Anda di halaman 1dari 23

Bab 1

Perspektif Keperawatan Gawat


Darurat

1.1 Pendahuluan
Bencana merupakan fenomena alam yang dapat terjadi setiap waktu dan tidak
dapat diprediksi besar dan waktu terjadinya serta dapat terjadi di mana saja.
Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya bencana alam adalah kondisi alam
dan akibat perbuatan manusia. Bencana umumnya akan menyebabkan
kerugian secara material dan bahkan sampai kematian bagi makhluk hidup.
Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah manusia (man-made
hazards) yang menurut United Nations International Strategy for Disaster
Reduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi
(geological hazards), bahaya hidrometeorologi (hydrometeorological hazards),
bahaya biologi (biological hazards), bahaya teknologi (technological hazards)
dan penurunan kualitas lingkungan (environmental degradation).
Kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta
elemen-elemen di dalam kota dan kawasan yang berisiko bencana dengan
kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat. Sisi lain
yang bisa terjadi dan perlu disikapi adalah kegawatdaruratan yang diakibatkan
2 Keperawatan Bencana dan Kegawatdaruratan

oleh bencana tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan mengurangi
risiko yang diakibatkan oleh bencana alam.
Melakukan pertolongan dan perawatan bagi kondisi kegawatdaruratan telah
berubah secara substansial selama dua dekade terakhir, dan perubahan ini
dipengaruhi oleh sejumlah faktor, tetapi mungkin yang paling signifikan
adalah peningkatan terjadinya bencana alam dan korban yang meningkat,
sehingga tidak mendapat fasilitas kesehatan yang memadai.
Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengakui konsekuensi yang
menghancurkan dari dampak bencana yang tidak dapat diprediksi, tidak dapat
dicegah, dan tidak bersifat pribadi. Setidaknya kerusakan ekonomi senilai
US$2 triliun dan lebih dari 1,3 juta jiwa hilang akibat bencana alam dalam dua
dekade terakhir saja.
Dalam banyak bencana (baik alam maupun buatan manusia) ratusan bencana
dan gempa bumi besar, ribuan nyawa hilang pada hari-hari pertama setelah
peristiwa tersebut, dan hal ini terjadi karena kurangnya fasilitas medis atau
ruang bedah untuk merawat mereka yang berpotensi cedera. Bencana
mengganggu dan menghancurkan tidak hanya fasilitas medis di zona bencana
tetapi juga infrastruktur (jalan, bandara, listrik) dan juga petugas kesehatan
setempat. Untuk meminimalkan morbiditas dan mortalitas akibat bencana,
perawatan medis harus segera dimulai, idealnya dalam hitungan menit, tetapi
pasti dalam 24 jam harus ada penanganan.
Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada
pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua
Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudra Pasifik. Pada bagian
selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang
memanjang dari Pulau Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara dan Sulawesi, yang
sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian
didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus
rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan
tanah longsor.
Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang
memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat
tingkat kegempaan dibanding dengan Amerika Serikat. Gempa bumi yang
disebabkan karena interaksi lempeng tektonik dapat menimbulkan gelombang
pasang apabila terjadi di samudera.
Bab 1 Perspektif Keperawatan Gawat Darurat 3

Dengan wilayah yang sangat dipengaruhi oleh pergerakan lempeng tektonik


ini, Indonesia sering mengalami tsunami. Tsunami yang terjadi di Indonesia
sebagian besar disebabkan oleh gempa-gempa tektonik di sepanjang daerah
subduksi dan daerah seismik aktif lainnya.
Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu
panas dan hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin
yang cukup ekstrem. Kondisi iklim seperti ini digabungkan dengan kondisi
topografi permukaan dan batuan yang relatif beragam, baik secara fisik
maupun kimiawi, menghasilkan kondisi tanah yang subur. Sebaliknya, kondisi
itu dapat menimbulkan beberapa akibat buruk bagi manusia seperti terjadinya
bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan
kekeringan.
Seiring dengan berkembangnya waktu dan meningkatnya aktivitas manusia,
kerusakan lingkungan hidup cenderung semakin parah dan memicu
meningkatnya jumlah kejadian dan intensitas bencana hidrometeorologi
(banjir, tanah longsor dan kekeringan) yang terjadi secara silih berganti di
banyak daerah di Indonesia.
Pembangunan yang selama ini bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam
(terutama dalam skala besar) menyebabkan hilangnya daya dukung sumber
daya ini terhadap kehidupan masyarakat. Dari tahun ke tahun sumber daya
hutan di Indonesia semakin berkurang, sementara itu pengusahaan sumber
daya mineral juga mengakibatkan kerusakan ekosistem yang secara fisik
sering menyebabkan peningkatan risiko bencana.

1.2 Definisi Bencana


Kita sering mendengar berita bencana yang terjadi di berbagai wilayah
Indonesia atau luar negeri. Berita tentang bencana selalu terkait dengan
musibah dan penderitaan atau hal yang menyedihkan.
Beberapa definisi bencana dan kegawatdaruratan yang perlu dipahami, antara
lain:
1. Definisi menurut United Nations International Strategy for Disaster
Reduction - Bencana adalah suatu gangguan serius terhadap
keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian
4 Keperawatan Bencana dan Kegawatdaruratan

yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau
lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang
bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumber daya
mereka sendiri.
2. Definisi menurut WHO - Bencana adalah sebuah peristiwa, bencana
yang tiba-tiba serius mengganggu fungsi dari suatu komunitas atau
masyarakat dan menyebabkan manusia, material, dan kerugian
ekonomi atau lingkungan yang melebihi kemampuan masyarakat
untuk mengatasinya dengan menggunakan sumber dayanya sendiri.
3. Definisi menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 tahun
2007 - Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda
dan dampak psikologis.

Berdasarkan definisi diatas dapat dirangkumkan bahwa bencana adalah suatu


keadaan yang tiba-tiba mengancam kehidupan masyarakat karena faktor alam
dan/atau non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan kerugian
material, korban jiwa, dan kerusakan lingkungan yang melebihi kemampuan
masyarakat untuk mengatasinya sendiri.

1.3 Definisi Menurut Jenis Bencana


Bencana dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu bencana alam, bencana
non alam dan bencana sosial, dan jenis-jenis itu adalah sebagai berikut:
Bencana Alam
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor.
Bab 1 Perspektif Keperawatan Gawat Darurat 5

1. Gempa bumi - Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang


terjadi di permukaan bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar
lempeng bumi, patahan aktif, aktivitas gunung api atau runtuhan
batuan.
2. Letusan gunung api - Letusan gunung api merupakan bagian dari
aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah erupsi. Bahaya letusan
gunung api dapat berupa awan panas, lontaran material (pijar), hujan
abu lebat, lava, gas racun, tsunami dan banjir lahar.
3. Tsunami - Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti
gelombang ombak lautan ("tsu" berarti lautan, "nami" berarti
gelombang ombak). Tsunami adalah serangkaian gelombang ombak
laut raksasa yang timbul karena adanya pergeseran di dasar laut
akibat gempa bumi.
4. Tanah longsor - Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan
massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni
atau keluar lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan
penyusun lereng.
5. Banjir - Banjir adalah peristiwa atau keadaan di mana terendamnya
suatu daerah atau daratan karena volume air yang meningkat. Banjir
bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit air
yang besar yang disebabkan terbendungnya aliran sungai pada alur
sungai.
6. Kekeringan - Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah
kebutuhan air untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi
dan lingkungan. Adapun yang dimaksud kekeringan di bidang
pertanian adalah kekeringan yang terjadi di lahan pertanian yang ada
tanaman (padi, jagung, kedelai dan lain-lain) yang sedang
dibudidayakan.
7. Kebakaran - Kebakaran adalah situasi di mana bangunan pada suatu
tempat seperti rumah atau pemukiman, pabrik, pasar, gedung dan
lain-lain dilanda api yang menimbulkan korban dan/atau kerugian.
Sementara kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan di mana
hutan dan lahan dilanda api, sehingga mengakibatkan kerusakan
6 Keperawatan Bencana dan Kegawatdaruratan

hutan dan lahan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan/atau nilai


lingkungan. Kebakaran hutan dan lahan sering kali menyebabkan
bencana asap yang dapat mengganggu aktivitas dan kesehatan
masyarakat sekitar.
8. Angin puting beliung - Angin puting beliung adalah angin kencang
yang datang secara tiba-tiba, mempunyai pusat, bergerak melingkar
menyerupai spiral dengan kecepatan 40-50 Km/jam hingga
menyentuh permukaan bumi dan akan hilang dalam waktu singkat (3-
5 menit).
9. Gelombang pasang/ badai
Gelombang pasang atau badai adalah gelombang tinggi yang
ditimbulkan karena efek terjadinya siklon tropis di sekitar wilayah
Indonesia dan berpotensi kuat menimbulkan bencana alam. Indonesia
bukan daerah lintasan siklon tropis tetapi keberadaan siklon tropis
akan memberikan pengaruh kuat terjadinya angin kencang,
gelombang tinggi disertai hujan deras.
10. Abrasi
Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut
dan arus laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga
erosi pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipicu oleh
terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut. Walaupun
abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering
disebut sebagai penyebab utama abrasi.

Bencana Non Alam


Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam
yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan
wabah penyakit. Bencana non alam termasuk terorisme biologi dan biokimia,
tumpahan bahan kimia, radiasi nuklir, kebakaran, ledakan, kecelakaan
transportasi, konflik bersenjata, dan tindakan perang.
1. Kecelakaan transportasi - Kecelakaan transportasi adalah kecelakaan
moda transportasi yang terjadi di darat, laut dan udara.
2. Kecelakaan industri - Kecelakaan industri adalah kecelakaan yang
disebabkan oleh dua faktor, yaitu perilaku kerja yang berbahaya
Bab 1 Perspektif Keperawatan Gawat Darurat 7

(unsafe human act) dan kondisi yang berbahaya (unsafe conditions).


Adapun jenis kecelakaan yang terjadi sangat bergantung pada macam
industrinya, misalnya bahan dan peralatan kerja yang dipergunakan,
proses kerja, kondisi tempat kerja, bahkan pekerja yang terlibat di
dalamnya.
3. Kejadian Luar Biasa (KLB) - Kejadian luar biasa adalah timbulnya
atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna
secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.

Bencana Sosial
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.
1. Konflik sosial/kerusuhan atau sosial/huru-hara - Konflik sosial atau
kerusuhan dan huru-hara adalah suatu gerakan massal yang bersifat
merusak tatanan dan tata tertib sosial yang ada, yang dipicu oleh
kecemburuan sosial, budaya dan ekonomi yang biasanya dikemas
sebagai pertentangan antar suku, agama, ras (SARA).
2. Aksi teror - Aksi teror adalah aksi yang dilakukan oleh setiap orang
yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman
kekerasan sehingga menimbulkan suasana teror atau rasa takut
terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat
massal, dengan cara merampas kemerdekaan sehingga
mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta benda, mengakibatkan
kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis
atau lingkungan hidup atau fasilitas publik internasional.
3. Sabotase - Sabotase adalah tindakan yang dilakukan untuk
melemahkan musuh melalui subversi, penghambatan, pengacauan
dan/ atau penghancuran. Dalam perang, istilah ini digunakan untuk
mendeskripsikan aktivitas individu atau grup yang tidak berhubungan
dengan militer, tetapi dengan spionase. Sabotase dapat dilakukan
terhadap beberapa struktur penting, seperti infrastruktur, struktur
ekonomi, dan lain-lain.
8 Keperawatan Bencana dan Kegawatdaruratan

1.4 Permasalahan Penanggulangan


Bencana
Bencana sebagian besar tidak dapat diprediksi, tidak dapat dicegah, dan tidak
bersifat pribadi, dengan memakan banyak korban yang menghancurkan di
seluruh dunia. Sejak awal milenium baru, gempa bumi saja telah merenggut
lebih dari 300.000 jiwa dalam setiap 2 tahun (2004 dan 2010) dan lebih dari
100.000 nyawa dalam setiap 2 tahun berikutnya (2005 dan 2008).
Siklon/badai/topan merenggut lebih dari 150.000 nyawa pada tahun 2008.
Dampak bencana alam sangat besar, baik kerugian ekonomi maupun korban
jiwa. Tren kerugian ekonomi dan kematian selama periode 1956 hingga 2005.
Penyebab hidrometeorologi (terutama siklon/badai/topan) telah menimbulkan
kerugian ekonomi yang meningkat (mendekati 500 miliar USD untuk dekade
1996–2005), sementara penyebab geologis (terutama gempa bumi) telah
menyebabkan peningkatan jumlah kematian (lebih dari 500.000 untuk dekade
1996– 2005).
Sering terjadi penanganan bencana tidak efektif, dan masalah yang sering
terjadi adalah:
1. Bencana biasanya merupakan kejadian yang relatif jarang terjadi di
lokasi tertentu. Berbeda dengan masalah medis yang ditangani oleh
sistem pelayanan kesehatan sehari-hari, mulai dari penyakit kronis
seperti diabetes, obesitas, dan hipertensi hingga peristiwa akut seperti
kehamilan, cedera kendaraan bermotor, dan stroke.
2. Bencana biasanya tidak dapat diprediksi - Sulit untuk mengerahkan
sumber daya untuk kejadian buruk yang jarang terjadi dan mengingat
kurangnya pemahaman kita tentang etiologi yang tampaknya tidak
dapat diprediksi.
3. Bencana pada dasarnya membangkitkan respons kemanusiaan - Ini
berada di luar tanggung jawab pemerintah terhadap warganya
(keamanan, pendidikan, pelayanan kesehatan dasar, dll.). Karena
bencana tidak dapat diramalkan dan tidak dapat dicegah, bencana
terjadi dalam situasi tidak diperhitungkan atau diprediksi
4. Koordinasi yang kurang - Respons bencana seperti yang saat ini
sering terjadi memerlukan koordinasi berbagai elemen lembaga
Bab 1 Perspektif Keperawatan Gawat Darurat 9

pemerintah dan pelaksana di lapangan agar dapat dilaksanakan


dengan baik, namun memerlukan waktu yang lama untuk mendapat
persetujuan dari pemangku jabatan. Respons yang cepat dan tanggap
diperlukan untuk memberikan pertolongan yang segera sehingga
dapat menolong dengan cepat.

Menangani kasus bencana dan kedaruratan memerlukan dasar pengetahuan


yang kuat dalam melaksanakan pelayanan atau pertolongan bagi korban
bencana. Konsep perawatan gawat darurat sangat penting untuk praktik
lapangan. Perawat harus mampu melaksanakan penilaian yang cepat dan tepat
alam waktu yang singkat untuk memberikan pertolongan bagi korban yang
kritis atau gawatdarurat.

1.5 Keperawatan Gawat Darurat


Karakteristik pelayanan keperawatan gawat darurat sering tidak dapat
diprediksi tentang jumlah korban yang datang, kondisi korban, dengan
kunjungan keluarga yang mengalami kejadian bencana. Hal dapat kelihatan
dari keluarga adalah kecemasan yang tinggi dan bisa sampai panik mengetahui
kejadian yang menimpa keluarganya.
Tindakan yang dilakukan dalam keadaan gawat darurat memerlukan kecepatan
dan ketepatan yang tinggi. Sehingga diperlukan perawat yang menangani
kasus darurat mempunyai keterampilan dan pengetahuan yang tinggi dalam
menangani penderita kasus gawat darurat akibat dampak bencana atau
kejadian kecelakaan lain.
Perawat harus mempunyai kemampuan untuk menganalisis, membuat
keputusan, dan melaksanakan tindakan untuk memberikan asuhan
keperawatan yang berkualitas terhadap korban yang mengalami
kegawatdaruratan, dan dapat melakukan kolaborasi terhadap tenaga Kesehatan
lain yang terlibat dalam perawatan korban. Kemampuan lain yang harus
dimiliki perawatan adalah kemampuan untuk memberikan asuhan
keperawatan dalam segala kondisi kegawatdaruratan.
10 Keperawatan Bencana dan Kegawatdaruratan

Prinsip Asuhan Keperawatan Gawat Darurat


Prinsip yang harus dilakukan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
dalam keadaan gawat darurat adalah sebagai berikut:
1. Menerapkan prinsip pencegahan secara menyeluruh dari dampak
tambahan dan memberikan asuhan yang aman untuk korban.
2. Melaksanakan tindakan yang cepat dan tepat.
3. Tindakan dilakukan untuk mencegah komplikasi atau mengatasi
masalah fisik dan psikososial korban.
4. Harus konsisten dalam mengawasi atau memonitor kondisi dari pada
korban.
5. Memberikan penjelasan atau keterangan yang sesuai dengan kondisi
korban dan memberikan pendidikan kesehatan untuk memberikan
pemahaman tentang keadaan sakit dari korban.
6. Asuhan keperawatan diberikan secara menyeluruh yaitu dengan
melaksanakan seleksi atau observasi (triase) korban, proses resusitasi,
stabilisasi, kematian, dan penanganan bencana.
7. Selalu memperhatikan aspek legal dan etik keperawatan dalam
melakukan tindakan asuhan keperawatan terhadap korban yang
mengalami kegawatdaruratan.

Fungsi Perawat Dalam Keadaan Darurat


Perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan dalam menangani korban
bencana atau kedaruratan lainya mempunyai fungsi independen, dependen,
dan kolaborasi.
Fungsi independen melakukan tindakan triase, asuhan keperawatan,
memberikan tindakan Bantuan Hidup Dasar (BHD), memberikan balutan
bidai, melakukan stabilisasi dan evaluasi terhadap kondisi korban, dan sebagai
penanggung jawab dalam kelengkapan sarana dan prasarana yang diperlukan
untuk menolong korban.
Fungsi dependen adalah memberikan obat dan menjahit luka jika ada; dan
fungsi kolaborasi adalah resusitasi cairan atau menstabilkan kebutuhan cairan
dalam tubuh korban, dan melakukan intubasi atau melakukan pemasangan alat
untuk keperluan jika memerlukan pemberian obat-obat atau anestesi.
Bab 1 Perspektif Keperawatan Gawat Darurat 11

Triase
Triase bertujuan untuk menjaga alur korban keadaan gawat darurat dengan
menetapkan derajat kegawatan korban, memberikan tindakan yang cepat dan
tepat, serta meningkatkan kualitas pelayanan.
Klasifikasi triase dengan kode dan warna: Merah adalah tanda gawat darurat
dengan pertolongan yang segera, kuning adalah tanda dan kode darurat tidak
gawat, yang artinya tidak harus ditangani dengan segera, hijau adalah tanda
tidak gawat dan tidak darurat, sementara warna hitam adalah tanda dan kode
korban sudah meninggal saat tiba di ruang gawat darurat.
Prioritas Kegawatan di Ruang Gawat Darurat
Prioritas kegawatdaruratan di ruang gawat darurat adalah:
1. Gawat darurat mengancam kehidupan
Gawat darurat yang mengancam kehidupan adalah kesulitan bernafas,
henti jantung, gangguan vertebrata, nyeri dada, luka terbuka di dada
dan abdomen, perdarahan tidak terkontrol, cedera kepala berat,
keracunan, syok, multipel injuri berat, dan kejang.
2. Gawat tidak darurat
Gawat tidak darurat adalah kondisi nyeri karena gangguan paru,
multipel fraktur, diare dan muntah terus menerus, luka bakar,
penurunan kesadaran, dan panas tinggi.
12 Keperawatan Bencana dan Kegawatdaruratan
Bab 2
Konsep dan Prinsip Gawat
Darurat

2.1 Pendahuluan
Kejadian kecacatan yang menetap bahkan kematian dapat terjadi yang
disebabkan oleh kejadian gawat darurat yang bisa terjadi kapan saja, di mana
saja dan siapa pun yang terkena sehingga perlunya diberikan bantuan segera.
Kondisi yang menyebabkan henti napas dan atau henti jantung yang dialami
oleh korban akibat dari kejadian gawat darurat (Thygerson, 2011).
Kejadian buruk lainnya jika terjadi kecelakaan sehingga membutuhkan
pertolongan segera seperti perdarahan. Hal tersebut tidak langsung
menyebabkan hilangnya nyawa seseorang akan tetapi akibat yang ditimbulkan
jika tidak segera ditangani dapat menyebabkan korban mengalami kecacatan
hingga kematian.
Secara global tercatat pada tahun 2015 terdapat terdapat 28,3 juta kematian
akibat kasus penyakit gawat darurat (emergency). Penyakit gawat darurat
tersebut berkontribusi terhadap 50,7% kematian dan 41,5% dari semua
penyakit. Diketahui terjadi peningkatan sebesar 6% dalam kematian
keseluruhan akibat penyakit kondisi gawat darurat dari tahun 1990 hingga
2015. Diketahui cedera (22%), penyakit jantung iskemik (17%), infeksi
14 Keperawatan Bencana dan Kegawatdaruratan

saluran pernapasan bawah (11%), dan stroke hemoragik (7%) merupakan


penyebab sekitar 60% dari penyakit gawat darurat pada tahun 2015 (Razzak,
Usmani and Bhutta, 2019).
Penanganan pasien gawat darurat dikenal dengan filosofinya yakni time saving
it’s live saving. Istilah tersebut mengartikan sebagai seluruh tindakan yang
diberikan pada saat di ruang gawat darurat harus efektif dan efisien, hal ini
dikarenakan pasien akan kehilangan nyawa dalam waktu hitungan menit.
Ketika nafas tidak lagi bekerja selama 2-3 menit maka manusia korban
tersebut akan menemui kematian yang fatal (Surtiningish, Susilo and Hamid,
2016).
Menurut Hartati & Halimuddin (2017), indikator keberhasilan dalam
penanganan medik pasien gawat darurat adalah kecepatan dalam memberikan
pertolongan kepada pasien gawat darurat. Keberhasilan waktu tanggap atau
yang biasa disebut dengan response time sangat bergantung pada kecepatan
pemberian pertolongan serta kualitas yang diberikan untuk menyelamatkan
nyawa atau mencegah cacat sejak kejadian di tempat, dalam perjalanan hingga
pertolongan rumah sakit.
Instalasi Gawat Darurat dikelola untuk menangani pasien gawat darurat
mengancam jiwa yang melibatkan tenaga profesional terlatih serta didukung
dengan peralatan khusus, sehingga perawat dalam memberikan pelayanan
pasien secara cepat dan tepat (Susanti, 2018).
Gawat darurat bisa diakibatkan dari bencana. Bencana yang terjadi bisa terjadi
dari bencana internal maupun eksternal. Bencana internal adalah peristiwa
yang bisa terjadi di dalam rumah sakit itu sendiri, seperti penembak aktif,
pemadaman listrik, atau paparan radiasi. Sedangkan bencana dari eksternal
terjadi di lokasi yang terpisah dari rumah sakit, seperti kecelakaan transportasi
atau kecelakaan industri, pandemi penyakit menular memiliki perkembangan
bertahap ke populasi kritis, bencana alam, bencana kimia, dan bioterorisme
(Puyear and Gnugmoli, 2021).
Konsep Gawat Darurat
Definisi gawat darurat menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 yakni keadaan untuk menyelamatkan nyawa
dan mencegah terjadinya kecacatan dari kondisi klinis pasien yang
membutuhkan tindakan medis segera. Gawat memiliki pengertian kondisi
yang mengancam nyawa, sedangkan darurat ialah dibutuhkannya segera untuk
Bab 2 Konsep dan Prinsip Gawat Darurat 15

mendapatkan penanganan/pertolongan/tindakan untuk korban sehingga dapat


menghilangkan ancaman tersebut.
Kondisi tubuh manusia terdiri dari sel-sel yang kemudian menjadi organ, sel
tersebut akan tetap hidup ketika oksigen tetap ada dalam sel sedangkan jika
oksigen tidak lagi berhenti diberi pasokan ke dalam sel maka akan timbul
kematian. Kematian terdiri atas dua jenis yakni mati klinis dan mati biologis.
Mati klinis yakni jika seseorang telah henti napas dan henti jantung yang
memiliki rentang waktu 6-8 menit setelah terhentinya pernapasan dan sistem
sirkulasi dari tubuh. Sedangkan mati biologis yakni dimulainya kerusakan sel-
sel otak dengan dimulainya waktu 6-8 menit setelah sistem pernapasan dan
sirkulasi berhenti (Musliha, 2010).
Kegawatdaruratan medis juga dapat terjadi pada di berbagai bidang, seperti
cedera otak, ortopedi dan traumatologi, bedah anak, bayi dan anak,
kegawatdaruratan umum, pasien gaduh gelisah, neurologi, radiologi,
kehamilan dan hipertensi, urinologi, bidang paru (asma, batuk darah,
pneumotoraks, jejas inhalasi), saluran cerna, bagian telinga hidung
tenggorokan (Hidayati, Akbar and Rosyid, 2018), kardiovaskuler (gagal
jantung dan sindrom koroner akut, keracunan, kegawatdaruratan psikiatri,
cedera akibat kekerasan dan pelecehan termasuk pisau serta senjata
(Tscheschlog and Jauch, 2015).
Keperawatan gawat darurat dapat menyangkut istilah ”korban” atau melalui
pengelompokan layanan atau keperawatan gawat darurat sering diberikan
pemberi pelayanan kesehatan yang lebih luas mencakup pasien sebagai acuan,
respon perawat terhadap penyakit yang diderita oleh pasien, peran perawat
yang mencakup mandiri dan kolaborasi dengan lainnya, keterampilan dan
pengetahuan lebih luas dan dalam dari perawat yang dibutuhkan dalam
keadaan gawat darurat.
Menurut Sonis et al ketika pasien mengunjungi ke unit gawat darurat tidak
terlepas bagaimana pengalaman pasien tentang kualitas dan nilai perawatan
yang diterima. Pengalaman yang pasien tidak terlepas dari ranah sistem ruang
gawat darurat, faktor dari pasien, faktor dari sumber daya manusia yang
bekerja, dan kepala ruangan unit gawat darurat dan kebijakan.
Dari sisi faktor sistem meliputi kepadatan rumah sakit khususnya instalasi
gawat darurat, lingkungan, ketersediaan, dan kelengkapan fasilitas dan alat.
Faktor pasien yakni harapan pasien, prognosis pasien, stres, nyeri, demografi
pasien, dukungan sosial. Faktor dari staf yakni pengetahuan dan skill, empati
16 Keperawatan Bencana dan Kegawatdaruratan

dan tingkah laku, nilai dan integritas, manajemen waktu, dan kerja sama tim.
sedangkan kepala ruangan dan kebijakan meliputi strategi manajemen,
kompensasi, performa kerja, dan budaya pemberian pelayanan (Sonis et al.,
2019). Sehingga konsep gawat darurat tidak sekedar ketersediaan dan
kecepatan pemberian pelayanan dan perspektif dari tenaga kesehatan saja
namun secara holistik dapat mempertimbangkan pengalaman pasien agar
terlaksana pelayanan gawat darurat yang efektif dan efisien.
Pedoman untuk kegawatdaruratan dari Emergency Nurses Association (ENA)
dikelompokkan menjadi lima tingkat (Tscheschlog and Jauch, 2015):
1. Tingkat I: Resusitasi - Tingkat ini mencakup pasien yang
membutuhkan perawatan segera dan perhatian medis yang ekstra,
contohnya pasien mengalami henti jantung paru, trauma berat,
gangguan pernapasan berat, dan kejang.
2. Tingkat II: Darurat (Emergent) - Pasien ini membutuhkan penilaian
keperawatan segera dan perawatan yang cepat. Pasien yang dapat
dinilai sebagai tingkat II termasuk pasien yang mengalami cedera
kepala, nyeri dada, stroke, asma, dan kekerasan seksual.
3. Tingkat III: Mendesak (Urgent) - Pasien tingkat III membutuhkan
tindakan cepat tetapi dapat menunggu selama 30 menit untuk
pemeriksaan dan pengobatan. Pasien tersebut mungkin melaporkan
ke UGD dengan tanda-tanda infeksi, gangguan pernapasan ringan,
atau nyeri sedang.
4. Tingkat IV: Kurang mendesak (Less Urgent ) - Pasien dalam kategori
ini bisa menunggu hingga 1 jam untuk penilaian dan perawatan.
Pasien kondisi mungkin termasuk yang sakit telinga, sakit punggung
kronis, pernapasan atas gejala, dan sakit kepala ringan.
5. Tingkat V: Tidak Mendesak (Non-Urgent) - Pasien ini dapat
menunggu hingga 2 jam (mungkin lebih lama) untuk penilaian dan
pengobatan. Pasien yang termasuk adalah sakit tenggorokan, nyeri
menstruasi, dan gejala ringan lainnya. Sebagai catatan jika perawat
tidak dapat memutuskan tingkat kegawatdaruratan mana yang terbaik
untuk pasien, berikan pasien tingkat yang lebih tinggi.
Bab 2 Konsep dan Prinsip Gawat Darurat 17

Gawat darurat yang ditemukan pada masyarakat pada keperawatan harus


mempertimbangkan keamanan. Misalnya kasus kecelakaan lalu lintas
setidaknya penolong pertama dapat menceritakan lokasi, nama jalan, peristiwa
penting kejadian, tipe insiden, jumlah kendaraan yang terlibat, jumlah korban,
korban terjebak, keadaan bahaya (api, tumpahan bahan kimia, dan lain-lain).
Pendekatan yang sering terlupakan memberikan pertolongan pada saat gawat
darurat adalah menjauhi keadaan panik bagi penolong maupun sakit kejadian
(Jain and Saakshi, 2019).
Pengkajian secara cepat dan menghitung jumlah korban menjadi tindakan
utama saat menemukan kejadian gawat darurat. Setiap korban dilakukan
pengkajian dan melakukan prioritas kegawatdaruratan. Jika menemukan
korban pertama maka diberi perlu diberikan perawatan.
Hal ini tidak mengabaikan kemungkinan bahwa orang kedua atau ketiga
mungkin terluka lebih parah. Kemudian melakukan pertolongan berdasarkan
prioritas dari masalah saluran pernapasan, pendarahan, luka, dan kondisi
histeris. Penolong memeriksa penyebab kejadian dengan memperhatikan
masih adanya keadekuatan saluran pernapasan, mampu bernapas, tidak
memiliki pendarahan dan sadar.
Setelah itu korban yang tidak sadarkan diri harus ditempatkan dalam posisi
pemulihan. Jika terdapat penolong maka dapat menahan rahang terbuka untuk
mempertahankan jalan napas dan memantau denyut nadi dan pernapasan.
Selanjutnya banyak orang merasa tidak berdaya saat menghadapi kecelakaan,
tetapi banyak juga yang ingin membantu. Saksi dapat membantu untuk
mengontrol lalu lintas, atau memberi bantuan kepada penolong utama seperti
memberikan tekanan pada luka dalam kasus perdarahan.
Tujuan Penanggulangan Gawat Darurat
Tujuan dari penanggulangan gawat darurat yakni (Krisanty et al., 2009):
1. mencegah kematian dan kecacatan pada korban atau pasien gawat
darurat sehingga mereka dapat beraktivitas kembali dalam
masyarakat;
2. melalui sistem rujukan sehingga pasien dapat dilakukan rujukan
untuk memperoleh penanganan yang tepat;
3. penanggulangan korban bencana.
18 Keperawatan Bencana dan Kegawatdaruratan

Peran Serta Masyarakat dan Swasta


Peran dari masyarakat dan swasta jika menemukan kondisi gawat darurat
maka dapat melakukan sebagai berikut (Pasal 17 Peraturan Bupati Nomor 53
Tahun 2019):
1. menghubungi call center jika menemukan kondisi gawat darurat;
2. memberikan jaminan bahwa pemberian informasi yang benar dengan
yang disampaikan ke call center;
3. memelihara sarana dan prasarana program;
4. membantu petugas yang datang pada saat di lokasi kejadian;
5. memberikan kritik dan saran untuk memperbaiki program public
safety center.

2.2 Prinsip Gawat Darurat


Prinsip Pelayanan Penanggulangan Gawat Darurat
1. Orang yang membutuhkan perawatan gawat darurat harus
mendapatkan pertama kali tempat pelayanan gawat darurat yang
tepat, baik melalui panggilan call center pusat komunikasi (118,
emergency lainnya), atau pelayanan kesehatan lainnya
2. Menyediakan pelayanan keperawatan gawat darurat yang sangat
responsif, bookable, mampu mengurangi ketidakjelasan pada saat di
unit gawat darurat atau penerimaan pasien baru sehingga kejadian
tidak diinginkan dapat dihindari.
3. Harus memastikan bahwa pasien atau korban dengan kebutuhan
perawatan yang lebih serius atau darurat akan keselamatan hidup
menerima perawatan di pusat kesehatan dengan fasilitas dan
paramedis yang tepat untuk mendapatkan peluang bertahan hidup dan
pemulihan yang baik.
4. Harus memastikan bahwa tidak ada pasien yang tinggal di unit gawat
darurat atau di rumah sakit lebih lama dari yang diperlukan secara
klinis (National Health Service England, 2020).
Bab 2 Konsep dan Prinsip Gawat Darurat 19

Prinsip Proses Keperawatan Pasien Gawat Darurat


1. Bantuan hidup, dibutuhkan prioritas kondisi pasien yang memerlukan
tindakan segera. Tindakan dapat dilakukan secara bersama dengan
pengkajian. Dokumentasi bisa dilakukan setelah keselamatan
terjamin atau setelah teratasi.
2. Mudah dipahami dan ringkas sehingga dapat dibuat secara jelas dan
singkat.
3. Kondisi mayor dan secara holistik - Prioritas korban atau pasien
dalam kondisi utama yang mengalami gangguan atau kebutuhan
dasar pasien dan keluarga dan atau mengancam kehidupan dari bio-
fisik-psiko-sosial
4. Aktual dan benar - Pengkajian dan perumusan diagnosa yang tepat
dan akurat serta tindakan khususnya dalam keperawatan harus tepat
dan utama.

Proses Keperawatan Gawat Darurat


Proses keperawatan dalam praktik gawat darurat memiliki 5 unsur yakni
domain pengkajian (primary survey dan secondary survey), investigasi dan
analisis, identifikasi, intervensi, evaluasi serta komunikasi (Kurniati, Trisyani
and Theresia, 2018).
Tabel 2.1: Proses Keperawatan Gawat Darurat
Investigasi & Evaluasi &
Pengkajian Identifikasi Intervensi
Analisis Komunikasi
Primary survey Adanya Dilakukan Aktivitas Evaluasi
DRABCDE ketersediaan kategorisasi atau terapeutik yang Melakukan
Danger hasil diagnostik pengelompokan ditujukan kepada proses
periksa situasi dan dan hasil-hasil data yang ada masalah pengkajian
kondisi bahaya, aman laboratorium sehingga dapat kesehatan yang ulang atau
lingkungan, pasien dan yang diidentifikasi akan diatasi pada ‘ongoing‘
perawat dibutuhkan masalah pasien. Adanya pengkajian dari
untuk kesehatan sifat interaktif dan respons pasien
Response menetapkan pasien/kebutuhan simultan di antara terhadap terapi
Respons pasien melalui alur perawatan pasien serta intervensi dan dan intervensi
AVPU (Alert, Verbal, pasien yang prioritas pengkajian yang yang telah
Pain, Unresponsive) pasti intervensi yang bisa dilakukan diberikan guna
Tanggung akan dilakukan secara menilai
Airway jawab perawat bersamaan. kemajuan yang
Kaji jalan napas pasien dalam hal ini Intervensi dicapai.
dari adnaya sumbatan adalah dibedakan
20 Keperawatan Bencana dan Kegawatdaruratan

dan pembebasan jalan memahami menjadi Penilaian


napas dengan perhatikan kenapa intervensi kembali
tulang cervikal pemeriksaan mandiri, disesuaikan
dilakukan dan dependen, dan dengan kondisi
Breathing mengetahui interdependen. kegawatdarurat
Kaji adanya distrs hasilnya an pasien bisa
pernapasan dan sehingga bisa setiap saat, atau
pemberian oksigen mengidentifika setiap 3-4 jam.
diberikan si masalah
kesehatan Komunikasi
Circulation pasien Komunikasi
Kaji nadi, pendarahan, dengan staf
kondisi perfusi. dilakukan
Hentikan pendarahan secara dini
dan akses intravena, sejak
elavasi kaki, RJP, pengkajian
defibrilasi terutama
kondisi pasien
Disability yang gawat
Kaji singkat trauma, atau tidak
kemampuan gerak, gawat darurat
GCS, latelarisasi pupil, dengan ISBAR
stabilisasi berikan (Identification,
Situation,
Exposure Background,
Kaji pasien dari kepala- Assesment,
kaki, lepas pakaian, Recommendati
cegah kehilangan panas on) sebagai alat
tubuh yang
Secondary survey terstruktur.
Berfokus pada riwayat
kesehatan, tanda-tanda
vital, pemeriksaan fisik
Peran perawat dalam kegawatdaruratan memiliki multi peran yang harus
dijalankan. Salah satunya adalah bagaimana caranya merawat banyak korban
di ruangan Emergency Room yang bisa saja terjadi kewalahan, komunikasi
yang efektif, peralatan yang efektif dengan cukup dan memadai, keamanan
dan keselamatan terjamin, koordinasi kebutuhan dan perawatan korban, dan
dokumentasi.
Mengatasi kebutuhan dalam kegawatdaruratan, perlunya pembentukan tim
bencana di rumah sakit. Tim penanggulangan bencana dapat dibentuk dengan
keterlibatan koordinasi dari beberapa pihak terkait seperti divisi persediaan,
peralatan, evakuasi, dan kebutuhan tenaga profesional. Tim penanggulangan
kegawatdaruratan setidaknya harus memiliki anggota tim yang memiliki
pengambilan keputusan yang tepat sehingga dapat memaksimalkan cara
mengatasi keadaan kegawatdaruratan (Oman and Koziol-Mclain, 2007).
Bab 2 Konsep dan Prinsip Gawat Darurat 21

Perawat yang berada pada departemen gawat darurat juga memiliki peran
sebagai advokasi dan pemberian perawatan holistik. Diketahui “caring” juga
menjadi konsep inti dalam keperawatan sehingga tema caring juga tetap
muncul dalam keadaan gawat darurat meskipun dalam keadaan chaos. Caring
sendiri dari seorang perawat dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk beban
kerja, kurangnya waktu istirahat, masalah sumber daya manusia, kerja shift,
dan kurangnya perawatan diri.
Akan tetapi jika kurangnya dukungan dari manajemen yang merupakan
jembatan penghalang paling besar dalam memengaruhi perawat yang berada di
unit gawat darurat memiliki dampak yang berbahaya. Sehingga faktor-faktor
yang memengaruhi yang dapat melemahkan kinerja perawat gawat darurat
dapat meminimalkan faktor tersebut dengan membina lingkungan kerja yang
peduli untuk mempraktikkan asuhan keperawatan holistic sehingga kepuasan
kerja tercapai dan retensi berkurang (Enns and Sawatzky, 2016).
Disisi lain perawat spesialisasi gawat darurat memiliki tanggung jawab yakni
menjadi advokator, melakukan penilaian klinis dengan tepat, melakukan setiap
tindakan dengan praktik caring, berkolaborasi dengan tim multidisiplin,
memahami tentang adanya keragaman budaya, dan memberikan edukasi
kepada pasien dan keluarga (Tscheschlog and Jauch, 2015).

2.3 Pengambilan Keputusan Dalam


Gawat Darurat
Pengambilan keputusan saat di keadaan gawat darurat sangat penting
dilakukan mengingat sesuatu yang mendesak dan ketika pengambilan
keputusan tersebut tidak dilakukan dengan cepat dan tepat dapat memiliki
dampak yang merugikan bagi pasien dan keluarga.
Pengambilan keputusan bersama dapat menghadapi tantangan tersendiri sejak
pasien dan tenaga kesehatan profesional di ruang gawat darurat yang sering
kali tidak memiliki hubungan interaksi yang rumit dan sebagian besar
keputusan tentang diagnosis, perawatan, dan pengaturan pasien bergantung
pada waktu yang terbatas. Hambatan tersebut dapat melibatkan cara
komunikasi yang kurang baik dengan sengaja atau tidak sengaja. Sehingga
22 Keperawatan Bencana dan Kegawatdaruratan

perlunya pengambilan keputusan bersama yang baik dan terintegrasi di unit


gawat darurat.
Ada beberapa proses dalam pengambilan keputusan bersama di unit gawat
darurat yang dijelaskan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1: Model Pengambilan Keputusan Dalam Kegawatdaruratan


(Vranada, Rong and Pranata, 2022)
Gambar 2.1 menjelaskan bahwa penyebab dalam konsep pengambilan
keputusan bersama dapat terjadi melalui peristiwa yang dikaitkan dengan
adanya beberapa pilihan alternatif pemecahan masalah yang kemungkinan
memiliki hasil yang berbeda. Pengambilan keputusan bersama juga akan
memicu berbagai konflik di antara berbagai pihak yang memiliki pandangan
pro dan kontra.
Selain itu, konflik dalam pengambilan keputusan terjadi karena adanya
penilaian dan preferensi terhadap pilihan keputusan yang akan diambil yang
hasilnya bisa memiliki manfaat dan risiko bagi pasien. Kondisi ranah
kegawatdaruratan tentu pihak pasien, keluarga, wali atau tenaga profesional
memiliki ketidakpastian karena dampak kejadian dari pilihan keputusan tidak
ada yang menjamin keberhasilan. Namun keterlibatan pihak-pihak tersebut
menjadi penting dalam berkontribusi untuk pengambilan keputusan bersama
karena menjadi sebab utama dalam kunci keberhasilan keputusan yang tepat.
Bab 2 Konsep dan Prinsip Gawat Darurat 23

Selanjutnya keikutsertaan beberapa pihak tersebut dibutuhkannya sikap


terbuka, saling menghormati, dan saling percaya untuk mencapai kesepakatan
sesuai dengan kepakaran masing-masing. Di samping itu, pasien dan keluarga
juga harus memiliki pengetahuan, pengalaman sakit pasien, dan situasi sosial
sebagai referensi dalam kesepakatan untuk pengambilan keputusan bersama.
Tenaga kesehatan harus menjelaskan dan menggambarkan masalah pasien dan
memberikan kemungkinan pilihan perawatan dengan informasi lengkap baik
kelebihan dan kekurangan setiap pilihan perawatan. Dengan demikian pasien,
keluarga dan penyedia pelayanan kesehatan menghasilkan kesepakatan tentang
rencana perawatan di pelayanan gawat darurat.
Model konsekuensi dari pengambilan keputusan bersama menunjukkan
adanya penurunan konflik keputusan karena terdapat hasil dari pilihan yang
telah diputuskan. Pengambilan keputusan bersama diketahui memberikan
kesempatan kepada pihak-pihak yang terlibat untuk menunjukkan kepentingan
pengembangan pribadi dan pemberdayaan bersama. Pada akhirnya
konsekuensi keterlibatan aktif dari berbagai pihak dalam pengambilan
keputusan bersama dapat meningkatkan kualitas kesehatan pasien.

Anda mungkin juga menyukai