Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH TENTANG

KONSEPSI DAN KARAKTERISTIK BENCANA

Disusun Oleh :
Elke Febriani (18410001)
Galuh Nanda (18410004)
Dini Faujiah (18410093P)
Novia Lestari (18410095P)
Rizkya Kurnia (18410096P)

SARJANA TERAPAN KEBUDANAN


JAKARTA TIMUR
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbagai bencana yang telah terjadi di Indonesia memberikan banyak pembelajaran bagi
masyarakat Indonesia dan dunia bahwa banyaknya korban jiwa dan harta benda dalam
musibah tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan dan ketidaksiapan masyarakat dalam
mengantisipasi bencana. Di samping itu, kejadian-kejadian bencana tersebut pun semakin
menyadarkan banyak pihak tentang pentingnya perencanaan dan pengaturan dalam
penanggulangan bencana.
Pengalaman terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami di Aceh dan Nias (Sumatera
Utara) tahun 2004 telah membuka wawasan pengetahuan di Indonesia dan bahkan di dunia.
Kejadian tersebut mengubah paradigma manajemen penanggulangan bencana dari yang
bersifat tanggap darurat menjadi paradigma pencegahan dan penguranganrisiko bencana
(PRB). Penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia dilakukan pada berbagai
tahapan kegiatan, yang berpedoman pada kebijakan pemerintah yaitu Undang-Undang No.24
tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Pemerintah terkait lainnya yang
telah memasukkan Pengurangan Risiko Bencana.
Pentingnya pemahaman mengenai dasar-dasar penanggulangan bencana akan menjadi
landasan atau dasar dalam mengembangkan pengurangan risiko bencana dalam
penanggulangan bencana.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui kondisi bencana Indonesia
2. Untuk mengetahui karakteristik bencana di Indonesia
3. Untuk mengetahui manajemen penanggulangan bencana
4. Untuk mengetahui UU No.24 Tahun 2007
5. Untuk mengetahui manajemen bencana bidan kesehatan
6. Untuk mengetahui desipena dalam bencana
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Kondisi bencana Indonesia
Bencana dapat disebabkan oleh kejadian alam (natural disaster) maupun oleh ulah
manusia (man-made disaster). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan bencana antara lain :
Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah manusia (man-made hazards) yang
menurut United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR) dapat
dikelompokkan menjadi bahaya geologi (geological hazards), bahaya hidrometeorologi
(hydrometeorological hazards), bahaya biologi (biological hazards), bahaya teknologi
(technological hazards) dan penurunan kualitas lingkungan (environmental degradation)
Kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen di
dalam kota/ kawasan yang berisiko bencana Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen
di dalam masyarakat
Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan
empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera
Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk
vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera ? Jawa – Nusa Tenggara ?
Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian
didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana
seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Data
menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat
kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika
Serikat (Arnold, 1986).
Gempa bumi yang disebabkan karena interaksi lempeng tektonik dapat menimbulkan
gelombang pasang apabila terjadi di samudera. Dengan wilayah yang sangat dipengaruhi
oleh pergerakan lempeng tektonik ini, Indonesia sering mengalami tsunami. Tsunami yang
terjadi di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh gempa-gempa tektonik di sepanjang
daerah subduksi dan daerah seismik aktif lainnya (Puspito, 1994). Selama kurun waktu 1600-
2000 terdapat 105 kejadian tsunami yang 90 persen di antaranya disebabkan oleh gempa
tektonik, 9 persen oleh letusan gunung berapi dan 1 persen oleh tanah longsor (Latief dkk,
2000). Wilayah pantai di Indonesia merupakan wilayah yang rawan terjadi bencana tsunami
terutama pantai barat Sumatera, pantai selatan Pulau Jawa, pantai utara dan selatan pulau-
pulau Nusa Tenggara, pulau-pulau di Maluku, pantai utara Irian Jaya dan hampir seluruh
pantai di Sulawesi. Laut Maluku adalah daerah yang paling rawan tsunami. Dalam kurun
waktu tahun 1600-2000, di daerah ini telah terjadi 32 tsunami yang 28 di antaranya
diakibatkan oleh gempa bumi dan 4 oleh meletusnya gunung berapi di bawah laut.
Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu panas dan
hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang cukup ekstrim.
Kondisi iklim seperti ini digabungkan dengan kondisi topografi permukaan dan batuan yang
relatif beragam, baik secara fisik maupun kimiawi, menghasilkan kondisi tanah yang subur.
Sebaliknya, kondisi itu dapat menimbulkan beberapa akibat buruk bagi manusia seperti
terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan
kekeringan. Seiring dengan berkembangnya waktu dan meningkatnya aktivitas manusia,
kerusakan lingkungan hidup cenderung semakin parah dan memicu meningkatnya jumlah
kejadian dan intensitas bencana hidrometeorologi (banjir, tanah longsor dan kekeringan)
yang terjadi secara silih berganti di banyak daerah di Indonesia. Pada tahun 2006 saja terjadi
bencana tanah longsor dan banjir bandang di Jember, Banjarnegara, Manado, Trenggalek dan
beberapa daerah lainnya. Meskipun pembangunan di Indonesia telah dirancang dan didesain
sedemikian rupa dengan dampak lingkungan yang minimal, proses pembangunan tetap
menimbulkan dampak kerusakan lingkungan dan ekosistem. Pembangunan yang selama ini
bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam (terutama dalam skala besar) menyebabkan
hilangnya daya dukung sumber daya ini terhadap kehidupan mayarakat. Dari tahun ke tahun
sumber daya hutan di Indonesia semakin berkurang, sementara itu pengusahaan sumber daya
mineral juga mengakibatkan kerusakan ekosistem yang secara fisik sering menyebabkan
peningkatan risiko bencana.
Pada sisi lain laju pembangunan mengakibatkan peningkatan akses masyarakat terhadap
ilmu dan teknologi. Namun, karena kurang tepatnya kebijakan penerapan teknologi, sering
terjadi kegagalan teknologi yang berakibat fatal seperti kecelakaan transportasi, industri dan
terjadinya wabah penyakit akibat mobilisasi manusia yang semakin tinggi. Potensi bencana
lain yang tidak kalah seriusnya adalah faktor keragaman demografi di Indonesia. Jumlah
penduduk Indonesia pada tahun 2004 mencapai 220 juta jiwa yang terdiri dari beragam etnis,
kelompok, agama dan adat-istiadat. Keragaman tersebut merupakan kekayaan bangsa
Indonesia yang tidak dimiliki bangsa lain. Namun karena pertumbuhan penduduk yang tinggi
tidak diimbangi dengan kebijakan dan pembangunan ekonomi, sosial dan infrastruktur yang
merata dan memadai, terjadi kesenjangan pada beberapa aspek dan terkadang muncul
kecemburuan sosial. Kondisi ini potensial menyebabkan terjadinya konflik dalam masyarakat
yang dapat berkembang menjadi bencana nasional.

1.2 Karakteristik bencana di Indonesia


Berikut ini merupakan karakteristik bencana-bencana alam yang rawan terjadi di Indonesia.
1. Gempa Bumi
Menurut buku "Bersahabat dengan Bencana Alam" publikasi Kemendikbud,
gempa bumi adalah getaran yang berasal dari perut bumi. Dalam istilah geografi, gempa
bumi juga disebut dengan "seisme." Kekuatan gempa bumi dapat diukur menggunakan
satuan Skala Richter dan alat pengukur getaran bernama seismograf.
Gempa bumi bisa disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari pergeseran lempeng
(gempa tektonik), aktivitas gunung berapi (gempa vulkanik), aktivitas runtuhan wilayah
kapur, dan aktivitas manusia (gempa buatan). Karakteristik gempa bumi antara lain:
 Berlangsung dalam waktu yang singkat, cenderung hitungan detik
 Lokasi terjadi di wilayah tertentu dan dapat terasa sampai jauh
 Menyebabkan kondisi tanah sekitar bergetar dan dapat merobohkan bangunan
 Memiliki potensi terulang lagi yang disebut sebagai gempa susulan
 Tidak dapat diprediksi tempat dan waktunya
 Tidak dapat dicegah, namun dampak yang diakibatkan dapat dikurangi
2. Tsunami
Tsunami merupakan bencana alam berupa gelombang tinggi yang terjadi di
daerah dekat pantai atau pesisir. Kata tsunami sendiri berasal dari bahasa Jepang yang
artinya kurang lebih pasang laut besar yang terjadi di pelabuhan. Salah satu kejadian
tsunami terburuk yang pernah terjadi di Indonesia adalah tsunami Aceh 2004.
Tsunami dapat disebabkan oleh berbagai hal, termasuk gempa bumi di laut, tanah
longsor yang terjadi di kedalaman laut, hingga letusan gunung api bawah laut.
Karakteristik tsunami antara lain:
 Gelombang tinggi di tengah laut mencapai 5 meter, lalu setelah sampai di pantai
tinggi gelombang mencapai 30 meter.
 Panjang gelombang tsunami adalah 50 hingga 200 kilometer. Panjang gelombang ini
ditentukan oleh kekuatan gempa.
 Periode waktu tsunami berkekuatan tinggi berdurasi sekitar 10 hingga 60 menit.
 Cepat gelombang tsunami dipengaruhi kedalaman laut. Kecepatan gelombang akan
berkurang seiring berkurangnya kedalaman laut.
3. Tanah longsor
Bencana tanah longsor terjadi akibat longsoran tanah yang menerjang pemukiman
manusia. Tanah longsor biasa terjadi di daerah dengan lereng dan tebing yang curam.
Tanah longsor dapat mencapai kecepatan 80 meter per detik, berupa longsoran material
tanah, lahar, batu, pasir, atau salju.
Tanah longsor diakibatkan oleh berbagai hal, mulai dari erosi tanah, hujan lebat,
beban permukaan berlebih, hingga gempa bumi. Karakteristik wilayah yang akan
mengalami tanah longsor dapat ditandai dengan:
 Munculnya retakan tanah di lereng yang sejajar dengan tebing. Retakan-retakan ini
biasanya timbul setelah hujan.
 Muncul mata air baru secara tiba-tiba.
 Tebing rapuh, kemudian material-material seperti batu dan kerikil mulai berjatuhan.
 Hilangnya genangan air saat musim hujan.
 Pintu dan jendela rumah sulit dibuka, karena terkadi perubahan kedudukan.
 Bagian tanah dan batu mulai berjatuhan.
 Pohon dan tiang listrik mengalami kemiringan.
 Tanah tiba-tiba amblas.
4. Gunung meletus
Terletak di wilayah cicin api pasifik atau pasific ring of fire menyebabkan
Indonesia memiliki banyak gunung berapi aktif. Hal ini menyebabkan sejumlah wilayah
di Indonesia menjadi rawan mengalami peristiwa erupsi atau gunung meletus. Material
berbahaya dari bencana gunung meletus bukan hanya lahar, tetapi juga awan panas dan
gas beracun. Karakteristik gunung meletus dapat ditandai dengan:
 Suhu di wilayah sekitar gunung naik.
 Mata air di sekitar gunung mengering.
 Terdengar suara gemuruh, juga disertai getaran atau gempa halus.
 Tumbuhan sekitar gunung menjadi layu.
 Binatang di sekitar gung bermigrasi turun.
 Munculnya awan panas di sekitar puncak gunung
 Wilayah sekitar mengalami hujan abu
 Terjadi banjir lahar dingin di sungai sekitar gunung yang dapat menyebabkan longsor
 Munculnya gas vulkanik beracun seperti karbon monoksida(CO), Karbon dioksida
(CO2), Hidrogen Sulfida (H2S), Sulfur dioksida (S02), dan Nitrogen (NO2)
5. Banjir
Banjir merupakan kondisi dimana permukaan air melebihi kondisi normal yang
disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya oleh hujan lebat, pasang air laut, kegagalan
bangunan air buatan manusia, maupun disebabkan oleh peristiwa runtuhnya bendungan
alam. Banjir mengakibatkan kerugian berupa korban manusia dan harta benda, baik milik
perorangan maupun umum yang dapat mengganggu dan melumpuhkan aktivitas sosial
ekonomi penduduk. Salah satu jenis banjir yang dianggap menakutkan adalah banjir
bandang yang mempunyai cirri berlangsung dengan cepat dan mendadak, sehingga
banyak menimbulkan korban jiwa karena manusia tidak mempunyai kesempatan
menyelamatkan diri.
6. Kekeringan
Kekeringan merupakan meristiwa dimana ketersediaan air jauh dibawah
kebutuhan untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan.
Kekeringan terjadi secara alamiah maupun karena kesalahan manusia dalam
merencanakan pembangunan. Kekeringan akan berdampak pada kesehatan manusia,
tanaman serta hewan baik secara langsung maupun tidak. Kekeringan juga dapat
berdampak sosial karena dapat meyebabkan konflik antar petani, antar daerah, bahkan
antar kelompok masyarakat yang lebih luas.
7. Kebakaran hutan dan lahan
Kebakaran hutan dan lahan adalah perubahan langsung atau tidak langsung
terhadap sifat-sifat fisik dan atau hayatinya yang menyebabkan kurang berfungsinya
hutan atau lahan dalam menunjang kehidupan yang berkelanjutan sebagai akibat
penggunaan api yang tidak terkendali maupun factor alam yang dapat mengakibatkan
terjadinya kebakaran hutan atau lahan. Kebakaran hutan dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan ekologis, hilangnya kekayaan alam, penyebab longsor, penurunan kualitas
kesehatan masyarakat, turunnya pendapatan masyarakat, dan hilangnya aset Negara.
8. Angin badai
Angin badai merupakan pusaran angin kencang dengan kecepatan angin 120
km/jam atau lebih yang terjadi di wilayah tropis di antara garis balik utara dan selatan,
kecuali di daerah-daerah yang sangat dekat dengan khatulistiwa. Penyebab angin badai
adalah perbedaan tekanan dalam suatu system cuaca. Angin paling kencang yang terjadi
di daerah tropis ini umumnya berpusar dengan radius ratusan kilometer di sekitar daerah
system tekanan rendah yang ekstrem. Angin badai disebut juga taifun, siklon dan
hurricane. Angin badai merusak apapun yang ditemui, baik bangunan, tanaman, tiang
listrik, kapal-kapal di laut, dan menyebabkan korban jiwa yang tidak sedikit.
9. Gelombang pasang
Gelombang pasang adalah gelombang yang ditimbulkan oleh gaya tarik menarik antara
bumi dengan planet-planet lain, terutama dengan bulan dan matahari. Gelombang ini
mempunyai periode sekitar 12,4 jam dengan 24 jam. Gelobang pasang juga disebabkan
oleh gempa di dasar laut dan badai yang sifatnya mendadak. Gelombang pasang dapat
diperkirakan karena periodenya relative rutin, tetapi gelombang pasang yang berupa
tsunami bisanya terjadi dengan tiba-tiba. Gelombang pasang merusak bangunan di
sepanjang pesisir, fasilitas umum, dan secara pasti mengikis areal pertambakan dan
persawahan. Pada kota-kota tertentu, dampak gelombang pasang diperparah dengan
penurunan permukaan tanah yang menyebabkan suatu kota mengalami banjir permanen.

1.3 Manajemen Penanggulangan Bencana


1.3.1 Definisi Manajemen Bencana
Manajemen penanggulangan bencana dapat didefinisikan sebagai segala upaya
atau kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka upaya pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan berkaitan dengan bencana yangdilakukan
pada tahapan sebelum, saat dan setelah bencana.
Manajemen penanggulangan bencana merupakan suatu proses yang dinamis, yang
dikembangkan dari fungsi manajemen klasik yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pembagian tugas, pengendalian danpengawasan dalam
penanggulangan bencana. Proses tersebut juga melibatkan berbagai macam organisasi
yang harus bekerjasama untuk melakukan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap

darurat dan pemulihan akibat bencana.


1.3.2 Tahapan Manajemen Bencana
Dalam upaya menerapkan manajemen penanggulangan bencana, dilaksanakan
melalui 3 (tiga) tahapan sebagai berikut:
1. Tahap pra-bencana yang dilaksanakan ketika tidak terjadi bencana dan terdapat
potensi bencana
2. Tahap tanggap darurat yang diterapkan dan dilaksanakan pada saat sedang terjadi
bencana.
3. Tahap pasca bencana yang diterapkan setelah terjadi bencana.
Dalam keseluruhan tahapan penanggulangan bencana tersebut, ada 3 (tiga) manajemen
yang dipakai yaitu :
1. Manajemen Risiko Bencana
Adalah pengaturan/manejemen bencana dengan penekanan padafaktor-faktor yang
bertujuan mengurangi risiko saat sebelum terjadinya bencana. Manajemen risiko ini
dilakukan dalam bentuk :
a. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai
upayauntuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.
b. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancamanbencana.
c. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan
berdaya guna. Kesiapsiagaan ini sebenarnya masuk manajemen darurat, namun
letaknya di pra bencana. Dalam fase ini juga terdapat peringatan dini yaitu
serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat
tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga
yangberwenang.
2. Manajemen Kedaruratan
Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-
faktor pengurangan jumlah kerugian dan korban serta penanganan pengungsi saat
terjadinya bencana dengan fase nya yaitu :
a. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta
benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,
penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
3. Manajemen Pemulihan
Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-
faktor yang dapat mengembalikan kondisi masyarakat danlingkungan hidup yang
terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana
secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh setelah terjadinya bencana
dengan fase-fasenya nya yaitu :
a. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan
sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
b. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan
bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat

pada wilayah pascabencana.


1.4 UU No.24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Pasal 2
Penanggulangan bencana berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 3
1. Penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berasaskan:
a. kemanusiaan;
b. keadilan;
c. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
d. keseimbangan, keselarasan, dan keserasian;
e. ketertiban dan kepastian hukum;
f. kebersamaan;
g. kelestarian lingkungan hidup; dan
h. ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
yaitu:
a. cepat dan tepat;
b. prioritas;
c. koordinasi dan keterpaduan;
d. berdaya guna dan berhasil guna;
e. transparansi dan akuntabilitas;
f. kemitraan;
g. pemberdayaan;
h. nondiskriminatif; dan
i. nonproletisi.
Pasal 4
Penanggulangan bencana bertujuan untuk:
a. memberikan pelindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana;
b. menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada;
c. menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,
terkoordinasi, dan menyeluruh;
d. menghargai budaya lokal;
e. membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta;
f. mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan; dan
g. menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pasal 5
Pemerintah dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana.
Pasal 6
Tanggung jawab Pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:
a. pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program
pembangunan;
b. perlindungan masyarakat dari dampak bencana;
c. penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara adil
dan sesuai dengan standar pelayanan minimum;
d. pemulihan kondisi dari dampak bencana;
Pasal 7
(1) Wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:
a. penetapan kebijakan penanggulangan bencana selaras dengan kebijakan
pembangunan nasional;
b. pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan
penanggulangan bencana;
c. penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah;
d. penentuan kebijakan kerja sama dalam penanggulangan bencana dengan negara lain,
badan-badan, atau pihak- pihak internasional lain;
Pasal 8
Tanggung jawab pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana
meliputi:
a. penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana sesuai
dengan standar pelayanan minimum;
b. perlindungan masyarakat dari dampak bencana;
c. pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan
program pembangunan;

Pasal 9
Wewenang pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:
a. penetapan kebijakan penanggulangan bencana pada wilayahnya selaras dengan kebijakan
pembangunan daerah;
b. pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan
penanggulangan bencana;
c. pelaksanaan kebijakan kerja sama dalam penanggulangan bencana dengan provinsi
dan/atau kabupaten/kota lain;

1.5 Manajemen Bencana Bidang Kesehatan


Disaster atau bencana dibagi beberapa tahapyaitu : tahap pra-disaster, tahap serangan
atausaat terjadi bencana (impact), tahap emergency dan tahap rekonstruksi.
A. Tahapan Pra Disaster
Tahap ini dikenal juga sebagai tahap prabencana, durasi waktunya mulai saat sebelum
terjadi bencana sampai tahap serangan atau impact. Tahap ini dipandang oleh para ahli
sebagai tahap yang sangat strategis karena pada tahap pra bencana ini masyarakat perlu
dilatih tanggap terhadap bencana yang akan dijumpainya kelak. Latihan yang diberikan
kepada petugas dan masyarakat akan sangat berdampak kepada jumlah besarnya
korbansaat bencana menyerang (impact), peringatan dini dikenalkan kepada masyarakat
pada tahap pra bencana. Dengan pertimbangan bahwa, yang pertama kali menolong saat
terjadi bencana adalah masyarakat awam atauawam khusus (first responder), maka
masyarakat awam khusus perlu segera dilatih olehpemerintah kabapaten kota. Latihan
yang perlu diberikan kepada masyarakat awam khusus dapat berupa : Kemampuan minta
tolong, kempuan menolong diri sendiri, menentukan arah evakuasi yang tepat,
memberikan pertolongan serta melakukan transportasi.
Peran tenaga kesehatan dalam fase Pra Disaster adalah:
a. Tenaga kesehatan mengikuti pelatihan dan pendidikan yang berhubungan dengan
penanggulangan ancaman bencana untuk tiap fasenya.
b. Tenaga kesehatan ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintah, organisasi
lingkungan, palang merah nasional, maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam
memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi bencana kepada
masyarakat.
c. Tenaga kesehatan terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan
kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana yang meliputi hal-hal berikut ini:
1. Usaha pertolongan diri sendiri ketika ada bencana
2. Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota keluarga
yang lain
3. Tenaga kesehatan dapat memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat
seperti dinas kebakaran, rumah sakit dan ambulance.

B. Tahapan Bencana (Impact)


Pada tahap serangan atau terjadinya bencana (Impact phase), waktunya bisa terjadi
beberapa detik sampai beberapa minggu atau bahkan bulan. Tahap serangan dimulai saat
bencana menyerang sampai serang berhenti. Waktu serangan yang singkat misalnya:
serangan angin puting beliung, serangan gempa atau ledakan bom, waktunya hanya
beberapa detik saja tetapi kerusakannya bisa sangat dahsyat. Waktu serangan yang lama
misalnya : saat serangan tsunami di Aceh terjadi secara periodik dan berulang-ulang,
serangan semburan lumpur lapindo sampai setahun lebih bahkan sampai sekarang belum
berhenti yang mengakibatkan jumlah kerugian yang sangat besar.
Peran tenaga kesehatan pada fase Impact adalah:
a. Bertindak cepat
b. Do not promise, tenaga kesehatan seharusnya tidak menjanjikan apapun secara pasti
dengan maksud memberikan harapan yang besar pada korban selamat
c. Berkonsentrasi penuh terhadap apa yang dilakukan
d. Koordinasi dan menciptakan kepemimpina nuntuk setiap kelompok yang
menanggulangi terjadinya bencana
C. Tahapan Emergency
Tahap emergensi dimulai sejak berakhirnya serangan bencana yang pertama, bila
serangan bencana terjadi secara periodik seperti diAceh dan semburan lumpur Lapindo
sampai terjadi-nya rekonstruksi. Tahap emergensi bisa terjadi beberapa minggu sampai
beberapa bulan. Pada tahap emergensi ini, korban memerlukan bantuan dari tenaga medis
spesialis, tenaga kesehatan gawat darurat, awam khusus yang terampil dan tersertifikasi.
Di dan alat evakuasi, alat transportasi yang efisien dan efektif, alat komunikasi, makanan,
pakaian dan lebih khusus pakaian anak-anak, pakaian wanita terutama celana dalam, BH,
pembalut wanita yang kadang malah hampir tidak ada. Diperlukan mini hospital
dilapangan, dapur umum dan manajemen perkemahan yang baik agar kesegaran udara
dan sanitasi lingkungan terpelihara dengan baik.
Peran tenaga kesehatan ketika fase emergency adalah :
a. Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasimedis dan cek kesehatan sehari-hari.
b. Tetap menyusun rencana prioritas asuhan ketenaga kesehatan harian.
c. Merencanakan dan memfasilitasi transferpasien yang memerlukan penanganan
kesehatandi RS.
d. Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian.
e. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus bayi, peralatan
kesehatan.
f. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular maupun
kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan lingkungannya.
g. Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas, depresi yang
ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi diri) maupun reaksi
psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia, fatigue, mual muntah, dan kelemahan
otot).
h. Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat dilakukan dengan
memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain.
i. Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog dan psikiater.
j. Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan kesehatan dan
kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi

D. Tahap Rekonstruksi
Pada tahap ini mulai dibangun tempat tinggal, sarana umum seperti sekolah,
sarana ibadah, jalan, pasar atau tempat pertemuan warga. Pada tahap rekonstruksi ini
yang dibangun tidak saja kebutuhan fisik tetapi yang lebih utama yang perlu kita bangun
kembali adalah budaya. Kita perlu melakukan rekonstruksi budaya, melakukan re-
orientasi nilai-nilai dan norma norma hidup yang lebih baik yang lebih beradab. Dengan
melakukan rekonstruksi budaya kepada masyarakat korban bencana, kita berharap
kehidupan mereka lebih baik bila dibanding sebelum terjadi bencana. Situasi ini
seharusnya bisa dijadikan momentum oleh pemerintah untuk membangun kembali
Indonesia yang lebih baik, lebih beradab, lebih santun, lebih cerdas hidupnya, lebih
memiliki daya saing di dunia internasional. Hal ini yang nampaknya kita rindukan,
karena yang seringkali kita baca dan kita dengar adalah penyalahgunaan bantuan untuk
korban bencana dan saling tunggu antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.
Peran tenaga kesehatan pada fase rekonstruksi adalah:
a. Tenaga kesehatanan pada pasien post traumaticstress disorder (PTSD).
b. Tim kesehatan bersama masyarakat danprofesi lain yang terkait bekerjasama dengan
unsur lintas sector menangani masalah kesehatan masyarakat pasca gawatdarurat
serta mempercepat fase pemulihan (Recovery) menuju keadaan sehat dan aman.
1.6 Dasipena Dalam Bencana
 Pengertian DASIPENA
Pemuda Peduli Bencana (dasipena) dibentuk Kementerian Kesehatan melalui
Permenkes No. 406/Menkes/SK/IV/2008 dan bertujuan untuk meningkatkan penyediaan
layanan kesehatan yang berkaitan dengan kebutuhan penanggulangan bencana dan
meningkatkan keikutsertaan relawan muda. Kemenkes melalui Pusat Penanggulangan
Krisis (PPK) mengatur kegiatan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan Dasipena.
Pada tingkat provinsi, kabupaten dan kota, Dinas Kesehatan memfasilitasi
Dasipena dalam mengembangkan rencana aksi bencana. Dinas Kesehatan di tingkat
provinsi, kabupaten/kota dapat mengarahkan anggota Dasipena ke daerah-daerah bencana
untuk pencarian dan penyelamatan serta penyelenggaraan layanan kesehatan.
 Tujuan
Tujuan pembentukan dasipena upaya untuk menyiapkan pemuda-pemuda yang siap siaga
dan peduli terhadap bencana yang kerap terjadi di Indonesia. Kita sadar bahwa selama ini
Indonesia sering `ketiban bencana` dan bencana itu hampir selalu memakan korban
nyawa. Jumlah korban semakin besar ketika pemuda dan (orang-orang) yang berada di
seputar bencana itu tidak mengetahui tentang penanganan bencana.
 Sasaran
Mahasiswa Kesehatan, Pramuka, Tagana, dan Pemuda dari pesantren
a. Mendidik dan membina generasi muda melalui gerakan pramuka dibidang
Penanggulangan Bencana, sebagai ujung tombak dalam masyarakat dalam
pengurangan resiko bencana.
b. Memiliki tambahan pengetahuan, pengalaman,kecakapan dan keterampilan di bidang
Penanggulangan Bencana serta sikap yang tanggap ketika terjadi suatu bencana.
c. Mampu menyelenggarakan kegiatan kegiatan secara positif, berdayaguna dan berhasil
guna, sesuai dengan bakat dan minatnya di bidang Penanggulangan Bencana,
sehingga berguna bagi pribadinya, keluarganya, masyarakat, bangsa dan negara.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bencana alam adalah Fenomena/ gejala alam yang disebabkan oleh keadaan geologis, biologis
seismis, hidrologis dan meteorologia atau suatu proses dalam lingkungan alam.
seperti :
Gempa bumi, Tsunami, Banjir, Angin topan, kekeringan, gunung meletus dan Tanah longsor

Penanggulangan bencana bertujuan untuk:


a. memberikan pelindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana;
b. menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada;
c. menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,
terkoordinasi, dan menyeluruh;
d. menghargai budaya lokal;
e. membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta;
f. mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan; dan
g. menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
DAFTAR PUSTAKA

BNPB. 2012.Buku Panduan Fasilitator : Modul Pelatihan Dasar Penanggulangan Bencana,


Diterbitkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional. Cetakan Pertama.
Sriutomo, S. 2007.Sistem Nasional Penanggulangan Bencana, Menuju Upaya Penanggulangan
Bencana yang Tepat Di lndonesia Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007.
Karakteristik Bencana di Indonesia. Bakornas
Detik.com “Indonesia Rangking Pertama Dunia dari Ancaman Tsunami & Longsor “ Rabu, 10
Agustus 2011
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang
standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah
http://dinkes.kolakakab.go.id/wp-content/uploads/2018/06/KMK-145-2007.pdf dikutip pada
8 Maret 2020 pada pukul 07.30

Anda mungkin juga menyukai