Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA


ERUPSI GUNUNG MERAPI TAHUN 2010

DISUSUN OLEH :

RETTY AFRIANI,AM.Keb

PROGRAM DIV KEBIDANAN JALUR RPL


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALEMBANG
TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT , karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan , oleh karena itu kami
memohon maaf jika kata-kata yang tidak berkenan dihati pembaca. Serta masukan berupa
kritik dan saran bersifat membangun sangat diharapkan.

Lubuklinggau, 27 November 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Perumusan Masalah

1.3 Tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan jenis bencana

2.2 Tahapan bencana

2.3 Definisi Manajemen Bencana

2.4 Tahapan dan Kegiatan dalam Manajemen Bencana

2.5 Prinsip-prinsip penanggulangan bencana

2.6 Mitigasi Bencana Erupsi Gunung Merapi

2.7 Kesiapsiagaan terhadap Bencana Erupsi Gunung Merapi

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng atau kulit bumi aktif yaitu
lempengIndo-Australia, Lempeng Euro-Asia, dan Lempeng Pasifik. Penunjaman lempeng
Indo-Australia dengan lempeng Euro-Asia menimbulkan jalur gempabumi dan
rangkaiangunungapi aktif sepanjang Pulau Sumatra, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. (Renas
PB,2009). Keadaan geografis dan fenomena geologis yang terjadi menyebabkan
topografinegara ini menjadi beragam.Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan
wilayah yang dikelilingi oleh pegunungan di daerah timur (Kabupaten Gunung Kidul),
dataran tinggi di sisi barat (Kabupaten Kulon Progo), pesisir di sisi selatan (Samudera
Hindia), dan gunung berapiaktif di bagian utara (Gunung Merapi, Kabupaten Sleman). Oleh
karena itu, banyakfenomena alam yang dapat terjadi di Provinsi DIY, salah satunya adalah
erupsi GunungMerapi yang kerap melanda wilayah Kabupaten Sleman dan sekitarnya.
Erupsi Gunung Merapi sudah menjadi “langganan” bagi masyarakat lereng Gunung
Merapi. Namun pada kejadian yang terjadi beberapa waktu terakhir, masih ditemukan banyak
korban jiwa dan kerusakan parah. Dari situ masih dirasakan adanya ketidaksiapandan
kerentanan masyarakat terhadap ancaman bencana erupsi Gunung Merapi. Diperlukankajian
ulang dan pemahaman bagi masyarakat mengenai ancama dan resiko dari erupsiMerapi serta
langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan bencana.Maka berdasarkan kasus bencana
erupsi Merapi pada tahun 2010, akan dilakukananalisis terkait kerentanan masyarakat di
lereng Gunung Merapi dan usaha-usaha penanggulangan resiko bencana.
Diharapkan dengan pemahaman yang lebih mendalammengenai siklus bencana erupsi
Merapi, dapat diberlakukan langkah-langkah terkait resiko yang mungkin terjadi berdasarkan
tingkat kerentanan masyarakat itu sendiri.

1.2 Perumusan Masalah

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan wilayah yang rentan terhadap


kejadian erupsi vulkanik yang disebabkan keberadaan Gunung Merapi di daerah utara.Karena
itu, diperlukan usaha-usaha penanggulangan hingga penanganan bencana.Permasalahan yang
akan dibahas adalah:
1. Apa saja batasan dan strategi kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana?
2. Bagaimana pendekatan sistem dan tahap-tahap yang ada dalam manajemen
penanggulangan bencana di Indonesia ?
3. Apa saja langkah manejemen resiko bencana yang dapat dilakukan untuk bencana
erupsi Merapi?

1.3 Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan pembuatan
makalah ini adalah:
1. Mengetahui batasan dan strategi kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana
2. Mengetahui pendekatan sistem dan tahap-tahap yang ada dalam manajemen
penanggulangan bencana di Indonesia
3. Mengetahui langkah manejemen resiko bencana yang dapat dilakukan untuk
bencana erupsi Merapi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Jenis Bencana

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang PenanggulanganBencana


menyebutkan bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwayang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakatyang disebabkan, baik oleh faktor alam
dan/atau faktor nonalam maupunfaktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia,kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Definisitersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam,dan
manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007tersebut juga
mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanahlongsor. Bencana non alam adalah
bencana yang diakibatkan oleh peristiwaatau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain
berupa gagal teknologi,gagal modernisasi, epidemi. dan wabah penyakit. Bencana sosial
adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atauserangkaian peristiwa yangdiakibatkan
oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atauantar komunitas masyarakat,
dan teror.

2.2 Tahapan Bencana

Disaster atau bencana dibagi beberapa tahap yaitu : tahap pra-disaster,tahap serangan
atau saat terjadi bencana (impact), tahap emergensi dan tahaprekonstruksi. Dari ke-empat
tahap ini, tahap pra disaster memegang peranyang sangat strategis.

a. Tahap Pra-Disaster

Tahap ini dikenal juga sebagai tahap pra bencana, durasi waktunyamulai saat
sebelum terjadi bencana sampai tahap serangan atau impact.Tahap ini dipandang oleh
para ahli sebagai tahap yang sangat strategiskarena pada tahap pra bencana ini
masyarakat perlu dilatih tanggapterhadap bencana yang akan dijumpainya kelak.
Latihan yang diberikankepada petugas dan masyarakat akan sangat
berdampak kepada jumlah besarnya korban saat bencana menyerang
(impect),peringatan dini, dikenalkan kepada masyarakat pada tahap pra bencana.

Sementara mitigasi bencana gunung meletus adalah upaya-upaya yang


dilakukan untuk mengurangi dampak atau risiko yang disebabkan oleh bencana erupsi
gunung berapi atau gunung api meletus. Menurut Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB), bencana gunung meletus adalah bagian dari aktivitas vulkanik yang
dikenal dengan istilah "erupsi". Bahaya letusan gunung api dapat berupa awan panas,
lontaran material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun, tsunami dan banjir lahar.

Sebelum terjadinya erupsi gunung merapi tindakan yang harus dilakukan oleh
pihak berwenang/pemerintah meliputi :

1. Pemantauan dan pengamatan kegiatan pada gunung api yang sedang aktif.
2. Pembuatan dan penyediaan peta kawasan rawan bencana letusan gunung

api, peta zona risiko bahaya gunung api, serta peta pendukung lainnya,
seperti peta geologi gunung api.
3. Membuat langkah-langkah prosedur tetap penanggulangan bencana letusan
4. Melakukan bimbingan dan penyebarluasan informasi gunung api kepada
masyarakat.
5. Penyelidikan dan penelitian geologi, geofisika, dan geokimia di gunung
api.
6. Peningkatan sumber daya manusia dan pendukungnya, seperti peningkatan
sarana dan prasarana.

b. Tahap Serangan atau Terjadinya Bencana (Impact phase)

Pada tahap serangan atau terjadinya bencana (Impact phase)merupakan fase


terjadinya klimaks bencana. Inilah saat-saat dimana,manusia sekuat tenaga mencoba
ntuk bertahan hidup. Waktunya bisaterjadi beberapa detik sampai beberapa minggu
atau bahkan bulan. Tahapserangan dimulai saat bencana menyerang sampai serang
berhenti.
Tindakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah/pihak berwenang saat terjadinya
bencana erupsi meliputi:

1. Membentuk tim gerak cepat.


2. Meningkatkan pemantauan dan pengamatan yang didukung dengan
penambahan peralatan yang lebih memadai.
3. Meningkatkan pelaporan tingkat kegiatan menurut alur dan frekuensi pelaporan
sesuai dengan kebutuhan.
4. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah setempat sesuai prosedur.

Tindakan yang dapat dilakukan oleh individu/masyarakat saat terjadinya bencana


erupsi meliputi:

1. Jika ada evakuasi, pastikan tidak kembali ke kediaman sampai keadaan sudah
dipastikan aman.
2. Hindari daerah rawan bencana, seperti lereng gunung, lembah, dan daerah aliran
lahar.
3. Ketika melihat lahar atau benda lain yang mendekati rumah, segera selamatkan
diri dan cari perlindungan terdekat.
4. Lindungi diri dari debu dan awan panas.
5. Pakailah kacamata pelindung.
6. Pakailah masker kain untuk menutup mulut dan hidung.

c. Tahap Emergensi

Tahap emergensi dimulai sejak berakhirnya serangan bencana yang pertama.


Tahap emergensi bisa terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan. Pada tahap emergesi,
hari-hari minggu pertama yang menolong korban bencana adalah masyarakat awam atau
awam khusus yaitu masyarakat dari lokasi dan sekitar tempat bencana.

Tindakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah/pihak berwenang setelah terjadinya


bencana erupsi meliputi:

1. Menginventarisasi data, yang mencakup sebaran dan volume hasil letusan.


2. Mengidentifikasi daerah yang terkena dan terancam bahaya.
3. Memberikan sarana penanggulangan bahaya.
4. Memperbaiki fasilitas pemantauan yang rusak.
5. Melanjutkan pemantauan rutin, meskipun keadaan sudah menurun.
6. Memberikan sarana penataan kawasan jangka pendek dan jangka panjang.

d. Tahap Rekoinstruksi

Pada tahap ini mulai dibangun tempat tinggal, sarana umum sepertisekolah, sarana
ibadah, jalan, pasar atau tempat pertemuan warga. Padatahap rekonstruksi ini yang
dibangun tidak saja kebutuhan fisik tetapi yanglebih utama yang perlu kita bangun
kembali adalah budaya. Kita perlumelakukan rekonstruksi budaya, melakukan re-
orientasi nilai-nilai dannorma-norma hidup yang lebih baik yang lebih beradab.
Denganmelakukan rekonstruksi budaya kepada masyarakat korban bencana,
kita berharap kehidupan mereka lebih baik bila dibanding sebelum terjadi bencana.
Situasi ini seharusnya bisa dijadikan momentum oleh pemerintahuntuk membangun
kembali Indonesia yang lebih baik, lebih beradab, lebih santun,lebih cerdas dan memiliki
daya saing.

2.3 Definisi Manajemen Bencana

Penanggulangan bencana atau yang sering didengar dengan


manajemen bencana(disaster management) adalah serangkaian upaya yang
meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.

Konsep manajemen bencana saat ini telah mengalami pergeseran


paradigma dari pendekatan konvensional menuju pendekatan holistik (menyeluruh). Pada
pendekatan konvensial bencana itu suatu peristiwa ataukejadian yang tidak terelakkan dan
korban harus segeramendapatkan pertolongan, sehingga manajemen bencana lebih fokus
padahal yang bersifat bantuan (relief) dan tanggap darurat(emergency response).
Selanjutnya paradigma manajemen bencana berkembang ke arah
pendekatan pengelolaan risiko yang lebih fokus pada upaya-upaya pencegahan dan
mitigasi, baik yang bersifat struktural maupun non-struktural di daerah-daerah yang
rawan terhadap bencana, dan upaya membangun kesiap-siagaan.

Sebagai salah satu tindak lanjut dalam menghadapi perubahan paradigma manajemen
bencana tersebut, pada bulan Januari tahun 2005 di Kobe-Jepang
diselengkarakan Konferensi Pengurangan Bencana Dunia (World Conferenceon Disaster
Reduction) yang menghasilkan beberapa substansi dasar dalam mengurangi kerugian
akibat bencana , baik kerugian jiwa, sosial, ekonomi danlingkungan. Substansi dasar
tersebut yang selanjutnya merupakan lima prioritas kegiatan untuk tahun 2005‐2015 yaitu

1. Meletakkan pengurangan risiko bencana sebagai prioritas nasionalmaupun daerah


yang pelaksanaannya harus didukung olehkelembagaan yang kuat.
2. Mengidentifikasi, mengkaji dan memantau risiko bencanaserta menerapkan sistem
peringatan dini.
3. Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan membangunkesadaran kesadaran
keselamatan diri dan ketahanan terhadap bencana pada semua tingkat masyarakat
4. Mengurangi faktor-faktor penyebab resiko bencana.
5. Memperkuat kesiapan menghadapi bencana pada semua tingkatan masyarakat agar
respons yang dilakukan lebih efektif

2.4 Tahapan dan Kegiatan dalam Manajemen Bencana

Dalam melaksanakan penanggulangan bencana, maka


penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi tahap prabencana, tahap tanggap darurat,
dan tahap pascabencana

1. Pada Pra Bencana

Pada tahap pra bencana ini meliputi dua keadaan yaitu :


a. Situasi Tidak Terjadi Bencana

Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi suatu wilayah


yang berdasarkan analisis kerawanan bencana pada periode waktu tertentu tidak
menghadapi ancaman bencana yang nyata.Penyelenggaraan penanggulangan
bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi :

 Perencanaan penanggulangan bencana


 Pengurangan resiko bencana
 Pencegahan
 Pemaduan dalam perencanaan pembangunan
 Persyaratan analisis resiko bencana
 Pendidikan dan pelatihan
 Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana

b. Situasi terdapat potensi bencana

Pada situasi ini perlu adanya kegiatan-kegiatan:

 Kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatanyang dilakukan


untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui
langkah yang tepat guna dan berdaya guna
 Peringatan Dini. Peringatan dini adalah serangkaiankegiatan pemberian
peringatan sesegera mungkin kepadamasyarakat tentang kemungkinan
terjadinya bencana padasuatu tempat oleh lembaga yang berwenang
 Mitigasi Bencana. Mitigasi adalah serangkaian upaya untukmengurangi
risiko bencana, baik melalui pembangunanfisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuanmenghadapi ancaman bencana

2. Tahap Tanggap Darurat

Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yangdilakukan dengan


segera pada saat kejadian bencana untuk menanganidampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatandan evakuasi korban, harta
benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan, pengungsi,
penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap daruratmeliputi:

a. pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dansumber daya
dilakukan untuk mengidentifikasi cakupan lokasi bencana,
jumlah korban, kerusakan prasarana dan sarana, gangguan terhadap fungsi
pelayanan umum serta pemerintahan, dan kemampuan sumber daya alam
maupun buatan.
b. penentuan status keadaan darurat bencana. Penetapan status darurat bencana
dilaksanakan oleh pemerintah sesuai dengan skala bencana
c. penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana, dilakukandengan
memberikan pelayanan kemanusiaan yang timbul
akibat bencana yang terjadi pada suatu daerah melalui upaya pencarian dan pe
nyelamatan korban, pertolongan darurat, dan/atau evakuasi korban
d. pemenuhan kebutuhan dasar, meliputi bantuan penyediaan kebutuhanair
bersih dan sanitasi, pangan, sandang, pelayanan kesehatan, pelayanan
psikososial; dan penampungan dan tempat hunian
e. perlindungan terhadap kelompok rentan, dilakukan denganmemberikan
prioritas kepada kelompok rentan berupa penyelamatan,evakuasi,
pengamanan, pelayanan kesehatan, dan psikososial.Kelompok rentan yang
dimaksud terdiri atas bayi, balita, anak-anak,ibu yang sedang mengandung
atau menyusui;, penyandang cacat, dan orang lanjut usia

Tahap tindakan dalam tanggap darurat dibagi menjadi dua fase yaitu

Fase akut dan fase sub akut. Fase akut, 48 jam pertama sejak bencana terjadi
disebut fase penyelamatan dan pertolongan medis daruratsedangkan fase sub akut
terjadi sejak 2-3 minggu.

3. Pasca Bencana

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana meliputi :


a. Rehabilitasi. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semuaaspek
pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yangmemadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuknormalisasi atau berjalannya secara
wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah
pascabencana.
b. Rekonstruksi. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali
semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik
pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengansasaran utama tumbuh
dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya
hukum dan ketertiban,dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala
aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.

2.5 Prinsip-Prinsip Penanggulangan Bencana

Prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana berdasarkan pasal 3 UU No. 24 tahun 2007,


yaitu:

1.Cepat dan tepat. Yang dimaksud dengan “prinsip cepat dan tepat” adalah bahwa dalam
penanggulangan bencana harus dilaksanakansecara cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan
keadaan.

2. prioritas. Yang dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalah bahwa apabila terjadi bencana,
kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan
penyelamatan jiwa manusia.

3.koordinasi dan keterpaduan. Yang dimaksud dengan “prinsipkoordinasi” adalah bahwa


penanggulangan bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung. Yang
dimaksud dengan“prinsip keterpaduan” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan
oleh berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan padakerja sama yang baik dan saling
mendukung.

4.berdaya guna dan berhasil guna. Yang dimaksud dengan “prinsip berdaya guna” adalah bah
waadalam mengatasi kesulitan masyaraka dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga,
dan biaya yang berlebihan.
Yang dimaksud dengan “prinsip berhasil guna” adalah
bahwa kegiatan penanggulangan bencana harus berhasil guna,khususnya dalam mengatasi
kesulitan masyarakat dengan tidakmembuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan

5.transparansi dan akuntabilitas.Yang dimaksud dengan “prinsiptransparansi” adalah bahwa


penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Yang
dimaksud dengan“prinsip akuntabilitas” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan
secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etikdan hukum

6.Kemitraan

7.Pemberdayaan

8.Nondiskriminatif . Yang dimaksud dengan “prinsip nondiskriminasi”adalah bahwa negara


dalam penanggulangan bencana tidakmemberikan perlakuan yang berbeda terhadap jenis
kelamin, suku,agama, ras, dan aliran politik apa pun

9.Nonproletisi. Yang dimaksud dengan ”nonproletisi” adalah bahwa dilarang menyebarkan


agama atau keyakinan pada saat keadaandarurat bencana, terutama melalui pemberian
bantuan dan pelayanan darurat bencana.

2.6 Mitigasi Bencana Erupsi Gunung Merapi

Mitigasi untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada padakawasan
rawan bencana yang dapat dilakukan melalui berbagai cara termasuk pelaksanaan
penataan ruang, pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur,tata bangunan dan tak
kalah penting adalah penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan,dan pelatihan baik secara
konvensional maupun modern. Upaya-upayamitigasi bencana erupsi Gunung Merapi sebagai
berikut:

a. Pemetaan kawasan rawan bencana dan penataan ruang

Menentukan kawasan-kawasan yang rawan bagi penduduk terhadap


ancaman bahaya letusan dan awan panas, aliran lava, aliran lahar, lontaran batu pijar,
danhujan abu, dalam bentuk peta. Sehingga dapat dilaksanaan penataan ruang
ataukawasan yang bukan rawan bencana
b. Pembangunan Infrastruktur

InfrastrukturSetelah diidentifikasi ancaman yang akan terjadi akibat adanya


bencana erupsiGunung Merapi maka perlu dilakukan pencegahan terhadap
ancaman tersebut.

1. Pembangunan Sabo Dam

Salah satunya yaitu adanya lahar dingin akibat erupsi yang membawa
banyakmaterial bebatuan yang melintasi jalurnya. Lahar dingin ini dapat merusak
apa sajayang dilewatinya, seperti jembatan serta pemukiman warga, yang secara
tidak langsungmerusak tananan kehidupan masyarakat social maupun ekonominya.
Untukmeminimalisir dampak kerusakan tersebut perlu dibuat bangunan Sabo Dam
di jalursungai yang di lewati lahar dingin tersebut.

2.Pembangunan Jalur Evakusi

Untuk memudahkan proses evakuasi maka perlu dibuat jalur-jalur akses


untukke tempat yang lebih aman atau tempat evakuasi yaitu pembangunan jalan
beraspal.

3.Pembangunan Gedung Evakuasi

Gedung atau Bangunan untuk menampung masyarakat harus dirancang


sesuai persyaratan yang dianjurkan sehingga menjamin keamanan masyarakat yang
dievakuasi.

c. Monitoring atau pemantauan Gunung Merapi

Memantau kegiatan gunung api dengan berbagai metode (kegempaan,


deformasi, pengukuran geofisikgas gunung api, remote sensing, hidrologi, geologi
dan geokimia),untuk mengetahui secara tepat pergerakan magma dan gas yang
terkandung didalamnya dalam bentuk manifestasi permukaan maupun bawah
permukaan. Sehinggamemperoleh data dan informasi mengenai kegiatan Gunung
Merapi yang kemudian dapat disampaikan kepada masyarakat.
2.7 Kesiapsiagaan terhadap Bencana Erupsi Gunung Merapi

Kesiapsiagaan dilakukan untuk memastikan upaya yang cepat dan tepat dalam
menghadapi kejadian bencana.

a. Penyuluhan Tanggap Bencana

Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai tindakan mitigasi efektif di wilayahsekitar


Gunung Merapi masih tergolong sedang (rata-rata), bentuk kesiapsiagaan bencana
dari masyarakat dalam menghadapi kondisi darurat bencana erupsi gunungMerapi
tahun 2010 masih tergantung dengan pemerintah misalnya instruksi peringatan dini
dan komunikasi serta koordinasi, dan peranan masyarakat terhadapmitigasi bencana
erupsi Gunung Merapi masih belum maksimal. Maka dari ituuntuk meningkatkan
tingkat pengetahuan masyarakat mengenai tindakan mitigasiharus dilakukan
penyuluhan secara rutin dan menyeluruh.

b. Wajib latih

Konsep wajib latih muncul sebagai alternatif dalam rangka pengurangan


resiko bencana melalui rekayasa sosial peningkatan kapasitas masyarakat dikawasanra
wan bencana. Wajib latih adalah program berkesinambungan yang diharapkandapat
membentuk budaya siaga bencana pada masyarakat. Tujuan wajib latih
adalahmeningkatkan pengetahuan masyarakat akan potensi ancaman
bencana,menciptakan dan meningkatkan kesadaran akan resiko bencana. Sasaran
wajib latihadalah penduduk yang berada di kawasan rawan bencana berusia 17-50
tahun atausudah menikah, sehat jasmani dan rohani dan mendapat ijin
keluarga.Penyelenggaraan wajib latih dilakukan oleh instansi pemerintah atau
LembagaSwadaya Masyarakat yang berkompeten di bidangnya dan dilakukan
atassepengetahuan pemerintah setempat.

c. Early Warning System (peringatan dini)

Peringatan dini sirine adalah suatu sistem perangkat keras yang berfungsi
hanya pada keadaan sangat darurat apabila peringatan dini bertahap tidak mungkindila
kukan. Sirine dipasang di lereng Merapi yang dapat menjangkau kampung-kampung
yang paling rawan dan sistem ini dikelola bersama antara pemerintahKabupaten
bersangkutan dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologidalam hal ini
adalah BPPTK. Sarana komunikasi radio bergerak juga termasukdalam sistem
penyebaran informasi dan peringatan dini di Merapi.
Komunikasi berkaitan dengankondisi terakhir Merapi bisa dilakukan antara para peng
amatgunungapi dengan kantor BPPTK, instansi terkait, aparat desa, SAR dan
lembagaswadaya masyarakat khususnya yang tergabung dalam Forum Merapi.

Respon Tanggap Darurat saat terjadi Bencana Erupsi Gunung Merapi

Respon yang dilakukan yaitu tindakan emergency sesaat setelah terjadinya


bencana.Upaya ini dapat meliputi :

1. Penerjunan dan pengiriman Tim Tanggap Darurat


2. Kegiatan penyelamatan dan evakuasi masyarakat yang terkena bencana
3. Pemberian bantuan kebutuhan dasar korban bencana
4. Pelaksanaan perlindungan terhadap kelompok rentan
5. Kegiatan pengamatan yang terus dilakukan terhadap aktifitas gunung merapi

Rekonstruksi dan rehabilitasi akibat bencana erupsi gunung merapi

Pembangunan kembali infrastruktur serta pemulihan kembali fasilitas


kegiatanmasyarakat sehari-hari. Pembangunan rumah tinggal baru bagi
masyarakat yang rusakakibat letusan Gunung Merapi, selain itu fasilitas seperti
sekolah, gedung pemerintahdesa setempat, serta fasilitas umum lainnya
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Indonesia merupakan salah satu yang rawan bencana sehinggadiperlukan manajemen


atau penanggulangan bencana yang tepat danterencana. Manajemen bencana merupakan
serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko
timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan
rehabilitasi. Manajemen bencana dimulai dari tahap prabecana, tahap tanggap darurat,
dan tahap pascabencana.

3.2 Saran

Masalah penanggulangan bencana tidak hanya menjadi


beban pemerintah atau lembaga-lembaga yang terkait. Tetapi juga diperlukandukungan
dari masyarakat umum. Diharapkan masyarakat dari tiap lapisandapat ikut berpartisipasi
dalam upaya penanggulangan bencana.
Daftar Pustaka

https://news.detik.com/berita/d-6443384/mitigasi-bencana-gunung-meletus-simak-
langkah-langkahnya

Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Bakornas), 2007. Panduan


PengenalanKarakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia. Editor
Triutomo dkk. JakartaDiposaptono, S., Budiman,Agung F. 2009. Menyiasati
Perubahan Iklim di Wilayah Pesisirdan Pulau-Pulau Kecil. BogorWidiastuti,
Mega Ayundya. 2015.

Evaluasi Jembatan Di Sungai Boyong Yogyakarta Pasca Erupsi Gunung Merapi


2010. EMARA- Indonesian Journal of Architecture Vol 1 Nomor 1. ISSN 2460-7878

Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (Renas PB). 2010-2014. dibuat saat


SidangKabinet tanggal 5 November 2009Sumekto, Didik R. 2014.

Pengurangan Resiko Bencana Melalui Analisis Kerentanan dan Kapasitas


Masyarakat dalam Menghadapi Bencana

Seminar Nasional PengembanganKawasan Merapi DPPM & MTS UII. Yogyakarta

Anonymous. 2011. Indonesia negara rawan


bencana.http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2011/08/110810_indonesia
_tsunami.shtml. Diakses tanggal 11 januari 2014.2.

Ledysia, Septiana. 2013. Januari 2013, Indonesia


Dirundung 119Bencana.http://news.detik.com/read/2013/02/02/002615/2159288/10/ja
nuari-2013-indonesia-dirundung-119-bencana. Diakses tanggal 11 Januari 2014.

Pusat Data, Informasi dan Humas. 2010. Sistem Penangulangan


Bencana.http://bnpb.go.id/page/read/7/sistem-penanggulangan-
bencana. Diaksestanggal 11 Januari 20144.

Pusat Data, Informasi dan Humas. 2012. Definisi dan Jenis


Bencana.http://www.bnpb.go.id/page/read/5/definisi-dan-jenis-
bencana. diaksestanggal 12 Januari 2014.5.

Pasal 1 Undang-Undang No. 24 Tahun 2007. Jakarta: DPR RI danPresiden RI6.

Anda mungkin juga menyukai