Secara geografis wilayah Indonesia terletak di dalam jalur lingkaran bencana gempa
(ring of fire)., dimana jalur sepanjang 1.200 km dari Sabang sampai Papua merupakan batas-
batas tiga lempengan besar dunia yaitu : lempengan Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik akan
berpotensi memicu berbagai kejadian bencana alam yang besar. Indonesia juga berada pada
tiga sistem pegunungan (Alpine Sunda, Circum Pasifik dan Circum Australia). Indonesia
memiliki lebih 500 gunung berapi di antaranya 128 statusnya masih aktif, dan merupakan
negara kepulauan karena 2/3 dari luas Indonesia adalah laut, memiliki hampir 5.000 sungai
besar dan kecil dan 30% diantaranya melintasi wilayah padat penduduk.
Hadi Purnomo & Ronny Sugiantoro menyebutkan bahwa 87% wilayah Indonesia
adalah rawan bencana alam, sebanyak 383 kabupaten atau kotamadya merupakan daerah
rawan bencana alam dari 440 kabupaten atau kotamadya di seluruh Indonesia. Permasalahan
yang timbul adalah masih banyaknya warga masyarakat Indonesia yang belum mengetahui
dan memahami tentang apa itu bencana, bagaimana cara mengantisipasi dan mengatasi
bencana, sehingga risiko yang ditimbulkan akibat bencana tersebut seminimal mungkin, dan
siapa yang bertanggung jawab terhadap bencana tersebut.
Bencana (disaster) adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam
dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. (UU No.
24 Tahun 2007).
Bencana merupakan hasil dari munculnya kejadian luar biasa (hazard) pada
komunitas yang rentan (vulnerable) sehingga masyarakat tidak dapat mengatasi berbagai
implikasi dari kejadian luar biasa tersebut. Indonesia menempati peringkat kedua dalam data
jumlah kematian tertinggi akibat bencana alam se-Asia Pasifik. Kerugian yang ditimbulkan
akibat bencana di negeri ini juga sangat besar. Data yang dirilis dalam the Asia Pacific
Disaster Report yang disusun oleh The Economic and Social Commission for Asia and
Pacific (ESCAP) dan the United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN
ISDR) menunjukkan bahwa selama 20 tahun terakhir, berbagai bencana alam di Indonesia
telah mengakibatkan kerugian ekonomi setidaknya $22,5 miliar (Ulum 2013).
Dari sisi dampak lingkungan dan manusia, kerentanan terhadap bencana di Indonesia
tersebut muncul akibat dua karakteristik utama. Pertama, letak geografis Indonesia yang
berada dalam posisi Ring of Fire mengakibatkan gempa bumi dan gunung meletus acapkali
terjadi di Indonesia. Kedua, besarnya populasi penduduk dan terbatasnya sumber daya alam
yang menimbulkan kecenderungan eksploitasi sumber daya alam demi peningkatan
kesejahteraan ekonomi dan masyarakat, yang tentu saja sangat berpengaruh pada
keseimbangan alam dan dapat memicu bencana.
Sejak tahun 2001, dari sisi kelembagaan, pemerintah telah menetapkan lembaga
penyelenggara penanggulangan bencana melalui penerbitan Keputusan Presiden No. 3 Tahun
2001 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan
Pengungsi sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden No. 111 Tahun 2001.
Rangkaian bencana besar yang dialami Indonesia, khususnya sejak tsunami Aceh tahun 2004,
telah mendorong pemerintah memperbaiki peraturan yang ada melalui penerbitan PP No. 83
tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (Bakornas-PB).
Selanjutnya, Pemerintah mematangkan kelembagaan yang ada dengan menetapkan UU No.
24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang antara lain mengamanatkan
pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD).
Sebagai Negara yang sangat rentan terkena bencana alam, Indonesia masih memiliki
masalah utama yaitu rendahnya kinerja penanganan bencana, rendahnya perhatian mengenai
mitigasi bencana, dan masih lemahnya peran sekolah dalam pengenalan pendidikan mitigasi
bencana (Astuti dan Sudaryono, 2010). Indonesia pernah dikritik oleh UNISDR dalam
laporannya pada tahun 2014, bahwa kebijaksanaan pencegahan dan perlindungan bencana
alam di Indonesia sangat lemah dalam koordinasi antarkementerian yang ada di Indonesia
baik kementerian dalam negeri, kementerian pekerjaan umum, kementerian energi,
kementerian lingkungan hidup dan sebagainya. Anggaran untuk penanggulangan bencana
alam juga sangat kecil yaitu 0,699 % dari keseluruhan anggaran nasional Indonesia. Konsep
penurunan risiko bencana (Disaster Risk Reduction) belum merata di seluruh daerah di
Indonesia, lemah dalam menganalisa risiko bencana, dana yang terbatas dan lemah
koordinasi antarbadan pemerintahan, memperparah kondisi mitigasi bencana di Indonesia
(Bencana Kesehatan, 2014). Kondisi ini diperburuk lagi dengan rendahnya kualitas teknologi
dan minimnya pendidikan kesiapsiagaan bencana.
Dalam rangka mitigasi bencana, diperlukan kesadaran semua pihak dan juga aksi
yang bersifat holistik dalam rangka meminimalisir kerugian yang diakibatkan oleh bencana.
Indonesia termasuk dalam 168 negara, bagian dari ratifikasi Hyogo Framework for Action
(HFA) yang berkomitmen menurunkan hilangnya nyawa, asset sosial, ekonomi dan
lingkungan karena bencana. Karena keterbatasan yang dimiliki pemerintah dalam rangka
mitigasi bencana, salah satu solusinya adalah memberikan edukasi pada masyarakat luas
terutama pada para siswa sekolah sebagai tindakan preventif menghadapi bencana. Sebab
salah satu dari prioritas HFA adalah menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan
untuk membangun budaya keselamatan di semua tingkat (kesiapsiagaan terhadap bencana di
semua tingkat pendidikan). Hal ini berarti sekolah atau institusi pendidikan berperan dalam
mendukung program mitigasi bencana nasional. Sekolah dianggap sebagai lembaga yang
efektif dalam mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat, dengan memberikan edukasi
mengenai mitigasi bencana (Astuti dan Sudaryono, 2010).
B. Penanggulangan Kebencanaan di Indonesia
Dalam UU No. 24 Tahun 2007, usaha mitigasi dapat berupa pra bencana, saat
bencana dan pasca bencana. Pra bencana berupa kesiapsiagaan atau sebuah upaya
memberikan pemahaman terhadap warga untuk mengantisipasi bencana melalui pemberian
informasi, peningkatan kesiagaan jika terjadi bencana dan langkah langkah untuk
memperkecil resiko bencana.
Penanganan bencana harus dilakukan dengan strategi proaktif yang artinya tidak
semata-mata bertindak untuk pasca bencana tetapi melakukan berbagai kegiatan persiapan
dalam rangka untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana. Berbagai tindakan
yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi datangnya bencana yaitu dengan membentuk
sistem peringatan dini, identifikasi kebutuhan dan sumber-sumber yang tersedia, penyiapan
anggaran dan alternatif tindakan. Sampai koordinasi dengan pihak - pihak ataupun lembaga
yang memantau perubahan alam.
Dalam kegiatan mitigasi dilakukan upaya upaya untuk meminimalisir dampak dari
bencana yang akan terjadi yaitu sebuah program untuk mengurangi pengaruh suatu bencana
terhadap masyarakat yang dilakukan melalui perencanaan tata ruang, pengaturan tata guna
lahan, penyusunan peta kerentanan bencana, penyusunan database, pemantauan dan
pengembangan program.
Masyarakat yang berada di daerah rawan bencana maupun yang berada di luar daerah
bencana, sangat besar perannya sehingga perlu ditingkatkan kesadaran dari masyarakat
tersebut, serta kepedulian dan kecintaannya terhadap alam dan lingkungan hidup serta
kedisiplinan terhadap peraturan dan norma-norma yang ada.
Bencana alam merupakan kejadian luar biasa yang disebabkaan oleh peristiwa/factor
alam atau perilaku manusia yang menyebabkan kerugian besar bagi manusia dan lingkungan
dimana hal itu berada diluar kemampuan manusia untuk dapat mengendalikannya. Mengingat
bencana alam yang cukup beragan dan semakin tinggi intensitasnya, Pemerintah Indonesia
mengeluarkan undang-undang (UU) No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Dengan lahirnya UU tersebut, terjadi perubahan paradigm penanganan bencana di Indonesia,
yaitu penanganan bencana tidaka lagi menekankan pada aspek tanggap darurat, tetapi lebih
menekankan pada keseluruhan manajemen penanggulangan bencana mulai dari mitigasi,
kesiapsiagaan, tanggap darurat sampai dengan rehabilitasi. Berdasarkan UU No 24 tersebut,
tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana yaitu :
Astuti, S. I. dan Sudaryono, (2010). “Peran Sekolah dalam Pembelajaran Mitigasi Bencana”
dalam Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana, vol. 1, no. 1, tahun 2010, hlm. 30-42.
CRED (Centre for Research on the Epidemiology of Disasters), (2009). “EM-DAT. The
International Disaster Database” (http://www.emdat.be/classification), diakses 30 Januari
2018
Ulum, M. C. (2013). Governance dan Capacity Building Dalam Manajemen Bencana Banjir
di Indonesia. Jurnal Penanggulangan Bencana 4(2), 5-12.