PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wilayah Indonesia merupakan wilayah yang luas dengan kekayaan alam yang
membentang luas dari Sabang hingga Merauke. Indonesia dengan keanekaragaman wilayah
darat, laut maupun udaranya. Wilayah Indonesia terdiri dari beberapa kepulauan yang luas.
Indonesia sendiri terletak di garis khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua
samudra dengan kondisi alam yang meiliki berbagai keunggulan, namun dipihak lain
posisinya berada dalam wilayah yang memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan
demografis yang rawan terhadap terjadinya bencana dengan frekuensi yang cukup tinggi,
sehingga memerlukan penanganan yang sistematis, terpadu, dan terkoordinasi Potensi
penyebab bencana di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ini dapat dikelompokkan
dalam 3 jenis bencana, yaitu bencana alam, bencana non alam dan bencana sosial (UU No.
24, 2007).
Wilayah Indonesia merupakan gugusan kepulauan terbesar di dunia. Wilayah yang
juga terletak di antara benua Asia dan Australia dan Lautan Hindia dan Pasifik ini memiliki
17.508 pulau. Meskipun tersimpan kekayaan alam dan keindahan pulau-pulau yang luar
biasa, bangsa Indonesia perlu menyadari bahwa wilayah nusantara ini memiliki 129 gunung
api aktif, atau dikenal dengan ring of fire, serta terletak berada pada pertemuan tiga lempeng
tektonik aktif dunia lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik
(http://www.bnpb.go.id/profil). Ring of fire dan berada di pertemuan tiga lempeng tektonik
menempatkan negara kepulauan ini berpotensi terhadap ancaman bencana alam. Di sisi lain,
posisi Indonesia yang berada di wilayah tropis serta kondisi hidrologis memicu terjadinya
bencana alam lainnya, seperti angin puting beliung, hujan ekstrim, banjir, tanah longsor, dan
kekeringan. Tidak hanya bencana alam sebagai ancaman, tetapi juga bencana non alam
sering melanda tanah air seperti kebakaran hutan dan lahan, konflik sosial, maupun
kegagalan teknologi (http://www.bnpb.go.id/profil).
Laporan dari BNPB pada 2 Juni 2017 menyebutkan bahwa wilayah Kabupaten
Gorontalo mengalami bencana banjir dan merendam ratusan rumah. Hujan deras yang
berlangsung cukup lama menyebabkan sungai-sungai meluap hingga terjadi banjir di wilayah
tersebut. Hujan yang sangat tinggi menyebabkan Sungai Marisa yang melintasi wilayah
Limboto Barat, Sungai Moloupo melintasi wilayah Limboto dan Sungai Monggelomo yang
melintasi wilayah Kecamatan Tibawa meluap. Peristiwa ini tidak menimbulkan korban jiwa.
Meskipun rumah terendam banjir, masyarakat tidak mengungsi karena wilayah ini hampir
setiap tahun mengalami banjir. Masyarakat telah memiliki mekanisme kehidupan untuk
hidup harmoni dengan banjir. Artinya masyarakat telah memiliki daya survival untuk
merespon banjir (www.bnpb.go.id, 2017).
Bencana yang sering terjadi di Indonesia menimbulkan banyak masalah di segala
aspek, baik aspek ekonomi, sosial, politik maupun kesehatan. Masalah di bidang kesehatan
sendiri adalah korban luka, korban nyawa, lumpuhnya pelayanan kesehatan, gizi, pengungsi,
penyakit menular, sanitasi, ketersediaan air bersih, stress hingga gangguan jiwa (Effendi &
Makhfudli, 2013). Peran semua sektor sangat mempengaruhi, apalagi peran perawat
komunitas sebagai bagian dari pelayanan kesehatan dapat menjalankan peran dan
kewajibannya dalam menghadapi bencana, baik fase sebelum bencana, saat terjadi bencana
dan fase setelah bencana.
Sebagai kelompok tenaga kerja terbesar dalam tim kesehatan, perawat memainkan
peran penting dalam perawatan bencana (Loke & Fung, 2014). Perawat kesehatan
masyarakat (public health nurses) memainkan peranan yang penting dalam pencapaian
Tujuan Kesiagaan Nasional (National Preparedness Goal) sebagai bagian dari Sistem
Kesiagaan Nasional. Keperawatan dan khusunya praktik keperawatan kesehatan masyarakat
harus terlibat dalam kerangka kerja perencanaan nasional dan siklus bencana berupa
kesiapsiagaan (meliputi pencegahan, perlindungan, mitigasi), tanggap bencana dan
pemulihan bencana (Association of Public Health Nurses, 2014). Perawat kesehatan
masyarakat berkontribusi dengan menggunakan keterampilan khusus yang dimilikinya pada
saat bencana. Mereka tidak hanya melayani sebagai pemberi perawatan pertama pada saat
peristiwa, tetapi juga merangkul visi berbasis populasi dengan menggunakan keterampilan
dan kompetensi yang tepat untuk mengembangkan kebijakan dan perencanaan yang
komprehensif, memimpin dan mengevaluasi latihan tanggap bencana dan pelatihan. Perawat
kesehatan masyarakat merupakan bagian integral dalam operasi bencana dan pusat komando,
dalam peran kepemimpinan dan manajemen, serta dalam bidang di mana mereka
memberikan pelayanan kesehatan bencana garis depan dan pelayanan inti kesehatan
masyarakat (Magnaye, et al., 2011). Berdasarkan kejadian bencana di Indonesia dan peran
perawat komunitas sangat memberikan kontribusi, maka penulis ingin menganalisa
bagaimana peran perawat komunitas di area bencana dan apa saja rekomendasi program
untuk menanggulangi bencana di Indonesia.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Menganalisa konsep keperawatan komunitas pada area bencana.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi konsep keperawatan komunitas area bencana
b. Mengidentifikasi faktor resiko dan masalah kesehatan pada area bencana
c. Mengidentifikasi program kesehatan terkait masalah kesehatan di area bencana
d. Menganalisis program kesehatan di area bencana
e. Menggambarkan rekomendasi program untuk area bencana
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tempat pengungsi atau penampungan diatur dengan baik dan memiliki sanitasi, air
dan suplai makanan standar yang cukup, kondisi kesehatan dapat disamakan dengan
populasi pada umumnya. Namun, penyediaan standar kesehatan yang lebih tinggi bagi
penduduk di pengungsian dibandingkan dengan populasi secara umum harus dihindari,
kecuali terdapat alasan medis yang jelas. Pelayanan kesehatan dapat disediakan dengan
menugaskan relawan dan pekerja kesehatan pemerintah yang berada di pengungsian atau
meluaskan kapasitas dari fasilitas pelayanan kesehatan terdekat. Fokus dari pelayanan
kesehatan harus tertuju kepada pencegahan penyakit menular yang spesifik dan pengadaan
sistem informasi kesehatan. Apabila pengungsi dalam jumlah besar dikondisikan untuk tetap
tinggal di penampungan sementara untuk jangka panjang, terutama di daerah yang tidak
terlayani dengan baik oleh fasilitas kesehatan yang ada, maka pengaturan khusus harus
diadakan.
Indonesia merupakan salah satu negara yang paling rawan terhadap kejadian bencana
baik bencana alam, non-alam, maupun bencana sosial. Guna mengurangi bencana,
Kementerian Kesehatan RI bekerja sama dengan WHO mengembangkan Program Emergency
Preparedness and Response (EPR) yang selanjutnya diperbaharui menjadi Program DRR
untuk sektor kesehatan. Program DRR memiliki indikator (benchmark) yang ditetapkan oleh
WHO SEARO dan 3 strategi utama untuk mencapai visi, tujuan, dan objektifnya. Ketiga
strategi tersebut, antara lain, minimisasi hazards, minimisasi kerentanan, dan peningkatan
kapasitas semua pihak yang terlibat.
Koordinasi memerlukan :
a. Manajemen penanggulangan masalah kesehatan yang baik.
b. Adanya tujuan, peran dan tanggung jawab yang jelas dari organisasi.
c. Sumber daya dan waktu yang akan membuat koordinasi berjalan.
d. Jalannya koordinasi berdasarkan adanya informasi dari berbagai tingkatan sumber
informasi yang berbeda.
Untuk memperoleh efektifitas dan optimalisasi sumber daya PMK diperlukan persyaratan
tertentu antara lain:
a. Komunikasi berbagai arah dari berbagai pihak yang dikoordinasikan.
b. Kepemimpinan dan motivasi yang kuat disaat krisis.
c. Kerjasama dan kemitraaan antara berbagai pihak.
d. Koordinasi yang harmonis.
Keempat syarat tersebut dipadukan untuk menyusun :
a. Perencanaan
b. Pengorganisasian
c. Pengendalian
d. Evaluasi Penanggulangan Masalah Kesehatan.
F. Manajemen Penanggulangan Masalah Kesehatan
Inti dari manajemen penanggulangan masalah kesehatan yaitu adanya organisasi
penanggulangan yang efektif dan efisien dilandasi dengan adanya kepemimpinan yang
proaktif, mempunyai sense of crisis dan tidak melupakan birokrasi yang ada serta didasari
adanya hubungan antar manusia yang baik.
BAB IV
ANALISA PROGRAM KEBIJAKAN DISASTER
A. Analisa Program
Penanganan korban bencana alam, sesungguhnya tidak dapat ditumpukan
penangannanya hanya pada satu pihak saja, dalam hal ini sangat diperlukan kerjasama
pemerintah pusat, daerah, lintas program, lintas sektor dan juga peran serta masyarakat dan
juga elemen-elemen negara lainnya. Bencana yang sering kali tidak terduga dan mendadak,
jika tidak diantisipasi dan tidak ditangani secara serius baik memulainya dari deteksi dini,
pencegahan dan hingga upaya rehabilitasi, akan sangat memungkinkan terjadinya korban,
tidak hanya korban materi tapi juga korban secara psikologis yang mana penangannya akan
lebih memerlukan waktu yang cukup lama.
Dari paparan tentang program penanganan bencana pada bab sebelumnya, dapat
dianalisis bahwa pemerintah sudah banyak mengeluarkan program yang pastinya sudah
melalui kajian situasi yang mendalam. Hal ini dibuktikan dengan upaya-upaya yang sudah
digulirkan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah berupa program-program penanganan
bencana yang terintegrasi. Secara umum program-program yang sudah dicanangkan oleh
pemerintah, sudah sangat baik dan menyeluruh, akan tetapi dalam pelaksanaan dan
realisasinya masih banyak terdapat hambatan dan juga ketidaksinambungan terutama dalam
hal komunikasi. Agar upaya mitigasi, kesiapsiagaan dan bantuan kesehatan pada kedaruratan
kompleks dapat dilaksanakan lebih cepat dan tepat di masa yang akan datang, diperlukan
dukungan semua jajaran yang terlibat sehingga koordinasi baik lintas program maupun lintas
sektor dapat dilaksanakn secara terpadu dan terarah. Pengelolaan upaya bantuan pada
kedaruratan kompleks pada aspek kesehatan masyarakat, termasuk di dalamnya
penanggulangan medik penderita gawat darurat, pelayanan kesehatan dasar, rehabilitasi
penderita PTS, upaya penyehatan lingkungan dan surveilans penyakit-penyakit, diupayakan
dapat dilakukan sejak tahap sebelum kedaruratan dan bencana (upaya kesiapsiagaan dan
mitigasi), hingga resiko terjadinya kejadian luar biasa (outbreak) penyakit menular dapat
dicegah. Permasalahan bantuan kesehatan yang ada dapat diperkecil dengan melakukan upaya
koordinasi kesiapsiagaan (preparedness) dan mitigasi (alertness) jajaran kesehatan dan sektor
lain secara terpadu sejak dari tingkat perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan
pengendalian.
Dalam pelaksanaan program disaster yang dikeluarkan oleh pemerintah masih
terdapat banyak hambatan sehingga program yang bentuk tidak dapat berjalan maksiamal dan
merata di semua provinsi di Indonesia, adapun masalah-masalah yang menghambat
pelaksanaan program Disaster yaitu :
a) Di daerah terkait penanggulangan bencana dalam hal ini BPBD, pada umumnya belum
dilengkapi dengan peraturan daerah tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana di
daerah, sehingga dalam mengatasi masalah kebencanaan masih belum terkoordinasi
secara baik (Bappenas, 2016)
b) Dalam perencanaan lintas sektor penanggulangan bencana baik Bappenas, BNPB,
maupun K/L terkait dalam fase prabencana, tangap darurat, ataupun pascabencana belum
terkoordinasi secara baik. Hal ini ditunjukkan dengan pengarusutamaan yang dilakukan
baik oleh BNPB ataupun BPBD belum diterapkan atau bahkan terencana secara merata
c) Pemetaan tugas dan fungsi masing-masing K/L oleh BNPB dalam kegiatan
Penanggulangan Bencana berfungsi sebagai kontrol kegiatan oleh BNPB selaku
koordinator dalam hal penanggulangan bencana (Bappenas, 2016)
d) Belum baiknya penyusunan Alur perencanaan penanggulangan bencana dari tingkat pusat
sampai tingkat daerah agar penyelenggaraan penanggulangan bencana dapat terencana
secara baik (Bappenas, 2016)
e) Kesiapan Perawat dalam melakukan penanggulangan bencanan masih sangat kurang
(Huriah & Farida, 2010)
f) kapasitas sumber daya manusia dalam hal ini perawat yang memiliki keahlian dalam
pencehgahan dan penanggunangan bencana masih sangat kurang. (Huriah & Farida,
2010)
g) Baik BNPB maupun maupun para petugas kesehatan termasuk perawat belum mampu
membentuk masyarakat yang siap dan sigap dalam menghadapi bencana dan mengenali
tanda-tanda bncana sehingga seringkali bencana yang datang mendadak tidak mampu di
antisispasi oleh masyarakat (Huriah & Farida, 2010) (Bappenas, 2016)
h) Fasilitas-fasilitas yang berfungsi sebagai pengingat ataupun pendeteksi dini datag nya
bencana belum di bangun secara merata diseluruh daerah di Indonesia (Bappenas, 2016)
B. Rekomendasi Program
Berdasar telaah, analisa, dan dikusi kelompok ditambahkan juga dengan hasil dari
temuan yang kelompok baca melalui jurnal-jurnal penelitian yang terkait dengan penanganan
bencana yang ada di Indonesia, rekomendasi program yang dapat ditawarkan kepada
pemerintah berupa optimalisasi peran perawat. Oleh karenanya pelaksanaan program
penanggulangan bencana yang ada di Indonesia maka rekomndasi yang dapat kami berikan
adalah perlunya dilakukan koordinasi secara merata sampai ke pelosok desa dan mengirimkan
atau melatih tenaga yang kompeten salah satunya perawat petugas lintas sector lainnya untuk
memiliki kemampuan dalam melakukan pemberdayaan pada masyarakan sehingga
terciptanya masyarakat yang tanggap bencana serta melengkapi fasilitas-fasilitas sebagai
pedukung dalam tanggap bencana.
BAB V
KESIMPULAN
Engriani, Y. T. (2013). Academi Edu. Retrieved Juni 3, 2017, from Academi Edu Website:
https://www.academia.edu/12097242/PERAN_PERAWAT_KOMUNITAS_DALAM_PENAN
GGULANGAN_BENCANA_DI_INDONESIA
Sutrisno, S. (n.d.). Slide Share. Retrieved juni 3, 2017, from SlideShare Website:
https://www.scribd.com/doc/86991834/Keperawatan-Komunitas-Pada-Bencana
https://www.bnpb.go.id/home/detail/3387/Sungai-Meluap,-2.474-Jiwa-Terdampak-Banjir-di-
Gorontalo diakses 3 Juni 2017.
Undang-Undang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
http://www. penanggulangankrisis.depkes.go.id diunduh 3 Juni 2017
Association of Public Health Nurses. (2014). The Role of Public Health Nurse in Disaster:
Preparedness, response and recovery. A position paper.
BNPB. 2010. Prosedur Tetap Tim Reaksi Cepat Badan asional Penanggulangan Bencana.
Indonesia: Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Ferry Efendi & Makhfudli. 2013. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan praktik dalam
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Loke, AY., & Fung, OWM., (2014). Nurses’ competencies in disaster nursing: Implications for
curriculum development and public health. International Journal of Environmental Research
and Public Health. 11. 3289-3303
Magnaye, B., et al. (2011). The role, preparedness and management of nurses during disasters.
E-International Scientific Research Journal. III(4) : 269-294
Widayatun & Fatoni, 2013. Permasalahan kesehatan dalam kondisi bencana: peran petugas
kesehatan dan partisipasi masyarakat.
ANALISA KONSEP KEPERAWATAN KOMUNITAS
PADA AREA BENCANA
Oleh:
Kelompok 4
1. Novita Wulan Sari (NIM : 22020115410003)
2. Lisnawati (NIM : 22020116410008)
3. Siti Mardiyah (NIM : 22020116410029)
4. Ita Apriliyani (NIM : 22020116410046)