Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KONSEP SISTEM EVAKUASI DALAM MANAJEMEN BENCANA

Di susun oleh :

1. Diana Siti Nurzanah (103322083)


2. Dian Prih Utami (103322082)
3. Erina Damayanti Pangestu (1033222084)
4. Kusumastuti (1033222080)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MH THAMRIN

JAKARTA

TAHUN 2023
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Bab 1 pendahuluan
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya tertama
nikamat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah mata kuliah Komunitas yang berjudul ”Konsep Sistem Evakuasi Dalam
Manajement Bencana” kemudian sholawat beserta salam kita sampaikan kepada
Nabi besar Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yaiutu Al-
qur’an sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Makalah ini salah satu tugas dari mata kuliah Keperawatan Jiwa di program studi S1
Keperawatan. Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan
dalam penuliasan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran
secara konstrukif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 03 Juni 2023

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik
factor alam maupun faktor non alam,maupun factor manusia ,sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,kerusakan
lingkungan ,kerugian harta benda,dan dampak psikologi. (Suratman Woro
Suprojo, Prosiding pengindraan jauh dan system informasi geografi.2012)

Jalur evakuasi adalah jalur yang ditujukan untuk membuat orang agar dapat
menyikapi saat terjadi bencana dan tidak (berhamburan saat terjadi bencana)
panik saat terjadi bencana melainkan dapat memposisikan apa yang akan
mereka lakukan dengan melihat arah panah maupun tanda lain demi
menekan jumlah korban yang disebabkan oleh kepanikan saat terjadi
bencana. seperti gunung meletus, banjir maupun gempa bumi. Peran siswa
yang juga adalah sebagai masyarakat sekolah yang menempati aspek
penting dalam ikut campur (partisipasi) dalam pembuatan jalur evakuasi,
membutuhkan peran dari masyarakat sekolah pengetahuan terhadap
mengenai resiko bencana juga sangat penting, upaya tersebut juga
dituangkan dalam hyogo frame work for action Tahun 2005 dimana salah satu
butirnya memprioritaskan tentang pendidikan mitigasi bencana (prosding
spatial thinking ).

Penentuan titik jalur evakusi serta tempat berkumpul (assemble Point)


merupakan Perancangan peta evakuasi dengan caramenentukan lintasan
terpendek menuju titik berkumpul (assembly point). Penentuan lintasan
terpendek memperhatikan alternative jalur-jalur yang dapat dilalui menuju titik
berkumpul (assembly point ). Pada saat terjadi bencana sebagian besar
berlarian menyelamatkan diri tanpa arah atau pedoman baik penghuni
bangunan yang ada di bagian tengah maupun belakang semuanya berlarian
menuju jalan keluar tanpa memperhatikan jalur yang ditempuh dan titik
berkumpul (assembly point) yang aman, hal ini juga menyebabkan timbulnya
korban, banyaknya sekolah yang belum menggunakan jalur evakuasi juga
menyababkan kendala tersendiri dalam hal pelaksanaan sekolah yang aman
terhadap bencana. Adanya peta evakuasi, berupa arah panah evakuasi
menuju tempat (arrow) yang telah ditentukan. Model simulasi juga akan
dilakukan untuk mengevaluasi arah jalur dalam peta evakuasi yang
diterapkan. Perancangan peta evakuasi dengan cara menentukan lintasan.
Peta jalur evakuasi dibuat menggunakan Software Arc Gis dengan extension
oleh google sketchup dengan memperhatikan georeferensing sehingga dapat
melihat kerugian yang ditimbulkan.Pada saat bencana, jika gedung sekolah
hancur, maka dapat mendatangkan korban jiwa dan mengurangi usia hidup
murid sekolah dan guru yang sangat berharga dan terganggunya hak
memperoleh pendidikan sebagai dampak bencana. Pembangunan kembali
sekolah juga memerlukan waktu yang tidak sebentar dan pastilah juga
membutuhkan dana yang tidak sedikit.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selama Januari 2013


mencatat ada 119 kejadian bencana yang terjadi di Indonesia. BNPB juga
mencatat ak ibatnya ada sekitar 126 orang meninggal akibat kejadian
tersebut. kejadian bencana belum semua dilaporkan ke BNPB. Dari 119
kejadian bencana menyebabkan 126 orang meninggal, 113.747 orang
menderita dan mengungsi, 940 rumah rusak berat, 2.717 rumah rusak
sedang, 10.945 rumah rusak ringan. Untuk mengatasi bencana tersebut,
BNPB telah melakukan penanggulangan bencana baik kesiapsiagaan
maupun penanganan tanggap darurat.

Namun, penerapan manajemen bencana di Indonesia masih terkendala


berbagai masalah, antara lain kurangnya data dan informasi kebencanaan,
baik di tingkat masyarakat umum maupun di tingkat pengambil kebijakan.
Keterbatasan data dan informasi spasial kebencanaan merupakan salah satu
permasalahan yang menyebabkan manajemen bencana di Indonesia berjalan
kurang optimal. Pengambilan keputusan ketika terjadi bencana sulit
dilakukankarena data yang beredar memiliki banyak versi dan sulit divalidasi
kebenarannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan bencana ?
2. Apa yang di maksud dengan manajement bencana ?
3. Apa yang dimaksud dengan evakuasi bencana ?

C. Tujuan
1. Mengetahui tentang bencana
2. Mengetahui tentang manajement bencana
3. Mengetahui tentang evakuasi bencana
BAB 2

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Bencana
Bencana adalah peristiwa atau kejadian potensial yang merupakan ancaman
terhadap kesehatan, keamanan atau kesejahteraan masyarakat atau fungsi
ekonomi masyarakat maupun kesatuan organisasi pemerintah yang lebih luas
(Fitriadi et al. 2017). Bencana merupakan suatu peristiwa alam yang
mengakibatkan dampak besar bagi populasi manusia. Peristiwa ini dapat
berupa banjir, gempa bumi, letusan gunung api, tanah longsor, tsunami
(Wiarto, 2017).
B. Jenis-jenis Bencana
Menurut Ramli (2013), bencana diklasifikasi atas 3 macam sebagai berikut :
a. Bencana Alam Yaitu bencana yang bersumber dari fenomena alam
seperti letusan gunung api, banjir, pemanasan global, tanah longsor,
gempa bumi, dan tsunami. Ramli (2010) bencana alam terjadi hampir
sepanjang tahun diberbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Jenis
bencana alam sangat banyak diantaranya sebagai berikut :
1. Gempa Bumi merupakan peristiwa alam yang belum dapat diprediksi
terjadinya sehingga dapat menimbulkan kerugian material dan
merenggut nyawa manusia (Ayub et al., 2020).
2. Tsunami berasal dari bahasa Jepang (tsu = pelabuhan, nami =
gelombang) yang dapat diartikan sebagai gelombang pasang.
Umumnya, tsunami menerjang pantai landai. Tsunami diperkirakan
terjadi karena adanya perpindahan badan air yang disebabkan
perubahan muka laut secara vertical dengan tiba-tiba yang
disebabkan oleh berbagai faktor, karena gempa bumi yang berpusat
di bawah laut, longsor bawah laut (Ramli, 2010).
3. Letusan Gunung Api Letusan terjadi akibat endapan magma di dalam
perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi.
Magma adalah cairan pijar yang terdapat di dalam lapisan bumi
dengan suhu yang sangat tinggi, yakni diperkirakan lebih dari 1.000C.
d) Banjir Banjir merupakan bencana alam yang paling dapat
diramalkan kedatangannya. Karena berhubungan besar curah hujan.
Banjir pada umumnya terjadi di daratan rendah dan di bagian hilir
daerah aliran sungai. Umumnya berupa delta maupun alluvial. Secara
geologis, berupa lembah atau bentuk cekungan bumi lainnya dengan
porositas rendah. Banjir adalah tanah tergenang akibat luapan
sungai, yang disebabkan oleh hujan deras atau banjir akibat kiriman
dari daerah lain yang berada ditempat yang lebih tinggi (Findayani et
al,. 2015). e) Longsor Longsor merupakan gejala alam untuk
mencapai kondisi kestabilan kawasan. Seperti halnya banjir,
sebenarnya gerakan tanah merupakan bencana alam yang dapat
diramalkan kedatangannya, karena berhubungan dengan besar curah
hujan (Ramli, 2013).
b. Bencana Non Alam Adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal
teknologi, gagal modernisasi, dan wabah penyakit.
c. Bencana Sosial Adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi
konflik social antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan
teror.

C. Faktor yang mempengaruhi bencana Menurut Nurjanah et al. (2014)


menyebutkan faktor yang mempengaruhi bencana yaitu :
a. Bahaya (Hazard) Bahaya merupakan suatu fenomenan alam atau buatan
yang mempunyai potensi mengancam kehidupan manusia, kerugian harta
benda dan kerusakan lingkungan. Bahaya dikelompokan menjadi 2 yaitu
bahaya alami yang terdiri dari bahan geologi, hidrologi-meteorologi,
biologi dan lingkungan. Sedangkan bahaya buatan manusia yang terdiri
dari kegagalan teknologi, degradai, lingkungan dan konflik.
b. Kerentanan (Vulnerability) Kerentanan adalah suatu kondisi dari suatu
masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi
ancaman bahaya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan adalah
sebagai berikut :
1. Kerentanan fisik Menggambarkan suatu kondisi fisik yang rawan
terhadap faktor bahaya tertentu seperti persentase kawasan
terbangun, kepadatan bangunan, jaringan listrik, rasio panjang jalan
dan jalan kereta api.
2. Kerentanan sosial Menggambarkan suatu kondisi tingkat kerapuhan
sosial dalam menghadapi bencana seperti kepadatan penduduk, laju
pertumbuhan penduduk dan persentase penduduk usia balita-lansia.
3. Kerentanan ekonomi Menggambarkan suatu kondisi tingkat
kerapuhan ekonomi dalam mengahadapi ancaman bencana seperti
persentase rumah tangga yang bekerja di sector rentan dan
persentase rumah tangga miskin.
4. Kerentanan lingkungan Menggambarkan suatu kondisi tingkat
kerapuhan lingkungan dalam menghadapi bencana meliputi
ketersediaan atau kerusakan sumber daya seperti lahan, udara dan
air.
c. Resiko bencana (Disaster Risk) Resiko bencana adalah interaksi antara
tingkat kerentanan daerah dengan ancaman bahaya yang ada. Secara
umum bahaya menunjukkan kemungkinan terjadinya bencana, baik alam
maupun non alam. Kerentanan menunjukkan kerawanan yang dihadapi
suatu masyarakat dalam menghadapi ancaman. Semakin tinggi bahaya
dan kerentanan akan semakin besar resiko bencana yang dihadapi. Upaya
yang dapat dilakukan dalam mengurangan resiko bencana yaitu melalui
penurunan tingkat kerentanan karena hal ini relative lebih mudah
dibandingkan dengan mengurangi atau memperkecil bahaya, social dan
lingkungan.

D. Definisi Manajemen Bencana


Penanggulangan bencana atau yang sering didengar dengan manajemen
bencana (disaster management) adalah serangkaian upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.

Konsep manajemen bencana saat ini telah mengalami pergeseran paradigma


dari pendekatan konvensional menuju pendekatan holistik (menyeluruh).
Pada pendekatan konvensial bencana itu suatu peristiwa atau kejadian yang
tidak terelakkan dan korban harus segera mendapatkan  pertolongan, 
sehingga manajemen bencana lebih fokus pada hal yang bersifat bantuan
(relief) dan tanggap darurat (emergency response). Selanjutnya paradigma
manajemen bencana berkembang ke arah pendekatan pengelolaan risiko
yang lebih fokus pada upaya-upaya pencegahan dan mitigasi, baik yang
bersifat struktural maupun non-struktural di daerah-daerah yang rawan
terhadap bencana, dan upaya membangun kesiap-siagaan.

Sebagai salah satu tindak lanjut dalam menghadapi perubahan paradigma


manajemen bencana tersebut, pada bulan Januari tahun 2005 di Kobe-
Jepang, diselengkarakan
Konferensi Pengurangan Bencana Dunia (World Conference
on Disaster Reduction) yang menghasilkan  beberapa substansi  dasar 
dalam 
mengurangi kerugian akibat bencana, baik kerugian jiwa, sosial, ekonomi dan
lingkungan. Substansi dasar tersebut yang selanjutnya merupakan lima
prioritas kegiatan untuk tahun 2005‐2015 yaitu: 
a. Meletakkan pengurangan risiko bencana sebagai prioritas nasional
maupun daerah yang pelaksanaannya harus didukung oleh kelembagaan
yang kuat.
b. Mengidentifikasi,  mengkaji  dan  memantau  risiko  bencana
serta menerapkan sistem peringatan dini 
c. Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan membangun
kesadaran kesadaran keselamatan diri dan ketahanan terhadap bencana
pada semua tingkat masyarakat.
d. Mengurangi faktor‐faktor penyebab risiko bencana.
e. Memperkuat  kesiapan  menghadapi  bencana  pada  semua  tingkatan
masyarakat agar respons yang dilakukan lebih efektif

E. Tahapan dan Kegiatan dalam Manajemen Bencana


Dalam melaksanakan penanggulangan bencana, maka penyelenggaraan
penanggulangan bencana meliputi tahap prabencana, tahap tanggap darurat,
dan tahap pascabencana.
a. Tahap Pra Bencana (mencangkup kegiatan pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, dan peringatan dini).Pada tahap pra bencana ini meliputi
dua keadaan yaitu :
1. Pencegahan (Prevention)
Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana (jika
mungkin dengan meniadakan bahaya). Misalnya melarang pembakaran
hutan dalam perladangan, melarang penambangan batu di daerah yang
curam, dan melarang membuang sampah sembarangan.
2. Mitigasi Bencana (Mitigation)
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana. Kegiatan mitigasi dapat
dilakukan melalui:
a. Pelaksanaan penataan ruang
b. Pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata
bangunan
c. Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik
secara konvensional maupun modern (UU Nomor 24 Tahun 2007
Pasal 47 ayat 2 tentang Penanggulangan Bencana).
3. Kesiapsiagaan (Preparedness)
Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana
melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan
berdaya guna. Beberapa bentuk aktivitas kesiapsiagaan yang dapat
dilakukan antara lain:
 Penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan
bencana
 Pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan
dini
 Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan
dasar
 Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang
mekanisme tanggap darurat
 Penyiapan lokasi evakuasi
 Penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur
tentang tanggap darurat bencana
 Penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk
pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.

4. Peringatan Dini (Early Warning)


Serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada
masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat
oleh lembaga yang berwenang atau upaya untuk memberikan tanda
peringatan bahwa bencana kemungkinan akan segera terjadi. Pemberian
peringatan dini harus menjangkau masyarakat (accesible), segera
(immediate), tegas tidak membingungkan (coherent), bersifat resmi
(official) (Undang-Undang No 24 Tahun 2007).

b. Tahap saat terjadi bencana yang mencangkup kegiatan tanggap darurat


untuk meringankan penderita sementara, seperti kegiatan bantuan darurat
dan pengungsian.
1. Tanggapan Darurat (Response)
Tanggap Darurat (Response) Tanggap darurat adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana
untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan yang meliputi
kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan,
serta pemulihan prasarana dan sarana. Beberapa aktivitas yang
dilakukan pada tahapan tanggap darurat antara lain:
 Pengkajian yang dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumberday
 Penentuan status keadaan darurat bencana
 Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana
 Pemenuhan kebutuhan dasar
 Perlindungan terhadap kelompok rentan
 Pemulihan dengan segera prasaran dan sarana vital ( UU Nomor 24
Tahun 2007 Pasal 48 tentang Penanggulangan Bencana).
2. Bantuan Darurat (Relief) Merupakan upaya untuk memberikan bantuan
berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan,
sandang, tempat tinggal sementara, kesehatan, sanitasi dan air bersih
(Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007).

c. Tahap pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi,


dan rekontruksi
1. Pemulihan (Recovery)
Pemulihan (Recovery) Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk
mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang
terkena bencana dengan 35 memfungsikan kembali kelembagaan,
prasarana, dan sarana dengan melakukan upaya rehabilitasi.
Beberapa kegiatan yang terkait dengan pemulihan adalah :
 Perbaikan lingkungan daerah bencana
 Perbaikan prasarana dan sarana umum
 Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat
 Pemulihan sosial psikologis
 Pelayanan kesehatan
 Rekonsiliasi dan resolusi konflik
 Pemulihan sosial ekonomi budaya
 Pemulihan fungsi pelayanan publik (Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007).
2. Rehabilitasi (Rehabilitation)
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau
berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pascabencana. Rehabilitasi dilakukan
melalui kegiatan perbaikan lingkungan daerah bencana, perbaikan
prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah
masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan,
rekonsiliasi dan resolusi konflik, pemulihan sosial ekonomi budaya,
pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan fungsi pemerintahan,
dan pemulihan fungsi pelayanan public (Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007)
3. Rekonstruksi (Reconstruction)
Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta
langkahlangkah nyata yang terencana baik, konsisten dan
berkelanjutan 36 untuk membangun kembali secara permanen semua
prasarana, sarana dan sistem kelembagaan, baik di tingkat
pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya
hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran dan partisipasi
masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di
wilayah pasca bencana. Lingkup pelaksanaan rekonstruksi terdiri atas
program rekonstruksi fisik dan program rekonstruksi non fisik (Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2007).

F. Evakuasi Bencana
Evakuasi menurut Lionel Acoot (2016), adalah suatu Tindakan memindahkan
manusia secara langsung dan cepat dari satu lokasi ke lokasi yag aman agar
menjauh dari ancaman atau kejadian yang dianggap berbahaya atau
berpotensi mengacam nyawa manusia atau mahluk hidup lainnya. Ada
banyak kondisi ekstrim yang berpotensi mengancam keselamatan manusia
sehingga perlu dilakukan evakuasi. Misalnya wabah penyakit, bencana alam
9badai, banjir, tanah longsor, gunung Meletus, tsunasi, dan lain-lainnya),
kebakaran, perang, kontaminasi nuklir, dan sebagainya. Proses evakuasi bisa
dilakukan sebelum, selama, atau setelah terjadinya bencana.

G. Prinsip – Prinsip Perencanaan Evakuasi


Prinsip Penjelasan
Partisipatif Setiap keputusan dalam perencanaan evakuasi
merupakan kesepakatan Bersama masyarakat
Efektif Tidak membingungkan, Mudah dipahami seluruh
masyarakat, Mudah diingat
Menjauhi ancaman Evakuasi bertujuan menjauhi ancaman, maka arah jalur
evakuasi harus menjauhi ancaman
Memprioritaskan Kelompok rentan menjadi prioritas dalam setiap
kelompok rentan pengambilan kepurusan perencanaan evakuasi
dan penyandang
disabilitas
Penyelamatan diri Evakuasi bertujuaun menyelamatkan nyawa dan asset-
dan aset aset penghidupan dari ancaman
penghidupan
Mandiri Evakuasi merupakan keputusan internal masyarakat
suatu desa atas kesadaran risiko

H. Terminilogi dalam rencana evakuasi


Dalam mengembangkan rencana evakuasi efektif akan digunakan istilah-
istilah (terminologi) yakni 1) tempat evakuasi, 2) jalur evakuasi, 3) peta
evakuasi, dan 4) strategi atau cara/tahapan/hirarki evakuasi. Setiap
terminologi mengandung pengertian dasar serta syaratnya masing-masing
sebagaimana dijelaskan pada tabel berikut :
Istilah/Terminologi Pengertian Umum Syarat
Tempat Evakuasi Ruangan perlindungan 1. Penetuannya
berupa bangunan atau disepakati dan
lahan terbuka dengan diketahui oleh warga
perlengkapan untuk masyarakat
menampung warga Kawasan rawan
masyarakat terdampak bencana
bencana (penyitas) 2. Merupakan lokasi
selama masa tanggap paling aman dari
darurat segala untuk
Tempat Evakuasi Tempat Perlindungan ancaman utama
Sementara (TES) penyitas bersifat maupun ancaman
sementara karena ikutan sebagai
 Ada potensi dampak dari
peningkatan ancaman utama
intensitas ancaman 3. Merupakan lokasi
 Sumberdaya terdekat dengan
tersedia terbatas / tempat asal warga
tidak memadai 4. Mudah dijangkau
Tempat Evakuasi Akhir Tempat perlindungan oleh bantuan
(TEA) penyitas bersifat kemanusiaan dari
permanen dengan pihak luar
sumberdaya lebih 5. Luasnnya cukup
memadai dan aman untuk menampung
dari segala bentuk seluruh warga
ancaman terdampak
6. Tersedia dan dekat
dengan sumberdaya
untuj pemenuhan
kebutuhan dasar
meliputi hunian,
tempat tingkat, air
bersih, santasi,
layanan kesehatan,
pangan dan gizi,
Pendidikan.
Jalur Evakuasi Jalan dan arah 1. Penentuannya
didepakatu untuk disepakati dan
menghidari ancaman diketahui oleh
menuju TES atau TEA warga masyarakat
kawasan rawan
bencana
2. Cukup luas untuk
menampung arus
penyitas dan
kendaraan
pengakutnya
3. Arah jalan menjauhi
sumber ancaman
4. Tidak terlanda oleh
ancaman
5. Paling aman dari
segala bentik
ncaman ikutan
6. Merupakan jalur
terdekat menuju
TES dan TEA
7. Dilengkapi rambu
petunjuk arah
menuju TEA dan
TES
Peta Evakuasi Gambaran dua dimensi 1. Didasarkan pada
atau instalasi multi informasi memadai
dimensi tentang jenis
(maket/miniature) ancaman dan
memuat informasi karakternya
tentang daerah rawan 2. Disusun dan
bencana, sumber disepakati oleh
ancaman, perkiraan warga masyarakat
sebaran ancaman, jalur Kawasan rawan
atau arah evakuasi dan bencana
tempat-tempat 3. Disosialisasikan
evakuasi secara terus
menerus ke seluruh
warga masyarakat
Kawasan rawan
bencana
4. Mudah dipahami
semua golongan
warga masyarakat
5. Mengandung
pengertian tegas,
tidak bermakna
ganda
6. Disyakan oleh
otoritas pemerintah
setempat
7. Ditaati oleh seluruh
warga masyarakat
Strategi Evakuasi Serangkaian keputusan 1. Disusun dan
mengatur cara-cara disepakati oleh
evakuasi efektif dalam warga masyarakat
upaya penyelamatan Kawasan rawan
diri warga berserta bencana
harta benda sebelum 2. Disosialisasika
ancaman tiba secara terus
menerus ke seluruh
warga masyarakat
Kawasan rawan
bencana
3. Memuat oembagian
peran dan
penggunaan alat
pengakut
4. Mengutamakan
penyelamatan
kelompok rentan
(berkemampuan
beda, sakit, lasia,
anak, ibu hamil,
balita, dan ibu
menyusui)
5. Didasarkan pada
analisis
intensitas(kekuatan,
sebaran/luasan)
ancaman
6. Memuat cara-cara
penyelamatan harta
benda
7. Memuat cara-cara
pengamanan harta
benda ditinggalkan
di lokasi rawan
bencana

I. Penyusan strategis evakuasi


Strategi evakuasi merupakan serangkaian keputusan mengatur cara-cara
evakuasi efektif dalam upaya penyelamatan diri warga berserta harta benda
sebelum ancaman tiba. Pasal 55, ayat (1) Perlindungan terhadap kelompok
rentan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf e dilakukan dengan
memberikan prioritas kepada kelompok rentan berupa penyelamatan,
evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan, dan psikososial.
Maka dalam penyusunan strategi evakuasi, beberapa prinsip penting adalah
1. Kecepatan, keamanan, menghidari ancaman
2. Jumlah penduduk yang akan dievakuasi serta jenis harta bendanya yang
akan dibawa
3. Ketersediaan alat angkut, peralatan dan operatornya
4. Pembagian tugas dan tanggungjawab dalam evakuasi

J. Penyusunan Peta Evakuasi


Peta evakuasi disusun menggunakan peta risiko hasil pengkajian risiko
bencana. Setelah strategi evakuasi di tetapkan, selanjutnya peta jalur
evakuasi harus digambar. Tujuan menggambar peta evakuasi agar
perencanaan evakuasi menjadi bentuk visual/gambar dan mudah dipahami
seluruh masyarakat.
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai