Anda di halaman 1dari 18

“TANGGAP DARURAT BENCANA GUNUNG MELETUS“

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Disaster Nursing


Dosen Pembimbing : Ns. Reni Sulung Utami, S.Kep., M.Sc

Kelompok 4 :

1. Ovi Imroatul Lathifah (22020116120032)


2. Savitri (22020116120038)
3. Nur Wahyuni (22020116120039)
4. Ratrika Sari (22020116120041)
5. Hasna Mufida (22020116120043)

Kelas A16.1

DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2018
TANGGAP DARURAT BENCANA GUNUNG MELETUS

A. Definisi Bencana Gunung Meletus


Gunung meletus adalah gunung yang memuntahkan materi – materi sari dalam
bumi seperti debu, awan pasan, asap, kerikil, batu – batuan, lahar panas, lahar dingin,
magma, dan lain sebagainya. Gunung meletus biasanya diprediksi waktunya sehingga
korban jiwa dan harta benda bisa diminimalisasi (Khambali, 2017).
Magma adalah cairan pijar yang terdapat dalam lapisan bumi dengan suhu yang
sangat tinggi, yakni diperkirakan lebih dari 1.000 0C. Cairan magma yang keluar dari
dalam bumi disebut lava. Suhu lava yang dikeluarkan bisa mencapai 700 – 1200 0C.
Letusan gunung berapi yang membawa batu dan abu dapat menyembur sampai sejauh
radius 18 km atau lebih, sedangkan lavanya bisa membanjir sampai sejauh radius 90
km (Khambali, 2017).
Tidak semua gunung berapi sering meletus. Gunung berapi yang sering meletus
disebut gunung berapi aktif. Berikut adalah berbagai tipe gunung berapi :
1. Gunung berapi kerucut atau gunung berapi strato (strato volcano)
2. Gunung berapi perisai (shield volcano)
3. Gunung berapi maar

B. Tanda Gunung Berapi yang akan Meletus


Bencana letusan gunung berapi merupakan salah satu bencana yang kejadiannya
dapat diprediksi sebelumnya. Dengan kata lain, bencana letusan gunung berapi
mempunyai kontijensi, yaitu suatu keadaan yang dapat diperkirakan akan segera terjadi,
tetapi mungkin juga tidak terjadi. Gunung berapi yang akan meletus dapat diketahui
melalui beberapa tanda- tanda umum, antara lain :
1. Suhu di sekitar gunung naik.
2. Mata air menjadi kering.
3. Sering mengeluarkan suara gemuruh, kadang disertai getaran (gempa).
4. Tumbuhan di sekitar gunung layu.
5. Binatang di sekitar gunung bermigrasi.
Prediksi terhadap letusan gunung berapi dapat dilihat dari gejala dan peringatan
dini melalui status gunung berapi yang dibagi menjadi 4 bagian, yaitu :
1. Aktiv-Normal (level 1)
Kegiatan gunung api baik secara visual maupun denga instrumentasi tidak ada
gejala perubahan kegiatan.
2. Waspada (level 2)
Dilihat dari pengamatan visual dan instrumentasi mulai terdeteksi gejala perubahan
kegiatan, misal jumlah gempa vulkanik, suhu kawah (solvatara/fumarola)
meningkat dari nilai normal.
3. Siaga (level 3)
Kenaikan kegiatan semakin nyata. Hasil pantauan visual dan seismik berlanjut
didukung data dari instrumentasi lainnya.
4. Awas (level 4)
Semua data menunjukkan bahwa letusan utama segera menjulang. Letusan- letusan
asap/abu sudah mulai terjadi
Berdasarkan aktifitas gunung berapi diatas, dapat dilihat bahwa kontijensi terjadi
pada status awas. Pada status awas atau siaga, seharusnya sudah dilakukan tindakan-
tindakan penyelamatan dan evakuasi untuk menghindari atau meminimalisir jumlah
korban dan kerusakan yang akan ditimbulkan. (Badan Koordinasi Nasional Penanganan
Bencana)
C. Tanggap Darurat Bencana
1) Definisi Tanggap Darurat Bencana
Tanggap darurat adalah upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian
bencana untuk menenggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa
penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi, dan pengungsian (Khambali, 2017)
Menurut UU Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Penanggulangan Bencana, Tanggap Darurat Bencana adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bancana untuk menangani dampak
buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban,
harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsian,
penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
Tahap Tanggap Darurat merupakan tahap penindakan atau pengerahan
pertolongan untuk membantu masyarakat yang tertimpa bencana, guna menghindari
bertambahnya korban jiwa. Fase tanggap darurat berlangsung saat bencana tersebut
terjadi, sehingga fase ini berlangsung sangat cepat dan tiba-tiba.
2) Tujuan Tanggap Darurat
Tujuan dari fase tanggap darurat adalah : (Imran, 2012)
- Membatasi korban dan kerusakan
- Mengurangi penderitaan
- Mengembalikan kehidupan dan sistem masyarakat
- Mitigasi kerusakan dan kerugian
- Sebagai dasar untuk pengembalian kondisi
3) Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
Penyelenggaraan penangulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi :
1. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan
sumber daya. Pengkajian ini dilaukan untuk mengidentifikasi :
a. Cakupan lokasi bencana
b. Jumlah korban
c. Kerusakan prasaran dan sarana
d. Gangguan terhadap fungsi pelayanan umum serta pemerintahan
e. Kemampuan sumber daya alam mapun buatan.
2. Penentuan status keadaan darurat bencana
3. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana. Dilakukan dengan
memberikan pelayanan kemanusiaan yang timbul akibat bencana yang terjadi
pada suatu daerah melalui upaya pencarian dan penyelamatan korban,
pertolongan darurat, dan evakuasi korban
4. Pemenuhan kebutuhan dasar, meliputi : kebutuhan air bersih dan sanitasi,
pangan, sandang, pelayanan kesehatan, pelayanan psikososial, dan tempat
hunian/ penampungan.
5. Perlindungan terhadap kelompok rentan, yaitu meliputi : bayi, balita, anak-anak;
ibu hamil/ menyususi; penyamdang cacat; dan orang lanjut usia.
6. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
(UU Nomor 4 Tahun 2008)
4) Tahapan Tanggap Bencana
Secara umum Tahapan Tanggap Bencana adalah (Putra, et al., 2014)
1. Tahap pengaktifan:
a. Mengumumkan terjadinya bencana dan melaksanakan tanggap awal
b. Mengorganisasi komando dan pengendalian
2. Tahap penerapan
a. SAR
b. Triase, stabilisasi awal dan transport
c. Pengelolaan definitif atas pasien / sumber bahaya.
3. Tahap pemulihan
a. Menghentikan kegiatan
b. Kembali ke operasi normal
c. Debriefing.
4. Pemulihan
Upaya pemulihan meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya rehabilitasi
bertujuan mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak
menentu ke kondisi normal yang lebih baik.
Upaya rekonstruksi bertujuan membangun kembali sarana dan prasarana yang
rusak akibat bencana secara lebih baik dan sempurna.
Upaya - upaya yang dilakukan antara lain:
a. Perbaikan lingkungan dan sanitasi;
b. Perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan;
c. Pemulihan psikososial;
d. Peningkatan fungsi pelayanan kesehatan.
Hal yang harus diperhatikan saat terjadi letusan gunung berapi:
1. Hindari daerah rawan bencana seperti lereng gunung, lembah, dan daerah aliran
lahar.
2. Ditempat terbuka, lindungi diri dari abu letusan dana wan panas. Persiapkan diri
untuk kemungkinan bencana susulan.
3. Kenakan pakaian yang bisa melindungi tubuh, seperti : baju lengan panjang,
celana panjang, topi, dan lainnya.
4. Jangan memakai lensa kotak.
5. Pakai masker atau kain untuk menutupi mulut dan hidung.
6. Saat turunnya awan panas usahakan untuk menutup wajah dengan kedua belah
tangan.
Bahaya utama akibat letusan gunung berapi diantaranya awan panas, lontaran batu
pijar, hujan abu lebat, leleran lava, dan gas beracun.
5) Pengelolaan tanggap darurat bencana letusan gunung meletus
Kegiatan ini meliputi penyiapan posko bantuan bencana darurat, tempat
evakuasi, tim reaksi cepat evakuasi dan prosedur tetap.
Untuk bencana letusan gunung berapi, masing-masing pemukiman perlu dilakukan
dan disediakan hal-hal berikut :
1. Penentuan lokasi evakuasi, jalur ke lokasi evakuasi, papan tanda menuju lokasi
evakuasi, dan peta jalan menuju lokasi evakuasi. Sebaiknya setiap orang dan
keluarga melakukan uji coba evakuasi dengan mengikuti jalur yang sudah
ditentukan.
2. Penentuan cara dan jalur evakuasi bagi anggota keluarga yang paling lemah
(bayi, anak, orang sakit, lansia, dan penyandang disabilitas.)
3. Penyediaan perlengkapan dan fasilitas di lokasi evakuasi dengan
memperhatikan kebutuhan anggota keluarga yang paling lemah (bayi, anak,
orang sakit, lansia, dan penyandang disabilitas).
4. Pembuatan pedoman prosedur evakuasi pada saat bencana letusan gunung api.
5. Pembentukan TIM SAR dan melengkapi peralatan SAR yang dibutuhkan,
seperti kendaraan, peralatan komunikasi, lampu senter, pengeras suara portable,
dan sejenisnya.
6. Pembentukan sistim keamanan pada saat bencana letusan gunung api. Ini untuk
memberi rasa aman kepada warga yang meninggalkan rumahnya saat bencana
letusan gunung api sesuai panduan yang ada.
7. Kendaraan transportasi menuju lokasi evakuasi. Dalam beberapa bencana,
seperti gunung api meletus, lokasi evakuasinya cukup jauh dari pemukiman
penduduk. Oleh karena itu, perlu disiapkan alat transportasi untuk mengangkut
pengungsi dengan cepat. Perhatikan khusus harus diberikan kepada anggota
keluarga yang paling lemah.
8. Penyediaan sarana mandi, cuci, kakus atau MCK di lokasi evakuasi dengan
memperhatikan kebutuhan anggota keluaraga yang paling lemah.
9. Penyediaan air bersih di lokasi evakuasi. Saat ini, sudah banyak tersedia alat
penjernih air yang mudah dibawa dan dipindahkan ke berbagai lokasi. Alat ini
sangat diperlukan saat terjadi evakuasi karen air jernih siap pakai sangat
dibutuhkan saat evakuasi.
10. Makanan di lokasi evakuasi. Dapur umum yang menyediakan makanan bagi
pengungsi, terutama anak-anak, harus disediakan sedini mungkin. Demikian
pula dengan alat-alat masak dan bahan bakunya. Tenaga relawan yang memasak
biasanya mudah diperoleh saat evakuasi.
11. Pertolongan pertama, pengobatan darurat dan obat-obatan penting di lokasi
evakuasi.
12. Layanan medis di lokasi evakuasi. Dinas kesehatan pemerintah daerah, klinik
kesehatan PMI, dinas kesehatan TNI, dan lembaga lainnya umumnya sudah siap
sedia untuk memberi apelayanan kesehatan pada saat bencana letusan gunung
api.
13. Tindakan penyelamatan atau memberi pertolongan terhadap warga yang
membutuhkan.
14. Menginventarisir kerugian dan kerusakan sarana prasarana kehidupan.
15. Menghimbau masyarakat untuk memberi bantuan pangan, sandang dan
kesehatan bagi korban bencana gunung meletus.
16. Mendistribusikan bantuan dari pemerintah dan masyarakat.
17. Melakukan sosialisasi dan penyuluhan antara lain tentang pemulihan mental,
pencegahan terjangkitnya wabah penyakit, pengetahuan kebersihan tempat
penampungan dan lingkungan.
(Ramli, 2010)
D. Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana
1) Definisi Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana
Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana adalah suatu sistem penanganan
darurat bencana yang digunakan oleh semua instansi/lembaga dengan
mengintegrasikan pemanfaatan sumberdaya manusia, peralatan dan aggaran.
Komando Tanggap Darurat Bencana adalah organisasi penanganan tanggap
darurat bencana yang dipimpin oleh seorang Komando Tanggap Darurat Bencana
dan dibantu oleh staf komando dan staf umum, memiliki struktur organisasi standar
yang menganut satu komando dengan mata rantai dan garis komando yang jelas dan
memiliki satu komando dalam mengkoordinasikan instansi/ lembaga/ organisasi
terkait untuk pengerahan sumberdaya.
Staf Komando adalah pembantu Komando Tanggap Darurat Bencana dalam
menjalankan urusan sekretariat, hubungan masyarakat, perwakilan instansi/
lembaga/ oganisasi terkait untuk pengerahan sumberdaya.
Staf Umum adalah pembantu Komando Tanggap Darurat Bencana dalam
menjalankan fungsi utama komando untuk bidang operasi, bidang perencanaan,
bidang logistik dan peralatan serta bidang administrasi keuangan serta keselamatan
dan keamanan.
2) Fungsi Komando Tanggap Darurat Bencana
Fungsi Komando Tanggap Darurat adalah mengkoordinasikan,
mengintergasikan, dan mensinkronkan seluruh unsur dalam organisasi komando
tanggap darurat untuk penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta
pemulihan sarana dan prasarana dengan segera pada saat kejadian bencana.
Contoh Manajeman Komunikasi Bencana Merapi 2010 saat Tanggap Darurat
3) Tahapan Pembentukan Komando Tanggap Darurat
Tahapan pembentukan komando tanggap darurat bencana :
1. Informasi awal kejadian bencana
Informasi awal kejadian bencana dapat diperoleh melalui pelaporan, media
massa, instansi/lembaga, terkait, masyarakat, internet, dan badan- badan lain
yang dapat dipercaya. Kemudian BNPB dan/atau BPBD melaukan klarifikasi
kepada instansi/ masyarakat di lokasi bencana. Informasi yang diperoleh terkait
bencana yang terjadi meliputi :
 Apa : jenis bencana
 Kapan : hari, tanggal, bulan, tahun, jam, waktu setempat
 Dimana : tempat/lokasi/daerah bencana
 Berapa : jumlah korban, kerusakan sarana dan prasarana
 Penyebab : penyebab utama terjadinya bencana
 Bagaimana : upaya yang dilakukan
2. Penugasan Tim Reaksi Cepat (TRC) BNPB/BPBD
Tim TRC tanggap darurat bencana ditugaskan untuk melaksanakan tugas
pengkajian secara cepat, tepat, dan dampak bencana, serta memberikan
dukungan pendampingan dalam rangka penanganan darurat bencana.
3. Hasil kaji cepat dan masukan dari para pihak terkait disampaikan kepada Kepala
BPBD Kab/Kota/Provinsi/BNPB
4. Masukan dan usulan dari Kepala BPBD Kab/Kota/Provinsi/BNPB kepada
Bupati /Walikota/Gubernur/Presiden untuk menetapkan status/tingkat bencana
5. Penetapan tingkat/status bencana oleh Bupati/Gubernur/Presiden
6. Penunjukkan komandan penanganan darurat bencana oleh
Bupati/Gubernur/Presiden
7. Kepala BPBD Kab/Kota/Provinsi/BNPB meresmikan pembentukkan Komando
Tanggap Darurat Bencana yang dilakukan dengan mengeluarkan surat
keputusan pembentukan komando tanggap darurat bencana serta melakukan
mobilisasi SDM, peralatan, logistik, dan dana dari instansi atau lembaga terkait
dan atau masyarakat.
4) Tugas Pokok Komandan Tanggap Darurat
Tugas Pokok Komandan Tanggap Darurat yaitu : (Imran, 2012)
1. Menyusun rencana operasi.
2. Mengaktifkan Pusat Pengendali Operasi (Pusdalops) menjadi Pos Komando
Tanggap Darurat (BPBD).
3. Membentuk Pos Komando Lapangan di lokasi bencana.
4. Membuat rencana strategis dan taktis, mengorganisasikan, melaksanakan dan
mengendalikan operasi tanggap darurat.
5. Melaksanakan komando dan pengendalian untuk pengerahan SDM, peralatan,
logistik dan penyelamatan serta berwenang memerintahkan instansi terkait
dalam penanganan darurat.
5) Sistem Komando Tanggap Darurat berdasarkan Peraturan Kepala BNPB No.
10 Tahun 2008
E. Penyelenggaraan Penangulangan Bencana pada Saat Tanggap Darurat
Penanganan yang harus di lakukan pada saat terjadi gunung meletus atau bencana.
a. Mengetahui lokasi bencana dari informasi yang di dapat, dan harus memperhatikan
hal-hal berikut.
a) Lengkapi semua informasi dan klasifikasi kebenaran berita
b) Bila benar berita di laporkan sesuai ketentuan (alur pelaporan)
c) Berita distribusikan untuk kordinasi dengan unit kerja terkait (persiapan tim)
d) Puskodalmet di bentuk (aktifkan organisasi kerangka/ organisasi tugas yangsudah
ditetapkan saat preparednees)
e) Sistem Komunikasi memegang peran penting
b. Tugas pengendalian fasilitas dan logistic seperti :
a) Mampu mengetahui dan menyiapkan kebutuhan semua unit kerja (
fasilitasPuskodal, fasilitas dan logistik di lapangan)
b) Menyiapkan dan berkoordinasi dgn sektor lain dalam penyiapan kebutuhankorban
(RS lapangan, shektering pengungsi, jamban, air bersih, transportasitim dan
korban)
c) Mempu mengelola semua bantuan logistik dari hasil koordinasi atau bantuan
d) Lokasi bencana tindakan yang harus di lakukan :
1. Lakukan seleksi korban
2. Untuk memberikan prioritas pelayanan
3. Gunakan Label / Tag
4. Penyelamatan dan mengefaluasi korban maupun harta benda
5. Memenuhi kebutuhan dasar
6. Penyelamatan, serta pemulihan sarana dan prasarana
7. Perlindungan
8. Pengurusan pengungsi
e) Yang sebaiknya dilakukan oleh setiap orang jika terjadi letusan gunung apiantara
lain:
1. Hindari daerah rawan bencana seperti lereng gunung, lembah, aliransungai
kering dan daerah aliran lahar;
2. Hindari tempat terbuka, lindungi diri dari abu letusan;
3. Masuk ruang lindung darurat;
4. Siapkan diri untuk kemungkinan bencana susulan;
5. Kenakan pakaian yang bisa melindungi tubuh, seperti baju lengan panjang,
celana panjang, topi dan lainnya;
6. Melindungi mata dari debu, bila ada gunakan pelindung mata seperti
kacamata renang atau apapun yang bisa mencegah masuknya debu kedalam
mata;
7. Jangan memakai lensa kontak
8. Pakai masker atau kain untuk menutupi mulut dan hidung;
9. Saat turunnya abu gunung api usahakan untuk menutup wajah dengankedua
belah tangan

F. Problematika pada Fase Tanggap Darurat Bencana


Problematika yang terjadi pada fase tanggap darurat bencana yaitu : (Imran, 2012)
1. Keterbatasan SDM
Pada fase tanggap darurat bencana, setiap orang akan mengalami kegagapan dan
kebingungan apa yang harus mereka lakukan di fase tanggap darurat bencana, oleh
karena itu akan ada banyak korban sehingga akan terjadi kekurangan sumber daya
manusia untuk membantu mengatasi fase tanggap darurat bencana.
2. Keterbatasan peralatan kesehatan
Pusat pelayanan kesehatan sering kali menyiapkan peralatan secukupnya, tidak
memberikan cadangan peralatan, sehingga sering terjadi kekurangan peralatan jika
korban bencana banyak.
3. Keterbatasan sistem kesehatan
Belum disiapkan secara khusus tenaga kesehatan untuk menghadapi bencana,
sehingga akan mengalami permasalahan pada saat tanggap bencana. Departemen
Kesehatan secara terpisah juga hendaknya mempunyai Darurat Kesehatan yang
sifatnya terincil. Kerjasama dengan Departemen Sosial dan pihak terkait yang
sesuai dengan jenis darurat kesehatan juga perlu diadakan untuk peningkatan
efektifitas penanggulangan keadaan itu.

4. Keterbatasan air
Peristiwa kecil bisa terjadi dalam keadaan suatu daerah tidak mempunyai stok air
bersih karena suatu hal seperti PAM bocor, atau sumber air tercemar dan tidak
menutup kemungkinan terjadinya kerusakan terhadap fasilitas air. Ini tentunya
merupan tanggung jawab pertama dari PDAM dan Departemen Kesehatan. Kedua
instansi ini dan badan terkait lain semestinya merumuskan bersama-sama darurat
air ini kemudian merumuskan bersama petunjuk teknis yang disosialisasikan
meliputi:
a. Bagaimana mendapatkan suatu informasi kejadian secara spesifik
b. Pengambilan dan penelitian sampel air (apabila tercemar)
c. Pembagian peran dan tanggung jawab
d. Keselamatan personel, agar penolong justru tidak menjadi korban dan tidak
malah menimbulkan lebih banyak korban
e. Identifikasi sumber air alternatif
f. Perbaikan, penggantian, dan ketersediaan alat penunjang untuk mengatasi
masalah.
5. Keterbatasan sarana komunikasi
Perlu rumusan jelas dari departemen terkait bekerjasama dengan Perusahaan
Telekomunikasi dan tak lupa pada Amatir Radio dalam mengatasi informasi pada
saat darurat. Seperti kita ketahui, saat semua infrastruktur komunikasi jatuh, maka
satu-satunya yang bisa diandalkan dalam hal ini adalah komunikasi radio yang
mana banyak dipakai para anggota Amatir Radio yang tersebar luas di Indonesia.
Kemudian informasi tersebut bisa diteruskan melalui media lain saat ditangkap di
daerah lain yang masih baik strukturnya.
6. Krisis Energi
Krisis energi juga memerlukan suatu Rencana Tanggap Darurat. Krisis energi bisa
terjadi dalam skala kecil seperti kurangnya pasokan listrik karena gardu induk
meledak akibat letusan gunung berapi; kurangnya pasokan bahan bakar, dan
masalah energi lain. Sehingga tanggung jawab Departemen ESDM penting untuk
melakukan koordinasi dengan perusahaan-perusahaan energi yang diawasinya
untuk mengatasi keadaan darurat seperti ini.
7. Keterbatasan sarana transportasi
Sarana perhubungan dan transportasi juga memerlukan perhatian khusus saat
terjadi bencana sehingga Departemen Perhubungan juga perlu membuat suatu
Rencana Tanggap Darurat Transportasi yang tidak hanya berguna saat bencana saja
melainkan juga dalam saat kasus kesulitan transportasi lain. Ini juga memerlukan
kerjasama dengan pihak kepolisian dan perusahaan-perusahaan penyedia jasa
angkutan dan transportasi.
G. Peran Perawat dalam Fase Tanggap Bencana
Peran perawat dalam fase tanggap bencana (Putra, et al., 2014)
1. Pencarian dan penyelamatan Melokalisasi korban.
- Memindahkan korban dari daerah berbahaya ke tempat
- pengumpulan/penampungan.
- Memeriksa status kesehatan korban (triase di tempat kejadian).
- Memberi pertolongan pertama jika diperlukan.
- Memindahkan korban ke pos medis lapangan jika diperlukan.
2. Triase
- Identifikasi secara cepat korban yang membutuhkan stabilisasi segera (perawatan
di lapangan).
- Identifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan dengan pembedahan darurat
(life saving surgery).
- Pasien harus diidentifikasi dan diletakkan secara cepat dan tepat,
mengelompokkan korban sesuai dengan keparahan pada masing-masing warna
tag yaitu kuning dan merah.
- Area tindakan harus ditentukan sebelumnya dan diberi tanda.
- Penemuan, isolasi dan tindakan pasien terkontaminasi/terinfeksi harus
diutamakan.
3. Pertolongan pertama
- Mengobati luka ringan secara efektif dengan melakukan teknik pertolongan
pertama, seperti kontrol perdarahan, mengobati shock dan menstabilkan patah
tulang.
- Melakukan pertolongan bantuan hidup dasar seperti manajemen perdarahan
eksternal, mengamankan pernafasan, dan melakukan teknik yang sesuai dalam
penanganan cedera.
- Mempunyai keterampilan Pertolongan pertama seperti membersihkan jalan napas,
melakukan resusitasi dari mulut-mulut, melakukan CPR/RJP, mengobati shock,
dan mengendalikan perdarahan.
- Membuka saluran udara secepat mungkin dan memeriksa obstruksi saluran napas
harus menjadi tindakan pertama, jika perlu saluran udara harus dibuka dengan
metode Head-Tilt/Chin-Lift.
- Mengalokasikan pertolongan pertama pada korban dengan perdarahan, maka
perawat harus mnghentikan perdarahan, karena perdarahan yang tidak terkontrol
dapat menyebabkan kelemahan dan apabila akhirnya shock dapat menyebabkan
korban meninggal.
4. Proses pemindahan korban
- Pemeriksaan kondisi dan stabilitas pasien dengan memantau tanda-tanda vital
- Pemeriksaan peralatan yang melekat pada tubuh pasien seperti infus, pipa
ventilator/oksigen, peralatan immobilisasi dan lain-lain.
5. Perawatan di rumah sakit
- Mengukur kapasitas perawatan rumah sakit.
- Lokasi perawatan di rumah sakit
- Hubungan dengan perawatan di lapangan.
- Arus pasien ke RS harus langsung dan terbuka.
- Arus pasien harus cepat dan langsung menuju RS, harus ditentukan, tempat tidur
harus tersedia di IGD, OK, ruangan dan ICU.
6. RHA
- Menilai kesehatan secara cepat melalui pengumpulan informasi cepat dengan
analisis besaran masalah sebagai dasar mengambil keputusan akan kebutuhan
untuk tindakan penanggulangan segera.
7. Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana
- Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan sehari-hari.
- Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian.
- Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan penanganan
kesehatan di RS.
- Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian.
- Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus bayi,
peralatan kesehatan.
- Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan kesehatan dan
kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi.
8. Peran perawat dalam penangaann gangguan psikologis korban bencana gunung
meletus
- Melakukan pemulihan melalui sharing dan mendengarkan segala keluhan-
keluhan yang dihadapi korban
- Pemberian terapi seni atau drama pada anak-anak untuk mengembalikan
keceriaannya
- Memberikan solusi dan diberikan semangat untuk tetap bangkit
- Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular maupun
kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan lingkungannya
berkoordinasi dengan perawat jiwa.
- Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas, depresi
yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi diri) maupun
reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia, fatigue, mual muntah, dan
kelemahan otot).
- Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat dilakukan dengan
memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain.
- Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog dan
psikiater.

H. Peran Perawat dalam Intra Bencana


Biasanya pertolongan pertama pada korban bencana dilakukan tepat setelah keadaan
stabil. Setelah bencana mulai stabil, masing-masing bidang tim survey mulai
melakukan pengkajian cepat terhadap kerusakan-kerusakan, begitu juga perawat
sebagai bagian dari tim kesehatan.
Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk memutuskan
tindakan pertolongan pertama. Ada saat dimana ”seleksi” pasien untuk penanganan
segera (emergency) akan lebih efektif.
1) Bertindak cepat
2) Melakukan pertolongan pertama
3) Menentukan status korban berdasarkan triasea.
a. Merah : paling penting, prioritas utama. keadaan yang mengancamkehidupan
sebagian besar pasien mengalami hipoksia, syok, traumadada, perdarahan
internal, trauma kepala dengan kehilangan kesadaran,luka bakar derajat I-II.
b. Kuning : penting, prioritas kedua. Prioritas kedua meliputi injurydengan efek
sistemik namun belum jatuh ke keadaan syok karena dalam keadaan ini
sebenarnya pasien masih dapat bertahan selama 30-60 menit. Injury tersebut
antara lain fraktur tulang multipel, fraktur terbuka, cederamedulla spinalis,
laserasi, luka bakar derajat II.c.
c. Hijau: prioritas ketiga. Yang termasuk kategori ini adalah frakturtertutup, luka
bakar minor, minor laserasi, kontusio, abrasio, dandislokasi.
d. Hitam : meninggal. Ini adalah korban bencana yang tidak dapatselamat dari
bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggal.
4) Merujuk pasien segera yang memerlukan fasilitas kesehatan yang lebihlengkap.
5) Do not promise. Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan pasti, dengan
maksud memberikan harapan yang besar pada para korban selamat.
6) Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan.
7) Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan (coordination and createleadership).
8) Untuk jangka panjang, bersama-sama pihak yang terkait dapat mendiskusikan dan
merancang master plan of revitalizing, biasanya untuk jangka waktu 30 bulan
pertama.
DAFTAR PUSTAKA

Bahari, Hamid. Ensiklopedi Gunung Berapi Sedunia. 2009. Jakarta. Gramedia


Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana. Pengenalan Karakteristik Bencana dan
Upaya Mitigasi di Indonesia. Jakarta: Direktorat Mitigasi, 2007
Bencana, Pujiono. (2007). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun2007
Tentang Penanggulangan Bencana Paragdima Penanggulangan.
Imran, M. (2012). Koordinasi Bidang Kesehatan Pada Penanganan Tanggap Darurat. Tesis :
Universitas Indonesia.
Khambali, I. (2017). Manajemen Penanggulangan Bancana. Yogyakarta: ANDI.
Putra, A., Juwita, R., Risna, Alfiandi, R., Arnita, Y., Iqbal, M., & Ervina. (2014). Peran dan
Kepemimpinan Perawat dalam Manajemen Bencana pada Fase Tanggap Darurat. Idea
Nursing Journal, 25 - 31.
Ramli, S. (2010). Pedoman Praktis Manajemen Bencana. Jakarta: Dian Rakyat.

Anda mungkin juga menyukai