Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH EPIDEMIOLOGI BENCANA DAN DAMPAKNYA DI

WILAYAH PESISIR DAN KEPULAUAN

DEFINISI, KARAKTERISTIK, DAN RUANG LINGKUP BENCANA

OLEH KELOMPOK 5:

ASMIATI ARIF J1A118197


DEVI YUANITIA RAMADHANI J1A118212
DWI AFRILIYANA J1A118213
DIAN PRATIWI J1A118218
TASYA KURNIA J1A118228
HIKMA J1A118233

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDAR1
2021
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha


Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan penulisan makalah dengan judul “Definisi,
Karakteristik, dan Ruang Lingkup Bencana”. Makalah ini dibuat untuk
menambah wawasan dan penulis dalam penanggulan bencana di
Indonesia. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya.
Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik. Oleh sebab
itu, penulis dengan rendah hati menerima saran dan kritik guna
penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah
wawasandan memberikan referensi yang bermakna bagi para pembaca.

Kendari, Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................i
KATA PENGANTAR…………………………………………………...ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………….iii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................1

1.1 Latar Belakang…………………………………………………1

1.2 Tujuan Penulisan…………………………………………….....2

1.3 Manfaat Penulisan……………………………………………...3

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................4

2.1 Definisi Bencana…................………………………………….4

2.2 Karakteristik Bencana….............................................…………4

2.3 Ruang Lingkup Bencana...............……………………………..7

2.4 Kejadian Kesehatan Darurat...................................…………...25

2.5 Aspek Kesehatan Darurat ........................…………………….26

BAB III PENUTUP..................................................................................29

3.1 Kesimpulan…………………………………………………....29

3.2 Saran…………………………………………………………..30

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………...…31

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat
kerawanan bencana alam cukup tinggi. Berdasarkan data World risk
report 2018, Indonesia menduduki urutan ke- 36 dengan indeks risiko
10,36 dari 172 negara paling rawan bencana alam di dunia. Kondisi
tersebut disebabkan oleh keberadaan Indonesia secara tektonis yang
menjadi tempat bertemunya tiga lempeng tektonik dunia (Eurasia, Indo-
Australia dan Pasifik), secara vulkanis sebagai jalur gunung api aktif
yang dikenal dengan cincin api pasifik atau Pacific ring of fire
(Hermon, 2014). Kondisi ini kemudian menjadi penyebab terjadinya
bencana gempabumi, tsunami dan gunung meletus. Selain itu, secara
hidroklimatologis Indonesia juga terdampak dengan adanya fenomena
ENSO (El-Nino Southern Oscillation) dan La Nina sehingga berimbas
pada terjadinya bencana banjir, tanah longsor, kekeringan, dan angin
puting beliung (Pengurangan & Bencana, 2019).
Salah satu dampak masalah bencana kesehatan terhadap
menurunnya kualitas hidup penduduk dapat dilihat dari berbagai
permasalahan kesehatan masyarakat yang terjadi. Bencana yang diikuti
dengan pengungsian berpotensi menimbulkan masalah kesehatan yang
sebenarnya diawali oleh masalah bidang sektor lain.
Secara geologis dan hidrologis, Indonesia merupakan wilayah
rawan bencana alam. Salah satunya adalah gempa bumi dan potensi
tsunami. Hal ini dikarenakan wilayah Indonesia berada pada pertemuan
tiga lempeng tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian
selatan, Lempeng Eurasia di bagian utara dan Lempeng Pasifik di
bagian Timur. Ketiga lempengan tersebut bergerak dan saling
bertumbukan sehingga Lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah
lempeng Eurasia dan menimbulkan gempa bumi, jalur gunung api, dan
sesar atau patahan. Penunjaman (subduction) Lempeng Indo-Australia

1
yang bergerak relatif ke utara dengan Lempeng Eurasia yang bergerak
ke selatan menimbulkan jalur gempa bumi dan rangkaian gunung api
aktif sepanjang Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara
sejajar dengan jalur penunjaman kedua lempeng tersebut (Widayatun &
Fatoni, 2013).
Indonesia merupakan negara yang secara geografis, demografis,
sosioekonomis dan politis merupakan kawasan yang rawan bencana,
dan juga perpotensi mengalami bencana alam, non alam dan sosial,
seperti bencana: gempa bumi, banjir, letusan gunung api, kebakaran,
tanah longsor, wabah penyakit, kegagalan teknologi, konflik sosial,
terorisme (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).
Kejadian bencana akan mengakibatkan timbulnya kedarurtan,
korban massal serta permasalahan kesehatan pada masyarakat, selain itu
kejadian bencana juga mengakibatkan, rusaknya fasilitas umum,
fasilitas kesehatan, terganggunya saluran komunikasi dan lain-lain yang
akan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).
Kejadian bencana sangat sulit untuk dicegah, oleh karena itu
tugas kita adalah untuk mengurangi bahkan menghindari timbulnya
korban jiwa jika terjadi bencana, untuk itu sesuai dengan kesepakatan
Senday (SFA 2015) bahwa upaya pengurangan risiko yang harus
diutamakan, dengan cara pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan. Salah
satu bentuknya adalah dengan melaksanakan pelatihan pengurangan
risiko bencana (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).
1.2 Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah dengan judul definsi
bencana dan karakteristik yaitu :
1. Apa pengertian dari definisi bencana?
2. Bagaimana karakteristik dari bencana ?
3. Bagaimana ruang lingkup dari bencana ?
4. Menjelaskan kejadian kesehatan darurat ?

2
5. Bagaimana aspek dari kesehatan darurat?
6. Apa dampak dari masalah kesehatan darurat?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah dengan judul definsi bencana dan
karakteristik yaitu :
1. Untuk mengetahui apa pengertian dari definisi bencana.
2. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik dari bencana.
3. Untuk mengetahui bagaimana ruang lingkup dari bencana.
4. Untuk mengetahui menjelaskan kejadian kesehatan darurat.
5. Untuk mengetahui bagaimana aspek dari kesehatan darurat.
6. Untuk mengetahui apa dampak dari masalah kesehatan darurat.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Bencana
Bencana adalah rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan masyarakat baik yang disebabkan oleh faktor
alam/non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan
dampak psikologis (UU No. 24, 2007). Banjir merupakan bencana besar
di dunia. Kejadian dan korban bencana banjir menempati ururan
pertama di dunia yaitu mencapat 55%. Presentase kejadian banjir di
Indonesia mencapai 38% dari seluruh kejadian bencana. Kejadian
longsor mencapai 18% dari seluruh kejadian bencana (Infromasi et al.,
2015).
Faktor utama yang dapat mengakibatkan bencana tersebut
menimbulkan korban dan kerugian besar, yaitu kurangnya pemahaman
tentang karakterisitik bahaya, sikap atau perilaku yang mengakibatkan
penurunan sumber daya alam, kurangnya informasi peringatan dini yang
mengakibatkan ketidaksiapan, dan ketidakberdayaan atau
ketidakmampuan dalam menghadapi bencana (Infromasi et al., 2015)
2.2 Karakteristik Bencana
Berikut ini merupakan karakteristik bencana-bencana alam yang rawan
terjadi di Indonesia.
1. Gempa Bumi
Menurut buku "Bersahabat dengan Bencana Alam"
publikasi Kemendikbud, gempa bumi adalah getaran yang
berasal dari perut bumi. Dalam istilah geografi, gempa bumi
juga disebut dengan "seisme." Kekuatan gempa bumi dapat
diukur menggunakan satuan Skala Richter dan alat pengukur
getaran bernama seismograf (Yunada Nancy, 2021).
Gempa bumi bisa disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari
pergeseran lempeng (gempa tektonik), aktivitas gunung berapi

4
(gempa vulkanik), aktivitas runtuhan wilayah kapur, dan
aktivitas manusia (gempa buatan) (Yunada Nancy, 2021).
Karakteristik gempa bumi antara lain:
1. Berlangsung dalam waktu yang singkat, cenderung hitungan
detik
2. Lokasi terjadi di wilayah tertentu dan dapat terasa sampai
jauh
3. Menyebabkan kondisi tanah sekitar bergetar dan dapat
merobohkan bangunan
4. Memiliki potensi terulang lagi yang disebut sebagai gempa
susulan
5. Tidak dapat diprediksi tempat dan waktunya
6. Tidak dapat dicegah, namun dampak yang diakibatkan
dapat dikurangi (Yunada Nancy, 2021).
2. Tsunami
Tsunami merupakan bencana alam berupa gelombang
tinggi yang terjadi di daerah dekat pantai atau pesisir. Kata
tsunami sendiri berasal dari bahasa Jepang yang artinya kurang
lebih pasang laut besar yang terjadi di pelabuhan. Salah satu
kejadian tsunami terburuk yang pernah terjadi di Indonesia
adalah tsunami Aceh 2004 (Yunada Nancy, 2021).
Tsunami dapat disebabkan oleh berbagai hal, termasuk
gempa bumi di laut, tanah longsor yang terjadi di kedalaman
laut, hingga letusan gunung api bawah laut (Yunada Nancy,
2021).
Karakteristik tsunami antara lain:
1. Gelombang tinggi di tengah laut mencapai 5 meter, lalu
setelah sampai di pantai tinggi gelombang mencapai 30
meter.
2. Panjang gelombang tsunami adalah 50 hingga 200
kilometer. Panjang gelombang ini ditentukan oleh kekuatan

5
gempa.
3. Periode waktu tsunami berkekuatan tinggi berdurasi sekitar
10 hingga 60 menit.
4. Cepat gelombang tsunami dipengaruhi kedalaman laut.
Kecepatan gelombang akan berkurang seiring berkurangnya
kedalaman laut (Yunada Nancy, 2021).
3. Tanah Longsor
Bencana tanah longsor terjadi akibat longsoran tanah yang
menerjang pemukiman manusia. Tanah longsor biasa terjadi di
daerah dengan lereng dan tebing yang curam. Tanah longsor
dapat mencapai kecepatan 80 meter per detik, berupa longsoran
material tanah, lahar, batu, pasir, atau salju (Yunada Nancy,
2021).
Tanah longsor diakibatkan oleh berbagai hal, mulai dari
erosi tanah, hujan lebat, beban permukaan berlebih, hingga
gempa bumi (Yunada Nancy, 2021).
Karakteristik wilayah yang akan mengalami tanah longsor
dapat ditandai dengan:
1. Munculnya retakan tanah di lereng yang sejajar dengan
tebing. Retakan-retakan ini biasanya timbul setelah hujan.
2. Muncul mata air baru secara tiba-tiba.
3. Tebing rapuh, kemudian material-material seperti batu dan
kerikil mulai berjatuhan.
4. Hilangnya genangan air saat musim hujan.
5. Pintu dan jendela rumah sulit dibuka, karena terkadi
perubahan kedudukan.
6. Bagian tanah dan batu mulai berjatuhan.
7. Pohon dan tiang listrik mengalami kemiringan.
8. Tanah tiba-tiba amblas (Yunada Nancy, 2021).
4. Gunung Meletus
Terletak di wilayah cicin api pasifik atau pasific ring of

6
fire menyebabkan Indonesia memiliki banyak gunung berapi
aktif. Hal ini menyebabkan sejumlah wilayah di Indonesia
menjadi rawan mengalami peristiwa erupsi atau gunung meletus
(Yunada Nancy, 2021).
Material berbahaya dari bencana gunung meletus bukan
hanya lahar, tetapi juga awan panas dan gas beracun.
Karakteristik gunung meletus dapat ditandai dengan:
1. Suhu di wilayah sekitar gunung naik.
2. Mata air di sekitar gunung mengering.
3. Terdengar suara gemuruh, juga disertai getaran atau gempa
halus.
4. Tumbuhan sekitar gunung menjadi layu.
5. Binatang di sekitar gung bermigrasi turun.
6. Munculnya awan panas di sekitar puncak gunung
7. Wilayah sekitar mengalami hujan abu
8. Terjadi banjir lahar dingin di sungai sekitar gunung yang
dapat menyebabkan longsor
9. Munculnya gas vulkanik beracun seperti karbon
monoksida(CO), Karbon dioksida (CO2), Hidrogen Sulfida
(H2S), Sulfur dioksida (S02), dan Nitrogen (NO2) (Yanci,
2021).
2.3 Ruang Lingkup Bencana
A. Pengenalan dan Pengkajian Ancaman Bencana

Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam


penyelenggaraan penanggulangan bencana. Sebagaimana
didefinisikan dalam UU 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, penyelenggaraan.
Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya yang
meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya
bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan

7
rehabilitasi.
Rangkaian kegiatan tersebut apabila digambarkan dalam siklus
penanggulangan bencana Pada dasarnya penyelenggaraan adalah tiga
tahapan yakni :
1. Pra bencana yang meliputi:

- situasi tidak terjadi bencana


- situasi terdapat potensi bencana
2. Saat Tanggap Darurat yang dilakukan dalam situasi terjadi
bencana
3. Pascabencana yang dilakukan dalam saat setelah terjadi bencana

Tahapan bencana yang digambarkan di atas, sebaiknya tidak


dipahami sebagai suatu pembagian tahapan yang tegas, dimana
kegiatan pada tahap tertentu akan berakhir pada saat tahapan
berikutnya dimulai. Akan tetapi harus dipahami bahwa setiap waktu
semua tahapan dilaksanakan secara bersama-sama dengan porsi
kegiatan yang berbeda. Misalnya pada tahap pemulihan, kegiatan
utamanya adalah pemulihan tetapi kegiatan pencegahan dan mitigasi
juga sudah dimulai untuk mengantisipasi bencana yang akan datang.
Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, agar setiap
kegiatan dalam setiap tahapan dapat berjalan dengan terarah, maka
disusun suatu rencana yang spesifik pada setiap tahapan
penyelenggaraan penanggulangan bencana.
1. Pada tahap Prabencana dalam situasi tidak terjadi bencana, dilakukan
penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster
Management Plan), yang merupakan rencana umum dan menyeluruh
yang meliputi seluruh tahapan / bidang kerja kebencanaan. Secara
khusus untuk upaya pencegahan dan mitigasi bencana tertentu
terdapat rencana yang disebut rencana mitigasi misalnya Rencana
Mitigasi Bencana Banjir DKI Jakarta.

8
2. Pada tahap Prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana
dilakukan penyusunan Rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi
keadaan darurat yang didasarkan atas skenario menghadapi bencana
tertentu (single hazard) maka disusun satu rencana yang disebut
Rencana Kontinjensi (Contingency Plan).
3. Pada Saat Tangap Darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational
Plan) yang merupakan operasionalisasi/aktivasi dari Rencana
Kedaruratan atau Rencana Kontinjensi yang telah disusun
sebelumnya.
4. Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan
(Recovery Plan) yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi
yang dilakukan pada pasca bencana. Sedangkan jika bencana belum
terjadi, maka untuk mengantisipasi kejadian bencana dimasa
mendatang dilakukan penyusunan petunjuk /pedoman mekanisme
penanggulangan pasca bencana.

Perencanaan penanggulangan bencana disusun berdasarkan hasil


analisis risiko bencana dan upaya penanggulangannya yang
dijabarkan dalam program kegiatan penanggulangan bencana dan
rincian anggarannya. Perencanaan penanggulangan bencana
merupakan bagian dari perencanaan pembangunan. Setiap rencana
yang dihasilkan dalam perencanaan ini merupakan program/kegiatan
yang terkait dengan pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan yang
dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP),
Jangka Menengah (RPJM) maupun Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) tahunan.
Rencana penanggulangan bencana ditetapkan oleh Pemerintah
dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan untuk jangka
waktu 5 (lima) tahun. Penyusunan rencana penanggulangan bencana
dikoordinasikan oleh:
1. BNPB untuk tingkat nasional;

9
2. BPBD provinsi untuk tingkat provinsi; dan
3. BPBD kabupaten/kota untuk tingkat kabupaten/kota.

Rencana penanggulangan bencana ditinjau secara berkala setiap


2 (dua) tahun atau sewaktu-waktu apabila terjadi bencana.
B. Pemahaman tentang Kerentanan Masyarakat

Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan


negara dengan potensi bahaya (hazard potency) yang sangat tinggi
dan beragam baik berupa bencana alam, bencana ulah manusia
ataupun kedaruratan komplek. Beberapa potensi tersebut antara lain
adalah gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, tanah
longsor, kekeringan, kebakaran lahan dan hutan, kebakaran
perkotaan dan permukiman, angin badai, wabah penyakit, kegagalan
teknologi dan konflik sosial. Potensi bencana yang ada di Indonesia
dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi
bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral
hazard). Potensi bahaya utama (main hazard potency) ini dapat
dilihat antara lain pada peta rawan bencana gempa di Indonesia yang
menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona
gempa yang rawan, peta kerentanan bencana tanah longsor, peta
daerah bahaya bencana letusan gunung api, peta potensi bencana
tsunami, peta potensi bencana banjir, dan lain-lain. Pada sub bab ini
agar disebutkan jenis-jenis ancaman bahaya yang terdapat di wilayah
/ daerah yang diperoleh dari data kejadian bencana di daerah yang
bersangkutan.
1. Gempa Bumi

Bencana yang dapat timbul oleh gempa bumi ialah berupa


kerusakan atau kehancuran bangunan (rumah, sekolah, rumah sakit
dan bangunan umum lain), dan konstruksi prasarana fisik (jalan,
jembatan, bendungan, pelabuhan laut/udara, jaringan listrik dan

10
telekomunikasi, dli), serta bencana sekunder yaitu kebakaran dan
korban akibat timbulnya kepanikan. Pada sub bab ini
disebutkan/diterangkan sejarah kejadian gempa bumi yang pernah
terjadi di daerah ini dan lokasi-lokasi patahan/sesar yang ada.
2. Tsunami

Tsunami adalah gelombang pasang yang timbul akibat terjadinya


gempa bumi di laut, letusan gunung api bawah laut atau longsoran di
laut. Namun tidak semua fenomena tersebut dapatmemicu terjadinya
tsunami. Syarat utama timbulnya tsunami adalah adanya deformasi
(perubahan bentuk yang berupa pengangkatan atau penurunan blok
batuan yang terjadi secara tiba-tiba dalam skala yang luas) di bawah
laut.. Terdapat empat faktor pada gempa bumi yang dapat
menimbulkan tsunami, yaitu:
a. Pusat gempa bumi terjadi di Iaut,
b. Gempa bumi memiliki magnitude besar,
c. Kedalaman gempa bumi dangkal, dan
d. Terjadi deformasi vertikal pada lantai dasar laut.

Gelombang tsunami bergerak sangat cepat, mencapai 600-800


km per jam, dengan tinggi gelombang dapat mencapai 20 m. Pada
sub bab ini agar disebutkan/diterangkan sejarah kejadian tsunami
yang pernah terjadi di daerah ini, dan lokasi-lokasi pantai yang
rawan tsunami.
3. Letusan Gunung Api

Pada letusan gunung api, bencana dapat ditimbulkan oleh jatuhan


material letusan, awan panas, aliran lava, gas beracun, abu gunung
api, dan bencana sekunder berupa aliran Iahar. Luas daerah rawan
bencana gunung api di seluruh Indonesia sekitar 17.000 km2 dengan
jumlah penduduk yang bermukim di kawasan rawan bencana gunung
api sebanyak kurang lebih 5,5 juta jiwa. Berdasarkan data frekwensi

11
letusan gunung api, diperkirakan tiap tahun terdapat sekitar 585.000
orang terancam bencana letusan gunung api. Pada sub bab ini agar
diidentifikasi gunung-gunung api yang masih aktif dan berpotensi
menimbulkan letusan yang berada di daerah yang bersangkutan
ditunjukkan dengan peta lokasi.
4. Banjir

Indonesia daerah rawan bencana, baik karena alam maupun ulah


manusia. Hampir semua jenis bencana terjadi di Indonesia, yang
paling dominan adalah banjir tanah longsor dan kekeringan. Banjir
sebagai fenomena alam terkait dengan ulah manusia terjadi sebagai
akibat akumulasi beberapa faktor yaitu : hujan, kondisi sungai,
kondisi daerah hulu, kondisi daerah budidaya dan pasang surut air
laut. Potensi terjadinya ancaman bencana banjir dan tanah longsor
saat Ini disebabkan keadaan badan sungai rusak, kerusakan daerah
tangkapan air, pelanggaran tata-ruang wilayah, pelanggaran hukum
meningkat, perencanaan pembangunan kurang terpadu, dan disiplin
masyarakat yang rendah. Pada sub bab ini perlu disebutkan lokasi-
lokasi yang rawan banjir di daerah yang bersangkutan.
5. Tanah Longsor

Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau


batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng
akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun
lereng tersebut. Pemicu dari terjadinya gerakan tanah ini adalah
curah hujan yang tinggi serta kelerengan tebing. Bencana tanah
longsor sering terjadi di Indonesia yang mengakibatkan kerugian
jiwa dan harta benda. Untuk itu perlu ditingkatkan kesiapsiagaan
dalam menghadapi jenis bencana ini. Dalam bab ini ditampilkan
daerah-daerah yang rawan terhadap bencana tanah longsor yang
ditampilkan dalam bentuk peta, serta jika data memungkinan
ditampilkan juga statistik kejadian dan kerusakan yang pernah

12
dialami.
6. Kebakaran

Potensi bahaya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia cukup


besar. Hampir setiap musim kemarau Indonesia menghadapi bahaya
kebakaran lahan dan hutan dimana berdapak sangat luas tidak hanya
kehilangan keaneka ragaman hayati tetapi juga timbulnya ganguan
asap di wilayah sekitar yang sering kali mengganggu negara-negara
tetangga. Kebakaran hutan dan lahan dari tahun ke tahun selalu
terjadi. Hal tersebut memang berkaitan dengan banyak hal. Dari
ladang berpindah sampai penggunaan HPH yang kurang
bertanggungjawab, yaitu penggarapan lahan dengan cara
pembakaran. Hal lain yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan
adalah kondisi tanah di daerah banyak yang mengandung gambut.
Tanah semacam ini pada waktu dan kondisi tertentu kadang-kadang
terbakar dengan sendirinya. Pada sub bab ini perlu disebutkan lokasi-
lokasi yang rawan kebakaran di daerah yang bersangkutan.
7. Kekeringan

Bahaya kekeringan dialami berbagai wilayah di Indonesia


hampir setiap musim kemarau. Hal ini erat terkait dengan
menurunnya fungsi lahan dalam menyimpan air. Penurunan fungsi
tersebut ditengarai akibat rusaknya ekosistem akibat pemanfaatan
lahan yang berlebihan. Dampak dari kekeringan ini adalah gagal
panen, kekurangan bahan makanan hingga dampak yang terburuk
adalah banyaknya gejala kurang gizi bahkan kematian. Pada bab ini
disajikan identifikasi daerah-daerah yang rawan kekeringan serta
ditampilkan dalam bentuk peta.
8. Epidemi dan Wabah Penyakit

Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular


dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata

13
melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah
tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.
Epidemi baik yang mengancam manusia maupun hewan ternak
berdampak serius berupa kematian serta terganggunya roda
perekonomian. Beberapa indikasi/gejala awal kemungkinan
terjadinya epidemi seperti avian influenza/Flu burung, antrax serta
beberapa penyakit hewan ternak lainnya yang telah membunuh
ratusan ribu ternak yang mengakibatkan kerugian besar bagi petani.
Pada bab ini disajikan identifikasi daerah-daerah yang rawan
terhadap wabah penyakit manusia/hewan yang berpotensi
menimbulkan bencana.
9. Kebakaran Gedung dan Pemukiman

Kebakaran gedung dan permukiman penduduk sangat marak


pada musim kemarau. Hal ini terkait dengan kecerobohan manusia
diantaranya pembangunan gedung/rumah yang tidak mengikuti
standard keamanan bangunan serta perilaku manusia. Hubungan arus
pendek listrik, meledaknya kompor serta kobaran api akibat
lilin/lentera untuk penerangan merupakan sebab umum kejadian
kebakaran permukiman/gedung. Dalam bab ini ditampilkan daerah-
daerah yang rawan terhadap bencana kebakaran ini serta jika data
memungkinan ditampilkan juga statistik kejadian dan kerusakan
yang pernah dialami.
10. Kegagalan Teknologi

Kegagalan teknologi merupakan kejadian yang diakibatkan oleh


kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia
dalam menggunakan teknologi dan atau industri. Dampak yang
ditimbulkan dapat berupa kebakaran, pencemaran bahan kimia,
bahan radioaktif/nuklir, kecelakaan industri, kecelakaan transportasi
yang menyebabkan kerugian jiwa dan harta benda. Dalam bab ini
ditampilkan daerah-daerah yang rawan terhadap bencana kegagalan

14
teknologi ini serta jika data memungkinan ditampilkan juga statistik
kejadian dan kerusakan yang pernah dialami.
Kerentanan (vulnerability) adalah keadaan atau sifat/perilaku
manusia atau masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan
menghadapi bahaya atau ancaman. Kerentanan ini dapat berupa:
1. Kerentanan Fisik

Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa


daya tahan menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan
bangunan rumah bagi masyarakat yang berada di daerah rawan
gempa, adanya tanggul pengaman banjir bagi masyarakat yang
tinggal di bantaran sungai dan sebagainya.
2. Kerentanan Ekonomi

Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat


menentukan tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Pada
umumnya masyarakat atau daerah yang miskin atau kurang mampu
lebih rentan terhadap bahaya, karena tidak mempunyai kemampuan
finansial yang memadai untuk melakukan upaya pencegahan atau
mitigasi bencana.
3. Kerentanan Sosial

Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat


kerentanan terhadap ancaman bahaya. Dari segi pendidikan,
kekurangan pengetahuan tentang risiko bahaya dan bencana akan
mempertinggi tingkat kerentanan, demikian pula tingkat kesehatan
masyarakat yang rendah juga mengakibatkan rentanmenghadapi
bahaya.
4. Kerentanan Lingkungan

Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi


kerentanan. Masyarakat yang tinggal di daerah yang kering dan sulit
air akan selalu terancam bahaya kekeringan. Penduduk yang tinggal

15
di lereng bukit atau pegunungan rentan terhadap ancaman bencana
tanah longsor dan sebagainya.
C. Analisis Kemungkinan Dampak Bencana

Pertemuan dari faktor-faktor ancaman bencana/bahaya dan


kerentanan masyarakat, akan dapat memposisikan masyarakat dan
daerah yang bersangkutan pada tingkatan risiko yang berbeda.
Hubungan antara ancaman bahaya, kerentanan dan kemampuan
dapat dituliskan dengan persamaan berikut:
Risiko = f (Bahaya x Kerentanan/Kemampuan)
Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin
tinggi risiko daerah tersebut terkena bencana. Demikian pula
semakin tinggi tingkat kerentanan masayarakat atau penduduk, maka
semakin tinggi pula tingkat risikonya. Tetapi sebaliknya, semakin
tinggi tingkat kemampuan masyarakat, maka semakin kecil risiko
yang dihadapinya. Dengan menggunakan perhitungan analisis risiko
dapat ditentukan tingkat besaran risiko yang dihadapi oleh daerah
yang bersangkutan.
Sebagai langkah sederhana untuk pengkajian risiko adalah
pengenalan bahaya/ancaman di daerah yang bersangkutan. Semua
bahaya/ancaman tersebut diinventarisasi, kemudian di perkirakan
kemungkinan terjadinya (probabilitasnya) dengan rincian :
• 5 Pasti (hampir dipastikan 80 - 99%).
• 4 Kemungkinan besar (60 – 80% terjadi tahun depan, atau
sekali dalam 10 tahun mendatang)
• 3 Kemungkinan terjadi (40-60% terjadi tahun depan, atau
sekali dalam 100 tahun)
• 2 Kemungkinan Kecil (20 – 40% dalam 100 tahun)
• 1 Kemungkian sangat kecil (hingga 20%).
Jika probabilitas di atas dilengkapi dengan perkiraan dampaknya
apabila bencana itu memang terjadi dengan pertimbangan faktor

16
dampak antara lain:
1. Jumlah korban;
2. Kerugian harta benda;
3. Kerusakan prasarana dan sarana;
4. Cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan
5. Dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.
D. Pilihan Tindakan Pengurangan Risiko Bencana

Pilihan tindakan yang dimaksud di sini adalah berbagai upaya


penanggulangan yang akan dilakukan berdasarkan perkiraan
ancaman bahaya yang akan terjadi dan kemungkinan dampak yang
ditimbulkan. Secara lebih rinci pilihan tindakan tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Pencegahan dan Mitigasi

Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang


dilakukan, bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta
mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Tindakan
mitigasi dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua)
bagian, yaitu mitigasi pasif dan mitigasi aktif. Tindakan pencegahan
yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain adalah:
a. Penyusunan peraturan perundang-undangan
b. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
c. Pembuatan pedoman/standar/prosedur
d. Pembuatan brosur/leaflet/poster
e. Penelitian / pengkajian karakteristik bencana
f. Pengkajian / analisis risiko bencana
g. Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
h. Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
i. Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
j. Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan

17
Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam
mitigasi aktif antara lain:
a. Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya,
larangan memasuki daerah rawan bencana dsb.
b. Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang
penataan ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan
lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana.
c. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
d. Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah
yang lebih aman.
e. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.
Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur
evakuasi jika terjadi bencana.
f. Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah,
mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh
bencana, seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan
tahan gempa dan sejenisnya.

Adakalanya kegiatan mitigasi ini digolongkan menjadi


mitigasi yang bersifat non-struktural (berupa peraturan,
penyuluhan, pendidikan) dan yang bersifat struktural (berupa
bangunan dan prasarana).
2. Kesiapsiagaan

Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan


terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian
harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya
kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan
terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain:
a. Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur
pendukungnya.

18
b. Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor
Penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan
pekerjaan umum).
c. Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan
d. Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.
e. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan
terpadu guna mendukung tugas kebencanaan.
f. Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini
(early warning)
g. Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan)
h. Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana
peralatan)
3. Tanggap Darurat

Tahap Tanggap Darurat merupakan tahap penindakan atau


pengerahan pertolongan untuk membantu masyarakat yang tertimpa
bencana, guna menghindari bertambahnya korban jiwa.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat
meliputi:
a. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi; kerusakan,
kerugian, dan sumber daya;
b. Penentuan status keadaan darurat bencana;
c. penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
d. pemenuhan kebutuhan dasar;
e. perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
f. pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
4. Pemulihan

Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi.


Upaya yang dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah untuk
mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba
tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan

19
dan penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali. Kegiatan-
kegiatan yang dilakukan meliputi:
a. Perbaikan lingkungan daerah bencana;
b. Perbaikan prasarana dan sarana umum;
c. Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
d. Pemulihan sosial psikologis;
e. Pelayanan kesehatan;
f. Rekonsiliasi dan resolusi konflik;
g. Pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;
h. Pemulihan keamanan dan ketertiban;
i. Pemulihan fungsi pemerintahan; dan
j. Pemulihan fungsi pelayanan publik

Sedangkan tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk


membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat
bencana secara lebih baik dan sempurna. Oleh sebab itu
pembangunannya harus dilakukan melalui suatu perencanaan yang
didahului oleh pengkajian dari berbagai ahli dan sektor terkait.
a. Pembangunan kembali prasarana dan sarana;
b. Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
c. Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat
d. Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan
yang lebih baik dan tahan bencana;
e. Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi
kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat;
f. Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
g. Peningkatan fungsi pelayanan publik; atau
h. Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
E. Penentuan Mekanisme Kesiapan dan Penanggulangan Dampak
Bencana Pada tahap pra bencana ini meliputi dua keadaan yaitu :
1. Pra-Bencana

20
a. Situasi Tidak Terjadi Bencana

Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi suatu wilayah


yang berdasarkan analisis kerawanan bencana pada periode waktu
tertentu tidak menghadapi ancaman bencana yang nyata.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi
bencana meliputi :
1) Perencanaan penanggulangan bencana;
2) Pengurangan risiko bencana;
3) Pencegahan;
4) Pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
5) Persyaratan analisis risiko bencana;
6) Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
7) Pendidikan dan pelatihan; dan
8) Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
b. Situasi Terdapat Potensi Bencana

Pada situasi ini perlu adanya kegiatan-kegiatan kesiap siagaan,


peringatan dini dan mitigasi bencana dalam penanggulangan
bencana.
1) Kesiapsiagaan
2) Peringatan Dini
3) Mitigasi Bencana

Kegiatan-kegiatan pra-bencana ini dilakukan secara lintas sector


dan multi stakeholder,oleh karena itu fungsi BNPB/BPBD adalah
fungsi koordinasi.
2. Saat Tanggap Darurat

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap


darurat meliputi:
a. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan,
dan sumber daya;

21
b. Penentuan status keadaan darurat bencana;
c. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
d. Pemenuhan kebutuhan dasar;
e. Perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
f. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
3. Pasca Bencana

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca


bencana meliputi:
a. Rehabilitasi
b. Rekonstruksi.
F. Alokasi Tugas, Kewenangan, dan Sumber Daya yang Tersedia.
1. Peran dan Fungsi Instansi Pemerintahan Terkait

Dalam melaksanakan penanggulangan becana di daerah akan


memerlukan koordinasi dengan sektor. Secara garis besar dapat
diuraikan peran lintas sektor sebagai berikut :
a. Sektor Pemerintahan, mengendalikan kegiatan pembinaan
pembangunan daerah
b. Sektor Kesehatan, merencanakan pelayanan kesehatan dan
medik termasuk obat-obatan dan para medis
c. Sektor Sosial, merencanakan kebutuhan pangan, sandang, dan
kebutuhan dasar lainnya untuk para pengungsi
d. Sektor Pekerjaan Umum, merencanakan tata ruang daerah,
penyiapan lokasi dan jalur evakuasi, dan kebutuhan pemulihan
sarana dan prasarana.
e. Sektor Perhubungan, melakukan deteksi dini dan informasi
cuaca/meteorologi dan merencanakan kebutuhan transportasi
dan komunikasi
f. Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral, merencanakan dan
mengendalikan upaya mitigatif di bidang bencana geologi dan

22
bencana akibat ulah manusia yang terkait dengan bencana
geologi sebelumnya
g. Sektor Tenaga Kerja dan Transmigrasi, merencanakan
pengerahan dan pemindahan korban bencana ke daerah yang
aman bencana.
h. Sektor Keuangan, penyiapan anggaran biaya kegiatan
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa pra
bencana
i. Sektor Kehutanan, merencanakan dan mengendalikan upaya
mitigatif khususnya kebakaran hutan/lahan
j. Sektor Lingkungan Hidup, merencanakan dan mengendalikan
upaya yang bersifat preventif, advokasi, dan deteksi dini dalam
pencegahan bencana.
k. Sektor Kelautan merencanakan dan mengendalikan upaya
mitigatif di bidang bencana tsunami dan abrasi pantai.
l. Sektor Lembaga Penelitian dan Peendidikan Tinggi, melakukan
kajian dan penelitian sebagai bahan untuk merencanakan
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa pra
bencana, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi.
m. TNI/POLRI membantu dalam kegiatan SAR, dan pengamanan
saat darurat termasuk mengamankan lokasi yang ditinggalkan
karena penghuninya mengungsi.
2. Peran dan Potensi Masyarakat
a. Masyarakat
Masyarakat sebagai pelaku awal penanggulangan bencana
sekaligus korban bencana harus mampu dalam batasan tertentu
menangani bencana sehingga diharapkan bencana tidak
berkembang ke skala yang lebih besar.
b. Swasta
Peran swasta belum secara optimal diberdayakan. Peran
swasta cukup menonjol pada saat kejadian bencana yaitu saat

23
pemberian bantuan darurat. Partisipasi yang lebih luas dari sektor
swasta ini akan sangat berguna bagi peningkatan ketahanan
nasional dalam menghadapi bencana.
c. Lembaga Non-Pemerintah
Lembaga-lembaga Non Pemerintah pada dasarnya memiliki
fleksibilitas dan kemampuan yang memadai dalam upaya
penanggulangan bencana. Dengan koordinasi yang baik lembaga
Non Pemerintah ini akan dapat memberikan kontribusi dalam
upaya penanggulangan bencana mulai dari tahap sebelum, pada
saat dan pasca bencana.
d. Perguruan Tinggi / Lembaga Penelitian
Penanggulangan bencana dapat efektif dan efisien jika
dilakukan berdasarkan penerapan ilmupengetahuan dan teknologi
yang tepat. Untuk itu diperlukan kontribusi pemikiran dari para
ahli dari lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian.
e. Media
Media memiliki kemampuan besar untuk membentuk opini
publik. Untuk itu peran media sangat penting dalam hal
membangun ketahanan masyarakat menghadapi bencana melalui
kecepatan dan ketepatan dalam memberikan informasi
kebencanaan berupa peringatan dini, kejadian bencana serta
upaya penanggulangannya, serta pendidikan kebencanaan kepada
masyarakat.
f. Lembaga Internasional
Pada dasarnya Pemerintah dapat menerima bantuan dari
lembaga internasional, baik pada saat pra bencana, saat tanggap
darurta maupun pasca bencana. Namun demikian harus mengikuti
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pendanaan

Sebagian besar pembiayaan untuk kegiatan-kegiatan

24
Penanggulangan bencana terintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan
pemerintahan dan pembangunan yang dibiayai dari anggaran
pendapatan dan belanja nasional, propinsi atau kabupaten/kota.
Kegiatan sektoral dibiayai dari anggaran masing-masing sektor yang
bersangkutan. Kegiatan-kegiatan khusus seperti pelatihan, kesiapan,
penyediaan peralatan khusus dibiayai dari pos-pos khusus dari
anggaran pendapatan dan belanja nasional, propinsi atau
kabupaten/kota.
Pemerintah dapat menganggarkan dana kontinjensi untuk
mengantisipasi diperlukannya dana tambahan untuk menanggulangi
kedaruratan. Besarnya dan tatacara akses serta penggunaannya diatur
bersama dengan DPR yang bersangkutan.Bantuan dari masyarakat
dan sektor non-pemerintah, termasuk badan-badan PBB dan
masyarakat internasional, dikelola secara transparan oleh unit-unit
koordinasi.

2.4 Kejadian Kesehatan Darurat


Kejadian Kesehatan Darurat Terjadinya suatu krisis atau
kedaruratan dapat dilihat dari 3 sudut :
1. Krisis terjadi sebagai perubahan mendadak dari suatu keadaan yang
selama ini berlangsung normal dimana suatu keadaan normal
mendadak berubah terburuk. Misalnya, krisis moneter yang
menyebabkan nilai rupiah yang berada dalam keadaan stabil tiba-
tiba nilai tukarnya menurun drastis. Kesehatan masyarakat juga
dapat mengalami krisis dimana keadaan masyarakat yang sehat
tiba-tiba dengan suatu gempa bumi misalnya, mendadak menjadi
porak poranda.
2. Krisis bisa merupakan perubahan terbalik dari segala upaya
peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang sedang dibangun.
Pembangunan kesehatan masyarakat diarahkan untuk meningkat

25
derajat kesehatan hingga sampai ke tingkat sejahtera. Namun krisis
bisa dengan serta-merta membalikkan keinginan itu.
3. Krisis bisa terbentuk sebagai akibat dari perubahan lingkungan
yang mengubah keseimbangan alamiah yang ada. Terjadi gangguan
health equilibrium akibat perubahan lingkungan yang merugikan
yang berasal dari pihak host, agent atau keduanya.
Kejadian gangguan kesehatan, termasuk penyakit dan kematian,
berhubungan dengan adanya faktor risiko berupa faktor keterpaparan
yang memungkinkan menjadi sebab terjadinya suatu penyakit. Dalam
keadaan ini suatu gangguan kesehatan masih berlangsung dalam batas
sebagai masalah kesehatan masyarakat yang biasa. Untuk menciptakan
sua kedaruratan maka health risk itu harus mengalami peningkatan
deraie keterpaparan yang mencapai suatu keadaan Critical Risk.
2.5 Aspek Kesehatan Darurat
Aspek yang terkait dengan kesehatan darurat berbagai aspek
kesehatan masyarakat yang dapat terkait dengan hal-hal yang menjadi
bagian Epidemiologi Kesehatan Darurat adalah :
1. Survailan (active morbidity/mortility survailance)
Walaupun kejadian epidemiologi atau kesehatan darurat
lainnya datang mendadak, namun persiapan dan penulusuran data
sudah harus dipersiapkan dan diadakan lebih awal dan berencana.
Pencatatan dan pelaporan (recording and reporting) mengenai hal-
hal yang berhubungan dengan kejadian kesehatan darurat sudah
harus dilakukan. Bahkan, diperlukan suatu pendataan cepat
(sebelum suatu tindakan cepat) dalam bentuk rapid assessment
misalnya rapid assessment of vector borne after flood. Lebih lanjut,
survailan diperlukan untuk menjelaskan health status selama
kejadian berlangsung dan untuk mendapatkan penyakit outbreak
yang menyebabkan kematian (misalnya dengan menghitung Case
Fatal- ity Rate).
Dalam melakukan survailan aktif, maka penyakit-penyakit

26
yang perlu mendapat perhatian hendaknya memenuhi kriteria:
a. Mempunyai kepentingan kesehatan masyarakat yang besar
b. Mempunyai Endemisitas lokal atau keterkaitan dengan fokus
ektenal di daerah atau negara lain. Misalnya, meningitis untuk
jemaah haji
c. Memberikan risiko terjadinya penyakit baru (misalnya Ebola
haemorrhagic fever)yang mempunyai potensi penularan lokal
yang tidak diketahui.
d. Immunitas yang rendah pada kelompok manusia dan binatang
e. Terdapat populasi besar vektor dan reservoir yang potensial.
f. Ekologi yang tidak umum (irigasi, deforestation), iklim
(kering, banjir) dan migrasi yang mendukung penularan.
2. Riwayat Perjalanan Musibah (Natural history of disaster)
Perjalanan kejadian dan keberadaan musibah tidaklah
singkat tetapi mempunyai proses tersendiri. Keadaan sebelum
kejadian nampak memang bersifat laten, kemudian meledak, lalu
menghilang. Berdasarkan pada waktu kejadian (event), riwayat
perjalanan masalah kesehatan darurat dapat dibagi atas tiga tatanan
utama:- pre-event, event dan post-even. Dengan demikian,
perhatian kepada masalah kesehatan darurat tidak sa pada waktu
kejadian, tetapi juga sebelum: dan sesudah kejadian.
3. Upaya Preventif
Sebagai bagian dari upaya Kesehatan Masyarakat, prinsip
pencegahan juga dipegang sebagai filsafat dasar dari Epidemiologi.
Oleh karena itu, upaya pencegahan (prevention). Epidemiologi
mengemukakan / mengedepankan masa pre-event.
4. Relief effort (rehabilitasi)
Masa post-event bukanlah masa dimana usai sudah masalah
kor kejadiannya sudah berlalu. Tidak dapat disangkal bahwa
masalah musibah justru lebih merebak setelah kejadian itu sendiri.
Berbagai wabah penvak dapat meledak setelah suatu bencana.

27
Selain menghadapi masalah penyakit, post-event juga dibebani
dengan berbagai masalah bukan penyakit lainnya seperti masalah
sosial,ekonomi, politik dan psikologi. Masalah-masalah itu
misalnya adalah pengungsian (refugees), kerusuhan, kemiskinan,
gangguan kejiwaan (kecemasan dan kengerian).
5. Perencanaan (health disaster planning)
Mengingat besar dan luasnya masalah kesehatan darurat
maka tidak dapat disangkal diperlukannya suatu perencanaan,
manajemen dan organisasi yang mantap. Diperlukan pemikiran-
pemikiran dan tindakan komprehensif dalam menanggulangi
berbagai bentuk musibah. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
suatu plan of action:
a. Definisi initial case
b. Hipotesis dari keadaan dan kecenderungan epidemik
c. Tujuan dari investigasi
d. Bentuk investigasi dan strategi pengendalian
Penentuan tanggung jawab personal dari tim dan
penjadwalan penugasan. Mobilisasi internal dan external resources
Pengaturan dukungan rumah sakit dan laboratorium .
6. Penelitian khusus
Secara umum suatu wabah memerlukan investigasi untuk
mengetahui penyebab wabah itu. Dalam suatu keadaan kesehatan
darurat suatu penelitian cepat misalnya rapid health needs
assessment diperlukan untuk mengetahui kebutuhan mendesak para
korban bencana.

28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bencana adalah rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan masyarakat baik yang disebabkan oleh faktor
alam/non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan
dampakpsikologis .
Berikut ini merupakan karakteristik bencana-bencana alam yang
rawan terjadi di Indonesia. Menurut buku «Bersahabat dengan Bencana
Alam» publikasi Kemendikbud, gempa bumi adalah getaran yang
berasal dari perut bumi.
Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya
bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan
rehabilitasi.
Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang
dilakukan, bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta
mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Pembuatan peta
rawan bencana dan pemetaan masalah.
Masyarakat sebagai pelaku awal penanggulangan bencana
sekaligus korban bencana harus mampu dalam batasan tertentu
menangani bencana sehingga diharapkan bencana tidak berkembang ke
skala yang lebih besar. Partisipasi yang lebih luas dari sektor swasta ini
akan sangat berguna bagi peningkatan ketahanan nasional dalam
menghadapi bencana. Lembaga-lembaga Non Pemerintah pada dasarnya
memiliki fleksibilitas dan kemampuan yang memadai dalam upaya
penanggulangan bencana. Dengan koordinasi yang baik lembaga Non
Pemerintah ini akan dapat memberikan kontribusi dalam upaya

29
penanggulangan bencana mulai dari tahap sebelum, pada saat dan pasca
bencana.
3.2 Saran
Kami selaku tim penyusun makalah ini, menyadari bahwa banyak
sekali kekurangan maupun kesalahan dan sangat jauh dari kata
sempurna. Tentunya tim penyusun akan terus memperbaiki makalah
dengan mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan
nantinya.
Oleh karena itu, tim penyusun sangat mengharapkan kritik dan
saran tentang pembahasan makalah ini.

30
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Modul Peningkatan
Kapasitas Petugas Kesehatan dalam Pengurangan Risiko Bencana
Internasional (International Training Consortium on Disaster Risk
Reduction). Modul Peningkatan Kapasitas Petugas Kesehatan Dalam
Pengurangan Risiko Bencana Internasional Dalam Pengurangan Risiko
Bencana Internasional, 227–248. https://www.who.int/docs/default-
source/searo/indonesia/non-who-publications/2015-training-on-disasater-
risk-reduction--bahasa.pdf?sfvrsn=c9bba3c1_2
Pengurangan, D., & Bencana, R. (2019). Penguatan Kesiapsiagaan Stakeholder.
Dalam Pengurangan Risiko Bencana Gempabumi.
Widayatun, & Fatoni, Z. (2013). Permasalahan Kesehatan dalam Kondisi
Bencana:Peran Petugas Kesehatan dan Partisipasi Masyarakat (Health
Problems in a Disaster Situation : the Role of Health Personnels and
Community Participation). Jurnal Kependudukan Indonesia, 8(1), 37–52.
Infromasi, M., Ilmu, P., Kegeografian, P., Pengetahuan, P., Sikap, D. A. N.,
Resiko, T., Banjir, B., Banjir, B., Kelurahan, D. I., Kidul, P., & Semarang, K.
(2015). Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Tentang Resiko Bencana Banjir
Terhadap Kesiapsiagaan Remaja Usia 15 18 Tahun Dalam Menghadapi
Bencana Banjir Di Kelurahan Pedurungan Kidul Kota Semarang. Jurnal
Geografi : Media Informasi Pengembangan Dan Profesi Kegeografian,
12(2), 214–221. https://doi.org/10.15294/jg.v12i2.8036
Yanci, Y. (2021). Apa Saja Jenis dan Karakteristik Bencana Alam. Tirto.Id.
https://tirto.id/apa-saja-jenis-dan-karakteristik-bencana-alam-gaqm
BAKORNAS PB. (2007). Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya
Mitigasinya di Indonesia. Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan
Bencana, Jakarta.
Boer, R., Faqih, A., Ardiansyah, M., Kolopaking, L., Rakhman, A., Nurbaeti, B., .
. . Anria, A. (2013). Rencana Aksi Mitigasi Dan Adaptasi Perubahan Iklim
Dalam Kerangka Pengelolaan Sumberdaya Air Di Das Citarum Di

31
Kabupaten Bandung Barat
IPCC. (2001). Climate change 2001: impacts, adaptation, and vulnerability:
contribution of Working Group II to the third assessment report of the
Intergovernmental Panel on Climate Change: Cambridge University Press.
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://123dok.com/d
ocument/z1e894dy-pokok-bahasan-bencana-ruang-lingkup-manajemen-
bencana.html
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://repository.dinu
s.ac.id/docs/ajar/Modul_Manajemen_Bencana_lengkap.pdf.
http://p2mb.geografi.upi.edu/Tentang_Bencana.html

32

Anda mungkin juga menyukai