PENDAHULUAN
Pada hakekatnya bencana adalah sesuatu yang tidak dapat terpisahkan dari
kehidupan. Pandangan ini memberikan arahan bahwa bencana harus dikelola
secara menyeluruh sejak sebelum, pada saat dan setelah kejadian bencana. Oleh
karena itu dibutuhkan sebuah management khusus untuk menanganinya (Agus,
2009).( contoh harus di sertai sumber).
1
kegiatan di bidang tanggap darurat menempati porsi yang lebih besar. Pada
tahapan pasca bencana, kegiatan kegiatan di bidang rehabilitasi dan rekonstruksi
menempati porsi yang lebih besar.
BAB II
PEMBAHASAN
2
Materi yang kurang :- kesiapan dalam pengelolaan bencana
-Peran perawat dalam kesiapan pengelolaan bencana.
Inti dari kontijensi ini lebih kepada suatu proses mengarah kepada kesiapan
dan kemampuan untuk meramal , dan jika memungkinkan dapat untuk mencegah
bencana itu sendiri, serta mengurangai dampaknya dan menangani secara efektif
da melakukan pemulihan diri dari dampak yang dirasakan. Sebagai contoh :
Resiko bencana di sumatera barat dengan kondisi wilayah seperti yang telah
diuraikan di atas, Provinsi Sumatera Barat dapat disebut sebagai wilayah
swalayan bencana alam. Selain potensi bencana yang disebabkan oleh aktivitas
alam, provinsi ini juga memiliki potensi bencana yang disebabkan oleh manusia
seperti konflik sosial, epidemi wabah penyakit dan kegagalan teknologi. Namun
potensi yang disebabkan oleh manusia ini, relatif kecil jumlah kejadiannya.
3
lempeng Indo-Australia di bagian selatan dan lempeng Euroasia di bagian utara
yang ditandai dengan terdapatnya pusat-pusat gempa tektonik di Kepulauan
Mentawai dan sekitarnya.
Disamping gempa dan tsunami, di Sumatera Barat terdapat empat gunung api
aktif yaitu Marapi, Tandikat, Talang dan Kerinci yang menyimpan ancaman
4
bahaya. Aktifitas Gunung Talang yang meningkat di tahun lalu telah menyedot
perhatian nasional walaupun tidak sampai menimbulkan bencana yang besar.
Namun dengan keberadaan aktifitas kehidupan di Sumatera Barat yang berada
disekitar gunung berapi, maka risiko bencana yang ditimbulkan akan sangat besar.
Agar dampak bencana dapat dikurangi, perlu dipetakan risiko bencana yang
ada. Risiko bencana dapat dihitung secara sederhana dengan mempertimbangkan
potensi terjadinya bencana dan potensi kerugian dan kerusakan yang
ditimbulkannya. Dari dua variabel tersebut dapat disusun 3 tingkatan risiko
bencana berkaitan dengan tahapan penanganannya yaitu Tingkat Risiko I
(mendesak), Tingkat Risiko 2 (segera), dan Tingkat Risiko 3 (bertahap).
5
5. Dilakukan secara terbuka ( tidak ada yang ditutupi )
Pada dasar nya proses perencanan kontijensi hanya sesuai untuk peristiwa
atau kejadian dengan tingkat besar dan parahya dampak yang diptimbulkan
sedangkan untuk kejadian kejadian yang tidak terlalu parah cukup menggunakan
kebijakan yang ada. Bahkan jika tidak parah samasekali tidak perlu disusun
rencanan kontijensi.
Rencana kotijensi dibuat segera setelah ada tanda-tanda awal akan terjadi
bencana, beberapa jenis bencana sering terjadi secara tiba-tiba, tanpa ada tanda-
tanda terlebih dahulu (gempa bumi), keadaan ini sulit dibuat rencana kontijensi,
namun demikian tetap dapat dibuat dengan menggunakan data kejadian dimasa
lalu . sedangkan jenis-jenis bencana tertentu dapat diketahui tanda-tanda akan
terjadi , terhadap hal ini dapat dilakukan pembuatan rencana kontijensi, umumnya
penyusunan rencana kontijensi dilakukan pada saat segera akan tejadi bencana.
Pada situasi ini, rencana kontijensi langsung disusun tanpa melalui penilaian atau
analisis. Ancaman atau bahaya.akan tetapi kenyataan dilapangan hal tersebut sulit
dilakukan karena keadaan sudah cheos atau panik akan lebih baik apabila rencana
kontijensi dibuat pada saat sudah diketahuinya adanya potensi bencana.
6
Pada dasarnya rencana kontijensi harus dibuat secara bersama-sama oleh
semua pihak ( stakeholder) dan multi sektor yang terlibat dan berperan dalanm
penanganan bencanan , termasuk dari pemerintah (sektor-sektor) yang terkait,
perusahaan negara, swasta, organisasi non pemerintah lembaga internasional dan
masyarakat, serta pihak-pihak yang lain yang terkait.
Tidak ada perbedaan yang prinsip antara rencana kontijensi dengan rencana
operasi, kecuali waktu penyusunannya, rencana kontijensi disusun menjelang dan
sebelum terjadinya bencana, sehingga rencana tersebut disusun berdasarkan
7
asumsi dan skenario, sedangkan rencana operasi disusun pada saat bencana benar-
benar terjadi, sehingga rencana ini disusun sesuai dengan keadaan sebenarnya .
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah secara prisnip penysusunan rencana
kontijensi selaian disusun bersama seluruh pemangku kepentingan, juga setelah
disusun skenario dan dilakuan ananlisis kebutuhan, setelah dihitung secara rinci
kebutuhan, ditentukan siapa saja pelakunya, dan tidak lupa dilakukan penilaiaan
(ketersediaan) sumberdaya yang dimiliki oleh pelaku kepentingan dari kebutuhan
dan ketersediaan sumberdaya tersebut diketahuai kesenjangan yang akan dipenuhi
dari berbagai sumber.
8
2.4 Proses penyusunan Rencana Kontijensi.
Diplikasikan dalam bentuk sebagai berikut :
1. Penilaian bahaya bencana yang akan direncanakan dalam perencanaan
kontijensi.Penilaian bahaya dapat melakukan identifikasi jenis ancaman dan
pembobotan ancaman,
1. Identifikasi jenis ancamana bencanan dengan menggunakan catatan
data/sejarah kejadiaan bencana.
2. Pembobotan /scoring ancaman /bahaya dari beberapa jenis ancaman yang
ada disuatu kabupaten /kota dan dilakukan penilaian satu per satu tiap
jenis ancaman diberikan nilai /bobot dan di plot kedalam tabel di bawah.
Setelah langkah tersebut , hasil penilaiaan bahaya di plot ke dalam matrik
skala , tingkat bahaya untuk mengidentifikasi bahaya yang beresiko tinggi.Untuk
mengukur dampak pada aspek kehidupan /pensusuk perlu ditetapkan terlebih
dahulu pra kiraan jumlah penduduk yang terancam, baru ditetapkan dampak
kematain, luka-luka, pengunsian, hilang dan dampak lainnya sehingga diketahui
jumlah/persentase dampak yang ditimbulkan . sedangkan untuk dampak pada
aspek sarana dan prasarana, pemerintahan, ekonomi dan lingkungan
diklasifikasiakan kedalam tingkat ringan, sedang dan berat .
Setelah selesai penyususnan rencanan kontijensi terdapat dua kemungkinan ,
yaitu terjadi bencana atau tidak terjadi bencana.
1. Apabila terjadi bencana
Jenis bencana yang terjadi sama atau sesuai sejenis ancaman sebagai mana
diperkirakan sebelumnya, maka rencanan kontijensi sudah diaktifasi atau
diaplikasikan menjadi rencana operasi tanggap darurat. Rencana operasi tersebut
menjadi pedoman bagi posko untuk penanganan darurat , yang didahului dengan
kaji cepat untuk penyesuaiaan data dan kebutuhan sumberdaya.
Langkah pertama yang harus dilakukan apabila terjadi bencana antara lain
rapat koordinasi segera setelah terjadi bencana, dengan mengaktivasi pusat
9
pengendali operasi ( PUSDALOPS)menjadi posko, Penetapan dan pengiriman tim
reaksi cepat (TRC) kelapangan untuk melakukan pertolongan, penyelamatan dan
evakuasi serta kaji cepat ( Quick assesment) untuk pendataan korban kerusakan
atau kerugian, kebutuhan dan kemampuan sumberdaya serta prediksi
perkembangan kondisi kedepan.
Hasil kerja TRC menjadi acuan untuk melakukan tanggap darurat dan
pemulihan darurat prasaran dan sarana fital .dan Pelaksanaan operasi tanggap
darurat, dimana Sektor-sektor yang sudah diberntuk segera melaksanakan tugas
tanggap darurat sampai dengan kondisi darurat pulih atau kembali kekondisi
normal.
Apabila setelah melalui kaji ulang dan perpanjangan masa berlaku ternyata
tidak terjadi bencana, rencana kontijensi dapat di deaktivasi (dinyatakan tidak
berlaku).dengan pertimbangan bahwa potensi bencana tidak lagi menjadi
ancaman.
10
statusnya menjadi rencana penaggulangan bencana dengan catatan bahwa rencana
kontijensi yang bersifat single hazard ( satu jenis ancaman) menjadi rencana
kesiapan yang bersifat multi hazards ( lebih dari satu jenis ancaman).
1. Dimensi sasaran
11
a. Pendidikan kesehatan di rumah sakit dengan sasaran pasien dan
keluarga
12
2) Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek dan dibantu
penyelesaiannya.
b. Interview (wawancara)
a. Kelompok besar
13
b. Kelompok kecil
1) Diskusi kelompok ;
14
Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil,
kemudian dilontarkan suatu permasalahan sama/tidak sama dengan
kelompok lain, dan masing-masing kelompok mendiskusikan
masalah tersebut. Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok
tersebut dan dicari kesimpulannya.
15
Dilakukan pada acara tertentu, misalnya Hari Kesehatan Nasional,
misalnya oleh menteri atau pejabat kesehatan lain.
16
2.9 Alat bantu dan media pendidikan kesehatan
a. Pengertian ;
17
7) Mempermudah penyampaian bahan pendidikan/informasi oleh para
pendidik/pelaku pendidikan.
2) Alat bantu dengar (audio aids) ; piringan hitam, radio, pita suara,
dsb.
3) Alat bantu lihat dengar (audio visual aids) ; televisi dan VCD.
18
4) Adat istiadat serta kebiasaan
Semua alat peraga yang dibuat berguna sebagai alat bantu belajar dan
tetap harus diingat bahwa alat ini dapat berfungsi mengajar dengan sendirinya.
Kita harus mengembangkan ketrampilan dalam memilih, mengadakan alat
peraga secara tepat sehingga mempunyai hasil yang maksimal.
19
Contoh : satu set flip chart tentang makanan sehat untuk bayi/anak-anak harus
diperlihatkan satu persatu secara berurutan sambil menerangkan tiap-
tiap gambar beserta pesannya. Kemudian diadakan pembahasan
sesuai dengan kebutuhan pendengarnya agar terjadi komunikasi dua
arah. Apabila kita tidak mempersiapkan diri dan hanya
mempertunjukkan lembaran-lembaran flip chart satu demi satu tanpa
menerangkan atau membahasnya maka penggunaan flip chart
tersebut mungkin gagal.
20
6) Bila perlu berilah selingan humor, guna menghidupkan suasana dan
sebagainya.
1) Media cetak
2) Leaflet : melalui lembar yang dilipat, isi pesan bisa gambar/tulisan atau
keduanya.
21
6) Poster ialah bentuk media cetak berisi pesan-pesan/informasi
kesehatan, yang biasanya ditempel di tembok-tembok, di tempat-
tempat umum, atau di kendaraan umum.
2) Media elektronik
22
BAB III PENUTUP
4.1 Kesimpulan
23
Daftar Pustaka
docplayer.info/337335-Pedoman-pengelolaan-rumah-sakit-lapangan-untuk-
bencana.html
https://vanrenov.wordpress.com/2010/01/12/perencanaan-kontijensi-
disastercontijensi-planning/
ajago.blogspot.com/2007/12/pendidikan-kesehatan-masyarakat.html?m=1
24