1.1 Pendahuluan
Bencana merupakan fenomena alam yang dapat terjadi setiap waktu dan tidak
dapat diprediksi besar dan waktu terjadinya serta dapat terjadi di mana saja.
Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya bencana alam adalah kondisi alam
dan akibat perbuatan manusia. Bencana umumnya akan menyebabkan
kerugian secara material dan bahkan sampai kematian bagi makhluk hidup.
Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah manusia (man-made
hazards) yang menurut United Nations International Strategy for Disaster
Reduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi
(geological hazards), bahaya hidrometeorologi (hydrometeorological hazards),
bahaya biologi (biological hazards), bahaya teknologi (technological hazards)
dan penurunan kualitas lingkungan (environmental degradation).
Kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta
elemen-elemen di dalam kota dan kawasan yang berisiko bencana dengan
kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat. Sisi lain
yang bisa terjadi dan perlu disikapi adalah kegawatdaruratan yang diakibatkan
2 Keperawatan Bencana dan Kegawatdaruratan
oleh bencana tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan mengurangi
risiko yang diakibatkan oleh bencana alam.
Melakukan pertolongan dan perawatan bagi kondisi kegawatdaruratan telah
berubah secara substansial selama dua dekade terakhir, dan perubahan ini
dipengaruhi oleh sejumlah faktor, tetapi mungkin yang paling signifikan
adalah peningkatan terjadinya bencana alam dan korban yang meningkat,
sehingga tidak mendapat fasilitas kesehatan yang memadai.
Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengakui konsekuensi yang
menghancurkan dari dampak bencana yang tidak dapat diprediksi, tidak dapat
dicegah, dan tidak bersifat pribadi. Setidaknya kerusakan ekonomi senilai
US$2 triliun dan lebih dari 1,3 juta jiwa hilang akibat bencana alam dalam dua
dekade terakhir saja.
Dalam banyak bencana (baik alam maupun buatan manusia) ratusan bencana
dan gempa bumi besar, ribuan nyawa hilang pada hari-hari pertama setelah
peristiwa tersebut, dan hal ini terjadi karena kurangnya fasilitas medis atau
ruang bedah untuk merawat mereka yang berpotensi cedera. Bencana
mengganggu dan menghancurkan tidak hanya fasilitas medis di zona bencana
tetapi juga infrastruktur (jalan, bandara, listrik) dan juga petugas kesehatan
setempat. Untuk meminimalkan morbiditas dan mortalitas akibat bencana,
perawatan medis harus segera dimulai, idealnya dalam hitungan menit, tetapi
pasti dalam 24 jam harus ada penanganan.
Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada
pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua
Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudra Pasifik. Pada bagian
selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang
memanjang dari Pulau Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara dan Sulawesi, yang
sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian
didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus
rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan
tanah longsor.
Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang
memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat
tingkat kegempaan dibanding dengan Amerika Serikat. Gempa bumi yang
disebabkan karena interaksi lempeng tektonik dapat menimbulkan gelombang
pasang apabila terjadi di samudera.
Bab 1 Perspektif Keperawatan Gawat Darurat 3
yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau
lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang
bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumber daya
mereka sendiri.
2. Definisi menurut WHO - Bencana adalah sebuah peristiwa, bencana
yang tiba-tiba serius mengganggu fungsi dari suatu komunitas atau
masyarakat dan menyebabkan manusia, material, dan kerugian
ekonomi atau lingkungan yang melebihi kemampuan masyarakat
untuk mengatasinya dengan menggunakan sumber dayanya sendiri.
3. Definisi menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 tahun
2007 - Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda
dan dampak psikologis.
Bencana Sosial
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.
1. Konflik sosial/kerusuhan atau sosial/huru-hara - Konflik sosial atau
kerusuhan dan huru-hara adalah suatu gerakan massal yang bersifat
merusak tatanan dan tata tertib sosial yang ada, yang dipicu oleh
kecemburuan sosial, budaya dan ekonomi yang biasanya dikemas
sebagai pertentangan antar suku, agama, ras (SARA).
2. Aksi teror - Aksi teror adalah aksi yang dilakukan oleh setiap orang
yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman
kekerasan sehingga menimbulkan suasana teror atau rasa takut
terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat
massal, dengan cara merampas kemerdekaan sehingga
mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta benda, mengakibatkan
kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis
atau lingkungan hidup atau fasilitas publik internasional.
3. Sabotase - Sabotase adalah tindakan yang dilakukan untuk
melemahkan musuh melalui subversi, penghambatan, pengacauan
dan/ atau penghancuran. Dalam perang, istilah ini digunakan untuk
mendeskripsikan aktivitas individu atau grup yang tidak berhubungan
dengan militer, tetapi dengan spionase. Sabotase dapat dilakukan
terhadap beberapa struktur penting, seperti infrastruktur, struktur
ekonomi, dan lain-lain.
8 Keperawatan Bencana dan Kegawatdaruratan
Triase
Triase bertujuan untuk menjaga alur korban keadaan gawat darurat dengan
menetapkan derajat kegawatan korban, memberikan tindakan yang cepat dan
tepat, serta meningkatkan kualitas pelayanan.
Klasifikasi triase dengan kode dan warna: Merah adalah tanda gawat darurat
dengan pertolongan yang segera, kuning adalah tanda dan kode darurat tidak
gawat, yang artinya tidak harus ditangani dengan segera, hijau adalah tanda
tidak gawat dan tidak darurat, sementara warna hitam adalah tanda dan kode
korban sudah meninggal saat tiba di ruang gawat darurat.
Prioritas Kegawatan di Ruang Gawat Darurat
Prioritas kegawatdaruratan di ruang gawat darurat adalah:
1. Gawat darurat mengancam kehidupan
Gawat darurat yang mengancam kehidupan adalah kesulitan bernafas,
henti jantung, gangguan vertebrata, nyeri dada, luka terbuka di dada
dan abdomen, perdarahan tidak terkontrol, cedera kepala berat,
keracunan, syok, multipel injuri berat, dan kejang.
2. Gawat tidak darurat
Gawat tidak darurat adalah kondisi nyeri karena gangguan paru,
multipel fraktur, diare dan muntah terus menerus, luka bakar,
penurunan kesadaran, dan panas tinggi.
12 Keperawatan Bencana dan Kegawatdaruratan
Bab 2
Konsep dan Prinsip Gawat
Darurat
2.1 Pendahuluan
Kejadian kecacatan yang menetap bahkan kematian dapat terjadi yang
disebabkan oleh kejadian gawat darurat yang bisa terjadi kapan saja, di mana
saja dan siapa pun yang terkena sehingga perlunya diberikan bantuan segera.
Kondisi yang menyebabkan henti napas dan atau henti jantung yang dialami
oleh korban akibat dari kejadian gawat darurat (Thygerson, 2011).
Kejadian buruk lainnya jika terjadi kecelakaan sehingga membutuhkan
pertolongan segera seperti perdarahan. Hal tersebut tidak langsung
menyebabkan hilangnya nyawa seseorang akan tetapi akibat yang ditimbulkan
jika tidak segera ditangani dapat menyebabkan korban mengalami kecacatan
hingga kematian.
Secara global tercatat pada tahun 2015 terdapat terdapat 28,3 juta kematian
akibat kasus penyakit gawat darurat (emergency). Penyakit gawat darurat
tersebut berkontribusi terhadap 50,7% kematian dan 41,5% dari semua
penyakit. Diketahui terjadi peningkatan sebesar 6% dalam kematian
keseluruhan akibat penyakit kondisi gawat darurat dari tahun 1990 hingga
2015. Diketahui cedera (22%), penyakit jantung iskemik (17%), infeksi
14 Keperawatan Bencana dan Kegawatdaruratan
dan tingkah laku, nilai dan integritas, manajemen waktu, dan kerja sama tim.
sedangkan kepala ruangan dan kebijakan meliputi strategi manajemen,
kompensasi, performa kerja, dan budaya pemberian pelayanan (Sonis et al.,
2019). Sehingga konsep gawat darurat tidak sekedar ketersediaan dan
kecepatan pemberian pelayanan dan perspektif dari tenaga kesehatan saja
namun secara holistik dapat mempertimbangkan pengalaman pasien agar
terlaksana pelayanan gawat darurat yang efektif dan efisien.
Pedoman untuk kegawatdaruratan dari Emergency Nurses Association (ENA)
dikelompokkan menjadi lima tingkat (Tscheschlog and Jauch, 2015):
1. Tingkat I: Resusitasi - Tingkat ini mencakup pasien yang
membutuhkan perawatan segera dan perhatian medis yang ekstra,
contohnya pasien mengalami henti jantung paru, trauma berat,
gangguan pernapasan berat, dan kejang.
2. Tingkat II: Darurat (Emergent) - Pasien ini membutuhkan penilaian
keperawatan segera dan perawatan yang cepat. Pasien yang dapat
dinilai sebagai tingkat II termasuk pasien yang mengalami cedera
kepala, nyeri dada, stroke, asma, dan kekerasan seksual.
3. Tingkat III: Mendesak (Urgent) - Pasien tingkat III membutuhkan
tindakan cepat tetapi dapat menunggu selama 30 menit untuk
pemeriksaan dan pengobatan. Pasien tersebut mungkin melaporkan
ke UGD dengan tanda-tanda infeksi, gangguan pernapasan ringan,
atau nyeri sedang.
4. Tingkat IV: Kurang mendesak (Less Urgent ) - Pasien dalam kategori
ini bisa menunggu hingga 1 jam untuk penilaian dan perawatan.
Pasien kondisi mungkin termasuk yang sakit telinga, sakit punggung
kronis, pernapasan atas gejala, dan sakit kepala ringan.
5. Tingkat V: Tidak Mendesak (Non-Urgent) - Pasien ini dapat
menunggu hingga 2 jam (mungkin lebih lama) untuk penilaian dan
pengobatan. Pasien yang termasuk adalah sakit tenggorokan, nyeri
menstruasi, dan gejala ringan lainnya. Sebagai catatan jika perawat
tidak dapat memutuskan tingkat kegawatdaruratan mana yang terbaik
untuk pasien, berikan pasien tingkat yang lebih tinggi.
Bab 2 Konsep dan Prinsip Gawat Darurat 17
Perawat yang berada pada departemen gawat darurat juga memiliki peran
sebagai advokasi dan pemberian perawatan holistik. Diketahui “caring” juga
menjadi konsep inti dalam keperawatan sehingga tema caring juga tetap
muncul dalam keadaan gawat darurat meskipun dalam keadaan chaos. Caring
sendiri dari seorang perawat dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk beban
kerja, kurangnya waktu istirahat, masalah sumber daya manusia, kerja shift,
dan kurangnya perawatan diri.
Akan tetapi jika kurangnya dukungan dari manajemen yang merupakan
jembatan penghalang paling besar dalam memengaruhi perawat yang berada di
unit gawat darurat memiliki dampak yang berbahaya. Sehingga faktor-faktor
yang memengaruhi yang dapat melemahkan kinerja perawat gawat darurat
dapat meminimalkan faktor tersebut dengan membina lingkungan kerja yang
peduli untuk mempraktikkan asuhan keperawatan holistic sehingga kepuasan
kerja tercapai dan retensi berkurang (Enns and Sawatzky, 2016).
Disisi lain perawat spesialisasi gawat darurat memiliki tanggung jawab yakni
menjadi advokator, melakukan penilaian klinis dengan tepat, melakukan setiap
tindakan dengan praktik caring, berkolaborasi dengan tim multidisiplin,
memahami tentang adanya keragaman budaya, dan memberikan edukasi
kepada pasien dan keluarga (Tscheschlog and Jauch, 2015).