Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KELOMPOK

PENGATAR KEPERAWATAN BENCANA

OLEH:
KELOMPOK 2
YOLANDA BULOW (NIM: 01808010073)
THITA ALFITRI KADI (NIM: 01808010070)
ANDIANITA BUNTUAN (NIM: 01808010040)

INSTITUT KESEHATAN DAN TEKNOLOGI GRAHA


MEDIKA KOTAMOBAGU 2021

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat tersusun
hingga selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman untuk para
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam
kehidupan sehari-hari.

Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Kotamobagu, Oktober 2021

Penyusun

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Setiap wilayah tempat tinggal manusia memiliki resiko bencana. Seringkali resiko tersebut
tidak terbaca oleh komunitas dan karenanya tidak dikelola dengan baik. Hal ini menyebabkan
terkadang, dan mungkin juga sering, bencana terjadi secara tak terduga-duga. Dampak paling
awal dari terjadinya bencana adalah kondisi darurat, dimana terjadi penurunan drastis dalam
kualitas hidup komunitas korban yang menyebabkan mereka tidak mampu memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasarnya dengan kapasitasnya sendiri. Kondisi ini harus bisa direspons
secara cepat, dengan tujuan utama pemenuhan kebutuhan dasar komunitas korban sehingga
kondisi kualitas hidup tidak makin parah atau bahkan bisa membaik.
Bencana harus ditangani secara menyeluruh setelah situasi darurat itu direspons. Setiap
akibat pasti punya sebab dan dampaknya, maka bencana sebagai sebuah akibat pasti punya
sebab dan dampaknya, agar penanganan bencana tidak terbatas pada simpton simpton
persoalan, tetapi menyentuh substansi dan akar masalahnya. Dengan demikian kondisi darurat
perlu dipahami sebagai salah satu fase dari keseluruhan resiko bencana itu sendiri. Penanganan
kondisi darurat pun perlu diletakkan dalam sebuah perspektif penanganan terhadap keseluruhan
siklus bencana. Setelah kondisi darurat, biasanya diikuti dengan kebutuhan pemulihan
(rehabilitasi), rekonstruksi (terutama menyangkut perbaikan-perbaikan infrastruktur yang
penting bagi keberlangsungan hidup komunitas), sampai pada proses kesiapan terhadap
bencana, dalam hal ini proses preventif.
Perbedaan mendasar ditemukan antara kerja dalam kondisi darurat dengan kerja penguatan
kapasitas masyarakat secara umum. Dalam kondisi darurat, waktu kerusakan terjadi secara
sangat cepat dan skala kerusakan yang ditimbulkan pun biasanya sangat besar. Hal ini
menyebabkan perbedaan dalam karakteristik respon kondisi darurat. Komitmen, kecekatan dan
pemahaman situasi dan kondisi bencana (termasuk konflik) dalam rangka memahami latar
belakang kebiasaan, kondisi fisik maupun mental komunitas korban dan karenanya kebutuhan
mereka, sangat dibutuhkan. Selain itu, sebuah kondisi darurat juga tidak bisa menjadi legitimasi
kerja pemberian bantuan yang asal-asalan. Dalam hal ini perlu dipahami bahwa sumber daya
sebesar apapun yang kita miliki tidak akan cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan
komunitas korban bencana. Di sisi lain, sekecil apapun sumber daya yang kita miliki akan
memberikan arti bila didasarkan pada pemahaman kondisi yang baik dan perencanaan yang
tepat dan cepat, mengena pada kebutuhan yang paling mendesak.
Bencana, apapun sebabnya, merupakan hal yang menganggu tatanan masyarakat dalam
segala aspeknya, baik psikologis, ekonomi, sosial budaya maupun material. Jika kita
mengamini faktum bahwa setiap orang memiliki hak untuk hidup layak maka komunitas
manapun yang mengalami bencana berhak atas bantuan kemanusiaan dalam batas-batas
minimum.

A. Tujuan
Tujuan Umum : Mahasiswa mampu memahami tentang berbagai hal yang berhubungan
dengan bencana.
Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang jenis bencana, fase-fase bencana
b. Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang peran perawat komunitas dalam
manajemen kejadian bencana
c. Mahasiswa mengetahui dan memahami permasalahan bencana dibidang kesehatan
d. Mahasiswa mengetahui pengkajian keperawatan di area bencana
e. Mahasiswa dapat menyusun asuhan keperawatan pada area bencana .

PEMBAHASAN

A. Definisi Bencana
Bencana adalah suatu fenomena alam yang terjadi yang menyebabkan kerugian baik
materiil dan spiritual pada pemerintah dan masyarakat (Urata, 2008). Fenomena atau
kondisi yang menjadi penyebab bencana disebut hazard ( Urata, 2008).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia bencana adalah peristiwa pada
suatu wilayah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian ekologi, kerugian hidup
bagi manusia serta menurunnya derajat kesehatan sehingga memerlukan bantuan dari
pihak luar (Effendy & Mahfudli, 2009). Disaster menurut WHO adalah setiap kejadian,
situasi, kondisi yang terjadi dalam kehidupan ( Effendy & Mahfudli, 2009).

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bencana


1. Faktor alami
Faktor alami merupakan keadaan mudah terjadinya bencana atau kerentanan
tergantung kondisi alam seperti bentuk geografis, geologi, cuaca, iklim (Urata, 2008).
2. Faktor sosial
Faktor social adalah kerentanan akibat ulah manusia, contohnya: pembangunan
bangunan di daerah yang miring, meningkatnya angka urbanisasi, kemiskinan,
pengendalian bencana yang tidak tepat (Urata, 2008).

C. Jenis Bencana Alam


Jenis-jenis bencana alam terdiri 3 bagian (Urata, 2008)
1. Bencana alam ( natural disaster)
Bencana yang terjadi akibat kerusakan ekosistem dan telah terjadi kelebihan kapasitas
komunitas yang terkena dampaknya.
a. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi yang
disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, akitivitas gunung
api atau runtuhan batuan. Gempa bumi menyebabkan kerusakan fisik sarana dan
prasarana dan menyebabkan banyak korban. Masalah kesehatan yang sering
muncul cacat karena patah tulang dan masalah sanitasi.
b. Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan
istilah "erupsi". Bahaya letusan gunung api dapat berupa awan panas, lontaran
material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun, tsunami dan banjir lahar. Masalah
kesehatan yang di hasilkan adalah kematian, luka bakar, gangguan pernafasan
akibat gas. Letusan gunung merapi dapat menyebabkan masalah gizi karena
menyebabkan rusaknya tanaman, pohon serta hewan ternak.
c. Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan ("tsu"
berarti lautan, "nami" berarti gelombang ombak). Tsunami adalah serangkaian
gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya pergeseran di dasar laut
akibat gempa bumi. Tsunami menyebabkan kerusakan bangunan, tanah, sarana
dan prasarana umum, kerusakan sumber air bersih.
d. Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan,
ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya
kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng.
e. Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau
daratan karena volume air yang meningkat.Banjir bandang adalah banjir yang
datang secara tiba-tiba dengan debit air yang besar yang disebabkan
terbendungnya aliran sungai pada alur sungai.
2. Bencana buatan manusia
Bencana buatan manusia adalah penyebabnya ditimbulkan oleh aktivitas manusia
contohnya kecelakaan kereta, kecelakaan kereta, kecelakaan lalulintas, kebocoran gas.
3. Bencana khusus
Bencana khusus dibedakan menjadi empat kategori yaitu:
a. Tipe menyebar ke wilayah yang luas contohnya radio aktif dan nuklir
b. Tipe komplek jika terjadi bencana pertama di susul bencana kedua dank ke tiga
serta di susul penyebarannya.
c. Tipe gabungan atau campuran, bencana ini terjadi campuran antara bencana alam
dengan bencana akibat ulah manusia.
d. Tipe jangka panjang, tipe ini memerlukan waktu pengecekan lokasi kejadian dan
penyelamatan korban.

D. Kelompok Rentan
Memahami akibat dari bencana adalah manusia potensial menjadi korban, sehingga
perlu kita perlu memahami dua hal yang perlu mendapatkan fokus utama adalah
mengenali kelompok rentan dan meningkatkan kapasitas dan kemampuan masyarakat
dalam menanggulangi bencana. Kerentanan adalah keadaan atau sifat manusia yang
menyebaabkan ketidakmampuan menghadapi bencana yang berfokus pada pencegahan,
menjinakkan, mencapai kesiapan, dan dalam menghadapi dampak tertentu.
Undang-undang penanggulangan bencana pada pasal 56 dan pasal 26 (1) menjelaskan
bahwa masyarakat yang rentan adalah masyarakat yang membutuhkan bantuan
diantaranya bayi, balita, anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui, lansia. Kerentanan dalam
masyarakat dapat dikelompokkan menjadi:
1. Kerentanan fisik
Adalah resiko yang dihadapimasyarakat dalam menghadapi ancaman bahaya tertentu,
misalnya kekuatan rekonstruksi bangunan rumah pada daerah rawan banjir dan
gempa.
2. Kerentanan ekonomi
Adalah kemampuan ekonomi individu atau masyarakat dalam mengalokasikan dana
utuk mencegas dan penanggulangan bencana.
3. Kerentanan social
Kerentanan social dilihat dari aspek pendidikan, pengetahuan tentang ancaman dan
penanggulangan bencana, serta ingkat kesehatan yang rendah.
4. Kerentanan lingkungan
Kerentanan yang melihat aspek tempat tinggal masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

E. Peran Perawat Dalam Bencana


Peran perawat diharapkan dalam setiap bencana yang terjadi. Peran perawat menurut
fase bencana:
1. Fase pre impact
a. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam
penanggulangan ancaman bencana untuk setiap fasenya.
b. Perawat ikut terlibat dalam berbagai kegiatan pemerintahan, organisasi
lingkungan, Palang Merah Nasinal, maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan
dalam memberikan penyuluhan dan simulasi memberikan tanggap bencana.
c. Perawat terlibat dalam promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan tanggap
bencana, meliputi usaha pertolongan diri sendiri, pelatihan pertolongan pertama
dalam keluarga dan menolong anggota keluarga yang lain, pembekalan informs
cara menyimpan makanan dan minuman untuk persediaan, perawat memberikan
nomer telepon penting seperti nomer telepon pemadam kebakaran, ambulans,
rumah sakit, memberikan informasi peralatan yang perlu dibawa (pakaian, senter).
2. Fase impact
a. Bertindak cepat.
b. Perawat tidak memberikan janji apapun atau memberikan harapan palsu pada
korban bencana.
c. Konsentrasi penuh pada hal yang dilakukan.
d. Berkoordinasi dengan baik dengan tim lain.
e. Bersama pihak yang terkait mendiskusikan dan merancang master plan revitalizing
untuk jangka panjang.
Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk memutuskan tindakan
pertolongan pertama. Ada saat dimana ”seleksi” pasien untuk penanganan segera
(emergency) akan lebih efektif. (Triase).
TRIASE :
a. Merah — paling penting, prioritas utama. keadaan yang mengancam kehidupan
sebagian besar pasien mengalami hipoksia, syok, trauma dada, perdarahan
internal, trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, luka bakar derajat I-II.
b. Kuning — penting, prioritas kedua. Prioritas kedua meliputi injury dengan efek
sistemik namun belum jatuh ke keadaan syok karena dalam keadaan ini
sebenarnya pasien masih dapat bertahan selama 30-60 menit. Injury tersebut antara
lain fraktur tulang multipel, fraktur terbuka, cedera medulla spinalis, laserasi, luka
bakar derajat II.
c. Hijau — prioritas ketiga. Yang termasuk kategori ini adalah fraktur tertutup, luka
bakar minor, minor laserasi, kontusio, abrasio, dan dislokasi.
d. Hitam meninggal. Ini adalah korban bencana yang tidak dapat selamat dari
bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggal.

3. Fase post-impact
a. Memberikan terapi bagi korban bencana untuk mengurangi trauma.
b. Selama masa perbaikan perawat membantu korban bencana alam untuk kembali ke
kehidupan normal.
c. Beberapa penyakit dan kondisi fisik yang memerlukan pemulihan dalam jangka
waktu lama memerlukan bekal informasi dan pendampingan.

F. Permasalahan di Bidang Kesehatan


Berikut ini merupakan akibat – akibat bencana yang dapat muncul baik langsung
maupun tidak langsungterhadap bidang kesehatan.
1. Korban jiwa, luka, dan sakit ( berkaitan dengan angka kematian dan kesakitan)
2. Adanya pengungsi yang pada umumnya akan menjdai rentan dan beresiko mengalami
kurang gizi, tertular penyakit, dan menderita stress.
3. Kerusakan lingkungan sehingga kondisi menjadi darurat dan menyebabkan
keterbatasan air dan sanitasi serta menjadi tempat perindukan vector penyakit.
4. Seringkali system pelayanan kesehatan terhenti, selain karena rusak, besar
kemungkinan tenaga kesehatan setempat juga menjadi korban bencana.
5. Bila tidak diatasi segera, maka derajat kesehatan semakin menurun dan berpotensi
menyebabkan terjadinya KLB.
Penyakit penyakit yang sering kali diderita para pengungsi di Indonesia tidak lepas
dari kondisi kedaruratan lingkungan, antara lain diare, ISPA, campak dan malaria. WHO
mengidentifikasi empat penyakit tersebut sebagai The Big Four. Kejadian penyakit
spesifik sering muncul sesuai dengan bencana yang terjadi. Banjir di Jakarta pada awal
tahun 2007 selain menimbulkan peningkatan kasus Diareyang tinggi, juga memunculkan
kasus leptospirosis yang relative besar, yaitu 248 kasus dengan 19 kematian (CFR 7,66
%). Sedangkan, gempa di DIY dan jateng pada tahun 2006 mengakibatkan 76 penduduk
menderita tetanus dan 29 di antaranya meninggal dunia.

Meskipun dapat dikatakan dengan sepatah kata, ada bermacam-macam penyebab


bencana, kondisi kerusakannya, serta massa-massa terkena dampak, dan lain-lain.
Biasanya dalam menanggulangi bencana, maka bencana tersebut akan dibagi menjadi 4
fase, yaitu :
1. Fase pencegahan dan kesiapsiagaan bencana ( prevention and preparedne phase)
2. Fase tindakan ( response phase) yang terdiri dari fase akut ( acute phase) dan fase
sub akut (sub acute phase)
3. Fase pemulihan ( recovery phase)
4. Fase rehabilitasi / rekonstruksi.
Fase fase ini terjadi secara berurutan sebelum dan sesudah bencana, dan tindakan
terhadap bencana pertama berhubungan dengan kesiapsiagaan untuk bencana
selanjutnya, sehingga hal ini disebut siklus bencana.
1. Fase pencegahan dan kesiapsiagaan bencana
Fase kesiapsiagaan adalah fase dimana dilakukan persiapan yang baik dengan
memikirkan berbagai tindakan untuk meminimalsisir berbagai kerugian yang
ditimbulkan akibat bencanadan menyusun perencanaan agar dapat melakukan kegiatan
pertolongan serta perawatan yang efektif pada saat terjadi bencana. Tindakan terhadap
bencana menurut PBB ada 9 kerangka, yaitu:
a. Pengkajian terhadap kerentanan
b. membuat perencanaan ( pencegahan bencana)
c. Pengorganisasian
d. Sistem informasi
e. Pengumpulan sumber daya
f. Sistem alarm
g. Mekanisme tindakan
h. Pendidikan dan pelatihan penduduk
i. Gladi resik.

2. Fase tindakan
Fase tindakan adalah fase dimana dilakukan berbagai aksi darurat yang nyata untuk
menjaga diri sendiri dan harta kekayaan. Aktivitas yang dilakukan secara kongkret yaitu :
a. Instruksi pengungsian
b. Pencarian dan penyelamatan korban
c. Menjamin qkeamanan dilokasi bencana
d. Pengkajian terhadap kerugian akibat bencana
e. Pembagian dan penggunaan alat perlengkapan pada kondisi darurat,
f. Pengiriman dan penyerahan barang material
g. Menyediakan tempat pengungsian dan lain-lain.
Dari sudut pandang pelayanan medis, bencana lebih dipersempit lagi dengan
membaginya menjadi fase akut dan fase sub akut. Dalam fase akut, 48 jam pertama sejak
bencana terjadi disebut fase penyelamatan dan pertolongan / pelayanan medis darurat
terhadap orang orang yang terluka pada saat mengungsi atau dievakuasi, serta dilakukan
tindakan-tindakan terhadap munculnya permasalahan kesehatan dalam pengungsian.
3. Fase pemulihan
Fase pemulihan dibedakan secara akurat dari dan sampai kapan, tetapi fase ini
merupakan fase dimana individu atau masyarakat dengan kemampuannya sendiri dapat
memulihkan fungsinya seperti sedia kala, ( sebelum terjadi bencana), orang-orang
melakukan perbaikan darurat tempat tinggalnya, pindah kerumah sementara, mulai
masuk sekolah ataupun bekerja kembali sambil memulihkan lingkungan tempat
tinggalnya. Kemudian mulai dilakukan rehabilitasi lifeline dan aktivitas untuk membuka
kembali usahanya. Institusi pemerintah juga memulai memberikan kembali pelayanan
seqqcara normal serta mulai menyusun rencana-rencana untuk rekonstruksi sambil terus
memberikan bantuan kepada para korban. Fase ini bagaimanapun juga hanya merupakan
fase pemulihan dan tidak sampai mengembalikan fungsi-fungsi normal seperti sebelum
bencana terjadi. Dengan kata lain, fase ini merupakan masa peralihan dari kondisi darurat
ke kondisi tenang.

4. Fase Rehabilitasi / Rekonstruksi.


Jangka waktu fase Rehabilitasi / Rekonstruksi juga tidak dapat ditentukan, namun ini
merupakan fase dimana individu atau masyarakat berusaha menegembalikan fungsi-
fungsinya seperti sebelum bencana dan merencanakan rehabilitasi terhadap seluruh
komunitas. Tetapi, seseorang atau masyarakat tidak dapat kembali pada keadaan yang
sama seperti sebelum mengalami bencana, sehingga dengan menggunaan pengalamannya
tersebut diharapkan kehidupan individu serta keadaan komunitas pun dapat
dikembangkan secara progresif.

G. Pelayanan Medis Bencana berdasarkan Siklus Bencana


Kehidupan dan kondisi fisik serta psikis orang banyak akan mengalami perubahan
saat berhdapan dengan setiap siklus bencana. Oleh karena itu, pelayanan medis yang
dibutuhkan adalah yang juga akan berubah dalam menanggulangi setiapsiklus bencana.
Secara singkat akan diuraikan seperti di bawah ini.
1. Fase akut dalam siklus bencana
Dilokasi bencana, pertolongan terhadap korban luka dan evakuasi dari lokasi
berbahaya ke tempat yang aman adalah hal yang paling diprioritaskan. Untuk
menyelamatkan korban luka sebanyak mungkin, maka sangat diperlukan lancarnya
pelaksanaan Triage ( triase), Treatment ( pertolongan pertama), dan transportation
( transportasi) pada korban luka, yang dalam pelayanan medis bencana disebut dengan
3T. selain tindakan penyelamatan secara langsung, dibutuhkan juga perawatan terhadap
mayat dan keluarga yang ditinggalkan, baik di rumah sakit, lokasi bantuan perawatan
darurat maupun ditempat pengungsian yang menerima korban bencana.
2. Fase menengah dan panjang pada siklus bencana.
Pada fase ini, terjadi perubahan pada lingkungan tempat tinggal yaitu dari tempat
pengungsiam ke rumah sementara dan rumah yang direhabilitasi. Hal-hal yang dilakukan
diantaranya adalah : memperhatikan segi keamanan supaya dapat menjalankan aktivitas
hidup yang nyaman dengan tenang, membantu terapi kejiwaan korban bencana,
membantu kegiatan-kegiatan untuk memulihkan kesehatan hidup dan membangun
kembali komunitas social

3. Fase tenang pada siklus bencana


Pada fase tenang diman tidak terjadi bancana, diperlukan pendidikan penanggulangan
bencana sebagai antisipasi saat bencana terjadi, pelatihan pencegahan bencana pada
komunitas dengan melibatkan penduduk setempat, pengecekan dan pemeliharaan
fasilitas peralatan pencegahan bencana baik di daerah-daerah maupun pada fasilitas
medis, srta membangun sistem jaringan bantuan.

H. Penanggulangan Bencana di Bidang Kesehatan


Dengan melihat faktor resiko yang terjadi akibat bencana, maka penanggulangan
bencana sector kesehatan bisa dibagi menjadi aspek medis dan aspek kesehatan
masyarakat. Pelaksanaanya tentu harus melakukan koordinasi dan kloaborasi dengan
sector dan program terkait. Berikut ini merupakan ruang lingkup bidang pengendalian
penyakit dan penyehatan lingkungan, terutama saat tanggap darurat dan pasca bencana.
1. Sanitasi darurat.
Kegiatannya adalah penyediaan serta pengawasan air bersih dan jamban :kualitas
tempat pengungsian, serta pengaturan limbah sesuai standard. Kekurangan jumlah
maupun kualitas sanitasi ini akan meningkatkan resiko penularan penyakit.
2. Pengendalian vector.
Bila tempat pengungsian dikategorikan tidak ramah, maka kemungkinan terdapat
nyamuk dan vector lain disekitar pengungsi. Ini termasuk timbunann sampah dan
genagan air yang memungkinkan tejadinya perindukan vector. Maka kegiatan
pengendalian vector terbatas saat diperlukan baik dalam bentuk spraying, atau fogging,
larvasiding, maupun manipulasi lingkungan.
3. Pengendalian penyakit.
Bila dari laporan pos pos kesehatan diketahui terdapat peningkatan kasus penyakit,
terutama yang berpotensi KLB, maka dilakukan pengendalian melalui intensifikasi
penatalaksanaan kasus serta penanggulangan faktor resikonya. Penyakit yang
memerlukan perhatian adalah diare dan ISPA.
4. Imunisasi terbatas.
Pengungsi pada umumnya rentan terhadap penyakit, terutama orang tua, ibu hamil,
bayi dan balita. Bagi bayi dan balita perlu imunisasi campak bila dalam catatan program
daerah tersebut belum mendapatkan crash program campak. Jenis imunisasi lain
mungkin diperlukan ssuai dengan kebutuhan setempat seperti yang dilakukan untuk
mencegah kolera bagi sukarelawan di Aceh pada tahun 2005 dan imunisasi tetanus
toksoid (TT) bagi sukarelawan di DIY dan jateng apda tahun 2006.
5. Surveilanse Epidemologi.
Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh informasi epidemologi penyakit potensi
KLB dan faktor resiko.atas informasi inilah maka dapat ditentukan pengendalian
penyakit, pengendalian vector, dan pemberian imunisasi, informasi epidemologi yang
harus diperoleh melalui kegiatan surveilens epidemologi adalah :
a. Reaksi social
b. Penyakit menular
c. Perpindahan penduduk
d. Pengaruh cuaca
e. Makanan dan gizi
f. Persediaan air dan sanitasi
g. Kesehatan jiwa
h. Kerusakan infrastruktur kesehatan.

Menurut DepKes RI (2006a) manajemen siklus penanggulangan bencana terdiri


dari:
1. impact (saat terjadi bencana)
2. Acute Response (tanggap darurat)
3. Recovery (pemulihan)
4. Development (pembangunan)
5. Prevention (pencegahan)
6. Mitigation (Mitigasi)
7. Preparedness (kesiapsiagaan).
Aktivitas yang dilakukan untuk menangani masalah kesehatan dalam siklus
bencana dibagi menjadi 2 macam, yaitu pada fase akut untuk menyelamatkan kehidupan
dan fase sub-akut sebagai perawatan rehabilitatif. Menurut DepKes RI (2006a) untuk
mengetahui manajemen penanggulangan bencana secara berkesinambungan, perlu
dipahami siklus penanggulangan bencana dan peran tiap komponen pada setiap tahapan,
sebagai berikut:
1. Kejadian bencana (impact)
Kejadian atau peristiwa bencana yang disebabkan oleh alam atau ulah manusia, baik
yang terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, dapat menyebabkan hilangnya jiwa
manusia, trauma fisik dan psikis, kerusakan harta benda dan lingkungan, yang
melampaui kemampuan dan sumberdaya masyarakat untuk mengatasinya.
2. Tanggap darurat (acute response)
Upaya yang dilakukan segera setelah kejadian bencana yang bertujuan untuk
menanggulangi dampak yang timbul akibat bencana, terutama penyelamatan
korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian.
3. Pemulihan (recovery)
Proses pemulihan kondisi masyarakat yang terkena bencana baik dampak fisik dan
psikis, dengan memfungsikan kembali sarana dan prasarana pada keadaan semula. Hal
ini dilakukan dengan memperbaiki prasaran dan pelayanan dasar (jalan, listrik, air
bersih, pasar, Puskesmas dll) dan memulihkan kondisi trauma psikologis yang dialami
anggota masyarakat.
4. Pembangunan (development)
Merupakan fase membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat
bencana. Pembangunan ini dapat dibedakan menjadi 2 tahapan. Tahapan yang pertama
yaitu rehabilitasi yang merupakan upaya yang dilakukan setelah kejadian bencana
untuk membantu masyarakat memperbaiki rumah, fasilitas umum dan fasilitas
sosial serta menghidupkan kembali roda ekonomi. Tahapan yang kedua yaitu
rekonstruksi, yang merupakan program jangka menengah dan jangka panjang
yang meliputi program fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan
kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama atau lebih baik.
5. Pencegahan (prevention)
Tindakan pencegahan yang harus dilaksanakan antara lain berupa kegiatan
untuk meningkatkan kesadaran/kepedulian mengenai bahaya bencana. Langkah-
langkah pencegahan difokuskan pada intervensi terhadap gejala-gejala alam dengan
tujuan agar menghindarkan terjadinya bencana dan atau menghindarkan akibatnya
dengan cara menghilangkan/memperkecil kerawanan dan meningkatkan
ketahanan/kemampuan terhadap bahaya.
6. Mitigasi (mitigation)
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana, baik secara fisik struktural
dengan pembuatan bangunan-bangunan fisik maupun non- fisik struktural melalui
perundang-undangan dan pelatihan. Mitigasi merupakan semua aktivitas yang
dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi derajat risiko jangka panjang dalam
kehidupan manusia yang berasal dari kerusakan alam dan buatan manusia itu sendiri
(Stoltman et al., 2004).
7. Kesiapsiagaan (preparedness)
Upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana, melalui
pengorganisasian langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Persiapan adalah
salah satu tugas utama dalam disaster managemen, karena pencegahan dan
mitigasi tidak dapat menghilangkan vulnerability maupun bencana secara tuntas

I. Pencegahan dan Mitigasi


Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang dilakukan, bertujuan
untuk menghindari terjadinya bencana serta mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh
bencana. Tindakan mitigasi dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua)
bagian, yaitu
1. Mitigasi pasif.
Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain:
a. Penyusunan peraturan perundang-undangan
b. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
c. Pembuatan pedoman/standar/prosedur
d. Pembuatan brosur/leaflet/poster
e. Penelitian / pengkajian karakteristik bencana
f. Pengkajian / analisis risiko bencana
g. Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
h. Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
i. Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
j. Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan
2. Mitigasi aktif
Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif antara lain:
a. Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya, larangan memasuki
daerah rawan bencana dsb.
b. Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang penataan ruang, ijin
mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan lain yang berkaitan dengan
pencegahan bencana.
c. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
d. Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang lebih
aman.
e. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat
f. Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi jika terjadi
bencana.
g. Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah, mengamankan dan
mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana, seperti: tanggul, dam,
penahan erosi pantai, bangunan tahan gempa dan sejenisnya.
Adakalanya kegiatan mitigasi ini digolongkan menjadi mitigasi yang bersifat non-
struktural (berupa peraturan, penyuluhan, pendidikan) dan yang bersifat struktural
(berupa bangunan dan prasarana).

RANGKUMAN
Di beberapa daerah di Indonesia merupakan daerah yang rawan bencana. Dengan
banyaknya bencana, kesiagaan dan pelaksanaan tanggap bencana harus dilakukan dengan
baik. Karena dampak yang ditimbulkan bencana tidaklah sederhana, maka penanganan
korban bencana harus dilakukan dengan terkoordinasi dengan baik sehingga korban yang
mengalami berbagai sakit baik fisik, sosial, dan emosional dapat ditangani dengan baik dan
manusiawi.
Perawat sebagai kaum yang telah dibekali dasar-dasar kejiwaan kebencanaan dapat
melakukan berbagai tindakan tanggap bencana. Seharusnya modal itu dimanfaatkan oleh
mahasiswa keperawatan agar secara aktif turut melakukan tindakan tanggap bencana.

TUGAS dan EVALUASI


DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/28844751/MAKALAH_KONSEP_AREA_BENCANA

GLOSARIUM

Anda mungkin juga menyukai