Anda di halaman 1dari 17

REVIEW BUKU “Manajemen Dan Mitigasi Bencana”

Manajemen Lingkungan dan Bencana


Syuryansyah,S.IP.,M.H.I
Administrasi Publik
UNIVERSITAS SERANG RAYA
Nama : Hotking
Nim : 41115091
A. Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang  Maha Esa yangtelah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya serta karunian-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Resume yang berjudul “ Manjemen dan
Mitigasi Bencana ” ini dengan baik tanpa ada halangan.Laporan Resume salah satu buku manajemen dan
Mitigasi Bencana   ini berisi mengenai Bencana .Laporan ini disusun untuk melengkapi tugas Mata Kuliah
“Manajemen Lingkungan dan Bencana

kami mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Bapak Syuryansah selaku dosen mata kuliah
“ Manajemen dan Mitigasi Bencana “ yang telah banyak membantu kami dalam penyelesaian tugas
ini.Selain itu, kami berharap semoga laporan Resume buku ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan
menjadi referensi untuk menambah pengetahuan umum.Oleh karena itu, kami mengharap segala kritik dan
saran yang membangun dan dapat menjadikan laporan ini jauh lebih baik lagi. Kami mohon maaf setulus-
tulusnya atas kesalahan maupun kekurangan dalam penyusunan laporan ini.
BAB I
PENDAHULUAN

A.Definisi Bencana

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan dan tanah longsor (BNPB 2007). Ketidakberdayaan manusia dan kurang baiknya
manajemen keadaan darurat dapat menyebabkan kerugian material maupun non material.

B. Jenis-jenis dan Faktor Penyebab Bencana

Jenis Penyebab Bencana alam Kejadian

Bencana Alam Geologis Gempa bumi, Tsunami, Letusan

Gunung bera, Longsot/gerakan tanah, amblesan


atau abrasi

Bencana Alam Klimatologis Banjir, Banjir bandang, angin puting beliung,


kekeringan, hutan

(bukan oleh manusia)

Bencana Alam Ekstra-Terestrial Impar atau hantaman atau benda

dari angkasa luar

C. Manajemen Bencana

Definisi bencana seperti dipaparkan diatas mengandung tiga aspek dasar, yaitu:

Terjadinya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard).

Peristiwa atau gangguan tersebut mengancam kehidupan, penghidupan, dan fungsi dari masyarakat.
Ancaman tersebut mengakibatkan korban dan melampaui kemampuan masyarakat untuk mengatasi dengan sumber
daya mereka.

D. Tujuan Manajemen Bencana

1. Menghindari kerugian pada individu, masyarakat, maupun negara melalui tindakan dini (sebelum bencana terjadi).

2. Meminimalisasi kerugian pada individu, masyarakat, maupun negara berupa kerugian yang berkaitan dengan
orang, fisik, ekonomi, dan lingkungan bila bencana tersebut terjadi.

3. Meminimalisasi penderitaan yang ditanggung oleh individu dan masyarakat yang terkena bencana.

4. Untuk memperbaiki kondisi sehingga individu dan masyarakat dapat mengatasi permasalahan akibat bencana.

5. Untuk mempercepat pemulihan kondisi sehingga individu dan masyarakat bangkit ke kondisi sebelum bencana, atau
bahkan mengejar ketinggalan dari individu atau masyarakat lain yang tidak terkena bencana.
BAB II

GEOLOGIS DAN GEOMORFOLOGIS INDONESIA

A. Kondisi Geografis

adalah kondisi suatu wilayah dilihat dari posisi relatif wilayah tersebut di antara wilayah lainnya.
Indonesia terletak di antara Benua Asia dan Benua Australia serta di antara Samudra Hindia dan Samudra
Pasifik. Indonesia memiliki daratan seluas 18.954 km2 dan lautan sesuai batas teritorial seluas 3.257.357
km2 . Indonesia memiliki kurang lebih 17.508 pulau yang 7% sudah ditinggali dan sekitar 44% baru
memiliki nama.

B. Kondisi Fisik

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Maka dari itu, Indonesia sangat kaya dengan bentang alam.
Sumber daya alam yang ada di Indonesia juga sangat melimpah. Kekayaan alam tersebut menjadi modal dasar
dalam pembangunan di Indonesia. Untuk itu, hendaklah kita memanfaatkan kekayaan alam yang ada dengan
sebaik- baiknya.

Banyak wilayah daratan Indonesia terbentuk dari aktivitas vulkanis. Hal ini ditandai dengan kenampakan pulau-
pulaunya yang berbentuk pegunungan debu, lava, dan lumpur dari letusan gunung berapi yang menyuburkan tanah
di sekitarnya. Oleh karena itu, sebagian besar penduduk Indonesia memanfaatkan lahan yang ada untuk
pertanian dan perkebunan.

C. Resiko Bencana Indonesia

Untuk mengetahui secara rinci tingkat kerawanan daerah di wilayah Negara Indonesia, BNPB telah melakukan
penilaian tentang Indeks Kerawanan Bencana Indonesia pada 2009 yang diperbaharui dengan Indeks Rawan
Bencana Indonesia (IRBI) pada 2011, selanjutnya disebut IRBI 2011. Pada tahun 2013 BNPB meningkatkan
analisis dari Indeks Rawan Bencana Indonesia menjadi Indeks Risiko Bencana Indonesia, selanjutnya disebut
IRBI 2013. Risiko bencana merupakan penilaian kemungkinan dari dampak yang diperkirakan apabila bahaya
(hazard) itu menjadi bencana. Dengan demikian perhitungan ini ditekankan pada potensi kemungkinan dan
besarnya dampak yang diukur dari keterpaparan (exposure) dari setiap bahaya dan gabungan dari beberapa bahaya
yang ada (multi hazards). Jadi apabila kerawanan yang lalu dihitung dari data korban/kerusakan yang tercatat
(existing data) untuk setiap bencana, saat ini indeks risiko ini dihitung dari potensi kemungkinan korban dan
dampak yang akan ditimbulkan dari suatu bencana. Dalam penilaian Indeks Risiko encana Indonesia ini telah
menggunakan parameter-parameter bahaya, kerentanan dan kapasitas sebagai penghitungan risiko bencana.
D. Risiko Bencana Geologi

Risiko bencana geologi dipengaruhi oleh faktor bahaya geologi, kerentanan dan kapasitas. Bahaya geologi
merupakan proses atau fenomena geologis yang bisa mengakibatkan hilangnya nyawa, cedera atau dampak-
dampak kesehatan lain, kerusakan harta benda, hilangnya penghidupan dan layanan, gangguan sosial dan ekonomi, atau
kerusakan lingkungan. Termasuk dalam bahaya geologi antara lain adalah proses- proses internal bumi, seperti
gempabumi, aktivitas dan emisi gunung api, dan proses-proses geofisik terkait seperti gerakan massa, gerakan tanah
(tanah longsor), longsoran batuan, runtuhan permukaan, dan aliran puing atau lumpur. Faktor-faktor hidrometeorologi
berperan penting dalam beberapa proses tersebut.
BAB III

REGULASI BENCANA ALAM DI INDONESIA

Wilayah Indonesia berada digaris khatulistiwa diapit oleh dua benua dan dua samudera. Posisinya Indonesia
yang memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis dan demografis yang rawan terhadap terjadinya
bencana dengan frekuensi yang tinggi memerlukan penanganan bencana yang sistematis, terpadu, dan
terkoordinasi. Salah satunya melalui landasan dan regulasi Penanggulangan Bencana yang merupakan salah
satu bagian dari pembangunan nasional untuk mengkaji kegiatan Penanggulangan Bencana sebelum
terjadinya bencana, pada saat terjadinya bencana maupun sesudah terjadinya bencana. Berikut ini beberapa
undang-undang dan peraturan yang terkait kebencanaan:

A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007

Undang-undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang 50 Penanggulangan Bencana disahkan telah oleh Presiden
Republik Indonesia Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 26 April 2007 dan dicatatkan pada
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66 (siagabencana 2012).

B. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan


Penanggulangan Bencana

Pada bagian awal peraturan pemerintah ini, dijelaskan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana
adalah serangkaian upaya yang meliputi kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Pada pasal 2 Penyelenggaraan penanggulangan
bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara
terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada
masyarakat dari ancaman, risiko, dan dampak bencana (BNPB 2008). Dalam pereaturan ini juga dijelaskan
tentang penanggulangan bencana terdiri dari tiga tahap yaitu prabencana, saat tanggap darurat, dan
pascabencana.

C. Peraturan Pemerintah No.22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan
Bencana

Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan (BNPB 2008)
ditujukan untuk mendukung upaya penanggulangan bencana secara berdayaguna, berhasilguna dan 58 dapat
dipertanggungjawabkan. Peraturan pendanaan dan pengelolaan bantuan bencana meliputi (1) sumber dana
penanggulangan bencana (2) penggunaan dana penanggulangan bencana (3) pengelolaan bantuan bencana
dan (3) pengawasn, pelaporan, dan pertanggungjawaban pendanaan dan pengelolaan bentuan bencana
D. Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan
Lembaga Asing Nonpemerintah

Peran serta lembaga internasional juga telah disingggung pada undang-undang no 24 tahun 2007 pada pasal
28. Peran serta lembaga internasional dan lembaga asing non-pemerintah dalam penanggulangan bencana
bertujuan untuk mendukung penguatan upaya penanggulangan bencana, pengurangan ancaman, dan risiko
bencana, pengurangan penderitaan korban bencana, serta mempercepat pemulihan kehidupan masyarakat
(BNPB 2008). Lembaga internasional atau lembaga asing nonpemerintah yang akan berperan serta dalam
penanggulangan bencana harus menyusun proposal, nota kesepahaman, dan rencana kerja. Pelaksanaan nota
kesepahaman dan rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dan pasal 6 dikordinasikan oleh
BNPB. Pada pasal 9 pelaksanaan pengerahan personil, logistik dan/atau peralatan mendapatkan kemudahan
akses sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pada pasal 14 menyebutkan lembaga
internasional dan lembaga asing non-pemerintah mempunyai peran penting dalam penanggulangan bencana.
Dalam melakukan kerjasama dengan lembaga internasional dilarang melakukan kegiatan yang berlatar
belakang politik atau keamanan. BNPB dalam menentukan suatu kegiatan yang mengandung unsur politik
atau keamanan, kepala BNPB wajib berkordinasi dengan badan yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang intelijen dan keamanan. Lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah yang berperan
serta dalam penanggulangan bencana, wajib memperhatikan dan menghormati latar belakang sosial, budaya,
dan agama masyarakat setempat (BNPB 2008).

E. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional
Penanggulangan Bencana

Mengingat undang-undang nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana republik Indonesia
mengeluarkan peraturan Presiden nomor 8 tahun 2008 tentang Badan Nasional penanggulangan bencana
(BNPB 2008) yang mempunyai tugas memberikan pengarahan dan pedoman terhadap usaha
penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penangann tanggap darurat, rehabilitasi dan
rekonstruksi secara setara dan adil. Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana kepala BNPB bertugas
untuk menetapkan standarisasi dan kebutuhan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

F. Perka BNPB No 22 tahun 2010: Peran Organisasi Internasional dan Organisasi Asing Non-
Pemerintah selama Tanggap Darurat

Untuk memberikan petunjuk tentang peran serta internasional seperti yang diuraikan dalam Peraturan
Pemerintah 23/2008, terutama dalam kaitannya dengan penerimaan dan pengakhiran bantuan internasional,
BNPB telah menyiapkan Pedoman Nomor 22 Tahun 2010 tentang Peran Organisasi Internasional dan
Organisasi Asing NonPemerintah selama Tanggap Darurat (BNPB 2010). Perka ini disusun untuk
memberikan panduan yang lebih rinci bagi BNPB dan para pemangku kepentingan terkait dalam hal
fasilitasi dan pengelolaan bantuan internasional dalam tanggap darurat di Indonesia, seperti yang disebutkan
dalam UU 24/2007 dan PP 23/2008.
BAB IV

Lembaga terkait Penanggulangan Bencana

A. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

Sejarah Lembaga Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terbentuk tidak terlepas dari
perkembangan penanggulangan bencana pada masa kemerdekaan hingga bencana alam berupa gempa bumi
dahsyat di Samudera Hindia pada abad 20. Sementara itu, perkembangan tersebut sangat dipengaruhi pada
konteks situasi, cakupan dan paradigma penanggulangan bencana (BNPB 2009).

Menghadapi ancaman bencana Pemerintah Indonesia berperan penting dalam membangun sistem
penanggulangan bencana di tanah air. Pembentukan lembaga merupakan salah satu bagian dari sistem yang
telah berproses dari waktu ke waktu. Lembaga ini telah hadir sejak Gambar 24 Logo BNPB 67 kemerdekaan
dideklarasikan pada tahun 1945 dan perkembangan lembaga penyelenggara penanggulangan bencana dapat
terbagi berdasarkan periode waktu sebagai berikut.

1945- 1966 Pemerintah Indonesia membentuk Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP).

1967- 1979 Pemerintah membentuk Badan Pertimbangan Penanggulangan Bencana Alam Pusat (BP2BAP)
melalui Keputusan Presiden Nomor 256 Tahun 1966.

1967- 1979 pada tahun 1967 Presidium Kabinet mengeluarkan Keputusan Nomor 14/U/KEP/I/1967 yang
bertujuan untuk membentuk Tim Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam (TKP2BA)

1979- 1990 Pada periode ini Tim Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam (TKP2BA)
ditingkatkan menjadi Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam (Bakornas PBA) yang
diketuai oleh Menkokesra dan dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 28 tahun 1979.

1990- 2000 Bencana tidak hanya disebabkan karena alam tetapi juga non alam serta sosial. Bencana non
alam seperti kecelakaan transportasi, kegagalan teknologi, dan konflik sosial mewarnai pemikiran
penanggulangan bencana pada periode ini. Hal tersebut yang melatarbelakangi penyempurnaan Badan
Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam menjadi Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan
Bencana (Bakornas PB).

2000- 2005 Bakornas PB kemudian dikembangkan menjadi Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan
Bencana dan Penanganan Pengungsi (Bakornas PBP). Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan
Presiden Nomor 3 Tahun 2001 yang kemudian diperbaharui dengan Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun
2001.
2005- 2008 Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2005 tentang Badan
Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (Bakornas PB).

2008 Dalam merespon sistem penanggulangan bencana saat itu, Pemerintah Indonesia sangat serius
membangun legalisasi, lembaga, maupun budgeting. Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Presiden
Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Visi BNPB adalah “ketangguhan bangsa dalam menghadapi bencana” sedangkan Misi BNPB sebagai
Berikut:

1. Melindungi Bangsa dari ancaman bencana melalui pengurangan risiko bencana


2. Membangun sistem penanggulangan bencana yang handal
3. Menyelenggarakan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinir dan menyeluruh.

Tugas pokok BNPB dalam mengatasi bencana alam adalah pencegahan bencana, penanganan tanggap
darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara, menetapkan standardisasi dan kebutuhan
penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan, menyampaikan
informasi, melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Fungsi BNPB adalah sebagai berikut :

1. Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan
bertindak cepat dan tepat serta efektif dan efisien.
2. Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan
menyeluruh.

Penyelenggaraan penanggulangan Bencana :

Tahap Pra Bencana


Pada tahap prabencana, BNPB melakukan empat kegiatan utama, yaitu pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan,
peringatan dini dan pemberdayaan masyarakat.

Saat Tanggap Tahap Darurat


Tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian
bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan
evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, penanganan pengungsi,
penyelamatan serta pemulihan sarana dan prasarana.
Tahap Pasca Bencana
Tahap Pascabencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mendukung proses transisi
darurat serta pemulihan kehidupan dan penghidupan masyarakat terdampak dan juga fungsi prasarana dan
sarana vital. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pascabencana meliputi proses
rehabilitasi dan rekonstruksi.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)


Secara organisasi BNPB dan BPBD merupakan hubungan yang bersifat sub-koordinatif, yang dalam
pelaksanaannya BNPB bertanggung jawab kepada Presiden dan BPBD bertanggung jawab kepada kepala
daerah. BPBD dibentuk melalui Peraturan Kepala Daerah masing-masing Provinsi yang berpedoman pada
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 3 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pembentukan Badan Penanggulangan bencana Daerah. Sehingga Pembentukan BPBD berbeda setiap
daerahnya sesuai dengan peraturan masing-masing Kepala daerah di setiap Provinsi.

B. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).

adalah salah satu unit di lingkungan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang
dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral bertugas melaksanakan perumusan kebijaksanaan,
standardisasi, bimbingan teknis dan evaluasi bidang vulkanologi dan mitigasi bencana alam geologi.
Lembaga ini bertujuan pengelolaan informasi potensi kegunungapian dan pengelolaan mitigasi bencana
alam geologi, sedangkan misi yang diemban adalah meminimalkan korban jiwa manusia dan kerugian harta
benda dari bencana geologi.

C. Palang Merah Indonesia

Peran PMI adalah membantu pemerintah di bidang sosial kemanusiaan, terutama tugas
kepalangmerahan sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 yang telah
diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1958 melalui UU No 59.

Kinerja PMI dibidang kemanusiaan dan kerelawanan mulai dari tahun 1945 sampai dengan saat ini
antara lain sebagai berikut: Kinerja PMI dibidang kemanusiaan dan kerelawanan mulai dari tahun 1945
sampai dengan saat ini antara lain sebagai berikut:

1. Membantu saat terjadi peperangan/konflik.


2. Membantu korban bencana alam.
3. Transfusi darah dan kesehatan.
D. Kementrian Lingkungan Hidup

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia adalah kementerian dalam Pemerintah
Indonesia yang membidangi urusan lingkungan hidup, dan kehutanan. Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan merupakan penggabungan antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan.
Dalam melaksanakan tugas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyelenggarakan fungsi:

1. Perumusan dan penetapan kebijakan di bidang penyelenggaraan pemantapan kawasan hutan dan
lingkungan hidup secara berkelanjutan
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan pemantapan kawasan hutan dan lingkungan hidup
3. Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan
4. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan penyelenggaraan pemantapan
kawasan hutan dan penataan lingkungan hidup secara berkelanjutan
5. Pelaksanaan penelitian, pengembangan, dan inovasi di bidang lingkungan hidup dan kehutanan
6. Pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang lingkungan hidup dan
kehutanan
7. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
8. Pembinaan dan pemberian dukungan administrasi di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan
9. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan, dan
10. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Untuk menjalankan tugas dan Fungsi tersebut Dibentuklah beberapa Diretoran Jenderal yang membantu
tugas kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan diantaranya: Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan
dan Tata Lingkungan, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Direktorat
Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung, Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan
Produksi Lestari, Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Direktorat
Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya, Direktorat Jenderal Pengendalian
Perubahan Iklim, Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, dan yang terakhir
Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

E. Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (DJPPI)

adalah salah satu unit kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menangani perubahan
iklim khususnya dalam penyelenggaraan mitigasi, adaptasi, penurunan emisi gas rumah kaca, penurunan dan
penghapusan bahan perusak ozon, mobilisasi sumber daya, inventarisasi gas rumah kaca, monitoring,
pelaporan dan verifikasi aksi mitigasi perubahan iklim serta pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

pengendalian perubahan iklim menuntut bidang kerja dengan sasaran di atas sasaran RPJMN dan dimensi
waktu di atas periode RPJMN/ RENSTRA. Target RPJMN 2015-2019 penanganan isu perubahan iklim
pasca 2019 untuk pengendalian perubahan iklim ditangani oleh 5 (lima) direktorat teknis dan 1 (satu)
sekretariat direktorat jenderal, 5 direktorat teknis tersebut diantaranya adalah Direktur Mobilisasi Sumber
Daya Sektoral dan Regional, Direktur Adaptasi Perubahan Iklim, Direktur Mitigasi Perubahan Iklim,
Direktur Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi, dan Direktur
Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.

F. Badan Pencarian dan Pertolongan (BASARNAS)

adalah Lembaga Pemerintah Nonkementerian yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
pencarian dan pertolongan (Search And Rescue/SAR), secara jelas tugas dan fungsi SAR adalah penanganan
musibah pelayaran dan/atau penerbangan, dan/atau bencana dan/atau musibah lainnya dalam upaya
pencarian dan pertolongan saat terjadinya musibah.

berdasarkan Peraturan Presiden No. 99 Tahun 2007, BASARNAS ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah
Non Departemen (LPND) yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Tanggal
16 September 2014 UU Nomor. 29 Tahun 2014 tentang Pencarian dan Pertolongan disahkan oleh Komisi V
DPR-RI.

Fungsi BASARNAS dalam melaksanakan tugasnya adalah:

a. Peruusan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang pencarian dan pertolongan.
b. Peruusan kebijakan teknis di bidang pencarian dan pertoongan.
c. Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang pencarian dan pertolongan.
d. Pempbinaan, pengarahan dan pengendalian potensi pencarian dan pertolongan.
e. Pelaksanaan siaga pencarian dan pertolongan.
f. Pelaksanaan tindak awal dan operasi pencarian dan pertolongan.
g. Pengkoordinasian potensi pencarian dan pertolongan dalam pelaksanaanoperasi pencarian dan
pertolongan.
h. Pendidikan, pelatihan, dan pengembangan sumberdaya manusia di bidang pencarian dan
pertolongan.
i. Penelitian dan pengembangan di bidang pencarian dan pertolongan.
j. Pengelolaan data, informasi dan komunikasi di bidang pencarian dan pertolongan.
k. Pelaksanaan hubungan dan kerja sama di bidang pencarian dan pertolongan.
G. Muhammadiyah Disaster Management Center

Muhammadiyah Disaster Management Center bergerak dalam kegiatan penanggulangan bencana


dengan definisi kegiatan penanggulangan bencana baik pada kegiatan Mitigasi dan Kesipsiagaan, Tanggap
Darurat dan juga Rehibilitasi. Muhammadiyah Disaster Management Center bergerak dalam kegiatan
kebencanaan di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.

H. United Nations Office For the Coordination of Humanitarian Affairs (UN-OCHA)

Adalah sebuah badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dibentuk pada Desember 1991 oleh Resolusi
Majelis Umum No. 46/182. Resolusi ini dibuat untuk memperkuat respon PBB dalam membantu menangani
keadaan darurat dan bencana alam yang kompleks, dengan mendirikan Departemen Urusan Kemanusiaan
PBB.
Kritik

Penulis buku ini membagi pengetahuan tentang Manajemen dan Mitigasi Bencana dengan cukup jelas. Tema
buku ini adalah mengetahui tentang bencana yang ada mulai dari definisi bencana,jenis bencana,manajemen
bencana,tujuan manajemen bencana.

Bab-bab dalam buku ini terbagi atas 4 Bab.

Bab Pertama, “Pendahuluan” yang membahas tentang definisi bencana,jenis bencana,manajemen bencana
yang terdiri dari beberapa point yaitu tujuan manajemen bencana,tahapan manjemen bencana,model
manajemen bencana,dan tanggap darurat bencana. Di ini penulis cukup jelas memaparkan teori-teori tentang
Bencana sehingga kita dapat mengetahui apa itu bencana dan bagaimana cara mencegah dan mengatasi
bencana bila terjadi.

Selanjutnya, pada Bab kedua buku ini bertemakan tentang “Geologis Dan Geomorfologis Indonesia”,
memberikan informasi tentang aspek geografis Indonesia,kondisi fisik Indonesia yang merupakan Negara
kepulauan terbesar di Indonesia,Tatanan tetonik di Indonesia dan resiko bencana di Indonesia sehingga
dengan penjelasan bab ini kita dapat mengetahi daerah mana saja yang merupakan daerah rawan bencana di
Indonesia.

Kemudian pada Bab Ketiga “Regulasi Bencana Alam Di Indonesia”, tentang peraturan atau undang-undang
tntang bencana yang berlaku sampai saat ini,sehingga dengan adanya peraturan yang dibuat pemerintah
dapat singgap dalam menangani bencana yang terjadi di Indonesia baik pra bencana, saat bencana maupun
pasca bencana.

Dan pada Bab Keempat ”Lembaga terkait Penanggulangan Bencana”, tentang lembaga-lembaga yang
dibentuk untuk membantu penanggulangi bencana di Indonesia sesuai dengan fungsi dan peran nya masing-
masing,pada bab ini kita dapat mengetahui lembaga-lembaga bencana yang dibentuk oleh pemerintah.

.
Penutup

Kesimpulan

Manajemen bencana merupakan salah satu wujud dari upaya untuk melindungi manusia dan
lingkungannya. Manajemen bencana adalah tugas dan kewajiban bersama pemerintah dan masyarakat yang
didasarkan pada partisipasi dan prakarsa masyarakat..

Kebijakan publik memiliki keterkaitan dengan manajemen bencana dimana perlu menentukan
posisi mitigasi bencana untuk dijadikan keputusan dalam kebijakan publik. Tahap mitigasi bencana sendiri
sebagai bagian dari siklus kebijakan publik (input-output) yaitu kondisi empiris daerah rawan bencana dan
proses eksekutif maupun legislatif masuk dalam input dan process sedangkan output adalah kebijakan
mitigasi bencana yang selanjutnya dimasukkan sebagai agenda publik dalam proses kebijakan publik.

Berdasarkan UndangUndang Nomor 24 Tahun 2007 memberikan wewenang sepenuhnya kepada


daerah untuk membentuk pola pembangunan yang selaras dengan kondisi masing-masing daerah.
Pembangunan Jangka Mengengah di masing-masing Kabupaten. Sehingga kebijakan terhadap
penanggulangan pra bencana telah disepakati sebagai agenda publik untuk ditindaklanjuti sebagai program
prioritas pembangunan daerah.

Kritik dan Saran

A.  Kelebihan

Buku ini banyak memberikan informasi yang bermanfaat mengenai Bencana dengan gambar-gambar
ilustras. Banyak hal yang dapat kita pelajari dari pengetahuan yang disajikan. Penulis patut mendapat
acungan jempol atas informasi yang membantu banyak khalayak dalam menghadapi bencana jika terjadi.
Dengan bahasan yang cukup bagus dan konkrit membuat saya berpendapat bahwa buku ini cukup bagus dan
bisa dijadikan referensi bagi siapapun

B. Kekurangan

Sayangnya dalam buku ini bahasa yang digunakan sedikit sulit untuk dipahami pembaca pemula dan
pembahasan yang ada terlalu kaku dalam penyampaian dan akan jauh lebih mudah dipahami jika
menggunakan bahasa yang lebih ringan dan mudah dipahami dan tetap memakai norma – norma yang
berlaku dan juga di beberapa pembahasan hanya sedikit informasi yang dapat diambil diharapkan untuk
kedepannya lebih banyak informasi yang tersedia.
C. Saran

Sesuai dengan kritik di atas saya berharap penulis dapat menyederhanakan lagi bahasanya agar lebih mudah
dipahami terutama oleh pemula, agar daya tarik buku tersebut bertambah dan juga dikemas dengan bahasa
yang lebih sederhana yang digunakan sehari – hari yang tetap sopan dan baik untuk digunakan dan juga
pembahsannya untuk kedepan bisa dibuat tidak terlalu kaku namun tetap bisa diterima dengan bahasa yang
santai sehingga pembaca saat memahami pembahsaan di buku ini seperti sedang berinteraksi dengan
seorang teman yang pastinya akan mempermudah untuk memahami maksud yang di sampaikan.

4.3

Anda mungkin juga menyukai