DI KEPERAWATAN KOMUNITAS
DOSEN PENGAMPU :
Nurul Sri Wahyuni, S.Kep.Ns.M.Kes
Disusun oleh :
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
3
Perbedaan mendasar ditemukan antara kerja dalam kondisi darurat dengan
kerja penguatan kapasitas masyarakat secara umum. Dalam kondisi darurat, waktu
kerusakan terjadi secara sangat cepat dan skala kerusakan yang ditimbulkan pun
biasanya sangat besar. Hal ini menyebabkan perbedaan dalam karakteristik respon
kondisi darurat. Komitmen, kecekatan dan pemahaman situasi dan kondisi
bencana (termasuk konflik) dalam rangka memahami latar belakang kebiasaan,
kondisi fisik maupun mental komunitas korban dan karenanya kebutuhan mereka,
sangat dibutuhkan. Selain itu, sebuah kondisi darurat juga tidak bisa menjadi
legitimasi kerja pemberian bantuan yang asal-asalan. Dalam hal ini perlu
dipahami bahwa sumber daya sebesar apapun yang kita miliki tidak akan cukup
untuk memenuhi seluruh kebutuhan komunitas korban bencana. Di sisi lain,
sekecil apapun sumber daya yang kita miliki akan memberikan arti bila
didasarkan pada pemahaman kondisi yang baik dan perencanaan yang tepat dan
cepat, mengena pada kebutuhan yang paling mendesak.
Bencana, apapun sebabnya, merupakan hal yang menganggu tatanan
masyarakat dalam segala aspeknya, baik psikologis, ekonomi, sosial budaya
maupun material. Jika kita mengamini faktum bahwa setiap orang memiliki hak
untuk hidup layak maka komunitas manapun yang mengalami bencana berhak
atas bantuan kemanusiaan dalam batas-batas minimum
4
B. Tujuan
Tujuan Umum : Mahasiswa mampu memahami tentang berbagai hal yang
berhubungan dengan bencana.
Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang jenis bencana, fase-fase
bencana
b. Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang peran perawat komunitas
dalam manajemen kejadian bencana
c. Mahasiswa mengetahui dan memahami permasalahan bencana dibidang
kesehatan
d. Mahasiswa mengetahui pengkajian keperawatan di area bencana
e. Mahasiswa dapat menyusun asuhan keperawatan pada area bencana .
5
BAB II
KONSEP TEORI
KOMUNITAS PADA AREA BENCANA
A. Definisi Bencana
Bencana adalah suatu fenomena alam yang terjadi yang menyebabkan
kerugian baik materiil dan spiritual pada pemerintah dan masyarakat
(Urata, 2008). Fenomena atau kondisi yang menjadi penyebab bencana
disebut hazard ( Urata, 2008).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia bencana adalah
peristiwa pada suatu wilayah yang mengakibatkan kerusakan ekologi,
kerugian ekologi, kerugian hidup bagi manusia serta menurunnya derajat
kesehatan sehingga memerlukan bantuan dari pihak luar (Effendy &
Mahfudli, 2009). Disaster menurut WHO adalah setiap kejadian, situasi,
kondisi yang terjadi dalam kehidupan ( Effendy & Mahfudli, 2009).
6
C. Jenis Bencana Alam
Jenis-jenis bencana alam terdiri 3 bagian (Urata, 2008)
7
e. Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu
daerah atau daratan karena volume air yang meningkat.
Banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan
debit air yang besar yang disebabkan terbendungnya aliran sungai
pada alur sungai.
2. Bencana buatan manusia
Bencana buatan manusia adalah penyebabnya ditimbulkan oleh
aktivitas manusia contohnya kecelakaan kereta, kecelakaan kereta,
kecelakaan lalulintas, kebocoran gas.
3. Bencana khusus
Bencana khusus dibedakan menjadi empat kategori yaitu:
a. Tipe menyebar ke wilayah yang luas contohnya radio aktif dan
nuklir
b. Tipe komplek jika terjadi bencana pertama di susul bencana kedua
dank ke tiga serta di susul penyebarannya.
c. Tipe gabungan atau campuran, bencana ini terjadi campuran
antara bencana alam dengan bencana akibat ulah manusia.
d. Tipe jangka panjang, tipe ini memerlukan waktu pengecekan
lokasi kejadian dan penyelamatan korban.
8
D. Kelompok Rentan
Memahami akibat dari bencana adalah manusia potensial menjadi
korban, sehingga perlu kita perlu memahami dua hal yang perlu
mendapatkan fokus utama adalah mengenali kelompok rentan dan
meningkatkan kapasitas dan kemampuan masyarakat dalam
menanggulangi bencana. Kerentanan adalah keadaan atau sifat manusia
yang menyebaabkan ketidakmampuan menghadapi bencana yang berfokus
pada pencegahan, menjinakkan, mencapai kesiapan, dan dalam
menghadapi dampak tertentu.
Undang-undang penanggulangan bencana pada pasal 56 dan pasal 26
(1) menjelaskan bahwa masyarakat yang rentan adalah masyarakat yang
membutuhkan bantuan diantaranya bayi, balita, anak-anak, ibu hamil, ibu
menyusui, lansia. Kerentanan dalam masyarakat dapat dikelompokkan
menjadi:
1. Kerentanan fisik
Adalah resiko yang dihadapimasyarakat dalam menghadapi ancaman
bahaya tertentu, misalnya kekuatan rekonstruksi bangunan rumah pada
daerah rawan banjir dan gempa.
2. Kerentanan ekonomi
Adalah kemampuan ekonomi individu atau masyarakat dalam
mengalokasikan dana utuk mencegas dan penanggulangan bencana.
3. Kerentanan social
Kerentanan social dilihat dari aspek pendidikan, pengetahuan tentang
ancaman dan penanggulangan bencana, serta ingkat kesehatan yang
rendah.
4. Kerentanan lingkungan
Kerentanan yang melihat aspek tempat tinggal masyarakat dan
lingkungan sekitarnya.
9
E. Peran Perawat Dalam Bencana
Peran perawat diharapkan dalam setiap bencana yang terjadi. Peran
perawat menurut fase bencana:
1. Fase pre impact
a. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga
kesehatan dalam penanggulangan ancaman bencana untuk
setiap fasenya.
b. Perawat ikut terlibat dalam berbagai kegiatan pemerintahan,
organisasi lingkungan, Palang Merah Nasinal, maupun
lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan
penyuluhan dan simulasi memberikan tanggap bencana.
c. Perawat terlibat dalam promosi kesehatan dalam rangka
meningkatkan tanggap bencana, meliputi usaha pertolongan
diri sendiri, pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga dan
menolong anggota keluarga yang lain, pembekalan informs
cara menyimpan makanan dan minuman untuk persediaan,
perawat memberikan nomer telepon penting seperti nomer
telepon pemadam kebakaran, ambulans, rumah sakit,
memberikan informasi peralatan yang perlu dibawa (pakaian,
senter).
2. Fase impact
a. Bertindak cepat.
b. Perawat tidak memberikan janji apapun atau memberikan
harapan palsu pada korban bencana.
c. Konsentrasi penuh pada hal yang dilakukan.
d. Berkoordinasi dengan baik dengan tim lain.
e. Bersama pihak yang terkait mendiskusikan dan merancang
master plan revitalizing untuk jangka panjang.
10
Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk
memutuskan tindakan pertolongan pertama. Ada saat dimana
”seleksi” pasien untuk penanganan segera (emergency) akan lebih
efektif. (Triase).
TRIASE :
a. Merah — paling penting, prioritas utama. keadaan yang
mengancam kehidupan sebagian besar pasien mengalami
hipoksia, syok, trauma dada, perdarahan internal, trauma
kepala dengan kehilangan kesadaran, luka bakar derajat I-II.
b. Kuning — penting, prioritas kedua. Prioritas kedua meliputi
injury dengan efek sistemik namun belum jatuh ke keadaan
syok karena dalam keadaan ini sebenarnya pasien masih dapat
bertahan selama 30-60 menit. Injury tersebut antara lain
fraktur tulang multipel, fraktur terbuka, cedera medulla
spinalis, laserasi, luka bakar derajat II.
c. Hijau — prioritas ketiga. Yang termasuk kategori ini adalah
fraktur tertutup, luka bakar minor, minor laserasi, kontusio,
abrasio, dan dislokasi.
d. Hitam meninggal. Ini adalah korban bencana yang tidak
dapat selamat dari bencana, ditemukan sudah dalam keadaan
meninggal.
3. Fase post-impact
a. Memberikan terapi bagi korban bencana untuk mengurangi
trauma.
b. Selama masa perbaikan perawat membantu korban bencana
alam untuk kembali ke kehidupan normal.
c. Beberapa penyakit dan kondisi fisik yang memerlukan
pemulihan dalam jangka waktu lama memerlukan bekal
informasi dan pendampingan.
11
F. Permasalahan di Bidang Kesehatan
Berikut ini merupakan akibat – akibat bencana yang dapat muncul
baik langsung maupun tidak langsungterhadap bidang kesehatan.
1. Korban jiwa, luka, dan sakit ( berkaitan dengan angka kematian dan
kesakitan)
2. Adanya pengungsi yang pada umumnya akan menjdai rentan dan
beresiko mengalami kurang gizi, tertular penyakit, dan menderita
stress.
3. Kerusakan lingkungan sehingga kondisi menjadi darurat dan
menyebabkan keterbatasan air dan sanitasi serta menjadi tempat
perindukan vector penyakit.
4. Seringkali system pelayanan kesehatan terhenti, selain karena rusak,
besar kemungkinan tenaga kesehatan setempat juga menjadi korban
bencana.
5. Bila tidak diatasi segera, maka derajat kesehatan semakin menurun dan
berpotensi menyebabkan terjadinya KLB.
Penyakit penyakit yang sering kali diderita para pengungsi di
Indonesia tidak lepas dari kondisi kedaruratan lingkungan, antara lain
diare, ISPA, campak dan malaria. WHO mengidentifikasi empat penyakit
tersebut sebagai The Big Four. Kejadian penyakit spesifik sering muncul
sesuai dengan bencana yang terjadi. Banjir di Jakarta pada awal tahun
2007 selain menimbulkan peningkatan kasus Diareyang tinggi, juga
memunculkan kasus leptospirosis yang relative besar, yaitu 248 kasus
dengan 19 kematian (CFR 7,66 %). Sedangkan, gempa di DIY dan jateng
pada tahun 2006 mengakibatkan 76 penduduk menderita tetanus dan 29 di
antaranya meninggal dunia.
Meskipun dapat dikatakan dengan sepatah kata, ada bermacam-
macam penyebab bencana, kondisi kerusakannya, serta massa-massa
terkena dampak, dan lain-lain. Biasanya dalam menanggulangi bencana,
maka bencana tersebut akan dibagi menjadi 4 fase, yaitu :
12
1. Fase pencegahan dan kesiapsiagaan bencana ( prevention and
preparedne phase)
2. Fase tindakan ( response phase) yang terdiri dari fase akut ( acute
phase) dan fase sub akut (sub acute phase)
3. Fase pemulihan ( recovery phase)
4. Fase rehabilitasi / rekonstruksi.
Fase fase ini terjadi secara berurutan sebelum dan sesudah bencana,
dan tindakan terhadap bencana pertama berhubungan dengan
kesiapsiagaan untuk bencana selanjutnya, sehingga hal ini disebut siklus
bencana.
1. Fase pencegahan dan kesiapsiagaan bencana
Fase kesiapsiagaan adalah fase dimana dilakukan persiapan yang
baik dengan memikirkan berbagai tindakan untuk meminimalsisir
berbagai kerugian yang ditimbulkan akibat bencanadan menyusun
perencanaan agar dapat melakukan kegiatan pertolongan serta
perawatan yang efektif pada saat terjadi bencana. Tindakan terhadap
bencana menurut PBB ada 9 kerangka, yaitu:
a. Pengkajian terhadap kerentanan
b. membuat perencanaan ( pencegahan bencana)
c. Pengorganisasian
d. Sistem informasi
e. Pengumpulan sumber daya
f. Sistem alarm
g. Mekanisme tindakan
h. Pendidikan dan pelatihan penduduk
i. Gladi resik.
2. Fase tindakan
Fase tindakan adalah fase dimana dilakukan berbagai aksi darurat
yang nyata untuk menjaga diri sendiri dan harta kekayaan. Aktivitas
yang dilakukan secara kongkret yaitu :
13
a. Instruksi pengungsian
b. Pencarian dan penyelamatan korban
c. Menjamin qkeamanan dilokasi bencana
d. Pengkajian terhadap kerugian akibat bencana
e. Pembagian dan penggunaan alat perlengkapan pada kondisi
darurat,
f. Pengiriman dan penyerahan barang material
g. Menyediakan tempat pengungsian dan lain-lain.
Dari sudut pandang pelayanan medis, bencana lebih dipersempit
lagi dengan membaginya menjadi fase akut dan fase sub akut. Dalam
fase akut, 48 jam pertama sejak bencana terjadi disebut fase
penyelamatan dan pertolongan / pelayanan medis darurat terhadap
orang orang yang terluka pada saat mengungsi atau dievakuasi, serta
dilakukan tindakan-tindakan terhadap munculnya permasalahan
kesehatan dalam pengungsian.
3. Fase pemulihan
Fase pemulihan dibedakan secara akurat dari dan sampai kapan,
tetapi fase ini merupakan fase dimana individu atau masyarakat dengan
kemampuannya sendiri dapat memulihkan fungsinya seperti sedia kala,
( sebelum terjadi bencana), orang-orang melakukan perbaikan darurat
tempat tinggalnya, pindah kerumah sementara, mulai masuk sekolah
ataupun bekerja kembali sambil memulihkan lingkungan tempat
tinggalnya. Kemudian mulai dilakukan rehabilitasi lifeline dan
aktivitas untuk membuka kembali usahanya. Institusi pemerintah juga
memulai memberikan kembali pelayanan seqqcara normal serta mulai
menyusun rencana-rencana untuk rekonstruksi sambil terus
memberikan bantuan kepada para korban. Fase ini bagaimanapun juga
hanya merupakan fase pemulihan dan tidak sampai mengembalikan
fungsi-fungsi normal seperti sebelum bencana terjadi. Dengan kata
lain, fase ini merupakan masa peralihan dari kondisi darurat ke kondisi
tenang.
14
4. Fase Rehabilitasi / Rekonstruksi.
Jangka waktu fase Rehabilitasi / Rekonstruksi juga tidak dapat
ditentukan, namun ini merupakan fase dimana individu atau
masyarakat berusaha menegembalikan fungsi-fungsinya seperti
sebelum bencana dan merencanakan rehabilitasi terhadap seluruh
komunitas. Tetapi, seseorang atau masyarakat tidak dapat kembali
pada keadaan yang sama seperti sebelum mengalami bencana,
sehingga dengan menggunaan pengalamannya tersebut diharapkan
kehidupan individu serta keadaan komunitas pun dapat dikembangkan
secara progresif.
15
2. Fase menengah dan panjang pada siklus bencana.
Pada fase ini, terjadi perubahan pada lingkungan tempat tinggal
yaitu dari tempat pengungsiam ke rumah sementara dan rumah yang
direhabilitasi. Hal-hal yang dilakukan diantaranya adalah :
memperhatikan segi keamanan supaya dapat menjalankan aktivitas
hidup yang nyaman dengan tenang, membantu terapi kejiwaan korban
bencana, membantu kegiatan-kegiatan untuk memulihkan kesehatan
hidup dan membangun kembali komunitas social
3. Fase tenang pada siklus bencana
Pada fase tenang diman tidak terjadi bancana, diperlukan
pendidikan penanggulangan bencana sebagai antisipasi saat bencana
terjadi, pelatihan pencegahan bencana pada komunitas dengan
melibatkan penduduk setempat, pengecekan dan pemeliharaan fasilitas
peralatan pencegahan bencana baik di daerah-daerah maupun pada
fasilitas medis, srta membangun sistem jaringan bantuan.
16
2. Pengendalian vector.
Bila tempat pengungsian dikategorikan tidak ramah, maka
kemungkinan terdapat nyamuk dan vector lain disekitar pengungsi. Ini
termasuk timbunann sampah dan genagan air yang memungkinkan
tejadinya perindukan vector. Maka kegiatan pengendalian vector
terbatas saat diperlukan baik dalam bentuk spraying, atau fogging,
larvasiding, maupun manipulasi lingkungan.
3. Pengendalian penyakit.
Bila dari laporan pos pos kesehatan diketahui terdapat peningkatan
kasus penyakit, terutama yang berpotensi KLB, maka dilakukan
pengendalian melalui intensifikasi penatalaksanaan kasus serta
penanggulangan faktor resikonya. Penyakit yang memerlukan
perhatian adalah diare dan ISPA.
4. Imunisasi terbatas.
Pengungsi pada umumnya rentan terhadap penyakit, terutama orang
tua, ibu hamil, bayi dan balita. Bagi bayi dan balita perlu imunisasi
campak bila dalam catatan program daerah tersebut belum
mendapatkan crash program campak. Jenis imunisasi lain mungkin
diperlukan ssuai dengan kebutuhan setempat seperti yang dilakukan
untuk mencegah kolera bagi sukarelawan di Aceh pada tahun 2005 dan
imunisasi tetanus toksoid (TT) bagi sukarelawan di DIY dan jateng
apda tahun 2006.
5. Surveilanse Epidemologi.
Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh informasi epidemologi
penyakit potensi KLB dan faktor resiko.atas informasi inilah maka
dapat ditentukan pengendalian penyakit, pengendalian vector, dan
pemberian imunisasi, informasi epidemologi yang harus diperoleh
melalui kegiatan surveilens epidemologi adalah :
a. Reaksi social
b. Penyakit menular
c. Perpindahan penduduk
17
d. Pengaruh cuaca
e. Makanan dan gizi
f. Persediaan air dan sanitasi
g. Kesehatan jiwa
h. Kerusakan infrastruktur kesehatan.
18
2. Tanggap darurat (acute response)
Upaya yang dilakukan segera setelah kejadian bencana yang bertujuan
untuk menanggulangi dampak yang timbul akibat bencana,
terutama penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan
pengungsian.
3. Pemulihan (recovery)
Proses pemulihan kondisi masyarakat yang terkena bencana baik
dampak fisik dan psikis, dengan memfungsikan kembali sarana dan
prasarana pada keadaan semula. Hal ini dilakukan dengan
memperbaiki prasaran dan pelayanan dasar (jalan, listrik, air bersih,
pasar, Puskesmas dll) dan memulihkan kondisi trauma psikologis yang
dialami anggota masyarakat.
4. Pembangunan (development)
Merupakan fase membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak
akibat bencana. Pembangunan ini dapat dibedakan menjadi 2 tahapan.
Tahapan yang pertama yaitu rehabilitasi yang merupakan upaya yang
dilakukan setelah kejadian bencana untuk membantu
masyarakat memperbaiki rumah, fasilitas umum dan fasilitas
sosial serta menghidupkan kembali roda ekonomi. Tahapan
yang kedua yaitu rekonstruksi, yang merupakan program
jangka menengah dan jangka panjang yang meliputi program
fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan
masyarakat pada kondisi yang sama atau lebih baik.
5. Pencegahan (prevention)
Tindakan pencegahan yang harus dilaksanakan antara lain
berupa kegiatan untuk meningkatkan kesadaran/kepedulian
mengenai bahaya bencana. Langkah-langkah pencegahan
difokuskan pada intervensi terhadap gejala-gejala alam dengan
tujuan agar menghindarkan terjadinya bencana dan atau
menghindarkan akibatnya dengan cara menghilangkan/ memperkecil
kerawanan dan meningkatkan ketahanan/kemampuan terhadap bahaya.
19
6. Mitigasi (mitigation)
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana, baik secara
fisik struktural dengan pembuatan bangunan-bangunan fisik maupun
non- fisik struktural melalui perundang-undangan dan pelatihan.
Mitigasi merupakan semua aktivitas yang dilakukan untuk
menghilangkan atau mengurangi derajat risiko jangka panjang dalam
kehidupan manusia yang berasal dari kerusakan alam dan buatan
manusia itu sendiri (Stoltman et al., 2004).
7. Kesiapsiagaan (preparedness)
Upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana, melalui
pengorganisasian langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Persiapan adalah salah satu tugas utama dalam disaster
managemen, karena pencegahan dan mitigasi tidak dapat
menghilangkan vulnerability maupun bencana secara tuntas.
I. Pencegahan dan Mitigasi
Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang
dilakukan, bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta
mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Tindakan mitigasi
dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu
1. Mitigasi pasif.
Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain:
a. Penyusunan peraturan perundang-undangan
b. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
c. Pembuatan pedoman/standar/prosedur
d. Pembuatan brosur/leaflet/poster
e. Penelitian / pengkajian karakteristik bencana
f. Pengkajian / analisis risiko bencana
g. Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
h. Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
i. Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
j. Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan
20
2. Mitigasi aktif
Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif
antara lain:
a. Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya,
larangan memasuki daerah rawan bencana dsb.
b. Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang
penataan ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan
lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana.
c. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
d. Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah
yang lebih aman.
e. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat
f. Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur
evakuasi jika terjadi bencana.
g. Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah,
mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh
bencana, seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan
tahan gempa dan sejenisnya.
Adakalanya kegiatan mitigasi ini digolongkan menjadi mitigasi yang
bersifat non-struktural (berupa peraturan, penyuluhan, pendidikan) dan
yang bersifat struktural (berupa bangunan dan prasarana).
21
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PASCA BENCANA
A. Pengkajian
1. Umum
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Alamat
Status
Pekerjaan
Agama
2. Khusus
a. Data Subjektif
Menceritakan kejadian / periatiwa yang traumatis
Mengatakan takut atas kejadian bencana yang terjadi
Mengatakan resah saat teringat kembali peristiwa bencana yang
dialaminya
Mengatakan merasa tidak berguna
Menyatakan was-was
Merasakan fikiran terganngu
Tidak ingin mengingat peristiwa itu kembali dengan
menceritakannya lagi
Mengingkari peristiwa trauma
Merasa malu
Mengatakan setiap mengingat kejadian bencana merasa jantung
berdebar-debar
22
b. Data Objektif
Mengasingkan diri
Menangis
Marah
Gelisah
Menghindar
Mengasingkan diri
Depresi
Sulit berkomunikasi
Keadaan mood terganggu
Sesak didada
Lemah
3. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi kehilangan :
a. Genetik
Individu yang dilahirkan dibesarkan dalam keluarga yang mempunyai
riwayat depresi biasanya sulit mengembangkan sikap optimis dalam
menghadapi suatu permasalahan, termasuk menghadapi kehilangan.
b. Kesehatan fisik
Individu dengan keadaan fisik sehat, cara hidup teratur, cenderung
mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang sedang mengalami gangguan fisik
c. Kesehatan mental / jiwa
Individu yang mengalami gangguan jiwa seperti depresi yang ditandai
dengan perasaan tidak berdaya pesimis dan dibayangi dengan masa
depan yang suram, biasanya sangat peka terhadap situasi kehilangan.
d. Pengalaman kehilangan di massa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang bermakna dimasa
kanak-kanak akan mempengaruhi individu dalam menghadapi
kehilangan dimasa dewasa
23
4. Faktor Presipitasi
Stress yang nyata seperti kehilangan yang bersifat Bio-Psiko-Sosial
antara lain kehilangan kesehatan (sakit), kehilangan fungsi sseksualitas,
kehilangan keluarga dan harta benda. Individu yang kehilangan sering
menunjukkan perilaku seperti menangis atau tidak mampu menangis ,
marah, putus asa, kadang ada tanda upaya bunuh diri atau melukai orang
lain yang akhirnya membawa pasien dalam keadaan depresi.
5. Spiritual
a. Keyakinan terhadap Tuhan YME
b. Kehadiran ditempat Ibadah
c. Pentingna Agama dalam kehidupan pasien
d. Kepercayaan akan kehidupan setelah kematian
6. Orang-orang terdekat
a. Status perkawinan
b. Siapa orang terdekat
c. Anak-anak
d. Kebiasaan pasien dalam tugas-tugas keluarga dan fungsi-fungsinya
e. Bagaimana pengaruh orang-orang terdekat terhadap penyakit atau
masalah
f. Proses interaksi apakah yang terdapat dalam keluarga
a. Gaya hidup keluarga, misal: Diet, mengikuti pengajian
7. Sosioekonomi
a. Pekerjaan: keuangan
b. Faktor-faktor lingkungan: rumah,pekeerjaan dan rekreasi
c. Penerimaan sosial terhadap penyakit / kondisi, misal :
PMS,HIV,Obesitas,dll
8. Kultural
a. Latar belakang etnis
b. Tingkah laku mengusahakan kesehatan, rujuk penyakit
c. Faktor-faktor kultural yang dihubngkan dengan penyakit secara umum
dan respon terhadap rasa sakit
24
d. Kepercayaan mengenai perawatan dan pengobatan
25
C. Intervensi Keperawatan
Dari beberapa diagnosa maka intervensi yang dapat kita lakukan adalah:
27
- Kontrol kecemasan kehilangan yang tidak bisa dielakkan
Kecemasan berhubungan dengan - Koping NIC :
krisis situasional, stress, perubahan status Setelah dilakukan asuhan Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
lingkungan, ancaman kematian, kurang selama 3 kali pertemuan klien Gunakan pendekatan yang menenangkan
pengetahuan. kecemasan teratasi dgn kriteria Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
DO/DS: hasil: pelaku pasien
- Insomnia Klien mampu Temani pasien untuk memberikan
- Kontak mata kurang mengidentifikasi dan keamanan dan mengurangi takut
- Kurang istirahat mengungkapkan gejala Libatkan keluarga untuk mendampingi
- Berfokus pada diri sendiri cemas klien
- Iritabilitas Mengidentifikasi, Instruksikan pada pasien untuk
- Takut mengungkapkan dan menggunakan tehnik relaksasi
- Nyeri perut menunjukkan tehnik untuk Dengarkan dengan penuh perhatian
- Penurunan TD dan denyut nadi mengontol cemas Identifikasi tingkat kecemasan
- Diare, mual, kelelahan Vital sign dalam batas Bantu pasien mengenal situasi yang
- Gangguan tidur normal menimbulkan kecemasan
- Gemetar Postur tubuh,ekspresi wajah, Dorong pasien untuk mengungkapkan
- Anoreksia, mulut kering bahasa tubuh dan perasaan, ketakutan, persepsi
- Peningkatan TD, denyut nadi, RR tingkataktivitasmenunjukkan
Kelola pemberian obat anti cemas
- Kesulitan bernafas berberkurangnya kecemasan
- Bingung
28
- Bloking dalam pembicaraan NOC :Anxiety control
- Sulit berkonsentrasi Fear control NIC:
Setelah dilakukan tindakan Coping Enhancement
Takut berhubungan dengan perubahan keperawatan selama 3 kali Bina dan jalin hubungan saling percaya.
status lingkungan ( bencana alam), pertemuan takut klien teratasi Sediakan reinforcement positif ketika
ditandai dengan dengan kriteria hasil : pasien melakukan perilaku untuk
DS : Peningkatan ketegangan,panik, Memiliki informasi untuk mengurangi takut
penurunan kepercayaan diri, cemas mengurangi takut Sediakan perawatan yang
DO : Menggunakan tehnik berkesinambungan
penurunan produktivitas kemampuan relaksasi Kurangi stimulasi lingkungan yang dapat
belajar Mempertahankan hubungan menyebabkan misinterprestasi
penurunan kemampuan menyelesaikan sosial dan fungsi peran Dorong mengungkapkan secara verbal
masalah Mengontrol respon takut perasaan, persepsi dan rasa takutnya
mengidentifikasi obyek ketakutan, Perkenalkan dengan orang yang mengalami
peningkatan kewaspadaan kejadian bencana yang sama
Anoreksia Dorong klien untuk mempraktekan tehnik
mulut kering relaksasi
diare, mual
pucat, muntah
perubahan tanda-tanda vital
29
24
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di beberapa daerah di Indonesia merupakan daerah yang rawan bencana. Dengan
banyaknya bencana, kesiagaan dan pelaksanaan tanggap bencana harus dilakukan
dengan baik. Karena dampak yang ditimbulkan bencana tidaklah sederhana, maka
penanganan korban bencana harus dilakukan dengan terkoordinasi dengan baik
sehingga korban yang mengalami berbagai sakit baik fisik, sosial, dan emosional
dapat ditangani dengan baik dan manusiawi.
Perawat sebagai kaum yang telah dibekali dasar-dasar kejiwaan kebencanaan
dapat melakukan berbagai tindakan tanggap bencana. Seharusnya modal itu
dimanfaatkan oleh mahasiswa keperawatan agar secara aktif turut melakukan
tindakan tanggap bencana.
B. Saran
Perawat adalah tenaga kesehatan yang sangat berkompeten untuk melakukan
pelayanan kesehatan di daerah yang sedang mengalami bencana, oleh karena itu
diharapkan bagi mahasiswa keperawatan maupun perawat yang sudah berpengalaman
dalam praktik pelayanan kesehatan mau untk berperan dalam penanggulangan
bencana yang ada di sekitar kita. Karena ilmu yang didapat di bangku perkuliahan
sangat relevan dengan yang terjadi di masyarakat, yaitu fenomena masalah kesehatan
yang biasanya muncul di tempat yang sedang terjadi bencana.
30
DAFTAR PUSTAKA
31