Anda di halaman 1dari 15

Manajemen Penanggulangan Bencana Bidang Kebidanan

“Perencanaan dalam Penanggulangan Bencana (Tsunami)”

Dosen Mata Kuliah:


Septi Indah Permata Sari, SST, M.Keb

Disusun Oleh:
Hana Nur Aini
P032015301017

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RIAU
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN ALIH JENJANG
PEKANBARU
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan
dampak psikologis.Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh
faktor alam, non alam, dan manusia.
Oleh karena itu, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Badan Nasional
Penanggulangan Bencana tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam,
bencana nonalam, dan bencana sosial. Sejarah Lembaga Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) terbentuk tidak terlepas dari perkembangan
penanggulangan bencana pada masa kemerdekaan hingga bencana alam berupa
gempa bumi dahsyat di Samudera Hindia pada abad 20. Sementara itu, perkembangan
tersebut sangat dipengaruhi pada konteks situasi, cakupan dan paradigma
penanggulangan bencana (Bundjamin, 2014).
Melihat kenyataan saat ini, berbagai bencana yang dilatarbelakangi kondisi
geografis, geologis, hidrologis, dan demografis mendorong Indonesia untuk
membangun visi untuk membangun ketangguhan bangsa dalammenghadapi bencana.
Wilayah Indonesia merupakan gugusan kepulauan terbesar di dunia. Wilayah yang
juga terletak di antara benua Asia dan Australia dan Lautan Hindia dan Pasifik ini
memiliki 17.508 pulau (Fakhruddin, 2013).
Meskipun tersimpan kekayaan alam dan keindahan pulau-pulau yang luar biasa,
bangsa Indonesia perlu menyadari bahwa wilayah nusantara ini memiliki 129 gunung
api aktif, atau dikenal dengan ring of fire, serta terletak berada pada pertemuan tiga
lempeng tektonik aktif dunia, Lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Ring of
fire dan berada di pertemuan tiga lempeng tektonik menempatkan negara kepulauan
ini berpotensi terhadap ancaman bencana alam.
Di sisi lain, posisi Indonesia yang berada di wilayah tropis serta kondisi
hidrologis memicu terjadinya bencana alam lainnya, seperti angin puting beliung,
hujan ekstrim, banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Tidak hanya bencana alam
sebagai ancaman, tetapi juga bencana non alam sering melanda tanah air seperti
kebakaran hutan dan lahan, konflik sosial, maupun kegagalan teknologi. Menghadapi
ancaman bencana tersebut, Pemerintah Indonesia berperan penting dalam
membangun sistem penanggulangan bencana di tanah air. Pembentukan lembaga
merupakan salah satu bagian dari sistem yang telah berproses dari waktu ke waktu.
Lembaga ini telah hadir sejak kemerdekaan dideklarasikan pada tahun 1945 dan
perkembangan lembaga penyelenggara penanggulangan bencana dapat terbagi
berdasarkan periode waktu sebagai berikut.
Adapun Bencana yang terjadi di Provinsi Riau yang terpantau oleh Badan
Meteorologi dan Geofisika (BMKG) Provinsi Riau diantaranya kekeringan, banjir
dan kebakaran hutan (Muslim, 2013). Bencana ini rentan terjadi pada bulan Januari,
Februari-Maret-April serta Juni-Juli-Agustus. Sistem penanggulangan bencana di
Indonesia didasarkan pada kelembagaan yang ditetapkan oleh pemerintah. Pada
waktu yang lalu, penanggulangan bencana dilaksanakan oleh satuan kerja-satuan
kerja yang terkait. Dalam kondisi tertentu, seperti bencana dalam skala besar pada
umumnya pimpinan pemerintah pusat/daerah mengambil inisiatif dan kepemimpinan
untuk mengkoordinasikan berbagai satuan kerja yang terkait.
Besarnya angka kejadian dan dampak yang ditimbulkan oleh bencana sehingga
membutuhkan upaya penanggulangan. Penanggulangan bencana adalah upaya
sistematis dan terpadu untuk mengelola bencana dan mengurangi dampak bencana,
diantaranya penetapan kebijakan dalam bencana, pengelolaan resiko berupa usaha
pencegahan dan mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat serta upaya pemulihan
berupa rehabilitasi dan rekontruksi. Penanggulangan bencana oleh perawat pada
tahap tanggap darurat meliputi pengkajian secara cepat dan tepat terhadap korban
bencana serta pemberian bantuan hidup dasar (Loke, 2014; Veenema, 2016).
Dengan dikeluarkannya UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, maka terjadi berbagai perubahan yang cukup signifikan terhadap upaya
penganggulangan bencana di Indonesia, baik dari tingkat nasional hingga daerah yang
secara umum, peraturan ini telah mampu memberi keamanan bagi masyarakat dan
wilayah Indonesia dengan cara penanggulangan bencana dalam hal karakeristik,
frekuensi dan pemahaman terhadap kerawanan dan risiko bencana.
Secara khusus penanggulangan bencana di daerah ditangani oleh Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), hal ini dikarenakan BPBD merupakan
unsur pelaksana yang mempunyai tugas melaksanakan urusan Pemerintah Daerah dan
sebagai unsur pelaksana penyelenggara penanggulangan bencana yang ada di daerah.
Ketentuan mengenai pembentukan, fungsi, tugas, struktur organisasi dan tata kerja
lembaga BPBD diatur dalam Peraturan Daerah masing-masing.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui perencanaan dalam penanggulangan bencana pada
manajemen penanggulangan bencana.

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Untuk menetahui rencana penanggulangan bencana (Disaster Magement
Plan) dalam perencanaan penanggulangan bencana tsunami.
b. Untuk menetahui rencana mitigasi (Mitigation Plan) dalam perencanaan
penanggulangan bencana tsunami.
c. Untuk menetahui rencana kontingensi (Contingency Plan) dalam
perencanaan penanggulangan bencana tsunami.
d. Untuk menetahui rencana operasional (Operational Plan) dalam
perencanaan penanggulangan bencana.
e. Untuk menetahui rencana pemulihan (Recovery Plan) dalam perencanaan
penanggulangan bencana tsunami.

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan tentang perencanaan
penanggulangan bencana.

1.3.2 Manfaat Praktis


Untuk dapat menerapkan perencanaan penanggulangan bencana yang
mencakup disaster magement plan, mitigation plan, contingency plan, operational
plan dan recovery plan pada saat sebelum, saat dan setelah terjadinya bencana.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Bencana


Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai potensi tinggi
terjadinya bencana yang memiliki berbagai variasi dilihat dari aspek jenis bencana.
Kondisi alam tersebut serta adanya keanekaragaman penduduk dan budaya di
Indonesia menyebabkan timbulnya risiko terjadinya bencana alam, bencana ulah
manusia dan kedaruratan kompleks, meskipun disisi lain juga kaya akan sumberdaya
alam (Badan Penanggulangan Bencana Nasional, 2008).
Pada umumnya risiko bencana alam dapat meliputi berbagai bencana yang
diakibatkan oleh (Badan Penanggulangan Bencana Nasional, 2008) :
a. Faktor geologi, misalnya adalah :
1) Gempa bumi.
2) Tsunami.
3) Dan letusan gunung berapi.
b. Faktor hydrometeorologi misalnya adalah :
1) Banjir.
2) Tanah longsor.
3) Kekeringan.
4) Dan angin topan.
c. Faktor biologi misalnya adalah :
1) Wabah penyakit manusia.
2) Penyakit tanaman/ternak.
3) Dan hama tanaman.
d. Faktor kegagalan teknologi misalnya adalah :
1) Kecelakan industri.
2) Kecelakaan transportasi.
3) Radiasi nuklir.
4) Dan pencemaran bahan kimia.
e. Bencana akibat ulah manusia misalnya adalah terkait dengan adanya konflik
antar manusia yang diakibatkan oleh adanya :
1) Perebutan sumberdaya yang terbatas.
2) Alasan ideologi.
3) Religius.
4) Serta politik.
f. Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana
pada suatu daerah konflik.

Kompleksitas dari permasalahan bencana tersebut memerlukan suatu penataan


atau perencanaan yang matang dalam penanggulangannya, sehingga dapat
dilaksanakan secara terarah dan terpadu. Penanggulangan yang dilakukan selama ini
belum didasarkan pada langkah-langkah yang sistematis dan terencana, sehingga
seringkali terjadi tumpang tindih dan bahkan terdapat langkah upaya yang penting
justru tidak tertangani, seperti yang telah diamanatkan pada pasal 35 dan 36 UU No.
24 Tahun 2007 (Presiden Republik Indonesia, 2007) tentang Penanggulangan
Bencana, bahwa agar setiap daerah dalam upaya penanggulangan bencana,
mempunyai perencanaan penanggulangan bencana. Secara lebih rinci disebutkan di
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana (Badan Penanggulangan Bencana Nasional, 2008).
Sebagaimana didefinisikan dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah
serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko
timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Rangkaian kegiatan tersebut apabila digambarkan dalam siklus penanggulangan
bencana ada tiga tahapan sebagai berikut (Badan Penanggulangan Bencana Nasional,
2008).
a. Pra bencana, meliputi :
1) Situasi tidak terjadi bencana
2) Situasi terdapat potensi bencana
b. Saat tanggap darurat, yang dilakukan dalam situasi terjadi bencana.
c. Pasca bencana, yang dilakukan saat setelah terjadi bencana.

Pra Bencana
Pemulihan
Pra
(situasi tdk
Bencana
terjadi
Pemuliha bencana)
n (situasi
tdk terjadi
bencana)
Tanggap Pra
Pra Bencana
Tangga
darurat Bencana
(situasi ada
p potensi
(situasi
bencana)
Darura ada
t potensi
bencana)
BENCANA

Gambar 2. 1 Tahapan siklus penanggulangan bencana (Badan Penanggulangan


Bencana Nasional, 2008)

Tahapan bencana yang digambarkan di atas, sebaiknya tidak dipahami sebagai


suatu pembagian tahapan yang tegas, dimana kegiatan pada tahap tertentu akan
berakhir pada saat tahapan berikutnya dimulai. Akan tetapi harus dipahami bahwa
setiap waktu semua tahapan dilaksanakan secara bersama-sama dengan porsi kegiatan
yang berbeda. Misalnya pada tahap pemulihan, kegiatan utamanya adalah pemulihan
tetapi kegiatan pencegahan dan mitigasi juga sudah dimulai untuk mengantisipasi
bencana yang akan datang. Secara umum perencanaan dalam penanggulangan
bencana dilakukan pada setiap tahapan dalam penyelenggaran penanggulangan
bencana (Badan Penanggulangan Bencana Nasional, 2008). Manajemen bencana
mencakup empat fase: mitigasi, kesiapsiagaan, respons, dan pemulihan (LLIS.gov, no
date).

Pemulihan PENCEGAHAN &


Pemulihan Pencegahan
MITIGASI
(Recovery) & mitigasi
("mitigation")
( (Recovery)

Rencana Rencana
RENCANA RENCANA
pemulihan
PEMULIHAN mitigasi
MITIGASI

Rencana
RENCANA Rencana
RENCANA
operasi
OPERASI kontingensi
KONTINJENSI
Tanggap Kesiapsiagaan
TANGGAP
darurat KESIAPSIAGAAN
(Preparednes)
DARURAT ("preparedness")
(Response)
("response")

Gambar 2.2 Tahapan perencanaan dalam penanggulangan bencana (Badan


Penanggulangan Bencana Nasional, 2008)

2.2 Perencanaan Dalam Penanggulangan Bencana


Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, agar setiap kegiatan dalam
setiap tahapan dapat berjalan secara terarah maka disusun suatu rencana yang spesifik
pada setiap tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana, yaitu antara lain
(Badan Penanggulangan Bencana Nasional, 2008) :
a. Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster Management Plan) Pada
Rencana Penanggulangan Bencana Tsunami
Pada tahap prabencana dalam situasi tidak terjadi bencana, dilakukan
penyususunan Rencana Penanggulangan Bencana “Disaster Management
Plan”, yang merupakan rencana umum dan menyeluruh yang meliputi seluruh
tahapan atau bidang kerja kebencanaan.
Disaster Plan harus menunjukkan elaborasi, detail dan spesifik sesuai
dengan kebutuhan. Jadi komponennya harus mencakup otoritas, komunikasi,
pasokan persediaan, peralatan, sumber daya manusia, koordinasi tim,
transportasi, dokumentasi, pencatatan, penyelamatan evakuasi, perawatan
akut, perawatan suportif, pemulihan dan evaluasi (Higgins et al., 2004).

Beberapa upaya dalam pelaksanaan disaster management plan bencana


tsunami yaitu:
a. Menyelenggarakan sosialisasi dan diskusi terkait pengurangan risiko
bencana Tsunami di setiap daerah/kelurahan yang rawan bencana.
b. Pelebaran jembatan untuk kemudahan aksesibiltas jalur evakuasi
Tsunami.
c. Budidaya tanaman mangrove dan Penanaman Hutan Bakau didaerah
risiko Tsunami.
d. Penetapan peraturan terkait tata guna lahan dan Izin Mendirikan
Bangunan di pesisir pantai yang rawan potensi Tsunami

b. Rencana Mitigasi (Mitigation Plan) Pada Rencana Penanggulangan


Bencana Tsunami
Tindakan berkelanjutan yang diambil untuk mengurangi atau
menghilangkan risiko jangka panjang terhadap kehidupan dan properti dari
bahaya atau bencana tertentu disebut dengan Mitigasi (Fema, 2012). Mitigasi
meliputi setiap kegiatan yang diambil untuk mencegah terjadinya bencana
kapan pun jika memungkinkan (Maurer F.A., 2005). Mitigasi paling efektif
bila didasarkan pada rencana jangka panjang yang komprehensif yang
dikembangkan sebelum bencana terjadi yang disebut dengan “Mitigation
Planning” atau perencanaan mitigasi.
Tujuan perencanaan mitigasi adalah untuk mengidentifikasi kebijakan dan
tindakan lokal yang dapat dilaksanakan dalam jangka panjang untuk
mengurangi risiko dan kerugian di masa depan dari bahaya. Kebijakan dan
tindakan mitigasi ini diidentifikasi berdasarkan penilaian bahaya, kerentanan,
dan risiko serta partisipasi dari berbagai pemangku kepentingan dan
masyarakat umum dalam proses perencanaan (Fema, 2012). Manfaat
perencanaan mitigasi antara lain adalah (Fema, 2012):

1) Mengidentifikasi tindakan untuk pengurangan risiko yang disepakati


oleh pemangku kepentingan dan publik.
2) Memfokuskan sumber daya pada risiko dan kerentanan terbesar
“vulnerabilities”.
3) Membangun kemitraan dengan melibatkan warga, organisasi,
departemen lintas sectoral, rumah sakit disekitarnya, dan pihak swasta.
4) Meningkatkan pendidikan dan kesadaran akan adanya ancaman dan
bahaya, serta risiko yang dapat terjadi.
5) Mengomunikasikan prioritas kepada pejabat pemerintah setempat.

Beberapa upaya dalam pelaksanaan pencegahan dan mitigasi bencana


tsunami yaitu:
a. Menerbitkan peta wilayah rawan bencana tsunami.
b. Memasang rambu-rambu peringatan bahaya dan larangan di wilayah
rawan bencana. Atau memasang sunami Early Warning System
(TEWS). TEWS adalah upaya untuk mitigasi bencana tsunami. Hal
sederhana yang dapatdilakukan untuk memberi peringatan dini bagi
penduduk yang berada di sekitar kota/pantai yang memiliki potensi
tsunami adalah memberi peringatan melalui sirene atau televisi/radio
lokal yang dapat dengan segera mensosialisasikan akan terjadinya
Tsunami.
c. Rencana Kontingensi (Contingency Plan) Pada Rencana Penanggulangan
Bencana Tsunami
Pada tahap prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana dilakukan
penyusunan Rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan darurat yang
didasarkan atas skenario menghadapi bencana tertentu “single hazard” maka
disusun satu rencana yang disebut Rencana Kontinjensi (“Contingency
Plan”) (International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies
[IFRC], 2012).
Beberapa upaya dalam pelaksanaan rencana kontingensi bencana tsunami
yaitu:
a. Peringatan dini dan evakuasi, dengan memastikan peringatan dini
tsunami diterima oleh masyarakat dan memastikan jalur evakuasi
tersedia untuk dapat dilalui oleh masyarakat menuju titik kumpul.
b. Penentuan dan pernyataan status darurat bencana tsunami.

d. Rencana Operasional (Operational Plan) Pada Rencana Penanggulangan


Bencana Tsunami
Pada saat Tanggap Darurat dilakukan Rencana Operasi (“Operational
Plan”) yang merupakan operasionalisasi atau aktifasi dari Rencana
Kedaruratan atau Rencana Kontinjensi yang telah disusun sebelumnya.
Beberapa upaya dalam pelaksanaan rencana operasional pada saat
bencana tsunami yaitu:
a. Perlindungan kepada kelompok rentan (wanita, anak, lansia, dan
penyandang disabilitas) dengan cara:
1) Melakukan tindakan perlindungan kepada kelompok rentan sesuai
strategi dan kondisi di lapangan (dukungan psikososial).
2) Memberikan rasa nyaman dan aman kepada para pengungsi.
3) Memberikan kemudahan akses layanan kesehatan.
4) Menyediakan tenda.
e. Rencana Pemulihan (Recovery Plan) Pada Rencana Penanggulangan
Bencana Tsunami
Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan
(Recovery Plan) yang meliputu rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang
dilakukan pada paska bencana. Sedangkan jika bencana belum terjadi, maka
untuk mengantipasi kejadian bencana dimasa mendatang dilakukan
penyusunan petunjuk atau Pedoman Mekanisme Penanggulangan Paska
Bencana.
Beberapa upaya dalam pelaksanaan rencana pemulihan setelah bencana
tsunami yaitu:
a. Perbaikan prasarana dan sarana penting (listrik, air bersih,
telekomunikasi dan ketersediaan BBM).
b. Perbaikan sarana dan prasarana umum (jalan, jembatan, pasar, rumah
sakit dan tempat ibadah) melalui:
1) Mendirikan posko kesehatan /cluster kesehatan darurat.
2) Mendirikan sarana ibadah sementara.
3) Mendirikan dan memperbaiki MCK untuk masyarakat.
c. Pemulihan ekonomi masyarakat melalui pendistribusian bantuan
kebutuhan pokok dipastikan merata dan sesuai sasaran.
d. Pemulihan psikososial melalui dukungan psikososial untuk anak-anak,
ibu rumah tangga dan masyarakat lainnya.
e. Pemulihan pendidikan dengan memastikan proses pembelajaran di
sekolah terlaksana dengan penyiapan tenda-tenda kelas dan sarana
prasarana belajar.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman
bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana.
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya
guna. Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana. Tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana
yaitu dapat mencakup Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster Management
Plan), Rencana Mitigasi (Mitigation Plan), Rencana Pemulihan (Recovery Plan),
Rencana Operasional (Operational Plan), dan Rencana Kontingensi (Contingency
Plan).

3.2 Saran
Diharapkan dapat memahami dan mengerti tentang perencanaan penanggulangan
bencana sehingga dapat mengantisipasi sebelum terjadi nya bencana, saat terjadinya
bencana maupun setelah terjadinya bencana.
DAFTAR PUSTAKA

[BNPB] Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2008. Pedoman Penyusunan


Rencana Penanggulangan Bencana. BNPB. Jakarta.

FEMA. 2012. Ravid Visual Screening of Buillding for Potensial Seismic Hazards : A
Handbook FEMA 154, edition 2. The Federal Emergency Management Agency
(FEMA). Washington, DC.

Hiswara Bundjamin. 2014. Perkembangan Hukum & Lembaga Negara. Yogyakarta:


FH UII Press.

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/22283/6.%20BAB
%20II.pdf?sequence=6&isAllowed=y

Loke, Alice, Y., & Olivia, W. 2014. Nurse’s competencies in disaster nursing :
implications for curriculum development and public health. Journal Advance
Nursing.

Muhammad Fakhruddin. 2013. Pembangunan Kemaritiman. Pekanbaru: Bahana


Press.

Muslim. 2013. Kejahatan Kehutanan di Bumi Lancang Kuning. Pekanbaru: Bahana


Press.

Anda mungkin juga menyukai