Anda di halaman 1dari 15

TUGAS TEORI ARSITEKTUR 2

“ PENANGGULANGAN BANJIR DI JAKARTA “

NAMA : SELVIA NUR ILAHI RUKMANUDIN

NIM : 5201180068

MATA KULIAH : TEORI ARSITEKTUR 2

FAKULTAS : TEKNIK ARSITEKTUR

DOSEN : ABDULLAH ALI, S.T., M.T

UNIVERSITAS BUNG KARNO JAKARTA


TAHUN AJARAN 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1      Latar Belakang

Sebagai kota yang berada di daratan rendah, Jakarta tidak terlepas dari ancaman

banjir yang sewaktu-waktu dapat menyerang. Menurut catatan sejarah Ibukota Jakarta

telah dilanda banjir sejak tahun 1621. Salah satu bencana banjir terparah yang pernah

terjadi di Batavia adalah banjir yang terjadi di bulan Februari 1918. Saat itu hampir

sebagian besar wilayah Batavia terendam air. Daerah yang terparah saat itu adalah

gunung Sahari, Kampung Tambora, Suteng, Kampung Klenteng akibat bendungan kali

Grogol jebol.

Hingga kini banjir pun belum berhenti meyerang Jakarta. Apalagi ketika musim

penghujan telah tiba. Oleh karena banjir yang terus menerus melanda sebagian wilayah

di Jakarta kini kota Jakarta telah terkenal dengan Kota Banjir. Walau demikian warga

Jakarta tidak berhenti mencoba menanggulangi banjir di Ibukota tercinta ini.

Sehubungan dengan cara untuk mencoba menanggulangi banjir tersebut, maka

berbagai masalah penyebab banjir pun mulai muncul dari masalah sampah, curah hujan

yang tinggi, peluapan air yang berlebihan, pecahnya bendungan sungai, serapan air

yang buruk, hingga pemukiman liar dan pemukiman padat penduduk. Dan warga yang

terkena banjir selalu mengambil strategi sendiri untuk menanggulangi banjir ketika

banjir datang ke rumah mereka.

Dengan begitu banyak masalah yang dapat mengakibatkan banjir. Maka objek yang

akan di ambil penulis adalah daerah Kebagusan wilayah Pasar Minggu Jakarta Selatan.

Daerah tersebut merupakan daerah yang rawan banjir ketika musim penghujan telah

datang. Pentingnya melakukan penulisan untuk membahas penyebab banjir di daerah


tersebut, maka penulis tertarik untuk memberi judul dalam makalah ini tentang “ Banjir

ibukota dan penanggulangannya “.

1.2      Perumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut maka rumusan masalahnya adalah :

1.   Apa yang dimaksud dengan banjir, dan apa dampak yang di timbulkannya ?

2.   Mengapa banjir dapat menggenangi ibukota ?

3.   Siapa yang bertanggung jawab atas banjir yang terjadi di ibukota ?

4.   Bagaimana cara mengatasi banjir di ibukota?

1.3      Tujuan Penulisan

1.   Mengetahui tentang banjir dan dampak yang ditimbulkannya

2.   Mengetahui penyebab banjir yang terjadi di ibukota

3.   Mengetahui siapa saja yang bertanggung jawab atas terjadinya banjir tersebut

4.   Mengetahui cara mengatasi banjir di ibukota

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengeritian Banjir dan Dampak Yang Ditimbulkannya


Secara alamiah, banjir adalah proses alam yang biasa dan merupakan bagian

penting dari mekanisme pembentukan dataran di Bumi kita ini. Melalui banjir, muatan

sedimen tertransportasikan dari daerah sumbernya di pegunungan atau perbukitan ke

daratan yang lebih rendah, sehingga di tempat yang lebih rendah itu terjadi pengendapan

dan terbentuklah dataran. Melalui banjir pula muatan sedimen tertransportasi masuk ke

laut untuk kemudian diendapkan diendapkan di tepi pantai sehingga terbentuk daratan,

atau terus masuk ke laut dan mengendap di dasar laut. Banjir yang terjadi secara alamiah

ini sangat ditentukan oleh curah hujan.

Perlu benar kita sadari bahwa banjir itu melibatkan air, udara dan bumi. Ketiga

hal itu hadir di alam ini dengan mengikuti hukum-hukum alam tertentu yang selalu

dipatuhinya. Seperti: air mengalir dari atas ke bawah, apabila air ditampung di suatu

tempat dan tempat itu penuh sedang air terus dimasukkan maka air akan meluap, dan

sebagainya.

Karena manusia dapat mempengaruhi debit aliran permukaan dan dapat

mempelajari karakter aliran sungai, maka berkaitan dengan banjir kita dapat mengatakan

bahwa manusia dapat memilih takdirnya sendiri.

Apabila kita tidak ingin terkena banjir maka perlu melakukan hal-hal berikut ini:

1. Jangan bertempat tinggal di daerah yang secara alamiah merupakan tempat

penampungan air bila aliran sungai meluap, seperti di dataran tepi sungai yang akan

dilalui oleh air sungai bila debitnya meningkat, di dataran banjir di sepanjang aliran

sungai yang akan digenangi air bila air sungai meluap ketika curah hujan tinggi di

musim hujan, atau di rawa-rawa.


2. Jangan merusak hutan di daerah peresapan air di pegunungan atau perbukitan, karena

lahan yang terbuka akan meningkatkan aliran permukaan yang menyebabkan banjir di

waktu yang sebenarnya tidak terjadi banjir, atau memperhebat banjir yang biasanya

terjadi.

3. Menjaga alur tetap baik sehingga aliran air sungai  lancar. Alur sungai yang

menyempit atau terbendung akan menyebabkan banjir.

4. Untuk daerah pemukiman atau perkotaan, kita harus menjaga saluran drainase agar

tetap baik dan tidak tersumbat sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya

menyalurkan air hujan yang turun atau menyalurkan aliran permukaan ke sungai-

sungai atau saluran yang lebih besar.

5. Itulah hal-hal yang perlu dilakukan agar manusia tidak terkena banjir atau memilih

takdirnya untuk tidak kena banjir.

Untuk dapat memilih takdir tidak terkena banjir, manusia tidak dapat berdiri

sendiri, melainkan harus bekerjasama. Skala kerjasama bisa dalam satu komplek

pemukiman, satu kota, satu DAS (Daerah Aliran Sungai) dan bahkan harus seluruh umat

manusia.

Kerjasama seluruh umat manusia di bumi ini diperlukan untuk dapat menghadapi

banjir yang disebabkan oleh perubahan iklim global. Dengan kata lain, diperlukan

kerjasama internasional untuk menghadapinya.

Kerjasama seluruh manusia yang tinggal di suatu DAS diperlukan untuk dapat

mengatasi masalah banjir yang melibatkan suatu sistem tata air yang melibatkan suatu

DAS. Untuk banjir yang terjadi di suatu kawasan pemukiman atau kota karena buruknya

drainase, maka perlu kerjasama seluruh penghuni pemukiman atau kota tersebut dalam

arti yang seluas-luasnya, baik itu kerjasama antar anggota masyarakat, kerjasama antara

masyarakat dan pemerintah, dan kerjasama antar instansi pemerintah, serta kerjasaman
antara eksekutif, legislatif dan yudikatif. Misalnya: apabila masyarakat dihimbau tidak

membuang sampah sembarangan, tentu pemerintah harus menyediakan tempat

pembuangan sampah yang memadai dan selalu mengangkutnya ke TPA (Tempat

Pembuangan Akhir); bila DinasKebersihan membutuhkan tambahan armada pengangkut

sampah maka Pemerintah harus memenuhinya; dan sebagainya.

Dampak yang ditimbulkan oleh banjir

Merugikan Secara Umum

Banjir yang terjadi  selalu menimbulkan kerugian  bagi mereka yang terkena banjir baik

secara langsung maupun tidak langsung yang dikenal sebagai dampak banjir.

Dampak banjir  akan dialami langsung oleh mereka yang rumah atau lingkungannya

terkena air banjir. Jika banjir berlangsung lama akan sangat merugikan karena aktivitas

akan banyak terganggu.

Segala aktivitas tidak nyaman dan lingkungan menjadi kotor yang berdampak kurangnya

sarana air bersih dan berbagai penyakit mudah sekali menjangkiti warga yang terserang

banjir.

Penyakit Yang Timbul Sebagai Dampak Banjir

Dampak banjir yang terjadi sering kali menganggu kesehatan lingkungan dan kesehatan

warga. Lingkungan tidak sehat karena segala sampah dan kotoran yang hanyut seringkali

mencemari lingkungan .

Sampah-sampah terbawa air dan membusuk mengakibatkan penyakit gatal-gatal di kulit,

dan lalat banyak beterbangan karena sampah yang membusuk sehingga sakit perut juga
banyak terjadi. Sumber air bersih tercemar sehingga mereka yang terkena banjir

kesulitan air bersih dan mengkonsumsinya karena darurat, sebagai penyebab diare.

Mematikan Usaha

Dampak banjir memang luar biasa luas.Rumah bisa rusak gara-gara terendam banjir.

Barang-barang perabotan rumah tangga jika tidak segera diselamatkan bisa hanyut dan

rusak pula. Yang lebih parah jika penduduk yang memiliki usaha rumahan bisa

terganggu aktivitas produksinya sehingga mengakibatkan kerugian.

Kerugian akibat tidak bisa produksi berdampak pada karyawan yang bergantung nasib

pada usaha tersebut. Kerugian tidak berjalannya produksi bisa kehilangan pelanggan,

kemacetan modal serta kerusakan alat gara-gara banjir. Jika terus menerus situasi terjadi

demikian mengakibatkan macetnya ekonomi kerakyatan yang kemudian berdampak

pada semakin meningkatnya masalah sosial di lingkungan masyarakat yang sering di

landa banjir.

Kerugian Administratif

Sering kali dampak banjir ini bukan sekedar membawa dampak kerugian material. 

Akibat banjir sering kantor, sekolah atau instansi bahkan pribadi harus kehilangan

dokumen penting kependudukan dan sejenisnya.

Akibat banjir sering kali sekolah harus diliburkan paksa dari aktivitas belajar. Seluruh

siswa dan dan guru tidak bisa beraktivitas rutin, bahkan terkadang banyak berkas dan

data penting yang disimpan sekolah rusak terendam banjir.

Banjir memang tidak bisa diketahui kapan datangnya, namun juga dapat diantisipasi

dengan menyiapkan diri menyelamatkan dokumen penting  ke tempat yang lebih tinggi.

Membuat bangunan khusus yang bertingkat yang aman untuk meletakkan dokumen
penting serta alat-alat belajar yang rentan rusak bila terendam banjir bagi sekolah yang

berada di daerah rawan banjir adalah perlu.

Kembali Ke Titik Nol

Dampak banjir sering menjadikan seseorang, keluarga, lingkungan masyarakat, instansi,

sekolah dan siapa saja mengalami kerugian. Tidak jarang pula keluarga harus kehilangan

segala-galanya. Kehilangan orang-orang yang dicintai,keluarga, rumah dan segala isinya,

juga pekerjaan.

Berada dititik nol istilah yang tepat . Semua habis dan hilang sekejab. Tidak jarang

mereka yang mengalami musibah banjir ini harus kehilangan ingatan pula karena

mengalami depresi yang berat akibat tidak kuat menanggung beban dampak banjir untuk

dirinya.

Bencana Nasional

Sering kali di negara kita tercinta ini terjadi bencana banjir besar atau banjir bandang.

Baru-baru ini juga terjadi di Papua tepatnya di Wasior terjadi banjir bandang yang

memakan korban manusia begitu banyak.

Kehidupan masyarakat yang teratur dan tentram tiba-tiba terkoyak gara-gara banjir.

Penderitaan begitu jelas tergambar pada mereka yang harus mengalaminya. Pemerintah

menetapkan sebagai bencana nasional.

Sebagai Warga negara yang memiliki kepedulian tinggi  hampir semua warga negara

Indonesia di daerah manapun berbondong untuk saling mengulurkan tangan untuk bisa
berbagi agar dapat meringankan beban penderitaan saudara-saudara kita yang terkena

dampak banjir di Wasior Papua (http://www.anneahira.com/dampak-banjir.htm).

2.2 Faktor Penyebab Banjir Di Ibukota

Di tinjau dari letak geografis, kondisi topografi, iklim, faktor demografi, dan kondisi

sosial masyarakat, maka kemungkinan terjadinya banjir di Indonesia khususnya Jakarta

cukup besar. Banjir dapat setiap saat terjadi dan sulit di perkirakaan intesitasnya, tempat,

waktu baik pada daerah yang sudah ditangani dan belum sempat di tangani.

Peristiwa banjir tidak akan menjadi masalah sejauh banjir tidak menimbulkan

gangguan atau kerugian yang berart bagi kepentingan manusia. Fenoma banjir

disebabkan oleh tiga faktor yaiut kondisi alam, peristiwa alam, dan kegiatan manusia.

1. Faktor-faktor kondisi alam yang dapat menyebabkan terjadinya banjir adalah kondisi

wilayah, misalnya : letak geografis suatu wilayah, kondisi topografi, dan geometri

sungai seperti kemiringan dasar sungai, meandering, penciutan ruas sungai,

sedimentasi, pembendungan alami pada suatu ruas sungai.

2. Peristiwa alam yang bersifat dinamis yang dapat menjadi penyebab banjir seperti

curah hujan yang tinggi, pecahnya bendungan sungai, peluapan air yang berlebihan,

pengendapan sendimen / pasir, pembendungan air sungai karena terdapat tanah

longsor , pemanasan global yang mengakibatkan permukaan air laut tinggi.

3. Faktor kegiatan manusia yang dapat menyebabkan banjir adalah adanya pemukiman

liar di daerah bantaran sungai, penggunaan alih fungsi resapan air untuk pemukiman,

tata kota yang kurang baik, buangan sampah yang sembarangan tempat, dan

pemukiman padat penduduk (http://dwiiastuti.blogspot.com/2010/03/makalah-

penyebab-banjir-di-daerah.html).
2.3 Yang Bertanggung Jawab Atas Banjir Di Ibukota

Ketidakkonsistenan pemerintah terbukti karena tidak ada real action dari pemerintah.

Padahal Pemerintah kita salah satu negara yang mendukung konferensi perubahan, akan

tetapi sekarang tetap  banyak kebijakan pemerintah yang tidak ramah lingkungan,

terbukti banyak perumahan, apartemen mewah yang tidak ramah lingkungan yang tidak

berifkir tempat penampungan air dan sanitasi yang baik. Semakin tahun semakin

meningkat intensitas banjir. Konsep hijau harus diterapkan setiap kebijakan pemerintah

hal ini tertuang dalam UU RI No.32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup dan bahkan sanksinya cukup tegas. Akan tetapi hal itu dianggap lalu. Dan

masyarakatpun seakan menikmati dengan adanya banjir menganggap banjir adalah hal

biasa, bagaimana tidak pola fikir ( MIndset ) yang menganggap banjir adalah hal biasa

dan dinikmati. Membuang sampah di sungai adalah hal biasa dan kesadaran pentingnya

menjaga lingkungan hanya sebatas obrolan bukan sebuah tindakan. Jika semua orang

berfikir satu orang saja yagn membuang sampah mengakibatkan banjir dan merugikan

ratusan hingga ribuan orang. Jika Pemerintah yang membuat kebijakan ( Green Policy )

dan rakyat melaksanakan kebijakan itu maka Indonesia bebas banjir.

Permasalahan Banjir di Indonesia merupakan masalah klasik yang tidak pernah dapat

teratasi secara tuntas. Terutama terjadi dikota-kota besar yang tersebar dari sabang

hingga merauke. Minimnya pengetahuan tentang perencanaan tata ruang dan rendahnya

akan kesadaran serta kelestarian lingkungan menjadi akar permasalahan banjir tidak

pernah tuntas teratasi. Kendati telah mengetahui permasalahan tersebut, pemerintah

masih saja mengkambing hitamkan tingginya curah hujan. Padahal masalah fundamental

terkait dengan kelestarian lingkungan dan keseimbangan alam tidak pernah menjadi

fokus perhatian.
Sebagai negara yang diapit dua benua dan dua samudra, Indonesia memiliki dua

musim yaitu kemarau dan penghujan. Pada awalnya keseimbangan itu terjadi, dimana

lahan terbuka hijau tumbuh subur di tanah Nusantara. Ketika kemarau tidak terjadi

kekeringan dan ketika musim penghujan, daerah resapan air masih mampu menampung

debit air yang turun ketika hujan. Namun, fenomena itu kini telah musnah, dan hanya

kenangan. Pendirian gedung-gedung pencakar langit, pembangunan perumahan,

perambahan hutan,  tata ruang buruk, dan sanitasi yang tidak memadai menjadi alasan

yang kuat banjir terus datang setiap tahunnya.

Data  State of the World’s Forests 2007 dan  The UN Food & Agriculture

Organization (FAO), menyebutkan angka deforestasi Indonesia pada periode 2000-2005

mencapai 1,8 juta hektar/tahun. Dengan laju deforestasi hutan tersebut, membuat

Guiness Book of The Record memberikan “gelar kehormatan” bagi Indonesia

sebagai negara dengan daya rusak hutan tercepat di dunia. Dari total luas hutan di

Indonesia yang mencapai 180 juta hektar, Kementerian Kehutanan (sebelumnya

menyebutkan angka 135 juta hektar) sebanyak 21 persen atau setara dengan 26 juta

hektar telah dijarah total sehingga tidak memiliki tegakan pohon lagi.

Rusaknya ekosistem dan keseimbangan lingkungan merupakan suatu bentuk

minimnya kesadaran masyarakat akan kelestarian lingkungan. Kepentingan jangka

pendek selalu mendominasi setiap tindakan dan kebijakan yang dibuat. Alhasil, kerugian

jangka panjang pun hanya menunggu waktu saja. Kondisi ini semakin diperparah dengan

buruknya sanitasi, baik karena sampah maupun sedimentasi yang menurunkan daya

tampungnya. Akibatnya, banjir pun menjadi langganan, disejumlah daerah di tanah air

terutama kota-kota besar.

2.4 Cara Mengatasi Banjir Di Ibukota


Bila ingin mencari cara menanggulangi banjir, yang harus kita lihat terlebih dahulu

adalah mengapa banjir bisa datang. Banjir bisa terjadi sebenarnya karena ulah manusia

sendiri. Lihat saja, di kota-kota besar, sungai yang sebenarnya berfungsi untuk

menampung air disalahgunakan untuk menampung sampah. Di sekitar sungai tersebut,

bahkan, dijadikan permukiman.

Kondisi tersebut diperparah dengan kurangnya pepohonan yang berfungsi sebagai

jantung kota. Bisa kita hitung sendiri, kira-kira berapakah perbandingan antara hutan

kota dengan gedung-gedung bertingkat. Mana yang lebih banyak.

Ibarat rumah, kota-kota yang rawan banjir tersebut adalah rumah yang tidak

memiliki atap dan jendela. Saat badai menyerang, otomatis tidak ada perlindungan sama

sekali.

Cara Menanggulangi Banjir

Apakah kita akan terus-menerus membiarkan kondisi tidak sehat terjadi di kota-kota

yang rawan banjir. Tentunya tidak. Itu sebabnya, kita dan pemerintah harus mencari cara

menanggulangi banjir meskipun sebenarnya cara tersebut sudah ada. Kita tinggal

merealisasikannya.

Berikut ini beberapa cara untuk menanggulangi banjir.

1. Memfungsikan sungai dan selokan sebagaimana mestinya. Sungai dan selokan adalah

tempat aliran air, jangan sampai fungsinya berubah menjadi tempat sampah.

2. Larangan membuat rumah di dekat sungai. Biasanya, yang mendirikan rumah di dekat

sungai adalah para pendatang yang datang ke kota besar hanya dengan modal nekat.

Akibatnya, keberadaan mereka bukannya membantu peningkatan perekonomian.

Malah sebaliknya, merusak lingkungan. Itu sebabnya, pemerintah seharusnya tegas,

melarang membuat rumah di dekat sungai dan melarang orang-orang tanpa tujuan

tidak jelas datang ke kota dalam jangka waktu lama (untuk menetap).
3. Menanam pohon dan pohon-pohon yang tersisa tidak ditebangi lagi. Pohon adalah

salah satu penopang kehidupan di suatu kota. Bayangkan, bila sebuah kota tidak

memiliki pohon sama sekali. Apa yang akan terjadi? Pohon selain sebagai

penetralisasi pencemaran udara di siang hari, sebagai pengikat air di saat hujan

melalui akar-akarnya. Bila sudah tidak ada lagi pohon, bisa dibayangkan apa yang

akan terjadi bila hujan tiba (http://www.anneahira.com/cara-menanggulangi-

banjir.htm). Cara menanggulangi banjir tersebut bisa dilakukan saat ini juga. Bila

tidak sekarang, kapan lagi? Kita semua wajib memikirkan cara menanggulangi banjir.

Bagaimanapun, hal itu adalah tanggung jawab bersama. Mari kita lakukan dari

sekarang.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan kesluruhan, khususnya pada daerah

Jakarta Selatan maka kesimpulan yang dapat ditarik oleh penulis adalah sebagai berikut :

1. Daerah  Jakarta Selatan ini terjadi banjir disebabkan oleh pemukiman padat penduduk,

saluran air yang diperkecil, alih fungsi lahan, tidak ada resapan air, dan pembuangan

sampah yang liar.

2. Karena daerah ini sering di datangi banjir, maka warga yang menjadi korban banjir

yang selalu terkena dampak nya, seperti :

a. Ancaman wabah penyakit


b. Aktivitas masyarak terganggu
c. Ancaman penyakit diare
d. Penyakit yang disebabkan oleh nyamuk

3. Cara mengatasi banjir di daerah Jakarta selatan adalah


a.       Membuat daerah resapan air yang lebih luas lagi, dan jangan memperkecil saluran

air yang sudah ada.

b. Mengkaji ulang tata kota daerah Kebagusan, untuk mengetahui titik-titik daerah

banjir.

c. Membuat tanggul baik yang permanent atau non permanent dirumah masing-

masing yang selalu terkena banjir.

d. Dan di himbaukan kepada masyarakat agar tidak membuang sampah pada

tempatnya.
e. Jangan mendirikan bangunan di lahan yang memang rawan banjir.

3.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis mencoba memberikan masukan yang

mungkin dapat berguna bagi penanganan banjir di Daerah Jakarta Selatan.

Sebaiknya seluruh warga membuat musyawarah dalam penanganganan maslah banjir

seperti tindakan kesiapsiagaan warga terhadap banjir datang, tindakan yang seharusnya

dilakukan di setipa rumah dalam mengatasi banjir datang, penyuluhan tentang kegiatan

yang dapat mengurangi resiko banjir, tindakan saat terjadi banjir dan setelah banjir

kepada seluruh warga Kebagusan Jakarta Selatan.

Anda mungkin juga menyukai