PENDAHULUAN
Di Indonesia banyak kita temukan tanah pelapukan yang bersumber dari letusan gunung
berapi. Tanah hasil pelapukan ini mempunyai komposisi tanah yang sedikit lempung dengan
sedikit pasir dan juga subur. Adapun tanah pelapukan yang terdapat diatas batuan kedap air pada
perbukitan dan mempunyai kemiringan sedang maupun terjal sangat berpotensi mengakibatkan
terjadinya bencana tanah longsor pada musim penghujan. Oleh karena itu jika diperbukitan itu
tidak terdapat tanaman dengan akar yang kuat dan dalam maka daerah tersebut sangat rentan
terjadi bencana tanah longsor.
Fenomena tanah longsor merupakan hal biasa ketika terjadi peralihan dari musim kemarau
ke musim hujan. Kementrian Riset dan Teknologi (KRT) menyebutkan bahwa banyaknya tanah
retak akibat kekeringan yang tiba-tiba terkena hujan lebat, maka tanah tersebut longsor. Ada dua
hal penyebab tanah longsor yang berkaitan dengan hujan, yakni hujan berintensitas tinggi dalam
waktu singkat dan menerpa daerah yang kondisi tanahnya labil. Tanah kering ini menjadi labil
dan mudah longsor saat terjadi hujan. Kondisi lain adalah akumulasi curah hujan dimusim hujan
pada tebing terjal yang menyebabkan runtuh. Tanah longsor ini cukup berbahaya dan dapat
mengakibatkan korban jiwa tidak sedikit (Kusnoto, 2008:3).
Bencana alam apapun bentuknya memang tidak diinginkan. Maka daripada itu seharusnya
manusia dapat berpikir bagaimana untuk dapat hidup selaras dengan alam. Karena alam tidak
dapat ditentang begitu pula dengan bencana.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan bencana alam;
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan tanah longsor;
3. Mengetahui usaha-usaha untuk menanggulangi tanah longsor;
4. Mengetahui bagaimana mitigasi bencana tanah longsor;
5. Mengetahui prinsip penanggulangan bencana tanah longsor;
6. Mengetahui bagaimana manajemen bencana tanah longsor;
7. Mengetahui peran perawat dalam managemen bencana;
BAB II
TINJAUAN TEORI
Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami (suatu peristiwa fisik,
seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah longsor) dan aktivitas manusia. Karena
ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat sehingga
menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan structural, bahkan sampai kematian.
Bencana alam ini disebabkan oleh gaya-gaya yang berasal dari dalam bumi (gaya
endogen). Yang termasuk dalam bencana alam geologis adalah gempa bumi, letusan
gunung berapi dan tsunami.
Bencana alam klimatologis merupakan bencana alam yang disebabkan oleh factor angina
dan hujan. Contoh bencana alam klimatologis adalah banjir, badai, angina putting beliung,
kekeringan dan kebakaran alami hutan. Gerakan tanah longsor juga termasuk bencana
alam, walaupun pemicu utamanya adalah factor klimatoogis (hujan) tetapi gejala awalnya
dimulai dari kondisi geologis (jenis dan karakteristik tanah serta batuan dsb).
Bencana Alam Ekstra-terestrial merupakan bencana alam yang terjadi diluar angkasa,
contohnya : hantaman/ impact meteor. Bila hantaman benda-benda langit mengenai bumi
maka akan menimbulkan bencana alam yang dahsyat bagi penduduk bumi.
Gerakan tanah adalah proses perpindahan suatu masa batuan/tanah akibat gaya gravitasi.
Gerakan tanah seringkali disebut sebagai longsoran dari massa tanah/batuan dan secara umum
diartikan sebagai suatu gerakan tanah dan atau batuan dari tempat asalnya karena pengaruh gaya
berat (Noor, 2006: 106).
Adanya gerakan tanah disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
yang dapat menyebabkan terjadinya gerakan tanah adalah daya ikat (kohesi) tanah/batuan
yanglemah sehingga butiran-butiran tanah/batuan dapat terlepas dari ikatannya dan bergerak ke
bawah dengan menyeret butiran lainnya yang ada disekitarnya membentuk masa yang lebih
besar. Lemahnya daya ikat/batuan dapat disebabkan oleh sifat kesarangan (porositas) dan
kelolosan air (permeabilitas) tanah/batuan maupun rekahan yang intensif dari masa tanah/batuan
tersebut.
Sedangkan faktor eksternal yang dapat memicu terjadinya gerakan tanah terdiri dari
berbagai sebab yang kompleks seperti sudut kemiringan lereng, perubahan kelembaban
tanah/batuan karena masuknya air hujan, tutupan lahan dan pola pengolahan lahan, pengikisan
oleh aliran air, ulah manusia seperti penggalian dll.
2.2.2 Proses Terjadinya Tanah Longsor
Menurut Nandi (2007: 6) gejala umum tanah longsor ditandai dengan munculnya retakkan-
retakkan dilereng yang sejajar dengan arah tebing, biasanya terjadi setelah hujan, munculnya
mata air baru secara tiba-tiba dan tebing rapuh serta kerikil mulai berjatuhan. Factor lainnya
adalah sebagai berikut :
1. Hujan
Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan
tanah dalam jumlah besar. Hal ini mengakibatkan munculnya pori-pori tanah hingga terjadi
retakkan dan merekahnya tanah ke permukaan. Ketika hujan, air akan menyusup kebagian
yang retak sehingga tanah dengan cepat mengembang kembali.
Pada awal musim hujan, intensitas hujan yang tinggi biasanya sering terjadi, sehingga
kandungan air pada tanah mejadi jenuh dalam waktu yang singkat. Hujan lebat pada awal
musim dapat menimbulkan longsor karena melalui tanah yang merekah air akan masuk dan
terakumulasi dibagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral.
2. Lereng terjal
Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal
terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut dan angin. Kebanyakan sudut
lereng yang menyebabkan longsor adalah 180 derajat apabila ujung lereng terjal dan bidang
longsornya datar.
3. Tanah yang kurang padat dan tebal
Jenis tanah yang kurang padat adalah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari
2,5m dari sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya
tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap
pergerakkan tanah karena menjadi lembek terkena air dn pecah ketika hawa terlalu panas.
4. Batuan yang kurang kuat
Batuan endapan gunung berapi dan sedimen pair dan campuran antara kerikil, pasir dan
lempeng umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah apabila
mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat
pada lereng yang terjal.
5. Jenis tata lahan
Tanah longsor banyak terjadi di daerah lahan persawahan, perladangan dan adanya
genangan air dilereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk
mengikat butir tanah yang membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga
mudah longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar
pohonya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi
didaerah longsoran lama.
6. Getaran
Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempa bumi, ledakan, getaran mesin dan
getaran lalu lintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkan adalah tanah, badan jalan, lantai dan
dinding rumah menjadi retak.
1. Jatuhan (Falls)
Jatuhan (falls) merupakan gerakan jatuh material pembentuk lereng (tanah atau batuan) di
udara dengan tanpa adanya interaksi antara bagian-bagian material yang longsor. Jatuhan terjadi
tanpa adanya bidang longsor dan banyak terjadi pada lereng terjal atau tegak yang terdiri dari
batuan yang mempunyai bidang-bidang menerus (diskontinuitas). Jatuhan pada tanah biasanya
terjadi apabila material mudah tererosi terletak di atas tanah yang lebih tahan erosi, contohnya di
lapisan pasir bersih atau danau berada di atas lapisan lempung.
Jatuhan merupakan satu dari mekanisme erosi utama dari lempung overconsolidated tinggi
(heavily overconsolidated). Longsoran pada lempung terjadi apabila air hujan mengisi retakan di
puncak dari lereng terjal. Jatuhan yang disebabkan oleh retakan yang dangkal runtuhnya ke
depan.
Jatuhan batuan dapat terjadi pada semua jenis batuan dan umumnya terjadi akibat oleh
pelapukan, perubahan temperatur, tekanan air atau penggalian bagain bawah lereng. Di 6 daerah
Tempel, Sleman, Yogyakarta terdapat lereng batuan terjal yang retak dengan lebar retakannya
secara berangsur-angsur bertambah oleh akibat getaran yang ditimbulkan oleh aliran debris Kali
Krasak, ketika terjadi banjir.
2. Robohan (Topples)
Robohan (topples) merupakan gerakan material roboh dan biasanya terjadi pada lereng
batuan yang sangat terjal sampai tegak yang mempunyai bidang-bidang ketidakmenerusan yang
relatif vertikal. Tipe gerakan hampir sama dengan jatuhan, hanya gerakan batuan longsor
merupakan mengguling hingga roboh yang berakibat batuan lepas dari permukaan lerengnya.
Faktor utama yang menyebabkan robohan yaitu air yang mengisi retakan.
3. Longsoran (Slides)
Longsoran (slides) merupakan gerakan material pembentuk lereng yang diakibatkan oleh
terjadinya kegagalan geser, di sepanjang satu atau lebih bidang longsor. Massa tanah yang
bergerak bisa menyatu atau terpecah-pecah.
Perpindahan Material total sebelum longsoran bergantung pada besarnya regangan untuk
mencapai kuat geser puncaknya dan pada tebal zona longsornya. Perpindahan total lebih kecil
pada lempung normally consolidated daripada lempung kaku overconsolidated.
Berdasarkan geometri bidang gelincirnya, longsoran dibedakan dalam dua jenis antara lain:
(Hary, 2006:21)
a. Longsoran dengan bidang longsor lengkung atau longsoran rotasional (rotational slides)
Longsoran rotasional mempunyai bidang longsor melengkung ke atas, dan sering terjadi
pada massa tanah yang bergerak dalam satu kesatuan. Longsoran rotasional murni terjadi
pada material yang relatif homogen seperti timbunan buatan (tanggul). Longsoran
rotasional dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a) Penggelinciran (slips)
Penggelinciran (slips) terjadi dalam serpih (shale) lempung lunak, umumnya
mendekati lingkaran dan massa tanah yang longsor bergerak bersama dalam satu
kesatuan di sepanjang bidang longsor atau bidang gelincir yang relatif tipis.
(Patterson, 1961; Hultin, 1961) dalam (Hary C Hardiyatmo, 2006:22). Pada
longsoran rotasional umumnya mendekati tegak, khususnya pada tanah-tanah
berbutir halus berlapis. Bagian ini tidak dapat dapat berdiri terlalu lama tanpa
penyangga, dan longsoran baru dari bagian ini bisa saja terjadi. Selain itu, air yang
terperangkap dalam massa tanah longsor yang miring ke belakang dapat memicu
longsoran tambahan ketika keestabilan lereng menurun.
b) Longsoran rotasional berlipat (multiple rotational slides)
Longsoran rotasional berlipat (multiple rotational slides) dipicu oleh longsoran awal
yang bersifat lokal. Longsoran ini berkembang secara bertahap dan menyebar ke
belakang di sepanjang permukaan bidan longsor.
c) Longsoran berurutan (succesive slides) Longsoran berurutan succesive slides)
Longsoran berurutan (succesive slides) Longsoran berurutan succesive slides)
merupakan deretan dari sejumlah longsoran rotasional dangkal yang terjadi secara
berurutan pada lereng lempung overconsolidated retak-retak. Pengamatan
longsoran di Jepang oleh Fukuoka (1953) menunjukkan bahwa longsoran semacam
ini terjadii diawali dari lereng bagian bawah kemudian menyebar ke atas.
b. Longsoran dengan bidang gelincir datar atau longsoran translasional (translational slides)
Longsoran translasional dan rotasional Longsoran dengan bidang gelincir datar atau
longsoran translasional (translational slides) merupakan gerakan di sepanjang
diskontunuitas atau bidang lemah yang secara pendekatan sejajar dengan permukaan
lereng sehingga gerakan tanah secara translasi. Dalam tanah lempung translasi di
sepanjang lapisan tipis pasir atau lanau, khususnya bila bidang lemah tersebut sejajar
dengan lereng yang ada. Longsoran translasi lempung mengandung lapisan pasir atau
lanau dapat disebabkan tekanan air yang berpori yang tinggi dalam pasir atau lanau
tersebut.
Longsoran translasional dapat dibedakan menjadi tiga antara lain:
a) Longsoran Blok Tranlasional (Translational Block Slides)
Longsoran blok tranlasional terjadi pada material keras (batu) di sepanjang kekar
(joint), bidang dasar (bedding plane) atau patahan (faults) yang posisinya sangat
miring tajam. Longsoran ini banyak terjadi pada lapisan batuan dengan bidang
longsor yang bisa diprediksi sebelumnya. Longsoran ini sering dipicu oleh
penggalian lereng bagian bawah dan terjadi jika kemiringan lereng melampaui
sudut gesek dalam massa batuan di sepanjang bidang longsor. Longsoran terjadi
terutama dalam zona dimana lempung terpecah-pecah dan dimana retakan yang
berpotensi menyebabkan longsor secara pendekatan merupakan bidang rata.
b) Longsoran pelat (Slab)
Longsoran pelat (slab) terjadi terutama dalam lereng lempung lapuk atau lereng
debris dangkal yang terletak pada lapisan batu. Longsoran pelat terjadi pada lereng
yang terjal terdiri dari tanah residual, sesudah hujan lebat.
c) Longsoran translasional berlipat (Multiple translasional slides)
Longsoran translasional berlipat (multiple translasional slides) dipicu oleh
longsoran pelat, kemudian menyebar ke atas secara bertahap ketika tanah di bagian
belakang scarp di puncak longsoran melunak oleh air hujan. Air hujan ini mengisi
retakan di atas scarp. Longsoran susulan biasanya terjadi setelah hujan lebat.
d) Sebaran lateral (Spreading failurse)
Longsoran translasional mundur (retrogressive translationalslides) merupakan
longsoran tipe sebaran. Dalam keruntuhan ini, kejadiannya berkembang sangat
cepat, terjadi pada lereng yang tidak begitu miring atau datar. Keruntuhan ini terjadi
pada lempung verved (berlapis-lapis) dimana tekanan air pori sangat tinggi
berkembang pada lapisan tipis pasir atau lanau yang tersisip di dalam lempung.
Hasil dari gerakan lateral menyebabkan material yang berada diatasnya remuk yang
beberapa hal dapat mengakibatkan aliran lanau (mudflows).
4. Sebaran (Spread)
Sebaran yang termasuk longsoran translasional disebut sebaran lateral (lateral spreading)
merupakan kombinasi dari meluasnya massa tanah dan turunnya massa batuan terpecah-pecah ke
dalam material lunak di bawahnya (Cruden dan Varnes, 1992 dalam (Hary C Hardiyatmo,
2006:27). Longsoran tipe sebaran lateral terjadi pada saat hujan lebat di Algeria, berupa blok-
blok batu gamping (limestone) yang melesak ke dalam lapisan marl yang berbeda di bawahnya.
Lapisan marl ini menjadi lemah oleh pengaruh pelapukan (Drouhin et al, 1948 dalam Hary C
Hardiyatmo, 2006:27).
5. Aliran (Flows)
Aliran (flows) merupakan gerakan hancuran material ke bawah lereng dan mengalir seperti
cairan kental. Aliran sering terjadi dalam bidang geser relatif sempit. Material yang terbawa oleh
aliran dapat terdiri dari berbagai macam partikel tanah (termasuk batu-batu besar), kayu-kayuan,
rating dan lain-lain. Beberapa istilah untuk membedakan tipe-tipe aliran yaitu :
Terjadinya bencana tanah longsor memiliki dampak yang sangat besar terhadap kehidupan,
khususnya manusia. Bila tanah longsor itu terjadi pada wilayah yang memiliki kepadatan
penduduk yang tinggi, maka korban jiwa yang ditimbulkan akan sangat besar, terutama bencana
tanah longsor itu terjadi secara tiba-tiba tanpa diawali adanya tanda-tanda akan terjadinya tanah
longsor. Adapun dampak yang ditimbulkan dengan terjadinya tanah longsor terhadap kehidupan
adalah sebagai berikut :
Adapun dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan akibat terjadinya tanah longsor
adalah sebagai berikut:
Tahapan manajemen bencana pada kondisi sebelum kejadian atau pra bencana meliputi
kesiagaan, peringatan dini, dan mitigasi.
1) Kesiagaan
Kesiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana
melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Membangun kesiagaan adalah unsur penting, namun tidak mudah dilakukan karena
menyangkut sikap mental dan budaya serta disiplin di tengah masyarakat. Kesiagaan
adalah tahapan yang paling strategis karena sangat menetukan ketahanan anggota
masyarakat dalam menghadapi datangnya suatu bencana.
2) Peringatan Dini
Langkah ini diperlukan untuk memberi peringatan kepada masyarakat tentang bencana
yang akan terjadi sebelum kejadiaan seperti banjir, gempa bumi, tsunami, letusan
gunung api dan tanah longsor. Peringatan dini disampaikan dengan segera kepada
semua pihak, khususnya mereka yang potensi terkena bencana akan kemungkinan
datangnya suatu bencana di daerah masing-masing. Peringatan didasarkan berbagai
informasi teknis dan ilmiah yang dimiliki, diolah atau diterima dari pihak berwenang
mengenai kemungkinan akan datangnya suatu bencana.
3) Mitigasi Bencana
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 tahun 2008, mitigasi bencana adalah
serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik
maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
2. Saat Kejadiaan Bencana
Tahapan yang paling krusial dalam sistem manajemen bencana adalah saat bencana
sesungguhnya terjadi. Mungkin telah melalui proses peringatan dini, maupun tanpa peringatan
atau terjadi secara tiba-tiba. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah seprti tanggap darurat
untuk dapat mengatasi dampak bencana dengan cepat dan tepat agar jumlah korban atau
kerugian dapat diminimalkan.
1) Tanggap Darurat
Tanggap darurat bencana (response) adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan serta
pemulihan prasarana dan sarana.
2) Penanggulangan Bencana
Selama kegiatan tanggap darurat, upaya yang dilakukan adalah menanggulangi bencana
yang terjadi sesuai dengan sifat dan jenisnya. Penanggulangan bencana memerlukan
keahlian dan pendekatan khusus menurut kondisi dan skala kejadian.
3. Pasca Bencana
Setelah bencana terjadi dan setelah proses tanggap darurat dilewati, maka langkah
berikutnya adalah melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi.
1) Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadahi pada wilayah pasca bencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan
kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana.
2) Rekonstruksi
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan
pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat
dengan sasran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan
budaya, tegaknya hukum dan ketertiban dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana.
3.1 1
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gerakan massa ( mass movement ) tanah tau sering disebut tanah longsor ( landslide )
merupakan salah satu bencana alam yang sering melanda daerah perbukitan di daerah tropis
basah. Gerakan massa, umumnya disebabkan oleh gaya-gaya gravitasi dan kadang-kadang
getaran atau gempa juga menyokong terjadinya tersebut. Gerakan massa yang berupa tanah
longsor terjadi akibat adanya reruntuhan geser disepanjang bidang longsor yang merupakan batas
bergeraknya massa tanah atau batuan ( Hardiyatmo, 2006:2 ).
Longsor terjadi sebagai akibat meluncurnya suatu volume tanah diatas suatu lapisan agak
kedap air yang jernuh air. Lapisan yang terdiri dari tanah liat ( mengandung kadar tanah liat )
setelah jenuh air akan bertindak sebagai peluncur longsoran akan terjadi jika terpenuhi 3 keadaan
berikut : adanya lereng yang cukup curan sehingga massa tanah dapat bergerak atau meluncur
kebawah. Adanya lapisan dibawah permukaan massa tanah yang agak kedap air dan lunak, yang
akan menjadi bidang luncur dan adanya cukup air dalam tanah sehingga massa pembentuk lereng
dapat dibagi menjadi lima macam antara lain : jatuhan ( falls ), Robohan ( toples ), longsoran (
slides ), sebaran ( spreads ), aliran ( flows ).
4.2 Saran