construction, Political and legal risks, Operating failures, Market risks, Financing risks
and shortages, Labour risks, Compliance risks, dan Contingent liabilities.

2.5. Pola Pengelolaan Sumber Daya Air


Pola pengelolaan sumber daya air disusun dan ditetapkan sebagai kerangka dasar dalam
pengelolaan sumber daya air wilayah sungai dengan keterpaduan antara air permukaan dan air
tanah. Pola pengelolaan sumber daya air memuat :
1. Tujuan pengelolaan sumber daya air pada Wilayah Sungai yang bersangkutan.
2. Dasar pertimbangan yang dipergunakan dalam melakukan pengelolaan sumber daya air.
3. Beberapa skenario pengelolaan sumber daya air.
4. Alternatif pilihan strategi pengelolaan sumber daya air untuk setiap scenario pengelolaan
sumber daya air.
5. Kebijakan operasional untuk melaksanakan strategi pengelolaan sumber daya air.
Pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud disusun dengan
memperhatikan kebijakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah administratif yang
bersangkutan.
Pola pengelolaan sumber daya air disusun dengan mengacu pada informasi mengenai :
1. Penyelenggaraan pengelolaan sumber daya air yang dilakukan oleh pemerintah
dan/atau pemerintah daerah yang bersangkutan.
2. Kebutuhan sumber daya air bagi semua pemanfaat di wilayah sungai yang
bersangkutan.
3. Keberadaan masyarakat hukum adat setempat.
4. Sifat alamiah dan karakteristik sumber daya air dalam satu kesatuan sistem hidrologis.
5. Aktivitas manusia yang berdampak terhadap kondisi sumber daya air.
6. Kepentingan generasi masa kini dan mendatang, serta lingkungan hidup.
Pola pengelolaan sumber daya air disusun melalui konsultasi dengan instansi dan unsur
masyarakat yang terkait. Pola pengelolaan sumber daya air disusun dan ditetapkan untuk jangka
waktu 20 (dua puluh) tahun. Pola pengelolaan sumber daya air yang sudah ditetapkan dapat
ditinjau dan dievaluasi sekurang-kurangnya setiap 5 (lima) tahun sekali. Hasil peninjauan dan
evaluasi menjadi dasar pertimbangan bagi penyempurnaan pola pengelolaan sumber daya air.
Rancangan Pola PSDA pada Wilayah Sungai dalam satu kebupaten/kota disusun oleh dinas di
tingkat kabupaten/kota atau bersama Pengelola SDA di Wilayah Sungai melalui konsultasi
dengan instansi teknis terkait. Dalam hal pada wilayah sungai tersebut tidak atau belum
terbentuk wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air, bupati/walikota dapat meminta
pertimbangan wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air kabupaten/kota.
Dalam hal pada kabupaten/kota, tersebut tidak atau belum terbentuk wadah koordinasi
pengelolaan sumber daya air kabupaten/kota, bupati/walikota dapat langsung menetapkan pola
pengelolaan sumber daya air sesuai dengan rancangan. Rancangan Pola PSDA pada Wilayah
Sungai lintas kabupaten/kota disusun oleh dinas di tingkat provinsi atau bersama pengelola
sumber daya air wilayah sungai melalui konsultasi dengan instansi teknis terkait. Gubernur
menetapkan rancangan pola pengelolaan sumber daya air menjadi pola pengelolaan sumber daya
berdasarkan pertimbangan wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
yang bersangkutan. Dalam hal pada wilayah sungai tersebut tidak atau belum terbentuk wadah
koordinasi pengelolaan sumber daya air, gubernur dapat meminta pertimbangan wadah
koordinasi pengelolaan sumber daya air provinsi. Rancangan pola pengelolaan sumber daya air
wilayah sungai lintas provinsi, lintas Negara, dan strategis nasional disusun oleh Menteri setelah
berkonsultasi dengan instansi teknis dan unsur masyarakat terkait. Menteri menetapkan
rancangan pola pengelolaan sumber daya air menjadi pola pengelolaan sumber daya air
berdasarkan pertimbangan wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
bersangkutan.
Dalam hal pada wilayah sungai lintas provinsi atau strategis nasional dimaksud tidak atau
belum terbentuk wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air, Menteri dapat meminta
pertimbangan wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air provinsi melalui gubernur terkait.
Pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas Negara dilakukan sesuai dengan
perjanjian dengan Negara terkait berdasarkan pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan
oleh Menteri. Pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas Negara digunakan
sebagai dasar penyusunan perjanjian dengan negara terkait. Dalam hal belum ada perjanjian
dengan terkait, pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang berada dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia didasarkan pada pola pengelolaan sumber daya air yang
ditetapkan oleh Menteri.
Ketentuan mengenai pedoman teknis dan tata cara penyusunan pola pengelolaan sumber
daya air diatur dengan peraturan Menteri. (Permen PU No. 22/PRT/M/2009) Perencanaan
pengelolaan sumber daya air disusun sesuai dengan prosedur dan persyaratan melalui tahapan
yang ditetapkan dalam standar perencanaan yang berlaku secara nasional yang mencakup
inventarisasi sumber daya air, penyusunan dan penetapan rencana pengelolaan sumber daya air.
Perencanaan Pengelola SDA :
1. Perencanaan pengelolaan SDA disusun untuk menghasilkan rencana sebagai
pedoman/arahan dalam pelaksanaan konservasi, pendayagunaan dan pengendalian daya
rusak air.
2. Perencanaan disusun mengikuti pola pengelolaan SDA. Rencana Pengelolaan SDA
merupakan salah satu masukan/unsur penyusunan tata ruang.
3. Penyusunan rencana pengelolaan SDA dilaksanakan dengan koordinasi berbagai instansi
yang berwenang dengan mengikutsertakan seluruh stakeholders.
4. Rencana pengelolaan SDA di Wilayah Sungai dirinci ke dalam program oleh instansi
pemerintah, masyarakat dan swasta.

2.6. Perundang-undangan Tentang SDA


Peraturan perundang-undangan tentang sumber daya air diatur dalam Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 7 tahun 2004. Dengan menimbang :

a. Bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan
manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesi dalam segala
bidang.
b. Bahwa dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung
menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, sumber daya air wajib dikelolah
dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi secara selaras..
c. Bahwa pengelolaan sumber daya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan
keterpaduan yang harmonis antar wilayah, antarsektor, dan antargenerasi
d. Bahwa sejalan dengan semangat demokrasi, desentrelisasi, dan keterbukaan dalam
tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, masyarakat perlu diberi
peran dalam pengelolaan sumber daya air,
e. Bahwa Undang-undang nomor 11 tahun 1974 tentang Pengairan sudah tidak sesuai
dengan tuntutan perkembangan keadaan, dan perubahan dalam kehidupan masyarakat
sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru
f. Bahwa berdasarkan pertimbagan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, d, dan e, perlu
dibentuk undang-undang tentang sumber daya air.

2.7. Asas Pengolahan Sumber Daya Air


Terdapat 7 asas dalam pengolahan sumber daya air sesuai yang tercantum dalam pasal 2
undang-undang RI nomor 7 tahun 2004 tentang sumber daya air. Ketujuh asas tersebut ialah
sebagai berikut :

a. Asas Kelestarian, mengandung pengertian bahwa pendayagunaan sumber daya air


diselenggarakan dengan menjaga kelestarian fungsi sumber daya air secara
berkelanjutan.
b. Asas Keseimbangan, mengandung pengertian keseimbangan antara fungsi sosial, fungsi
lingkungan hidup, dan fungsi ekonomi
c. Asas Kemanfaatan Umum, mengandung pengertian bahwa pengelolaan sumber dayaair
dilaksanakan untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan umum
secara efektif dan efisien
d. Asas Keterpaduan dan Keserasian, mengandung pengertian bahwa pengelolaan sumber
daya air dilakukan secara terpadu dalam mewujudkan keserasian untuk berbagai
kepentingan dengan memperhatikan sifat alami air yang dinamis.
e. Asas Keadilan, mengandung pengertian bahwa pengelolaan sumber daya air dilakukan
secara merata ke seluruh lapisan masyarakat di wilayah tanah air sehingga setiap warga
negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk berperan dan menikmati
hasilnya secra nyata
f. Asas Kemandirian, mengandung pengertian bahwa pengelolaan sumberday air dilakukan
dengan memperhatikan kemampuan dan keunggulan sumber daya setempat.
g. Asas Transparasi dan Akuntabilitas, mengandung pengertian bahwa pengelolaan sumber
daya air dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggung jawabkan.

2.8. Studi Kasus untuk implementasi IWRM


Pada berbagai tingkatan, IWRM di Indonesia dapat dilihat pada skala nasional, sektor
maupun pada skala wilayah sungai atau daerah aliran sungai. Pada level nasional, pemerintah
pusat diberikan kewenangan untuk membuat kebijakan nasional dalam pengelolaan sumber daya
air serta bertanggungjawab dalam pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional yang dalam
pelaksanaannya dilakukan oleh satu unit kerja yaitu Balai Wilayah Sungai sesuai dengan status
wilayah sungai tersebut.

Khusus untuk pengelolaan sumber daya air di tingkat nasional dan wilayah sungai lintas
negara, kebijakan dan pola pengelolaan sumber daya air dirumuskan oleh Dewan Sumber Daya
Air Nasional/Wadah Koordinasi Sumber Daya Air Nasional dan ditetapkan oleh Menteri sebagai
pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai lintas Negara, yang selanjutnya digunakan
sebagai bahan penyusunan perjanjian pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
negara dengan negara yang bersangkutan. Sementara pemerintah provinsi bertanggungjawab
serta membantu Balai Wilayah Sungai lintas kabupaten/kota dalam membuat dan menetapkan
pola dan rencana serta pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
kabupaten/kota.

Selanjutnya pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab dan membantu dalam


membuat, menetapkan pola dan rencana serta pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada
wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota. Untuk menyusun kebijakan dan strategi pengelolaan
sumber daya air dikoordinaskan oleh wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air/dewan
sumber daya air sesuai dengan kewenangannya.

Sementara dalam hal pelaksanaan pengelolaan sumber daya air, dilaksanakan oleh unit
kerja Balai Wilayah Sungai sesuai dengan keweangannya. Balai wilayah sungai mempunyai
tugas melaksanakan pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai yang menjadi
tanggungjawabnya antara lain: perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan
dalam rangka konservasi dan pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak
sumber daya air pada: sungai, danau, waduk, bendungan dan tampungan air lainnya, irigasi, air
tanah, air baku, rawa, tambak dan pantai. Sebagai contoh: Wilayah sungai Bali-Penida untuk
Provinsi Bali merupakan wilayah sungai strategis nasional, yang mencakup Pulau Bali dan Pulau
Nusa Penida, yang merupakan satuan kerja dalam melaksanakan pengelolaan sumber daya air di
Wilayah sungai Bali-Penida.

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada dasarnya dalam mengelola SDA secara terpadu di perlukan adanya 3 manajemen
yang harus dilakukan berjalan secara serasi dan berkelanjutan, yakni: Manajemen daerah aliran
sungai yang biasanya dilakukan oleh salah satu unit/instansi dalam Kementerian Kehutanan dan
Lingkungan Hidup, Manajemen jaringan sumber daya air yang dilakukan oleh salah satu unit di
Kementerian PUPR dan Manajemen pemanfaatan sumber daya air yang dikelola oleh berbagai
unit/instansi yang memanfaatkan air sebagai air baku untuk produk selanjutnya. Lingkup
pengelolaan sumber daya air secara terpadu pada dasarnya mencakup 3 (tiga) bidang yakni :
1. Konsumsi sumber daya air
2. Pendayagunaan sumber daya air dan
3. Pengendalian daya rusak air
Bencana banjir ini sangatlah rawan dan banyak terjadi diberbagai daerah di negri kita,
misalnya di Jakarta, Bandung, dan kota lainnya yang tidak kalahbesar dan banyak memakan
korban. Sebenarnya penyebab utama dari banjir itu adalah akibat dari perbuatan manusia sendiri,
misalnya saja adanya penebangan pohon secara liar dihutan,maka terjadilah banjir, kemudian
adanya pembuangan sampah sembarangan sehingga mengakibatkan aliran air tersumbat, maka
jadilah banjir. Cara yang paling efektif untuk mencegah banjir adalah dengan adanyasikap atau
prilaku menjaga kebersihan lingkungan hidup kita. Dan cara yang efektif untuk menganggulangi
ketika terjadinya banjir adalah membuat rumahakrab banjir.
3.2 Saran

“Marilah Kita Menjaga Lingkungan Ini Agar Tidak Terjadi Hal-hal yang Tidak
Diinginkan Semisal Banjir”. Jaga kebersihan lingkungan merupakan kewajiban bagi kita agar
terhindardari bencana banjir yang akan membawa bencana yang lainnya, seperti kematian yang
diakibatkan penyakit yang menyerang saat banjir.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.slideshare.net/KetutSwandana/makalah-banjir

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pengabdian_dir/fbb4415cd4e92f8976e0d4f40044396f.pdf

https://simantu.pu.go.id/epel/edok/b005e_03._Modul_3_Pengelolaan_Sumber_Daya_Air_Terpa
du.pdf

file:///C:/Users/Acer.DESKTOP-5O4A285/Downloads/Documents/122-Article%20Text-453-1-
10-20171021.pdf

Anda mungkin juga menyukai