Anda di halaman 1dari 9

Bencana Tsunami di aceh

DISUSUN OLEH
SUDARSI ANDAYANI
1814201039

PRODI S1 KEPERAWATAN
KEPERAWATAN BENCANA
DOSEN PEMBIMBING
Dr DESSIKA FEBRIA, SKM . M KL
Bencana Tsunami
Tsunami merupakan bencana yang tidak dapat diprediksi waktu kemunculannya,
namun jika terjadi dapat menimbulkan kerusakan dan dampak yang besar, Daya rusak bencana
tsunami sangat dahsyat terutama di wilayah pesisir dan dapat menjangkau wilayah yang cukup
luas hingga puluhan kilometer dari garis pantai. Daerah yang masih mempunyai potensi
mendapat kerusakan karena terpaan gelombang tsunami disebut dengan daerah rawan
bencana tsunami (LAPAN, 2015).
sunami tidak hanya menyangkut teknologi namun juga melibatkan kesiapsiagaan
masyarakat sebagai komponen sosial budaya dan ekonomi politik yang perlu diidentifikasi dan
diperbaiki. Masyarakat Simeulue mengangkat kearifan lokal "smong" sebagai sistem
peringatan dini tsunami tradisional yang berhasil menyelamatkan mereka dari bencana. Sistem
ini dapat diadaptasi dan diterapkan ke masyarakat di daerah lain yang rentan terhadap
bencana yang sama. Dengan latar belakang tersebut, artikel ini disusun dengan tujuan untuk
memahami dan menggali permasalahan dalam penerapan sistem peringatan dini tsunami di
Indonesia melalui studi literatur. Data dan bahan diperoleh dari jurnal, prosiding, buku,
majalah, wawancara dan laporan serta wawasan yang didapat saat tinjauan lapangan pada
Ekspedisi Widya Nusantara tahun 2017
Tsunami merupakan perpindahan volume air dalam jumlah besar yang disebabkan
oleh perubahan dasar laut secara vertikal yang terjadi secara mendadak. Menurut Gogo et al.
(2017) dalam (Li dan Huang 2011) gelombang tsunami digolongkan dalam gelombang panjang
berkisar antara 10 km sampai dengan 500 km dengan panjang periodenya 5 sampai 2000 detik
dan tinggi gelombang tsunami tersebut mencapai 30 m. Ketinggian gelombang tsunami akan
terus bertambah ketika gelombang tersebut mendekati pantai. Hal tersebut disebabkan oleh
perubahan kontur laut yang semakin dangkal. Proses ini turut menjelaskan mengapa
gelombang tsunami yang terbentuk di dekat sumber gempa bumi hanya tercatat tidak lebih
dari 1 m, namun di dekat kawasan pantai di Aceh dan daerah lainnya ketinggiannya dapat
mencapai hingga puluhan meter (Pietrzak et al. 2007)
Tsunami adalah gelombang air yang sangat besar yang disebabkan oleh berbagai
macam gangguan dari dasar laut. Gangguan tersebut dapat berupa gempa bumi, pergeseran
lempeng dan gunung api yang meletus. Dampak dari Tsunami itu sendiri adalah dapat merusak
apa saja yang dilaluinya, mulai dari bangunan, tumbuhan serta menyebabkan jatuhnya korban
jiwa. Tsunami telah melanda berbagai tempat, pada tahun 1755 bencana alam ini terjadi di
Lisboa, ibu kota Portugal, pada tahun 1883 letusan gunung Krakatau di Indonesia juga telah
menyebabkan Tsunami dan beberapa tempat lainnya. (Nanin, 2008: 5)
tsunami (serapan dari bahasa Jepang: 津 波 , arti harfiah: "ombak besar di
pelabuhan") adalah gelombang air besar yang diakibatkan oleh gangguan di dasar
laut, seperti gempa bumi. Gangguan ini membentuk gelombang yang menyebar ke
segala arah dengan kecepatan gelombang mencapai 600–900 km/jam. Awalnya
gelombang tersebut memiliki amplitudo kecil (umumnya 30–60 cm) sehingga tidak
terasa di laut lepas, tetapi amplitudonya membesar saat mendekati pantai. Saat
mencapai pantai, tsunami kadang menghantam daratan berupa dinding air raksasa
(terutama pada tsunami-tsunami besar), tetapi bentuk yang lebih umum adalah
naiknya permukaan air secara tiba-tiba. Kenaikan permukaan air dapat mencapai 15–
30 meter, menyebabkan banjir dengan kecepatan arus hingga 90 km/jam, menjangkau
beberapa kilometer dari pantai, dan menyebabkan kerusakan dan korban jiwa yang
besar

A . dampak bencana terhadap kesehatan


1. avid Batty dan David Callaghan pernah membeberkan penyakit-penyakit
yang mengancam korban tsunami yakni kolera, diare, malaria, infeksi dada,
demam berdarah dengue, typhoid, hepatitis A, infeksi vagina, dan penyakit
anak-anak. Kolera merupakan infeksi usus yang disebabkan oleh bakteri,
dan disebarkan oleh air dan makanan yang terkontaminasi. Biasanya,
wabah tersebut disebabkan oleh pasokan air yang tercemar. Penyakit ini
merupakan penyakit yang paling mengancam kesehatan korban tsunami,
sebab kolera bisa menyebabkan diare dan muntah parah. Satu dari 10
pasien kolera berpotensi menderita dehidrasi, dan rentan terjadi pada anak-
anak dan orangtua. Selain kolera, penyakit yang umum menyerang korban
tsunami adalah diare.

2. Menurut WHO, malaria juga menjadi penyakit yang mengancam kesehatan


pasca tsunami. Malaria merupakan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk
dengan cara menggigit manusia, dan menyuntikkan parasit malaria ke
dalam darah, dan akan menginfeksi hati serta menghancurkan sel darah
merah.

3. Hilangnya tempat tinggal membuat orang rentan terhadap paparan,


serangga, panas, dan berbahaya bagi lingkungan. Selain itu, air yang
terkontaminasi dan kurangnya persediaan makanan dapat menyebabkan
penyakit. Apalagi akses kesehatan mereka telah berkurang.

4. tsunami menciptakan gelombang air laut yang dapat menyapu area


geografis yang luas. Saat air laut menerjang daratan, air bersih akan
bercampur dengan air laut dan berpotensi terkontaminasi mikroorganisme
seperti bakteri, virus, parasit, serta bahan kimia yang berpengaruh terhadap
kesehatan manusia.
5. Keracunan makanan dapat disebabkan oleh kuman pathogen yang
mencemari air, makanaan, peralatan makanan/masak, lingkungan Tempat
Pengolahan Makanan, pemilihan bahan, serta cara penyajian yang
tidak higienis. Bencana Tsunami yang pernah terjadi pada tangal 26
Desember 2004 menimbulkan berbagai macam masalah antara lain
perumahan dan lingkungan. Sampai saat masalah higiene dan sanitasi
lingkungan belum tertata dengan baik, air yang digunakan untuk keperluan
sehari hari belum memenuhi syarat kesehatan. Pernah dilaporkan Kejadian
Luar Biasa (KLB) keracunan makanan di derah Tanah Pasir yang
menyebabkan 274 penderita mengalami keracunan makanan. Jumlah
penderita yang dirawat sebanyak 38 orang dengan tanda-tanda pusing, dan
muntah. Dari hasil penelitian dampak tsunami terhadap higiene dan sanitasi
Tempat Pengolahan Makanan di beberapa Barak pengungsi Nanggroe
Aceh Darussalam antara lain, 166 spesimen diperiksa ternyata 35,5%
terkontaminasi kuman pathogen. Perilaku penjamah 55,1% belum
melakukan higiene sanitasi dengan benar, kemungkinan disebabkan kondisi
rumah/tempat tinggal (barak) masih dalam keadaan darurat, kondisi barak
satu dengan barak lain hanya dibatasi oleh dinding, 5-12 keluarga
menggunakan dapur bersama-sama, sehingga kemungkinan terjadi
pertukaran/pinjam-meminjam alat masak.
B . Proses Kedaruratan Tsunami Aceh
1. Menetapkan Bencana Tsunami Aceh sebagai Bencana Nasional Tanggal 27
Desember 2004 presiden RI mengekuarkan keputusan bahwan bencana alam
gempa dan tsunami Aceh sebagai bencana nasional. Presiden juga
mengeluarkan arahan agar Gubernur Aceh untuk melakukan tindakan yang
kompherensif dalam penanganan tanggap darurat tersebut. Presiden juga
menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2005 tentang kegiatan tanggap
darurat dan perencanaan serta persiapan rehabilitasi dan rekontruksi pasca
gempa dan tsunami di Aceh.
2. Tahap Tanggap Darurat (Januari 2005 – Maret 2005) Tahapan ini dilakukan
untuk menyelamatkan korban yang masih hidup, termasuk memberikan
kebutuhan-kebutuhan yang mendasar pada korban. Tahapan ini hanya
dilakukan selama 3 bulan, selama proses berlansung respon dari masyarakat,
unsur-unsur dari pemerintah dan LSM sangat baik. Tahapan ini juga di dukung
oleh pendanaan yang sangat baik, setidaknya untuk upaya tangga darurat
dana yang di janjikan oleh beberapa pendonor mencapai 80 juta dollar.
3. Tahap Rehabilitasi (April 2005 – Desember 2006) Tahapan ini merupakan
tindakan lanjutan dari tahan tanggap darurat. Tujuaan tahapan rehabilitasi
adalah memulihkan dan mengembalikan fungsi-fungsi bangunan dan
infrastruktur dasar yang di anggap menjadi keperluan mendesak, seperti
rehabilitasi sarana kesehatan, sekolah, tempat ibadah, serta sarana dan
prasarana perekonomian. Proses rehalibitasi ini I-20 mempunyai target sampai
fasilitas pelayanan publik dapat berfungsi pada tingkat yang memadai dalam
pelayanannya. Pada tahapan ini juga difokuskan pada penyelesaian
permasalahan terkait pada aspek hukum seperti penyelesaian hak atas tanah
dan juga pemulihan non struktural berupa pemulihan trauma pada korban-
korban tsunami.
Tahap Rekonstruksi (Juli 2005 – Desember 2009) Tahap ini merukapan tahapan
lanjutan setelah selesai tahap rehabilitasi. Tahap rekontruksi bertujuan melakukan
pembangunan kembali fasilitas-fasilitas umum dan hunian masyarakat sehingga terbentuknya
kembali kawasan kota dan desa. Pada tahapan ini semua kegiatan melibatkan pemerintah,
para pakar, LSM dan masyarakat yang terkena bencana. Pembangunan sarana dan prasarana
ini harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah di susun oleh pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Pembangunan bangunan penting baru juga dilaksanakan pada tahapan ini,
seperti pembangunan tower sirine tsunami yang berfungsi memberi peringatan dini jika terjadi
kembali bencana tsunami. Diharapkan keberadaan tower tersebut mampu memberikan
informasi yang dibutuhkan masyarakat ketikan bencana terjadi. Gambar 1.8 merupakan
gambar tower sirine tsunami yang berada di Kota Banda Aceh.
Tahun 2005 tahapan rehabilitasi dan rekontruksi pemerintah telah mendapat
persetujuan dana I-21 dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebesar Rp 8,4 triliun agar di
anggarkan untuk proses rehabilitasi dan rekontruksi Aceh. Dana Rp 8,4 triliun tersebut dibagi-
bagi pengelolaannya, Rp 3,9 triliun di kerjakan oleh Badan Pelaksana Rekontruksi dan
Rehabilitasi NAD dan Nias (BRR Aceh-Nias) yang telah menetapkan 101 satuan kerja untuk
pelaksanaan proyek rehabilitasi dan rekontruksi. Dana sebesar Rp 3,9 triliun di serahkan BRR
ke pemerintah daerah yang wilayahnya terkena dampak tsunami. Keseluruhan dana yang
diserahkan oleh BRR di fokuskan kebeberapa bidang seperti bidang kesehatan dan pendidikan
Rp 480 miliar, bidang pemberdayaan ekonomi dan usah Rp 546,104 miliar, bidang agama,
sosial, dan kebudayaan Rp 270,809 miliar, bidang sekretariat dan komunikasi Rp190,529 miliar,
bidang perencanaan dan program Rp90,5 miliar, bidang kelembagaan Rp769,753 miliar, bidang
perumahan, infrastruktur dan tata guna lahan Rp1,619 triliun. Sisa dana sebesar Rp 4,4 triliun
dikelola oleh pemerintah dengan tettap melakukan koordinasi dengan Badan Pelaksana
Rekontruksi dan Rehabilitasi NAD dan Nias (BRR). Selain dana tersebut beberapa pendonor lain
juga memberikan dana yang jumlah total keseluruhan 3,1 miliar dollar AS untuk rehabilitasi
dan rekontruksi. Pada tahun 2005 ada beberapa hasil pembangunan yang telah dilakukan
seperti telah terbangunnya 3.200 unit rumah, dengan target keseluruhan pembangunan
rumah adalah 80.000 unit. Pada aspek transportasi pemerintah di bantu Palang Merah
Singapura dan Pemerintah Singapura telah membangun pelabuhan Meulaboh, sedangkan
pembangunan pelabuhan Ulee Lheue pemerintah dibantu oleh pemerintah Australia dan
United Nations Development Programme (UNDP). Untuk pemulihan kembali sebagian akses
jalan di pantai barat Aceh, pemerintah di antu oleh pemerintah Amerika Serikat melalui United
States Agency for International Development (USAID) dengan nilai proyek sebesar 250 juta
dollar America Serikat
KESIMPULAN
Bencana alam yang disertai dengan pengungsian seringkali menimbulkan dampak
terhadap kesehatan masyarakat yang menjadi korban, terlebih mereka yang termasuk dalam
kelompok rentan. Permasalahan kesehatan akibat bencana beragam, termasuk meningkatnya
potensi kejadian penyakit menular maupun penyakit tidak menular, permasalahan kesehatan
Iingkungan dan sanitasi serta kesehatan reproduksi perempuan dan pasangan. Kondisi dapat
menjadi Iebih buruk antara lain dikarenakan pemberian pelayanan kesehatan pada kondisi
bencana sering tidak memadai. Berbagai panduan penanggulangan masalah kesehatan akibat
bencana sudah dikeluarkan di tingkat nasional. Upaya tersebut pada prinsipnya dilaksanakan
untuk menjamin terpenuhinya hak-hak masyarakat, antara lain hak untuk mendapatkan
bantuan pemenuhan kebutuhan dasar. Pengorganisasian sektor kesehatan juga dilakukan
berjenjang. Dalam hal ini, peran Puskemas di lokasi kejadian bencana menjadi sangat penting,
baik pada fase prabencana, saat bencana maupun paskabencana.Jnitiai rapid health
assessment, misalnya, merupakan kegiatan penting yang perlu dilaksanakan petugas
kesehatan dan diharapkan dapat dapat memetakan kelompok rentan serta berbagai masalah
kesehatan dan risiko penyakit akibat bencana. Standar minimal pun telah ditetapkan, meliputi
aspek pelayanan kesehatan, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, gizi dan
pangan, Iingkungan serta kebutuhan dasar kesehatan. Peristiwa gempa di Bantul pada tahun
2006 memberikan pembelajaran bahwa pelayanan gawat darurat yang diberikan oleh petugas
kesehatan telah berkontribusi dalam mengurangi jumlah korban jiwa yang meninggal. Dengan
segala keterbatasan sumber daya, peralatan dan obat-obatan para petugas kesehatan
melakukan pertolongan pertama pada para korban, sebelum dilakukan perawatan lanjutan.
Dalam kondisi serba darurat, petugas kesehatan baik tenaga medis dan non-medis bekerja
sama memberikan pertolongan pertama pada setiap pasien korban gempa. Selain itu,
pelayanan petugas kesehatan pada masa rehabilitasi juga berkontribusi pada tersedianya
kebutuhan gizi bayi dan balita serta pemenuhan keperluan kesehatan reproduksi perempuan.
Salah satu faktor yang mendukung kelancaran para petugas kesehatan dalam melakukan
tindakan gawat darurat pada saat terjadi bencana dan memberikan pelayanan kesehatan
paska gempa adalah partisipasi aktif masyarakat. Dalam kondisi mengalami bencana,
masyarakat aktif membantu pencarian korban; membawa korban luka ke tempat pelayanan;
mendirikan tenda darurat; distribusi obat-obatan, makanan bayi dan balita serta kebutuhan
khusus perempuan; melakukan pendataan korban dan memberikan informasi tentang wilayah
yang memerlukan penanganan kesehatan di wilayah terdampak. Peran petugas kesehatan dan
partisipasi aktif masyarakat dalam penanganan korban pada saat terjadi bencana, masa
tanggap darurat dan masa rehabilitasi memegang peranan penting dalam membantu
masyarakat untuk bertahan hidup dan menjalani proses pemulihan dari dampak bencana.

Anda mungkin juga menyukai