Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada hakekatnya bencana adalah sesuatu yang tidak dapat terpisahkan dari
kehidupan. Pandangan ini memberikan arahan bahwa bencana harus dikelola
secara menyeluruh sejak sebelum, pada saat dan setelah kejadian bencana. Oleh
karena itu dibutuhkan sebuah management khusus untuk menanganinya (Agus,
2009).( contoh harus di sertai sumber).

Dalam pengelolaan managemen becana, telah terjadi beberapa pola


pergeseran paradigma, dimana pada awalnya paradigma bencana 1) dari responsif
menjadi preventif 2) Dari sentralistis menjadi desentralistis 3) Dari urusan
pemerintah menjadi partisipatif 4) Dari sektoral menjadi multi sektor 5) Dari
menangani dampak menjadi mengurangi risiko dan terakhir 6) Dari parsial
menjadi komprehensif.

Dalam Management Bencana terdapat empat tahapan penanggulangan


bencana yang meliputi : 1) rencana penggulangan Bencana /rencana kesiapan, 2)
rencana Siaga atau rencana kontinjensi 3) rencana Operasi tanggap darurat, dan
4) rencana pemulihan. Apabila dilihat dari tahapan penaggulangan bencana,
posisi rencana kontijensi berada pada saat gejala akan terjadinya bencana

Korelasi antara kuadran yang satu dengan kuadran lainnya yang


menggambarkan peran dari masing masing kegiatan untuk setiap segmen
( prabencana) , saat terjadinya bencana dan pasca bencana) dapat dilihat pada
tahapan berikut .

Pada tahapan pra bencana, kegiatan-kegiatan di bidang pencegahan dan


mitigasi menempati porsi/peran terbesar. Pada terjadinya bencana, kegiatan-

1
kegiatan di bidang tanggap darurat menempati porsi yang lebih besar. Pada
tahapan pasca bencana, kegiatan kegiatan di bidang rehabilitasi dan rekonstruksi
menempati porsi yang lebih besar.

Jadi perencanaan kontijensi dapat didefenisikan sebagai proses perencanaan


ke depan , dalam keadaan tidak menentu, dimana skenario dan tujuan disetujui,
tindakan manajerial dan teknis ditentukan , dan sistim untuk menanggapi kejadian
disusun agar dapat mencegah , atau mengatasi secara lebih baik keadaan atau
situasi darurat yang dihadapi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu pengertian kontinjensi?
2. Bagaimana pengertian perencanaan kontijensi?
3. Apa fasilitas pelayanan kesehatan bencana untuk masyarakat ?
4. Bagaimana cara pendidikan kesehatan bencana yang dilakukan dalam
masyarakat umum?
1.3 Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui apa itu kontinjensi.
2. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana prencanaan kontinjensi.
3. Agar mahasiswa mampu memberikan pelayanan kesehatan.
4. Agar dapat memberikan pendididkan kesehatan kepada masyarakat
bencana.

BAB II
PEMBAHASAN

2
Materi yang kurang :- kesiapan dalam pengelolaan bencana
-Peran perawat dalam kesiapan pengelolaan bencana.

2.1 Pengertian Kontinjensi dan Perencanaan Kontijensi

Kontijensi (contingency) adalah suatu keadaan atau situasi yang diperkirakan


akan segera terjadi, tetapi mungkin juga tidak akan terjadi (Oxford Dictionary &
BNPB, 2011). Sedangkan menurut Childs & Dietrich (2002) kontijensi adalah:
The additional effort to be prepared for unexpected or quickly changing
circumstances (Child & Dietrich,2002).

2.2 Rencana Kontinjensi

Dalam sistim penanggulangan bencana, rencana kontjensi, dilaksanakan pada


saat telah terjadinya gejala becana, seperti prediksi dari pakar geologi yang
memprediksi akan terjadi bencana , oleh karena itu rencana kontijensi sudah harus
dilakukan pada.

Inti dari kontijensi ini lebih kepada suatu proses mengarah kepada kesiapan
dan kemampuan untuk meramal , dan jika memungkinkan dapat untuk mencegah
bencana itu sendiri, serta mengurangai dampaknya dan menangani secara efektif
da melakukan pemulihan diri dari dampak yang dirasakan. Sebagai contoh :

Resiko bencana di sumatera barat dengan kondisi wilayah seperti yang telah
diuraikan di atas, Provinsi Sumatera Barat dapat disebut sebagai wilayah
swalayan bencana alam. Selain potensi bencana yang disebabkan oleh aktivitas
alam, provinsi ini juga memiliki potensi bencana yang disebabkan oleh manusia
seperti konflik sosial, epidemi wabah penyakit dan kegagalan teknologi. Namun
potensi yang disebabkan oleh manusia ini, relatif kecil jumlah kejadiannya.

Propinsi Sumatera Barat merupakan salah satu wilayah di Kepulauan


Indonesia yang memiliki tatanan geologi sangat kompleks. Kondisi ini disebabkan
letaknya yang berada pada daerah tumbukan 2 lempeng tektonik besar yaitu

3
lempeng Indo-Australia di bagian selatan dan lempeng Euroasia di bagian utara
yang ditandai dengan terdapatnya pusat-pusat gempa tektonik di Kepulauan
Mentawai dan sekitarnya.

Akibat tumbukan kedua lempeng besar ini selanjutnya muncul gejala


tektonik lainnya yaitu busur magmatik yang ditandai dengan munculnya
rangkaian pegunungan Bukit Barisan beserta gunung apinya dan sesar/patahan
besar Sumatera yang memanjang searah dengan zona tumbukan kedua lempeng
yaitu utara-selatan.

Dampak negatif Wilayah Sumatera Barat secara geologi merupakan wilayah


yang berpotensi untuk terjadinya bencana alam beraspek geologi berupa gempa
bumi tektonik baik yang berpusat di darat yaitu pada jalur patahan besar Sumatera
atau yang lebih dikenal dengan Patahan Semangko maupun yang berpusat di laut
yaitu bagian barat Pantai Sumatera yang adakalanya diikuti oleh naiknya
permukaan air laut atau yang lebih dikenal dengan tsunami, disamping bahaya
letusan gunung api dan tanah longsor.

Setelah Gempa Bumi 30 September 2009 dengan skala 7,9 SH yang


menewaskan 1.195 Orang, perhatian masyarakat terhadap bencana gempa dan
tsunami menjadi perhatian utama di provinsi ini, Rentetan gempa yang terjadi
berikutnya: M8.5 SR di Nias pada bulan Maret 2005, M6,9 SR di sekitar laut
Mentawai pada bulan April 2005, M6,3 SR di sekitar danau Singkarak pada bulan
Maret 2007, M8,4 SR dan M7,9 SR di sekitar perairan Bengkulu dan Sumatra
Barat pada 30 September 2009 telah menimbulkan trauma di masyarakat
Sumatera Barat. Terlebih lagi dengan perkiraan para ahli seismology akan
terjadinya gempa raksasa berikutnya (giant earthquake) di sekitar Mentawai,
membuat pemerintahan provinsi Sumatera Barat harus melakukan langkah-
langkah kesiapsiagaan yg komprehensif.

Disamping gempa dan tsunami, di Sumatera Barat terdapat empat gunung api
aktif yaitu Marapi, Tandikat, Talang dan Kerinci yang menyimpan ancaman

4
bahaya. Aktifitas Gunung Talang yang meningkat di tahun lalu telah menyedot
perhatian nasional walaupun tidak sampai menimbulkan bencana yang besar.
Namun dengan keberadaan aktifitas kehidupan di Sumatera Barat yang berada
disekitar gunung berapi, maka risiko bencana yang ditimbulkan akan sangat besar.

Sejumlah sungai di Sumatera Barat diperburuk dengan kondisi iklim dan


geografis yang beragam, membuat ancaman bencana banjir dan longsor memiliki
risiko yang tinggi. Kejadian banjir dan tanah longsor di Sumatera Barat telah
banyak merenggut korban baik nyawa manusia maupun harta benda. Sedangkan
bencana lainnya seperti angin putting beliung, abrasi pantai, kebakaran hutan,
konflik sosial dan epidemik, efeknya tidak berskala besar.

Agar dampak bencana dapat dikurangi, perlu dipetakan risiko bencana yang
ada. Risiko bencana dapat dihitung secara sederhana dengan mempertimbangkan
potensi terjadinya bencana dan potensi kerugian dan kerusakan yang
ditimbulkannya. Dari dua variabel tersebut dapat disusun 3 tingkatan risiko
bencana berkaitan dengan tahapan penanganannya yaitu Tingkat Risiko I
(mendesak), Tingkat Risiko 2 (segera), dan Tingkat Risiko 3 (bertahap).

2.3 Langkah langkah Proses penyusunan Rencana Kontijensi

Penyusunan rencana kontijensi mempunyai ciri khas yang membedakan


dengan perencanaan yang lain. ciri-ciri khas tersebut sekaligus merupakan
prinsip-prinsip perencanaan kontijensi . atas dasar pemahaman tersebut rencana
kontijensi harus dibuat berdasarkan .

1. Proses penyusunan bersama

2. Merupakan rencanan penanggulangna bencana untuk jenis ancamana


tunggal ( single Hazard)

3. Rencana kontijensi mempunyai skenario

4. Skenario dan tujuan yang disetujui bersama

5
5. Dilakukan secara terbuka ( tidak ada yang ditutupi )

6. Menetapkan peran peran dan tugas setiap sektor

7. Menyepakati konsensus yang telah dibuat bersama

8. Dibuat untuk menghadapi keadaan darurat

Jika diperhatikan antara besarnya kejadian dengan dampak kehidupan


sehari-hari , maka dapat digambarkan. Bahwa Perencanaan kontijensi merupakan
bagian kehidupana sehari-hari diperlukan perencanaan kontijensi tergantung dari
upaya mempertemukan antara besarnya kejadian denganbijak tingkat dampak
yang diakibatkan.

Pada dasar nya proses perencanan kontijensi hanya sesuai untuk peristiwa
atau kejadian dengan tingkat besar dan parahya dampak yang diptimbulkan
sedangkan untuk kejadian kejadian yang tidak terlalu parah cukup menggunakan
kebijakan yang ada. Bahkan jika tidak parah samasekali tidak perlu disusun
rencanan kontijensi.

Rencana kotijensi dibuat segera setelah ada tanda-tanda awal akan terjadi
bencana, beberapa jenis bencana sering terjadi secara tiba-tiba, tanpa ada tanda-
tanda terlebih dahulu (gempa bumi), keadaan ini sulit dibuat rencana kontijensi,
namun demikian tetap dapat dibuat dengan menggunakan data kejadian dimasa
lalu . sedangkan jenis-jenis bencana tertentu dapat diketahui tanda-tanda akan
terjadi , terhadap hal ini dapat dilakukan pembuatan rencana kontijensi, umumnya
penyusunan rencana kontijensi dilakukan pada saat segera akan tejadi bencana.
Pada situasi ini, rencana kontijensi langsung disusun tanpa melalui penilaian atau
analisis. Ancaman atau bahaya.akan tetapi kenyataan dilapangan hal tersebut sulit
dilakukan karena keadaan sudah cheos atau panik akan lebih baik apabila rencana
kontijensi dibuat pada saat sudah diketahuinya adanya potensi bencana.

6
Pada dasarnya rencana kontijensi harus dibuat secara bersama-sama oleh
semua pihak ( stakeholder) dan multi sektor yang terlibat dan berperan dalanm
penanganan bencanan , termasuk dari pemerintah (sektor-sektor) yang terkait,
perusahaan negara, swasta, organisasi non pemerintah lembaga internasional dan
masyarakat, serta pihak-pihak yang lain yang terkait.

Rencana kontijensi disusun melalui proses . proses ini sangat penting ,


karena disusun oleh parisipan, atau peserta sendiri, sedangkan fasilitator hanya
mengarahkan jalannya proses penyusunan kontijensi.

Beberapa kesalahan pemahaman tentang kontijensi :

1. perencanaan kontijensi bukan suatu perencanaan untuk pengadaan


barang/jasa pembelian atau pembangunan prasarana sarana akan tetapi
lebih pada pendayagunaan sumberdaya setempat yagn dimiliki dan dapat
dikerahkan .
2. Pakar dari luar diperlukan hanya untuk memberikan informasi
/pengetahuan yang tidak dimiliki oleh penyusun
3. Rencana kontijensi bukan merupakan tugas rutin tetapi suatu kegiatan
yang eksepsional
4. Perencana kontijensi sangat sensitif , konfidensial dan terbatas . oleh
karena itu pelaksanaannya harus dilakukan secara hati-hati agar tidak
menimbulkan keresahanan atau salah paham bagi masyarakat.
5. Perencanaaan konijensi merupakan faktor pendorong yang mengarah pada
penindakan /penggerakan masayrakat meskipun bencanan belum tentu
terjadi .
6. Produk dari perencanaan kontijensi ini adalah rencana, persediaan (stock
pile) dan anggaran, bukan keberhasilan tanggap darurat.

Tidak ada perbedaan yang prinsip antara rencana kontijensi dengan rencana
operasi, kecuali waktu penyusunannya, rencana kontijensi disusun menjelang dan
sebelum terjadinya bencana, sehingga rencana tersebut disusun berdasarkan

7
asumsi dan skenario, sedangkan rencana operasi disusun pada saat bencana benar-
benar terjadi, sehingga rencana ini disusun sesuai dengan keadaan sebenarnya .

Rencana operasi disusun dengan menyesuaikan jenis kegiatan dan


sumberdaya yang ada dalam rencana kontijensi, sesuai dengan kebutuhan nyata
dari jenis bencana yang telah terjadi.

Rencana kontijensi disusun berdasarkan perkiraaan situasi (asumsi-asumsi)


dengan mengembangakan skenario-kenario yang disepakati. oleh karena itu sesuai
perkembangan dari waktu ke waktu terjadi perubahan situasi dan skenario maka
rencanan kontijensi perlu dilakukan penyesuaiaan dan pemutakhiran.

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah secara prisnip penysusunan rencana
kontijensi selaian disusun bersama seluruh pemangku kepentingan, juga setelah
disusun skenario dan dilakuan ananlisis kebutuhan, setelah dihitung secara rinci
kebutuhan, ditentukan siapa saja pelakunya, dan tidak lupa dilakukan penilaiaan
(ketersediaan) sumberdaya yang dimiliki oleh pelaku kepentingan dari kebutuhan
dan ketersediaan sumberdaya tersebut diketahuai kesenjangan yang akan dipenuhi
dari berbagai sumber.

Penyusunan Rencana Kontijensi dilakukan melaui tahapan/proses persiapan


dan pelaksanakan. pada tahap persiapan meliputi kegiatan penyediaan peta
wilayah kabupaten /kota/provinsi data kabupaten ada pada data ka/kota dalam
angka ,data tentang ketersediaan sumberdaya dari masing-masing Sekor/Pihak
/Instansi organisasi dan informasi dari berbagai sumber/unsur teknis yang dapat
dipertanggung jawabkan .

Pada tahap pelaksanaan adalah penysusunan rencanan kontijensi yang


dimulai dari penilaian resiko, didahulukan dengan penilaian bahaya dan penilaian
tingkat bahaya untuk menentukan 1 jenis ancaman atau bencana yang
diperkirakan akan terjadi (yang menjadi prioritas)

8
2.4 Proses penyusunan Rencana Kontijensi.
Diplikasikan dalam bentuk sebagai berikut :
1. Penilaian bahaya bencana yang akan direncanakan dalam perencanaan
kontijensi.Penilaian bahaya dapat melakukan identifikasi jenis ancaman dan
pembobotan ancaman,
1. Identifikasi jenis ancamana bencanan dengan menggunakan catatan
data/sejarah kejadiaan bencana.
2. Pembobotan /scoring ancaman /bahaya dari beberapa jenis ancaman yang
ada disuatu kabupaten /kota dan dilakukan penilaian satu per satu tiap
jenis ancaman diberikan nilai /bobot dan di plot kedalam tabel di bawah.
Setelah langkah tersebut , hasil penilaiaan bahaya di plot ke dalam matrik
skala , tingkat bahaya untuk mengidentifikasi bahaya yang beresiko tinggi.Untuk
mengukur dampak pada aspek kehidupan /pensusuk perlu ditetapkan terlebih
dahulu pra kiraan jumlah penduduk yang terancam, baru ditetapkan dampak
kematain, luka-luka, pengunsian, hilang dan dampak lainnya sehingga diketahui
jumlah/persentase dampak yang ditimbulkan . sedangkan untuk dampak pada
aspek sarana dan prasarana, pemerintahan, ekonomi dan lingkungan
diklasifikasiakan kedalam tingkat ringan, sedang dan berat .
Setelah selesai penyususnan rencanan kontijensi terdapat dua kemungkinan ,
yaitu terjadi bencana atau tidak terjadi bencana.
1. Apabila terjadi bencana

Jenis bencana yang terjadi sama atau sesuai sejenis ancaman sebagai mana
diperkirakan sebelumnya, maka rencanan kontijensi sudah diaktifasi atau
diaplikasikan menjadi rencana operasi tanggap darurat. Rencana operasi tersebut
menjadi pedoman bagi posko untuk penanganan darurat , yang didahului dengan
kaji cepat untuk penyesuaiaan data dan kebutuhan sumberdaya.

Langkah pertama yang harus dilakukan apabila terjadi bencana antara lain
rapat koordinasi segera setelah terjadi bencana, dengan mengaktivasi pusat

9
pengendali operasi ( PUSDALOPS)menjadi posko, Penetapan dan pengiriman tim
reaksi cepat (TRC) kelapangan untuk melakukan pertolongan, penyelamatan dan
evakuasi serta kaji cepat ( Quick assesment) untuk pendataan korban kerusakan
atau kerugian, kebutuhan dan kemampuan sumberdaya serta prediksi
perkembangan kondisi kedepan.

Hasil kerja TRC menjadi acuan untuk melakukan tanggap darurat dan
pemulihan darurat prasaran dan sarana fital .dan Pelaksanaan operasi tanggap
darurat, dimana Sektor-sektor yang sudah diberntuk segera melaksanakan tugas
tanggap darurat sampai dengan kondisi darurat pulih atau kembali kekondisi
normal.

Langkah Kedua dilakukan adalah Evakuasi berkala atau rutin terhadap


pelaksanaan operasi tanggap darurat, dengan mendiskripsikan Pemecahan
masalah-masalah yang dihadapi dan keputusan terhadap perpanjangan dan
pernyataan resmi berakhirnya.tanggap darurat. Perpanjangan masa tanggap
darurat ( jika diperlukan ).

1. Apabila tidak terjadi bencana

Apabila waktu kejadian bencana yang diperkirakan telah terlampaui ( tidak


terjadi bencana) , maka rencana kontijensi dapat diberlakukan atau diperpanjang
untuk periode atau kurun waktu berikutnya.

Apabila setelah melalui kaji ulang dan perpanjangan masa berlaku ternyata
tidak terjadi bencana, rencana kontijensi dapat di deaktivasi (dinyatakan tidak
berlaku).dengan pertimbangan bahwa potensi bencana tidak lagi menjadi
ancaman.

Rencana kontijensi yang telah dideaktvasi dapat diaktifkan kemabali setiap


saat ( aktivasi ) jika diperlukan. atau dapat juga rencana kontijensi diturunkan

10
statusnya menjadi rencana penaggulangan bencana dengan catatan bahwa rencana
kontijensi yang bersifat single hazard ( satu jenis ancaman) menjadi rencana
kesiapan yang bersifat multi hazards ( lebih dari satu jenis ancaman).

2.5 Bentuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Masyarakat

Setiap kejadian bencana menimbulkan permasalahan kesehatan antara lain


korban meninggal,sakit,luka-luka,pengungsian,masalah gizi,air bersih, serta
sanitasi lingkungan. Selain penyebab rusaknya infrastruktur,gedung,bangunan
publik,termasuk fasilitas kesehatan termasuk rumah sakit,puskesmas,puskesmas
pembantu,gudang farmasi,dan lain-lain. Kerusakan fasilitas keshatan tersebut
tentunya menggangu pelayanan kesehatan, maka terbentuk pedoman pengelolaan
rumah sakit lapangan untuk bencana. Pengelolaan rumah sakit lapangan secara
efektif dan efisien.

2.6 Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan dikatakan berhasil bila sasaran pendidikan


(individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) sudah mengubah sikap dan
tingkah lakunya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

2.7 Ruang lingkup pendidikan kesehatan masyarakat

Ruang lingkup pendidikan kesehatan masyarakat dapat dilihat dari 3 dimensi :

1. Dimensi sasaran

a. Pendidikan kesehatan individu dengan sasaran individu

b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok masyarakat


tertentu.

c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas.

2. Dimensi tempat pelaksanaan

11
a. Pendidikan kesehatan di rumah sakit dengan sasaran pasien dan
keluarga

b. Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasaran pelajar.

c. Pendidikan kesehatan di masyarakat atau tempat kerja dengan sasaran


masyarakat atau pekerja.

3. Dimensi tingkat pelayanan kesehatan

a. Pendidikan kesehatan promosi kesehatan (Health Promotion), misal :


peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan, gaya hidup dan
sebagainya.

b. Pendidikan kesehatan untuk perlindungan khusus (Specific


Protection) misal : imunisasi

c. Pendidikan kesehatan untuk diagnosis dini dan pengobatan tepat (Early


diagnostic and prompt treatment) misal : dengan pengobatan layak dan
sempurna dapat menghindari dari resiko kecacatan.

d. Pendidikan kesehatan untuk rehabilitasi (Rehabilitation) misal : dengan


memulihkan kondisi cacat melalui latihan-latihan tertentu.

2.8 Metode pendidikan kesehatan

1. Metode pendidikan Individual (perorangan)

Bentuk dari metode individual ada 2 (dua) bentuk :

a. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling), yaitu ;

1) Kontak antara klien dengan petugas lebih intensif

12
2) Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek dan dibantu
penyelesaiannya.

3) Akhirnya klien tersebut akan dengan sukarela dan berdasarkan


kesadaran, penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut
(mengubah perilaku)

b. Interview (wawancara)

1) Merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan

2) Menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima


perubahan, untuk mengetahui apakah perilaku yang sudah atau
yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran
yang kuat, apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih
mendalam lagi.

2. Metode pendidikan Kelompok

Metode pendidikan Kelompok harus memperhatikan apakah kelompok


itu besar atau kecil, karena metodenya akan lain. Efektifitas metodenya
pun akan tergantung pada besarnya sasaran pendidikan.

a. Kelompok besar

1) Ceramah ; metode yang cocok untuk sasaran yang berpendidikan


tinggi maupun rendah.

2) Seminar ; hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan


pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian
(presentasi) dari satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik
yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat di
masyarakat.

13
b. Kelompok kecil

1) Diskusi kelompok ;

Dibuat sedemikian rupa sehingga saling berhadapan, pimpinan


diskusi/penyuluh duduk diantara peserta agar tidak ada kesan lebih
tinggi, tiap kelompok punya kebebasan mengeluarkan
pendapat, pimpinan diskusi memberikan pancingan, mengarahkan,
dan mengatur sehingga diskusi berjalan hidup dan tak ada
dominasi dari salah satu peserta.

2) Curah pendapat (Brain Storming) ;

Merupakan modifikasi diskusi kelompok, dimulai dengan


memberikan satu masalah, kemudian peserta memberikan
jawaban/tanggapan, tanggapan/jawaban tersebut ditampung dan
ditulis dalam flipchart/papan tulis, sebelum semuanya
mencurahkan pendapat tidak boleh ada komentar dari siapa pun,
baru setelah semuanya mengemukaan pendapat, tiap anggota
mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi.

3) Bola salju (Snow Balling)

Tiap orang dibagi menjadi pasangan-pasangan (1 pasang 2


orang). Kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah,
setelah lebih kurang 5 menit tiap 2 pasang bergabung menjadi satu.
Mereka tetap mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari
kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasang yang sudah
beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya
dan demikian seterusnya akhirnya terjadi diskusi seluruh kelas.

4) Kelompok kecil-kecil (Buzz group)

14
Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil,
kemudian dilontarkan suatu permasalahan sama/tidak sama dengan
kelompok lain, dan masing-masing kelompok mendiskusikan
masalah tersebut. Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok
tersebut dan dicari kesimpulannya.

5) Memainkan peranan (Role Play)

Beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang


peranan tertentu untuk memainkan peranan tertentu, misalnya
sebagai dokter puskesmas, sebagai perawat atau bidan, dll,
sedangkan anggota lainnya sebagai pasien/anggota masyarakat.
Mereka memperagakan bagaimana interaksi/komunikasi sehari-
hari dalam melaksanakan tugas.

6) Permainan simulasi (Simulation Game)

Merupakan gambaran role play dan diskusi kelompok. Pesan-


pesan disajikan dalam bentuk permainan seperti permainan
monopoli. Cara memainkannya persis seperti bermain monopoli
dengan menggunakan dadu, gaco (penunjuk arah), dan papan main.
Beberapa orang menjadi pemain, dan sebagian lagi berperan
sebagai nara sumber.

3. Metode pendidikan Massa

Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) ini adalah tidak langsung.


Biasanya menggunakan atau melalui media massa. Contoh :

a. Ceramah umum (public speaking)

15
Dilakukan pada acara tertentu, misalnya Hari Kesehatan Nasional,
misalnya oleh menteri atau pejabat kesehatan lain.

b. Pidato-pidato diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik baik


TV maupun radio, pada hakikatnya adalah merupakan bentuk
pendidikan kesehatan massa.

c. Simulasi, dialog antar pasien dengan dokter atau petugas kesehatan


lainnya tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan melalui TV atau
radio adalah juga merupakan pendidikan kesehatan massa. Contoh :
Praktek Dokter Herman Susilo di Televisi.

d. Sinetron Dokter Sartika di dalam acara TV juga merupakan bentuk


pendekatan kesehatan massa. Sinetron Jejak sang elang di Indosiar hari
Sabtu siang (th 2006)

e. Tulisan-tulisan di majalah/koran, baik dalam bentuk artikel maupun


tanya jawab /konsultasi tentang kesehatan antara penyakit juga
merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa.

f. Bill Board, yang dipasang di pinggir jalan, spanduk poster dan


sebagainya adalah juga bentuk pendidikan kesehatan massa. Contoh :
Billboard Ayo ke Posyandu. Andalah yang dapat mencegahnya
(Pemberantasan Sarang Nyamuk).

16
2.9 Alat bantu dan media pendidikan kesehatan

1. Alat bantu (peraga)

a. Pengertian ;

Alat-alat yang digunakan oleh peserta didik dalam menyampaikan


bahan pendidikan/pengajaran, sering disebut sebagai alat peraga. Elgar
Dale membagi alat peraga tersebut menjadi 11 (sebelas) macam, dan
sekaligus menggambarkan tingkat intensitas tiap-tiap alat bantu
tersebut dalam suatu kerucut. Menempati dasar kerucut adalah benda
asli yang mempunyai intensitas tertinggi disusul benda tiruan,
sandiwara, demonstrasi, field trip/kunjungan lapangan, pameran,
televisi, film, rekaman/radio, tulisan, kata-kata. Penyampaian bahan
dengan kata-kata saja sangat kurang efektif/intensitasnya paling
rendah.

b. Faedah alat bantu pendidikan

1) Menimbulkan minat sasaran pendidikan.

2) Mencapai sasaran yang lebih banyak.

3) Membantu mengatasi hambatan bahasa.

4) Merangsang sasaran pendidikan untuk melaksanakan pesan-pesan


kesehatan.

5) Membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak dan cepat.

6) Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan


yang diterima kepada orang lain.

17
7) Mempermudah penyampaian bahan pendidikan/informasi oleh para
pendidik/pelaku pendidikan.

8) Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan.

9) Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih


mendalami, dan akhirnya memberikan pengertian yang lebih baik.

10) Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh.

c. Macam-macam alat bantu pendidikan

1) Alat bantu lihat (visual aids) ;

- alat yang diproyeksikan : slide, film, film strip dan sebagainya.

- alat yang tidak diproyeksikan ; untuk dua dimensi misalnya


gambar, peta, bagan ; untuk tiga dimensi misalnya bola dunia,
boneka, dsb.

2) Alat bantu dengar (audio aids) ; piringan hitam, radio, pita suara,
dsb.

3) Alat bantu lihat dengar (audio visual aids) ; televisi dan VCD.

d. Sasaran yang dicapai alat bantu pendidikan

1) Individu atau kelompok

2) Kategori-kategori sasaran seperti ; kelompok umur, pendidikan,


pekerjaan, dsb.

3) Bahasa yang mereka gunakan

18
4) Adat istiadat serta kebiasaan

5) Minat dan perhatian

6) Pengetahuan dan pengalaman mereka tentang pesan yang akan


diterima.

e. Merencanakan dan menggunakan alat peraga

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

1) Tujuan pendidikan, tujuan ini dapat untuk :

a) Mengubah pengetahuan / pengertian, pendapat dan konsep-konsep.

b) Mengubah sikap dan persepsi.

c) Menanamkan tingkah laku/kebiasaan yang baru.

2) Tujuan penggunaan alat peraga

a) Sebagai alat bantu dalam latihan / penataran/pendidikan.

b) Untuk menimbulkan perhatian terhadap sesuatu masalah.

c) Untuk mengingatkan sesuatu pesan / informasi.

d) Untuk menjelaskan fakta-fakta, prosedur, tindakan.

f. Persiapan penggunaan alat peraga

Semua alat peraga yang dibuat berguna sebagai alat bantu belajar dan
tetap harus diingat bahwa alat ini dapat berfungsi mengajar dengan sendirinya.
Kita harus mengembangkan ketrampilan dalam memilih, mengadakan alat
peraga secara tepat sehingga mempunyai hasil yang maksimal.

19
Contoh : satu set flip chart tentang makanan sehat untuk bayi/anak-anak harus
diperlihatkan satu persatu secara berurutan sambil menerangkan tiap-
tiap gambar beserta pesannya. Kemudian diadakan pembahasan
sesuai dengan kebutuhan pendengarnya agar terjadi komunikasi dua
arah. Apabila kita tidak mempersiapkan diri dan hanya
mempertunjukkan lembaran-lembaran flip chart satu demi satu tanpa
menerangkan atau membahasnya maka penggunaan flip chart
tersebut mungkin gagal.

g. Cara mengunakan alat peraga

Cara mempergunakan alat peraga sangat tergantung dengan alatnya.


Menggunakan gambar sudah barang tentu lain dengan menggunakan film
slide. Faktor sasaran pendidikan juga harus diperhatikan, masyarakat buta
huruf akan berbeda dengan masyarakat berpendidikan. Lebih penting lagi, alat
yang digunakan juga harus menarik, sehingga menimbulkan minat para
pesertanya.

Ketika mempergunakan AVA, hendaknya memperhatikan :

1) Senyum adalah lebih baik, untuk mencari simpati.

2) Tunjukkan perhatian, bahwa hal yang akan dibicarakan/diperagakan


itu, adalah penting.

3) Pandangan mata hendaknya ke seluruh pendengar, agar mereka


tidak kehilangan kontrol dari pihak pendidik.

4) Nada suara hendaknya berubah-ubah, adalah agar pendengar tidak


bosan dan tidak mengantuk.

5) Libatkan para peserta/pendengar, berikan kesempatan untuk


memegang dan atau mencoba alat-alat tersebut.

20
6) Bila perlu berilah selingan humor, guna menghidupkan suasana dan
sebagainya.

3.0 Media pendidikan kesehatan

Media pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu


pendidikan (audio visual aids/AVA). Disebut media pendidikan karena alat-alat
tersebut merupakan alat saluran (channel) untuk menyampaikan kesehatan
karena alat-alat tersebut digunakan untukmempermudah penerimaan pesan-
pesan kesehatan bagi masyarakat atau klien. Berdasarkan fungsinya sebagai
penyaluran pesan-pesan kesehatan (media), media ini dibagi menjadi 3 (tiga) :
Cetak, elektronik, media papan (bill board)

1) Media cetak

1) Booklet : untuk menyampaikan pesan dalam bentuk buku, baik tulisan


maupun gambar.

2) Leaflet : melalui lembar yang dilipat, isi pesan bisa gambar/tulisan atau
keduanya.

3) Flyer (selebaran) ; seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan.

4) Flip chart (lembar Balik) ; pesan/informasi kesehatan dalam bentuk


lembar balik. Biasanya dalam bentuk buku, dimana tiap lembar
(halaman) berisi gambar peragaan dan di baliknya berisi kalimat
sebagai pesan/informasi berkaitan dengan gambar tersebut.

5) Rubrik/tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah, mengenai bahasan


suatu masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan.

21
6) Poster ialah bentuk media cetak berisi pesan-pesan/informasi
kesehatan, yang biasanya ditempel di tembok-tembok, di tempat-
tempat umum, atau di kendaraan umum.

7) Foto, yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.

2) Media elektronik

1) Televisi ; dapat dalam bentuk sinetron, sandiwara, forum diskusi/tanya


jawab, pidato/ceramah, TV, Spot, quiz, atau cerdas cermat, dll.

2) Radio ; bisa dalam bentuk obrolan/tanya jawab, sandiwara radio,


ceramah, radio spot, dll.

3) Video Compact Disc (VCD)

4) Slide : slide juga dapat digunakan untuk menyampaikan


pesan/informasi kesehatan.

5) Film strip juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan.

3) Media papan (bill board)

Papan/bill board yang dipasang di tempat-tempat umum dapat dipakai diisi


dengan pesan-pesan atau informasi informasi kesehatan. Media papan di
sini juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang
ditempel pada kendaraan umum (bus/taksi).

22
BAB III PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Penyusunan rencana kontijensi merupakan kegiatan yang dilakukan pada


kondisi darurat , dalam kasus Gempa Bumi yang terjadi pada tanggal 30
September 2009, terlihat bahwa masih perlunya sosialisasi secara intensif program
perencanaan kontijensi, dilakukan pada seluruh stake holder, agar koordinasi bisa
berjalan sebagaimana yang ada dalam Perencanaan kotinjensi.

23
Daftar Pustaka

docplayer.info/337335-Pedoman-pengelolaan-rumah-sakit-lapangan-untuk-
bencana.html
https://vanrenov.wordpress.com/2010/01/12/perencanaan-kontijensi-
disastercontijensi-planning/
ajago.blogspot.com/2007/12/pendidikan-kesehatan-masyarakat.html?m=1

24

Anda mungkin juga menyukai