Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Alam merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia, oleh karena itu
manusia tidak dapat dipisahkan dari alam. Alam memang sangat erat kaitannya dengan
kehidupan manusia, akan tetapi selain menguntungkan alam juga dapat merugikan bagi manusia
contohnya bencana alam. Bencana alam yang sering terjadi di Indonesia antara lain yaitu : banjir,
kemarau panjang, tsunami, gempa bumi, gunung berapi, dan tanah longsor. Hal ini disebabkan
karena letak wilayah Indonesia berada diatas lempeng bumi yang labil dan dilalui oleh dua jalur
pengunungan muda dunia yaitu Pegunungan Mediterenia disebelah barat dan Pengunungan
Sirkum Pasifik disebelah timur menyebabkan Indonesia banyak memiliki gunung api yang aktif
dan rawan terjadi bencana.

Di Indonesia banyak kita temukan tanah pelapukan yang bersumber dari letusan gunung
berapi. Tanah hasil pelapukan ini mempunyai komposisi tanah yang sedikit lempung dengan
sedikit pasir dan juga subur. Adapun tanah pelapukan yang terdapat diatas batuan kedap air pada
perbukitan dan mempunyai kemiringan sedang maupun terjal sangat berpotensi mengakibatkan
terjadinya bencana tanah longsor pada musim penghujan. Oleh karena itu jika diperbukitan itu
tidak terdapat tanaman dengan akar yang kuat dan dalam maka daerah tersebut sangat rentan
terjadi bencana tanah longsor.

Fenomena tanah longsor merupakan hal biasa ketika terjadi peralihan dari musim kemarau
ke musim hujan. Kementrian Riset dan Teknologi (KRT) menyebutkan bahwa banyaknya tanah
retak akibat kekeringan yang tiba-tiba terkena hujan lebat, maka tanah tersebut longsor. Ada dua
hal penyebab tanah longsor yang berkaitan dengan hujan, yakni hujan berintensitas tinggi dalam
waktu singkat dan menerpa daerah yang kondisi tanahnya labil. Tanah kering ini menjadi labil
dan mudah longsor saat terjadi hujan. Kondisi lain adalah akumulasi curah hujan dimusim hujan
pada tebing terjal yang menyebabkan runtuh. Tanah longsor ini cukup berbahaya dan dapat
mengakibatkan korban jiwa tidak sedikit (Kusnoto, 2008:3).
Bencana alam apapun bentuknya memang tidak diinginkan. Maka daripada itu seharusnya
manusia dapat berpikir bagaimana untuk dapat hidup selaras dengan alam. Karena alam tidak
dapat ditentang begitu pula dengan bencana.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan bencana alam?
2. Apa yang dimaksud dengan tanah longsor?
3. Bagaimana usaha-usaha menanggulangi tanah longsor?
4. Bagaimana mitigasi bencana tanah longsor?
5. Bagaimana prinsip penanggulangan bencana tanah longsor?
6. Bagaimana manajemen bencana tanah longsor?
7. Bagaimana peran perawat dalam managemen bencana?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan bencana alam;
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan tanah longsor;
3. Mengetahui usaha-usaha untuk menanggulangi tanah longsor;
4. Mengetahui bagaimana mitigasi bencana tanah longsor;
5. Mengetahui prinsip penanggulangan bencana tanah longsor;
6. Mengetahui bagaimana manajemen bencana tanah longsor;
7. Mengetahui peran perawat dalam managemen bencana;
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Bencana Alam


2.1.1 Definisi Bencana Alam
Bencana adalah suatu peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh factor alam dan atau factor nonalam maupun
factor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana tidak terjadi begitu saja, namun ada
factor kesalahan dan kelalaian manusia dalam mengantisipasi alam dan kemungkinan bencana
yang dapat menimpanya. Masyarakat yang tinggal di lereng gunung curam, menghadapi risiko
kemungkinan terjadinya tanah longsor (Soehatman, 2010:17).

Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami (suatu peristiwa fisik,
seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah longsor) dan aktivitas manusia. Karena
ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat sehingga
menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan structural, bahkan sampai kematian.

2.1.2 Klasifikasi Bencana Alam


Klasifikasi bencana alam berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu :

1. Bencana Alam Geologis

Bencana alam ini disebabkan oleh gaya-gaya yang berasal dari dalam bumi (gaya
endogen). Yang termasuk dalam bencana alam geologis adalah gempa bumi, letusan
gunung berapi dan tsunami.

2. Bencana Alam Klimatologis

Bencana alam klimatologis merupakan bencana alam yang disebabkan oleh factor angina
dan hujan. Contoh bencana alam klimatologis adalah banjir, badai, angina putting beliung,
kekeringan dan kebakaran alami hutan. Gerakan tanah longsor juga termasuk bencana
alam, walaupun pemicu utamanya adalah factor klimatoogis (hujan) tetapi gejala awalnya
dimulai dari kondisi geologis (jenis dan karakteristik tanah serta batuan dsb).

3. Bencana Alam Ekstra-terestrial

Bencana Alam Ekstra-terestrial merupakan bencana alam yang terjadi diluar angkasa,
contohnya : hantaman/ impact meteor. Bila hantaman benda-benda langit mengenai bumi
maka akan menimbulkan bencana alam yang dahsyat bagi penduduk bumi.

2.2 Tanah Longsor


2.2.1 Definisi Tanah Longsor
Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan
rombakan, tanah atau material laporan bergerak ke bawah atau keluar lereng. Secara geologis
tanah longsor adalah suatu peristiwa geologi dimana terjadi pergerakan tanah seperti jatuhnya
bebatuan atau gumpalan besar tanah (Nandi, 2007: 6)

Gerakan tanah adalah proses perpindahan suatu masa batuan/tanah akibat gaya gravitasi.
Gerakan tanah seringkali disebut sebagai longsoran dari massa tanah/batuan dan secara umum
diartikan sebagai suatu gerakan tanah dan atau batuan dari tempat asalnya karena pengaruh gaya
berat (Noor, 2006: 106).

Adanya gerakan tanah disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
yang dapat menyebabkan terjadinya gerakan tanah adalah daya ikat (kohesi) tanah/batuan
yanglemah sehingga butiran-butiran tanah/batuan dapat terlepas dari ikatannya dan bergerak ke
bawah dengan menyeret butiran lainnya yang ada disekitarnya membentuk masa yang lebih
besar. Lemahnya daya ikat/batuan dapat disebabkan oleh sifat kesarangan (porositas) dan
kelolosan air (permeabilitas) tanah/batuan maupun rekahan yang intensif dari masa tanah/batuan
tersebut.

Sedangkan faktor eksternal yang dapat memicu terjadinya gerakan tanah terdiri dari
berbagai sebab yang kompleks seperti sudut kemiringan lereng, perubahan kelembaban
tanah/batuan karena masuknya air hujan, tutupan lahan dan pola pengolahan lahan, pengikisan
oleh aliran air, ulah manusia seperti penggalian dll.
2.2.2 Proses Terjadinya Tanah Longsor
Menurut Nandi (2007: 6) gejala umum tanah longsor ditandai dengan munculnya retakkan-
retakkan dilereng yang sejajar dengan arah tebing, biasanya terjadi setelah hujan, munculnya
mata air baru secara tiba-tiba dan tebing rapuh serta kerikil mulai berjatuhan. Factor lainnya
adalah sebagai berikut :

1. Hujan
Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan
tanah dalam jumlah besar. Hal ini mengakibatkan munculnya pori-pori tanah hingga terjadi
retakkan dan merekahnya tanah ke permukaan. Ketika hujan, air akan menyusup kebagian
yang retak sehingga tanah dengan cepat mengembang kembali.
Pada awal musim hujan, intensitas hujan yang tinggi biasanya sering terjadi, sehingga
kandungan air pada tanah mejadi jenuh dalam waktu yang singkat. Hujan lebat pada awal
musim dapat menimbulkan longsor karena melalui tanah yang merekah air akan masuk dan
terakumulasi dibagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral.
2. Lereng terjal
Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal
terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut dan angin. Kebanyakan sudut
lereng yang menyebabkan longsor adalah 180 derajat apabila ujung lereng terjal dan bidang
longsornya datar.
3. Tanah yang kurang padat dan tebal
Jenis tanah yang kurang padat adalah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari
2,5m dari sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya
tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap
pergerakkan tanah karena menjadi lembek terkena air dn pecah ketika hawa terlalu panas.
4. Batuan yang kurang kuat
Batuan endapan gunung berapi dan sedimen pair dan campuran antara kerikil, pasir dan
lempeng umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah apabila
mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat
pada lereng yang terjal.
5. Jenis tata lahan
Tanah longsor banyak terjadi di daerah lahan persawahan, perladangan dan adanya
genangan air dilereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk
mengikat butir tanah yang membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga
mudah longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar
pohonya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi
didaerah longsoran lama.
6. Getaran
Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempa bumi, ledakan, getaran mesin dan
getaran lalu lintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkan adalah tanah, badan jalan, lantai dan
dinding rumah menjadi retak.

2.2.3 Jenis-jenis Tanah Longsor


Menurut Cruden dan Varnes (1992) dalam (Hary C Hardiyatmo, 2006:15), karakteristik
gerakan massa pembentuk lereng dapat dibagi menjadi lima macam antara lain :

1. Jatuhan (Falls)

Jatuhan (falls) merupakan gerakan jatuh material pembentuk lereng (tanah atau batuan) di
udara dengan tanpa adanya interaksi antara bagian-bagian material yang longsor. Jatuhan terjadi
tanpa adanya bidang longsor dan banyak terjadi pada lereng terjal atau tegak yang terdiri dari
batuan yang mempunyai bidang-bidang menerus (diskontinuitas). Jatuhan pada tanah biasanya
terjadi apabila material mudah tererosi terletak di atas tanah yang lebih tahan erosi, contohnya di
lapisan pasir bersih atau danau berada di atas lapisan lempung.

Jatuhan merupakan satu dari mekanisme erosi utama dari lempung overconsolidated tinggi
(heavily overconsolidated). Longsoran pada lempung terjadi apabila air hujan mengisi retakan di
puncak dari lereng terjal. Jatuhan yang disebabkan oleh retakan yang dangkal runtuhnya ke
depan.

Jatuhan batuan dapat terjadi pada semua jenis batuan dan umumnya terjadi akibat oleh
pelapukan, perubahan temperatur, tekanan air atau penggalian bagain bawah lereng. Di 6 daerah
Tempel, Sleman, Yogyakarta terdapat lereng batuan terjal yang retak dengan lebar retakannya
secara berangsur-angsur bertambah oleh akibat getaran yang ditimbulkan oleh aliran debris Kali
Krasak, ketika terjadi banjir.

2. Robohan (Topples)

Robohan (topples) merupakan gerakan material roboh dan biasanya terjadi pada lereng
batuan yang sangat terjal sampai tegak yang mempunyai bidang-bidang ketidakmenerusan yang
relatif vertikal. Tipe gerakan hampir sama dengan jatuhan, hanya gerakan batuan longsor
merupakan mengguling hingga roboh yang berakibat batuan lepas dari permukaan lerengnya.
Faktor utama yang menyebabkan robohan yaitu air yang mengisi retakan.

3. Longsoran (Slides)

Longsoran (slides) merupakan gerakan material pembentuk lereng yang diakibatkan oleh
terjadinya kegagalan geser, di sepanjang satu atau lebih bidang longsor. Massa tanah yang
bergerak bisa menyatu atau terpecah-pecah.

Perpindahan Material total sebelum longsoran bergantung pada besarnya regangan untuk
mencapai kuat geser puncaknya dan pada tebal zona longsornya. Perpindahan total lebih kecil
pada lempung normally consolidated daripada lempung kaku overconsolidated.
Berdasarkan geometri bidang gelincirnya, longsoran dibedakan dalam dua jenis antara lain:
(Hary, 2006:21)

a. Longsoran dengan bidang longsor lengkung atau longsoran rotasional (rotational slides)
Longsoran rotasional mempunyai bidang longsor melengkung ke atas, dan sering terjadi
pada massa tanah yang bergerak dalam satu kesatuan. Longsoran rotasional murni terjadi
pada material yang relatif homogen seperti timbunan buatan (tanggul). Longsoran
rotasional dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a) Penggelinciran (slips)
Penggelinciran (slips) terjadi dalam serpih (shale) lempung lunak, umumnya
mendekati lingkaran dan massa tanah yang longsor bergerak bersama dalam satu
kesatuan di sepanjang bidang longsor atau bidang gelincir yang relatif tipis.
(Patterson, 1961; Hultin, 1961) dalam (Hary C Hardiyatmo, 2006:22). Pada
longsoran rotasional umumnya mendekati tegak, khususnya pada tanah-tanah
berbutir halus berlapis. Bagian ini tidak dapat dapat berdiri terlalu lama tanpa
penyangga, dan longsoran baru dari bagian ini bisa saja terjadi. Selain itu, air yang
terperangkap dalam massa tanah longsor yang miring ke belakang dapat memicu
longsoran tambahan ketika keestabilan lereng menurun.
b) Longsoran rotasional berlipat (multiple rotational slides)
Longsoran rotasional berlipat (multiple rotational slides) dipicu oleh longsoran awal
yang bersifat lokal. Longsoran ini berkembang secara bertahap dan menyebar ke
belakang di sepanjang permukaan bidan longsor.
c) Longsoran berurutan (succesive slides) Longsoran berurutan succesive slides)
Longsoran berurutan (succesive slides) Longsoran berurutan succesive slides)
merupakan deretan dari sejumlah longsoran rotasional dangkal yang terjadi secara
berurutan pada lereng lempung overconsolidated retak-retak. Pengamatan
longsoran di Jepang oleh Fukuoka (1953) menunjukkan bahwa longsoran semacam
ini terjadii diawali dari lereng bagian bawah kemudian menyebar ke atas.
b. Longsoran dengan bidang gelincir datar atau longsoran translasional (translational slides)
Longsoran translasional dan rotasional Longsoran dengan bidang gelincir datar atau
longsoran translasional (translational slides) merupakan gerakan di sepanjang
diskontunuitas atau bidang lemah yang secara pendekatan sejajar dengan permukaan
lereng sehingga gerakan tanah secara translasi. Dalam tanah lempung translasi di
sepanjang lapisan tipis pasir atau lanau, khususnya bila bidang lemah tersebut sejajar
dengan lereng yang ada. Longsoran translasi lempung mengandung lapisan pasir atau
lanau dapat disebabkan tekanan air yang berpori yang tinggi dalam pasir atau lanau
tersebut.
Longsoran translasional dapat dibedakan menjadi tiga antara lain:
a) Longsoran Blok Tranlasional (Translational Block Slides)
Longsoran blok tranlasional terjadi pada material keras (batu) di sepanjang kekar
(joint), bidang dasar (bedding plane) atau patahan (faults) yang posisinya sangat
miring tajam. Longsoran ini banyak terjadi pada lapisan batuan dengan bidang
longsor yang bisa diprediksi sebelumnya. Longsoran ini sering dipicu oleh
penggalian lereng bagian bawah dan terjadi jika kemiringan lereng melampaui
sudut gesek dalam massa batuan di sepanjang bidang longsor. Longsoran terjadi
terutama dalam zona dimana lempung terpecah-pecah dan dimana retakan yang
berpotensi menyebabkan longsor secara pendekatan merupakan bidang rata.
b) Longsoran pelat (Slab)
Longsoran pelat (slab) terjadi terutama dalam lereng lempung lapuk atau lereng
debris dangkal yang terletak pada lapisan batu. Longsoran pelat terjadi pada lereng
yang terjal terdiri dari tanah residual, sesudah hujan lebat.
c) Longsoran translasional berlipat (Multiple translasional slides)
Longsoran translasional berlipat (multiple translasional slides) dipicu oleh
longsoran pelat, kemudian menyebar ke atas secara bertahap ketika tanah di bagian
belakang scarp di puncak longsoran melunak oleh air hujan. Air hujan ini mengisi
retakan di atas scarp. Longsoran susulan biasanya terjadi setelah hujan lebat.
d) Sebaran lateral (Spreading failurse)
Longsoran translasional mundur (retrogressive translationalslides) merupakan
longsoran tipe sebaran. Dalam keruntuhan ini, kejadiannya berkembang sangat
cepat, terjadi pada lereng yang tidak begitu miring atau datar. Keruntuhan ini terjadi
pada lempung verved (berlapis-lapis) dimana tekanan air pori sangat tinggi
berkembang pada lapisan tipis pasir atau lanau yang tersisip di dalam lempung.
Hasil dari gerakan lateral menyebabkan material yang berada diatasnya remuk yang
beberapa hal dapat mengakibatkan aliran lanau (mudflows).
4. Sebaran (Spread)

Sebaran yang termasuk longsoran translasional disebut sebaran lateral (lateral spreading)
merupakan kombinasi dari meluasnya massa tanah dan turunnya massa batuan terpecah-pecah ke
dalam material lunak di bawahnya (Cruden dan Varnes, 1992 dalam (Hary C Hardiyatmo,
2006:27). Longsoran tipe sebaran lateral terjadi pada saat hujan lebat di Algeria, berupa blok-
blok batu gamping (limestone) yang melesak ke dalam lapisan marl yang berbeda di bawahnya.
Lapisan marl ini menjadi lemah oleh pengaruh pelapukan (Drouhin et al, 1948 dalam Hary C
Hardiyatmo, 2006:27).

5. Aliran (Flows)

Aliran (flows) merupakan gerakan hancuran material ke bawah lereng dan mengalir seperti
cairan kental. Aliran sering terjadi dalam bidang geser relatif sempit. Material yang terbawa oleh
aliran dapat terdiri dari berbagai macam partikel tanah (termasuk batu-batu besar), kayu-kayuan,
rating dan lain-lain. Beberapa istilah untuk membedakan tipe-tipe aliran yaitu :

a) Aliran tanah (Earth flow)


Aliran tanah (earth flow) sering terjadi pada tanah-tanah berlampung dan berlanau
sehabis hujan lebat. Keruntuhan disebabkan oleh kenaikan berangsur-angsur
tekanan air berpori dan turunnya kuat geser tanah. Kecepatan gerakan aliran
bervariasi dari lambat sampai tinggi, bergantung pada kemiringan lereng dan kadar
air tanah.
b) Aliran lumpur/lanau (Mud flow)
Aliran lumpur/lanau (mud flow) dapat tejadi pada daerah dengan kemiringan antara
5 sampai 15. Aliran lanau sering terjadi pada lempung retak-retak atau lempung
padat yang berada diantara lapisan-lapisan pasir halus yang bertekanan air pori
tinggi. Aliran lanau disebabkan oleh erosi dalam lapisan pasir. Aliran lanau juga
dapat terjadi pada lempung yang mengandung lensa-lensa pasir atau lanau. Tekanan
air pori tinggi dapat berkembang dalam lensa-lensa tersebut saat hujan lebat, yang
berakibat terjadinya aliran lanau, dimana massa tanah terpecah-pecah menjadi
campuran pasir, lanau dan bongkahan lempung.
c) Aliran debris (Debris flow)
Aliran debris (debris flow) merupakan aliran yang terjadi pada material berbutir
kasar. Kejadian ini sering terjadi pada lereng di daerah kering dimana tumbuh-
tumbuhan sangat jarang atau di daerah lereng yang permukaannya tidak ada
tumbuhannya telah ditebangi. Aliran debris terjadi pada saat hujan lebat atau anjir
yang tiba-tiba yaitu bentuk aliran yang panjang dan sempit. Kecepatan aliran debris
mulai dari rendah sampai sangat tinggi dan biasanya material yang terbawa menjadi
remuk ketika bergerak turun ke bawah lereng. Aliran debris menyebabkan
kerusakan luar biasa dan banyak memakan korban manusia. Frekuensi terjadinya
aliran debris akan bertambah akibat dari perkembangan penduduk, kerusakan hutan
dan praktik-praktik pembukaan lahan yang buruk.
d) Aliran longsoran (Flow slide)
Aliran longsoran(flow slide) merupakan gerakan material pembentuk lereng akibat
liquefaction pada lapisan pasir halus atau lanau yang tidak padat dan umumnya
terjadi pada daerah lereng bagian bawah. Longsoran ini terjadi dengan kecepatan
mencapi 50 sampai 100m/jam (Andersen dan Bjerrum, 1968 dalam Hary C
Hardiyatmo, 2006:34). Longsoran dengan kecepatan tersebut diakibatkan oleh
adanya kelebihan tekanan air pori yang berkembang saat tanah bergerak selama
longsor juga getaran akibat dari gempa atau sumber getaran lain.

2.2.4 Dampak Tanah Longsor


Menurut Nandi (2007:17) banyak dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya tanah
longsor baik dampak terhadap kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan maupun dampak
terhadap keseimbangan lingkungan.

1. Dampak Terhadap Kehidupan

Terjadinya bencana tanah longsor memiliki dampak yang sangat besar terhadap kehidupan,
khususnya manusia. Bila tanah longsor itu terjadi pada wilayah yang memiliki kepadatan
penduduk yang tinggi, maka korban jiwa yang ditimbulkan akan sangat besar, terutama bencana
tanah longsor itu terjadi secara tiba-tiba tanpa diawali adanya tanda-tanda akan terjadinya tanah
longsor. Adapun dampak yang ditimbulkan dengan terjadinya tanah longsor terhadap kehidupan
adalah sebagai berikut :

a. Bencana longsor banyak menelan korban jiwa;


b. Terjadinya kerusakan infrastruktur publik seperti jalan, jembatan dan sebagainya;
c. Kerusakan bangunan seperti gedung perkantoran dan perumahan penduduk serta
sarana peribadatan;
d. Menghambat proses aktivitas manusia dan merugikan baik masyarakat yang
terdapat di sekitar bencana maupun pemerintahan.
2. Dampak Terhadap Lingkungan

Adapun dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan akibat terjadinya tanah longsor
adalah sebagai berikut:

a. Terjadinya kerusakan lahan;


b. Hilangnya vegetasi penutup lahan;
c. Terganggunya keseimbangan ekosistem;
d. Lahan menjadi kritis sehingga cadangan air bawah tanah menipis;
e. Terjadinya tanah longsor dapat menutup lahan yang lain seperti sawah, kebun dan
lahan produktif lainnya.

2.3 Usaha-Usaha Menanggulangi Tanah Longsor


1. Strategi penanggulangan bencana longsor sebagai berikut:
1) Mengenali daerah yang rawan terjadinya tanah longsor. Terutama di sekitar lereng
yang curam;
2) Jangan Bangun Pemukiman atau fasilitas di daerah yang rawan bencana terutama
bencana tanah longsor;
3) Menjaga Drainase Fungsi drainase adalah untuk menjauhkan air dari lereng,
menghidari air meresap ke dalam lereng atau menguras air ke dalam lereng ke luar
lereng. Jadi drainase harus dijaga agar jangan sampai tersumbat atau meresapkan air
ke dalam tanah;
4) Membuat terasering dengan sistem drainase yang tepat. drainase pada teras - teras
dijaga jangan sampai menjadi jalan meresapkan air ke dalam tanah;
5) Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan jarak tanam
yang tepat. Hal ini untuk bisa menahan air sehingga bencana tanah longsor bisa di
minimalisir;
6) Jika ingin mendirikan bangunan, gunakan fondasi yang kuat. sehingga akan kokoh
saat terjadi bencana;
7) Penutupan rekahan di atas lereng untuk mencegah air masuk secara cepat kedalam
tanah;
8) Pembuatan tanggul penahan untuk runtuhan batuan (rock fall).
2. Upaya yang dapat dilakukan dalm penanggulangan bahaya longsor (Nandi, 2007) adalah
sebagai berikut:
1) Jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat
permukiman;
2) Buatlah terasering;
3) Segera menutup retakan dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam tanah
memalui retakan;
4) Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal;
5) Jangan menebang pohon di lereng;
6) Jangan membangun rumah di bawah tebing;
7) Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yag terjal;
8) Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak;
9) Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi.
3. Tindakan-tindakan praktis dalam pengelolaan tanah yang baik dalam menunjang Usaha
Konservasi (A.G Kartasapoetra, 2005: 120-121)
1) Berdaya upaya agar permukaan tanah tetap tertutupi tanaman-tanaman
pelindungnya sehingga kandungan bahan organiknya dapat dipertahankan atau
tidak terangkut bersama aliran air permukaan (run off).
2) Segala tindakan atau perlakuan dalam melakukan pengelolaan tanah (seperti
membajak, menggaru, menyiapkan bedengan pembibitan, membuat larikan-larikan
bagi pertanaman) harus sejajar dengan garis kontur , searah dengan garis itu atau
menyilang lahan, jadi hendaknya jagan sampai mengikuti arah lereng dari atas ke
bawah.
3) Menanami lahan yang mempunyai kemiringan dengan cara/sistem kontur ganti
berganti dengan cara strip cropping, dengan cara demikian akan dapat
dipertahankan dengan baik.
4) Dalam menghadapi tanah yang mempunyai kemiringan, hendaknya tanah-tanah
yang demikian dibantu dengan pembuatan sengkedan-sengkedan (terassering)
karena pembuatan teras-teras sangat membantu mengurangi lajunya run off dan
aliran permukaan yang lamban sangat kurang daya kemampuannya untuk
memindahkan atau menghanyutkan lapisan top soil.
5) Mencegah timbulnya alur-alur pada permukaan tanah yaitu dengan pembuatan chek
dam, menanami permukaan tanah dengan tanaman-tanaman penutup yang dapat
tumbuh rapat dan tindakan-tindakannya seperti sheet erosion dan gully erosion.

2.4 Mitigasi Bencana Tanah Longsor


1. Urgensi Pendidikan Mitigasi Bencana
NKRI sebagai negara dengan tingkat kerentanan dan frekuensi yang tinggi terjadinya
bencana, dengan luas wilayah yang luas, lautan maupun daratan dan penduduk terbesar keempat
di dunia setelah RRT, India, dan Amerika Serikat. Potensi ancaman bencana alam di indonesia
mulai dari tsunami, tanah longsor, badai siklon, banjir, tetapi juga kekeringan yang berakibat
pada kebakaran hutan ketika ada fenomena El Nino. Kondisi yang ada di masyarakat kita masih
banyak yang belum tersentuh pemahaman tentang mitigasi bencana. Sebagaimana telah
diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Secara substansi adalah usaha menciptakan masyarakat yang sadar dan tanggap bencana
dengan melalui pendidikan baik formal maupun non formal. Arti penting pendidikan mitigasi
bencana dapat dilakukan secara formal melalui jalur pendidikan sesuai ketentuan pemerintah.
Contohnya: melalui desain kurikulum sekolah, implementasi sederhananya bisa seperti melalui
poster-poster dan slogan maupun dengan media lain yang mendukung. Secara informal dapat
melalui lembaga-lembaga kemasyarakatan, forum temu warga ataupun kelompok- kelompok
komunitas yang difasilitasi instansi terkait (BNPB) sebagai pembina ataupun komunikator
masalah kebencanaan.

1) Tahap Mitigasi Bencana Tanah longsor (Nandi, 2007)


a. Pemetaan
Menyajikan informasi visual tentang kerawanan bencana alam geologi di suatu wilayah,
sebagai masukan kepada masyarakat dan atau pemerintah/kota dan provinsi sebagai data
dasar untuk melakukan pembangunan wilayah agar terhindar dari bencana.
b. Penyelidikan
Mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana sehingga dapat digunakan dalam
perncanaan penanggulangan bencana dan rencana penggembangan wilayah.
c. Pemeriksaan
Melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana, sehingga dapat diketahui
penyebab dan cara penanggulangannya.
d. Pemantauan
Pemantauan dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis secara ekonomi
dan jasa agar diketahui secara dini tingkat bahaya, oleh pengguna dan masyarakat yang
bertempat tinggat di daerah tersebut.
e. Sosialisasi
Memberikan pemahaman kepada pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota atau masyarakat
umum, tentang bencana alam tanah longsor dan akibat yang ditibulkannya. Sosialisasi
dilakukan dengan berbagai cara antara lain mengirimkan poster, booklet dan leaflet atau
dapat juga secara langsung kepada masyarakat dan aparat pemerintah.
f. Pemeriksaan bencana longsor
Bertujuan mempelajari penyebab, proses terjadinya, kondisi bencana dan tata cara
penanggulangan bencana di suatu daerah yang terlanda bencana tanah longsor.

2.5 Prinsip Penanggulangan


Penanggulangan bencana alam bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bencana alam
dan dampak yang ditimbulkannya. Karena itu, dalam penanggulangan harus memperhatikan
prinsip-prinsip penanggulangan bencana alam (Iwan Setiawan, 2008).

Dalam Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, disebutkan


sejumlah prinsip penanggulangan, yaitu :

1. Cepat dan Tepat


Yang dimaksudkan dengan “prinsip cepat dan tepat” adalah bahwa dalam penanggulangan
benacana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan
keadaan.Keterlambatan dalam penanggulangan akan berdampak pada tingginya kerugian
material maupun korban jiwa.
2. Prioritas
Yang dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalah bahwa apabila terjadi bencana, kegiatan
penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan
jiwa manusia.
3. Koordinasi dan Keterpaduan
Yang dimaksud dengan “prinsip koordinasi” adalah bahwa penaggulangan bencana
didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung. Yang dimaksud dengan
“prinsip keterpaduan” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai
sektor secara terpadu yang didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling mendukung.
4. Berdaya Guna dan Berhasil Guna
Yang dimaksud dengan “prinsip berdaya guna” adalah bahwa dalam mengatasi kesulitan
masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebiahn. Yang
dimaksud dengan “prinsip berhasil guna” adalah bahwa kegiatan penanggulangan bencana
harus berhasil guna, khususnya dalam mengatasi kesulitan masyarakat denga tidak
membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan.
5. Transparansi dan akuntabilitas
Transparansi penanggulangan bencana harus dilakukan secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan. Akuntabilitas maksudnya bahwa penanggulangan bencana harus
dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum.
6. Kemitraan
Kemitraan maksudnya bahwa penanggulangan bencana tidak hanya dilakukan oleh
pemerintah, tetapi harus bersama-sama dengan semua elemen masyarakat.
7. Pemberdayaan
Pemberdayaan maksudnya merupakan upaya meningkatkan dan pemahaman masyarakat
dalam menghadapi bencana seperti langkah antisipasi, penyelamatan dan pemulihan
bencana.
8. Non diskriminatif
Dalam penanggulangan bencana tidak boleh diskriminatif dengan memberikan perlakuan
yang berbeda berdasarkan jenis kelamin, suku, agama, ras dan paham politik.
9. Non proletisi
Non proletisi maksudnya dalam penanggulangan bencana dilarang memanfaatkan keadaan
darurat dengan menyebarkan agama atau keyakinan tertentu, misalnya dengan alih
pemberian bantuan. Manajemen bencana (Disaster Management) adalah ilmu pengetahuan
yang mempelajari bencana beserta segala aspek yang berkaitan dengan bencana, terutama
risiko bencana dan bagaimana menghindari risiko bencana. Manajemen bencana
merupakan proses dinamis tentang bekerjanya fungsi-fungsi manajemen yang kita kenal
selama ini misalnya fungsi planning, organizing, actuating dan controlling. Cara kerja
manajemen bencana adalah melalui kegiatan-kegiatan yang ada pada tiap
kuadran/siklus/bidang kerja yaitu pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan, tanggap darurat,
serta pemulihan. Sedangkan tujuannya (secara umum) antara lain untuk melindungi
masyarakat beserta harta bendanya dari (ancaman) bencana (Nurjanah dkk, 2011:42).
2.6 Manajemen Bencana
Manajemen bencan merupakan suatu proses terencana yang dilakukan untuk mengelola
bencana melalui 3 (tiga) tahapan sebagai berikut:
1. Pra Bencana

Tahapan manajemen bencana pada kondisi sebelum kejadian atau pra bencana meliputi
kesiagaan, peringatan dini, dan mitigasi.

1) Kesiagaan
Kesiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana
melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Membangun kesiagaan adalah unsur penting, namun tidak mudah dilakukan karena
menyangkut sikap mental dan budaya serta disiplin di tengah masyarakat. Kesiagaan
adalah tahapan yang paling strategis karena sangat menetukan ketahanan anggota
masyarakat dalam menghadapi datangnya suatu bencana.
2) Peringatan Dini
Langkah ini diperlukan untuk memberi peringatan kepada masyarakat tentang bencana
yang akan terjadi sebelum kejadiaan seperti banjir, gempa bumi, tsunami, letusan
gunung api dan tanah longsor. Peringatan dini disampaikan dengan segera kepada
semua pihak, khususnya mereka yang potensi terkena bencana akan kemungkinan
datangnya suatu bencana di daerah masing-masing. Peringatan didasarkan berbagai
informasi teknis dan ilmiah yang dimiliki, diolah atau diterima dari pihak berwenang
mengenai kemungkinan akan datangnya suatu bencana.
3) Mitigasi Bencana
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 tahun 2008, mitigasi bencana adalah
serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik
maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
2. Saat Kejadiaan Bencana

Tahapan yang paling krusial dalam sistem manajemen bencana adalah saat bencana
sesungguhnya terjadi. Mungkin telah melalui proses peringatan dini, maupun tanpa peringatan
atau terjadi secara tiba-tiba. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah seprti tanggap darurat
untuk dapat mengatasi dampak bencana dengan cepat dan tepat agar jumlah korban atau
kerugian dapat diminimalkan.

1) Tanggap Darurat
Tanggap darurat bencana (response) adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan serta
pemulihan prasarana dan sarana.
2) Penanggulangan Bencana
Selama kegiatan tanggap darurat, upaya yang dilakukan adalah menanggulangi bencana
yang terjadi sesuai dengan sifat dan jenisnya. Penanggulangan bencana memerlukan
keahlian dan pendekatan khusus menurut kondisi dan skala kejadian.
3. Pasca Bencana

Setelah bencana terjadi dan setelah proses tanggap darurat dilewati, maka langkah
berikutnya adalah melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi.

1) Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadahi pada wilayah pasca bencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan
kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana.
2) Rekonstruksi
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan
pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat
dengan sasran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan
budaya, tegaknya hukum dan ketertiban dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana.

2.7 Peran Perawat Dalam Managemen Bencana


1. Peran Perawat dalam Fase Pre-Impect
1) Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam
penanggulangan ancaman bencana.
2) Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan,
palang merah nasional, maupun lembaga-lembaga pemasyarakatan dalam memberikan
penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana.
3) Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan kesiapan
masyarakat dalam mengahdapi bencana.
2. Peran Perawat dalam Fase Impact
1) Bertindak cepat
2) Don’t promise. Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan pasti dengan
maksud memberikan harapan yang besar pada korban yang selamat.
3) Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan
4) Kordinasi dan menciptakan kepemimpinan
5) Untuk jangka panjang, bersama-sama pihak yang tarkait dapat mendiskusikan dan
merancang master plan of revitalizing, biasanya untuk jangka waktu 30 bulan pertama.
3. Peran Perawat dalam Fase Post Impact
1) Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, fisikologi korban
2) Stress fisikologi yang terjadi dapat terus berkembang hingga terjadi post traumatic
stress disorder (PTSD) yang merupakan sindrom dengan 3 kriteria utama. Pertama,
gejala trauma pasti dapat dikenali. Kedua, individu tersebut mengalami gejala ulang
traumanya melalui flashback, mimpi, ataupun peristiwa-peristiwa yang memacuhnya.
Ketiga, individu akan menunjukan gangguan fisik. Selain itu, individu dengan PTSD
dapat mengalami penurunan konsentrasi, perasaan bersalah dan gangguan memori.
3) Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerja sama dengan
unsure lintas sektor menangani maslah keehatan masyarakat paska gawat darurat serta
mempercepat fase pemulihan (recovery) menuju keadaan sehat dan aman.
BAB III
ANALISIS KASUS

3.1 1
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Gerakan massa ( mass movement ) tanah tau sering disebut tanah longsor ( landslide )
merupakan salah satu bencana alam yang sering melanda daerah perbukitan di daerah tropis
basah. Gerakan massa, umumnya disebabkan oleh gaya-gaya gravitasi dan kadang-kadang
getaran atau gempa juga menyokong terjadinya tersebut. Gerakan massa yang berupa tanah
longsor terjadi akibat adanya reruntuhan geser disepanjang bidang longsor yang merupakan batas
bergeraknya massa tanah atau batuan ( Hardiyatmo, 2006:2 ).
Longsor terjadi sebagai akibat meluncurnya suatu volume tanah diatas suatu lapisan agak
kedap air yang jernuh air. Lapisan yang terdiri dari tanah liat ( mengandung kadar tanah liat )
setelah jenuh air akan bertindak sebagai peluncur longsoran akan terjadi jika terpenuhi 3 keadaan
berikut : adanya lereng yang cukup curan sehingga massa tanah dapat bergerak atau meluncur
kebawah. Adanya lapisan dibawah permukaan massa tanah yang agak kedap air dan lunak, yang
akan menjadi bidang luncur dan adanya cukup air dalam tanah sehingga massa pembentuk lereng
dapat dibagi menjadi lima macam antara lain : jatuhan ( falls ), Robohan ( toples ), longsoran (
slides ), sebaran ( spreads ), aliran ( flows ).
4.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai