Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Bencana (disaster) menurut ISDR (2004) merupakan suatu gangguan serius


terhadap keberfungsiaan suatu komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan
kerugian manusia, materi, ekonomi, atau lingkungan yang luas dan melampaui
kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena dampak untuk mengatasi
dengan sumberdaya mereka sendiri. Bencana merupakan gabungan dari aspek
ancaman bencana, kerentanan, dan kemampuan yang dipicu oleh suatu kejadiam.
Keadaan bencana sangat bergantung dari tindakan manusia dalam menghadapi dan
menganggulanginya (De Guzman, 2002).

Kenyataan menunjukkan bahwa bencana dapat membawa banyak dampak


negatif kepada masyarakat pada umumnya, namun bencana juga dapat memberikan
aspek yang positif secara tidak langsung. Bencana dapat dipandang sebagai
kesempatan untuk membangun kembali kondisi yang lebih baik dibandingkan
kondisi yang sudah ada sebelumnya (Gregorius A.S, 2013)

Manajemen bencana merupakan serangkaian kegiatan yang dilasanakan


dalam rangka usaha pencegahan, mitigasi kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan
pemulihan yang berkaitan dengan kejadian bencana. Manajemen bencana
dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi kerugian dan risiko yang mungkin
terjadi dan mempercpat proses pemulihan pasca bencana itu terjadi Manajemen
bencana terdiri dari dua tahap yaitu ex-ante (sebelum terjadi bencana) dan ex-past
(setelah terjadi bencana). Ex-ante terdiri dari mitigasi, pencegaham, dan
kesiapsiagaan. Tahap ex-past berupa tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
Strategi manajemen kebencanaan dapat berupa teknis atau rekayasa maupun non
teknis atau peraturan perundang-undngan (Sudibyakto, 2011).
Pemahaman mengenai manajeman bencana akan menjadi langkah awal
untuk mengurangi risiko yanng timbul ketika bencana terjadi. Pemahaman-
mengenai aspek kebencanaan juga mencakup terhadap beberapa parameter
kebencanaan seperti bahaya, kerentanan, kerawanan dan risiko.

Penerapan manajemen bencana di Indonesia masih terkendala berbagai


masalah, antara lain kurangnya data dan informasi kebencanaan, baik di tingkat
masyarakat umum maupun di tingkat pengambil kebijakan. Keterbatasan data dan
informasi spasial kebencanaan merupakan salah satu permasalahan yang
menyebabkan manajemen bencana di Indonesia berjalan kurang optimal.
Pengambilan keputusan ketika terjadi bencana sulit dilakukan karena data yang
beredar memiliki banyak versi dan sulit divalidasi kebenarannya.

1.2 Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu bagaimana sistem


menajeman pengendalian bencana yang efektif dan efisien berdasarkan parameter
masa tanggap, pemulihan, kesiapan dan pencegahan serta mitigasi ?

1.3 Tujuan

Tujuan dari makalah ini yaitu untuk mengetahui sistem menajeman


pengendalian bencana yang efektif dan efisien berdasarkan parameter masa
tanggap, pemulihan, kesiapan dan pencegahan serta mitigasi.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan jenis bencana

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana


menyebutkan bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis. Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana
disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana
alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau


serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi,
epidemi. dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atauserangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi
konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan terror.

2.2 Tahapan bencana

Disaster atau bencana dibagi beberapa tahap yaitu : tahap pra-disaster, tahap
serangan atau saat terjadi bencana (impact), tahap emergensi dan tahap
rekonstruksi. Dari ke-empat tahap ini, tahap pra disaster memegang peran yang
sangat strategis.
a. Tahap Pra-Disaster
Tahap ini dikenal juga sebagai tahap pra bencana, durasi waktunya mulai saat
sebelum terjadi bencana sampai tahap serangan atau impact. Tahap ini
dipandang oleh para ahli sebagai tahap yang sangat strategis karena pada tahap
pra bencana ini masyarakat perlu dilatih tanggap terhadap bencana yang akan
dijumpainya kelak. Latihan yang diberikan kepada petugas dan masyarakat
akan sangat berdampak kepada jumlah besarnya korban saat bencana
menyerang (impact), peringatan dini dikenalkan kepada masyarakat pada tahap
pra bencana.
b. Tahap Serangan atau Terjadinya Bencana (Impact phase)
Pada tahap serangan atau terjadinya bencana (Impact phase) merupakan fase
terjadinya klimaks bencana. Inilah saat-saat dimana, manusia sekuat tenaga
mencoba ntuk bertahan hidup. Waktunya bisa terjadi beberapa detik sampai
beberapa minggu atau bahkan bulan. Tahap serangan dimulai saat bencana
menyerang sampai serang berhenti.
c. Tahap Emergensi
Tahap emergensi dimulai sejak berakhirnya serangan bencana yang
pertama.Tahap emergensi bisa terjadi beberapa minggu sampai beberapa
bulan. Pada tahap emergensi, hari-hari minggu pertama yang menolong korban
bencana adalah masyarakat awam atau awam khusus yaitu masyarakat dari
lokasi dan sekitar tempat bencana.
Karakteristik korban pada tahap emergensi minggu pertama adalah : korban
dengan masalah Airway dan Breathing (jalan nafas dan pernafasan), yang
sudah ditolong dan berlanjut ke masalah lain, korban dengan luka sayat, tusuk,
terhantam benda tumpul, patah tulang ekstremitas dan tulang belakang, trauma
kepala, luka bakar bila ledakan bom atau gunung api atau ledakan pabrik kimia
atau nuklir atau gas. Pada minggu ke dua dan selanjutnya, karakteristik korban
mulai berbeda karena terkait dengan kekurangan makan, sanitasi lingkungan
dan air bersih, atau personal higiene. Masalah kesehatan dapat berupa sakit
lambung (maag), diare, kulit, malaria atau penyakit akibat gigitan serangga.
d. Tahap Rekonstruksi
Pada tahap ini mulai dibangun tempat tinggal, sarana umum seperti sekolah,
sarana ibadah, jalan, pasar atau tempat pertemuan warga. Pada tahap
rekonstruksi ini yang dibangun tidak saja kebutuhan fisik tetapi yang lebih
utama yang perlu kita bangun kembali adalah budaya. Kita perlu melakukan
rekonstruksi budaya, melakukan re-orientasi nilai-nilai dan norma-norma
hidup yang lebih baik yang lebih beradab. Dengan melakukan rekonstruksi
budaya kepada masyarakat korban bencana, kita berharap kehidupan mereka
lebih baik bila dibanding sebelum terjadi bencana. Situasi ini seharusnya bisa
dijadikan momentum oleh pemerintah untuk membangun kembali Indonesia
yang lebih baik, lebih beradab, lebih santun, lebih cerdas hidupnya lebih
memiliki daya saing di dunia internasional.

2.3 Definisi manajemen bencana

Dalam UU No 24 Tahun 2007 disebutkan manajemen bencana adalah suatu


proses dinamis, berlanjut, dan terpadu untuk meningkatkan kualitas langkah-
langkah yang berhubungan dengan observasi dan analisis bencana serta
pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, penanganan darurat,
rehabilitasi dan rekonstruksi bencana. Ada tiga aspek jika mengacu pada definisi
manajemen bencana di atas. Ketiga aspek tersebut yaitu pencegahan, penanganan
saat bencana, dan penanganan pascabencana.

Lebih lanjut,tujuan manajemen bencana adalah untuk mencegah dan


membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan harta benda dan lingkungan
hidup, juga menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan
penghidupan korban. Tujuan lain adalah mengembalikan korban bencana dari
daerah penampungan/pengungsian ke daerah asal bila memungkinkan atau
merelokasi ke daerah baru yang layak huni dan aman. Selain itu, juga bertujuan
mengembalikan fungsi fasilitas umum utama, seperti komunikasi/ transportasi, air
minum, listrik, dan telepon, termasuk mengembalikan kehidupan ekonomi dan
sosial daerah yang terkena bencana. Tujuan manajemen bencana lain adalah
mengurangi kerusakan dan kerugian lebih lanjut serta meletakkan dasar-dasar yang
diperlukan guna pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dalam konteks
pembangunan.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Kegiatan dalam Manajemen Bencana

BENCANA

a. Masa tanggap
Masa tanggap adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk
yang ditimbulkan yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi
korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,
pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan
sarana.
Beberapa aktivitas yang dilakukan pada tahapan masa tanggap
antara lain :
- Pengkajian yang tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumberdaya;
- Penentuan status keadaan darurat bencana;
- Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
- Pemenuhan kebutuhan dasar
- Perlindungan terhadap kelompok rentan;
- Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
b. Pemulihan dan pembangunan kembali
Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan
kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan
memfungsikan kembali kelembagaan, sarana dan prasarana dengan
melakukan upaya rehabilitasi.
Contoh tindakan pemulihan diantaranya :
- perbaikan sarana/prasarana sosial dan ekonomi;
- penanggulangan kejiwaan pasca bencana (post traumaticstress)
melalui penyuluhan, konseling, terapi kelompok (disekolah) dan
perawatan;
- Pemulihan gizi/kesehatan;
- Pemulihan sosial ekonomi sebagai upaya peningkatan ketahanan
masyarakat, antara lain: penciptaan lapangan kerja, pemberian
modal usaha, dll.

Pembangunan kembali adalah program jangka panjang untuk


membangun kembali sarana dan prasarana pada keadaan semula
dengan melaksanakan upaya memperbaiki prasarana dan pelayanan
dasar. Contoh tindakan pembangunan kembali yang berkelanjutan
adalah membangun prasarana dan pelayanan dasar fisik, pendidikan,
kesehatan, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, lingkungan,
pembaharuan rencana tata ruang wilayah, sistem pemerintahan dan
ketahanan lainnya yang memperhitungkan faktor risiko bencana.

c. Kesiapan
Kesiapan adalah upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian langkah-langkah yang tepat guna
dan berdaya guna. Hal ini bertujuan agar warga mempunyai persiapan
yang lebih baik untuk menghadapi bencana. Contoh tindakan kesiapan
diantaranya :
- Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur
pendukungnya.
- Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan.
- Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.
- Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu
guna mendukung tugas kebencanaan.
- Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early
warning).
- Penyusunan rencana kontijensi (contingency plan).
- Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan).
d. Pencegahan dan mitigasi
Pencegahan adalah upaya yang dilakukan untuk menghilangkan
sama sekali atau mengurangi ancaman. Pada Tahap Pencegahan,
dilakukan penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster
Management Plan) atau sering disebut juga Rencana Kesiapan (Disaster
Preparedness Plan). Rencana ini adalah rencana Penanggulangan
Bencana yang menyeluruh dari pra bencana sampai pasca bencana,
akan tetapi terbatas pada apa kegiatan yang akan dilaksanakan, dan
siapa pelakunya serta sumber dana yang akan dipakai. Contoh tindakan
pencegahan diantaranya :
- Pembuatan hujan buatan untuk mencegah terjadinya kekeringan di
suatu wilayah.
- Melarang atau menghentikan penebangan hutan.

Mitigasi atau pengurangan adalah serangkaian upaya untuk


mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana. Kegiatan mitigasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu fisik dan
nonfisik. Contoh tindakan mitigasi atau peredaman dampak ancaman
diantaranya :
- Membuat bendungan, tanggul, kanal untuk mengendalikan bencana
dan lainnya.
- Penetapan dan pelaksanaan peraturan, sanksi; pemberian
penghargaan mengenai penggunaan lahan, tempat membangun
rumah, aturan bangunan.
- Penyediaan informasi, penyuluhan, pelatihan, penyusunan
kurikulum pendidikan penanggulangan bencana.

3.2.

Anda mungkin juga menyukai