Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MAKALAH

MITIGASI BENCANA DALAM BIDANG FARMASI


“Respon Terhadap Bencana Di Bidang Kesehatan”

Disusun Oleh:
Kelompok 8
Dwi Widiyawati 072011032
Halimatus Sa’diyah 072011072
Intan Kamiliya Anjani 072011043
Siska Margareta 072011038

Dosen Pengampu : apt. Krismayadi, S.Si., M.Farm

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS BINAWAN
JAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat-Nya
dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun
judul dari makalah ini adalah “Respon Terhadap Bencana di Bidang Kesehatan”.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada apt. Krismayadi, S.Si., M.Farm selaku dosen pengampu mata kuliah Mitigasi
Bencana dalam Bidang Farmasi yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami
juga ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang turut membantu
dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, atas keterbatasan
waktu dan kemampuan kami, maka kritik dan saran yang membangun senantiasa
kami harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi kami khususnya dan pihak
lain yang berkepentingan pada umumnya.

Jakarta, 29 April 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................3
BAB I............................................................................................................................4
PENDAHULUAN........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................5
1.3 Tujuan Makalah.................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................6
PEMBAHASAN...........................................................................................................6
2.1 Pengertian Bencana...........................................................................................6
2.2 Jenis-Jenis Bencana...........................................................................................6
2.3 Faktor Penyebab Terjadinya Bencana............................................................7
2.4 Dampak Bencana Terhadap Kesehatan Penduduk........................................8
2.5 Respon Terhadap Bencana di Bidang Kesehatan...........................................9
2.5.1 Penanggulangan Masalah Kesehatan Dalam Kondisi Bencana.............9
2.5.2 Peran Tenaga Kesehatan Berdasarkan Tahap Bencana.......................11
2.5.3 Tugas dan Peran Setiap Tim Penanganan Bencana..............................13
2.5.4 Kompetensi Tenaga Kesehatan dalam Kondisi Bencana......................15
BAB III.......................................................................................................................17
PENUTUP..................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang baik disebabkan, alam
oleh factor dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis (Naoum, 2007). Negara Indonesia terletak pada pertemuan tiga
lempeng bumi yang masih terus aktif bergerak, yaitu lempeng Pasifik, lempeng Indo-
Australia dan lempeng Eurasia. Pergerakan tiga lempeng tersebut membuat Indonesia
menjadi negara yang memiliki tingkat kerawanan bencana alam yang tinggi.
Berdasarkan laporan tahunan BNPB, telah terjadi 3.058 kejadian bencana alam
sepanjang tahun 2021. Bencana alam yang paling sering terjadi yaitu bencana
banjir berjumlah 1.288 kejadian, diikuti cuaca ekstrem 791 kasus dan tanah
longsor 623 kasus. Sendai Framework for Disaster Risk Reduction 2015-2030
menyatakan bahwa tahapan manajemen bencana yang paling sesuai untuk
mengurangi risiko bencana ialah pada tahap pra bencana. Hal ini sesuai dengan
perubahan konsep penanggulangan bencana yang dahulu berfokus pada upaya
tanggap darurat bencana saat ini mengoptimalkan upaya pada tahap pra bencana,
yaitu kesiapsiagaan (Khambali, 2017). Kondisi Indonesia yang rentan terhadap
bencana seharusnya diimbangi dengan upaya peningkatan kesiapsiagaan bencana.
Kesiapsiagaan bencana merupakan kepentingan semua individu dan semua institusi,
termasuk di dalamnya institusi pendidikan.
Terdapat beberapa hal pada kesiapan bencana diantaranya pengetahuan
personal, komunitas yang berhubungan dengan mitigasi bencana dan ketentuannya.
Hal lain yang diperlukan ialah pendidikan kebencanaan berupa sosialisasi,
pelatihan, maupun melalui pendidikan formal, tanggap bencana, sistem
peringatan dini bencana. Beberapa hal tersebut menjadi dasar pengetahuan
terkait bencana yang perlu diketahui oleh individu dan komunitas.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian bencana?
2. Apa saja jenis-jenis bencana?
3. Apa saja faktor penyebab terjadinya bencana?
4. Bagaimana dampak bencana terhadap kesehatan penduduk?
5. Bagaimana respon terhadap bencana di bidang kesehatan yang meliputi
penanggulangan masalah kesehatan, peran tenaga kesehatan, tugas dan peran
setiap tim penanganan bencana, serta kompetensi tenaga kesehatan dalam
kondisi bencana?

1.3 Tujuan Makalah


1. Memahami pengertian bencana
2. Memahami jenis-jenis bencana
3. Memahami faktor-faktor penyebab bencana
4. Memahami dampak bencana terhadap kesehatan penduduk
5. Memahami respon terhadap bencana di bidang kesehatan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bencana


Menurut UU No. 24 tahun 2007, pengertian bencana adalah Peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Toha, 2007). World
Health Organization (WHO), mendefinisikan bencana adalah Kejadian pada suatu
daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia serta
memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga
memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar.

2.2 Jenis-Jenis Bencana


Bencana menurut UU No. 24 tahun 2007 dapat digolongkan menjadi tiga
macam, yaitu bencana alam, bencana non-alam dan bencana sosial (Erita &
Mahendra, 2019).
1. Bencana alam adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan
oleh alam seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir,
kekeringan, angin puting beliung, tanah longsor, dan yang lainnya. bencana
alam terjadi hampir sepanjang tahun diberbagai belahan dunia, termasuk di
Indonesia. Jenis bencana alam sangat banyak diantaranya sebagai berikut:
a) Gempa Bumi
Gempa bumi merupakan peristiwa alam yang belum dapat diprediksi
terjadinya sehingga dapat menimbulkan kerugian material dan
merenggut nyawa manusia (Ayub et al., 2020).
b) Tsunami
Tsunami berasal dari bahasa Jepang (tsu = pelabuhan, nami =
gelombang) yang dapat diartikan sebagai gelombang pasang. Umumnya,
tsunami menerjang pantai landai. Tsunami diperkirakan terjadi karena
adanya perpindahan badan air yang disebabkan perubahan muka laut
secara vertical dengan tiba-tiba yang disebabkan oleh berbagai faktor,
karena gempa bumi yang berpusat di bawah laut, longsor bawah laut
(Ramli, 2010).
c) Letusan Gunung Api
Letusan Gunung Api merupakan bencana alam yang terjadi akibat
endapan magma di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang
bertekanan tinggi. Magma adalah cairan pijar yang terdapat di dalam
lapisan bumi dengan suhu yang sangat tinggi, yakni diperkirakan lebih
dari 1.000C.
d) Banjir
Banjir merupakan bencana alam yang paling dapat diramalkan
kedatangannya. Karena berhubungan besar curah hujan. Banjir pada
umumnya terjadi di daratan rendah dan di bagian hilir daerah aliran
sungai. Umumnya berupa delta maupun alluvial. Secara geologis, berupa
lembah atau bentuk cekungan bumi lainnya dengan porositas rendah.
Banjir adalah tanah tergenang akibat luapan sungai, yang disebabkan
oleh hujan deras atau banjir akibat kiriman dari daerah lain yang berada
ditempat yang lebih tinggi (Findayani et al., 2015).
e) Kekeringan
Kekeringan merupakan bencana alam yang ditandai dengan kondisi air
yang tidak seimbang. Kekeringan terjadi akibat distribusi air hujan yang
tidak merata, yang menghasilkan kondisi volume air permukaan seperti
sungai, danau, dan lain-lain di bawah ambang batas minimum (Afif et
al., 2018).
f) Longsor
Longsor merupakan gejala alam untuk mencapai kondisi kestabilan
kawasan. Seperti halnya banjir, sebenarnya gerakan tanah merupakan
bencana alam yang dapat diramalkan kedatangannya, karena
berhubungan dengan besar curah hujan (Ramli, 2010).
2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa non alam antara lain berupa gagal teknologi,gagal
modernisasi. dan wabah penyakit.
3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar
kelompok atau antar komunitas masyarakat.

2.3 Faktor Penyebab Terjadinya Bencana


Terdapat 3 (tiga) faktor penyebab terjadinya bencana, yaitu:
1) Faktor alam (natural disaster) karena fenomena alam dan tanpa ada campur
tangan manusia.
2) Faktor non-alam (non-natural disaster) yaitu bukan karena fenomena alam dan
juga bukan akibat perbuatan manusia, dan
3) Faktor sosial/manusia (man-made disaster) yang murni akibat perbuatan
manusia, misalnya konflik horizontal, konflik vertikal, dan terorisme.
Secara umum faktor penyebab terjadinya bencana adalah karena adanya interaksi
antara ancaman (hazard) dan kerentanan (vulnerability). Ancaman bencana menurut
Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 adalah “Suatu kejadian atau peristiwa yang
bisa menimbulkan bencana”. Kerentanan terhadap dampak atau risiko bencana adalah
“Kondisi atau karateristik biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan
teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang
mengurangi kemampuan masyarakat untuk mencegah, meredam, mencapai kesiapan,
dan menanggapi dampak bahaya tertentu” (MPBI, 2004).

2.4 Dampak Bencana Terhadap Kesehatan Penduduk


Salah satu dampak hencana terhadap menurunnya kualitas hidup penduduk
dapat dilihat dari berbagai permasalahan kesehatan masyarakat yang terjadi. Bencana
gempa bumi, banjir, longsor dan letusan gunung berapi, dalam jangka pendek dapat
berdampak pada korban meninggal, korban cedera berat yang memerlukan perawatan
intensif, peningkatan risiko penyakit menular, kerusakan fasilitas kesehatan dan
sistem penyediaan air. Timbulnya masalah kesehatan antara lain berawal dari
kurangnya air bersih yang berakibat pada buruknya kebersihan diri, buruknya sanitasi
lingkungan yang merupakan awal dari perkembangbiakan beberapa jenis penyakit
menular. Persediaan pangan yang tidak mencukupi juga merupakan awal dari proses
terjadinya penurunan derajat kesehatan yang dalam jangka panjang akan
mempengaruhi secara langsung tingkat pemenuhan kebutuhan gizi korban hencana.
Pengungsian tempat tinggal (shelter) yang ada sering tidak memenuhi syarat
kesehatan sehingga secara langsung maupun tidak langsung dapat menurunkan daya
tahan tubuh dan bila tidak segera ditanggulangi akan menimbulkan masalah di bidang
kesehatan.
Dampak bencana terhadap kesehatan masyarakat relatif berbeda-beda,
antara lain tergantung dari jenis dan besaran bencana yang terjadi. Kasus cedera yang
memerlukan perawatan medis, misalnya, relatif lebih hanyak dijumpai pada bencana
gempa bumi dibandingkan dengan kasus cedera akibat banjir dan gelombang pasang.
Sebaliknya, bencana banjir yang terjadi dalam waktu relatif lama dapat menyebabkan
kerusakan sistem sanitasi dan air bersih, serta menimbulkan potensi kejadian luar
biasa (KLB) penyakit-penyakit yang ditularkan melalui media air (water-borne
diseases) seperti diare dan leptospirosis.
Bencana menimbulkan berbagai potensi permasalahan kesehatan bagi
masyarakat terdampak. Dampak ini akan dirasakan lebih parah oleh kelompok
penduduk rentan. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 55 (2) UU Nomor 24 Tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana, kelompok rentan meliputi: I). Bayi, balita
dan anak-anak; 2). Ibu yang sedang mengandung atau menyusui; 3). Penyandang
cacat; dan 4) Orang lanjut usia. Selain keempat kelompok penduduk tersehut, dalam
Peraturan Kepala BNPB Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pedoman Tata Cara
Pemenuhan Kebutuhan Dasar ditambahkan 'orang sakit' sebagai hagian dari
kelompok rentan dalam kondisi bencana. Upaya perlindungan tentunya perlu
diprioritaskan pada kelompok rentan tersehut, mulai dari penyelamatan, evakuasi,
pengamanan sampai dengan pelayanan kesehatan dan psikososial. Identifikasi
kelompok rentan pada situasi bencana menjadi salah satu hal yang penting untuk
dilakukan. Penilaian cepat kesehatan (rapid health assessment) misalnya, dapat
memetakan kelompok rentan serta masalah kesehatan dan risiko penyakit akibat
bencana meliputi aspek keadaan umum dan lingkungan, derajat kesehatan, sarana
kesehatan dan bantuan kesehatan.

2.5 Respon Terhadap Bencana di Bidang Kesehatan


2.5.1 Penanggulangan Masalah Kesehatan Dalam Kondisi Bencana
Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang (UU) No 24 tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana, bahwa penanganan bencana tidak lagi menekankan
pada aspek tanggap darurat, tetapi lebih menekankan pada keseluruhan manajemen
penanggulangan bencana mulai dari mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat sampai
dengan rehabilitasi.
Dalam upaya memaksimalkan peran jajaran kesehatan pada penanggulangan
bencana, termasuk didalarnnya Puskesmas, Kementerian Kesehatan telah
menerbitkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kesehatan No. 145/Menkes/SK/112007
tentang Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan. Dokumen tersebut
mengatur berbagai hal, termasuk kebijakan, pengorganisasian dan kegiatan pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh masing-masing jajaran kesehatan.
Peran Puskesmas mengacu pada tugas dan fungsi pokoknya, yaitu: 1). sebagai
pusat penggerak pembangunan kesehatan masyarakat, 2). pemberdayaan masyarakat,
dan 3). pelayanan kesehatan tingkat pertama. Sebagai pusat pemberdayaan
masyarakat, Puskesmas dituntut mampu melibatkan peran aktif masyarakat, baik
perorangan maupun kelompok, dalam upaya penanggulangan bencana. Sedangkan
sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama, Puskesmas melakukan berbagai
kegiatan seperti: pelayanan gawat darurat 24 jam, pendirian pos kesehatan 24 jam di
sekitar lokasi bencana, upaya gizi, KIA dan sanitasi pengungsian, upaya kesehatan
jiwa serta upaya kesehatan rujukan.
Selain berdasarkan SK Menkes 145/2007, peran dan tugas Puskesmas dalam
penanggulangan bencana juga mengacu pada SK Menkes Nomor
1357/Menkes/SK/XII/200 1 tentang Standar Minimal Penanggulangan Masalah
Kesehatan akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi. Dalam dokumen tersebut,
standar minimal yang harus dipenuhi meliputi berbagai aspek:
1. Pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan kesehatan masyarakat, kesehatan
reproduksi dan kesehatan jiwa. Terkait dengan sarana pelayanan kesehatan, satu
pusat kesehatan pengungsi idealnya digunakan untuk melayani 20.000 orang,
sedangkan satu Rumah Sakit untuk 200.000 sasaran. Penyediaan pelayanan
kesehatan juga dapat memanfaatkan partisipasi Rumah Sakit Swasta, Balai
Pengobatan Swasta, LSM lokal maupun intemasional yang terkait dengan bidang
kesehatan.
2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, seperti vaksinasi, penanganan
masalah umum kesehatan di pengungsian, manajemen kasus, surveilans dan
ketenagaan. Berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM), Kementerian
Kesehatan telah menetapkan jumlah kebutuhan tenaga kesehatan untuk
penanganan 10.000-20.000 pengungsi, terdiri dari: pekerja kesehatan lingkungan
(10-20 orang), bidan (5-10 orang), dokter (1 orang), paramedis (4-5 orang),
asisten apoteker (1 orang), teknisi laboratorium (1 orang), pembantu umum (5-10
orang), pengawas sanitasi (2-4 orang), asisten pengawas sanitasi (10-20 orang).
3. Gizi dan pangan, termasuk penanggulangan masalah gizi di pengungsian,
surveilans gizi, kualitas dan keamanan pangan. Identifikasi perlu dilakukan
secepat mungkin untuk mengetahui sasaran pelayanan, seperti jumlah pengungsi,
jenis kelamin, umur dan kelompok rentan (balita, ibu hamil, ibu menyusui, lanjut
usia). Data tersebut penting diperoleh, misalnya untuk mengetahui kebutuhan
bahan makanan pada tahap penyelamatan dan merencanakan tahapan surveilans
berikutnya. Selain itu, pengelolaan bantuan pangan perlu melibatkan wakil
masyarakat korban bencana, termasuk kaum perempuan, untuk memastikan
kebutuhan-kebutuhan dasar korban bencana terpenuhi.
4. Lingkungan, meliputi pengadaan air, kualitas air, pembuangan kotoran manusia,
pengelolaan limbah padat dan limbah cair dan promosi kesehatan. Beberapa tolak
ukur kunci yang perlu diperhatikan adalah:
• persediaan air harus cukup minimal 15 liter per orang per hari,
• jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 m,
• satu kran air untuk 80-100 orang,
• satu jamban digunakan maksimal 20 orang, dapat diatur menurut rumah
tangga atau menurut jenis kelamin,
• jamban berjarak tidak lebih dari 50 m dari pemukian atau tempat
pengungsian,
• bak atau lubang sampah keluarga berjarak tidak lebih dari 15 m dan lubang
sampah umum berjarak tidak lebih dari 100 m dari pemukiman atau tempat
pengungsian,
• bak/lubang sampah memiliki kapasitas 100 liter per 10 keluarga, serta
• tidak ada genangan air, air hujan, luapan air atau banjir di sekitar pemukiman
atau tempat pengungsian.
5. Hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan dasar kesehatan, seperti penampungan
keluarga, sandang dan kebutuhan rumah tangga. Ruang tertutup yang tersedia,
misalnya, setidaknya tersedia per orang rata-rata berukuran 3,5-4,5 m 2.
Kebutuhan sandang juga perlu memperhatikan kelompok sasaran tertentu, seperti
pakaian untuk balita dan anak-anak serta pembalut untuk perempuan.
2.5.2 Peran Tenaga Kesehatan Berdasarkan Tahap Bencana
Disaster atau bencana dibagi beberapa tahap yaitu: tahap pra-disaster,
tahap serangan atau saat terjadi bencana (impact), tahap emergency dan tahap
rekonstruksi.
 Tahapan Pra Disaster
Tahap ini dikenal juga sebagai tahap pra bencana, durasi waktunya mulai
saat sebelum terjadi bencana sampai tahap serangan atau impact. Tahap ini
dipandang oleh para ahli sebagai tahap yang sangat strategis karena pada
tahap pra bencana ini masyarakat perlu dilatih tanggap terhadap bencana yang
akan dijumpainya kelak. Latihan yang diberikan kepada petugas dan
masyarakat akan sangat berdampak kepada jumlah besarnya korban saat
bencana menyerang (impact), peringatan dini dikenalkan kepada masyarakat
pada tahap pra bencana. Dengan pertimbangan bahwa, yang pertama kali
menolong saat terjadi bencana adalah masyarakat awam atau awam khusus
(first responder), maka masyarakat awam khusus perlu segera dilatih oleh
pemerintah kabapaten kota. Latihan yang perlu diberikan kepada masyarakat
awam khusus dapat berupa: Kemampuan minta tolong, kempuan menolong
diri sendiri, menentukan arah evakuasi yang tepat, memberikan pertolongan
serta melakukan transportasi.
Peran tenaga kesehatan dalam fase Pra Disaster adalah:
a. Tenaga kesehatan mengikuti pelatihan dan pendidikan yang berhubungan
dengan penanggulangan ancaman bencana untuk tiap fasenya.
b. Tenaga kesehatan ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintah,
organisasi lingkungan, palang merah nasional, maupun Lembaga-
lembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi
persiapan menghadapi bencana kepada masyarakat.
c. Tenaga kesehatan terlibat dalam program promosi kesehatan untuk
meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana yang
meliputi hal-hal berikut ini:
1. Usaha pertolongan diri sendiri ketika ada bencana
2. Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti
menolong anggota keluarga yang lain
3. Tenaga kesehatan dapat memberikan beberapa alamat dan
nomor telepon darurat seperti dinas kebakaran, rumah sakit dan
ambulance
 Tahapan Bencana (Impact)
Pada tahap serangan atau terjadinya bencana (Impact phase), waktunya
bisa terjadi beberapa detik sampai beberapa minggu atau bahkan bulan. Tahap
serangan dimulai saat bencana menyerang sampai serang berhenti. Waktu
serangan yang singkat misalnya: serangan angin puting beliung, serangan
gempa atau ledakan bom, waktunya hanya beberapa detik saja tetapi
kerusakannya bisa sangat dahsyat. Waktu serangan yang lama misalnya: saat
serangan tsunami di Aceh terjadi secara periodik dan berulang-ulang,
serangan semburan lumpur lapindo sampai setahun lebih bahkan sampai
sekarang belum berhenti yang mengakibatkan jumlah kerugian yang sangat
besar.
Peran tenaga kesehatan pada fase Impact adalah:
a. Bertindak cepat
b. Do not promise, tenaga kesehatan seharusnya tidak menjanjikan apapun
secara pasti dengan maksud memberikan harapan yang besar pada
korban selamat
c. Berkonsentrasi penuh terhadap apa yang dilakukan
d. Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan untuk setiap kelompok yang
menanggulangi terjadinya bencana
 Tahapan Emergency
Tahap emergensi bisa terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Pada tahap emergensi ini, korban memerlukan bantuan dari tenaga medis
spesialis, tenaga kesehatan gawat darurat, awam khusus yang terampil dan
tersertifikasi. Diperlukan bantuan obat-obatan, balut bidai dan alat evakuasi,
alat transportasi yang efisien dan efektif, alat komunikasi, makanan, pakaian
dan lebih khusus pakaian anak-anak, pakaian dalam wanita, pembalut wanita
yang kadang malah hampir tidak ada. Diperlukan mini hospital dilapangan,
dapur umum dan manajemen perkemahan yang baik agar kesegaran udara dan
sanitasi lingkungan terpelihara dengan baik.
Peran tenaga kesehatan ketika fase emergency adalah:
a. Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan
sehari-hari
b. Tetap menyusun rencana prioritas asuhan ketenaga kesehatan harian
c. Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan
penanganan kesehatan di RS
d. Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian
e. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus
bayi, peralatan kesehatan
f. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular
maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan
lingkungannya
g. Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas,
depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi
diri) maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia,
fatigue, mual muntah, dan kelemahan otot)
h. Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat
dilakukan dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain
i. Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog
dan psikiater
j. Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan
kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi.
 Tahap Rekonstruksi
Pada tahap ini mulai dibangun tempat tinggal, sarana umum seperti
sekolah, sarana ibadah, jalan, pasar atau tempat pertemuan warga. Pada tahap
rekonstruksi ini yang dibangun tidak saja kebutuhan fisik tetapi yang lebih
utama yang perlu kita bangun kembali adalah budaya. Kita perlu melakukan
rekonstruksi budaya, melakukan reorientasi nilai-nilai dan norma-norma
hidup yang lebih baik yang lebih beradab. Dengan melakukan rekonstruksi
budaya kepada masyarakat korban bencana, kita berharap kehidupan mereka
lebih baik bila dibanding sebelum terjadi bencana.
Peran tenaga kesehatan pada fase rekonstruksi adalah:
a. tenaga kesehatan pada pasien post-traumatic stress disorder (PTSD)
b. tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait
bekerjasama dengan unsur lintas sector menangani masalah kesehatan
masyarakat pasca gawat darurat serta mempercepat fase pemulihan
(Recovery) menuju keadaan sehat dan aman.
2.5.3 Tugas dan Peran Setiap Tim Penanganan Bencana

Gambar 1. Bagan Struktur Organisasi Manajemen Bencana Seksi Operasional


(Sumber: Kurniayanti, 2012)

1. Tim Pendukung
Kelompok ini melakukan analisis kemungkinan-kemungkinan dari resiko
yang terjadi di Rumah Sakit. Beberapa tanggung jawab mereka adalah:
a. Mengamankan perlengkapan rumah sakit
b. Menyiapkan peralatan yang dibutuhkan setelah bencana, termasuk
air bersih, makanan dan pengobatan yang dibutuhkan.
c. Menggambar dari peta daerah tersebut lokasi dari rumah sakit serta
mengidentifikasi tempat yang aman atau yang berbahaya
d. Mengaktifkan sistem manajemen bencana di rumah sakit
2. Tim Manajemen Informasi
Bagian aktifitas dari kelompok manajemen informasi selama bencana,
adalah meliputi:
a. Waspada terhadap kondisi yang mungkin bisa terjadi saat itu
b. Menyediakan informasi dan panduan untuk pasien dan personal
rumah sakit lainnya
c. Mengatur informasi dan menghubungkan informasi tersebut pada
setiap tim pencarian, penampungan, pemadam kebakaran serta tim
pendukung
d. Memeriksa setiap pintu keluar darurat serta jalan-jalan yang saling
digunakan
e. Kewaspadaan publik melalui media massa
f. Memberikan list dari nomer telepon darurat untuk kepentingan
pasien yang membutuhkan
g. Melaporkan segala akibat dari bencana
3. Tim Pencarian
Kelompok ini bertujuan untuk pencarian dan penyelamatan pada saat dan
selama terjadinya bencana. Kegiatan utama mereka adalah
a. Membangun penyidikan untuk mencari korban dan yang terjebak
b. Melakukan observasi dari kerusakan di daerah tersebut dan
mencegah orang untuk masuk di daerah tersebut
c. Memindahkan dan mengevakuasi yang cedera dari tempat yang
berbahaya ke tempat yang aman.
4. Tim Penampungan Sementara
Kelompok ini termasuk penempatan tenda, tempat penampungan
sementara atau tenda darurat setelah bencana. Beberapa aktifitas mereka
adalah
a. Melakukan list kondisi fisik dari setiap pasien untuk
mengidentifikasi siapa diantara mereka yang membutuhkan
perawatan lebih dalam kondisi emergency
b. Mengidentifikasi list dari pasien yang mana tidak membutuhkan
bantuan yang darurat
c. Menyediakan asisten atau bantuan pada yang terluka, terutama pada
orang yang membutuhkan bantuan alat-alat kesehatan
d. Menyediakan alat-alat kesehatan seperti alat-alat kesehatan yang
steril, pelayanan kesehatan dan peralatan medis yang bisa
dimobiliasikan
e. Kebutuhan emergency bagi pasien termasuk suplai air dan distribusi
makanan dan obat-obatan diantara pasien dan yang terluka
f. Menyediakan tempat penampungan bagi korban, pasien maupun
yang terluka pada daerah yang aman
5. Tim Pemadam Kebakaran
Kemungkinan untuk terjadinya kebakaran ketika terjadi bencana adalah
sangat tinggi, kelompok pemadam kebakaran mempunyai tugas sebagai
berikut:
a. Memeriksa gedung rumah sakit akan kemungkinan terjadinya
kebakaran
b. Menyiapkan panduan untuk keamanan dari terjadinya kebakaran
c. Menyediakan sistem penanggulangan terjadinya kebakaran di
Rumah Sakit ketika bencana
d. Melatih secara perseorangan untuk menjadi tim pemadam kebakaran
dan menyarankan mereka untuk tenang ketika terjadi kebakaran
e. Melakukan evakuasi di Rumah Sakit apabila terjadi kebakaran
6. Tim Pemulihan
Bagian dari tim pemulihan adalah
a. Pemulihan jangka panjang dan membantu menstabilkan kondisi
rumah sakit
b. Melakukan pelayanan kesehatan ulang di rumah sakit
c. Menyediakan bantuan fisik dan psikologis pada pasien, korban yang
terluka dan pada mereka yang kehilangan anggota keluarganya
7. Tim Rekonstruksi
Bagian dari tanggung jawab tim rekonstruksi adalah
a. Mempertimbangkan area yang rusak dari rumah sakit
b. Merekonstruksi struktur kerusakan yang ada di Rumah Sakit
c. Pembangunan jangka panjang dari Gedung

2.5.4 Kompetensi Tenaga Kesehatan dalam Kondisi Bencana


Kompetensi seorang tenaga kesehatan dalam manajemen bencana
merupakan kemampuan mengarahkan dan memobilisasi (respon eksternal
multisektoral), dengan mengakses kebutuhan sumber daya lintas instansi kesehatan
secara cepat, tepat dan terpadu dalam kondisi bencana. Tenaga kesehatan bukanlah
satu-satunya tim yang terlibat dalam proses penanggulangan bencana, berikut ini
merupakan tim penanggulangan bencana terpadu yang terlibat dalam penanggulangan
bencana di Indonesia berdasarkan jenis kompetensi yang dimiliki.

Tabel 1. Kompetensi Yang Diperlukan untuk Tim Penanggulangan Bencana Terpadu

(Sumber: Raharja, 2010)


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bencana alam yang terjadi seringkali berdampak terhadap kesehatan masyarakat
yang menjadi korban, terlebih mereka yang termasuk dalam kelompok rentan.
Beragamnya permasalahan kesehatan akibat bencana antara lain meningkatnya
potensi kejadian penyakit menular maupun penyakit tidak menular, permasalahan
kesehatan Iingkungan dan sanitasi, serta kesehatan reproduksi perempuan dan
pasangan. Dalam hal ini, peran pelayanan kesehatan di sekitar lokasi kejadian
bencana menjadi sangat penting, baik pada fase pra-bencana, saat bencana maupun
paska-bencana. Initiai rapid health assessment, misalnya, merupakan kegiatan
penting yang perlu dilaksanakan petugas kesehatan dan diharapkan dapat dapat
memetakan kelompok rentan serta berbagai masalah kesehatan dan risiko penyakit
akibat bencana. Standar minimal pun telah ditetapkan, meliputi aspek pelayanan
kesehatan, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, gizi dan pangan,
Iingkungan serta kebutuhan dasar kesehatan.
Dalam kondisi serba darurat, petugas kesehatan baik tenaga medis dan non-medis
bekerja sama memberikan pertolongan pertama pada setiap pasien korban bencana.
Selain itu, pelayanan petugas kesehatan pada masa rehabilitasi juga berkontribusi
pada tersedianya kebutuhan gizi bayi dan balita serta pemenuhan keperluan kesehatan
reproduksi perempuan. Salah satu faktor yang mendukung kelancaran para petugas
kesehatan dalam melakukan tindakan gawat darurat pada saat terjadi bencana dan
paska bencana adalah partisipasi aktif masyarakat. Dalam kondisi mengalami
bencana, masyarakat aktif membantu pencarian korban; membawa korban luka ke
tempat pelayanan; mendirikan tenda darurat; distribusi obat-obatan, makanan bayi
dan balita serta kebutuhan khusus perempuan; melakukan pendataan korban dan
memberikan informasi tentang wilayah yang memerlukan penanganan kesehatan di
wilayah terdampak. Peran petugas kesehatan dan partisipasi aktif masyarakat dalam
penanganan korban pada saat terjadi bencana, masa tanggap darurat dan masa
rehabilitasi memegang peranan penting dalam membantu masyarakat untuk bertahan
hidup dan menjalani proses pemulihan dari dampak bencana.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2008. Peraturan Kepala Badan


Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pedoman
Tata Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar. Jakarta: BNPB
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2010. Buku Panduan Pengenalan
Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasi-nya di Indonesia. Jakarta: BNPB
Depkes. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Rl Nomor 145/Menkes/SK/1/2007
tentang Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan. Jakarta:
Depkes
Fatoni, Z dan Widayatun. 2013. Permasalahan Kesehatan Dalam Kondisi Bencana:
Peran Petugas Kesehatan Dan Partisipasi Masyarakat. Jurnal Kependudukan
Indonesia Vol. 8 No.1. Hlm. 37-52
Kurniayanti, M.A. 2012. Peran Tenaga Kesehatan Dalam Penanganan Manajemen
Bencana. Jurnal Ilmiah Kesehatan Media Husada Vol. 1 No.1. Hlm. 85-92
Raharja, Eddie. 2010. Pengaruh Kompetensi Kepemimpinan dalam
Pengorganisasian Kesiapsiagaan dan Penggerakan Kegawat daruratan Bencana
Terhadap Kinerja Petugas Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional
Sumatra Utara. Tesis: Universitas Sumatra Utara.
Toha, M. 2007. Berkawan Dengan Ancaman: Strategi dan Adaptasi Mengurangi
Resiko Bencana. Jakarta: Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi)

Anda mungkin juga menyukai