Anda di halaman 1dari 21

MANAJEMEN KEPERAWATAN BENCANA PADA KELOMPOK RENTAN :

LANSIA

Disusun Oleh:
KELOMPOK III

Dea Pratiwi ( 18320029P)


Gustini ( 18320033P)
Livia Eka Fitriana ( 18320038P)
Novi Ambarwati ( 18320042P)
Reka Dian Astari ( 18320046P)
Suhendri ( 18320050P)
Fendra Abdi Nusa ( 18320054P)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

BANDAR LAMPUNG

2019

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan nikmat bagi
umat-Nya. Alhamdulillah makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan
Bencana dengan Judul “Manajemen Keperawatan Bencana Pada Kelompok Rentan
Lansia”

Makalah ini jauh dari sempurna untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat
kami harapkan. Semoga bantuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada kami
mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, Amin. Akhirnya kami selaku penulis
berharap semoga Makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi
pembaca.

Bandar Lampung, Januari 2020

Penulis

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang ....................................................................................... 1
B Tujuan .................................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN TEORITIS


A Definisi Bencana....................................................................................... 3
B Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bencana ............................................ 3
C Jenis Bencana ...................................................................................................... 3

D Kelompok Rentan ............................................................................................... 5

E Dampak Bencana Pada Lanjut Usia..................................................................... 6

F Manajemen Keperawatan Bencana Pada Lansia Saat Bencana ........................... 7

G Manajemen Keperawatan Bencana Pada Lansia Setelah Bencana ...................... 12

H Manajemen Keperawatan Bencana Pada Lansia Sebelum Bencana .................... 13

I Penanganan Gizi Pada Lansia Korban Bencana .................................................... 14

BAB III PENUTUP


A Kesimpulan........................................................................................................... 17

B Saran .................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap wilayah tempat tinggal manusia memiliki resiko bencana.Seringkali
resiko tersebut tidak terbaca oleh komunitas dan karenanya tidak dikelola dengan
baik.Hal ini menyebabkan terkadang, dan mungkin juga sering, bencana terjadi secara
tak terduga-duga.Dampak paling awal dari terjadinya bencana adalah kondisi darurat,
dimana terjadi penurunan drastis dalam kualitas hidup komunitas korban yang
menyebabkan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dengan
kapasitasnya sendiri.Kondisi ini harus bisa direspons secara cepat, dengan tujuan utama
pemenuhan kebutuhan dasar komunitas korban sehingga kondisi kualitas hidup tidak
makin parah atau bahkan bisa membaik.
Bencana harus ditangani secara menyeluruh setelah situasi darurat itu
direspons.Setiap akibat pasti punya sebab dan dampaknya, maka bencana sebagai
sebuah akibat pasti punya sebab dan dampaknya, agar penanganan bencana tidak
terbatas pada simpton simpton persoalan, tetapi menyentuh substansi dan akar
masalahnya.Dengan demikian kondisi darurat perlu dipahami sebagai salah satu fase
dari keseluruhan resiko bencana itu sendiri.Penanganan kondisi darurat pun perlu
diletakkan dalam sebuah perspektif penanganan terhadap keseluruhan siklus bencana.
Setelah kondisi darurat, biasanya diikuti dengan kebutuhan pemulihan (rehabilitasi),
rekonstruksi (terutama menyangkut perbaikan-perbaikan infrastruktur yang penting bagi
keberlangsungan hidup komunitas), sampai pada proses kesiapan terhadap bencana,
dalam hal ini proses preventif.
Perbedaan mendasar ditemukan antara kerja dalam kondisi darurat dengan kerja
penguatan kapasitas masyarakat secara umum.Dalam kondisi darurat, waktu kerusakan
terjadi secara sangat cepat dan skala kerusakan yang ditimbulkan pun biasanya sangat
besar.Hal ini menyebabkan perbedaan dalam karakteristik respon kondisi
darurat.Komitmen, kecekatan dan pemahaman situasi dan kondisi bencana (termasuk
konflik) dalam rangka memahami latar belakang kebiasaan, kondisi fisik maupun
mental komunitas korban dan karenanya kebutuhan mereka, sangat dibutuhkan.Selain

1
itu, sebuah kondisi darurat juga tidak bisa menjadi legitimasi kerja pemberian bantuan
yang asal-asalan. Dalam hal ini perlu dipahami bahwa sumber daya sebesar apapun
yang kita miliki tidak akan cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan komunitas
korban bencana. Di sisi lain, sekecil apapun sumber daya yang kita miliki akan
memberikan arti bila didasarkan pada pemahaman kondisi yang baik dan perencanaan
yang tepat dan cepat, mengena pada kebutuhan yang paling mendesak.
Saat dilakukan keperawatan bencana, ada beberapa kelompok masyarakat yang
harus menjadi prioritas dalam memperoleh bantuan diantaranya yaitu balita/anak-anak,
ibu hamil/menyusui, lanjut usia dan disabilitas. Alasan kelompok tersebut harus
menjadi prioritas adalah karena masyarakat tersebut mempunyai keperluan yang harus
didahulukan dan memiliki keterbatasan dalam berbagai aspek.oleh karena itu dalam
makalah ini akan membahas manajemen bencana yang akan dilakukan pada salah satu
kelompok rentan bencana yaitu lansia.

B. Tujuan
Tujuan Umum :
Mahasiswa mampu memahami tentang berbagai hal yang berhubungan dengan bencana
dan mengetahui cara melakukan manajemen keperawatan bencana pada lansia

Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang jenis bencana, fase-fase bencana
b. Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang pertolongan bencana pada kelompok
rentan khususnya lansia.
c. Mahasiswa mengetahui dan memahami permasalahan bencana dibidang kesehatan

2
BAB II
KONSEP TEORI

A. Definisi Bencana
Bencana adalah suatu fenomena alam yang terjadi yang menyebabkan kerugian
baik materiil dan spiritual pada pemerintah dan masyarakat (Urata, 2008). Fenomena
atau kondisi yang menjadi penyebab bencana disebut hazard ( Urata, 2008).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia bencana adalah peristiwa
pada suatu wilayah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian ekologi,
kerugian hidup bagi manusia serta menurunnya derajat kesehatan sehingga
memerlukan bantuan dari pihak luar (Effendy & Mahfudli, 2009). Disaster menurut
WHO adalah setiap kejadian, situasi, kondisi yang terjadi dalam kehidupan (
Effendy& Mahfudli, 2009).

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bencana


1. Faktor alami
Faktor alami merupakan keadaan mudah terjadinya bencana atau kerentanan
tergantung kondisi alam seperti bentuk geografis, geologi, cuaca, iklim (Urata,
2008).
2. Faktor sosial
Faktor social adalah kerentanan akibat ulah manusia, contohnya: pembangunan
bangunan di daerah yang miring, meningkatnya angka urbanisasi, kemiskinan,
pengendalian bencana yang tidak tepat (Urata, 2008).

C. Jenis Bencana Alam


Jenis-jenis bencana alam terdiri 3 bagian (Urata, 2008)
1. Bencana alam ( natural disaster)
Bencana yang terjadi akibat kerusakan ekosistem dan telah terjadi kelebihan
kapasitas komunitas yang terkena dampaknya.
a. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan
bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif,

3
akitivitas gunung api atau runtuhan batuan. Gempa bumi menyebabkan
kerusakan fisik sarana dan prasarana dan menyebabkan banyak korban.
Masalah kesehatan yang sering muncul cacat karena patah tulang dan
masalah sanitasi.
b. Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang
dikenal dengan istilah "erupsi". Bahaya letusan gunung api dapat berupa
awan panas, lontaran material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun,
tsunami dan banjir lahar. Masalah kesehatan yang di hasilkan adalah
kematian, luka bakar, gangguan pernafasan akibat gas. Letusan gunung
merapi dapat menyebabkan masalah gizi karena menyebabkan rusaknya
tanaman, pohon serta hewan ternak.
c. Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak
lautan ("tsu" berarti lautan, "nami" berarti gelombang ombak). Tsunami
adalah serangkaian gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena
adanya pergeseran di dasar laut akibat gempa bumi. Tsunami
menyebabkan kerusakan bangunan, tanah, sarana dan prasarana umum,
kerusakan sumber air bersih.
d. Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau
batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng
akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng.
e. Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah
atau daratan karena volume air yang meningkat.
Banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit
air yang besar yang disebabkan terbendungnya aliran sungai pada alur
sungai.

2. Bencana buatan manusia


Bencana buatan manusia adalah penyebabnya ditimbulkan oleh aktivitas
manusia contohnya kecelakaan kereta, kecelakaan kereta, kecelakaan lalulintas,
kebocoran gas.

4
3. Bencana khusus
Bencana khusus dibedakan menjadi empat kategori yaitu:
a. Tipe menyebar ke wilayah yang luas contohnya radio aktif dan nuklir
b. Tipe komplek jika terjadi bencana pertama di susul bencana kedua dank
ke tiga serta di susul penyebarannya.
c. Tipe gabungan atau campuran, bencana ini terjadi campuran antara
bencana alam dengan bencana akibat ulah manusia.
d. Tipe jangka panjang, tipe ini memerlukan waktu pengecekan lokasi
kejadian dan penyelamatan korban.

D. Kelompok Rentan
Memahami akibat dari bencana adalah manusia potensial menjadi korban,
sehingga perlu kita perlu memahami dua hal yang perlu mendapatkan fokus
utama adalah mengenali kelompok rentan dan meningkatkan kapasitas dan
kemampuan masyarakat dalam menanggulangi bencana.Kerentanan adalah
keadaan atau sifat manusia yang menyebaabkan ketidakmampuan menghadapi
bencana yang berfokus pada pencegahan, menjinakkan, mencapai kesiapan, dan
dalam menghadapi dampak tertentu.
Masyarakat yang rentan adalah masyarakat yang membutuhkan bantuan
yang harus diprioritaskan diantaranya bayi, balita, anak-anak, ibu hamil, ibu
menyusui, lansia dan disabilitas. Kerentanan dalam masyarakat dapat
dikelompokkan menjadi:
1. Kerentanan fisik
Adalah resiko yang dihadapimasyarakat dalam menghadapi ancaman bahaya
tertentu, misalnya kekuatan rekonstruksi bangunan rumah pada daerah rawan
banjir dan gempa.
2. Kerentanan ekonomi
Adalah kemampuan ekonomi individu atau masyarakat dalam
mengalokasikan dana utuk mencegas dan penanggulangan bencana.

5
3. Kerentanan social
Kerentanan social dilihat dari aspek pendidikan, pengetahuan tentang
ancaman dan penanggulangan bencana, serta ingkat kesehatan yang rendah.
4. Kerentanan lingkungan
Kerentanan yang melihat aspek tempat tinggal masyarakat dan lingkungan
sekitarnya.

E. Dampak Bencana Pada Lanjut Usia


Kelompok lanjut usia (lansia) terbentuk dari setiap individu yang dipengaruhi
olehgaya hidup, ciri khas keluarga, sumber daya sosial dan ekonomi, budaya dan
adaptasi, lingkungan, struktur gen, dan sebagainya. Peningkatan usia akan
menurunkan homeostasis, penurunan fungsi berbagai organ tubuh, daya kesiapan dan
daya adaptasi menurun, melemah dan sering sakit karena banyak stresor akan
bermunculan pada saat bencana.Efek dari bencana akan berbeda tergantung pada
level penurunan fungsi tubuh, homeosatits, adaptasi dan sebagainya.

Lansia selama hidupnya telah memiliki beberapa pengalaman kehilangan.


Bencanapun akan menambah pengalaman kehilangan.Respon dari lansia ada
beberapa hal yang sama dengan anak, yakni menjadi emosional, mengasingkan diri,
bertindak seakan-akan kembali ke masa kanak-kanak. Respon pada saat kejadian pun
beraneka ragam seperti kegelisahan dan ketakutan baik yang disadari maupun tidak
disadari.

Lansia juga mengalami kesendirian dalam menjalani kehidupan sehari-hari


karenasudah kehilangan pasangan atau berpisah dari anak/cucu yang sudah menikah
dan memiliki kehidupan rumah tangga sendiri. Dilihat dari kartu keluarga yang ada
di Jepang, jumlah lansia yang menjadi kepala keluarga sekitar 20% dari seluruh
kepala keluarga.Struktur seperti ini mempersulit perolehan keamanan dan bantuan
(support) dari orang-orang yang dekat.

6
Jika melihat sisi ekonomi, penyokong nafkah lansia adalah lansia itu
sendiri, dan banyak yang hidup dari uang pensiunan. Kehilangan rumah dan
harta akan mengakibatkan kehilangan harapan untuk membangkitkan kehidupan
dan harapan untuk masa depan.

F. Manajemen Keperawatan Bencana Pada Lanjut Usia Saat Bencana


Bencana menimbulkan ketakutan kematian kepada orang lansia.Selain itu,
merekamengalami sejumlah kehilangan secara serentak, seperti kehilangan
keluarga dan kerabat, rumah yang sudah lama dihuni, kehilangan harta dan harapan
untuk masa depan, sehingga mereka merasakan kegelisahan pada rehabilitasi
kehidupan. Yangdiprioritaskan pada saat terjadi bencana adalah memindahkan
orang lansia ke tempat yang aman. Lansia sulit memperoleh informasi karena
penurunan daya pendengaran dan komunikasi.Selain itu, karena mereka memiliki
rasa cinta yang dalam pada tanah dan rumah diri sendiri, maka tindakan untuk
mengungsi pun berkecenderungan terlambat dibandingkan dengan generasi yang
lain.Dalam kondisi lansia tersebut dirawat/dibantu oleh orang lain, maka mereka
tidak bisa mengungsi tanpa ada bantuan dari orang lain.Oleh karena itu, sangat
penting bagi komunitas dan daerah untuk mengetahui keberadaan lansia dan
kondisi fisik mereka dan sebelumnya menentukan metode penyelamatan yang
konkret supaya lansia bisa dievakuasi dengan cepat pada saat bencana.

Lansia yang diselamatkan, dibutuhkan pelayanan penyelamatan darurat


(triage,treatment, dan transportation) dengan cepat.Fungsi indera lansia yang
mengalami perubahan fisik berdasarkan proses menua, maka skala rangsangan luar
untuk memunculkan respons pun mengalami peningkatan sensitivitas sehingga
mudah terkena mati rasa. Oleh karena itu, ada kemungkinan terjadi kelalaian besar
karena lansia itu sendiri tidak mengaduh, atau juga keluhan itu tidak sesuai dengan
kondisi penyakit. Oleh karena itu, harus diperhatikan untuk melaksanakan triage
yang cepat dan hati-hati.

7
Setelah fase akut bencana dilalui, maka lansia akan melanjutkan
kehidupannyaditempat pengungsian. Perubahan lingkungan hidup di tempat
pengungsian membawa berbagai efek pada orang lansia.Di bagian ini akan
membahas permasalahan yang mungkin terjadi pada orang lansia yang hidup di
tempat pengungsian dan metode perawatannya.

1. Perubahan Lingkungan dan Adaptasi


Dalam kehidupan di tempat pengungsian, terjadi berbagai
ketidakcocokan dalam kehidupan sehari-hari yang disebabkan oleh fungsi
fisik yang dibawa oleh setiap individu sebelum bencana dan perubahan
lingkungan hidup di tempat pengungsian.Kedua hal ini saling
mempengaruhi, sehingga mengakibatkan penurunan fungsi fisik lansia yang
lebih parah lagi.
Penurunan daya pendengaran sering membuat lansia melalaikan
informasi yang sebenarnya bisa diperoleh dari pengumuman di tempat
pengungsian dan percakapan di sekitarnya.Penurunan daya penglihatan
membuat lansia sulit membaca pengumuman yang ditempel tergantung pada
ukuran huruf, jumlah huruf, panjangnya kalimat, dan warna. Ditambah lagi
dengan penurunan fungsi fisik lansia, maka pergi ke tempat dimana ada
pengumuman saja sudah sulit.Hal inilah yang menyebabkan lansia sulit
mendapatkan informasi dan bergaul dengan orang lain.
Luas ruang yang bisa digunakan per orang di tempat pengungsian sangat
sempit,sehingga menjulurkan kaki dan tangan saja sulit. Di lingkungan yang
luas ruang yang dapat dipakainya sempit dan terdapat perbedaan ketinggian
membawa berbagai efek pada fungsi tubuh orang lansia. Hal-hal ini menjadi
alasan bagi lansia untuk mengurangi tingkat gerak dengan sengaja. Tindakan
seperti ini akan mengakibatkan penurunan fungsi tubuh daripada sebelum
bencana.
Lansia adalah objek yang relatif mudah dipengaruhi oleh
lingkungan.Jika kebutuhan dari lingkungan melebihi daya adaptasi yang
dimiliki orang lansia, maka terjadilah ketidakcocokan (unfit), dan keadaan

8
tersebut bisa memunculkan perasaan yang negatif. Model tekanan dan daya
adaptasi yang berkaitan dengan tindakan menunjukkan bahwa jika daya
adaptasi seseorang menurun, maka tindakannya mudah dikuasai oleh unsur
lingkungan. Perubahan lingkungan pasca bencana bisa membawa beban
perasaan, gangguan tidur, dan gangguan ingatan sebagai gangguan fungsi
otak sementara yang sering salah dianggap demensia, dan bahkan demensia
potensial menjadi nyata.Yang penting adalah mengidentifikasi demensia dan
penanganan yang tepat melalui asesmen fungsi kognitif dan perilaku.

2. Manajemen Penyakit dan Pencegahan Penyakit Sekunder


Lingkungan di tempat pengungsian mengundang keadaan yang serius
pada tubuhlansia, seperti pengaturan suhu udara dan ventilasi (peredaran
udara) yang tidak cukup; penurunan daya fisik yang disebabkan oleh
distribusi makanan yang dingin, tidak sesuai dengan daya kunyah, dan
gizinya tidak seimbang; terkena flu dan penyakit infeksi karena lingkungan
hidup yang buruk.Berdasarkan pengalaman, sebagian lansia yang
keadaannya susah bergerak, kamar mandinya jauh, dan tidak ada ruang
untuk bertukar popok/lampin, membuat lansia berusaha untuk membatasi
minum air supaya mengurangi pembuangan air besar dan kecil, sehingga
mengakibatkan dehidrasi, infeksi saluran kencing, dan sroke. Selain itu,
kebanyakan orang lansia memiliki beberapa penyakit kronis sejak sebelum
bencana. Pada kehidupan yang seadanya saja, dengan otomatis pengobatan
penyakit masing-masing pasien lansia dihentikan, maka gejala yang
sebenarnya sudah stabil sebelum bencana pun akan menjadi parah.

Oleh karena itu kita harus memanfaatkan keterampilan keperawatan


dasar sepertiobservasi, pengukuran, dan mendengarkan. Memulai
pemeriksaan kesehatan dan konsultasi kesehatan secepatnya untuk menggali
dan mengetahui keadaan kesehatan dan kebutuhan kesehatan dari orang
lanjut usia dan menemukan penyakit baru. Dan, perlu mempertimbangkan

9
perlu atau tidaknya pengobatan berdasarkan keadaan pengobatan dan
manajemen penyakit kronis dan mengkoordinasikan metode pengobatan.

3. Mental Care
Seperti digambarkan sebelumnya, lansia mengalami penurunan daya
kesiapan maupun daya adaptasi, sehingga mudah terkena dampak secara
fisik oleh stresor. Namun demikian, orang lansia itu berkecenderungan sabar
dengan diam walaupun sudah terkena dampak dan tidak mengekspresikan
perasaan dan keluhan. Hal ini disebabkan oleh pengaruh dari kemampuan
coping (menghadap) tinggi yang diperoleh dari sejumlah pengalaman
tekanan/stress sebelumnya. Maka diperlukan upaya untuk memahami ciri
khas orang lansia yang tampaknya kontradiksi, mendengarkan apa yang
orang lansia ceritakan dengan baik-baik, membantu supaya orang lansia bisa
mengekspresikan perasaannya, sehingga meringankan stres sebelum
gejalanya muncul pada tubuh mereka.

Pada fase ini lansia dibagi dalam dua kelompok, yaitu:


a. Orang Lanjut Usia dan Perawatan pada Kehidupan di Rumah Sendiri
Lansia yang sudah kembali ke rumahnya, pertama memberes-
bereskan di luar dan dalam rumah. Dibandingkan dengan generasi muda,
sering kalilansia tidak bisa memperoleh informasi mengenai relawan,
sehingga tidak bisa memanfaatkan tenaga tersebut dengan optimal. Oleh
karena itu, mereka sering mengerjakan dengan tenaga diri sendiri saja,
sehingga mudah tertumpuk kelelahannya. Diperlukan memberikan
informasi mengenai relawan terutama kepada rumah tangga lansia yang
membutuhkan tenaga orang lain.Selain itu, diperlukan koordinasi supaya
relawan bisa beraktivitas demilansia. Peranan ini setelah masa/fase ini
diharapkan dilanjutkan sambil melihat keperluannya. Dan, perlu meneliti
keadaan kehidupan dan kesehatan lansia, mempertimbangkan perlu atau
tidaknya bantuan, dan menjembatani lansia dan social support.

10
b. Lanjut Usia dan Perawatan di Pemukiman Sementara
1) Perubahan Lingkungan dan Adaptasi Lansia yang masuk ke
pemukiman sementara terpaksa mengadaptasikan/ menyesuaikan diri
lagi terhadap lingkungan baru dalam waktu yang singkat. Lansia
kehilangan bantuan dari orang dekat/kenal, dan sulit menciptakan
hubungan manusia yang baru, maka mudah terjadi pergaulan yang
dangkal, menyendiri, dan terisolasi. Fasilitas yang nampaknya sudah
lengkap dengan alat elektronik pun susah bagi lansia karena bagi
mereka sulit untuk memahami cara penggunaannya. Ada satu hal
yang harus diperhatikan, yakni kematian karena kecelakaan yang
disebabkan oleh pemukiman sementara itu sendiri dan kematian
tanpa diketahui orang di dalam pemukiman sementara. Contoh kasus
seorang lansia yang pergi keluar dan mau kembali ke rumahnya,
namun terpaksa berjalan kaki sepanjang malam karena kebingungan
mencari posisi pemukiman diri sendiri, dan akhirnya tidur di luar dan
meninggal dunia. Kasus ini terjadi karena pemukiman sementara
berbentuk sama, dan nomor kompleks tertulis di tempat yang tinggi
dengan huruf yang kecil. Oleh karena itu, Lansia perlu dibantu
beradaptasi dan bersosialisasi dengan lingkungan/ tempat
pengungsian yang baru, baik bantuan fisik atau psikologis.Lansia
harus ada yang mendampingi bila akan pergi/berjalan ke suatu
tempat.Lansia perlu berkali-kali dijelaskan mengenai situasi dan
lingkungan yang baru. Perawat harus mempunyai kesabaran yang
tinggi dalam mendampingi lansia menjalani aktifitas sehari-harinya.

2) Manajemen Diri Sendiri pada Penyakit Pada umumnya, nafkah


lansia adalah uang pensiun dan subsidi dari keluarga/orang
lain.Orang lansia yang pindah ke pemukiman sementara mengalami
kesulitan untuk mengikuti pemeriksaan dokter karena masalah jarak,
maka penyakit kronis bisa diperparah. Oleh karena itu, penting sekali
memberikan informasi mengenai sarana medis terdekat dan

11
membantu untuk membangun hubungan dengan dokter baru supaya
mereka mau mengikuti pemeriksaan dari dokter tersebut.
c. Mental Care
Pada saat kembali ke kehidupan pada hanya diri sendiri saja,
kesenjangan kehidupan semakin membesar karena berbagai penyebab.
Selanjutnya kegelisahan nyata seperti kehilangan fondasi kehidupan dan
masalah ekonomi serta masalah rumah untuk masa depan akan muncul
sebagai masalah realistis.Kelelahan fisik dan mental karena kehidupan di
tempat pengungsian yang berlanjut lama, dan perubahan lingkungan
dengan pindah rumah, maka bisa bertambah orang lansia yang
mengeluhkan gejala depresi. Pada masa/fase ini, diperlukan upaya
berkelanjutan untuk mendengarkan pengalaman dan perasaan dari orang
lansia sebagai bantuan supaya fisik dan mental orang lansia tersebut bisa
beristirahat dengan baik. Selain itu, jika perlu pengobatan, menghubungi
dokter spesialis.

G. Manajemen Keperawatan Bencana Pada Lansia Setelah Bencana


1. Rekonstruksi Kehidupan
Lansia yang sebelumnya hidup di pemukiman sementara masuk ke tahap
baru,yakni pindah ke pemukiman rekonstruksi atau mulai hidup bersama di rumah
kerabat. Yang disebut pemukiman rekonstruksi memiliki keunggulan di sisi
keamanan dan lingkungan dalam rumah dibandingkan dengan pemukiman
sementara, maka kondisi tidur/istirahat dari orang lansia akan membaik.Namun
demikian, pemukiman sementara tidak perlu ongkos sewa, sedangkan pemukiman
rekonstruksi membutuhkan ongkos sewa. Hal ini menjadi masalah ekonomi bagi
orang lansia. Ada lansia yang merasa tidakpuasdan marah, dan ada pula lansia
yangmerasa puas dan berterima kasih kepada pemerintah. Diperlukan penanganan
dari pemerintah seperti keringanan ongkos sewa, dan memberikan bimbingan
kehidupan tepat yang sesuai dengan kondisi ekonomi dan kebiasaan hidup dari
orang lansia.

12
2. Mental Care
Stres terbesar bagi orang lansia pada saat bencana adalah ‘kematian keluarga dan
saudara. Dukungan pengganti bagi orang lansia adalah tetangga. Di pemukiman
rekonstruksi, dimulai hubungan manusia yang baru, dan dokter keluarga pun
dianggap pemberi sokongan yang penting. Menurut Ikeda dkk, peranan yang
dimainkan oleh keluarga sangat penting bagi orang lansia karena masalah
kesehatan paling banyak adalah stres seputar kehidupan. Pada fase ini dengan
jelas SDM untuk rekonstruksi berkurang dan sistem pemberian pelayanan
individu pun melemah, namun diperlukan memberikan bantuan dari berbagai
orang di sekeliling orang lansia supaya mereka bisa memiliki tujuan dan harapan
untuk masa depan.Selain itu, sangat efektif jika dilaksanakan upaya untuk
memberikan makna hidup kepada orang lansia, memperbesar lingkup dan ruang
aktivitas dalam kehidupan, dan melaksanakan kegiatan bantuan untuk mencegah
orang lansia menyendiri di rumah. Misalnya dengan melibatkan lansia dalam
kegiatan sehari-hari seperti membersihkan rumah, merawat tanaman dan lain
sebagainya

H. Manajemen Keperawatan Bencana Pada Lansia Sebelum Bencana


1. Rekonstruksi Komunitas
Diperlukan penyusunan perencanaan bantuan pengungsian yang konkret dan
bekerjasama dengan komunitas untuk mengetahui lokasi dimana orang
lansia berada, menentukan orang yang membantu pengungsian, mendirikan
jalur penyampaian informasi, menentukan isi dari bantuan yang dibutuhkan
secara konkret berdasarkan keadaan fisik masing-masing sebagai
kesiapsiagaan pada bencana.
2. Persiapan untuk Memanfaatkan Tempat Pengungsian
Dari pengalaman pahit terhadap bencana terutama saat hidup di
pengungsian,dipandang perlu dibuat peraturan mengenai penempatan
‘tempat pengungsian sekunder’. Hal ini bermaksud untuk memanfaatkan
sarana yang sudah ada bagi orang-orang yang membutuhkan perawatan.Kita
perlu menginspeksi lingkungan tempat pengungsian dari pandangan

13
keperawatan lansia supaya sarana-sarana tersebut segera bisa dimanfaatkan
jika terjadi bencana.Selain itu, diperlukan upaya untuk menyusun
perencanaan pelaksanaan pelatihan praktek dan pelatihan keperawatan
supaya pemanfaatan yang realistis dan bermanfaat akan tercapai. Lansia
yang berhasil mengatasi dampak bencana didorong untuk mewarisi
pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh dari bencana kepada generasi
berikutnya. Kita dapat memfasilitasi lansia untuk berbagi pengalaman
mengenai betapa bagusnya hidup bersama di pengungsian dan betapa tinggi
nilai nyawa kita.Misalnya beberapa orang lansia bertugas sebagai pencerita
relawan menjelaskan fenomena yang terjadi pada saat gempa bumi dengan
memperagakan alat-alat kepada anak anakTK atau SD. Diharapkan anak
tidak memiliki efek psikologis dan lansia dapat merasa lebih bermanfaat
secara psikologis (Ns.Rudi Hamarno, 2016)

I. Penanganan Gizi Pada Kelompok Lansia

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan


Bencana Daerah (BPBD) merupakan penanggung jawab utama dalam
penanggulangan bencana. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (PPKK)
Kementerian Kesehatan merupakan unsur dari BNPB dalam penanggulangan
masalah kesehatan dan gizi akibat bencana. Pengelola kegiatan gizi Dinas Kesehatan
Provinsi dan Kabupaten/Kota merupakan bagian dari tim penanggulangan masalah
kesehatan akibat bencana yang dikoordinasikan PPKK, PPKK Regional dan Sub
regional, Dinas Kesehatan Provinsi serta Kabupaten dan Kota. Penanganan gizi pada
situasi bencana melibatkan lintas program dan lintas sektor termasuk Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) nasional maupun internasional.

Dalam pelaksanaannya, upaya penanganan gizi dalam situasi bencana


merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai sejak sebelum terjadinya bencana (pra
bencana), pada situasi bencana yang meliputi tahap tanggap darurat awal, tahap
tanggap darurat lanjut dan pasca bencana. Kegiatan penanganan gizi pada tahap
tanggap darurat awal adalah kegiatan pemberian makanan agar pengungsi tidak lapar

14
dan dapat mempertahankan status gizinya, sementara penanganan kegiatan gizi pada
tahap tanggap darurat lanjut adalah untuk menanggulangi masalah gizi melalui
intervensi sesuai masalah gizi yang ada.

Kegiatan penanganan gizi pada situasi bencana perlu dikoordinasikan agar efektif
dan efisien, antara lain sebagai berikut:

a. Penghitungan kebutuhan ransum.


b. Penyusunan menu 2.100 kkal, 50 g protein dan 40 g lemak.
c. Penyusunan menu untuk kelompok rentan.
d. Pendampingan penyelenggaraan makanan sejak dari persiapan sampai
pendistribusian.
e. Pengawasan logistik bantuan bahan makanan, termasuk bantuan susu formula
bayi.
f. Pelaksanaan surveilans gizi untuk memantau keadaan gizi pengungsi khususnya
balita dan ibu hamil.
g. Pelaksanaan tindak lanjut atau respon sesuai hasil surveilans gizi.
h. Pelaksanaan konseling gizi khususnya konseling menyusui dan konseling MP-
ASI.
i. Suplementasi zat gizi mikro (kapsul vitamin A untuk balita dan tablet besi untuk
ibu hamil).

Lansia merupakan salah satu kelompok rentan yang masih seringkali terabaikan.
Padahal faktor–faktor risiko gizi yang mengurangi akses lansia ke makanan karena
proses menua termasuk penyakit dan kecacatan, stress psikologis, serta keadaan
darurat justru membutuhkan perhatian khusus dalam pemberian makanannya.
Dengan demikian, angka rata-rata dalam pemberian jatah umum perlu
mempertimbangkan kebutuhan gizi bagi lansia ditambah perhatian khusus dalam
perawatan mereka. Secara lebih rinci, prinsip dalam pemberian makan bagi lansia
dalam keadaan darurat adalah sebagai berikut:

a. Lansia harus mampu mengakses sumber-sumber pangan termasuk bantuan pangan


dengan lebih mudah.

15
b. Makanan disesuaikan dengan kondisi lansia serta mudah disiapkan dan
dikonsumsi/ makanan dalam porsi kecil tetapi padat gizi dan mudah dicerna.
c. Makanan yang diberikan pada lansia harus memenuhi kebutuhan protein
tambahan serta vitamin dan mineral.
d. Dalam pemberian makanan pada usia lanjut harus memperhatikan faktor
psikologis dan fisiologis agar makanan yang disajikan dapat dihabiskan.
e. Dalam kondisi tertentu, kelompok usia lanjut dapat diberikan bubur atau biskuit.

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di beberapa daerah di Indonesia merupakan daerah yang rawan bencana.
Dengan banyaknya bencana, kesiagaan dan pelaksanaan tanggap bencana harus
dilakukan dengan baik. Karena dampak yang ditimbulkan bencana tidaklah
sederhana, maka penanganan korban bencana harus dilakukan dengan
terkoordinasi dengan baik sehingga korban yang mengalami berbagai sakit baik
fisik, sosial, dan emosional dapat ditangani dengan baik dan manusiawi.
Hal ini juga terjadi pada penanggulangan bencana pada kelompok rentan
bencana salah satunya yaitu lansia. Lansia perlu diprioritaskan dalam
penanggulangan bencana karena memiliki keperluan yang harus disegeakan dan
keterbatasan dalam berbagai aspek.

B. Saran
Perawat adalah tenaga kesehatan yang sangat berkompeten untuk
melakukan pelayanan kesehatan di daerah yang sedang mengalami bencana,
oleh karena itu diharapkan bagi mahasiswa keperawatan maupun perawat yang
sudah berpengalaman dalam praktik pelayanan kesehatan untuk dapat berperan
aktif dalam penanggulangan bencana serta dapat melakukan asuhan keperawatan
yang tepat pada kelompok rentan lansia jika terjadi bencana.

17
DAFTAR PUSTAKA

Blackwell, Wiley,2015-2017. Nanda International, Inc. Nursing Diagnoses :


Definitions & Classification. 10th Ed. The atrium, shouter Gate, Chichester, West
Sussex
Bencana, Pujiono. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007
Tentang Penanggulangan Bencana Paragdima Penanggulangan.

Keliat,B.A, dkk. 2006. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa Dalam Keperawatan


Kesehatan JiwaKomunitas. Jakarta : Modul IC CMHN.FIKUI

Munawar. 2011. Pengertian dan Istilah-istilah Bencana.


www. kangmunawar.com/bencana/pengertian-dan-istilah-istilah-bencana.
Diakses Pada Tanggal 2 September 2016. Pukul 08.15 WIB

Weenbee. 2011. Peran Perawat Dalam Manajemen


Bencana.http://weenbee.wordpress.com/2011/08/23/peran-perawat-dalam-
manajemen-bencana/#more-94. Diakses Pada Tanggal 2 September 2016. Pukul
09.00 WIB.

Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama

18

Anda mungkin juga menyukai