Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN SPIRITUAL PADA PASCA BENCANA

KELOMPOK 4 :

1. RIZKA AYU GUSTIA (616080716048)


2. SAFITRI GUNAWAN (616080716050)
3. SITI RAMADANIA (616080716051)
4. TANIA AFRIYANI (616080716052)
5. TANIA SEPTIANI (616080716053)
6. TARI MARTIANA (616080716054)
7. YANTI OKTAVINA (616080716055)
8. HARYATI ELIAS LOBANG (616080715012)
9. HERID BATTRIANSAH (6160807150)
10. MUHAMMARUDDIN (6160807150)
11. NURVAIZAH (616080715026)
12. UMI HINDAYANI (616080715051)

STIKES MITRA BUNDA PERSADA BATAM


TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala karena


telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan Makalah Hasil Diskusi
tentang “Asuhan Keperawatan Spiritual Pada Pasca Bencana” ini tepat waktu.

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah


membantu dalam proses pembuatan Makalah Hasil Diskusi tentang “Asuhan
Keperawatan Spiritual Pada Pasca Bencana”. Tanpa dukungan dari berbagai pihak
mungkin makalah ini tidak bisa selesai tepat waktu.

Kami menyadari makalah yang kami buat ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Akhir kata
kami mengharapkan Makalah Hasil Diskusi tentang “Asuhan Keperawatan
Spiritual Pada Pasca Bencana“ dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Batam, 17 Mei 2019

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN..........................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Tujuan Penulisan.................................................................................2
BAB II
TINJAUAN TEORI........................................................................................3
A. Definisi................................................................................................3
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bencana......................................3
C. Kelompok Rentan................................................................................4
D. Peran Perawat Dalam Bencana............................................................4
E. Penanggulangan Bencana Dibidang Kesehatan..................................6
F. Dampak Spiritual Pada Korban Bencana............................................8
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS.....................................................9
A. Pengkajian...........................................................................................9
B. Diagnosa Keperawatan......................................................................11
C. Intervensi Keperawatan.....................................................................12
D. Implementasi Keperawatan...............................................................17
E. Evaluasi Keperawatan.......................................................................18
BAB IV
PENUTUP....................................................................................................19
A. Kesimpulan........................................................................................19
B. Saran..................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap wilayah tempat tinggal manusia memiliki resiko bencana.
Seringkali resiko tersebut tidak terbaca oleh komunitas dan karenanya tidak
dikelola dengan baik. Hal ini menyebabkan terkadang, dan mungkin juga
sering, bencana terjadi secara tak terduga-duga. Dampak paling awal dari
terjadinya bencana adalah kondisi darurat, dimana terjadi penurunan drastis
dalam kualitas hidup komunitas korban yang menyebabkan mereka tidak
mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dengan kapasitasnya
sendiri. Kondisi ini harus bisa direspons secara cepat, dengan tujuan utama
pemenuhan kebutuhan dasar komunitas korban sehingga kondisi kualitas hidup
tidak makin parah atau bahkan bisa membaik.
Bencana harus ditangani secara menyeluruh setelah situasi darurat itu
direspons. Setiap akibat pasti punya sebab dan dampaknya, maka bencana
sebagai sebuah akibat pasti punya sebab dan dampaknya, agar penanganan
bencana tidak terbatas pada simpton simpton persoalan, tetapi menyentuh
substansi dan akar masalahnya. Dengan demikian kondisi darurat perlu
dipahami sebagai salah satu fase dari keseluruhan resiko bencana itu sendiri.
Penanganan kondisi darurat pun perlu diletakkan dalam sebuah perspektif
penanganan terhadap keseluruhan siklus bencana. Setelah kondisi darurat,
biasanya diikuti dengan kebutuhan pemulihan (rehabilitasi), rekonstruksi
(terutama menyangkut perbaikan-perbaikan infrastruktur yang penting bagi
keberlangsungan hidup komunitas), sampai pada proses kesiapan terhadap
bencana, dalam hal ini proses preventif.
Bencana, apapun sebabnya, merupakan hal yang menganggu tatanan
masyarakat dalam segala aspeknya, baik psikologis, ekonomi, sosial budaya
maupun material. Jika kita mengamini faktum bahwa setiap orang memiliki
hak untuk hidup layak maka komunitas manapun yang mengalami bencana
berhak atas bantuan kemanusiaan dalam batas-batas minimum

1
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisiBencana
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi bencana
3. Untuk mengetahui kelompok rentan bencana
4. Untuk mengetahui peran perawat dalam bencana
5. Untuk mengetahui penanggulangan bencana dibidang kesehatan
6. Untuk mengetahui dampak spiritual pada korban bencana
7. Untuk mengetahui pengkajian
8. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan
9. Untuk mengetahui intervensi keperawatan
10. Untuk mengetahui implementasi keperawatan
11. Untuk mengetahui evaluasi keperawatan

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Bencana adalah suatu fenomena alam yang terjadi yang menyebabkan
kerugian baik materiil dan spiritual pada pemerintah dan masyarakat (Urata,
2008). Fenomena atau kondisi yang menjadi penyebab bencana disebut hazard
(Urata, 2008).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia bencana adalah
peristiwa pada suatu wilayah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian
ekologi, kerugian hidup bagi manusia serta menurunnya derajat kesehatan
sehingga memerlukan bantuan dari pihak luar (Effendy & Mahfudli, 2009).
Disaster menurut WHO adalah setiap kejadian, situasi, kondisi yang terjadi
dalam kehidupan ( Effendy & Mahfudli, 2009).
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha
Kuasa dan Maha Pencipta, sebagai contoh seseorang yang percaya kepada
Allah sebagai Pencipta atau sebagai Maha Kuasa. Spiritualitas mengandung
pengertian hubungan manusia denganTuhannya dengan menggunakan
instrumen (medium) sholat, puasa,zakat, haji, doa dan sebagainya (Hawari,
2002).

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bencana


1. Faktor alami
Faktor alami merupakan keadaan mudah terjadinya bencana atau
kerentanan tergantung kondisi alam seperti bentuk geografis, geologi,
cuaca, iklim (Urata, 2008).
2. Faktor sosial
Faktor social adalah kerentanan akibat ulah manusia, contohnya:
pembangunan bangunan di daerah yang miring, meningkatnya angka
urbanisasi, kemiskinan, pengendalian bencana yang tidak tepat (Urata,
2008).

3
C. Kelompok Rentan
Memahami akibat dari bencana adalah manusia potensial menjadi korban,
sehingga perlu kita perlu memahami dua hal yang perlu mendapatkan fokus
utama adalah mengenali kelompok rentan dan meningkatkan kapasitas dan
kemampuan masyarakat dalam menanggulangi bencana. Kerentanan adalah
keadaan atau sifat manusia yang menyebaabkan ketidakmampuan menghadapi
bencana yang berfokus pada pencegahan, menjinakkan, mencapai kesiapan,
dan dalam menghadapi dampak tertentu.
Undang-undang penanggulangan bencana pada pasal 56 dan pasal 26 (1)
menjelaskan bahwa masyarakat yang rentan adalah masyarakat yang
membutuhkan bantuan diantaranya bayi, balita, anak-anak, ibu hamil, ibu
menyusui, lansia. Kerentanan dalam masyarakat dapat dikelompokkan
menjadi:
1. Kerentanan fisik
Adalah resiko yang dihadapimasyarakat dalam menghadapi ancaman
bahaya tertentu, misalnya kekuatan rekonstruksi bangunan rumah pada
daerah rawan banjir dan gempa.
2. Kerentanan ekonomi
Adalah kemampuan ekonomi individu atau masyarakat dalam
mengalokasikan dana utuk mencegas dan penanggulangan bencana.
3. Kerentanan social
Kerentanan social dilihat dari aspek pendidikan, pengetahuan tentang
ancaman dan penanggulangan bencana, serta ingkat kesehatan yang
rendah.
4. Kerentanan lingkungan
Kerentanan yang melihat aspek tempat tinggal masyarakat dan lingkungan
sekitarnya.

D. Peran Perawat dalam Bencana


Peran perawat diharapkan dalam setiap bencana yang terjadi. Peran
perawat menurut fase bencana:
1. Fase pre impact

4
a. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan
dalam penanggulangan ancaman bencana untuk setiap fasenya.
b. Perawat ikut terlibat dalam berbagai kegiatan pemerintahan, organisasi
lingkungan,Palang Merah Nasinal, maupun lembaga-lembaga
kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi
memberikan tanggap bencana.
c. Perawat terlibat dalam promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan
tanggap bencana, meliputi usaha pertolongan diri sendiri, pelatihan
pertolongan pertama dalam keluarga dan menolong anggota keluarga
yang lain, pembekalan informs cara menyimpan makanan dan minuman
untuk persediaan, perawat memberikan nomer telepon penting seperti
nomer telepon pemadam kebakaran, ambulans, rumah sakit, memberikan
informasi peralatan yang perlu dibawa (pakaian, senter).
2. Fase impact
a. Bertindak cepat.
b. Perawat tidak memberikan janji apapun atau memberikan harapan palsu
pada korban bencana.
c. Konsentrasi penuh pada hal yang dilakukan.
d. Berkoordinasi dengan baik dengan tim lain.
e. Bersama pihak yang terkait mendiskusikan dan merancang master plan
revitalizing untuk jangka panjang.
Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk
memutuskan tindakan pertolongan pertama. Ada saat dimana ”seleksi”
pasien untuk penanganan segera (emergency) akan lebih efektif. (Triase).
TRIASE :
a. Merah — paling penting, prioritas utama. keadaan yang mengancam
kehidupan sebagian besar pasien mengalami hipoksia, syok, trauma dada,
perdarahan internal, trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, luka
bakar derajat I-II.
b. Kuning — penting, prioritas kedua. Prioritas kedua meliputi injury
dengan efek sistemik namun belum jatuh ke keadaan syok karena dalam
keadaan ini sebenarnya pasien masih dapat bertahan selama 30-60 menit.

5
Injury tersebut antara lain fraktur tulang multipel, fraktur terbuka, cedera
medulla spinalis, laserasi, luka bakar derajat II.
c. Hijau — prioritas ketiga. Yang termasuk kategori ini adalah fraktur
tertutup, luka bakar minor, minor laserasi, kontusio, abrasio, dan
dislokasi.
d. Hitam meninggal. Ini adalah korban bencana yang tidak dapat selamat
dari bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggal.
3. Fase post-impact
a. Memberikan terapi bagi korban bencana untuk mengurangi trauma.
b. Selama masa perbaikan perawat membantu korban bencana alam untuk
kembali ke kehidupan normal.
c. Beberapa penyakit dan kondisi fisik yang memerlukan pemulihan dalam
jangka waktu lama memerlukan bekal informasi dan pendampingan.

E. Penanggulangan Bencana Dibidang Kesehatan


Menurut DepKes RI (2006) untuk mengetahui manajemen
penanggulangan bencana secara berkesinambungan, perlu dipahami siklus
penanggulangan bencana dan peran tiap komponen pada setiap tahapan,
sebagai berikut:
1. Kejadian bencana (impact)
Kejadian atau peristiwa bencana yang disebabkan oleh alam atau ulah
manusia, baik yang terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, dapat
menyebabkan hilangnya jiwa manusia, trauma fisik dan psikis, kerusakan
harta benda dan lingkungan, yang melampaui kemampuan dan
sumberdaya masyarakat untuk mengatasinya.
2. Tanggap darurat (acute response)
Upaya yang dilakukan segera setelah kejadian bencana yang bertujuan
untuk menanggulangi dampak yang timbul akibat bencana, terutama
penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian.

3. Pemulihan (recovery)

6
Proses pemulihan kondisi masyarakat yang terkena bencana baik dampak
fisik dan psikis, dengan memfungsikan kembali sarana dan prasarana pada
keadaan semula. Hal ini dilakukan dengan memperbaiki prasaran dan
pelayanan dasar (jalan, listrik, air bersih, pasar, Puskesmas dll) dan
memulihkan kondisi trauma psikologis yang dialami anggota masyarakat.
4. Pembangunan (development)
Merupakan fase membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak
akibat bencana. Pembangunan ini dapat dibedakan menjadi 2 tahapan.
Tahapan yang pertama yaitu rehabilitasi yang merupakan upaya yang
dilakukan setelah kejadian bencana untuk membantu masyarakat
memperbaiki rumah, fasilitas umum dan fasilitas sosial serta
menghidupkan kembali roda ekonomi. Tahapan yang kedua yaitu
rekonstruksi, yang merupakan program jangka menengah dan jangka
panjang yang meliputi program fisik, sosial dan ekonomi untuk
mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama atau lebih
baik.
5. Pencegahan (prevention)
Tindakan pencegahan yang harus dilaksanakan antara lain berupa
kegiatan untuk meningkatkan kesadaran/kepedulian mengenai bahaya
bencana. Langkah-langkah pencegahan difokuskan pada intervensi
terhadap gejala-gejala alam dengan tujuan agar menghindarkan terjadinya
bencana dan atau menghindarkan akibatnya dengan cara menghilangkan
atau memperkecil kerawanan dan meningkatkan ketahanan atau
kemampuan terhadap bahaya.
6. Mitigasi (mitigation)
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana, baik secara
fisik struktural dengan pembuatan bangunan-bangunan fisik maupun non-
fisik struktural melalui perundang-undangan dan pelatihan. Mitigasi
merupakan semua aktivitas yang dilakukan untuk menghilangkan atau
mengurangi derajat risiko jangka panjang dalam kehidupan manusia yang
berasal dari kerusakan alam dan buatan manusia itu sendiri (Stoltman et
al., 2004).

7
7. Kesiapsiagaan (preparedness)
Upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana, melalui
pengorganisasian langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Persiapan adalah salah satu tugas utama dalam disaster managemen,
karena pencegahan dan mitigasi tidak dapat menghilangkan vulnerability
maupun bencana secara tuntas.

F. Dampak Spiritual Pada Korban Bencana


Manusia sebagai makhluk yang utuh atau holistik memiliki kebutuhan
yang kompleks yaitu kebutuhan biologis, psikologis, sosial kultural dan
spiritual. Spiritual digambarkan sebagai pengalaman seseorang atau keyakinan
seseorang, dan merupakan bagian dari kekuatan yang ada pada diri seseorang
dalam memaknai kehidupannya. Spiritual juga digambarkan sebagai pencarian
individu untuk mencari makna. Forman (1997) menyatakan bahwa spiritual
menggabungkan perasaan dari hubungan dengan dirinya sendiri, dengan ornag
lain dan dengan kekuatan yang lebih tinggi.
Kejadian bencana dapat merubah pola spiritualitas seseorang. Ada yang
bertambah meningkat aspek spiritualitasnya ada pula yang sebaliknya. Bagi
yang meningkatkan aspek spiritualitasnya berarti mereka meyakini bahwa apa
yang terjadi merupakan kehendak dan kuasa sang pencipta yang tidak mampu
di tandingi oleh siapapun. Mereka mendekat dengan cara mendekatkan
spiritualitasnya supaya mendapatkan kekuatan dan pertolongan dalam
menghadapi bencana atau musibah yang dialaminya. Sedangkan bagi yang
menjauh umumnya karena dasar keimanan atau keyakinan terhadap sang
pencipta rendah atau kaarena putus asa.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

8
A. Pengkajian
1. Umum
 Nama
 Usia
 Jenis Kelamin
 Alamat
 Status
 Pekerjaan
 Agama
2. Khusus
a. Data Subjektif
 Menceritakan kejadian/periatiwa yang traumatis
 Mengatakan takut atas kejadian bencana yang terjadi
 Mengatakan resah saat teringat kembali peristiwa bencana yang
dialaminya
 Mengatakan merasa tidak berguna
 Menyatakan was-was
 Merasakan fikiran terganngu
 Tidak ingin mengingat peristiwa itu kembali dengan menceritakannya
lagi
 Mengingkari peristiwa trauma
 Merasa malu
 Mengatakan setiap mengingat kejadian bencana merasa jantung
berdebar-debar
b. Data Objektif
 Mengasingkan diri
 Menangis
 Marah
 Gelisah
 Menghindar
 Mengasingkan diri

9
 Depresi
 Sulit berkomunikasi
 Keadaan mood terganggu
 Sesak didada
 Lemah
3. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi kehilangan :
a. Genetik
Individu yang dilahirkan dibesarkan dalam keluarga yang mempunyai
riwayat depresi biasanya sulit mengembangkan sikap optimis dalam
menghadapi suatu permasalahan, termasuk menghadapi kehilangan.
b. Kesehatan fisik
Individu dengan keadaan fisik sehat, cara hidup teratur, cenderung
mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan
dengan individu yang sedang mengalami gangguan fisik
c. Kesehatan mental/jiwa
Individu yang mengalami gangguan jiwa seperti depresi yang ditandai
dengan perasaan tidak berdaya pesimis dan dibayangi dengan masa
depan yang suram, biasanya sangat peka terhadap situasi kehilangan.
d. Pengalaman kehilangan di massa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang bermakna dimasa kanak-
kanak akan mempengaruhi individu dalam menghadapi kehilangan
dimasa dewasa
4. Faktor Presipitasi
Stress yang nyata seperti kehilangan yang bersifat Bio-Psiko-Sosial
antara lain kehilangan kesehatan (sakit), kehilangan fungsi sseksualitas,
kehilangan keluarga dan harta benda. Individu yang kehilangan sering
menunjukkan perilaku seperti menangis atau tidak mampu menangis,
marah, putus asa, kadang ada tanda upaya bunuh diri atau melukai orang
lain yang akhirnya membawa pasien dalam keadaan depresi.
5. Spiritual
a. Keyakinan terhadap Tuhan YME

10
b. Kehadiran ditempat Ibadah
c. Pentingna Agama dalam kehidupan pasien
d. Kepercayaan akan kehidupan setelah kematian
6. Orang-orang terdekat
a. Status perkawinan
b. Siapa orang terdekat
c. Anak-anak
d. Kebiasaan pasien dalam tugas-tugas keluarga dan fungsi-fungsinya
e. Bagaimana pengaruh orang-orang terdekat terhadap penyakit atau
masalah
f. Proses interaksi apakah yang terdapat dalam keluarga
g. Gaya hidup keluarga, missal: Diet, mengikuti pengajian
7. Sosioekonomi
a. Pekerjaan: keuangan
b. Faktor-faktor lingkungan: rumah,pekeerjaan dan rekreasi
c. Penerimaansosial terhadap penyakit atau kondisi, misal:
PMS,HIV,Obesitas,dll.
8. Kultural
a. Latar belakang etnis
b. Tingkah laku mengusahakan kesehatan, rujuk penyakit
c. Faktor-faktor kultural yang dihubngkan dengan penyakit secara umum
dan respon terhadap rasa sakit
d. Kepercayaan mengenai perawatan dan pengobatan

B. Diagnosa Keperawatan
1. Berduka berhubungan dengan Aktual atau perasaan
2. Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional, stress, perubahan status
lingkungan, ancaman kematian, kurang pengetahuan.
3. Takut berhubungan dengan perubahan status lingkungan (bencana alam)
4. Resiko Sindrom Pasca Trauma berhubungan dengan bencana
5. Resiko distress spiritual berhubungan dengan faktor resiko perubahan
lingkungan bencana alam.

11
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Masalah Kolaborasi
Berduka berhubungan NOC: NIC:
dengan aktual atau Kontrol Koping  Bina dan jalin hubungan saling
perasaan kehilangan, Setelah dilakukan asuhan percaya.
ditandai dengan keperawatan selama 3 kali  Identifikasi kemungkinan
DO/DS: pertemuan diharapkan faktor yang menghambat
 penolakan terhadap individu mengalami proses berduka
kehilangan, proses berduka secara  Kurangi atau hilangkan faktor
 menangis normal, melakukan koping penghambat proses berduka.
 menghindar terhadap kehilangan secara  Beri dukungan terhadap

 marah bertahap dan menerima respon kehilangan pasien


 Mengatakan bersedih kehilangan sebagai bagian  Tingkatkan rasa kebersamaan
dari kehidupan yang nyata antara anggota keluarga.
dan harus dilalui, dengan  Identifikasi tingkat rasa duka
kriteria hasil: pada fase berikut:
 Individu mampu Fase pengingkaran
mengungkapkan  Memberi kesempatan
perasaan duka. kepada pasien untuk
 Menerima kenyataan mengungkapkan
kehilangan dengan perasaannya.
perasaan damai  Menunjukkan sikap
 Membina hubungan menerima,ikhlas dan
baru yang bermakna mendorong pasien untuk
dengan objek atau berbagi rasa.
orang yang baru.  Memberikan jawaban yang
jujur terhadap pertanyaan
pasien tentang sakit,
pengobatan dan kematian.

12
Fase marah
 Mengizinkan dan
mendorong pasien
mengungkapkan rasa
marahnya secara verbal
tanpa melawan dengan
kemarahan.
c. Fase tawar menawar
 Membantu pasien
mengidentifikasi rasa
bersalah ddan perasaan
takutnya.
Fase depresi
 Mengidentifikasi tingkat
depresi dan resiko merusak
diri pasien
 Membantu pasien
mengurangi rasa bersalah.
Fase penerimaan
 Membantu pasien untuk
menerima kehilangan yang
NOC : tidak bisa dielakkan
Kecemasan - Kontrol kecemasan
berhubungan dengan - Koping NIC :
krisis situasional, stress, Setelah dilakukan asuhan Anxiety Reduction (penurunan
perubahan status selama 3 kali pertemuan kecemasan)
lingkungan, ancaman klien kecemasan teratasi  Gunakan pendekatan yang
kematian, kurang dgn kriteria hasil: menenangkan
pengetahuan.  Klien mampu  Nyatakan dengan jelas
mengidentifikasi dan harapan terhadap pelaku
DO/DS: mengungkapkan gejala pasien
- Insomnia cemas
 Temani pasien untuk

13
- Kontak mata kurang  Mengidentifikasi, memberikan keamanan dan
- Kurang istirahat mengungkapkan dan mengurangi takut
- Berfokus pada diri menunjukkan tehnik  Libatkan keluarga untuk
sendiri untuk mengontol mendampingi klien
- Iritabilitas cemas  Instruksikan pada pasien untuk
- Takut  Vital sign dalam batas menggunakan tehnik relaksasi
- Nyeri perut normal  Dengarkan dengan penuh
- Penurunan TD dan  Postur tubuh, ekspresi perhatian
denyut nadi wajah, bahasa tubuh  Identifikasi tingkat kecemasan
- Diare, mual, kelelahan dan tingkat aktivitas  Bantu pasien mengenal situasi
- Gangguan tidur menunjukkan yang menimbulkan kecemasan
- Gemetar berkurangnya  Dorong pasien untuk
- Anoreksia, mulut kecemasan mengungkapkan perasaan,
kering ketakutan, persepsi
- Peningkatan TD,
 Kelola pemberian obat anti
denyut nadi, RR
cemas
- Kesulitan bernafas
- Bingung
- Bloking dalam
pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi

NOC :Anxiety control


Takut berhubungan Fear control
dengan perubahan status Setelah dilakukan NIC:
lingkungan ( bencana tindakan keperawatan Coping Enhancement
alam), selama 3 kali pertemuan  Bina dan jalin hubungan saling
ditandai dengan takut klien teratasi dengan percaya.
DS : Peningkatan kriteria hasil :  Sediakan reinforcement positif
ketegangan,panik,  Memiliki informasi ketika pasien melakukan
penurunan kepercayaan untuk mengurangi takut perilaku untuk mengurangi
diri, cemas  Menggunakan tehnik

14
DO : relaksasi takut
 penurunan  Mempertahankan  Sediakan perawatan yang
produktivitaskemamp hubungan sosial dan berkesinambungan
uan belajar fungsi peran  Kurangi stimulasi lingkungan
 penurunan  Mengontrol respon yang dapat menyebabkan
kemampuan takut misinterprestasi
menyelesaikan  Dorong mengungkapkan
masalah secara verbal perasaan,
 mengidentifikasi persepsi dan rasa takutnya
obyek ketakutan,  Perkenalkan dengan orang
 peningkatan yang mengalami kejadian
kewaspadaan bencana yang sama
 Anoreksia  Dorong klien untuk
 mulut kering mempraktekan tehnik relaksasi
 diare, mual
 pucat, muntah
 perubahan tanda-tanda
vital
NOC
Spiritual Health
Resiko Sindrom Pasca
- Quality Of Faith
Traumaberhubungan
- Quality Of Hope NIC
dengan bencana
- Makna dan Tujuan Dukungan Rohani
Definisi:Berisiko
Hidup - Menggunakan komunikasi
Mengalami respon
maladaftif yang terus untuk membangun

menerusterhadap kepercayaan dan terapi

peristiwa traumatitis dan empatik peduli

memilukan. - Mengobati individu dengan

Faktor resiko : martabat dan menghormati

- Penurunan kekuatan - Mendorong melalui meninjau

ego kehidupan melalui kenang-


kenangan

15
- Pindah rumah. - Memberikan privasi dan
- Durasi peristiwa. tenang kali untuk activitas
- Rasa tanggung jawab rohani
yang berlebihan. - Mendorong partisipasi dalam
- Dukungan sosial yang kelompok pendukung
tidak adekuat. - Mengajari metode relaksasi ,
- Pekerjaan (Mis.,Polisi meditasi, citra dan memberinya
pemadam kebakaran, petunjuk
petugas penyelamat, - Berdoa dengan sendiri
staf unit gawat - Selalu terbuka untuk individu
darurat, petugas ekspresi perhatian
kesehatan jiwa, tenaga - Mengungkapkan perasaan
reparasi). empati secara pribadi
- Persepsi peristiwa. - Tersedia untuk mendengarkan
- Parah sebagai orang individu perasaan
yang selamat dalam
peristiwa.
- Lingkungan yang
tidak mendukung NOC
- Ansietas kematian
Resiko distress - Konflict pembuatan
spiritual berhubungan keputusan NIC
dengan faktor resiko - Koping, - Gunakan komunikasi
perubahan lingkungan ketidakefektifan terapeutik untuk membangun
bencana alam. - Distress spiritual, kepercayaan dan kepedulian
Ditandai dengan resiko. empati dan memberi dikungan
DS/DO : Kriteria hasil : spiritual
- Pasien biasanya tidak - Mampu mengontrol - Menyediakan privasi dan
terima dengan kecemasan cukup waktu untuk kegiatan
keaadaanya sekarang ini - Mampu Mengontrol spiritual
- pasien biasanya tingkat depresi dan - Mendorong partisipasi dalam
mengatakan hidupnya Ievel stress interaksi dengan anggota

16
sudah tidak berarti - Mampu memproses keluarga, teman, dll
lagi,dan merasa ingin informasi - Ajarkan metode relaksasi,
mati serta merasa tidak - Penerimaan atau meditasi, dan citra dipandu
memiliki tujuan hidup kesiapan menghadapi - Menyediakan penasehat
lagi kematian spiritual pilihan individu
- pasien biasanya tampak - Penerimaan terhadap - Membantu individu untuk
lesu dan tidak status kesehatan mengekspresikan dengan benar
bersemangat lagi dan mengurangi kemarahan
dengan cara yang tepat

D. Implementasi Keperawatan
Pada tahap iplementasi keperawtan ialah inisiatif dari rencana tindakan
untuk mecapai tujuan yang spesifik.tahap pelaksana ini dimulai setelah rencana
tindakan disusun dan ditunjukan kepada perawat pelaksana untuk membsantu
klien mencapai tujuan yang diharapkan dengan melakukan prinsip-prinsip
kegiatan asuhan keperawatan sebagai berikut :
1. Periksa keyakinan spiritual pribadi dan tingkat stresor serta kecemasan
pasien
2. Fokuskan perhatian pada persepsi pasien terhadap kebutuhan spiritualnya
3. Jangan beranggapan pasien tidak mempunyai kebutuhan spiritual
4. Mengetahui pesan non verbal tentang kebutuhan spiritual pasien
5. Berespon secara singkat, spesifik, dan aktual

17
6. Mendengarkan secara aktif dan menunjukkan empati yang
berartimenghayati masalah pasien agar terjadi hubungan saling percaya
antara perawat dan pasien
7. Membantu memfasilitasi pasien agar dapat memenuhi kewajiban agama
8. Memberi dukungan dam motivasi agar pasien merasa masi berarti dan
memiliki tujuan hidup

E. Evaluasi Keperawatan
Untuk mengetahui apakah pasien telah mencapai kriteria hasil yang
ditetapkan pada fase perencanaan, perawat perlu mengumpulkan data terkait
dengan pencapaian tujuan asuhan keperawatan. Tujuan asuhan keperawatan
tercapai apabila secara umum pasien :
1. Mampu beristirahat dengan tenang,
2. Mengekspresikan rasa damai berhubungan dengan Tuhan,
3. Menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka dengan pemuka agama,
4. Mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya, dan
5. Menunjukkan afek positif, tanpa rasa bersalah dan kecemasan.

BAB IV
PENUTUP

18
A. Kesimpulan
Di beberapa daerah di Indonesia merupakan daerah yang rawan
bencana. Dengan banyaknya bencana, kesiagaan dan pelaksanaan tanggap
bencana harus dilakukan dengan baik. Karena dampak yang ditimbulkan
bencana tidaklah sederhana, maka penanganan korban bencana harus
dilakukan dengan terkoordinasi dengan baik sehingga korban yang
mengalami berbagai sakit baik fisik, sosial, dan emosional dapat ditangani
dengan baik dan manusiawi.
Perawat sebagai kaum yang telah dibekali dasar-dasar kejiwaan
kebencanaan dapat melakukan berbagai tindakan tanggap bencana.
Seharusnya modal itu dimanfaatkan oleh mahasiswa keperawatan agar
secara aktif turut melakukan tindakan tanggap bencana
Asuhan keperawatan itu sendiri terdiri dari pengkajian yang
menjadi dasar dalam merencanakan asuha keperawatan spiritual, setelah itu
di tegakkan diagnosa keperawatan untuk menentukan masalah keperawatan
spiritual yang dialami pasien, Perencanaan yang dibuat untuk di
implementasikan kepeda pasien spiritual dan evaluasi yang berdasarkan
observasi perawat terhadap pasien spiritual.

B. Saran
Berdasarkan pembahasan makalah ini, maka kami dapat
mengemukakan beberapa saran yang mungkin dapat menjadi masukan yang
bersifat positif antara lain :
1. Diharapkan agar mahasiswa (i) dapat menguasai dan menerapkan
Asuhan Keperawatan Spiritual pada Pasca Bencana ini. Terus
mengembangkan dalam tindakan nyata pada kehidupan dimasyarakat.
2. Diharapkan makalah ini dapat digunakan sebagai acuan tambahan
pembelajaran bagi ilmu keperawatan.
3. Diharapkan makalah ini dapat dijadikan referensi tambahan
diperpustakaan.
DAFTAR PUSTAKA

19
Efendi, Ferry. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Hamid, A, Y., 2000, Buku ajar Aspek Spiritual dalam Keperawatan, Widya
medika: Jakarta

Hawari, D. (2002). Dimensi Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi. Jakarta:
Gaya Baru

NANDA. (2006). Panduan Diagnosa Keperawatan North American Nursing


Diagnosis Association (NANDA): Definisi dan Klasifikasi. Editor: Budi
Sentosa. Jakarta: PrimaMedika.

20

Anda mungkin juga menyukai