Anda di halaman 1dari 32

BANJIR DAN KEKERINGAN

Makalah
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengembangan Sumber Daya
Air yang diampu oleh Dr. H. Danny Meirawan, M.Pd

Oleh
Putri Milenia Sari
1705649

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN


DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada allah swt. Karena berkat rahmat dan
hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Banjir dan
Kekeringan” ini dengan baik sebagai salah satu tugas pada mata kuliah
Pengembangan Sumber Daya Air.
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa makalah ini terdapat banyak
kekurangan. Maka dari itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran
yang bersifat membangun untuk perbaikan makalah ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini. Semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya dan terutama bagi penulis

Bandung, Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
1.4 Sistematika Penulisan 2
BAB II KAJIAN TEORI 4
2.1 Pengertian Banjir 2
2.2 Penyebab Banjir 2
2.3 Dampak yang Ditimbulkan oleh Banjir 2
2.4 Tindakan Untuk Mengurangi Dampak Banjir 2
2.5 Penanggulangan Banjir 2
2.6 Kekeringan 2
2.7 Faktor-Faktor Penyebab Kekeringan 2
2.8 Dampak Kekeringan 2
2.9 Indeks Kekeringan 2
2.10 Penanggulangan Kekeringan 2
2.11 Bencana Banjir dan Kekeringan di Indonesia 2
BAB III PENUTUP 1
3.1 Simpulan 2
3.2 Rekomendasi 2
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada awal tahun 2020 ini, Indonesia telah disambut dengan sebuah berita banjir
yang melanda sebagian besar wilayah kota Jakarta, Bekasi serta kota lainnya. Hal ini
mengakibatkan beberapa aktivitas masyarakat menjadi terganggu. Saat ini pun, tidak
hanya wilayah tersebut yang terkena banjir, kota Bandung pun tidak jarang
mengalami banjir tersebut di beberapa daerah. Apalagi saat curah hujan sedang
tinggi, bukan hal yang tidak mungkin terjadinya banjir di suatu wilayah.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), banjir adalah berair banyak dan
deras, kadang-kadang meluap (tentang kali dan sebagainya). Banjir juga dapat
diartikan peristiwa terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena volume air
yang meningkat. Menurut Encyclopaedia Britannica, banjir adalah tahap air tinggi di
mana air meluap ke tepi alami atau buatan ke tanah yang biasanya kering.
Dikutip dari situs BNPB, banjir adalah peristiwa atau kejadian alami di mana
sebidang tanah atau area yang biasanya merupakan lahan kering, tiba-tiba terendam
air karena volume air meningkat.
Tidak dapat dipungkiri, sekarang ini banjir selalu menjadi permasalahan yang
rutin bagi beberapa daerah. Tentu saja banyak faktor yang dapat menyebabkan banjir
ini terjadi, baik alam maupun manusia. Tapi tentu saja tidak semua masalah di
Indonesia merupakan banjir, ada juga masalah kekeringan.
Kekeringan banyak terjadi saat musim sedang kemarau. Hal ini juga dapat
membuat aktivitas manusia terganggu. Bahkan di kota Tangerang pun,
masyarakatnya tidak mandi saat akan memulai aktivitas. Hal ini dikarenakan jumlah
pasokan bantuan air bersih yang terbatas. Bahkan ada beberapa daerah yang masih
sulit untuk mendapatkan bantuan air bersih, yang nantinya dapat berdampak buruk
pada kesehatan.
Pada makalah ini, penulis akan membahas mengenai fenomena banjir serta
kekeringan, baik dari sebab serta akibat. Selain itu, penulis akan membahas mengenai
fenomena banjir serta kekeringan yang ada di Indonesia beserta penjelesannya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, didapat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan banjir ?
2. Apa yang dapat menyebabkan suatu daerah terkena banjir ?
3. Bagaimana dampak dan cara menanggulangi bencana banjir ?
4. Apakah ada upaya dalam pencegahan bencana banjir ?
5. Bagaimana dengan kejadian kekeringan di suatu daerah ?
6. Bagaimana dampak dari kekeringan ?
7. Apakah upaya yang dapat dilakukan dalam pencegahan dari kekeringan ?
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, didapatkan tujuan sebagai berikut :
1 Untuk mengetahui pengertian dengan banjir.
2 Untuk mengetahui penyebab suatu daerah terkena banjir.
3 Untuk mengetahui dampak dan cara menanggulangi bencana banjir.
4 Untuk mengetahui upaya dalam pencegahan bencana banjir.
5 Untuk mengetahui kejadian kekeringan di suatu daerah.
6 Untuk mengetahui dampak dari kekeringan.
7 Untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan dalam pencegahan dari
kekeringan.
1.4 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam pembahasan, maka sistematika penulisan makalah
ini dibuat sebagai berikut
BAB I PENDAHULUAN, berisi tentang latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN TEORI, berisi tentang teori dari banjir, sebab dan akibatnya,
dampak, serta fenomena kekeringan dari sebab akibat hingga dampak serta upaya
pencegahan, dan juga teori teori yang lain yang mendukung dan berisi tentang
bencana banjir dan kekeringan yang ada di Indonesia.
BAB III PENUTUP, berisi tentang kesimpulan dan rekomendasi.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian Banjir
Pada Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 2011 tentang sungai diuraikan
bahwa banjir adalah peristiwa meluapnya air sungai melebihi palung sungai. Adapun
menurut dinas pekerjaan umum Provinsi DKI Jakarta (2008), banjir merupakan suatu
keadaan sungai, dimana aliran air tidak tertampung oleh palung sungai, sehingga
terjadi limpasan dan atau genangan pada lahan yang semestinya kering.
Dalam cakupan pembicaraan yang luas, kita bisa melihat banjir sebagai suatu
bagian dari siklus hidrologi, yaitu pada bagian air di permukaan Bumi yang bergerak
ke laut. Dalam siklus hidrologi kita dapat melihat bahwa volume air yang mengalir di
permukaan Bumi dominan ditentukan oleh tingkat curah hujan, dan tingkat peresapan
air ke dalam tanah.
Aliran Permukaan = Curah Hujan – (Resapan ke dalam tanah +
Penguapan ke udara)
Air hujan sampai di permukaan Bumi dan mengalir di permukaan Bumi,
bergerak menuju ke laut dengan membentuk alur-alur sungai. Alur-alur sungai ini di
mulai di daerah yang tertinggi di suatu kawasan, bisa daerah pegunungan, gunung
atau perbukitan, dan berakhir di tepi pantai ketika aliran air masuk ke laut.
Secara sederhana, segmen aliran sungai itu dapat kita bedakan menjadi daerah
hulu, tengah dan hilir.
1. Daerah hulu: terdapat di daerah pegunungan, gunung atau perbukitan. Lembah
sungai sempit dan potongan melintangnya berbentuk huruf “V”. Di dalam alur
sungai banyak batu yang berukuran besar (bongkah) dari runtuhan tebing, dan
aliran air sungai mengalir di sela-sela batu-batu tersebut. Air sungai relatif
sedikit. Tebing sungai sangat tinggi. Terjadi erosi pada arah vertikal yang
dominan oleh aliran air sungai.
2. Daerah tengah: umumnya merupakan daerah kaki pegunungan kaki gunung
atau kaki bukit. Alur sungai melebar dan potongan melintangnya berbentuk
huruf “U”. Tebing sungai tinggi. Terjadi erosi pada arah horizontal, mengerosi
batuan induk. Dasar alur sungai melebar, dan di dasar alur sungai terdapat
endapan sungai yang berukuran butir kasar. Bila debit air meningkat, aliran air
dapat naik dan menutupi endapan sungai yang di dalam alur, tetapi air sungai
tidak melewati tebing sungai dan keluar dari alur sungai.
3. Daerah hilir: umumnya merupakan daerah dataran. Alur sungai lebar dan bisa
sangat lebar dengan tebing sungai yang relatif sangat rendah dibandingkan lebar
alur. Alur sungai dapat berkelok-kelok seperti huruf “S” yang dikenal sebagai
“meander”. Di kiri dan kanan alur terdapat dataran yang secara teratur akan
tergenang oleh air sungai yang meluap, sehingga dikenal sebagai “dataran
banjir”. Di segmen ini terjadi pengendapan di kiri dan kanan alur sungai pada
saat banjir yang menghasilkan dataran banjir. Terjadi erosi horizontal yang
mengerosi endapan sungai itu sendiri yang diendapkan sebelumnya.
Dari karakter segmen-segmen aliran sungai itu, maka dapat dikatakan bahwa :
1. Banjir merupakan bagian proses pembentukan daratan oleh aliran sungai.
Dengan banjir, sedimen diendapkan di atas daratan. Bila muatan sedimen
sangat banyak, maka pembentukan daratan juga terjadi di laut di depan muara
sungai yang dikenal sebagai “delta sungai.”
2. Banjir yang meluas hanya terjadi di daerah hilir dari suatu aliran dan melanda
dataran di kiri dan kanan aliran sungai. Di daerah tengah, banjir hanya terjadi di
dalam alur sungai.
2.2 Penyebab Banjir
1. Permukaan tanah lebih rendah dibandingkan muka air laut.
2. Curah hujan tinggi.
Biasanya terjadi pada puncak musim hujan, dimana volume air hujan jauh
melebihi kapasitas kemampuan tanah meresapkan air. Curah hujan abnormal
(ekstrim tinggi) juga terjadi akibat perubahan iklim yang mulai terjadi pada
beberapa tahun terakhir ini. Sehingga ramalan/prediksi curah hujan masa lalu
seperti pranata mangsa menjadi kurang akurat lagi.
3. Aliran sungai tidak lancar akibat banyaknya sampah.
Sungai sebagai media mengalirnya air yang tertampung dari hujan dan
saluran air menuju ke laut lepas tentunya sangat memegang peranan penting
pada terjadi atau tidaknya banjir di suatu daerah. Jika sungainya rusak dan
tercemar tentu fungsinya sebagai aliran air menuju ke laut akan terganggu dan
sudah dipastikan akan terjadi banjir.
Biasanya kerusakan yang terjadi di sungai yaitu endapan tanah atau
sedimentasi yang tinggi, sampah yang dibuang ke sungai sehingga terjadi
pendangkalan, serta fungsi sempadan sungai atau bantaran sungai yang
disalahgunakan menjadi pemukiman warga.
4. Saluran Air yang Buruk
Pada kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan lainnya yang kerap
terjadi biasanya dikarenakan saluran air yang mengalirkan air hujan dari jalan
ke sungai sudah tidak terawat. Banyak saluran air di perkotaan yang tertutup
sampah, memiliki ukuran yang kecil, bahkan tertutup beton bangunan sehingga
fungsinya sebagai saluran air tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya lalu
kemudian terjadi genangan air di jalanan yang menyebabkan banjir.
5. Daerah Resapan Air yang Kurang
Selain karena saluran air yang buruk ternyata daerah resapan air yang
kurang juga mempengaruhi suatu wilayah dapat terjadi banjir. Daerah resapan
air merupakan suatu daerah yang banyak ditanami pohon atau yang memiliki
danau yang berfungsi untuk menampung atau menyerap air ke dalam tanah dan
disimpan sebagai cadangan air tanah.
Akan tetapi karena di daerah perkotaan seiring meningkatnya bangunan
yang dibangun sehingga menggeser fungsi lahan hijau sebagai resapan air
menjadi bangunan beton yang tentunya akan menghambat air untuk masuk ke
dalam tanah. Sehingga terjadi genangan air yang selanjutnya terjadi banjir.
6. Penebangan Pohon Secara Liar
Pohon memiliki fungsi untuk mempertahankan suatu kontur tanah untuk
tetap pada posisinya sehingga tidak terjadi longsor, selain itu pohon juga
memiliki fungsi untuk menyerap air sebagaimana telah disebutkan pada poin
sebelumnya. Jika pada wilayah yang seharusnya memiliki pohon yang rimbun
seperti daerah pegunungan ternyata pohonnya ditebangi secara liar, maka sudah
pasti jika terjadi hujan pada daerah tersebut air hujannya tidak akan diserap ke
dalam tanah tetapi akan langsung mengalir ke daerah rendah contohnya daerah
hilir atau perkotaan dan perdesaan yang menyebabkan banjir.
7. Kesadaran Masyarakat yang Kurang Baik
Sikap masyarakat yang kurang sadar terhadap lingkungan juga ternyata
sangat berpengaruh pada resiko terjadinya banjir. Sikap masyarakat yang
kurang sadar mengenai membuang sampah agar pada tempatnya, menjaga
keasrian lingkungan, dan pentingnya menanami pohon menjadi faktor yang
sangat penting untuk terjaganya lingkungan dan agar terhindar dari bencana
banjir. Selain dapat menghindarkan banjir, sikap peduli lingkungan juga dapat
menyehatkan dan tentunya akan meningkatkan taraf hidup masyaraktnya.
Dari beberapa faktor di atas memang nampaknya kesadaran dari
masyarakat untuk menjaga lingkungan sekitar sangat penting agar dapat
terhindar dari banjir. Sangat percuma atau bahkan sia-sia jika program
pemerintah dalam menanggulangi banjir seperti membangun kanal banjir,
memugar saluran air, mengeruk sungai dari sedimentasi, dan yang lainnya jika
tidak didukung oleh kesadaran warganya terhadap menjaga lingkungan
2.3 Dampak yang Ditimbulkan Oleh Banjir
Bencana banjir kadang dapat diprediksi, dan kadang tidak dapat diprediksi.
Banjir dapat diprediksi ketika datang pada saat musim hujan di daerah yang sering
banjir, sedangkan banjir yang tidak dapat diprediksi biasanya terjadi pada daerah
yang jarang terjadi banjir, biasanya berupa air bah atau tanggul jebol. Bencana banjir
dapat merugikan banyak orang karena banjir berdampak negatif baik kesehatan
ataupun terhadap lingkungan. Selain itu bencana banjir juga mengakibatkan
kerusakan dan tidak sedikit masalah lingkungan yang timbul akibat terjadinya banjir.
Untuk lebih mengetahui secara detail tentang akibat yang ditimbulkan oleh banjir,
berikut ini ada 10 akibat dari banjir di berbagai bidang.
1. Banjir dapat melumpuhkan sarana transportasi.
Jika bencana banjir datang, maka akan ada banyak jalanan yang lumpuh dan
tidak bisa dilewati oleh semua jenis kendaraan, baik itu motor, mobil, dan
kendaraan besar. Hal ini tidak lain karena adanya genangan air yang cukup
tinggi sehingga membuat kendaraan tidak dapat melewati daerah tersebut dan
mengakibatkan jalanan tersebut lumpuh.
2. Banjir dapat merusak sarana dan prasarana
Banjir dapat merusak atau mungkin menghancurkan rumah, gedung, tempat
ibadah, sekolah, kantor pemerintahan, mobil, dan angkutan umum.
3. Banjir menghentikan aktivitas sehari-hari
Kegiatan bekerja, sekolah dan aktivitas sehari-hari yang lain akan terhenti
karena musibah banjir. Bencana banjir megakibatkan semua orang tidak dapat
melakukan kegiatan sehari-hari karena jalur transportasi lumpuh.
4. Banjir dapat menghilangkan atau merusak peralatan, harta benda, dan jiwa
manusia.
Bila bencana banjir datang, maka banyak yang kehilangan harta benda, dan
berbagai macam peralatan rumah karena banjir masuk ke dalam rumah. Yang
paling berbahaya yaitu jika bencana banjir sampai merenggut korban jiwa.
5. Banjir dapat mencemari lingkungan sekitar.
Luapan air banjir yang masuk ke rumah-rumah, sekolah, dan tempat umum
lainnya akan membuat lingkungan menjadi kotor karena sampah yang
menumpuk dan tergenang akibat banjir tersebut.
6. Banjir dapat menyebabkan pemadaman listrik.
Apabila bencana banjir melanda suatu daerah, maka daerah tersebut akan
mengalami pemadaman listrik untuk mencegah terjadinya musibah lain,
misalnya listrik kornsleting listrik. Listrik yang padam akan membuat aktifitas
terhenti.
7. Banjir dapat mengganggu atau merusak perekonomian.
Perekonomian suatu daerah akan terganggu karena banjir merendam sektor
penting perekonomian, baik itu pertanian, industri, bahkan transportasi. Dengan
terputusnya akses transportasi, maka bahan makanan yang diangkut oleh truk
dapat membusuk atau mungkin membutuhkan biaya tambahan. Selain itu,
produksi pabrik akan dihentikan sementara waktu karena listrik dipadamkan
atau mesin produksi terendam air sehingga proses produksi tidak dapat
dijalankan seperti biasanya.
8. Banjir dapat mengganggu, atau menghilangkan masa depan.
Jika banjir melanda cukup besar atau berlangsung dalam waktu yang lama,
maka roda kehidupan juga bisa dapat berubah dengan drastis, antara lain :
kehilangan pekerjaan, hutang yang semakin menumpuk, serta kesehatan yang
terganggu. Semua itu dapat mempengaruhi masa depan seseorang, keluarga
atau mungkin masyarakat, baik secara langsung dan tidak langsung.
9. Banjir dapat menyebabkan erosi dan tanah longsor.
Apabila semakin hujan yang turun semakin deras, maka semakin tinggi air
banjir dan dapat mengakibatkan tanah dan jalan terkikis serta bencana longsor.
10. Banjir dapat mendatangkan masalah / gangguan kesehatan (penyakit).
Banjir mengakibatkan lingkungan menjadi tidak bersih, sehingga bibit kuman
penyakit berkembang biak dengan mudah. Selain itu makanan dan minuman
yang sehat lebih slit untuk ditemukan dan jika makanan atau minuman terlalu
sering kena air maka akan mengakibatkan kondisi tubuh menurun
2.4 Tindakan Untuk Mengurangi Dampak Banjir
Beberapa tindakan dalam upaya mengurangi dampak banjir yang terjadi adalah
sebagai berikut :
1. Penataan daerah aliran sungai secara terpadu dan sesuai fungsi lahan.
2. Pembangunan sistem pemantauan dan peringatan dini pada bagian sungai yang
sering menimbulkan banjir.
3. Tidak membangun rumah dan pemukiman di bantaran sungai serta daerah
banjir.
4. Tidak membuang sampah ke dalam sungai. Mengadakan Program Pengerukan
sungai.
5. Pemasangan pompa untuk daerah yang lebih rendah dari permukaan laut.
6. Program penghijauan daerah hulu sungai wajib selalu dilaksanakan serta
mengurangi aktifitas di bagian sungai rawan banjir.
2.5 Penanggulangan Banjir
Mencegah dan menanggulangi banjir tak dapat dilakukan oleh pemerintah saja
atau orang perorang saja. Dibutuhkan komitmen dan kerjasama berbagai pihak untuk
menghindarkan Jakarta dan kota lain di Indonesia dari banjir besar. Tindakan-
tindakan yang dapat dilakukan itu antara lain:
1. Membuang lubang-lubang serapan air
2. Memperbanyak ruang terbuka hijau
3. Mengubah perilaku masyarakat agar tidak lagi menjadikan sungai sebagai
tempat sampah raksasa
Meninggikan bangunan rumah memang dapat menyelamatkan harta benda kita
ketika banjir terjadi, namun kita tidak mencegah terjadinya banjir lagi. Manusia yang
mengakibatkan banjir, manusia pula yang harus bersama-sama menyelamatkan kota.
Menyelamatkan Jakarta dari banjir besar bukan hanya karena berarti menyelamatkan
harta benda pribadi, namun juga menyelamatkan wajah bangsa ini di mata dunia.
Partisipasi seluruh elemen masyarakat harus dilakukan secara terorganisasi dan
terkoordinasi agar dapat terlaksana secara efektif. Sebuah organisasi masyarakat
sebaiknya dibentuk untuk mengambil tindakan-tindakan awal dan mengatur peran
serta masyarakat dalam penanggulangan banjir. Penanggulangan banjir dilakukan
secara bertahap, dari pencegahan sebelum banjir penanganan saat banjir , dan
pemulihan setelah banjir. Tahapan tersebut berada dalam suatu siklus kegiatan
penanggulangan banjir yang berkesinambungan, Kegiatan penanggulangan banjir
mengikuti suatu siklus (life cycle), yang dimulai dari banjir, kemudian mengkajinya
sebagai masukan untuk pencegahan sebelum bencana banjir terjadi kembali.
Pencegahan dilakukan secara menyeluruh, berupa kegiatan fisik seperti pembangunan
pengendali banjir di wilayah sungai sampai wilayah dataran banjir dan kegiatan non-
fisik seperti pengelolaan tata guna lahan sampai sistem peringatan dini bencana
banjir.
2.6 Kekeringan
Kekeringan adalah keadaan kekurangan pasokan air pada suatu daerah dalam
masa yang berkepanjangan (beberapa bulan hingga bertahun-tahun). Biasanya
kejadian ini muncul bila suatu wilayah secara terus-menerus mengalami curah hujan
di bawah rata-rata. Musim kemarau yang panjang akan menyebabkan kekeringan
karena cadangan air tanah akan habis akibat penguapan (evaporasi), transpirasi,
ataupun penggunaan lain oleh manusia (Wikipedia).
Kekeringan merupakan salah satu masalah serius yang sering muncul ketika
musim kemarau tiba. Banyak tempat di Indonesia mengalami masalah kekurangan air
atau defisit air atau kekeringan. Dari perspektif kebencanaan kekeringan
didefinisikan sebagai kekurangan curah hujan dalam periode waktu tertentu (umum-
nya dalam satu musim atau lebih) yang menyebabkan kekurangan air untuk berbagai
kebutuhan (UN-ISDR, 2009). Kekurangan air tersebut berpengaruh terhadap
besarnya aliran permukaan pada suatu DAS. Pada umumnya bencana kekeringan
tidak dapat diketahui mulainya, namun dapat dikatakan bahwa kekeringan terjadi saat
air yang ada sudah tidak lagi mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari.
Kekeringan berkaitan dengan kondisi rata-rata jangka panjang kesetimbangan
antara presipitasi dan evapotranspirasi (yaitu evaporasi+transpirasi) di daerah tertentu
pada kondisi yang sering dianggap “normal”.Kekeringan juga berkaitan dengan
waktu (adanya penundaan pada awal musim penghujan, sehingga periode musim
kemarau lebih panjang) dan tingkat keefektifitasan hujan (yaitu intensitas curah
hujan, jumlah kejadian hujan).Faktor iklim lainnya seperti temperatur yang tinggi,
angin kencang dan kelembapan relatif yang rendah sering dikaitkan sebagai faktor-
faktor yang memperparah kekeringan di banyak daerah di dunia.
2.7 Faktor – Faktor Penyebab Kekeringan
Faktor-faktor penyebab terjadinya bencana kekeringan:
1. Lapisan tanah tipis
Dengan lapisan tanah yang tipis, air hujan yang terkandung dalam tanah
tidak akan bertahan lama. Hal ini dapat terjadi karena air akan lebih cepat
mengalami penguapan oleh panas matahari. Biasanya bencana kekeringan
sering terjadi di daerah pegunungan kars, karena di daerah ini memiliki lapisan
tanah atas yang tipis.
2. Air tanah dalam
Air hujan yang jatuh pada saat musim penghujan, akan meresap jauh ke
dalam lapisan bawah tanah mengingat selain hanya mampu menyimpan air
dengan intensitas yang terbatas, tanah juga tidak mampu menyimpan air dengan
jangka waktu yang lebih lama.Hal ini menyebabkan aliran-aliran air di bawah
tanah (sungai bawah tanah) yang dalam, sehingga tanaman tidak mampu
menyerap air  pada saat musim kemarau, karena akar yang dimiliki tidak
mampu menjangkaunya. Air tanah yang dalam menyebabkan sumber-sumber
mata air mengalami kekeringan di musim kemarau, karena air yang terdapat
jauh di bawah lapisan tanah tidak mampu naik, sehingga kalaupun ada sumber
mata air yang tidak mengalami kekeringan pada musim kemarau, itu jumlahnya
terbatas.
3. Tekstur tanah kasar
Tekstur tanah yang kasar, tidak mampu menyimpan air dengan jangka
waktu yang lama. Karena air hujan yang turun akan langsung mengalir ke
dalam, karena tanah tidak mampu menahan laju air. Di lain sisi, air yang
terkandung dalam tanah yang memiliki tekstur yang kasar akan mengalami
penguapan relatif lebih cepat, karena rongga-rongga tanah jelas lebih lebar dan
sangat mendukung terjadinya proses penguapan.
4. Iklim
Dalam hal ini iklim berkaitan langsung dengan bencana
kekeringan. Keadaan alam yang tidak menentu akan berpengaruh terhadap
kondisi iklim yang terjadi. Sehingga mengakibatkan perubahan musim.
Misalnya: Akibat perubahan kondisi iklim, menyebabkan musim kemarau
berjalan lebih lama daripada musim penghujan, dengan musim kemarau yang
lebih lama tentunya akan memungkinkan terjadinya bencana
kekeringan. Karena kebutuhan air kurang terpenuhi di musim kemarau.
5. Vegetasi
Vegetasi juga mempunyai andil terhadap terjadinya kekeringan .Jenis
vegetasi tertentu seperti ketela pohon yang menyerap air tanah dengan
intensitas yang lebih banyak,daripada tanaman lain, tentunya akan sangat
menguras kandungan air dalam tanah. Dan lebih parahnya, penanaman ketela
pohon banyak terjadi di daerah pegunungan karst yang rawan akan bencana
kekeringan. Vegetasi lain yang dapat memicu kekeringan adalah tanaman
bambu. Bambu memiliki struktur yang sangat rumit, dan menutupi permukaan
tanah (lapisan tanah atas) di sekitar bambu itu tumbuh. Sehingga kemungkinan
tanaman lain untuk tumbuh sangat kecil. Dengan demikian tanaman yang
seharusnya berfungsi untuk menyimpan air tidak ada atau terbatas jumlahnya.
6. Topografi
Topografi atau tinggi rendah suatu daerah sangat berpengaruh terhadap
kandungan air tanah yang dimiliki. Biasanya daerah yang rendah akan memiliki
kandungan air tanah yang lebih banyak daripada di daerah dataran tinggi. Hal
ini disebabkan karena air hujan yang diserap oleh tanah akan mengalir dari
tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Oleh karena itu air akan lebih
banyak terserap oleh tanah di dataran yang lebih rendah. Dengan kata lain.di
dataran tinggi kemungkinan terjadi bencana kekeringan lebih besar daripada di
dataran rendah. Karena dataran tinggi tidak mampu menyimpan air lebih lama.
Dapat dipahami bahwa Indonesia terletak di wilayah geografis dimana
Indonesia terletak diantara dua benua juga dua samudera. Sementara itu Indonesia
pun terletak di sepanjang garis khatulistiwa. Semua fakta geografis ini membuat
wilayah Indonesia rentan terhadap gejala kekeringan sebab iklim yang berlaku di
wilayah tropis memang iklim monsoon yang diketahui sangat sensitive terhadap
perubahan ENSO atau El-Nino Southern Oscilation. ENSO inilah yang menjadi
penyebab utama kekeringan yang muncul apabila suhu di permukaan laut pasifik
equator tepatnya di bagian tengah sampai bagian timur mengalami peningkatan suhu.
Meski demikian, para peneliti menyimpulkan bahwa anomaly ENSO tidak
menjadi penyebab satu-satunya atas gejala kekeringan di Indonesia. Kekeringan
umumnya diperparah penyebab lainnya diantaranya :
1. Terjadinya pergeseran daerah aliran sungai atau DAS utamanya di wilayah
hulu. Hal ini membuat lahan beralih fungsi, dari vegetasi menjadi non-vegetasi.
Sedangkan efek dari perubahan ini adalah sistem resapan air di atas yang
menjadi kacau dan akhirnya menyebabkan kekeringan.
2. Terjadinya kerusakan hidrologis wilayah hulu sehingga waduk dan juga saluran
irigasi diisi oleh sendimen. Hal ini kemudian menjadikan kapasitas dan daya
tampung menjadi drop. Cadangan air yang kurang akan memicu kekeringan
parah saat musim kemarau tiba.
3. Penyebab kekeringan di Indonesia lainnya adalah persoalan agronomis atau
dikenal juga dengan nama kekeringan agronomis. Hal ini diakibatkan pola
tanam petani di Indonesia yang memaksakan penanaman padi pada musim
kemarau dan mengakibatkan cadangan air semakin tidak mencukupi.
2.8 Dampak Kekeringan
1. Fisik
a. Kerusakan terhadap habitat spesies ikan dan binatang.
b. Erosi-erosi angin dan air terhadap tanah.
c. Kerusakan spesies tanaman.
d. Pengaruh-pengaruh terhadap kualitas air (salinisasi).
e. Pengaruh-pengaruh terhadap kualitas udara (debu, polutan, berkurangnya
daya pandang).
f. Kekeringan juga menjadikan tanah menjadi mengeras dan retak-retak,
sehingga sulit untuk dijadikan lahan pertanian.
g. Keadaan suhu siang hari pada saat kekeringan akibat musim kemarau
menjadikan suhu udara sangat tinggi dan sebaliknya pada malam hari suhu
udara sangat dingin. Perbedaan suhu udara yang berganti secara cepat antara
siang dan malam menyebabkan terjadinya pelapukan batuan lebih cepat.
2. Non Fisik
a. Ekonomi
1) Kerugian-kerugian produksi tanaman pangan, susu, ternak, kayu, dan
perikanan.
2) Kerugian pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional.
3) Kerugian pendapatan petani dan lain-lain yang terkena secara langsung.
4) Kerugian-kerugian dari bisnis turisme dan rekreasi.
5) Kerugian pembangkit listrik tenaga air dan meningkatkan biaya-biaya
energi.
6) Kerugian-kerugian yang terkait dengan produksi pertanian.
7) Menurunya produksi pangan dan meningkatnya harga-harga pangan.
8) Pengangguran sebagai akibat menurunnya produksi yang terkait dengan
kekeringan.
9) Kerugian-kerugian pendapatan pemerintah dan meningkatnya kejenuhan
pada lembaga-lembaga keuangan.
b. Sosial Budaya
1) Saat terjadi kekeringan, tanah menjadi kering dan pasir lembut atau debu
mudah terbawa angin. Hal ini menyebabkan debu ada dimana, sehingga
menimbulkan banyak gejala penyakit yang berhubungan dengan pernafasan.
Banyak orang yang akan sakit flu dan batuk.
2) Pengaruh-pengaruh kekurangan pangan ( kekurangan gizi, kelaparan).
3) Hilangnya nyawa manusia karena kekurangan pangan atau kondisi-kondisi
yang terkait dengan kekeringan.
4) Konflik di antara penggunan air.
5) Masalah kesehatan karena menurunnya pasokan air.
6) Ketidakadilan dalam distribusi akibat dampak-dampak kekeringan dan
bantuan pemulihan.
7) Menurunnya kondisi-kondisi kehidupan di daerah pedesaan.
8) Meningkatnya kemiskinan, berkurangnya kualitas hidup.
9) Kekacauan sosial, perselisihan sipil.
10) Pengangguran meningkat, karena yang tadinya bertani kehilangan mata 
pencaharian.
11) Migrasi penduduk untuk mendapatkan pekerjaan atau bantuan
pemulihan,banyaknya TKI (tenaga kerja indonesia) yang memilih keluar
negeri.
c. Politik
Pemerintah harus bekerja keras untuk membuat kebijakan penanggulangan
bencana kekeringan. Badan khusus penanggulangan bencana juga harus
dibentuk, seperti yang sudah dibentuk di Indonesia yaitu BNPB (Badan
Nasional Penanggulangan Bencana).
2.9 Indeks Kekeringan
Suatu ukuran dari perbedaan kebutuhan dan ketersediaan sumber air:
Suplai Air yang tersedia(Qada )
I=
Suplai Air yang terpakai(Qbut )

Dalam wilayah DAS, dapat dirumuskan:

I = Indeks = B el + Jumlah (Bi)

Dimana:

Bel = perbedaan elevasi dalam tampungan saat ini dengan dengan periode
yang panjang
B = perbedaan curah hujan rata-rata saat ini dengan rata-
rata bulanan periode yang panjang.
i = angka 0 sampai 6 (masa musim hujan 6 bln dan
musim kering 6 bln)
2.10 Penanggulangan Kekeringan
1. Penanggulangan Sebelum Bencana Kekeringan
a. Usaha yang dilakukan untuk mencegah kekeringan antara lain:
b. Memanfaatkan sumber air yang ada secara lebih efisien dan efektif.
c. Memprioritaskan pemanfaatan sumber air yang masih tersedia sebagai air
baku untuk air bersih.
d. Menanam pohon dan perdu sebanyak-banyaknya pada setiap jengkal lahan
yang ada di lingkungan tinggal kita.
e. Membuat waduk (embung) disesuaikan dengan keadaan lingkungan
f. Memperbanyak resapan air dengan tidak menutup semua permukaan
dengan plester semen atau ubin keramik.
g. Kampanye hemat air, gerakan hemat air, perlindungan sumber air.
h. Memelihara sumber-sumber air.
2. Penanggulangan Pada Saat Bencana Kekeringan
1) Usaha yang dilakukan untuk mencegah kekeringan antara lain:
2) Hindari mengunakan air terlalu banyak saat mandi.
3) Hindari membiarkan air kran di wastafel hidup saat menggosok gigi, cuci
muka atau mencukur.
4) Tempatkan ember di kamar mandi untuk menangkap kelebihan air saat
mandi, dan air tersebut digunakan menyiram tanaman.
5) Hindari pembilasan pada toilet yang tidak perlu.
6) Mengoperasikan mesin pencuci piring otomatis hanya saat piring kotor
penuh dalam mesin.
7) Hindari membilas piring sebelum menempatkannya dalam mesin cuci
piring, cukup menghilangkan kotoran/ partikel besar makanan. (Sebagian
besar mesin pencuci piring dapat membersihkan piring kotor dengan
sangat baik, sehingga piring tidak harus dibilas sebelum dicuci).
8) Hindari menggunakan air kran untuk mencairkan daging atau makanan
beku lainnya, gunakan defrost di kulkas atau menggunakan pengaturan
defrost pada oven microwave.
9) Mengoperasikan mesin pakaian otomatis hanya saat pakain kotor penuh
atau mengatur tingkat air untuk ukuran beban pakaian.
10) Selalu mencari pencuci mobil komersial yang mendaur ulang air.
11) Jika mencuci mobil sendiri, gunakanlah nozzle shut-off yang dapat
disesuaikan.
12) Hindari penyiraman rumput dan tanaman secara berlebihan.
13) Periksa sistem sprinkler dan menyesuaikan penyiraman sehingga hanya
rumput dan tanam yang disiram bukan rumah, trotoar, atau jalan.
3. Penanggulangan Setelah Bencana Kekeringan
Kekeringan di Indonesia biasanya terjadi di wilayah pertanian tadah hujan,
wilayah irigasi golongan, wilayah gardu liar dan juga titik endemic kekeringan. Ada
beberapa hal yang bisa dilakukan sebagai upaya untuk menanggulangi kekeringan di
Indonesia, antara lain:
a. Memperbaharui paradigma petani terkait kebiasaan memaksakan
penanaman padi di musim kemarau.
b. Membangun atau merehabilitasi jaringan sistem irigasi
c. Membangung serta memelihara wilayah konservasi lahan juga wilayah
resapan air.
d. Mengaplikasikan juga memperhatikan lebih cermat peta rawa yang
mengalami kekeringan.
e. Menciptakan kalender tanam.
f. Pemerintah menyediakan informasi perubahan iklim yang lebih akurat.
2.11 Bencana Banjir dan Kekeringan di Indonesia
1. Banjir di Kabupaten Bandung
Kabupaten Bandung merupakan kawasan yang paling sering terjadi banjir.
Bencana banjir tersebut tidak hanya disebabkan faktor alam, tetapi juga dipengaruhi
faktor sosial seperti terjadinya peningkatan jumlah penduduk yang kemudian
memperlebar wilayah pemukiman sehingga tidak sejalan lagi dengan daya dukung
lingkungan yang ada. Kawasan Kabupaten Bandung sendiri secara geografis dilalui
tiga sungai besar yaitu Sungai Citarum, Citanduy dan Cisangkuy. Disaat musim
penghujan muara pertemuan ketiga sungai tersebut meluap dan menggenangi
pemukiman warga yang lokasinya semakin mendekati bantaran sungai. Konsentrasi
penduduk yang padat di kawasan titik muara tiga anak sungai di Kabupaten Bandung
menyebabkan mereka tidak bisa menghindar dari bencana banjir.
Kontur topografis wilayah Bandung berada di antara bukit-bukit dan gunung-
gunung yang memiliki aliran sungai utama, yakni Sungai Citarum dan anak-anak
sungai yang bermuara ke Sungai Citarum tersebut. Dari 31 Kecamatan yang ada di
Kabupaten Bandung, terdapat tiga kecamatan rawan banjir yaitu Kecamatan
Baleendah, Kecamatan Dayeuhkolot, dan Kecamatan Bojongsoang yang ketiganya
saling berdekatan dan berada di daerah aliran Sungai Citarum.
Berdasarkan kajian karakter DAS Citarum (2011), 94% (879,8 ha) wilayah
Dayeuhkolot berpotensi terkena banjir setiap tahun. Wilayah ini termasuk DAS
Citarum bagian hulu. Terdapat dua wilayah yang terkena banjir untuk Kecamatan
Baleendah yaitu Kelurahan Andir dan Kelurahan Baleendah.
Banjir di Kabupaten Bandung adalah bencana yang telah terjadi lebih dari tiga
dekade lalu dan semakin besar potensinya jika terjadi hujan dengan intensitas sangat
tinggi. Sejarah mencatat banjir besar pertama kali terjadi pada tahun 1986. Kejadian
banjir yang terjadi pada tahun 1986 tersebut menggenangi 10 desa di 10 kecamatan.
Tujuh kecamatan di antaranya Baleendah, Buah batu, Dayeuhkolot, Majalaya,
Rancaekek, Banjaran dan Pameungpeuk. Dampak yang ditimbulkan sebanyak 68.635
jiwa menderita dan 38.672 mengungsi serta terdapat 5 korban tewas
Beberapa upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam mengantisipasi
banjir dengan melakukan normalisasi sungai, diantaranya pelebaran dan pengerukan
sungai, relokasi jembatan Citarum yang menghubungkan Bojongsoang dengan
Baleendah, pengerukan Citarum antara Baleendah dan Dayeuhkolot, meninggikan
tanggul di sekitar Desa Andir Kecamatan Dayeuhkolot, dan membuat sodetan
Citarum di beberapa tempat.
Meskipun upaya-upaya memperlancar arus aliran Sungai Citarum tersebut terus
dilakukan, di lain sisi upaya-upaya tersebut tidak diimbangi dengan upaya menjaga
lingkungan sekitar bantaran sungai untuk terbebas dari bangunan atau pemukiman
penduduk. Selain itu, upaya normalisasi tidak didukung dengan sistem pemanfaatan
lahan penunjang di sekitar daerah aliran Sungai Citarum. Hasil penelitian yang
dilakukan mengungkapkan bahwa pada tahun 2010, terjadi perubahan di sekitar
kawasan Citarum seperti; perubahan penggunaan lahan, meningkatnya volume
sampah dan limbah, tanah longsor akibat perubahan penggunaan lahan, dan
beroperasinya pabrik-pabrik di wilayah serapan air. Pemerintah melakukan program
yang dipandang menjadi solusi mengatasi masalah banjir, yakni membangun rumah
susun sewa sebagai upaya merelokasi sementara masyarakat yang tinggal di kawasan
paling rentan terkena dampak banjir. Jika banjir telah surut, pengungsi kembali ke
tempat tinggal masing-masing.
Hambatan dalam upaya penanganan banjir di Kabupaten Bandung tidak dapat
dilepaskan dari kebijakan pemerintah sendiri. Kebijakan pemerintah mengenai tata
ruang, pada satu sisi menjadi penghambat dalam upaya penanganan banjir di
Kabupaten Bandung. Rencana tata ruang wilayah adalah suatu rencana yang harus
bersesuaian dengan rencana detail nasional, sehingga untuk menetapkan rencana tata
ruang wilayah kabupaten atau kota harus sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
provinsi dan rencana tata ruang wilayah nasional. Rencana tata ruang Kabupaten
bandung tidak secara spesifik mengatur mengenai rencana aksi penanggulangan
banjir, hal ini dapat dilihat pada Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No 20 tahun
2012. Dalam keputusan tersebut belum secara rinci tergambarkan mengenai daerah-
daerah yang rawan bencana, sehinga belum dapat diberikan batasan-batasan dan
rencana detail mengenai penanganan banjir tersebut. Oleh karena rencana detail tata
ruang tersebut belum dapat diselesaikan, hal ini tentu saja menghambat proses
perencanaan yang berdampak pada semakin sulitnya menangani banjir. Salah satu hal
yang seharusnya dapat ditetapkan segera untuk menghindari dampak yang lebih luas
dari terjadinya banjir adalah merencanakan zonasi peruntukan wilayah. Dengan
adanya kepastian zonasi ini tentunya akan memudahkan pemerintah daerah untuk
menata wilayahnya.
Banjir di Kabupaten Bandung telah menimbulkan perubahan baik fisik maupun
non fisik. Perubahan fisik tampak pada dampak yang ditimbulkan akibat banjir
seperti perubahan pada konstruksi rumah. Masyarakat mengembangkan pola adaptasi
untuk menghadapi ancaman banjir dengan membuat konstruksi rumah dua lantai bagi
yang mampu, sementara bagi keluarga yang kurang mampu membuat atap (parako)
untuk menyimpan barang-barang yang dianggap penting. Pola adaptasi tersebut
menjadi strategi survivalitas untuk kembali menghadapi banjir di masa yang akan
datang. Hal ini terkait dengan keengganan masyarakat untuk pindah ke tempat lain
atau direlokasi oleh pihak pemerintah. Keengganan tersebut disebabkan akan
terganggunya kehidupan sosial ekonomi yang telah mapan di tempat asal yang belum
ditentu terjamin di tempat yang baru nantinya.
Selanjutnya perubahan non fisik tampak pada perubahan kepercayaan, norma
dan interaksi sosial. Banjir yang terjadi di Kabupaten Bandung menunjukkan adanya
perubahan kepercayaan dari kondisi sebelum dengan sesudah bencana banjir.
Kepercayaan ini dapat dilihat terutama pada saat bencana terjadi, masyarakat yang
terkena bencana secara bersama-sama saling menjaga harta benda mereka untuk
menghindari masuknya orang yang berniat untuk memanfaatkan kondisi bencana
tersebut demi keuntungan pribadi. Kepercayaan juga dapat terlihat dari proses
pendistribusian bantuan logistik kepada masyarakat yaitu berupa makanan, pakaian,
selimut, alat masak, tenda, obat-obatan. Situasi tersebut tidak menimbulkan konflik
diantara warga yang terkena bencana.

Gambar 1. Kondisi Banjir di Kabupaten Bandung


Menurut berita online, Hujan deras kembali mengguyur wilayah Kota Bandung
dan Kabupaten Bandung dalam beberapa hari ke belakang. Bahkan pada Jumat
(20/3), hujan deras terjadi sejak siang sampai malam hari. Hal ini membuat sejumlah
wilayah di Kabupaten Bandung kembali terendam banjir.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung mendata,
dua kecamatan terendam banjir dengan ketinggian air berbeda-beda. Di Kecamatan
Dayeuhkolot genangan mulai dari 10-40 sentimeter. Sedangkan di Kecamatan
Baleendah 10-30 sentimeter. Banjir tersebut membuat sedikitnya 4.826 rumah, 29
tempat ibadah dan 13 sekolah terdampak "Korban terdampak 6.524 kepala keluarga
atau 22.678 jiwa. Sebanyak 30 kepala keluarga atau 83 jiwa mengungsi," kata
Manajer Pusdalops BPBD Provinsi Jawa Barat Budi Budiman Wahyu dalam
keterangannya, Jumat (20/3) malam.
Hasil pantauan sekitar pukul 17.00 WIB, kemarin, tinggi muka air beragam. Air
masih menggenangi beberapa wilayah. BPBD masih melakukan kaji cepat ke
beberapa lokasi kejadian. Selain melakukan kaji cepat, BPBD juga telah membuka
posko lapangan dan berkoordinasi dengan aparat setempat.

a. Penyebab Banjir
Berdasarkan kondisi banjir di Kabupaten Bandung ini, dapat kita analisis
kemungkinan penyebab banjir di Kabupaten Bandung ini. Penyebab utama dalam
bencana banjir sekarang ini, dikarenakan curah hujan yang tinggi, selama beberapa
hari ke belakang, Bandung masih saja diguyur hujan. Bahkan hujannya dalam waktu
yang relative lama. Sehingga air sungai citarum, cisangkuy bahkan citanduy dapat
meluap. Selain faktor tersebut eperti yang telah di sebutkan sebelumnya pada macam-
macam penyebab banjir, yang dapat menjadi faktor lainnya adalah kesadaran
masyarakat. Kesadaran masyarakat ini sangat penting dalam upaya pencegahan
banjir. Karena banyak sekali ulah-ulah manusia yang dapat menyebabkan banjir ini.
Bahkan dapat dibilang dari hal-hal yang kecil pun dapat menyebabkan banjir seperti,
membuang sampah sembarangan, atau membuang sampah di selokan, yang nantinya
tentu saja menghambat aliran air karena salurannya tersumbat oleh sampah-sampah
yang tidak dibuang di tempatnya.
Adapun faktor lain yang dapat menyebabkan kebanjiran di Kabupaten Bandung
ini, yaitu daerah resapan air yang sedikit. Bukan tidak mungkin, karena Bandung
sekarang merupakan kawasan padat penduduk. Ditambah dengan kawasan industri
seperti Kabupaten Bandung ini, tidak jarang manusia lebih mementingkan bangunan
untuk industrinya dari pada lahan untuk resapan.
b. Dampak Banjir
Dampak banjir yang jelas adalah, aktivitas beberapa masyarakat terganggu.
Terlepas dari adanya virus corona yang sedang melanda, dan mengharuskan
warganya tetap berada di rumah, justru bencana banjir ini malah membuat
masyarakat yang lain kerepotan, karena selain harus menjaga diri dari virus,
masyarakat juga harus menjaga diri dari kemungkinan penyakit yang akan muncul,
karena air yang membanjiri bukanlah air bersih.
c. Penanggulangan Banjir
Penanggulangan sebelum banjir dapat dilakukan oleh masyarakat dan
pemerintah secara bersama-sama. Tanpa adanya kerja sama yang baik, upaya
pencegahan akan sia-sia. Hal ini dapat dimulai dari kesadaran masyarakat dan juga
pemerintah, seperti :
1) Masyarakat harus sadar akan pentingnya daerah resapan air. Dengan melakukan
penghijauan terutama di bagian hulu sungai, dan tetap memperhatikan lahan
untuk serapan air di tanah milik mereka sendiri.
2) Selain itu, masyarakat juga perlu sadar akan bahayanya jika masyarakat terus
menerus membuang sampah di sungai maupun saluran air. Bahkan ada pula
yang membuah kasur di sungai. Tentu saja, selain dapat membuat banjir, sungai
pun akan tercemar.
3) Langkah yang paling berpengaruh adalah, tidak mengganggu area sungai,
seperti membangun rumah di pinggiran sungai, dan pemerintah dapat
melakukan pemantauan agar upaya ini dapat terlaksana.
2. Kekeringan di Desa Suwatu, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah

Gambar 2. Sawah kering di Desa Suwatu, Kabupaten Grobogan Jawa Tengah


Fenomena kekeringan juga terjadi di Kabupaten Grobogan Provinsi Jawa
Tengah. Berdasarkan pemberitaan Kompas.com online tanggal 20 September 2019
Desa Suwatu, Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah merupakan
salah satu permukiman terparah yang dilanda krisis air selama musim kemarau
berkepanjangan ini.  Desa yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Ngawi, Jawa
Timur ini berlokasi terpencil di sekitar kawasan hutan pegunungan kendeng.  Untuk
menuju ke sana bisa ditempuh dengan perjalanan darat dengan kendaraan sekitar 2
jam dari Kota Purwodadi. Akses jalan masuk ke Desa Suwatu pun kurang begitu
memadai, masih banyak ditemui permukaan jalan berupa bebatuan dan tanah.
Selama lebih dari tiga bulan sejak awal kemarau di bulan Mei, Desa Suwatu
mengalami puncak krisis air. Sungai telah mengering, pun demikian juga sumur tadah
hujan andalan warga telah garing.  Bahkan, sekitar 150 hektar lahan pertanian di desa
terpencil ini sudah tidak difungsikan akibat tak ada lagi pasokan air. Tercatat, sudah
tiga bulan ini aktivitas bertani tidak lagi ditemui di desa yang dihuni oleh sekitar
2.500 jiwa ini.
Saat kemarau, para warga yang mayoritas petani memilih merantau ke daerah
lain supaya bisa terus menyambung hidup. Mereka beralih profesi menjadi buruh
bangunan di Jakarta dan sebagainya. Saat penghujan, mereka pun pulang ke kampung
halaman untuk kembali bertani. Krisis air selama berbulan-bulan menjadi mimpi
buruk bagi warga Desa Suwatu. Tak adanya pasokan air, warga akhirnya memilih
berburu air dengan menciptakan "belik" pada sungai yang telah mengering.
Belik adalah lubang-lubang yang digali di dasar sungai untuk mencari sumber
air. Bentuk dan ukurannya menyerupai sumur. Selama ini, Desa Suwatu memang
tidak terakses pasokan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Begitu juga dengan Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis
Masyarakat (Pamsimas) yang tak menjangkau Desa Suwatu.
Warga Desa Suwatu juga mengaku kuwalahan dengan krisis air yang telah
bersarang di desanya. Menurut dia, sudah sebulan ini kebutuhan untuk mandi telah
menjadi rutinitas yang langka bagi warga Desa Suwatu. Terlebih lagi, kantong-
kantong air dari setiap belik kian menyusut.
Perangkat Desa Suwatu, Suwanto, mengatakan, mayoritas warganya harus
mengurangi penggunaan air yang diambil dari belik karena volume air di belik mulai
minim sejak sebulan ini. Bahkan, kini warga sudah mempersiapkan diri membeli stok
tisu basah untuk keperluan mandi.
Bulan September diprediksi menjadi puncak krisis air akibat kemarau yang
berkepanjangan di wilayah Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Berdasarkan data
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Grobogan, krisis air
yang melanda sejumlah desa sejak Juni lalu berangsur meluas. Awal September ini
tercatat sudah ada 105 desa dari 15 Kecamatan yang mengalami kekeringan hingga
meminta bantuan dropping air kepada pemerintah.
Kepala Seksi Pelayanan PMI Grobogan, Gesit Kristiawan, mengatakan,
bencana kekeringan yang melanda wilayah Kabupaten Grobogan bahkan telah
menjadi perhatian bagi media Jepang The Asahi Shimbun.  Salah satu media
ternama di Jepang itu bahkan mengirimkan Kepala Kantor Biro Koresponden untuk
Indonesia, Hidefumi Nogami dan satu wartawannya yang juga menjadi penerjemah
Endang R Suciyati datang ke Grobogan didampingi tim dari PMI Provinsi Jateng,
Selasa (10/9/2019). Rombongan tamu tersebut sempat diajak tim dari PMI Grobogan
untuk meliput proses penyaluran bantuan air bersih di Desa Kenteng, Kecamatan
Toroh. Mulai dari proses pengambilan air bersih ke dalam mobil tangki, hingga
penyerahannya pada warga. Mereka ingin melihat secara langsung dampak perubahan
iklim yang terjadi di dunia. Menurutnya, perubahan iklim yang terjadi saat ini
merupakan kejadian luar biasa.

Gambar 3. Sungai Alami dan Irigasi pun kering


a. Penyebab Kekeringan
Perubahan iklim yang terjadi menjadi salah satu penyebab dari bencana
kekeringan yang melanda Desa Suwatu, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah pada
sekitar bulan September 2019 lalu yang merupakan puncak dari kekeringan yang
terjadi. Tentu saja iklim tidak bisa kita prediksi akan seperti apa, maka dari itu
masyarakat pun membuat beberapa cadangan air agar kekeringan tidak semakin
memburuk. Tetapi kenyataannya, air yang berada dalam cadangan pun tidak
memenuhi kebutuhan masyarakat di desa tersebut. Selain itu, desa ini pun tidak
mendapatkan bantuan pasokan air bersih, yang tentu saja menyebabkan hal lain
seperti munculnya penyakit yang dapat terjangkit oleh masyarakat.
b. Dampak Kekeringan
Dampak yang muncul dalam kekeringan yang melanda Desa Suwatu,
Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah ini, yaitu tentu saja kekurangan air bersih untuk
kebutuhan primer. Bahkan untuk mandi pun susah, mereka harus menyediakan tisu
basah agar mereka dapat mandi. Selain itu, sawah-sawah yang ada terkena
kekeringan, tanaman pada mati. Para petani tidak dapat bercocok tanam. Akibatnya
ekonomi mereka semakin menurun, tidak sedikit masyarakat yang pindah kota
terlebih dahulu agar tetap dapat menyambung hidup.
c. Penanggulangan kekeringan
Adapun upaya Penanggulangan Sebelum Bencana Kekeringan yang dapat
dilakukan seperti :
1) Memanfaatkan sumber air yang ada secara lebih efisien dan efektif.
2) Memprioritaskan pemanfaatan sumber air yang masih tersedia sebagai air baku
untuk air bersih.
3) Menanam pohon dan perdu sebanyak-banyaknya pada setiap jengkal lahan
yang ada di lingkungan tinggal kita.
4) Membuat waduk (embung) disesuaikan dengan keadaan lingkungan
5) Memperbanyak resapan air dengan tidak menutup semua permukaan dengan
plester semen atau ubin keramik.
6) Kampanye hemat air, gerakan hemat air, perlindungan sumber air.
7) Memelihara sumber-sumber air.
Selain itu ada juga penanggulangan pada saat bencana kekeringan. Usaha yang
dilakukan untuk mencegah kekeringan antara lain:
1) Hindari mengunakan air terlalu banyak.
2) Tempatkan ember di kamar mandi untuk menangkap kelebihan air saat mandi,
dan air tersebut digunakan menyiram tanaman.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Banjir merupakan suatu keadaan sungai, dimana aliran air tidak tertampung
oleh palung sungai, sehingga terjadi limpasan dan atau genangan pada lahan yang
semestinya kering. Adapun yang dapat menyebabkan bajir adalah permukaan tanah
yang lebih rendah dibandingkan muka air laut, curah hujan yang tinggi sehingga
dapat menyebabkan air sungai meluap, lalu aliran sungainya tidak lancer akibat
banyak sampah, daerah resapan air yang kurang, serta yang paling utama adalah
kesadaran masyarakat mengenai penyebab banjir yang rata-rata oleh tangan manusia.
Tentu saja banjir ini memberikan dampak yang besar untuk wilayah yang
terkena banjir, seperti akses transportasi darat jadi tertutup, aktivitas terganggu,
bahkan dapat menyebabkan penurunan ekonomi di sejumlah masyarakat. Maka
masyarakat dan pemerintah harus sadar akan upaya untuk pencegahan bencana banjir,
seperti masyarakat dapat melaksanakan program penghijauan, lebih menjaga
kelestarian alam, memperhatikan daerah resapan air serta banyak lagi program yang
dapat dilaksanakan.
Kekeringan di Indonesia juga bukan suatu hal yang jarang terjadi. Kekeringan
sering terjadi disaat musim kemarau. Kekeringan adalah keadaan kekurangan
pasokan air pada suatu daerah dalam masa yang berkepanjangan (beberapa bulan
hingga bertahun-tahun). Biasanya kejadian ini muncul bila suatu wilayah secara terus
menerus mengalami curah hujan dibawah rata-rata. Musim kemarau yang panjang
akan menyebabkan kekeringan karena cadangan air tanah akan habis akibat
penguapan (evaporasi), transpirasi, ataupun penggunaan lain oleh manusia.
Adapun faktor yang dapat menyebabkan kekeringan, yaitu lapisan tanah yang
tipis, air tanah dalam, tekstur tanah kasar, iklim, vegetasi, serta topografi. Kekeringan
pun bisa dianggap bencana, karena adanya dampak yang muncul seperti kerusakan
terhadap habitat spesies ikan dan binatang, erosin angina dan air terhadap tanah,
kerusakan spesies tanaman, pengaruh terhadap kualitas air, keadaan suhu siang hari
bisa sangat tinggi, tetapi saat malam bisa sangat dingin. Hal ini dapat menyebabkan
terjadinya pelapukan batuan lebih cepat. Selain dampak tersebut, dalam hal ekonomi
masyarakat pun berpengaruh. Apalagi saat kekeringan melanda daerah agraris,
kerugian produksi tanaman untuk pangan pun tidak dapat dihindari, serta masih
banyak kerugian-kerugian yang lainnya. Maka upaya pencegahan serta
penanggulangan bencana kekeringan pun harus banyak dilakukan di daerah-daerah.
3.2 Rekomendasi
Untuk menghindari bencana banjir yang disebabkan oleh ulah manusia,
masyarakat tentunya perlu diberikan sosialisasi mengenai betapa pentingnya menjaga
lingkungan, dan kita pun seharusnya tidak bosan untuk selalu mengajak dan beraksi.
Karena semua ini dilakukan untuk kebaikan bersama. Dengan adanya kerja sama
yang baik, akan menciptakan lingkungan yang aman, bersih, sehat serta nyaman, dan
tentu saja mengurangi dampak yang akan muncul dari bencana banjir dan kekeringan.
DAFTAR PUSTAKA

Dwi Hastuti, S. C. (2017). Mitigasi, Kesiapsiagaan, dan Adaptasi Masyarakat


Terhadap Bahaya Kekeringan , Kabupaten Grobogan. Jurnal GeoEco, 47-57.

Indonesia, K. K. (2016). Sudah Siapkah Kita Menghadapi Banjir ?

Kontributor Grobogan, P. D. (2019, 09 22). Kompas.com. Retrieved 03 22, 2020,


from Fakta Krisis Air di Grobogan: Warga Mandi 3 Hari Sekali dan Stok Tisu
Basah, hingga Menjadi Perhatian Media Jepang:
https://regional.kompas.com/read/2019/09/22/18593721/fakta-krisis-air-di-
grobogan-warga-mandi-3-hari-sekali-dan-stok-tisu-basah?page=all

R.A. Tachya Muhamad, B. S. (2017). Modal Sosial Dalam Penanggulangan Banjir.


Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosiologi, 101-114.

Sutrisno, D. (2020, 03 21). IDN TIMES JABAR. Retrieved 03 22, 2020, from
Kabupaten Bandung Kembali Diterjang Banjir, 22.678 Jiwa Terdampak:
https://jabar.idntimes.com/news/jabar/debbie-sutrisno/kabupaten-bandung-
kembali-diterjang-banjir-22678-jiwa-terdampak

Anda mungkin juga menyukai