Anda di halaman 1dari 74

RISET KEBIJAKAN KESEHATAN

Dosen : Asrinawaty, S.Kom, M.Kes

Oleh :

Nama : Setiawan Muhammad

Npm : 17070322

Kelas : Semester VII AKK Reguler Banjarbaru

PROGRAM STUDI KESEHATAN


MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN
MUHAMMAD
ARSYAD AL-BANJARI
2021
PERMASALAHAN KESEHATAN DALAM KONDISI BENCANA:
PERAN PETUGAS KESEHATAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT

HEALTH PROBLEMS IN A DISASTER SITUATION: THE ROLE OF HEALTH


PERSONNELS AND COMMUNITY PARTICIPATION
Widayatun 1 dan Zainal Fatoni2
12
' Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPK-LIPI)
1
wida1960@yahoo.com; 2zainalfatonilipi@gmail.com

Abstrak Abstract

Sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di Most Indonesian population are living in prone areas
wilayah yang rentan terhadap bencana alam, termasuk of natural disasters, including earthquake.
gempa bumi. Bencana gempa yang diikuti dengan Earthquake disasters followed by the long temporary
pengungsian berpotensi menimbulkan masalah shelters potentially create health problems; however,
kesehatan; namun demikian, pelayanan kesehatan health systems in a disaster situation tend to face
pada kondisi bencana sering menghadapi kendala, obstacles, such as the damaged or inadeaquate health
antara lain akibat rusak atau tidak memadainya existing facilities. This paper aims to discuss health
fasilitas kesehatan. Tulisan ini mendiskusikan problems following a disaster and to assess the role
permasalahan kesehatan dalam kondisi bencana dan of health personnel and community participation in
mengkaji peran petugas kesehatan serta partisipasi this situation. Data and information in this paper are
masyarakat dalam penanggulangannya. Sebagian mainly based on a study "Assessment on Basic Needs
besar informasi dalam tulisan ini disusun berdasarkan Fulfillment following Bantu/ Earthquake in
basil studi "Kajian Pemenuhan Kebutuhan Dasar 20016"and a desk review on related documents and
Korban Gempa Bantul 2006" pada tahun 2010 serta literatures. The study found that within the health
penelusuran literatur terkait (desk review). Hasil studi sector, many guidances indicate the important role of
menunjukkan bahwa di sektor kesehatan, berbagai the health personnel during disaster situation. The
piranti legal (peraturan, standar) telah menyebutkan 2006 Bantu/ Earthquake was not only resulting in
peran penting petugas kesehatan dalam number of deaths, injured people and the damaged
penanggulangan bencana. Bencana tidak hanya health facilities, but it was also creating public health
menimbulkan korban meninggal dan luka serta problems, for example the disaster related diseases,
rusaknya berbagai fasilitas kesehatan, tetapi juga the broken water supply and sanitation facilities,
berdampak pada permasalahan kesehatan masyarakat, traumatic issues among the victims and the limited
seperti munculnya berbagai penyakit paskagempa, access to the health reproductive services for women
fasilitas air bersih dan sanitasi lingkungan yang and couple. Health personnel together with
kurang baik, trauma kejiwaan serta akses terhadap community have essential role in dealing with
pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan disaster, from the initial stage following the
pasangan. Petugas kesehatan bersama dengan earthquake (day 1-3}, the emergency period (day 3-
masyarakat berperan dalam penanggulangan bencana 30) until the rehabilitation and recontruction phase
gempa, mulai dari sesaat setelah gempa (hari ke-1 (> 1 month). Many factors contributed to the success
hingga hari ke-3), masa tanggap darurat (hari ke-3 story of the primary health care personnels in
hingga sebulan) serta masa rehabilitasi dan delivering publich health roles following the Bantu/
rekonstruksi (sejak sebulan paskagempa). Beberapa Earthquake, especially the actively community and
faktor turut mendukung kelancaran petugas volunteer participation in helping dealing with the
Puskesmas dalam melakukan tindakan gawat darurat disaster victims.
pada saat gempa, termasuk partisipasi aktif
masyarakat dan relawan dalam membantu Key words: Disaster response, community
penanganan korban. participation, health, primary health care,
earthquake, Bantu/
Kata kunci: Penanggulangan bencana, partisipasi
masyarakat, kesehatan, Puskesmas, Gempa,
Bantul

Jurnal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No.1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902) 37


PENDAHULUAN dalam kondisi bencana dan penanganannya relatif
masih terbatas. Oleh karena itu, artikel ini bertujuan
Secara geologis dan hidrologis, Indonesia merupakan untuk membahas permasalahan kesehatan dalam
wilayah rawan bencana alam. Salah satunya adalah kondisi bencana dan mengkaji peran petugas
gempa bumi dan potensi tsunami. Hal ini dikarenakan kesehatan serta partisipasi masyarakat dalam
wilayah Indonesia berada pada pertemuan tiga penanggulangannya.
lempeng tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia
di bagian selatan, Lempeng Eurasia di bagian utara Data dan informasi serta berbagai kebij akan dan
dan Lempeng Pasifik di bagian Timur. Ketiga program yang berkaitan dengan permasalahan
lempengan tersebut bergerak dan saling bertumbukan kesehatan pada kondisi bencana yang disajikan dalam
sehingga Lempeng Indo-Australia menunjam ke tulisan ini disusun berdasarkan basil kajian literatur
bawah lempeng Eurasia dan menimbulkan gempa terkait (desk review). Sebagian besar desk review
bumi, jalur gunung api, dan sesar atau patahan. difokuskan pada bencana gempa bumi, namun pada
Penunjaman (subduction) Lempeng Indo-Australia beberapa bagian juga dibahas bencana alam lainnya.
yang bergerak relatif ke utara dengan Lempeng Selain itu, data dan informasi dalam tulisan ini juga
Eurasia yang bergerak ke selatan menimbulkan jalur berasal dari sebuah kajian tentang "Pemenuhan
gempa bumi dan rangkaian gunung api aktif sepanjang Kebutuhan Dasar Korban Gempa Bantul 2006" yang
Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara dilaksanakan pada tahun 2010. Studi ini dilakukan
sejajar dengan jalur penunjaman kedua lempeng oleh tim peneliti LIPI bekerja sama dengan Nagoya
tersebut. University dan Nara University, Jepang. Studi yang
menggabungkan pendekatan kuantitatif (survei rumah
Potensi bencana alam dengan frekuensi yang cukup tangga) dan kualitatif (wawancara terbuka dan FGD)
tinggi lainnya adalah bencana hidrometerologi, yaitu ini memang tidak secara spesiftk melihat peran
banjir, longsor, kekeringan, puting beliung dan petugas kesehatan dalam penanganan masaah
gelombang pasang. Frekuensi bencana kesehatan paskagempa di Kabupaten Bantul, akan
hidrometerologi di Indonesia terus meningkat dalam tetapi cukup banyak informasi yang relevan untuk
10 tahun terakhir. Berdasarkan data Badan Nasional diangkat sesuai dengan tujuan penulisan artikel ini.
Penanggulangan Bencana (BNPB}, selama tahun
2002-2012 sebagian besar bencana yang tetjadi
disebabkan oleh faktor hidrometerologi (BNPB, 2012).
DAMPAKBENCANATERHADAP
Bencana lainya yang sering menelan korban dan harta PENDUDUK
benda yang cukup besar lainnya adalah bencana
Banyaknya bencana alam yang terjadi di Indonesia
letusan gunung berapi. Letusan Gunung Merapi di
memberikan dampak dan pengaruh terhadap k:ualitas
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang tetjadi
hidup penduduk yang dapat dirasakan baik secara
pada 26 Oktober tahun 2010 telah mengakibatkan
langsung maupun tidak langsung. Salah satu dampak
banyak korban jiwa dan harta benda. Aliran awan
langsung dari tetjadinya bencana alam terhadap
panas yang dimuntahkan lava/material Merapi dengan
penduduk adalah jatuhnya korban jiwa, hilang dan
kecepatan mencapai 100 km per jam, dan panas
luka-luka. Sedangkan dampak tidak langsung terhadap
mencapai kisaran 450-600°C membakar hutan dan
penduduk antara lain adalah tetjadinya banyak
pemukiman penduduk sehingga dilakukan evakuasi
kerusakan-kerusakan bangunan perumahan penduduk,
penduduk secara besar-besaran.
sarana sosial seperti bangunan sekolah, rumah sakit
Bencana menimbulkan dampak terhadap menurunnya dan sarana kesehatan lainnya, perkantoran dan
kualitas hidup penduduk, termasuk kesehatan. Salah infrastruktur jalan, jembatan, jaringan listrik dan
satu permasalahan yang dihadapi setelah terj adi telekomunikasi. Selain itu, terjadinya bencana alam
bencana adalah pelayanan kesehatan terhadap korban juga mengakibatkan adanya kerugian ekonomi bagi
bencana. Untuk penanganan kesehatan korban penduduk, seperti kerusakan lahan pertanian dan
bencana, berbagai piranti legal (peraturan, standar) kehilangan mata pencaharian, terutama bagi penduduk
telah dikeluarkan. Salah satunya adalah peraturan yang yang bekerja disektor in formal.
menyebutkan peran penting Puskesmas dalam
Salah satu bencana banjir dan tanah longsor yang
penanggulangan bencana (Departemen Kesehatan RI,
cukup banyak menelan korban jiwa dan harta benda
2007; Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
adalah bencana banjir bandang di Wasior pada tanggal
Departemen Kesehatan, 2006; Pusat Penanggulangan
4 Oktober 2010. Bencana ini telah mengakibatkan
Masalah Kesehatan Sekretariat Jenderal Departemen
sekitar 162 orang meninggal, 146 orang hilang, 91
Kesehatan, 2001). Namun demikian, literatur atau
luka berat dan sekitar 9.016 jiwa mengungsi. Kerugian
studi yang berkaitan dengan permasalahan kesehatan
akibat bencana banjir bandang ini ditaksir mencapai

38 Jurnal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No.1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902)


700 rnilyar (Pemerintah RI, 2007; BNPB, 2012; Gempa bumi di Flores Timur (Nusa Tenggara Timur)
Pemerintah Kabupaten Teluk Wondama, 2010). Pada yang terjadi pada tahun 1992 juga merupakan salah
tahun yang sama, letusan Gunung Merapi telah satu yang terparah dan menyebabkan sekitar 2.500
mengakibatkan banyak korban jiwa. Menurut data orang meninggal. Tidak hanya korban jiwa, bencana
Pusat Pengendalian dan Operasi BNPB yang dirilis gempa bumi seringkali mengakibatkan banyak korban
pada tanggal 11 Nopember 2010 jurnlah korban jiwa luka-luka, banyak orang mengungsi, serta merusak
mencapai sekitar 194 jiwa meninggal. banguoan rumah dan fasilitas umum, termasuk jalan
dan pelayanan kesehatan.
Data BNPB juga mencatat kejadian gempa bumi di
berbagai wi layah di Indonesia. Data pada Tabel 1 Sebagian gempa bumi disertai dengan gelombang
memperlihatkan peristiwa Gempa Bantu! pada tahun tsunami yang semakin memperparah dampak bencana
2006 merupakan yang terparah dilihat dari jumlah tersebut terhadap penduduk yang terkena dampak.
korban meninggal yang mencapai 4.143 jiwa. Tidak Data BNPB mencatat gempa bumi dan tsunami besar
hanya di Kabupaten Bantu!, gempa pada waktu yang pada akhir tahun 2004 merupakan yang terbesar (Tabel
sama juga mengguncang Kabupaten Klaten dan 2). Ratusan ribu orang menjadi korban dalam peristiwa
mengakibatkan setidaknya 1.045 orang meninggal. tersebut, terutama di wilayah Provinsi Aceh dan
Sumatera Barat. Selain gempa-tsunarni 2004 tersebut,
bencana serupa yang relatif parah juga teijadi di
Kepulauan Mentawai (2010) dan Ciarnis (2006).

Tabell. Data Sepuluh Besar Gempa Bumi di Indonesia Menurut Jumlah Korban Meninggal Terbanyak
Dampak terhadap Penduduk (Jiwa) Damoak terhadao Baneunan, La han dan FasiUtas Umum
Rumah Rumab Fasilitas Fasilitas
Wak'tu Lokasi Luka- Rusak Rusak Kesehatan Pendidikan Jalan Laban
Meninggal Hilang Menderita Meogungsi
luka Berat Ringan Rusak Rusak Rusak Rusak
(Bun b) ffiuah) ffiuah) (Buah) (Km) lRa)
27-05- Bantu!
4. 143 12.026 0 0 802.804 78.622 69.8 18 94 917 0 0
2006 (DIY)
Flores
12-12-
Timur 2.500 2.103 0 0 0 0 18.000 0 0 0 0
1992
(NIT)
27-05- Klalen
1.045 18. 127 0 0 713.788 32.277 63.615 Ill 298 0 0
2006 (Jaleng)
02-12- Wonosobo
727 0 0 0 0 2.250 0 0 0 0 500
1924 (Jaleng)
28-03- Nias
685 3.277 I 0 12.542 24.739 0 66 520 1.490 1.943
2005 (Sumul)
Tanah
30-09-
Dalar 666 25 0 0 0 57.77 1 30.108 246 375 191 0
2009
(Sumbar)
12-09- Buleleng
442 362 0 0 0 77 0 0 226 0 0
1976 (Bali)
Kola
05..{}9- Padang
427 0 0 0 0 2.383 0 0 0 0 0
1926 Panjang
(Sumbar)
Kola
30-09-
Padang 383 1.202 2 0 0 37.587 78.891 21 3.547 30 0
2009
(Sum bar)
22-0 1- Jayawijaya
306 0 1.000 2.682 0 0 0 0 0 0 0
198 1 (Papua)
..
Sumber: Data dan lnformasi Bencana lndonesta, BNPB (http://d tbJ.bnpb.go.td)

Jumal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No. I Tahun 2013 (ISSN 1907-2902) 39


Data Sepuluh Besar Gempa Bumi di Indonesia Menurut Jumlah Korban Meninggal Terbanyak

~ Dampak terbadap Penduduk (Jiwa) Dam ak terhadap Bane:unan, Laban dan Fasilita~ Umum
Rumah Rumab FasUitas Fasllitas
Lokasi Luka- Rusak Rusak Kesehatan Pendldikan Jalan Laban
l tu Meninggal ffilang Menderita Mengungsi Ru ;ak Husak
- 27-05- Bantu!
luka Berst
(Buab)
Ringan
(Buab)
Rusak
(Buah)
Rusak
(Buabl lKm) (Ha)

4.143 12.026 0 0 802.804 78.622 69.818 94 917 0 0


2006 (DIY)
Flores
12-12- 2. 103 0 0 0 0 18.000 0 0 0 0
Timur 2.500
1992
(NTI1
27-05- Klaten 713.788 32.277 63.61 5 Ill 298 0 0
1.045 18. 127 0 0
2006 (Jateng)
02-12- Wonosobo 0 0 0 2.250 0 0 0 0 500
727 0
1924 (Jateng)
28-03- Nias 0 12.542 24.739 0 66 520 1.490 1.943
685 3.277 I
2005 (Sumut)
Tanah
30-09- 0 0 57.77 1 30.108 246 375 19 1 0
Datar 666 25 0
2009
(Sumbar)
12-09- Buleleng 0 0 77 0 0 226 0 0
442 362 0
1976 (Bali)
Kola
05-09- Padang 0 0 2.383 0 0 0 0 0
427 0 0
1926 Panjang
(Sumbar)
Kota
30-09- 37.587 78.89 1 21 3.547 30 0
Padang 383 1.202 2 0 0
2009
(Sumbar)
22-0 1- Jayawijaya 0
306 0 1.000 2.682 0 0 0 0 0 0
198 1 (Papua)
..
Sumber: Data dan Info rmas i Bencana Indonesta, BNPB (http://dtbt.bnpb.go.td)

Tabel 2. Data Scpuluh Besar Gempa Bumi disertai Tsunami di Indonesia Menurut Jumlah Korba n
Meninggal Terbanyak
Dampak terbadap Penduduk (Jiwa) Dam ~ak terbadap Bane:unan, Laban dan FasUitas Umum
Rumab Rumab Fasilitas Fasllitas
Ja.la n Laban
Waktu Lokasi Luka- Rusak Rusak Kesebatan Pendldlkan
Meninggal BJiang Menderita Mengungsi Rusak Rusak
luka Berst Ringan Rusak Rusak
(Km) (Ha)
CBuah) (Buab) CBuah) CBuah)
26-12- Kola Banda
2004 Aceh {Aceh)_ 77.804 0 0 269.09 1 34. 146 96.576 96.576 23 55 34.884 58087
26-12- Aceh Besar
2004 (Aceh) 47.784 0 0 306.7 18 11 6.984 24.352 0 62 299 0 0
26-12- Aceh Jaya
2004 (Aceh) 19.661 0 143 93.547 29.273 34.232 0 26 0 0 0
26-12- Aceh Barat
2004 (Acch) 11.830 0 3.024 227.278 59.584 43.678 0 23 256 0 0
26-12- Pidic
2004 (Acch) 4.646 0 1.463 5 17.452 3 1.078 43.256 0 20 95 0 0
26-12- Aceh Ulara
2004 (Aceh) 2.238 384 488 395.800 28.268 24.654 0 24 204 0 0
26-12- Bireuen
2004 (Aceh) 1.202 276 59 350.962 26.758 4 1.732 0 4 78 0 0
26-12- Nagao Raya
2004 (Acch) 493 0 845 152.748 10.659 0 0 21 19 0 0
Kepulauan
25-10-
Mentawai
2010
(Sumbar) 447 498 56 0 15.353 0 6 0 0
17-07- Ciamis
2006 (Jabar) 413 379 15 0 4. 190 1.588 322 I 5 20,19 0
. .
Sumber: Data dan lnformast Bencana Indonesia, BNPB (http://dtbt.bnpb.go.td)

40 J urnal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No. 1 Tahun 20 13 (ISSN 1907-2902)


DAMPAKBENCANATERHADAP rumah, waktu pada hari terjadinya gempa dan
KESEHATAN MASYARAKAT kepadatan penduduk (Pan American Health
Organization, 2006).
Salah satu dampak hencana terhadap menurunnya
kualitas hidup penduduk dapat dilihat dari herhagai Bencana menimhulkan herhagai potensi permasalahan
permasalahan kesehatan masyarakat yang terjadi. kesehatan hagi masyarakat terdampak. Dampak ini
Bencana yang diikuti dengan pengungsian herpotensi akan dirasakan lehih parah oleh kelompok penduduk
menimhulkan masalah kesehatan yang sehenamya rentan. Sehagaimana disehutkan dalam Pasal 55 (2)
diawali oleh masalah hidang/sektor lain. Bencana UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
gempa humi, hanjir, longsor dan letusan gunung Bencana, kelompok rentan meliputi: I). Bayi, halita
herapi, dalam jangka pendek dapat herdampak pada dan anak-anak; 2). Ibu yang sedang mengandung atau
korhan meninggal, korhan cedera herat yang menyusui; 3). Penyandang cacat; dan 4) Orang lanjut
memerlukan perawatan intensif, peningkatan risiko usia. Selain keempat kelompok penduduk tersehut,
penyakit menular, kerusakan fasilitas kesehatan dan dalam Peraturan Kepala BNPB Nomor 7 Tahun 2008
sistem penyediaan air (Pan American Health tentang Pedoman Tata Cara Pemenuhan Kehutuhan
Organization, 2006). Timhulnya masalah kesehatan Dasar ditambahkan 'orang sakit' sebagai hagian dari
antara lain herawal dari kurangnya air hersih yang kelompok rentan dalam kondisi bencana. Upaya
herakihat pada huruknya kehersihan diri, huruknya perlindungan tentunya perlu diprioritaskan pada
sanitasi lingkungan yang merupakan awal dari kelompok rentan tersehut, mulai dari penyelamatan,
perkemhanghiakan heherapa jenis penyakit menular. evakuasi, pengamanan sampai dengan pelayanan
kesehatan dan psikososial.
Persediaan pangan yang tidak mencukupi juga
merupakan awal dari proses terjadinya penurunan Identiftkasi kelompok rentan pada situasi hencana
derajat kesehatan yang dalam jangka panjang akan menjadi salah satu hal yang penting untuk dilakukan.
mempengaruhi secara langsung tingkat pemenuhan Penilaian cepat kesehatan (rapid health assessment)
~ehutuhan gizi korhan hencana. Pengungsian tempat paska gempa bumi 27 Mei 2006 di Kabupaten Bantul,
ttnggal (shelter) yang ada sering tidak memenuhi misalnya, dapat memetakan kelompok rentan serta
syarat kesehatan sehingga secara langsung maupun masalah kesehatan dan risiko penyakit akibat bencana.
tidak langsung dapat menurunkan daya tahan tuhuh Penilaian cepat yang dilakukan pada tanggal 15 Juni
dan hila tidak segera ditanggulangi akan menimhulkan 2006 di lima kecamatan terpilih di wilayah Kabupaten
masalah di hidang kesehatan. Sementara itu, Bantul (Pleret, Banguntapan, Jetis, Pundong dan
pemherian pelayanan kesehatan pada kondisi hencana Sewon) ini meliputi aspek keadaan umum dan
sering menemui hanyak kendala akihat rusaknya lingkungan, derajat kesehatan, sarana kesehatan dan
fasilitas kesehatan, tidak memadainya jumlah dan jenis bantuan kesehatan (http://bondankomunitas.
ohat serta alat kesehatan, terhatasnya tenaga kesehatan blogspot.com). Hasil penilaian cepat terkait dengan
dan dana operasional. Kondisi ini tentunya dapat kelompok rentan beserta permasalahan kesehatan yang
menimhulkan dampak lehih huruk hila tidak segera dihadapi adalah sebagaimana terlihat pada Tahel 3.
ditangani (Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan Permasalahan kecukupan gizi dijumpai pada kelompok
Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan, 2001). penduduk rentan balita dan ihu hamil, sedangkan
kondisi fisik yang memerlukan perhatian terutama
Dampak hencana terhadap kesehatan masyarakat dijumpai pada kelompok rentan ibu baru melahirkan,
relatif herheda-heda, antara lain tergantung dari jenis korban cedera, serta penduduk yang berada dalam
dan hesaran hencana yang terjadi. Kasus cedera yang kondisi tidak sehat.
memerlukan perawatan medis, misalnya, relatif lehih
hanyak dijumpai pada hencana gempa humi Pemherian pelayanan kesehatan pada kondisi hencana
dihandingkan dengan kasus cedera akihat hanjir dan sering tidak memadai. Hal ini terjadi antara lain akibat
gelomhang pasang. Sehaliknya, hencana hanjir yang rusaknya fasilitas kesehatan, tidak memadainya jumlah
terjadi dalam waktu relatif lama dapat menyehahkan dan jenis ohat serta alat kesehatan, terbatasnya tenaga
kerusakan sistem sanitasi dan air bersih, serta kesehatan, terbatasnya dana operasional pelayanan di
menimhulkan potensi kejadian luar biasa (KLB) lapangan. Hasil penilaian cepat paska gempa Bantul
penyakit-penyakit yang ditularkan melalui media air 2006, misalnya, mencatat sehanyak 55,6 persen
(water-borne diseases) seperti diare dan leptospirosis. Puskesmas Induk dan Perawatan dari 27 unit yang ada
Terkait dengan hencana gempa humi, selain di Kabupaten Bantul mengalami kerusakan herat,
dipengaruhi kekuatan gempa, ada tiga faktor yang hegitujuga dengan kondisi Puskesmas Pemhantu (53,6
dapat mempengaruhi hanyak sedikitnya korhan persen) serta Rumah Dinas Dokter dan Paramedis
meninggal dan cedera akihat hencana ini, yakni: tipe (64,8 persen). Bila tidak segera ditangani, kondisi

Jurnal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No. 1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902) 41


tersebut tentunya dapat menimbulkan dampak yang untuk membunuh bibit penyakit berbahaya baru 20
lebih buruk akibat bencana tersebut. persen, dan upaya pengolahan air hanya 21 ,9 persen.

Tabel 3. Rapid Health Assessment Paskagempa di Salah satu permasalahan kesebatan akibat bencana
Kabupaten Bantul, 2006 adalah meningkatnya potensi kejadian penyakit
menular maupun penyakit tidak menular. Bahkan,
Kelompok
Permasalahan kesehatan tidak j arang kejadian luar biasa (KLB) untuk beberapa
rentan
Balita • 63,55 persen keluarga responden memiliki penyakit menular tertentu, seperti KLB diare dan
balita dcngan rata-rata usia 28,9 bulan. disentri yang dipengaruhi lingkungan dan sanitasi
• Sebagian balita menderita gizi kurang (20,8 yang memburuk akibat bencana seperti banjir.
persen) dan gizi buruk (4,6 pcrsen) yang perlu
Diagram 1, misalnya, memperlihatkan infeksi saluran
mendapat perhatian dan monitoring lebih besar
dari petugas kesehatan. pemafasan akut (ISPA) merupakan keluhan yang yang
Ibu hamil • 29 persen keluarga responden memiliki ibu paling banyak diderita pengungsi sepuluh jenis
hami l. penyakit bencana letusan Gunung Merapi tahun 2010
• Rata-rata umur kehamilan 2 1,4 bulan. di Kabupaten Sleman. Data EHA - WHO Indonesia
• 16 persen ibu hamil yang menderita status gizi (2010) per 27 Oktober 2010 juga mencatat 91 korban
kurang.
bencana Merapi harus dirujuk ke RS Sardj ito di
lbu baru • 5,24 persen keluarga responden memil iki ibu
melahirkan baru melahirkan, sebagian besar (72,73 persen) Y ogyakarta, sebagian besar diantaranya karena
ditolong oleh dokter di rumah sakit. mengalami gangguan pemafasan dan!atau Iuka bakar.
Orang • 40 persen responden memiliki anggota keluarga
cedera cedera akibat gempa.
• Sebagian besar letak cedera korban bencana
gempa bumi berada di daerah kepala (15,7 Gastritis 769
persen), tangan ( II ,3 persen) dan kaki ( II , I Faringitis akut 790
persen).
• Pada saat survei dilakukan 3,4 persen anggota
Dermatitis kontak alergi 890
keluarga yang cedera mengalami infeksi dan Dis pepsi 949
memerlukan penanganan perawatan luka lebih Penyakit/ iritasi mata 1034
laniut.
Orang • 7,7 persen anggota keluarga responden sedang Hipertensi primer 1617
sakit menjalani rawat inap di fasilitas kesehatan Flu dan sejenisnya 1679
sebesar, sedangkan 13,8 pcrsen lainnya
menjalani rawat ialan. Myalgia 1686
Sumber: (http://bondankomunt tas.blogspot.com) Cepalgia 2229

Tidak hanya fasilitas kesehatan yang rusak, bencana


ISPA ~~~~~~~4~074
a lam tidak jarang juga menimbulkan dampak langsung 0 2000 4000
pada masyarakat di suatu wilayah yang menjadi
Sumber: Forum PRB DIY, 2010
korban. Pada kasus gempa Bantu) 2006, sebagian
besar (8 1,8 persen) rumah penduduk hancur, bahk.an
tidak ada rumah yang tidak rusak meskipun hanya Diagram 1. Sepuluh Besar Penyakit Pengungsi
rusak ringan (3 , 1 persen). Se lain itu, 70,4 persen Merapi 2010 di Kabupaten Sleman (Akumulatif
penduduk masih mengandalkan sumber air bersih dari sampai dengan tanggallS November 2010)
sumur, namun ada sebagian kecil (4,8 persen)
penduduk dengan kualitas fisik sumur yang tidak Permasalahan kesehatan Iingkungan dan sanitasi juga
memenuhi syarat kesehatan. Masih banyak masyarakat sering dijumpai pada kondisi bencana alam. Berbagai
yang mengobati dirinya sendiri di rumah (30,2 persen) literatur menunjukkan bahwa sanitasi merupakan salah
atau bahkan mendiamkan saja luka yang diderita (6,6 satu kebutuhan vital pada tahap awal setelah tezjadinya
persen). Ketersediaan cadangan bahan makanan pokok bencana (The Sphere Project, 201 L; Tekeli-Yesil,
masih bisa mencukupi kebutuhan keluarga untuk 14 2006) . Kondisi lingkungan yang tidak higienis,
hari, sedangkan bahan makanan lain masih bisa persediaan air yang terbatas dan j amban yang tidak
mencukupi untuk kebutuhan selama satu rninggu, memadai, misalnya, seringkali menjadi penyebab
kecuali buah-buahan (3 hari). Hampir dua minggu korban bencana lebih rentan untuk mengalarni
paskagempa, sudah banyak lingkungan responden kesakitan bahkan kematian akibat penyakit tertentu.
yang telah mendapatkan bantuan kesehatan dari Pengalaman bencana letusan Gunung Merapi pada
berbagai instansi atau LSM, namun bantuan tahun 2006 (USAID Indonesia - ESP, 2006) dan 2010
pengasapan (fogging) untuk mengurangi populasi (EHA - WHO Indonesia, 2010; Forum PRB DIY,
nyamuk baru 47,6 persen, penyemprotan (spraying) 20 10; ACT A lliance, 20 11 ; BNPB, 20 10,
http://www.ciptakarya.pu.go.id), gempa burni di

42 Jumal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No. 1 Tabun 2013 (ISSN 1907-2902)


Pakistan (Amin dan Han, 2009) dan Iran (Pinera, Reed mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat sampai
dan Njiru, 2005) pada tahun 2005, banjir di dengan rehabilitasi. Berdasarkan UU No 24 tersebut,
Bangladesh pada tahun 2004 (Shimi, Parvin, Biswas tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana
dan Shaw, 2010), serta gempa disertai tsunami di meliputi:
Indonesia (Widyastuti dkk, 2006) dan Srilanka
(Fernando, Gunapala dan Jayantha, 2009) pada akhir 1. Prabencana, pada tahapan ini dilakukan kegiatan
2004 menunjukkan beberapa masalah terkait kesehatan perencanaan penanggulangan bencana,
lingkungan dan sanitasi. Permasalahan tersebut pengurangan risiko bencana, pencegahan,
termasuk terkait penilaian kebutuhan (assessment) pemaduan dalam perencanaan pembangunan,
yang tidak mudah dan cepat, ketersediaan dan persyaratan analisis risiko bencana, penegakan
kecukupan sarana, distribusi dan akses yang tidak rencana tata ruang, pendidikan dan peletahihan
merata, privasi dan kenyamanan korban bencana serta penentuan persyaratan standar teknis
(khusunya kelompok perempuan) serta kurangnya penanggulangan bencana (kesiapsiagaan,
kesadaran dan perilaku masyarakat terkait sanitasi peringatan dini dan mitigasi bencana).
pada kondisi darurat bencana.
2. Tanggap darurat, tahapan ini mencakup pengkajian
terhadap lokasi, kerusakan dan sumber daya,
}(esehatan reproduksi merupakan salah satu
penentuan status keadan darurat, penyelamatan dan
permasalahan kesehatan yang perlu mendapatkan
evakuasi korban, pemenuhan kebutuhan dasar,
perhatian, khususnya pada bencana yang berdampak
pelayanan psikososial dan kesehatan.
kepada masyarakat dalam waktu relatif lama. Studi
Hapsari dkk (2009) mengidentifkasi temuan menarik 3. Paskabencana, tahapan ini mencakup kegiatan
berkaitan dengan kebutuhan pelayanan keluarga rehabilitasi (pemulihan daerah bencana, prasarana
berencana (KB) paskabencana gempa bumi di Bantul dan sarana umum, bantuan perbaikan rumah, sosial,
(Yogyakarta) pada tahun 2006. Satu tahun psikologis, pelayanan kesehatan, keamanan dan
paskagempa, mereka yang menggunakan alat KB ketertiban) dan rekonstruksi (pembangunan,
suntik dan implant cenderung menurun, sebaliknya pembangkitan dan peningkatan sarana prasarana,
mereka yang menggunakan pil KB dan metode termasuk fungsi pelayanan kesehatan).
pantang berkala cenderung meningkat. Studi ini juga
menunjukkan bahwa prevalensi kehamilan tidak Penanggulangan masalah kesehatan merupakan
direncanakan lebih tinggi dijumpai pada mereka yang kegiatan yang harus segera diberikan baik saat terjadi
sulit mengakses pelayanan K.B dibandingkan mereka dan paskabencana disertai pengungsian. Upaya
yang tidak mengalami kendala. Oleh karena itu, peran penanggulangan bencana perlu dilaksanakan dengan
penting petugas kesehatan diperlukan, tidak hanya memperhatikan hak-hak masyarakat, antara lain hak
untuk memberikan pelayanan K.B pada situasi untuk mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan
bencana, tetapi juga untuk mengedukasi pasangan dasar, perlindungan sosial, pendidikan dan
untuk mencegah kejadian kehamilan yang tidak keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan
direncanakan. bencana serta hak untuk berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan. Sebagaimana tercantum
dalam Pasal 53 UU No 24 tahun 2007, pelayanan
PENANGGULANGAN MASALAH
kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar yang
KESEHATAN DALAM KONDISI BENCANA harus dipenuhi pada kondisi bencana, di samping
kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya: 1). air bersih dan
Bencana alam merupakan kejadian luar biasa yang
sanitasi, 2). pangan, 3). sandang, 4). pelayanan
disebabkan oleh peristiwa/faktor alam atau perilaku
psikososial serta 5). penampungan dan tempat hunian.
manusia yang menyebabkan kerugian besar bagi
manusia dan lingkungan dimana hal itu berada diluar Penanggulangan masalah kesehatan dalam kondisi
kemampuan manusia untuk dapat mengendalikannya. bencana ditujukan untuk menjamin terselenggaranya
Mengingat bencana alam yang cukup beragam dan pelayanan kesehatan bagi korban akibat bencana dan
semakin tinggi intensitasnya, Pemerintah Indonesia pengungsi sesuai dengan standar minimal. Secara
mengeluarkan Undang-Undang (UU) No 24 tahun khusus, upaya ini ditujukan untuk memastikan: 1).
2007 tentang Penanggulangan Bencana. Dengan Terpenuhinya pelayanan kesehatan bagi korban
lahimya UU tersebut, terjadi perubahan paradigma bencana dan pengungsi sesuai standar minimal; 2).
penanganan bencana di Indonesia, yaitu penanganan Terpenuhinya pemberantasan dan pencegahan
bencana tidak lagi menekankan pada aspek tanggap penyakit menular bagi korban bencana dan pengungsi
darurat, tetapi lebih menekankan pada keseluruhan sesuai standar minimal; 3). Terpenuhinya kebutuhan
manajemen penanggulangan bencana mulai dari pangan dan gizi bagi korban bencana dan pengungsi

Jurnal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No.1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902) 43


sesuai standar minimal; 4). Terpenuhinya kesehatan Pengorganisasian sektor kesehatan dilakukan
lingkungan bagi korban bencana dan pengungsi sesuai berjenjang mulai dari tingkat pusat, provinsi,
standar minimal; serta 5). Terpenuhinya kebutuhan kabupaten/kota sampai dengan lokasi kejadian. Di
papan dan sandang bagi korban bencana dan lokasi kejadian misalnya, penanggung jawab
pengungsi sesuai standar minimal. pelayanan kesehatan penanggulangan bencana adalah
Kepala Dinas Kabupaten/Kota, sedangkan yang
Dalam upaya memaksimalkan peran jajaran kesehatan bertindak sebagai pelaksana tugas adalah Kepala
pada penanggulangan bencana, termasuk didalarnnya Puskesmas di lokasi kejadian. Selanjutnya,
Puskesmas, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan pelaksanaan kegiatan dikelompokkan pada fase
Surat Keputusan (SK) Menteri Kesehatan No. Prabencana, Saat bencana dan Paskabencana. Pada
145/Menkes/SK/112007 tentang Pedoman masing-masing fase tersebut, telah dikelompokkan
Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan. kegiatan-kegiatan yang perlu dilaksanakan oleh
Dokumen tersebut mengatur berbagai hal, termasuk Tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota dan
kebijakan, pengorganisasian dan kegiatan pelayanan Kecamatan. Peran Puskesmas, misalnya, sangat
kesehatan yang dilakukan oleh masing-masing jajaran beragam pada setiap fase bencana dan memerlukan
kesehatan. Dalam Kepmenkes terse but juga disebutkan koordinasi kegiatan dengan instansi lain serta
bahwa pada prinsipnya dalarn penanggulangan kelompok masyarakat (Tabel 4).
bencana bidang kesehatan tidak ada kebijakan untuk
membentuk sarana prasarana secara khusus. Upaya
lebih difokuskan dengan memanfaatkan sarana dan
prasarana yang telah ada, hanya saja intensitas
kerjanya ditingkatkan dengan memberdayakan semua
surnber daya pemerintah, masyarakat dan unsur swasta
terkait (Departemen Kesehatan, 2007).

Tabel 4. Peran Puskesmas pada Tahap Prabencana, Saat Bencana dan Paskabencana

Prabencana Saat Bencana Paskabencana


• Membuat peta geomedik Puskesmas di lokasi bencana: • Menyelenggarakan pelayanan kesehatan
daerah rawan be ncana dasar di tempat penampungan (Pos
• Menuju lokasi bencana dengan membawa
• Membuat jalur evakuasi Kesehatan Lapangan)
peralatan yang diperlukan untuk
• Mengadakan pelatihan • Memeriksa kualitas air bersih dan sanitasi
melaksanakan triase dan memberikan
• Inventarisasi sumber lingkungan
pertolongan pertama
daya sesuai dengan • Melaksanakan surveilans penyakit menular
• Melaporkan kejadian bencana kepada
potensi bahaya yang dan gizi buruk yang mungkin timbul
Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes)
mungkin terjadi Kabupaten/Kota • Segera melapor ke Dinkes Kabupaten/Kota
• Menerima dan bila terjadi KLB penyakit menular dan gizi
• Melakukan penilaian cepat masalah
menindaklanjuti kesehatan awal (initial rapid health buruk
informasi peringatan d ini • Memfasili tasi relawan, kader dan petugas
assessment)
(early warning system) pemerintah tingkat kecamatan da lam
• Menyerahka n tanggungjawab kepada
untuk kesiapsiagaan memberikan komunikasi, informasi dan
Kadinkes Kabupaten/ Kota hila telah tiba
bidang kesehatan edukasi (KIE) kepada masyarakat luas,
di Iokasi
• Membentuk tim bimbingan pada kelompok serta konseling
kesehatan lapangan yang pada individu yang berpotensi mengalami
Puskesmas di sekitar lokasi bencana:
tergabung dalam Satgas gangguan stres paskatrauma
• Mengadakan koordinasi • Mengirimkan tenaga dan perbekalan • Merujuk penderita yang tidak dapat
lintas sektor kesehatan serta ambulans/transportasi lain ditangani dengan konseling awal dan
ke lokasi bencana dan tempat membutuhkan konseling lanjut, psikoterapi
penampungan pengungsi. atau penanggulangan lebih spesifik.
• Membantu perawatan dan evakuasi
korban serta pelayanan kesehatan
pengungsi.

Sumber: Depkes, 2007

44 Jurnal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No. I Tahun 2013 (ISSN 1907-2902)


Dalam penanggulangan bencana, peran Puskesmas standar minimal yang harus dipenuhi meliputi
mengacu pada tugas dan fungsi pokoknya, yaitu berbagai aspek:
sebagai pusat ( 1) penggerak pembangunan kesehatan
masyarakat, (2) pemberdayaan masyarakat dan (3) 1. Pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan
pelayanan kesehatan tingkat pertama. Sebagai pusat kesehatan masyarakat, kesehatan reprodukse dan
penggerak pembangunan kesehatan masyarakat, kesehatan jiwa3• Terkait dengan sarana pelayanan
Puskesmas melakukan fungsi penanggulangan kesehatan, satu Pusat Kesehatan pengungsi
bencana melalui kegiatan surveilans, penyuluhan dan idealnya digunakan untuk melayani 20.000 orang,
kerjasama lintas sektor. Sebagai pusat pemberdayaan sedangkan satu Rumah Sakit untuk 200.000
masyarakat, Puskesmas dituntut mampu melibatkan sasaran. Penyediaan pelayanan kesehatan juga
peran aktif masyarakat, baik peroangan maupun dapat memanfaatkan partisipasi Rumah Sakit
kelompok, dalam upaya penanggulangan bencana. Swasta, Balai Pengobatan Swasta, LSM lokal
Sedangkan sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat maupun intemasional yang terkait dengan bidang
pertama, Puskesmas melakukan berbagai kegiatan kesehatan.
seperti: pelayanan gawat darurat 24 jam, pendirian pos
kesehatan 24 jam di sekitar lokasi bencana, upaya gizi, 2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit
KIA dan sanitasi pengungsian, upaya kesehatan jiwa menular, seperti vaksinasi, penanganan masalah
serta upaya kesehatan rujukan. umum kesehatan di pengungsian, manajemen
kasus, surveilans dan ketenagaan. Berkaitan
Initial rapid health assessment merupakan kegiatan dengan sumber daya manusia (SDM),
penting yang perlu dilaksanakan petugas kesehatan eli Kementerian Kesehatan telah menetapkan jumlah
lokasi bencana. Sebagaimana diuraikan pada bagian kebutuhan tenaga kesehatan untuk penanganan
sebelumnya, basil kajian paskagempa Bantul 2006 10.000-20.000 pengungsi, terdiri dari: pekerja
dapat memetakan kelompok rentan serta masalah kesehatan lingkungan (10-20 orang), bidan (5-10
kesehatan dan risiko penyakit akibat bencana orang), dokter ( 1 orang), paramedis (4-5 orang),
(http:/lbondankomunitas. blogspot.com). Selanjutnya, asisten apoteker ( 1 orang), teknisi laboratorium ( 1
dari basil penilaian cepat kesehatan ini dapat orang), pembantu umum (5-1 0 orang), pengawas
direkomendasikan upaya-upaya apa saja yang perlu sanitasi (2-4 orang), asisten pengawas sanitasi (10-
dilakukan berbagai pihak terkait untuk memulihkan 20 orang).
sistem kesehatan di wilayah Kabupaten Bantul 1• 3. Gizi dan pangan, termasuk penanggulangan
Selain berdasarkan SK Menkes 145/2007, peran dan masalah gizi di pengungsian, surveilans gizi,
tugas Puskesmas dalam penanggulangan bencana juga kualitas dan keamanan pangan. Identifikasi perlu
mengacu pada SK Menkes Nomor dilakukan secepat mungkin untuk mengetahui
1357/Menkes/SK/XII/200 1 tentang Standar Minimal sasaran pelayanan, seperti jumlah pengungsi, jenis
Penanggulangan Masalah Kesehatan akibat Bencana kelamin, umur dan kelompok rentan (balita, ibu
dan Penanganan Pengungsi. Dalam dokumen tersebut, hamil, ibu menyusui, lanjut usia). Data tersebut
penting diperoleh, misalnya untuk mengetahui
kebutuhan bahan makanan pada tahap
Rekomendasi terkait pelayanan kesehatan masyarakat, penyelamatan dan merencanakan tahapan
meliputi: a). merencanakan kegiatan Puskesmas Keliling surveilans berikutnya. Selain itu, pengelolaan
sebagai dukungan sementara, b). perlu tenaga fisioterapi bantuan pangan perlu melibatkan wakil
untuk perawatan bagi penduduk yang cedera, c). masyarakat korban bencana, termasuk kaum
ketersediaan pangan penduduk kelompok rentan, perempuan, untuk memastikan kebutuhan-
khususnya program Pemberian Makanan Tambahan kebutuhan dasar korban bencana terpenuhi.
(PMT) bagi balita dan ibu hamil, d). revitalisasi
pelayanan Bidan Desa untuk mendukung program
Kesehatan Ibu dan Anak, e). revitalisasi tenaga
sanitarian untuk menangani kondisi lingkungan yang 2 Pelayanan kesehatan reproduksi setidaknya meliputi
tidak sehat, serta t). perlu penanganan psikiatri bagi kesehatan ibu dan anak (KIA), keluarga berencana (KB),
masyarakat yang mengalami trauma. Selain itu, deteksi dini infeksi menular seksual QMS) dan
rekomenasi juga dikeluarkan terkait pencegahan dan HIV/AIDS serta kesehatan reproduksi remaja.
pemberantasan penyakit menular, yaitu: 1). melakukan
surveilans penyakit menular untuk memperkuat sistem 3 Penanggulangan penderita stes paska trauma antara lain
surveilans rutin; serta 2). Mempertimbangkan langkah bisa dilakukan dalam bentuk penyuluhan kelompok
antisipasi munculnya penyakit diare, typhus besar (lebih dari 20 orang) dengan melibatkan ahli
abdominalis, DHF, campak, dan tetanus psikologi serta kader masyarakat yang telah dilatih.
(http:/lbondankomunitas.blogspot.com).

Jurnal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No.1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902) 45


4. Lingkungan, meliputi pengadaan air, kualitas air, kesehatan serta penyakit kronis. Bentuk-bentuk
pembuangan kotoran manusia, pengelolaan limbah pelayanan kesehatan tersebut dilengkapi dengan
padat dan limbah cair dan promosi kesehatan. standar minimal bantuan yang harus dipenuhi dalam
Beberapa tolok ukur kunci yang perlu situasi bencana alam (BNPB, 2008).
diperhatikan adalah:
Terkait upaya pemenuhan kebutuhan dasar pada
• persediaan air harus cukup minimal 15 liter kondisi bencana, di tingkat global sebenarnya juga
per orang per hari, sudah banyak pedoman-pedoman yang dapat menjadi
rujukan. Pedoman yang disusun The Sphere Project
• jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak (20 11 ), misalnya, merinci prinsip-prinsip perlindungan
lebih dari 500 meter, dan standar minimal dalam empat aspek, yakni: 1). Air
bersih, sanitasi dan promosi terkait higienitas, 2).
• satu kran air untuk 80-100 orang, Keamanan pangan dan gizi, 3). Tempat penampungan
atau hunian sementara dan kebutuhan non-pangan,
• satu jamban digunakan maksimal 20 orang, serta 4). Pelayanan kesehatan. Dalam dokumen ini,
dapat diatur menurut rumah tangga atau disebutkan bahwa pelayanan kesehatan esensial yang
menurut j enis kelamin, perlu diperhatikan meliputi: pengendalian penyakit
menular, kesehatan anak, kesehatan seksual dan
• jamban berjarak tidak lebih dari 50 meter dari
reproduksi, cedera, kesehatan mental dan penyakit
pemukian atau tempat pengungsian,
tidak menular.
• bak atau lubang sampah keluarga berjarak
tidak lebih dari 15 meter dan lubang sampah PERAN PETUGAS KESEHATAN DAN
umum berjarak tidak lebih dari 100 meter dari PARTISIPASI MASYARAKAT:
pemukiman atau tempat pengungsian, PENGALAMAN GEMPA BANTUL 2006
• bak/lubang sampah memiliki kapasitas 100
Bencana alam yang menimpa suatu daerah, seringkali
liter per 10 keluarga, serta
menimbulkan korban jiwa dan kerusakan, baik itu
• tidak ada genangan air, air hujan, luapan air korban meninggal, korban luka luka maupun
atau banjir di sekitar pemukiman atau tempat kerusakan fasilitas umum dan harta benda masyarakat.
pengungsian. Selain itu, terjadinya bencana alam sering
mengakibatkan wilayah terkena dampak menjadi
5. Hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan dasar terisolasi sehingga sulit dijangkau oleh para relawan
kesehatan, seperti penampungan keluarga, untuk memberikan pertolongan dan bantuan. Selain
sandang dan kebutuhan rumah tangga. Ruang jatuhnya korban jiwa dan korban luka, permasalahan
tertutup yang tersedia, misalnya, setidaknya lain yang terkait dengan kondisi kesehatan masyarakat
tersedia per orang rata-rata berukuran 3,5-4,5 m2 • adalah munculnya berbagai penyakit setelah bencana.
Kebutuhan sandang juga perlu memperhatikan Sebagai contoh hingga satu bulan lebih setelah
kelompok sasaran tertentu, seperti pakaian untuk kejadian bencana gempa bumi di Bantul tahun 2006,
balita dan anak-anak serta pembalut untuk para korban gempa masih tinggal di tenda-tenda
perempuan remaja dan dewasa. pengungsian dengan fasilitas air bersih yang terbatas
Selain piranti-piranti legal di atas, Peraturan Kepala dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Kondisi
BNPB Nomor 7 Tahun 2008 juga mengatur pemberian tersebut ditambah dengan banyaknya debu dan
bantuan pemenuhan kebutuhan dasar, meliputi bantuan nyamuk yang mengakibatkan para korban, terutama
tempat penampunganlhunian sementara, pangan, non- balita dan lansia, rentan terkena penyakit gatal-gatal,
pangan, sandang air bersih dan sanitasi serta pelayanan diare, flu, batuk dan demam.
kesehatan. Dalam peraturan tersebut, disebutkan
Selain rentan terhadap berbagai penyakit, sebagian
bahwa bantuan pelayanan kesehatan diberikan dalam
korban juga mengalami trauma kejiwaan. Kondisi
bentuk: 1). pelayanan kesehatan umum, meliputi
traumatik tersebut sangat beragam bentuk:nya, namun
pelayanan kesehatan dasar dan klinis; 2). pengendalian
gejala umum yang diderita para korban menunjukkan
penyakit menular, meliputi pencegahan umum,
reaksi ketakutan. Berbagai isu dan informasi yang
campak, diagnosis dan pengelolaan kasus,
berkembang di masyarakat tentang kemungkinan
kesiapsiagaan kejadian luar biasa (KLB), deteksi K.LB,
terjadinya gempa susulan yang lebih besar
penyelidikan dan tanggap serta HIV/AIDS; serta 3).
menimbulkan kepanikan luar biasa di kalangan
pengendalian penyakit tidak menular, meliputi cedera,
masyarakat setempat. Beberapa dari mereka tidak
kesehatan reproduksi, aspek kejiwaan dan sosial

46 Jurnal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No.1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902)


mengetahui informasi yang benar mengenai seorang bidan yang tinggal tidak j auh dari Puskesmas
kemungkinan-kemungkinan terjadinya gempa susulan. terpaksa melakukan tindakan jahit kepala yang luka
parah hanya dengan benang jahit biasa. Hal ini
Pengalaman gempa Bantul 2006 memberikan dilakukan karena benang jahit untuk luka sulit
pembelajaran bahwa peran petugas kesehatan dalam ditemukan akibat rusaknya ruang obat-obatan karena
penanganan bencana cukup penting dalam gempa.
menyelamatkan korban jiwa. Dalam masa tanggap
darurat petugas kesehatan dari Puskesmas mampu Dalam melakukan penanganan korban gempa, para
berperan melaksanakan fungsinya melakukan tenaga kesehatan juga dibantu oleh relawan yang
penanganan gawat darurat dan pelayanan kesehatan umumnya para remaja puteri dan ibu-ibu. Mereka
lanjutan serta memfasilitasi kegiatan pelayanan membantu membersihkan luka, menyiapkan obatan-
kesehatan yang dilakukan oleh para relawan. obatan, perban serta alat kesehatan lainnya. Petugas
Pelayanan tersebut dilakukan dengan segala kesehatan dari Puskesmas dan warga bergotong-
keterbatasan sumber daya manusia, alat kesehatan dan royong melakukan pelayanan untuk menyelamatkan
obat-obatan dan sarana penunjang lainya yang sangat korban. Setelah korban gempa dengan "label merah"
tidak memadai karena rusak akibat gempa. Berikut ini mendapatkan penanganan darurat, selanjutnya mereka
gambaran penanganan masalah kesehatan pada saat segera dirujuk ke rumah sakit (RS) atau mendapatkan
tetjadi gempa, masa tanggap darurat dan masa perawatan lanjutan di Puskesmas.
rehabilitasi di Kabupaten Bantul.
Pada hari kedua dan ketiga, berbagai bantuan dari
pihak luar sudah mulai berdatangan. Rumah Sakit
• Sesaat setelah gempa (hari pertama hingga hari lapangan atau pos kesehatan (bantuan dari berbagai
ketiga) daerah, ABRI, LSM, perusahaan dsb) juga sudah
mulai didirikan. Selain memberikan pelayanan
Pada hari pertama peristiwa gempa (27 Mei 2006), kesehatan pada korban gempa, petugas Puskesmas
pelayanan kesehatan, terutama di Puskesmas juga berperan melakukan koordinasi dengan pihak-
dilakukan dalam kondisi kekurangan tenaga medis pihak yang akan mendirikan pos kesehatan. Dalam hal
serta fasilitas dan peralatan yang minim. Bangunan ini, petugas Puskesmas memberikan informasi desa-
Puskesmas mengalami kerusakan cukup parah di desa di wilayah ketjanya yang membutuhkan RS
bagian depan dan ruang pemeriksaan. Namun lapangan atau pos kesehatan untuk pelayanan korban
demikian, ruangan tempat menyimpan obat-obatan gempa. Petugas kesehatan juga melakukan koordinasi
tidak mengalami kerusakan yang parah, sehingga dengan para relawan (PMI, LSM dan berbagai
sebagian besar obat-obatan dan peralatan kesehatan lembaga keagamaan) yang memberikan bantuan obat-
masih bisa diselamatkan. Kegiatan pelayanan obatan, alat kesehatan serta alat pendukung lainnya.
kesehatan pada saat bencana dilakukan di tenda Hingga hari ketiga setelah gempa, stok obat-obatan
darurat yang dibangun di halaman Puskesmas. Karena Puskesmas masih mencukupi untuk melakukan
letaknya yang strategis (Puskesmas Piyungan terletak pelayanan. Pada hari ke empat, pasokan bantuan obat-
di pinggir jalan raya yang menghubungkan Kota obatan dari berbagai pihak untuk Puskesmas juga
Yogyakarta dan Wonosari), banyak pasien korban sudah mulai masuk.
gempa dari desa-desa sekitar yang datang ke
Puskesmas ini untuk mendapatkan pertolongan. Keberhasilan penanganan kesehatan yang dilakukan
oleh petugas kesehatan pada saat tetjadi gempa tidak
Pelayanan petugas kesehatan di Puskesmas Piyungan terlepas dari partisipasi masyarakat. Masyarakat
pada hari pertama tetjadinya gempa diprioritaskan korban bencana terutama bapak-bapak berpartisipasi
untuk penanganan kegawatdarutatan (emergency) membantu proses evakuasi, mencari serta menolong
dikarenakan jumlah tenaga kesehatan yang terbatas. korban luka dan mengurus korban yang meninggal
Penanganan kegawatdarutatan dilakukan untuk dunia. Selain itu, mereka juga membantu menyiapkan
mengurangi bertambahnya korban jiwa. Tenaga tenda darurat yang dipakai untuk melakukan
kesehatan Puskesmas sudah mulai memilah pasien perawatan sementara karena sebagian bangunan
sesuai dengan kondisi kesehatan mereka yang dilihat Puskesmas rusak. Sementara itu anggota masyarakat
dari tingkat keparahan luka/pendarahan. Pasien yang lainnya, terutama para remaja puteri dan ibu-ibu
mendapatkan prioritas penanganan adalah pasien label membantu para petugas kesehatan menangani pasien,
merah, artinya pasien tersebut mengalami luka parah seperti menyiapkan alat kesehatan (kapas, obat
serta keselamatan jiwanya terancam apabila tidak luka,dan perlengkapan lainnya), membantu
segera diambil tindakan medis yang tepat. Informasi membersihkan luka dan menjaga pasien. Masyarakat
yang diperoleh dari lapangan menyatakan bahwa pada dan relawan juga terlibat aktif membantu petugas
pagi hari tanggal 27 Mei sekitar pukul 7.45 Will Puskesmas dalam mengidentifikasi dan

Jurnal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No.1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902) 47


mengelompokkan pasien sesuai dengan kondisi rekoso yo dirasake bareng" (Widayatun dan Hidayati,
lukanya dan dipisahkan antara yang memerlukan 2012).
penanganan segera dan yang tidak. Bantuan yang
diberikan masyarakat juga tidak sebatas dalam Sumber air untuk masak, mandi dan cuci juga terbatas,
penanganan pasien, tetapi termasuk juga memberikan karena setelah gempa banyak sumur warga yang
informasi tentang wilayah-wilayah desa dan dusun menjadi keruh aimya dan tidak layak dipergunakan
yang memerlukan bantuan tenaga kesehatan. Hal ini untuk keperluan sehari-hari (memasak, minum dan
penting agar pihak Puskesmas dapat segera melakukan MCK). Terbatasnya sumber air dan padatnya jumlah
penanganan kepada wilayah yang memerlukan korban yang tinggal di tenda darurat menyebabkan
(Fatimah, 2011; Hidayati, 2012). sanitasi lingkungan di sekitar tenda memburuk. Hal ini
mempengaruhi kondisi kesehatan para korban
bencana, ditambah lagi hujan deras terus-menerus
• Masa tanggap darurat (hari ketiga hingga satu beberapa hari setelah gempa. Para korban bencana
bulan setelah gempa) banyak menderita penyakit demam, flu, batuk, pilek,
diare, kej ang.
Kondisi para korban bencana yang meninggal, luka
berat dan ringan telah tertangani oleh petugas Pelayanan kesehatan pada para korban gempa yang
Puskesmas pada hari pertama sampai pada hari ketiga tinggal di tenda-tenda darurat dilakukan melalui Pos
setelah gempa. Sebagian diantara mereka ada yang Kesehatan yang didirikan di sekitar tenda-tenda
dirujuk dan dirawat di berbagai rumah sakit di darurat. Pelayanan kesehatan di Pos Kesehatan
Yogjakarta dan yang lainnya berobat jalan ke umumnya dilakukan oleh para relawan medis dari
Puskesmas dan fasilitas kesehatan lainnya. Pelayanan berbagai lembaga yang datang memberikan bantuan
Puskesmas tetap dilakukan, umumnya menangani untuk melakukan pelayanan kesehatan. Petugas
pasien yang tidak memerlukan tindakan "emergency", kesehatan dari Puskesmas memberikan bantuan
tetapi lebih pada melayani pasien yang memerlukan pelayanan di Pos Kesehatan yang personilnya masih
perawatan lanjutan. Pasien yang datang umumnya kurang. Selain itu, petugas kesehatan dari Puskesmas
dengan keluhan penyakit yang tidak diakibatkan juga berperan memberikan data dan informasi terkait
langsung oleh karena kejadian gempa (luka karena dengan desa dan dusun yang memerlukan bantuan
benturan, tertimpa benda/bangunan}, seperti demam, pelayanan kesehatan, kondisi kesehatan
batuk, pilek, diare dan syok. masyarakatnya dan sanitasi lingkungan yang ada.
Masyarakat korban bencana yang selamat dan tidak Keterlibatan masyarakat pada masa tanggap darurat,
mengalami luka/perdarahan dan syok tinggal di tenda- selain membantu petugas melakukan pelayanan
tenda darurat yang didirikan di sepanjang jalan desa, kesehatan, masyarakat khususnya pemuda dan pemudi
kebun/pekarangan dan lapangan. Tenda-tenda darurat yang selama ini aktif di kegiatan desa, juga
jumlahnya terbatas dengan kondisi yang berpartisipasi membantu melakukan pendataan korban
memprihatinkan. Tenda-tenda umumnya dari plastik, bencana. Mereka melakukan pendataan, seperti nama
terpal dan alas tidur tikar/plastik seadanya. Karena dan jenis kelamin serta jenis pelayanan kesehatan yang
keterbatasan jumlah tenda darurat, warga masyarakat dibutuhkan. Kegiatan ini dilakukan setelah hari ketiga,
korban gempa mengutamakan para perempuan, karena pada hari pertama dan kedua terjadinya
terutama balita dan ibunya serta lansia yang tinggal di bencana mereka juga sibuk membantu menangani para
tenda darurat. Sementara warga lainnya, terutama korban sehingga belum memikirkan dan melakukan
bapak-bapak dan remaja pria tidur di tempat seadanya, pendataan korbam yang memerlukan pelayanan
diantara puing-puing rumah yang masih tersisa. kesehatan (Hidayati, 20 12; Widayatun dan Hidayati,
Proritas tenda untuk para perempuan dan balita serta 2012).
lansia tersebut merupakan bagian dari rasa "gotong
royong dan bahu-membahu" dan "tenggang rasa" Selain pelayanan penyakit fisik, para korban gempa
menempatkan masyarakat yang lebih "rentan" juga perlu mendapatkan pelayanan untuk mengatasi
kesehatannya. Bentuk partisipasi masyarakat dalam masalah psikologis seperti trauma dan depresi,
penangangan bencana tersebut, merupakan terutama pada anak-anak dan orang yang lanjut usia.
implementasi dari kearifan lokal yang selama ini Kejadian gempa telah membuat sebagian masyarakat
masih dipertahankan oleh masyarakat pedesaan di trauma karena kehilangan keluarga, harta benda,
Kabupaten Bantul. Masyarakat di pedesaan terbiasa peketj aan dan tidak dapat melakukan kegiatan sehari-
saling tolong-menolong atau dikenal dengan istilah hari seperti sekolah dan bekerja. Oleh karena itu, perlu
"sambatan" dan mereka juga merasa senasib adanya pelayanan untuk memulihkan kondisi
sepenanggungan dalam menghadapi musibah bencana kesehatan jiwa para korban bencana tersebut.
seperti dalam pepatah Jawa "seneng dirasakke bareng,

48 Jurnal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No.1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902)


Untuk memberikan pelayanan kesehatan berkaitan pemberian pelayanan kesehatan pada kondisi bencana
dengan pemulihan kondisi kejiwaaan (trauma healing) sering tidak memadai.
Puskesmas bekerja sama dengan relawan yang
umumnya berasal dari berbagai LSM. Peran Berbagai panduan penanggulangan masalah kesehatan
Puskesmas termasuk memberikan informasi desa-desa akibat bencana sudah dikeluarkan di tingkat nasional.
di wilayah kerjanya yang memerlukan bantuan Upaya tersebut pada prinsipnya dilaksanakan untuk
pelayanan trauma healing dari LSM atau lembaga menjamin terpenuhinya hak-hak masyarakat, antara
lainnya. Pada masa tanggap darurat, Puskesmas juga lain hak untuk mendapatkan bantuan pemenuhan
berperan melakukan pemantauan dan survelians kebutuhan dasar. Pengorganisasian sektor kesehatan
terhadap beberapa penyakit tertentu yang potensial juga dilakukan berjenjang. Dalam hal ini, peran
menjadi KLB. Kegiatan ini dilakukan oleh Puskesmas Puskemas di lokasi kejadian bencana menjadi sangat
bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten dan penting, baik pada fase prabencana, saat bencana
Provinsi. maupun paskabencana.Jnitiai rapid health assessment,
misalnya, merupakan kegiatan penting yang perlu
dilaksanakan petugas kesehatan dan diharapkan dapat
• Masa rehabilitasi dan rekonstruksi (Sejak satu dapat memetakan kelompok rentan serta berbagai
bulan sesudah gempa) masalah kesehatan dan risiko penyakit akibat bencana.
Standar minimal pun telah ditetapkan, meliputi aspek
Setelah masa tanggap darurat berakhir, pelayanan pelayanan kesehatan, pencegahan dan pemberantasan
Puskesmas terfokus pada pelayanan kesehatan penyakit menular, gizi dan pangan, Iingkungan serta
promotif, seperti pemantauan gizi bayi, balita dan kebutuhan dasar kesehatan.
lansia, memonitor kondisi kesehatan reproduksi para
perempuan korban gempa, upaya hidup bersih dan Peristiwa gempa di Bantul pada tahun 2006
pemulihan sanitasi lingkungan. Pemantauan gizi memberikan pembelajaran bahwa pelayanan gawat
dilakukan berkoordinasi dengan para relawan yang darurat yang diberikan oleh petugas kesehatan telah
bertugas di tenda-tenda darurat. Kegiatan yang berkontribusi dalam mengurangi jumlah korban jiwa
dilakukan oleh petugas Puskesmas dalam pemantauan yang meninggal. Dengan segala keterbatasan sumber
gizi antara lain memastikan bahwa bantuan makanan daya, peralatan dan obat-obatan para petugas
yang diberikan kepada bayi dan balita ( seperti susu kesehatan melakukan pertolongan pertama pada para
dan makanan tambahan) cukup memadai bagi para korban, sebelum dilakukan perawatan lanjutan. Dalam
korban bencana. Demikian pula dengan masalah kondisi serba darurat, petugas kesehatan baik tenaga
kesehatan reproduksi perempuan, petugas Puskesmas medis dan non-medis bekerja sama memberikan
bekerja sama dengan relawan dan pemerintah · desa pertolongan pertama pada setiap pasien korban gempa.
setempat memantau bantuan yang diber,ikan kepada Selain itu, pelayanan petugas kesehatan pada masa
para korban gempa telah mengakomodasi kepentingan rehabilitasi juga berkontribusi pada tersedianya
para perempuan untuk menjaga kesehatan kebutuhan gizi bayi dan balita serta pemenuhan
reproduksinya (tersedianya pembalut dan pakaian keperluan kesehatan reproduksi perempuan. Salah satu
dalam). Untuk pemulihan sanitasi lingkungan petugas faktor yang mendukung kelancaran para petugas
Puskesmas juga berkoordiansi dengan relawan dan kesehatan dalam melakukan tindakan gawat darurat
petugas pemerintah terkait untuk memonitor pada saat terjadi bencana dan memberikan pelayanan
ketersediaan air bersih dan MCK pada masing-masing kesehatan paska gempa adalah partisipasi aktif
lokasi pengungsian. masyarakat. Dalam kondisi mengalami bencana,
masyarakat aktif membantu pencarian korban;
KESIMPULAN membawa korban luka ke tempat pelayanan;
mendirikan tenda darurat; distribusi obat-obatan,
Bencana alam yang disertai dengan pengungsian makanan bayi dan balita serta kebutuhan khusus
seringkali menimbulkan dampak terhadap kesehatan perempuan; melakukan pendataan korban dan
masyarakat yang menjadi korban, terlebih mereka memberikan informasi tentang wilayah yang
yang termasuk dalam kelompok rentan. Permasalahan memerlukan penanganan kesehatan di wilayah
kesehatan akibat bencana beragam, termasuk terdampak.
meningkatnya potensi kejadian penyakit menular
Peran petugas kesehatan dan partisipasi aktif
maupun penyakit tidak menular, permasalahan
masyarakat dalam penanganan korban pada saat terjadi
kesehatan Iingkungan dan sanitasi serta kesehatan
bencana, masa tanggap darurat dan masa rehabilitasi
reproduksi perempuan dan pasangan. Kondisi dapat
memegang peranan penting dalam membantu
menjadi Iebih buruk antara lain dikarenakan
masyarakat untuk bertahan hidup dan menjalani proses
pemulihan dari dampak bencana. Pembelajaran

Jumal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No. I Tahun 2013 (ISSN 1907-2902) 49


tentang penanganan masalah kesehatan korban gempa BNPB, Bappenas, the Provincial and District/City
di Kabupaten Bantul ini dapat digunakan sebagai Governments of West Sumatra and Jambi,
masukan untuk mengembangkan manajemen bencana international partners. 2009. West Sumatra and
di wilayah rawan bencana lainnya di Indonesia. Jambi natural disasters: damage, loss and
preliminary needs assessment. Jakarta: BNPB,
Bappenas, the Provincial and District/City
DAFTAR PUSTAKA
Governments of West Sumatra and Jambi and
international partners.
ACT Alliance. 2011. Indonesia: assistance to Mount
Merapi displaced. Diunduh pada 28 April 2013 Departemen Kesehatan (Depkes). 2001 Standar
dari http//www.actalliance.org. minimal penanggulangan masalah kesehatan
akibat bencana dan penanganan pengungsi.
Action Contre Ia Feme (AFC-France), Global Water,
Jakarta: Pusat Penanggulangan Masalah
Sanitation dan Hygiene (WASH) Cluster. 2009.
Kesehatan- Sekretariat Jenderal Depkes.
The human right to water and sanitation in
emergency situations: The legal framework and Depkes. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Rl
a guide to advocacy. Paris: AFC-France, Global Nomor 145/Menkes/SK/I/2007 tentang Pedoman
WASH Cluster. Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan.
Jakarta: Depkes.
Amin, M.T. dan Han, M.Y. 2009. Water
environmental and sanitation status in disaster D~rektorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
relief of Pakistan's 2005 earthquake. Depkes. 2006. Pedoman Puskesmas dalam
Desalination, 248:436-45. Penanggulangan Bencana. Jakarta: Depkes.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Emergency and Humanitarian Action (EHA), WHO
(Bappenas). 2008. Report on Two Years of Indonesia. 2010. Mt. Merapi Volcano eruption,
Monitoring and Evaluation of the Post Central Java Province, Republic of Indonesia:
Earthquake, May 27, 2006, in the Province of Emergency situation report (1) 2 7 October
DI Yogyakarta and Central Java. Jakarta: 2010. Jakarta: WHO Indonesia.
Bappenas.
Fatimah, D. 2009. Perempuan dan Kerelawanan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Dalam Bencana. Y ogyakarta: Piramedia.
Provinsi DI Y ogyakarta, Bappeda Kabupaten
Fernando, W.B.G., Gunapala, A.H. dan Jayantha,
Bantul dan UNDP. 2007. Report on Monitoring
W.A. 2009. Water supply and sanitation needs
and 2006-2007 Evaluation on Rehabilitation
in a disaster - lessons learned through the
and Reconstruction Activities in Bantu/. Bantul:
tsunami disaster in Sri Lanka. Desalination,
Bappeda Provinsi DI Y ogyakaita, Bappeda
248:14-21.
Kabupaten Bantu} dan UNDP.
Ferris, E. dan Petz, D. 2011. A year of living
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
dangerously: a review of natural disasters in
2008. Peraturan Kepala Badan Nasional
2010. Washington DC: The Brooking Institution
Penanggulangan Bencana Nomor 7 Tahun 2008
- London School of Economics Project on
tentang Pedoman Tata Cara Pemberian Bantuan
Internal Displacement.
Pemenuhan Kebutuhan Dasar. Jakarta: BNPB;
2008. Few, R. dan Matthies, F. 2006. Flood hazards and
health: responding to present and future risks.
Bappenas, The Province of DI Yogyakarta, The
London: Earthscan.
Province of DI Y ogyakarta, The Province of
Central Java, The World Bank dan Asian Forum PRB DIY. 2010. Notulensi rapat koordinasi
Development Bank. 2006. An Assessment of Gugus Tugas Forum PRB dukungan upaya
Preliminary Damage and Loss in Yogyakarta & tanggap darurat Merapi. Y ogyakarta:
Central Java Natural Disaster. Jakarta: Sekretariat Forum PRB DIY.
Bappenas, The Province of DI Yogyakarta, The
Hapsari, E. D., Widy~wati, Nisman, W. A.,
Province of Central Java, The World Bank dan
Lusimalasari, L., Siswishanto, R. dan Matsuo,
Asian Development Bank.
H. 2009. Change in Contraceptive Methods
BNPB. 2010. Laporan harlan tanggap darurat Gunung Following. the Y ogyakarta Earthquake and Its
Merapi 8 Desember 2010. Yogyakarta: BNPB. Association with the Prevalence of Unplanned
Pregnancy. Contraception, 79, 316-322.

50 Jumal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No.1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902)


Pakistan (Amin dan Han, 2009) dan Iran (Pinera, Reed mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat sampai
dan Njiru, 2005) pada tahun 2005, banjir di dengan rehabilitasi. Berdasarkan UU No 24 tersebut,
Bangladesh pada tahun 2004 (Shimi, Parvin, Biswas tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana
dan Shaw, 2010), serta gempa disertai tsunami di meliputi:
Indonesia (Widyastuti dkk, 2006) dan Srilanka
(Fernando, Gunapala dan Jayantha, 2009) pada akhir 1. Prabencana, pada tahapan ini dilakukan kegiatan
2004 menunjukkan beberapa masalah terkait kesehatan perencanaan penanggulangan bencana,
Iingkungan dan sanitasi. Permasalahan tersebut pengurangan risiko bencana, pencegahan,
termasuk terkait penilaian kebutuhan (assessment) pemaduan dalam perencanaan pembangunan,
yang tidak mudah dan cepat, ketersediaan dan persyaratan analisis risiko bencana, penegakan
kecukupan sarana, distribusi dan akses yang tidak rencana tata ruang, pendidikan dan peletahihan
merata, privasi dan kenyamanan korban bencana serta penentuan persyaratan standar teknis
(khusunya kelompok perempuan) serta kurangnya penanggulangan bencana (kesiapsiagaan,
kesadaran dan perilaku masyarakat terkait sanitasi peringatan dini dan mitigasi bencana).
pada kondisi darurat bencana.
2. Tanggap darurat, tahapan ini mencakup pengkajian
terhadap lokasi, kerusakan dan sumber daya,
ICesehatan reproduksi merupakan salah satu
penentuan status keadan darurat, penye~amatan dan
permasalahan kesehatan yang perlu mendapatkan
evakuasi korban, pemenuhan kebutuhan dasar,
perhatian, khususnya pada bencana yang berdampak
pelayanan psikososial dan kesehatan.
kepada masyarakat dalam waktu relatif lama. Studi
Hapsari dkk (2009) mengidentifkasi temuan menarik 3. Paskabencana, tahapan ini mencakup kegiatan
berkaitan dengan kebutuhan pelayanan keluarga rehabilitasi (pemulihan daerah bencana, prasarana
berencana (KB) paskabencana gempa bumi di Bantul dan sarana umum, bantuan perbaikan rumah, sosial,
(Yogyakarta) pada tahun 2006. Satu tahun psikologis, pelayanan kesehatan, keamanan dan
paskagempa, mereka yang menggunakan alat ICB ketertiban) dan rekonstruksi (pembangunan,
suntik dan implant cenderung menurun, sebaliknya pembangkitan dan peningkatan sarana prasarana,
mereka yang menggunakan pil ICB dan metode termasuk fungsi pelayanan kesehatan).
pantang berkala cenderung meningkat. Studi ini juga
menunjukkan bahwa prevalensi kehamilan tidak Penanggulangan masalah kesehatan merupakan
direncanakan Iebih tinggi dijumpai pada mereka yang kegiatan yang harus segera diberikan baik saat terjadi
sulit mengakses pelayanan ICB dibandingkan mereka dan paskabencana disertai pengungsian. Upaya
yang tidak mengalami kendala. Oleh karena itu, peran penanggulangan bencana perlu dilaksanakan dengan
penting petugas kesehatan diperlukan, tidak hanya memperhatikan hak-hak masyarakat, antara lain hak
untuk memberikan pelayanan ICB pada situasi untuk mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan
bencana, tetapi juga untuk mengedukasi pasangan dasar, perlindungan sosial, pendidikan dan
untuk mencegah kejadian kehamilan yang tidak keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan
direncanakan. bencana serta hak untuk berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan. Sebagaimana tercantum
dalam Pasal 53 UU No 24 tahun 2007, pelayanan
PENANGGULANGAN MASALAH kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar yang
KESEHATAN DALAM KONDISI BENCANA harus dipenuhi pada kondisi bencana, di samping
kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya: 1). air bersih dan
Bencana alam merupakan kejadian luar biasa yang
sanitasi, 2). pangan, 3). sandang, 4). pelayanan
disebabkan oleh peristiwa/faktor alam atau perilaku
psikososial serta 5). penampungan dan tempat hunian.
manusia yang menyebabkan kerugian besar bagi
manusia dan lingkungan dimana hal itu berada diluar Penanggulangan masalah kesehatan dalam kondisi
kemampuan manusia untuk dapat mengendalikannya. bencana ditujukan untuk menjamin terselenggaranya
Mengingat bencana alam yang cukup beragam dan pelayanan kesehatan bagi korban akibat bencana dan
semakin tinggi intensitasnya, Pemerintah Indonesia pengungsi sesuai dengan standar minimal. Secara
mengeluarkan Undang-Undang (UU) No 24 tahun khusus, upaya ini ditujukan untuk memastikan: 1).
2007 tentang Penanggulangan Bencana. Dengan Terpenuhinya pelayanan kesehatan bagi korban
lahimya UU tersebut, terjadi perubahan paradigma bencana dan pengungsi sesuai standar minimal; 2).
penanganan bencana di Indonesia, yaitu penanganan Terpenuhinya pemberantasan dan pencegahan
bencana tidak lagi menekankan pada aspek tanggap penyakit menular bagi korban bencana dan pengungsi
darurat, tetapi lebih menekankan pada keseluruhan sesuai standar minimal; 3). Terpenuhinya kebutuhan
manajemen penanggulangan bencana mulai dari pangan dan gizi bagi korban bencana dan pengungsi

Jumal Kependuduk:an Indonesia Vol. 8 No.1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902) 43


sesuai standar minimal; 4). Terpenuhinya kesehatan Pengorganisasian sektor kesehatan dilakukan
lingkungan bagi korban bencana dan pengungsi sesuai beijenjang mulai dari tingkat pusat, provinsi,
standar minimal; serta 5). Terpenuhinya kebutuhan kabupaten/kota sampai dengan lokasi kejadian. Di
papan dan sandang bagi korban bencana dan lokasi kejadian rnisalnya, penanggung jawab
pengungsi sesuai standar minimal. pelayanan kesehatan penanggulangan bencana adalah
Kepala Dinas Kabupaten/Kota, sedangkan yang
Dalam upaya memaksimalkan peran jajaran kesehatan bertindak sebagai pelaksana tugas adalah Kepala
pada penanggulangan bencana, termasuk didalamnya Puskesmas di lokasi kejadian . Selanjutnya,
Puskesmas, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan pelaksanaan kegiatan dikelompokkan pada fase
Surat Keputusan (SK) Menteri Kesehatan No. Prabencana, Saat bencana dan Paskabencana. Pada
145/Menkes/SK/112007 tentang Pedoman masing-masing fase tersebut, telah dikelompokkan
Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan. kegiatan-kegiatan yang perlu dilaksanakan oleh
Dokumen tersebut mengatur berbagai hal, termasuk Tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota dan
kebijakan, pengorganisasian dan kegiatan pelayanan Kecamatan. Peran Puskesmas, misalnya, sangat
kesehatan yang dilakukan oleh masing-masing jajaran beragam pada setiap fase bencana dan memerlukan
kesehatan. Dalam Kepmenkes tersebut juga disebutkan koordinasi kegiatan dengan instansi lain serta
bahwa pada prinsipnya dalam penanggulangan kelompok masyarakat (Tabel 4).
bencana bidang kesehatan tidak ada kebijakan untuk
membentuk sarana prasarana secara khusus. Upaya
lebih difokuskan dengan memanfaatkan sarana dan
prasarana yang telah ada, hanya saja intensitas
kerjanya ditingkatkan dengan memberdayakan semua
sumber daya pemerintah, masyarakat dan unsur swasta
terkait (Departemen Kesehatan, 2007).

Tabel 4. Peran Puskesmas pada Tahap Prabencana, Saat Bencana dan Paskabencana

Prabencana Saat Bencana Paskabeocana


• Membuat peta geomedik Puskesmas di lokasi bencana: • Menyelenggarakan pelayanan kesehatan
daerah rawan bencana dasar di tempat penampungan (Pos
• Menuju lokasi bencana dengan membawa
• Membuat jalur evakuasi Kesehatan Lapangan)
peralatan yang diperlukan untuk
• Mengadakan pelatihan • Memeriksa kualitas air bersih dan sanitasi
melaksanakan triase dan memberikan
• Inventarisasi sumber lingkungan
pertolongan pertama
daya sesuai dengan • Melaksanakan surveilans penyakit menular
• Melaporkan kejadian bencana kepada
potensi bahaya yang dan gizi buruk yang mungkin timbul
Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes)
mungkin terjadi Kabupaten!Kota • Segera melapor ke Dinkes Kabupaten/K.ota
• Menerima dan • Melakukan penilaian cepat masalah bila terjadi KLB penyakit menular dan gizi
menindaklanjuti kesehatan awal (initial rapid health buruk
informasi peringatan dini assessment) • Memfasilitasi relawan, kader dan petugas
(early warning system) pemerintah tingkat kecamatan dalam
• Menyerahkan tanggung jawab kepada
untuk kesiapsiagaan memberikan komunikasi, informasi dan
Kadinkes Kabupaten/ Kota bila telah tiba
bidang kesehatan edukasi (KIE) kepada masyarakat luas,
di lokasi
• Membentuk tim bimbingan pada kelompok serta konseling
kesehatan lapangan yang pada individu yang berpotensi mengalami
Puskesmas di sekitar lokasi bencana:
tergabung dalam Satgas gangguan stres paskatrauma
• Mengadakan koordinasi • Mengirirnkan tenaga dan perbekalan • Merujuk penderita yang tidak dapat
lintas sektor kesehatan serta ambulans/transportasi lain ditangani dengan konseling awal dan
ke lokasi bencana dan tempat membutuhkan konseling lanju t, psikoterapi
penampungan pengungsi. atau penanggulangan lebih spesifik.
• Membantu perawatan da n evakuasi
korban serta pelayanan kesehatan
pengungsi.

Sumber: Depkes, 2007

44 Jurnal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No. 1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902)


Dalam penanggulangan bencana, peran Puskesmas standar minimal yang harus dipenuhi meliputi
mengacu pada tugas dan fungsi pokoknya, yaitu berbagai aspek:
sebagai pusat ( 1) penggerak pembangunan kesehatan
masyarakat, (2) pemberdayaan masyarakat dan (3) 1. Pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan
pelayanan kesehatan tingkat pertama. Sebagai pusat kesehatan masyarakat, kesehatan reproduksi 2 dan
penggerak pembangunan kesehatan masyarakat, kesehatan jiwa3• Terkait dengan sarana pelayanan
Puskesmas melakukan fungsi penanggulangan kesehatan, satu Pusat Kesehatan pengungsi
bencana melalui kegiatan surveilans, penyuluhan dan idealnya digunakan untuk melayani 20.000 orang,
kerjasama lintas sektor. Sebagai pusat pemberdayaan sedangkan satu Rumah Sakit untuk 200.000
masyarakat, Puskesmas dituntut mampu melibatkan sasaran. Penyediaan pelayanan kesehatan juga
peran aktif masyarakat, baik peroangan maupun dapat memanfaatkan partisipasi Rumah Sakit
kelompok, dalam upaya penanggulangan bencana. Swasta, Balai Pengobatan Swasta, LSM lokal
Sedangkan sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat maupun intemasional yang terkait dengan bidang
pertama, Puskesmas melakukan berbagai kegiatan kesehatan.
seperti: pelayanan gawat darurat 24 jam, pendirian pos
kesehatan 24 jam di sekitar lokasi bencana, upaya gizi, 2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit
KIA dan sanitasi pengungsian, upaya kesehatan jiwa menular, seperti vaksinasi, penanganan masalah
serta upaya kesehatan rujukan. umum kesehatan di pengungsian, manajemen
kasus, surveilans dan ketenagaan. Berkaitan
Initial rapid health assessment merupakan kegiatan dengan sumber daya manusia (SDM),
penting yang perlu dilaksanakan petugas kesehatan di Kementerian Kesehatan telah menetapkan jumlah
lokasi bencana. Sebagaimana diuraikan pada bagian kebutuhan tenaga kesehatan untuk penanganan
sebelumnya, basil kajian paskagempa Bantul 2006 10.000-20.000 pengungsi, terdiri dari: pekerja
dapat memetakan kelompok rentan serta masalah kesehatan lingkungan (10-20 orang}, bidan (5-10
kesehatan dan risiko penyakit akibat bencana orang), dokter (1 orang), paramedis (4-5 orang},
(http://bondankomunitas. blogspot.com). Selanjutnya, asisten apoteker (1 orang}, teknisi laboratorium ( 1
dari hasil penilaian cepat kesehatan ini dapat orang}, pembantu umum ( 5-l 0 orang), pengawas
direkomendasikan upaya-upaya apa saja yang perlu sanitasi (2-4 orang), asisten pengawas sanitasi (1 0-
dilakukan berbagai pihak terkait untuk memulihkan 20 orang).
sistem kesehatan di wilayah Kabupaten Bantul 1• 3. Gizi dan pangan, termasuk penanggulangan
Selain berdasarkan SK Menkes 145/2007, peran dan masalah gizi di pengungsian, surveilans gizi,
tugas Puskesmas dalam penanggulangan bencana juga kualitas dan keamanan pangan. Identifikasi perlu
mengacu pada SK Menkes Nomor dilakukan secepat mungkin untuk mengetahui
1357/Menkes/SK/XII/2001 tentang Standar Minimal sasaran pelayanan, seperti jumlah pengungsi, jenis
Penanggulangan Masalah Kesehatan akibat Bencana kelamin, umur dan ke1ompok rentan (balita, ibu
dan Penanganan Pengungsi. Dalam dokumen tersebut, hamil, ibu menyusui, lanjut usia). Data tersebut
penting diperoleh, misalnya untuk mengetahui
kebutuhan bahan makanan pada tahap
Rekomendasi terkait pelayanan kesehatan masyarakat, penyelamatan dan merencanakan tahapan
meliputi: a). merencanakan kegiatan Puskesmas Keliling surveilans berikutnya. Selain itu, pengelolaan
sebagai dukungan sementara, b). perlu tenaga fisioterapi bantuan pangan perlu melibatkan wakil
untuk perawatan bagi penduduk yang cedera, c). masyarakat korban bencana, termasuk kaum
ketersediaan pangan penduduk kelompok rentan, perempuan, untuk memastikan kebutuhan-
khususnya program Pemberian Makanan Tambahan kebutuhan dasar korban bencana tetpenuhi.
(PMT) bagi balita dan ibu hamil, d). revitalisasi
pelayanan Bidan Desa untuk mendukung program
Kesehatan lbu dan Anak, e). revitalisasi tenaga
sanitarian untuk menangani kondisi lingkungan yang 2 Pelayanan kesehatan reproduksi setidaknya meliputi
tidak sehat, serta f). perlu penanganan psikiatri bagi kesehatan ibu dan anak (KIA), keluarga berencana (KB),
masyarakat yang mengalami trauma. Selain itu, deteksi dini infeksi menular seksual (IMS) dan
rekomenasi juga dikeluarkan terkait pencegahan dan HN/AIDS serta kesehatan reproduksi remaja.
pemberantasan penyakit menular, yaitu: 1). melakukan
surveilans penyakit menular untuk memperkuat sistem 3 Penanggulangan penderita stes paska trauma antara lain
surveilans rutin; serta 2). Mempertimbangkan langkah bisa dilakukan dalam bentuk penyuluhan kelompok
antisipasi munculnya penyakit diare, typhus besar (lebih dari 20 orang) dengan melibatkan ahli
abdominalis, DHF, campak, dan tetanus psikologi serta kader masyarakat yang telah dilatih.
(http://bondankomunitas.blogspot.com).

Jurnal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No.1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902) 45


4. Lingkungan, meliputi pengadaan air, kualitas air, kesehatan serta penyakit kronis. Bentuk-bentuk
pembuangan kotoran manusia, pengelolaan limbah pelayanan kesehatan tersebut dilengkapi dengan
padat dan limbah cair dan promosi kesehatan. standar minimal bantuan yang harus dipenuhi dalam
Beberapa tolok ukur kunci yang perlu situasi bencana alam (BNPB, 2008).
diperhatikan adalah:
Terkait upaya pemenuhan kebutuhan dasar pada
• persediaan air harus cukup minimal 15 liter kondisi bencana, di tingkat global sebenarnya juga
per orang per hari, sudah banyak pedoman-pedoman yang dapat menjadi
rujukan. Pedoman yang disusun The Sphere Project
• jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak (20 11 ), misalnya, merinci prinsip-prinsip perlindungan
lebih dari 500 meter, dan standar minimal dalam empat aspek, yakni: 1). Air
bersih, sanitasi dan promosi terkait higienitas, 2).
• satu kran air untuk 80-100 orang, Keamanan pangan dan gizi, 3). Tempat penampungan
atau hunian sementara dan kebutuhan non-pangan,
• satu jamban digunakan maksimal 20 orang, serta 4). Pelayanan kesehatan. Dalam dokumen ini,
dapat diatur menurut rumah tangga atau disebutkan bahwa pelayanan kesehatan esensial yang
menurut jenis kelamin, perlu diperhatikan meliputi: pengendalian penyakit
menular, kesehatan anak, kesehatan seksual dan
• jamban berjarak tidak lebih dari 50 meter dari
reproduksi, cedera, kesehatan mental dan penyakit
pemukian atau tempat pengungsian,
tidak menular.
• bak atau lubang sampah keluarga berjarak
tidak lebih dari 15 meter dan lubang sampah PERANPETUGASKESEHATANDAN
umum berjarak tidak lebih dari 100 meter dari PARTISIPASI MASYARAKAT:
pemukiman atau tempat pengungsian, PENGALAMAN GEMPA BANTUL 2006
• bak/lubang sampah memiliki kapasitas 100
Bencana alam yang menimpa suatu daerah, seringkali
liter per 10 keluarga, serta
menimbulkan korban jiwa dan kerusakan, baik itu
• tidak ada genangan air, air hujan, luapan air korban meninggal, korban luka luka maupun
atau banjir di sekitar pemukiman atau tempat kerusakan fasilitas umum dan harta benda masyarakat.
pengungsian. Selain itu, terjadinya bencana alam sering
mengakibatkan wilayah terkena dampak menjadi
5. Hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan dasar terisolasi sehingga sulit dijangkau oleh para relawan
kesehatan, seperti penampungan keluarga, untuk memberikan pertolongan dan bantuan. Selain
sandang dan kebutuhan rumah tangga. Ruang jatuhnya korban jiwa dan korban luka, permasalahan
tertutup yang tersedia, misalnya, setidaknya lain yang terkait dengan kondisi kesehatan masyarakat
tersedia per orang rata-rata berukuran 3,5-4,5 m2• adalah munculnya berbagai penyakit setelah bencana.
Kebutuhan sandang juga perlu memperhatikan Sebagai contoh hingga satu bulan lebih setelah
kelompok sasaran tertentu, seperti pakaian untuk kejadian bencana gempa bumi di Bantul tahun 2006,
balita dan anak-anak serta pembalut untuk para korban gempa masih tinggal di tenda-tenda
perempuan remaja dan dewasa. pengungsian dengan fasilitas air bersih yang terbatas
Selain piranti-piranti legal di atas, Peraturan Kepala dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Kondisi
BNPB Nomor 7 Tahun 2008 juga mengatur pemberian tersebut ditambah dengan banyaknya debu dan
bantuan pemenuhan kebutuhan dasar, meliputi bantuan nyamuk yang mengakibatkan para korban, terutama
tempat penampungan/hunian sementara, pangan, non- balita dan lansia, rentan terkena penyakit gata1-gatal,
pangan, sandang air bersih dan sanitasi serta pelayanan diare, flu, batuk dan demam.
kesehatan. Dalam peraturan tersebut, disebutkan
Selain rentan terhadap berbagai penyakit, sebagian
bahwa bantuan pelayanan kesehatan diberikan dalam
korban juga mengalami trauma kejiwaan. Kondisi
bentuk: 1). pelayanan kesehatan umum, meliputi
traumatik tersebut sangat beragam bentuknya, namun
pelayanan kesehatan dasar dan klinis; 2). pengendalian
gejala umum yang diderita para korban menunjukkan
penyakit menular, meliputi pencegahan umum,
reaksi ketakutan. Berbagai isu dan informasi yang
campak, diagnosis dan pengelolaan kasus,
berkembang di masyarakat tentang kemungkinan
kesiapsiagaan kejadian luar biasa (KLB), deteksi KLB,
terjadinya gempa susulan yang Iebih besar
penyelidikan dan tanggap serta HIV/AIDS; serta 3).
menimbulkan kepanikan luar biasa di kalangan
pengendalian penyakit tidak menular, meliputi cedera,
masyarakat setempat. Beberapa dari mereka tidak
kesehatan reproduksi, aspek kejiwaan dan sosial

46 Jurnal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No.1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902)


mengetahui informasi yang benar mengenai seorang bidan yang tinggal tidak jauh dari Puskesmas
kemungkinan-kemungkinan teijadinya gempa susulan. terpaksa melakukan tindakan jahit kepala yang luka
parah hanya dengan benang jahit biasa. Hal ini
Pengalaman gempa Bantul 2006 memberikan dilakukan karena benang jahit untuk luka sulit
pembelajaran bahwa peran petugas kesehatan dalam ditemukan akibat rusaknya ruang obat-obatan karena
penanganan bencana cukup penting dalam gempa.
menyelamatkan korban jiwa. Dalam masa tanggap
darurat petugas kesehatan dari Puskesmas mampu Dalam melakukan penanganan korban gempa, para
berperan melaksanakan fungsinya melakukan tenaga kesehatan juga dibantu oleh relawan yang
penanganan gawat darurat dan pelayanan kesehatan umumnya para remaja puteri dan ibu-ibu. Mereka
lanjutan serta memfasilitasi kegiatan pelayanan membantu membersihkan luka, menyiapkan obatan-
kesehatan yang dilakukan oleh para relawan. obatan, perban serta alat kesehatan lainnya. Petugas
Pelayanan tersebut dilakukan dengan segala kesehatan dari Puskesmas dan warga bergotong-
keterbatasan sumber daya manusia, alat kesehatan dan royong melakukan pelayanan untuk menyelamatkan
obat-obatan dan sarana penunjang lainya yang sangat korban. Setelah korban gempa dengan "label merah"
tidak memadai karena rusak akibat gempa. Berikut ini mendapatkan penanganan darurat, selanjutnya mereka
gambaran penanganan masalah kesehatan pada saat segera dirujuk ke rumah sakit (RS) atau mendapatkan
teljadi gempa, masa tanggap darurat dan masa perawatan lanjutan di Puskesmas.
rehabilitasi di Kabupaten Bantul.
Pada hari kedua dan ketiga, berbagai bantuan dari
pihak luar sudah mulai berdatangan. Rumah Sakit
• Sesaat setelah gempa (hari pertama hingga hari lapangan atau pos kesehatan (bantuan dari berbagai
ketiga) daerah, ABRI, LSM, perusahaan dsb) juga sudah
mulai didirikan. Selain memberikan pelayanan
Pada hari pertama peristiwa gempa (27 Mei 2006), kesehatan pada korban gempa, petugas Puskesmas
pelayanan kesehatan, terutama di Puskesmas juga berperan melakukan koordinasi dengan pihak-
dilakukan dalam kondisi kekurangan tenaga medis pihak yang akan mendirikan pos kesehatan. Dalam hal
serta fasilitas dan peralatan yang minim. Bangunan ini, petugas Puskesmas memberikan informasi desa-
Puskesmas mengalami kerusakan cukup parah di desa di wilayah keljanya yang membutuhkan RS
bagian depan dan ruang pemeriksaan. Namun lapangan atau pos kesehatan untuk pelayanan korban
demikian, ruangan tempat menyimpan obat-obatan gempa. Petugas kesehatan juga melakukan koordinasi
tidak mengalami kerusakan yang parah, sehingga dengan para relawan (PMI, LSM dan berbagai
sebagian besar obat-obatan dan peralatan kesehatan lembaga keagamaan) yang memberikan bantuan obat-
masih bisa diselamatkan. Kegiatan pelayanan obatan, alat kesehatan serta alat pendukung lainnya.
kesehatan pada saat bencana dilakukan di tenda Hingga hari ketiga setelah gempa, stok obat-obatan
darurat yang dibangun di halaman Puskesmas. Karena Puskesmas masih mencukupi untuk melakukan
letaknya yang strategis (Puskesmas Piyungan terletak pelayanan. Pada hari ke empat, pasokan bantuan obat-
di pinggir jalan raya yang menghubungkan Kota obatan dari berbagai pihak untuk Puskesmas juga
Yogyakarta dan Wonosari), banyak pasien korban sudah mulai masuk.
gempa dari desa-desa sekitar yang datang ke
Puskesmas ini untuk mendapatkan pertolongan. Keberhasilan penanganan kesehatan yang dilakukan
oleh petugas kesehatan pada saat teljadi gempa tidak
Pelayanan petugas kesehatan di Puskesmas Piyungan terlepas dari partisipasi masyarakat. Masyarakat
pada hari pertama teljadinya gempa diprioritaskan korban bencana terutama bapak-bapak berpartisipasi
untuk penanganan kegawatdarutatan (emergency) membantu proses evakuasi, mencari serta menolong
dikarenakan jumlah tenaga kesehatan yang terbatas. korban luka dan mengurus korban yang meninggal
Penanganan kegawatdarutatan dilakukan untuk dunia. Selain itu, mereka juga membantu menyiapkan
mengurangi bertambahnya korban jiwa. Tenaga tenda darurat yang dipakai untuk melakukan
kesehatan Puskesmas sudah mulai memilah pasien perawatan sementara karena sebagian bangunan
sesuai dengan kondisi kesehatan mereka yang dilihat Puskesmas rusak. Sementara itu anggota masyarakat
dari tingkat keparahan luka/pendarahan. Pasien yang lainnya, terutama para remaja puteri dan ibu-ibu
mendapatkan prioritas penanganan adalah pasien label membantu para petugas kesehatan menangani pasien,
merah, artinya pasien tersebut mengalami luka parah seperti menyiapkan alat kesehatan (kapas, obat
serta keselamatan jiwanya terancam apabila tidak luka,dan perlengkapan lainnya), membantu
segera diambil tindakan medis yang tepat. Informasi membersihkan luka dan menjaga pasien. Masyarakat
yang diperoleh dari lapangan menyatakan bahwa pada dan relawan juga terlibat aktif membantu petugas
pagi hari tanggal 27 Mei sekitar pukul 7.45 Will Puskesmas dalam mengidentifikasi dan

Jurnal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No.1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902) 47


mengelompokkan pasien sesuai dengan kondisi rekoso yo dirasake bareng" (Widayatun dan Hidayati,
lukanya dan dipisahkan antara yang memerlukan 2012).
penanganan segera dan yang tidak. Bantuan yang
diberikan masyarakat juga tidak sebatas dalam Sumber air untuk masak, mandi dan cuci juga terbatas,
penanganan pasien, tetapi termasuk juga memberikan karena setelah gempa banyak sumur warga yang
informasi tentang wilayah-wilayah desa dan dusun menjadi keruh aimya dan tidak layak dipergunakan
yang memerlukan bantuan tenaga kesehatan. Hal ini untuk keperluan sehari-hari (memasak, minum dan
penting agar pihak Puskesmas dapat segera melakukan MCK). Terbatasnya sumber air dan padatnya jumlah
penanganan kepada wilayah yang memerlukan korban yang tinggal di tenda darurat menyebabkan
(Fatimah, 2011; Hidayati, 2012). sanitasi lingkungan di sekitar tenda memburuk. Hal ini
mempengaruhi kondisi kesehatan para korban
bencana, ditambah lagi hujan deras terus-menerus
• Masa tanggap darurat (hari ketiga hingga satu beberapa hari setelah gempa. Para korban bencana
bulan setelah gempa) banyak menderita penyakit demam, flu, batuk, pilek,
diare, kejang.
Kondisi para korban bencana yang meninggal, luka
berat dan ringan telah tertangani oleh petugas Pelayanan kesehatan pada para korban gempa yang
Puskesmas pada hari pertama sampai pada hari ketiga tinggal di tenda-tenda darurat dilakukan melalui Pos
setelah gempa. Sebagian diantara mereka ada yang Kesehatan yang didirikan di sekitar tenda-tenda
dirujuk dan dirawat di berbagai rumah sakit di darurat. Pelayanan kesehatan di Pos Kesehatan
Yogjakarta dan yang lainnya berobat jalan ke umumnya dilakukan oleh para relawan medis dari
Puskesmas dan fasilitas kesehatan lainnya. Pelayanan berbagai lembaga yang datang memberikan bantuan
Puskesmas tetap dilakukan, umumnya menangani untuk melakukan pelayanan kesehatan. Petugas
pasien yang tidak memerlukan tindakan "emergency", kesehatan dari Puskesmas memberikan bantuan
tetapi lebih pada melayani pasien yang memerlukan pelayanan di Pos Kesehatan yang personilnya masih
perawatan lanjutan. Pasien yang datang umumnya kurang. Selain itu, petugas kesehatan dari Puskesmas
dengan keluhan penyakit yang tidak diakibatkan juga berperan memberikan data dan informasi terkait
langsung oleh karena kejadian gempa (luka karena dengan desa dan dusun yang memerlukan bantuan
ben~an, tertimpa benda/bangunan), seperti demam, pelayanan kesehatan, kondisi kesehatan
batuk, pilek, diare dan syok. masyarakatnya dan sanitasi lingkungan yang ada.
Masyarakat korban bencana yang selamat dan tidak Keterlibatan masyarakat pada masa tanggap darurat,
mengalami luka/perdarahan dan syok tinggal di tenda- selain membantu petugas melakukan pelayanan
tenda darurat yang didirikan di sepanjang jalan desa, kesehatan, masyarakat khususnya pemuda dan pemudi
kebun/pekarangan dan lapangan. Tenda-tenda darurat yang selama ini aktif di kegiatan desa, juga
jumlahnya terbatas dengan kondisi yang berpartisipasi membantu melakukan pendataan korban
memprihatinkan. Tenda-tenda umumnya dari plastik, bencana. Mereka melakukan pendataan, seperti nama
terpal dan alas tidur tikar/plastik seadanya. Karena dan jenis kelamin serta jenis pelayanan kesehatan yang
keterbatasan jumlah tenda darurat, warga masyarakat dibutuhkan. Kegiatan ini dilakukan setelah hari ketiga,
korban gempa mengutamakan para perempuan, karena pada hari pertama dan kedua terjadinya
terutama balita dan ibunya serta lansia yang tinggal di bencana mereka juga sibuk membantu menangani para
tenda darurat. Sementara warga lainnya, terutama korban sehingga belum memikirkan dan melakukan
bapak-bapak dan remaja pria tidur di tempat seadanya, pendataan korbam yang memerlukan pelayanan
diantara puing-puing rumah yang masih tersisa. kesehatan (Hidayati, 2012; Widayatun dan Hidayati,
Proritas tenda untuk para perempuan dan balita serta 2012).
lansia tersebut merupakan bagian dari rasa "gotong
royong dan bahu-membahu" dan "tenggang rasa" Selain pelayanan penyakit :fisik, para korban gempa
menempatkan masyarakat yang lebih "rentan" juga perlu mendapatkan pelayanan untuk mengatasi
kesehatannya. Bentuk partisipasi masyarakat dalam masalah psikologis seperti trauma dan depresi,
penangangan bencana tersebut, merupakan terutama pada anak-anak dan orang yang lanjut usia.
implementasi dari kearifan lokal yang selama ini Kejadian gempa telah membuat sebagian masyarakat
masih dipertahankan oleh masyarakat pedesaan di trauma karena kehilangan keluarga, harta benda,
Kabupaten Bantul. Masyarakat di pedesaan terbiasa pekerjaan dan tidak dapat melakukan kegiatan sehari-
saling tolong-menolong atau dikenal dengan istilah hari seperti sekolah dan bekerja. Oleh karena itu, perlu
"sambatan" dan mereka juga merasa senasib adanya pelayanan untuk memulihkan kondisi
sepenanggungan dalam menghadapi musibah bencana kesehatanjiwa para korban bencana tersebut.
seperti dalam pepatah Jawa "seneng dirasakke bareng,

48 Jurnal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No.1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902)


Untuk memberikan pelayanan kesehatan berkaitan pemberian pelayanan kesehatan pada kondisi bencana
dengan pemulihan kondisi kejiwaaan (trauma healing) sering tidak memadai.
Puskesmas bekerja sama dengan relawan yang
umumnya berasal dari berbagai LSM. Peran Berbagai panduan penanggulangan masalah kesehatan
Puskesmas termasuk memberikan informasi desa-desa akibat bencana sudah dikeluarkan di tingkat nasional.
di wilayah kerjanya yang memerlukan bantuan Upaya tersebut pada prinsipnya dilaksanakan untuk
pelayanan trauma healing dari LSM atau lembaga menjamin terpenuhinya hak-hak masyarakat, antara
lainnya. Pada masa tanggap darurat, Puskesmas juga lain hak untuk mendapatkan bantuan pemenuhan
berperan melakukan pemantauan dan survelians kebutuhan dasar. Pengorganisasian sektor kesehatan
terhadap beberapa penyakit tertentu yang potensial juga dilakukan berjenjang. Dalam hal ini, peran
menjadi KLB. Kegiatan ini dilakukan oleh Puskesmas Puskemas di lokasi kejadian bencana menjadi sangat
bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten dan penting, baik pada fase prabencana, saat bencana
Provinsi. maupun paskabencana. Initial rapid health assessment,
misalnya, merupakan kegiatan penting yang perlu
dilaksanakan petugas kesehatan dan diharapkan dapat
• Masa rehabilitasi dan rekonstruksi (Sejak satu dapat memetakan kelompok rentan serta berbagai
bulan sesudah gempa) masalah kesehatan dan risiko penyakit akibat bencana.
Standar minimal pun telah ditetapkan, meliputi aspek
Setelah masa tanggap darurat berakhir, pelayanan pelayanan kesehatan, pencegahan dan pemberantasan
Puskesmas terfokus pada pelayanan kesehatan penyakit menular, gizi dan pangan, lingkungan serta
promotif, seperti pemantauan gizi bayi, balita dan kebutuhan dasar kesehatan.
lansia, memonitor kondisi kesehatan reproduksi para
perempuan korban gempa, upaya hidup bersih dan Peristiwa gempa di Bantul pada tahun 2006
pemulihan sanitasi lingkungan. Pemantauan gizi memberikan pembelajaran bahwa pelayanan gawat
dilakukan berkoordinasi dengan para relawan yang darurat yang diberikan oleh petugas kesehatan telah
bertugas di tenda-tenda darurat. Kegiatan yang berkontribusi dalam mengurangi jumlah korban jiwa
dilakukan oleh petugas Puskesmas dalam pemantauan yang meninggal. Dengan segala keterbatasan sumber
gizi antara lain memastikan bahwa bantuan makanan daya, peralatan dan obat-obatan para petugas
yang diberikan kepada bayi dan balita (seperti susu kesehatan melakukan pertolongan pertama pada para
dan makanan tambahan) cukup memadai bagi para korban, sebelum dilakukan perawatan lanjutan. Dalam
korban bencana. Demikian pula dengan masalah kondisi serba darurat, petugas kesehatan baik tenaga
kesehatan reproduksi perempuan, petugas Puskesmas medis dan non-medis bekerja sama memberikan
bekerja sama dengan relawan dan pemerintah · desa pertolongan pertama pada setiap pasien korban gempa.
setempat memantau bantuan yang dibe~kan kepada Selain itu, pelayanan petugas kesehatan pada masa
para korban gempa telah mengakomodasi kepentingan rehabilitasi juga berkontribusi pada tersedianya
para perempuan untuk menjaga kesehatan kebutuhan gizi bayi dan balita serta pemenuhan
reproduksinya (tersedianya pembalut dan pakaian keperluan kesehatan reproduksi perempuan. Salah satu
dalam). Untuk pemulihan sanitasi lingkungan petugas faktor yang mendukung kelancaran para petugas
Puskesmas juga berkoordiansi dengan relawan dan kesehatan dalam melakukan tindakan gawat darurat
petugas pemerintah terkait untuk memonitor pada saat terjadi bencana dan memberikan pelayanan
ketersediaan air bersih dan MCK pada masing-masing kesehatan paska gempa adalah partisipasi aktif
lokasi pengungsian. masyarakat. Dalam kondisi mengalami bencana,
masyarakat aktif membantu pencarian korban;
KESIMPULAN membawa korban luka ke tempat pelayanan;
mendirikan tenda darurat; distribusi obat-obatan,
Bencana alam yang disertai dengan pengungsian makanan bayi dan balita serta kebutuhan khusus
seringkali menimbulkan dampak terhadap kesehatan perempuan; melakukan pendataan korban dan
masyarakat yang menjadi korban, terlebih mereka memberikan informasi tentang wilayah yang
yang termasuk dalam kelompok rentan. Permasalahan memerlukan penanganan kesehatan di wilayah
kesehatan akibat bencana beragam, termasuk terdampak.
meningkatnya potensi kejadian penyakit menular
Peran petugas kesehatan dan partisipasi aktif
maupun penyakit tidak menular, permasalahan
masyarakat dalam penanganan korban pada saat terjadi
kesehatan lingkungan dan sanitasi serta kesehatan
bencana, masa tanggap darurat dan masa rehabilitasi
reproduksi perempuan dan pasangan. Kondisi dapat
memegang peranan penting dalam membantu
menjadi lebih buruk antara lain dikarenakan
masyarakat untuk bertahan hidup dan menjalani proses
pemulihan dari dampak bencana. Pembelajaran

Jurnal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No. I Tahun 2013 (ISSN 1907-2902) 49


tentang penanganan masalah kesehatan korban gempa BNPB, Bappenas, the Provincial and District/City
di Kabupaten Bantul ini dapat digunakan sebagai Governments ·of West Sumatra and Jambi,
masukan untuk mengembangkan manajemen bencana international partners. 2009. West Sumatra and
di wilayah rawan bencana lainnya di Indonesia. Jambi natural disasters: damage, loss and
preliminary needs assessment. Jakarta: BNPB,
Bappenas, the Provincial and District/City
DAFTAR PUSTAKA
Governments of West Sumatra and Jambi and
international partners.
ACT Alliance. 2011. Indonesia: assistance to Mount
Merapi displaced. Diunduh pada 28 April 2013 Departemen Kesehatan (Depkes). 2001 Standar
dari http//www.actalliance.org. minimal penanggulangan masalah kesehatan
Action Contre Ia Feme (AFC-France), Global Water,
akibat bencana dan penanganan pengungsi.
Jakarta: Pusat Penanggulangan Masalah
Sanitation dan Hygiene (WASH) Cluster. 2009.
Kesehatan - Sekretariat Jenderal Depkes.
The human right to water and sanitation in
emergency situations: The legal framework and Depkes. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Rl
a guide to advocacy. Paris: AFC-France, Global Nomor 145/Menkes/SK/1/2007 tentang Pedoman
WASH Cluster. Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan.
Jakarta: Depkes.
Amin, M.T. dan Han, M.Y. 2009. Water
environmental and sanitation status in disaster D~rektorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
relief of Pakistan's 2005 earthquake. Depkes. 2006. Pedoman Puskesmas dalam
Desalination, 248:436-45. Penanggulangan Bencana. Jakarta: Depkes.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Emergency and Humanitarian Action {EHA), WHO
(Bappenas). 2008. Report on Two Years of Indonesia. 2010. Mt. Merapi Volcano eruption,
Monitoring and Evaluation of the Post Central Java Province, Republic of Indonesia:
Earthquake, May 27, 2006, in the Province of Emergency situation report (1) 27 October
DI Yogyakarta and Central Java. Jakarta: 2010. Jakarta: WHO Indonesia.
Bappenas.
Fatimah, D. 2009. Perempuan dan Kerelawanan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Dalam Bencana. Y ogyakarta: Piramedia.
Provinsi DI Yogyakarta, Bappeda Kabupaten
Fernando, W.B.G., Gunapala, A.H. dan Jayantha,
Bantul dan UNDP. 2007. Report on Monitoring
W.A. 2009. Water supply and sanitation needs
and 2006-2007 Evaluation on Rehabilitation
in a disaster - lessons learned through the
and Reconstruction Activities in Bantu/. Bantul:
tsunami disaster in Sri Lanka. Desalination,
Bappeda Provinsi DI Y ogyakarta, Bappeda
248:14-21.
Kabupaten Bantul dan UNDP.
Ferris, E. dan Petz, D. 2011. A year of living
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPBj.
dangerously: a review of natural disasters in
2008. Peraturan Kepala Badan Nasional
2010. Washington DC: The Brooking Institution
Penanggulangan Bencana Nomor 7 Tahun 2008
- London School of Economics Project on
tentang Pedoman Tata Cara Pemberian Bantuan
Internal Displacement.
Pemenuhan Kebutuhan Dasar. Jakarta: BNPB;
2008. Few, R. dan Matthies, F. 2006. Flood hazards and
health: responding to present and future risks.
Bappenas, The Province of DI Y ogyakarta, The
London: Earthscan.
Province of DI Y ogyakarta, The Province of
Central Java, The World Bank dan Asian Forum PRB DIY. 2010. Notulensi rapat koordinasi
Development Bank. 2006. An Assessment of Gugus Tugas Forum PRB dukungan upaya
Preliminary Damage and Loss in Yogyakarta & tanggap darurat Merapi. Yogyakarta:
Central Java Natural Disaster. Jakarta: Sekretariat Forum PRB DIY.
Bappenas, The Province of DI Yogyakarta, The
Hapsari, E. D., Widy~wati, Nisman, W. A.,
Province of Central Java, The World Bank dan
Lusimalasari, L., Siswishanto, R. dan Matsuo,
Asian Development Bank.
H. 2009. Change in Contraceptive Methods
BNPB. 2010. Laporan harlan tanggap darurat Gunung Following. the Yogyakarta Earthquake and Its
Merapi 8 Desember 2010. Yogyakarta: BNPB. Association with the Prevalence of Unplanned
Pregnancy. Contraception, 19, 316-322.

50 Jumal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No.1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902)


Harvey, P. 2007. Excreta disposal in emergencies: a Rusmiyati, C. dan Hikmawati, E. 2012. "Penanganan
field manual. Leicestershire: Water, Engineering Dampak Psikologi Korban Merapi". Informasi,
and Development Centre, Loghborough Vol17, No 2, Hal. 97-110.
University.
Shimi, A.C., Parvin, G.A., Biswas, C. dan Shaw, R.
Harvey, P. dan Reed, R.A. 2005. Planning 2010. Impact and adaptation to flood: a focus on
environmental sanitation programmes in water supply, sanitation and health problems of
emergencies. Disasters, 29(2): 129-51. rural community in Bangladesh. Disaster and
Hidayati, D., Widayatun, Triyono, Permana, H.,
Prevention Management, 19(3):298-313.
Takahashi, M., Shigeyoshi, T., dan Masatomo, Tekeli-Yesil, S. 2006. Public health and natural
U. 2011. The Provision of Food for Disaster disasters: disaster preparedness and response in
Victims: Lessons learned from the 2006 Bantul health systems. Journal of Public Health,
Earthquake. The Investigation Report of 2004 14:317-24.
Northern Sumatra Earthquake (Additional
The Sphere Project. 2011. Humanitarian charter and
Volume), March 2011, Graduate School of
minimum standards in humanitarian response.
Environmental Studies, Nagoya University.
3rd ed. Southampton: The Sphere Project.
Hidayati, D. 2012. "Akses dan Keterlibatan
United Nations High Commissioner for Refugees
Perempuan dan Laki-laki Dalam Penanganan
(UNHCR). 2000. Handbook for emergencies.
Bencana" dalam Penge/olaan Bencana Berbasis
Geneva: UNHCR.
Gender: Pembelajaran Dari Gempa Bantu/
2006. Editor Deny Hidayati. Jakarta: PT Dian United States Agency for International Development
Rakyat dan PPK-LIPI. (USAID) Indonesia - Environmental Services
Program (ESP). 2006. Assessments on clean
International Federation of Red Cross and Red
water and sanitation facilities in temporary
Crescent Societies (IFRC). 2010. Haiti, from
shelters for Merapi eruption affected people.
sustaining lives to sustainable solutions: the
Jakarta: USAID Indonesia- ESP.
challenge of sanitation. Special report, six
months on. Geneva: IFRC. Widayatun dan Hidayati, D. 2012. "The Role of Local
Wisdom in The Javanese Survival Strategy in
Landesman, L. Y. Public health management of
Facing The 2006 Bantul Earthquake". In
disasters: The practice guide. Washington DC:
Community Approach to Disaster. Editors
American Public Health Associataion; 2005.
Mardianto and Takahashi. Yogyakarta: Gajah
Pan American Health Organization. 2000. Bencana Mada University Press.
Alam: Perlindungan Kesehatan Masyarakat.
Widyastuti, E., Silaen, G., Priesca, A., Handoko, A.,
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Blanton, C., Handzel, T., Brennan, M. dan
Pemerintah Kabupaten Teluk Wondama Provinsi Mach, 0. 2006. Assessment of health-related
Papua Barat. 2010. Laporan Pasca Bencana needs after tsunami and earthquake - Three
Kota Wasior 4 Oktober 2010. Wasior: districts, Aceh Province, Indonesia, July-August
Pemerintah Kabupaten Teluk Wondama. 2005. Morbidity and Mortality Weekly Report,
55(4):93-7.
Pemerintah Republik Indonesia (RI). 2007. Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun Wisner, B. dan Adams, J. 2002. Environmental health
2007 tentang Penanggulangan Bencana. in emergencies and disasters: a practical guide.
Jakarta: Pemerintah RI. Geneva: WHO.
Pinera, J.F., Reed, R.A. dan Njiru, C. 2005. Restoring World Health Organization (WHO). 2011. Planning
sanitation services after an earthquake: Field for excreta disposal in emergencies. Technical
experience in Bam, Iran. Disasters, 29(3):222- notes no. 13 on drinking-water, sanitation and
236. hygiene in emergencies. Geneva: WHO.
Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan Sekretariat Wawancara dengan Dirjen Cipta Karya: pastikan
Jenderal Depkes. 2001. Standar Minimal bantuan berfungsi baik. Buletin Cipta Karya.
Penanggulangan Masa/ah Kesehatan Akibat c2010 [cited 2011 May 15]. Available from:
Bencana dan Penanganan Pengungsi. Jakarta: http//www.ciptakarya.pu.go.id.
Depkes.

Jurnal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No.1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902) 51


Air minum dan sanitasi: hak dasar pengungsi Merapi. http://bondankomunitas.blogspot.com/2006/ 10/rapid-
Buletin Cipta Karya. c2010 [cited 2011 May health-assessment-rha-pasca.html.
15] .Available
http://nasional.news. viva.co.id/news/read/460959-
from: http://www .ciptakarya.pu.go.id.
gunung-sinabung-meletus-lagi--abu-sampai-
Derita perempuan di pengungsian. Bu1etin Cipta ke-medan diunduh pada tanggal 29 November
Karya. c2010 [cited 2011 May 15]. Available 2013.
from: http//www.ciptakarya.pu.go.id.
http:/llipsus.kompas.com/topikpilihanlist/2656/1/gunu
http://www .merdeka.com/peristiwa/bnpb-90-persen- ng.rokatenda.meletus. diunduh pada tanggal
wilayah-indonesia-rawan-gempa.html. 25 November 2013.

52 Jurnal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No.1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902)


PANDUAN PENULISAN
JURNAL KEPENDUDUKAN INDONESIA

Naskah yang akan diterbitkan dalam Jurnal Kependudukan harus 1. Penulisan daftar Pustaka mengikuti ketentuan sebag1
memenuhi ketentuan sebagai berikut: berikut:
- Kutipan dalam teks: nama belakang pengarang, tabu
I. Naskah adalah karya asli yang belum pernah dipublikasikan di
karangan dan nomor halaman yang dikutip
media cetak Jain maupun elektronik.
Contoh: (Jones, 2004: 15), atau Seperti yan
2. ~a.skah dapat berupa basil penelitian, gagasan konseptual, dikemukakan oleh Jones (2004: 15).
hnJauan buku, dan jenis tulisan ilmiah lainnya. - Kutipan dari buku: nama belakang, nama depan penulh
tahun penerbitan. Judul buku. kota penerbitan: penerbit
3. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris Contoh: Horowitz, Donald. 1985. Ethnic Groups i.
dengan menggunakan tata bahasa yang benar. Conflict, Berkeley: University of California.
4. Naskah ditulis dengan menggunakan model huruf Times New - Kutipan dari artikel dalam buku bunga rampai: nam
Roman, font 12, margin atas 4 em, margin bawah, 3 em, belakang, nama depan pengarang. tahun. "judul artikel'
margin kanan 3 em, dan margin kiri 4 em, pada kertas dalam nama editor (Ed.), Judul Buku. nama kota: naml
berukuran A4 minimal 5000 kata, diketik I ,5 spasi dengan penerbit. Halaman artikel.
program Microsoft Word. Setiap lembar tulisan diberi halaman. Contoh: Hugo, Graeme. 2004. "International Migratior
in Southeast Asia since World War II", dalam A
5. lsi naskah terdiri dari; Ananta dan E.N.Arifin (Eds.), International Migrati01
in Southeast Asia, Singapore: Institute of Southeas1
a. Judul ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Asian Studies. hal: 28-70.
Judul harus mencerminkan isi tulisan, bersifat spesifik dan
- Kutipan dari artikel dalamjurnal: nama belakang, nama
terdiri atas I 0-15 kata. depan penulis, tahun penerbitan. "Judul artikel", Nama
b. ldentitas Penulis yang diletakkan di bawah judul, meliputi Jurnal, Vol (nomor Jurnal): halaman.
nama dan alamat lembaga penulis serta alamat email Contoh: Hull, Terence H. 2003. "Demographic
Perspectives on the Future of Indonesian Family",
c. Abstrak dan kata kunci dalam bahasa Indonesia dan Journal ofPopulation Research, 20 (1):51-65.
bahasa Inggris. Abstrak ditulis dalam satu paragraf dengan - Kutipan dari website: dituliskan Jengkap alamat
jumlah kata an tara I 00-150. lsi abstrak menggambarkan website, tahun dan alamat URL dan html sesuai
esensi isi keseluruhan tulisan. alamatnya. Tanggal download.
Contoh: World Bank. 1998. http://www. worldbank.org/
d. Pendahuluan yang berisi tentang justifikasi pentingnya
penulisan artikel, maksud/tujuan menulis artikel, sumber data/countrydara/countrydata.html.
Washington DC. Tanggal 25 Maret.
data yang dipakai, dan pembabakan penulisan.
- Catatan kaki (footnote) hanya berisi penjelasan tentang
e. Tubuh/inti artikel berisi tentang isi tulisan, pada umumnya teks, dan diketik di bagian bawah dari lembaran teks
berisi tentang kupasan, analisis, argumentasi, komparasi, yang dijelaskan dan diberi nomor.
dan pendirian penulis. Bagian inti artikel dapat dibagi
6. Naskah dikirim melalui email jki.ppklipi@yahoo.com dan nnk:
menjadi beberapa subbagian yang jumlahnya bergantung
lipi@rad.net.id.
kepada isu/aspek yang dibahas.
7. Kepastian pemuatan/penolakan naskah akan diinformasikan
f. Kesimpulan berisi temuan penting dari apa yang telah
melalui e-mail.
dibahas pada bagian sebelumnya.
8. Redaksi memiliki kewenangan untuk merubah format
g. Tampilan tabel, gambar atau grafik harus bisa dibaca
penulisan dan judul tulisan sesuai dengan petunjuk penulisan,
dengan jelas dan judul tabel diletakkan diatas tabel,
serta mengatur waktu penerbitan.
sedangkan judul gambar atau grafik diletakkan dibawah
gambar atau grafik serta dilengkapi dengan penomoran
tabellgambar/grafik.
h. Acuan Pustaka diupayakan menggunakan acuan terkini
(lima tahun terakhir)
Journal Inicio Legis Volume 1 Nomor 1 Oktober 2020

Penanganan Pelayanan Kesehatan Di Masa Pandemi


Covid-19 Dalam Perspektif Hukum Kesehatan

Moch Halim Sukur, Bayu Kurniadi, Haris, Ray Faradillahisari N


Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo
Rayfaradillahisarin98@gmail.com

Abstrak
Pada bulan Desember 2019, wabah pneumonia yang disebabkan oleh virus
corona terjadi di Wuhan, provinsi Hubei, dan telah menyebar dengan cepat ke
seluruh Cina. Wabah ini menyebar begitu cepat hingga ke seluruh dunia. Wabah
ini diberi nama Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang disebabkan oleh
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2). Pada 30
Januari 2020, WHO menyatakan wabah SARS-CoV-2 sebagai Kesehatan
Masyarakat Darurat dari Kepedulian Internasional. Pandemi ini menjadi duka dan
beban yang sangat berat bagi masyarakat dunia dan Indonesia. Berdasarkan data
dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, jumlah kasus corona di dunia
telah mencapai 5,21 Juta dengan jumlah sembuh 2.05 Juta dan meninggal
mencapai 338 Ribu, sedangkan kasus di Indonesia telah mencapai 20,796 kasus
dengan jumlah sembuh 5,057 dan meninggal 1,326. Data yang didapat berasal
dari beberapa Peraturan dan beberapa peraturan dan kebijakan lainnya, serta
fenomena yang terjadi di lapangan. Hasil penelitian menyatakan bahwa Indonesia
sudah mengalami kondisi dimana kekhawatiran masyarakat terhadap covid-19
cukup besar, sehingga diperlukan kebijakan pemerintah untuk melakukan
Lockdown, sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran virus COVID-19.
Awalnya pemerintah tidak mengikuti cara yang digunakan oleh beberapa negara
lainnya terkait informasi yang diberikan mengenai virus COVID-19, untuk
meminimalisir adanya berita Hoax dari segelintir orang yang tidak bertanggung
jawab.
Kata kunci : COVID-19, pneumonia, Lockdown

Abstract
In December 2019, a pneumonic outbreak caused by the virus occurred in
Wuhan, Hubei province. This epidemic spread so quickly throughout the world.
This pandemic is a great sorrow and burden for the world Indonesia. The data
obtained comes from several regulations and several other regulations and
policies, as well as phenomena that occur in the field. so that a government policy
to lockdown was needed, as an effort to break the chain of the spread of the virus.
Initially the government did not follow the method used by several other countries
related to information provided about the COVID-19.

1
Journal Inicio Legis Volume 1 Nomor 1 Oktober 2020 2

Keyword: COVID-19, pneumonia, Lockdown

PENDAHULUAN tidak sakit sehingga mencegah


Penyebaran virus tidak penularan. Begitu juga tenaga
diketahui keberadaanya akan sampai kesehatan berupaya mencegah untuk
di Indonesia yang hinga sampai saat bertambahnya orang yang terifeksi
ini. Keberadaan virus sangat dan perlu adanya jaminan
meresahkan karena menimbulkan perlindungan dan keselamatan kerja
kekhawatiran masyarakat, dengan bagi tenaga medis dalam penanganan
adanya virus ini diadakan karantina Corona Virus Disease 2019
terhadap warga yang pernah (COVID-19). Kebijakan terkait
melakukan perjalanan ke wilayah pelayanan kesehatan dapat dikatakan
terinfeksi. Sehingga masyarakat sebagai aspek penting dalam kondisi
tidak lagi menganggap dengan dimasyarakat sekarang (Yunus,
menyepelekan virus ini. Maka dari Rezki, 2020: 228)
itu aspek hukum dalam penanganan
Corona Virus Disease 2019
mendapatkan pelayanan kesehatan
(COVID-19) adalah keluarga besar
Tertuang dalam Pasal 28H ayat (1)
virus yang dapat menyebabkan
Undang – Undang Dasar 1945.
penyakit pada hewan atau manusia.
kesehatan adalah kebutuhan dasar
Pada manusia, beberapa corona virus
manusia yang dijamin hak nya secara
diketahui menyebabkan infeksi
konstitusional Kesehatan adalah
pernafasan mulai dari flu biasa
faktor penentu bagi kesejahteraan
hingga penyakit yang lebih parah
sosial (Yunus, Rezki, 2020: 229)
seperti Middle East Respiratory
Kebijakan yang dikeluarkan Syndrome (MERS) dan Serve Acute
pemerintah adanya Social Distancing Respiratory Syndrome (SARS) dan
yang dimungkinkan untuk corona virus yang terbaru adalah
mengurangi atau menghambat yang menyebabkan COVID-19.
penyebaran virus. Dan kebijakan ini COVID-19 adalah penyakit menular
sangat efektif dengan mencegah yang disebabkan oleh corona virus
orang sakit melakukan kontak yang baru ditemukan. Virus dan
langsung kepada orang lainnya yang penyakit baru ini tidak diketahui
Journal Inicio Legis Volume 1 Nomor 1 Oktober 2020 3

sebelum wabah dimulai di Wuhan menginfeksi manusia dan menyebar


pada desember 2019. COVID-19 ini ke individu lainnya. Namun, kasus di
sekarang menjadi pandemic yang Tiongkok kini menjadi bukti nyata
menyerang semua negara yang ada di kalau virus ini bisa menyebar dari
dunia. Virus COVID-19 bisa hewan ke manusia. Bahkan, kini
menimbulkan beragam gejala pada penularannya bisa dari manusia ke
pengidapnya. Infeksi COVID-19 manusia.
disebabkan oleh virus corona itu
Awal mula Virus corona
sendiri. Kebanyakan virus corona
diketahui pertama kali muncul di
menyebar seperti virus lain pada
pasar hewan dan makanan laut di
umumnya, seperti melalui Percikan
kota Wuhan, China pada akhir
air liur pengidap (bantuk dan bersin),
desember 2019 lalu. Dilaporkan
Menyentuh tangan atau wajah orang
kemudian bahwa banyak pasien yang
yang terinfeksi, Menyentuh mata,
menderita virus ini dan ternyata
hidung, atau mulut setelah
terkait dengan pasar hewan dan
memegang barang yang terkena
makanan laut tersebut. Orang
percikan air liur pengidap virus
pertama yang jatuh sakit akibat virus
corona, Tinja atau feses (jarang
ini juga diketahui merupakan para
terjadi). Khusus untuk COVID-19,
pedagang di pasar itu. (Dikutip
masa inkubasi belum diketahui
dari BBC, koresponden kesehatan
secara pasti. Namun, rata-rata gejala
dan sains BBC, Michelle Roberts and
yang timbul setelah 2-14 hari setelah
James Gallager) mengatakan, di
virus pertama masuk ke dalam tubuh.
pasar grosir hewan dan makanan laut
Di samping itu, metode transmisi
tersebut dijual hewan liar seperti
COVID-19 juga belum diketahui
ular, kelelawar, dan ayam. Mereka
dengan pasti. Awalnya, virus corona
menduga virus corona baru ini
jenis COVID-19 diduga bersumber
hampir dapat dipastikan berasal dari
dari hewan. COVID-19 merupakan
ular. Diduga pula virus ini menyebar
virus yang beredar pada beberapa
dari hewan ke manusia, dan
hewan, termasuk unta, kucing, dan
kemudian dari manusia ke manusia.
kelelawar. Sebenarnya virus ini
China tercatat sebagai negara yang
jarang sekali berevolusi dan
pertama kali melaporkan kasus
Journal Inicio Legis Volume 1 Nomor 1 Oktober 2020 4

COVID-19di dunia. Pada di Indonesia. Per hari ini, jawa timur


penghujung tahun 2019, kantor mencatat kasus baru terbanyak di
organisasi kesehatan dunia (WHO) Indonesia dengan jumlah 223 kasus,
di China mendapat pemberitahuan sehingga total 3.886 kasus.
tentang adanya sejenis pneumonia
Dalam hal ini, Penegakan
yang penyebabnya tidak diketahui.
Hukum di awal munculnya virus di
Infeksi pernafasan akut yang
Indonesia. Pemerintah Indonesia di
menyerang paru-paru itu terdeteksi
tinjau berdasarkan Pasal 154 Undang
di kota Wuhan, Provinsi Hubei,
– Undang Nomor 36 tahun 2009
China. Menurut pihak berwenang,
tentang Kesehatan, menyatakan
beberapa pasien adalah pedagang
Pemerintah wajib mengumumkan
yang beroperasi di pasar ikan
bagian wilayah yang menjadi sumber
Huanan.
terjangkitnya penularan penyakit ke
Penyebaran COVID-19 di banyak masyarakat. Pemerintah
Indonesia, Pemerintah wajib mengungkap jenis dari
mengumumkan secara resmi kasus penyakit yang penularannya
COVID-19 pertama di Indonesia menyebar dengan cepat. Fakta dari
pada tanggal 2 maret 2020. Dua Pemerintah dalam melindungi
warga Indonesia yang positif jaminan kesehatan masyarakat
mengatakan bahwa melakukan dikatakan lamban untuk
kontak langsung dengan warga menyebarkan informasi terkait kasus
Negara Jepang yang sedang yang memakan korban banyak
berkunjung ke Indonesia. Tanggal 11 karena adanya virus yang sangat
maret 2020, untuk pertama kalinya berbahaya ini. Sehingga dalam
ada kasus meninggal diakibatkan Pelayanan Kesehatan yang dilakukan
karena virus corona tersebut. Korban tenaga medis bisa dikatakan hampir
yang meninggal adalah pria berusia tidak mampu karena disebabkan
59 tahun warga asal solo. Diketahui banyaknya pasien yang dinyatakan
dia tertular setelah menghadiri Positif COVID-19. Berdasarkan
seminar di Bogor pada bulan uraian diatas, maka akan dibahas
Februari. Penyebaran virus corona di mengenai bagaimana awal terjadinya
Indonesia ini tersebar di 34 provinsi penyebaran virus begitu cepat di
Journal Inicio Legis Volume 1 Nomor 1 Oktober 2020 5

inodnesia dan bagaimana pelayanan beberapa gejala virus COVID-19


kesehatan untuk masyarakat yang terbilang ringan Hidung
Indonesia dengan adanya beringus 2) Sakit kepala 3) Batuk 4)
keterlambatan informasi dalam Sakit tenggorokan 5) Demam 6)
mengungkapkan terjadinya Merasa tidak enak badan. Untuk
penyebaran virus COVID-19. mendiagnosis infeksi virus corona,
Penelitian ini merupakan dokter akan mengawali dengan
penelitian hukum normatif. Yang anamnesis atau wawancara medis. Di
dimana menggunakan peraturan – sini dokter akan menanyakan seputar
peraturan, perundang – undangan, gejala atau keluhan yang dialami
dan pendapat – pendapat para pasien. Selain itu, dokter juga akan
sarjana. Sedangkan data sekundernya melakukan pemeriksaan fisik, dan
adalah bahan pustaka lainnya yang pemeriksaan darah untuk membantu
berkaitan dengan bahasan mengenai menegakkan diagnosis. Dokter
Pelayanan Kesehatan terhadap mungkin juga akan melakukan tes
Hukum Kesehatan. dahak, mengambil sampel dari
tenggorokan, atau spesimen
PEMBAHASAN
pernapasan lainnya. Untuk kasus
Hal yang perlu ditegaskan, yang diduga infeksi novel corona
beberapa virus corona dapat virus, dokter akan melakukan swab
menyebabkan gejala yang parah. tenggorokan, DPL, fungsi hepar,
Infeksinya dapat berubah menjadi fungsi ginjal, dan PCT/CRP.
bronkitis dan pneumonia disebabkan Sebagaimana dokter berkewajiban
olehvCOVID-19, yang untuk bertanggungjawab
mengakibatkan gejala seperti: 1) memberikan pelayanan kesehatan
Demam yang mungkin cukup tinggi tidak terenca (Patittingi, 2018: 55).
bila pasien mengidap pneumonia. 2) Tak ada perawatan khusus
Batuk dengan lendir 3) sesak napas untuk mengatasi infeksi virus corona.
4) Nyeri dada atau sesak saat Umumnya pengidap akan pulih
bernapas dan batuk. Gejala yang dengan sendirinya. Namun, ada
muncul ini bergantung pada jenis beberapa upaya yang bisa dilakukan
virus yang menyerang, dan seberapa untuk meredakan gejala infeksi virus
serius infeksi yang terjadi. Berikut
Journal Inicio Legis Volume 1 Nomor 1 Oktober 2020 6

corona. Contohnya: Pertama, Minum infeksi COVID-19. Namun,


obat yang dijual bebas untuk setidaknya ada beberapa cara yang
mengurangi rasa sakit, demam, dan bisa dilakukan untuk mengurangi
batuk. Namun, jangan berikan risiko terjangkit virus ini. Berikut
aspirin pada anak-anak. Selain itu, upaya yang bisa dilakukan: 1)
jangan berikan obat batuk pada anak Sering-seringlah mencuci tangan
di bawah empat tahun. Kedua, dengan sabun dan air selama 20 detik
Gunakan pelembap ruangan atau hingga bersih. 2) Hindari menyentuh
mandi air panas untuk membantu wajah, hidung, atau mulut saat
meredakan sakit tenggorokan dan tangan dalam keadaan kotor atau
batuk. Ketiga, Perbanyak istirahat. belum dicuci. 3) Hindari kontak
Keempat, Perbanyak asupan cairan langsung atau berdekatan dengan
tubuh. Kelima, Jika merasa khawatir orang yang sakit. 4) Hindari
dengan gejala yang dialami, menyentuh hewan atau unggas liar.
segeralah hubungi penyedia layanan 5) Membersihkan dan mensterilkan
kesehatan terdekat. permukaan benda yang sering
digunakan. 6) Tutup hidung dan
Bila pasien mengidap infeksi
mulut ketika bersin atau batuk
COVID-19, dokter akan merujuk ke
dengan tisu. Kemudian, buanglah
Rumah Sakit Rujukan yang telah
tisu dan cuci tangan hingga bersih. 7)
ditunjuk oleh Dinas Kesehatan
Jangan keluar rumah dalam keadaan
(Dinkes) setempat. Bila tidak bisa
sakit. 8) Kenakan masker dan segera
dirujuk karena beberapa alasan,
berobat ke fasilitas kesehatan ketika
dokter akan melakukan: Pertama,
mengalami gejala penyakit saluran
tindakan Isolasi. Kedua, Serial foto
napas. Berikut data sebaran virus
toraks sesuai indikasi. Ketiga,
corona di berbagai daerah di
Terapi simptomatik. Keempat,
Indonesia persenin (25/5/2020)
Terapi cairan. Kelima, Ventilator
berdasarkan laporan dari data akun
mekanik (bila gagal napas). Keenam,
Twitter @BNPB_Indonesia
Bila ada disertai infeksi bakteri,
dapat diberikan antibiotik.

Sampai saat ini belum ada


vaksin untuk mencegah
Journal Inicio Legis Volume 1 Nomor 1 Oktober 2020 7

JUMLAH KASUS JUMLAH KASUS JUMLAH KASUS


TANGGAL 25 MEI DENGAN MENINGGAL
2020 FOLLOWUP
SPESIMEN 2X
NO PROVINSI NEGATIF
S/D 25 KU S/D 25 KU S/D 25 KUM
24 MEI M 24 MEI M 24 MEI
ME 2020 MEI 2020 MEI 2020
I 2020 2020
202
0
1 ACEH 19 0 19 17 0 17 1 0 1
2 BALI 394 2 396 293 2 295 4 0 4
3 BANTEN 789 0 789 176 0 176 66 0 66
4 BANGKA ELITUNG 39 0 39 27 0 27 1 0 1
5 BENGKULU 69 0 69 9 0 9 2 0 2
6 D YOGYAKARTA 226 0 226 122 2 124 8 0 8
7 DKI JAKARTA 663 75 6709 1586 69 1655 501 0 501
4
8 JAMBI 95 2 97 13 2 15 0 0 0
9 JAWA BARAT 209 22 2113 479 0 479 128 0 128
1
10 JAWA TENGAH 130 2 1311 259 1 260 70 0 70
9
11 JAWA TIMUR 366 223 3886 465 24 489 283 9 292
3
12 KALIMANTAN BARAT 168 7 175 38 5 43 4 0 4
13 KALIMANTAN TIMUR 276 0 276 105 12 117 3 0 3
14 KALIMANTAN TENGAH 308 2 310 130 21 151 15 2 17
15 KALIMANTAN 599 30 602 77 3 80 59 2 61
SELATAN
16 KALIMANTAN UTARA 164 0 164 59 8 67 1 0 1
17 KEPULAUAN RIAU 154 0 154 87 1 88 12 0 12
18 NUSA TENGGARA 478 0 478 227 31 258 8 0 8
BARAT
19 SUMATERA SELATAN 736 76 812 102 10 112 25 0 25
20 SUMATERA BARAT 478 0 478 180 6 186 24 0 24
21 SULAWESI UTARA 230 9 239 34 0 34 15 3 18
22 SUMATERA UTARA 311 4 315 108 5 113 33 0 33
23 SULAWESI TENGGARA 215 0 215 51 0 51 4 0 4
24 SULAWESI SELATAN 129 23 1319 456 6 462 64 3 66
6
25 SULAWESI TENGAH 121 0 121 46 0 46 4 0 4
26 LAMPUNG 109 7 116 38 2 40 7 0 7
27 RIAU 111 0 111 66 0 66 6 0 6
28 MALUKU UTARA 100 7 107 12 2 14 5 0 5
29 MALUKU 159 1 160 22 5 27 7 0 7
30 PAPUA BARAT 130 0 130 19 3 22 2 0 2
31 PAPUA 556 11 567 48 20 68 6 0 6
32 SULAWESI BARAT 86 0 86 27 0 27 2 0 2
33 NUSA TENGGARA 79 3 82 6 0 6 1 0 1
TIMUR
34 GORONTALO 58 0 58 18 0 18 2 0 2
Dalam Proses Verifikasi di 21 0 21 0 0 0 0 0 0
Lapangan
TOTAL 222 479 2275 5402 240 5642 1372 19 1391
71 0
Journal Inicio Legis Volume 1 Nomor 1 Oktober 2020 8

suplemen sebagai bentuk pencegahan


Selain itu, juga bisa perkuat dari virus ini.
sistem kekebalan tubuh dengan
konsumsi vitamin dan

Data terkini menunjukkan bahwa lansia paling beresiko

Pemerintah dinilai terlambat Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus


mengantisipasi corona virus Kepala Tugas Percepatan Penanganan
Pusat Pengendalian Operasi BNPB Corona Virus Disease 2019.
Bambang Surya Putra mengatakan, Kemudian diturunkan dalam
keterlambatan merespons masalah Keputusan Kepala Badan Nasional
COVID-19, ternyata memengaruhi Penanggulangan Bencana Nomor 13.
proses pendataan dan manajemen
Keterlambatan merespons
komunikasi publik. Imbasnya,
kemudian berdampak kepada
Indonesia sulit memperoleh berbagai
kesulitan memperoleh peralatan yang
peralatan ihwal penanganan COVID-
dibutuhkan untuk melawan COVID-
19. Di sisi lain, Gugus Tugas baru
19. Sehingga pemerintah melakukan
dibentuk pada 13 Maret 2020,
segala cara. Dari mulai berdiplomasi
berdasarkan Keputusan Presiden
ke berbagai negara, lewat jalur bisnis
Journal Inicio Legis Volume 1 Nomor 1 Oktober 2020 9

atau komersial, hingga berhubungan Peraturan Menteri Kesehatan


dengan intelijen. Indonesia dalam (Permenkes) RI Nomor 9 Tahun
kondisi yang tidak siap dan terkejut 2020 tentang Pedoman Pembatasan
dengan kecepatan penularan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka
COVID-19. Ketidaksiapan juga Percepatan Penanganan Corona
terkait ketersediaan kebutuhan Virus Disease 2019 (COVID-19)
peralatan dan pendataan yang sangat yang ditandatangani oleh Menteri
memengaruhi penanganan COVID- Kesehatan RI Terawan Agus
19. Hal itu juga memengaruhi Putranto. Adapula pada ketentuan
komunikasi publik dan pengambilan Peraturan Perundang – undangan
kebijakan yang tepat. Walhasil, yang dituangkan dalam Undang –
masyarakat bingung harus bersikap Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang
seperti apa. Di sisi lain, pendataan Kekarantinaan Kesehatan dapat
juga terkendala ego sektoral dan dikatakan lockdown adlah bagian
birokrasi yang panjang. dari ketentuan yang telah dibuat
kebiajakan pada peraturan tersebut,
Upaya penanggulangan
pada peraturan tersebut membahas
berbagai macam seperti
karatina kesehatan dipintu masuk
pemeriksaan, pengobatan, perawatan,
dan di wilayah dilakukan kegiatan
serta melakukan isolasi penderita
pengamatan penyakit dan berbagai
yang dinyatakan positif begitu juga
faktor resiko kesehatan masyarakat
termasuk tindakan kekarantinaan.
terhadapa alat angkut, manusia,
Kebijakan Pemerintah telah
barang, dan/ lingkungan, serta respon
menerapkan kebijakan Pembatasan
terhadap kedaruratan kesehatan
Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk
masyarakat dalam bentuk tindakan
mencegah semakin meluasnya
kekarantinaan kesehatan.
penularan COVID-19. Penerapan
PSBB telah diatur dalam Peraturan Dilihat dari peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tersebut, PSBB adalah pembatasan
yang ditandatangani Presiden pada kegiatan tertentu penduduk dalam
Selasa (31/3/2020). Sementara itu, suatu wilayah yang diduga terinfeksi
detail teknis dan syarat-syarat corona virus disease 2019 (COVID-
mengenai PSBB dituangkan dalam 19) sedemikian rupa dapat dikatakan
Journal Inicio Legis Volume 1 Nomor 1 Oktober 2020 10

lockdown untuk mencegah Pelaksanaan Pembatasan Sosial


kemungkinan penyebarannya. Agar Berskala Besar. Pergub tersebut
bisa menetapkan PSBB, setiap memiliki 28 pasal yang mengatur
wilayah pemberlakuan lockdown seluruh kegiatan di Ibu Kota, baik
harus memenuhi kriteria: Jumlah kegiatan perekonomian, kegiatan
kasus dan atau jumlah kematian sosial, kegiatan budaya, kegiatan
akibat penyakit meningkat dan keagamaan, maupun pendidikan Dia
menyebar secara signifikan dan cepat menegaskan bahwa selama masa
ke beberapa wilayah. Terdapat kaitan pemberlakuan PSBB, seluruh
epidemiologis dengan kejadian masyarakat di Jakarta diwajibkan
serupa di wilayah atau negara lain. untuk mematuhi semua ketentuan.
Apabila PSBB dilaksanakan di suatu Surat Keputusan Menteri Kesehatan
wilayah maka pelaksanaan PSBB dengan nomor HK.01.07/ MENKES
meliputi beberapa hal, yakni / 249 / 2020 tentang penetapan PSBB
peliburan tempat sekolah dan tempat dibenarkan oleh Kepala Bagian
kerja, pembatasan kegiatan Humas Pemkot Tangerang Buceu
keagamaan, pembatasan kegiatan di Gartina. "Surat sudah diterima,"
fasilitas umum. Namun, peliburan
Surat yang telah ditanda
dan pembatasan tersebut
tangani Menteri Kesehatan Terawan
dikecualikan untuk pelayanan
Agus Putranto pada Minggu 12 April
tertentu seperti pelayanan kebutuhan
2020, yang isinya berbunyi terkait
bahan pangan, pelayanan kesehatan
kewajiban wilayah Tangerang Raya
dan keuangan. Pembatasan juga
untuk melaksanakan PSBB sesuai
dikecualikan untuk pelayanan
dengan kebijakan yang berlaku.
kesehatan, pasar, toko, supermarket
PSBB dilaksanakan selama masa
dan fasilitas kesehatan. Lalu di
penyebaran terpanjang virus
daerah manakah PSBB saat ini
COVID-19 atau selama 14 hari dan
diterapkan?
dapat diperpanjang jika masih
Untuk pelaksanaan PSBB itu, terdapat bukti penyebaran.
Pemprov DKI Jakarta sudah
Berdasarkan keresahan
menerbitkan Peraturan Gubernur
Pemerintah dan Masyarakat atas
Nomor 33 Tahun 2020 tentang
tinggginya death rate COVID-19,
Journal Inicio Legis Volume 1 Nomor 1 Oktober 2020 11

maka perlu ditelisik lebih dalam berpotensi menular dan/atau


penyebab tingginya tingkat kematian menyebar dalam waktu yang singkat,
di Indonesia. Berikut adalah serta menyebutkan daerah yang
beberapa poin mengapa tingkat dapat menjadi sumber penularan”.
kematian karena Corona di Indonesia Sejumlah pemerintah daerah
tinggi: Pemerintah Indonesia yang menyatakan tak tahu lengkap tentang
cenderung tertutup atas informasi informasi pasien positif Corona. Juru
Covid-19, Pada awalnya Pemerintah Bicara pemerintah khusus virus
mengaku bahwa membatasi corona Achmad Yurianto bahkan
informasi adalah cara untuk menyatakan bahwa seorang dokter
mencegah kepanikan yang dapat tidak memiliki kewajiban untuk
terjadi di masyarakat. Menurut memberikan informasi tentang
pemerintah, dengan akses informasi kondisi pasien Corona kepada
yang terbatas, maka situasi kondusif pemerintah daerah. Kebijakan
tetap dapat terjaga. Pemerintah pemerintah Indonesia sangat berbeda
dianggap membatasi dengan dengan kebijakan negara lain yang
memberikan informasi yang minim justru membuka informasi seluas-
terkait jumlah pasien dan lokasi- luasnya mengenai Corona. Taiwan,
lokasi penularan Corona. negara yang berdekatan dengan
negara dimana virus Corona pertama
Penutupan akses yang
kali muncul menjadi salah satu
dilakukan oleh pemerintah
negara yang membuka informasi
sebenarnya mendapat kecaman dari
seluas-luasnya terhadap warga
berbagai pihak. Arief Puyono salah
negaranya. Dampak dari tindakan
satu politikus Gerindra menyatakan
yang dilakukan oleh mereka adalah
bahwa Pemerintah melanggar
dapat ditekannya jumlah kasus
Undang-Undang Republik Indoensia
hingga saat ini hanya berjumlah 108
Nomor 36 tahun 2009 tentang
kasus dengan total kematian 1 orang
Kesehatan. Undang-Undang tersebut
per 19 Maret 2020. Berkaca dari
dalam Pasal 154 berbunyi
Taiwan, yang dilakukan oleh
“Pemerintah secara berkala
pemerintah Taiwan adalah ketika
menetapkan dan mengumumkan
kasus corona mulai merebak di
jenis dan persebaran penyakit yang
Journal Inicio Legis Volume 1 Nomor 1 Oktober 2020 12

Tiongkok pada 31 Desember 2019, pertemuan besar atau kerumunan


Pemerintah Taiwan langsung orang. Jika harus berada di sekitar
menguji kesehatan warganya yang orang, maka jaga jarak dengan orang
memiliki catatan perjalanan ke lain sekitar 6 kaki (2 meter). Artinya,
Tiongkok. Padahal saat itu Corona ada ruang yang cukup antara satu
belum dinyatakan sebagai penyakit orang dengan orang lain sehingga
yang mematikan. menghilangkan rute transmisi virus.
Mengingat penyebaran dan
Hal selanjutnya yang
penularan virus Corona yang sangat
dilakukan oleh Taiwan adalah
cepat, maka social distanding dapat
dengan sigap memberikan dan
menjadi salah satu solusi efektif
membagikan informasi kepada
dalam mencegahnya. Ketua
warganya, bahkan warga Taiwan
Pengurus Harian Yayasan Lembaga
sendiri setiap harinya menerima
Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus
pengumuman mengenai potensi
Abadi menilai bahwa imbauan
penularan virus Corona. Tidak hanya
pemerintah kepada masyarakat agar
itu, pemerintah Taiwan juga
melakukan social distancing atau
mengedukasi warganya melalui
menjaga jarak, cukup efektif dalam
televisi dan radio dengan membuat
mengurangi dampak penyebaran
iklan selama satu jam. Iklan tersebut
virus corona. Oleh karena itu,
berisikan bagaiamana dan
masyarakat seharusnya dapat
penyebaran serta bagaimana cara
mematuhi imbauan tersebut dengan
mencegah penularannya.
sebaik mungkin.
Masyarakat belum sepenuhnya
Banyak orang yang tidak
menyadari pentingnya Social
sadar bahwa dirinya terinfeksi, lalu
Distancing dan Penerapan PSBB,
bebas bepergian ke berbagai lokasi
Social distancing saat ini sedang
untuk menemui teman atau
digaungkan oleh Pemerintah
kerabatnya. Akibatnya, penyebaran
Indonesia sebagai salah satu cara
virus ini semakin luas. Apalagi, virus
pencegahan penyebaran virus
ini sudah bisa menular ke orang lain,
Corona. Social distancing itu sendiri
meskipun orang-orang yang
adalah bahwa masyarakat diminta
terinfeksi tidak merasakan gejala
untuk menghindari hadir di
Journal Inicio Legis Volume 1 Nomor 1 Oktober 2020 13

yang berat. Mereka bisa saja merasa Jika ketersediaan rumah sakit
sehat dan hanya sedikit bersin-bersin dan jumlah tenaga medis tidak
atau flu, namun ternyata sudah seimbang dengan jumlah pasien,
terinfeksi Covid-19. Bayangkan jika maka akan banyak pasien yang
orang yang terinfeksi itu masih tetap terinfeksi virus corona yang akhirnya
masuk kerja, sekolah, datang ke tidak bisa mendapatkan perawatan
seminar, atau konser musik. Meski yang layak. Akibatnya, angka
awalnya yang terinfeksi hanya satu kematian akan semakin tinggi.
orang, namun setelah menyebar, bisa
Minimnya Fasilitas
saja ribuan orang lainnya yang
Kesehatan, Tak bisa dipungkiri
berada di tempat tersebut, juga
bahwa fasilitas kesehatan yang
terinfeksi.
mumpuni dapat menjadi tolok ukur
Memperlambat laju kesiapan suatu negara dalam
penyebaran virus dengan diadakan menghadapi berbagai ancaman
kebijakan lockdown juga penting kesehatan. Sayangnya, Indonesia
agar orang yang sakit, tidak masih menjadi salah satu negara
terinfeksi secara bersamaan. Tentu, dengan investasi pelayanan
akan jauh lebih mudah mengobati 4 kesehatan yang rendah di dunia.
orang yang terinfeksi dibandingkan Berkaca dari Korea Selatan Hampir
dengan 1.000 orang sakit secara 20.000 orang menjalani tes virus
bersamaan. Dengan demikian, social corona setiap hari di Korea Selatan,
distancing secara tidak langsung lebih banyak per kapita dibanding
mampu membantu rumah sakit, negara manapun di dunia.
laboratorium, maupun dokter dan Pemrosesan hasil tes pun tidak
tenaga medis lainnya agar tidak menunggu waktu lama. Sampel dari
kewalahan menangani jumlah pasien hasil pemeriksaan langsung
Covid-19 yang melebihi kapasitas dikirimkan ke laboratorium dekat
dan kemampuan daerah tersebut. tempat pengambilan sampel. Di sana,
Sehingga, semua pasien yang sakit para staf laboratorium bekerja
bisa mendapatkan perawatan yang bergiliran selama 24 jam sehari guna
optimal. memprosesnya. Dalam hal ini
indonesia dinilai masih kurang
Journal Inicio Legis Volume 1 Nomor 1 Oktober 2020 14

merata dalam menangani kasus virus menguji begitu banyak orang dalam
ini karena keterlambatan sikap waktu bersamaan menjadikan Korsel
kesigapan, maka dari itu sering pada sebagai panutan bagi negara lainnya
masyarakat terancam pelayanan yang juga tengah berperang melawan
kesehatannya karena investasi virus corona.
pelayan kesehatan rendah.
Berkaca dari Korea Selatan,
Jika upaya membatasi bagaimana dengan Indonesia? Tanpa
penyebaran virus corona diibaratkan pengetesan massal dan penambahan
peperangan, laboratorium inilah garis laboratorium yang memeriksa di
depannya. Korsel telah menciptakan Indonesia, sulit diketahui berapa
jaringan 96 laboratorium milik sesungguhnya penderita Covid-19 di
pemerintah dan swasta untuk masyarakat. Sedikitnya pemeriksaan,
menguji keberadaan virus corona di membuat banyak orang yang positif
antara individu-individu. Para Covid-19 terlambat dideteksi.
pejabat kesehatan meyakini Mereka dapat menularkan virus
pendekatan ini menyelamatkan corona tanpa sadar, memperbanyak
nyawa banyak orang. Tingkat jumlah orang yang terinfeksi. Selain
kematian akibat virus corona di itu, lambatnya deteksi bisa
Korsel adalah 0,7%. Adapun tingkat meningkatkan angka kematian
kematian akibat virus corona di karena penderita tidak atau terlambat
dunia menurut Organisasi Kesehatan mendapatkan pengobatan. Indonesia
Dunia (WHO) mencapai 3,4%. perlu pemeriksaan Covid-19 yang
Korea selatan bahkan tidak massif untuk mengetahui besaran
kekurangan alat uji. Empat bencana Covid. Rendahnya jumlah
perusahaan mendapat izin yang dites (hingga 11 Maret) baru
pemerintah untuk membuatnya. 736 spesimen yang diperiksa–
Dengan demikian, Korsel kini punya menyulitkan pemerintah dalam
kemampuan menguji 140.000 sampel menilai besaran masalah Covid-19
setiap pekan. Prof Kwon di Korea dan perencanaan langkah
Selatan meyakini akurasi tes Covid- penanggulangan.
19 di Korsel sekitar 98%.
Oleh karena itu beberapa
Kemampuan negara ini untuk
pemerintah daerah menetapkan
Journal Inicio Legis Volume 1 Nomor 1 Oktober 2020 15

kebijakan PSBB dan social tinggal dan mendapat lingkungan


distancing untuk menahan laju yang baik dan mendapat hak untuk
penyebaran virus corona, sehingga terpenuhi pelayanan kesehatan.
kegiatan sehari-hari dibatasi dengan Indonesia seharusnya menyiapkan
hanya bekerja dirumah dan belajar dan benar benar dalam memfasilitasi
mengajar menggunakan sistem fasilitas kesehatan dari tingkat
daring/online sampai sekarang bulan primer yaitu puskesmas, yang sering
Mei ini. Presiden juga menghimbau dijadikan rujukan masyarakat yang
untuk menunda kegiatan-kegiatan kurang mampu. Dapat dikatakan
yang melibatkan banyak orang. pemerintah pada saat mengabarkan
Meski begitu penerapan social bahwa penyebaran virus corona telah
distancing dan PSBB saja belum memasuki Indonesia, dalam
cukup untuk mengatasi masalah pelayanan kesehatan dikatakan
penyebaran virus covid-19. Direktur belum siap.
jendral WHO Tenderos Adhanom
Kesimpulan
Ghebreyesus mengatakan semua
Negara harus mengombinasikan Hal yang terpenting dari

beberapa langkah penangan. intisari penulisan ini adalah

Menurutnya langkah paling efektif bagaiamana pentingnya dalam

adalah melakukan pemeriksaan, menyampaikan masalah kesehatan

isolasi dan penelurusan kontak. untuk masyarakat agar menjaga

Dengan begitu dapat memutus rantai kesehatan dan tetap bersikap tenang

penyebaran virus. Pelayanan dalam kondisi seperti sekarang

kesehatan bagi masyarakat yang dengan semakin pesatnya

berada seharusnya mendapat penyebaran virus corona ini. Begitu

perhatian dari pemerintah, karena pentingnya uga edukasi terhadap

adanya peraturan perundang masyarakat yang masih awam akan

undangan pada Pasal 28H ayat (1) pengetahuan tentang pemberlakuan

Undang – Undang Dasar 1945 PSBB /atau lockdown. beberapa

menyatakan bahwa setiap orang pemerintah daerah menetapkan

berhak untuk hidup sejahtera lahir kebijakan PSBB dan social

dan batin, begitu juga bertempat distancing untuk menahan laju


penyebaran virus corona, sehingga
Journal Inicio Legis Volume 1 Nomor 1 Oktober 2020 16

kegiatan sehari-hari dibbatasi dengan Buku


hanya bekerja dirumah dan belajar Patittingi, Farida, 2017, Hukum
mengajar menggunakan sistem Kesehatan,Yogyakarta:
Litera
daring/online sampai sekarang bulan
Jurnal
Mei ini
Yunus, Rezki. (2020), Kebijakan
Maka dalam penanganan Pemberlakuan Lockdown
penyebaran virus, kesehatan adalah Sebagai Antisipasi q
Penyebaran Corona Virus
kebutuhan dasar manusia yang Covid-, Jurnal Sosial &
dijamin hak nya secara Budaya UIN Syarif a
Hidayatullah Jakarta.
konstitusional. Tertuang dalam Pasal
28H ayat (1) Undang – Undang
Dasar 1945 menyatakan bahwa Sumber Lain
setiap orang berhak untuk hidup Denny Adhietya , Asal Mula dan
sejahtera lahir dan batin, begitu juga Penyebaran Virus Corona
dari Wuhan ke Seluruh
bertempat tinggal dan mendapat Dunia, IDN
lingkungan yang baik dan mendapat TimesBali,https://bali.idntime
s.com/health/medical/denny-
hak untuk terpenuhi pelayanan
adhietya/asal-muasal-dan-
kesehatan. PSBB dilaksanakan perjalanan-virus-corona-dari-
selama masa penyebaran terpanjang wuhan-ke-seluruh-dunia-
regional-bali/8, diakses pada
virus COVID-19 atau selama 14 hari tanggal 28 Mei 2020
dan dapat diperpanjang jika masih
Rizal Fadli, Coronavirus, Jakarta
terdapat bukti penyebaran. Dari
Selatan,https://www.halodoc.
kebijakan pemerintah tersebut com/kesehatan/coronavirus
diadakan pula social distancing
Danu Damarjati, Tingkat Kematian
untuk memutus rantai virus corona. Pasien Corona di RI 8,3%, 2
Begitu juga, dalam pelayanan Kali Lipat Rata-bs rata
Dunia, detiknews,
kesehatan bagi masyarakat
https://news.detik.com/berita/
seharusnya berhak didapat dari d-4944494/tingkat-kematian-
pemerintah dan tetap memfasilitasi pasien-corona-di-ri-83-2-kali-
lipat-rata-rata-dunia
kesenjangan sosial.
Abdillah, Soal Informasi Covid-19,
DAFTAR PUSTAKA
Arief Poyuono: Pemerintah
Journal Inicio Legis Volume 1 Nomor 1 Oktober 2020 17

Langgar UU a
Kesehatan,https://indopolitika
.com/soal-informasi-covid-
19-arief-d poyuono-
pemerintah-langgar-uu-
kesehatan/
POTENSI, PERMASALAHAN DAN KEBIJAKAN YANG
DIPERLUKAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN DAN
LAHAN RAWA GAMBUT SECARA LESTARI
(Potency, problems, policy and peatland management needed
for sustainable peat swamp forest)

Oleh/by :
Herman Daryono
Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam
Jl. Gunung Batu No.5 Telp. 0251.8633234 Bogor. Email : hermandaryono@yahoo.com
Naskah diterima: 30 Juni 2009; Edit terakhir: 26 Agustus 2009

ABSTRACT

Indonesia peatland covered approximatelly 26,5 millions ha, distributed in Sumatera, Kalimantan, Papua
and others with the area of 8.9 mllions ha; 6.5 millions ha; 10.5 millions ha and 0.2 million ha, respectively
(Puslittanak, 1981). Forest degradation rate reported by Baplan (1995) tends to increase rapidly. Deforestation and
land degradation rate during 1997- 2000 period was 2.83 millions ha annually including peatland degradation,
but nowdays it is reported that forest degradation decreases to approximately 1 million ha. Peat swamp forest is a
unique and fragile ecosystem.Their habitat consist of peat by various depth from less than 25 cm to 15 m. It has
specific flora and fauna with high economical value. Peat swamp forest has important role for equilibrium and
maintenance of living environment such as water reservoir, carbon storage, carbon sequestration, climate change and
biodiversity. There were some species of flora and fauna in the threatened endangered status. Therefore, wise use
management of peat swamp farest and peatland is needed considering social-cultural and economy aspects and
ecology function, as well. The characteristic properties of peatland namely peat subsidency, irreversible drying, poor in
nutrition and highly acidity soil, fire vulnerable especially during dry condition and lack of water, but flooding
during rainy season. Hence, in peat swamp forest and peatland hydrology technique is crucial. There are some
typologies of peatland that have to be known, and needed for rehabilitating degraded forest peatland to be successful
especially in Kalimantan and Sumatera islands. Efforts of sustainable peat swamp forest management which is rich
of biodiversity have to be followed up by rehabilitating degraded peat swamp forest through hydrology and revegetation
rehabilitation. Appropriate tree species selection and planting technique on degraded peatland need to be studied.
Faillure in doing rehabilitation could be avoided. Actual sulfidic acid land should be conserved which needs specific
trees species that could survive to pyrid and may be poison to other plantation, the tree species namely gelam
(Melaleuca sp.), tanah-tanah (Combretocarpus rotundatus) etc. Converting peat swamp and peatland forest to other
usage has to be avoided. Result of research and development of indigenous tree species for rehabilitating degraded peat
swamp forest land need to be implemented seriously.

Key words : Peat swamp forest, peatland, degraded, wise use, rehabilitation

ABSTRAK

Luas lahan gambut di Indonesia menurut Puslittanak (1981) adalah 26,5 juta Ha dengan
perincian di Sumatera seluas 8,9 juta Ha, Kalimantan 6,5 juta Ha, Papua 10,5 juta Ha dan lainnya 0,2
juta Ha. Laju kerusakan hutan dilaporkan terus meningkat, laporan terakhir dari Badan Planologi
Kehutanan (2005) diperoleh bahwa laju deforestasi baik pada kawasan hutan maupun di luar

71
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 6 No. 2, Agustus 2009 : 71 - 101

kawasan hutan pada periode antara tahun 1997 - 2000 di Indonesia mencapai 2,83 juta hektar/tahun
termasuk di dalamnya kerusakan hutan lahan gambut.Tetapi akhiir-akhir ini dilaporkan tingkat
degradasi menurun mendekati satu juta hekar. Lahan gambut merupakan suatu ekosistem yang
unik, dan rapuh (fragile), habitatnya terdiri dari gambut dengan kedalaman yang bervariasi mulai
dari 25 cm hingga lebih dari 15 m, mempunyai kekayaan flora dan fauna yang khas yang mempunyai
nilai ekonomi tinggi. Lahan gambut mempunyai peran yang penting dalam menjaga dan
memelihara keseimbangan lingkungan kehidupan, baik sebagai reservoir air, rosot dan carbon
storage, perubahan iklim serta keanekaragaman hayati yang saat ini eksistensinya semakin terancam.
Oleh karena itu, pegelolaan secara bijaksana harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek
sosial, ekonomi dan budaya maupun fungsi ekologi sehingga kelestarian hutan rawa gambut dapat
terjamin. Lahan gambut mempunyai karakteristik yang spesifik seperti adanya subsidensi, sifat
irreversible drying, hara mineral yang sangat miskin serta sifat keasaman yang tinggi dan mudah
terbakar apabila dalam keadaan kering, kekurangan air pada lahan gambut tersebut, sehingga peran
hidrologi/tata air di lahan gambut sangatlah penting. Ada beberapa tipologi di lahan rawa gambut
yang perlu diketahui, sehingga dalam melakukan rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi dapat
lebih berhasil. Pelestarian hutan rawa gambut dengan segala nilai kekayaan biodiversity harus segera
ditindaklanjuti dengan nyata, dengan merehabilitasi lahan gambut yang terdegradasi.baik hidrologi
maupun revegetasi. Pemilihan jenis yang tepat, teknologi dan kelembagaan rehabilitasi perlu dikaji
dan diketahui sehingga kegagalan dalam melakukan rehabilitasi dapat dihindari. Lahan sulfat
masam aktual merupakan salah satu lahan konservasi yang memerlukan jenis yang spesifik untuk
dapat hidup di situ, karena adanya senyawa pirit yang bersifat racun. Jenis yang dapat tumbuh antara
lain : gelam (Melaleuca sp.), tanah-tanah (Combretocarpus rotundatus) dan lain-lain. Konversi hutan
lahan gambut untuk penggunaan lain diharapkan tidak terjadi lagi. Hasil uji coba pengembangan
jenis pohon asli dan bernilai ekonomi perlu diimplementasikan untuk rehabilitasi kawasan lahan
gambut yang terdegradasi

Kata kunci : Hutan rawa gambut, pengelolaan secara lestari, degradasi, kebijakan

I. PENDAHULUAN

Lahan rawa gambut di daerah tropis mencakup areal seluas 38 juta ha dari total
seluas 200 juta ha yang terdapat di seluruh dunia. Luas lahan gambut di Indonesia
diperkirakan terdapat antara 13,5 - 26,5 juta ha. Paling sedikit ada 11 dari berbagai sumber
data yang bervariasi. Menurut Driessen (1976) di Indonesia lahan gambut seluas 17 juta ha
yang terbentang dari pantai timur Sumatera Timur seluas 9,7 juta ha yang meliputi
Propinsi Riau, Jambi dan Sumatera Selatan. Di Kalimantan seluas 6,3 juta ha meliputi
Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, dan Irian Jaya seluas 100.000 ha. Data
Puslittanak (1981) mengemukakan luas lahan gambut di Indonesia adalah 26,5 juta ha
dengan perincian di Sumatera seluas 8,9 juta ha, Kalimantan 6,5 juta ha, Papua 10,5 juta ha
dan lainnya 0,2 juta ha. Wetland International (1996) menunjukkan bahwa luas seluruh
lahan gambut yang ada di Indonesia adalah seluas 20.697.000 ha dengan perincian di
Sumatera 7,21 juta ha dan di Kalimantan 5,79 juta ha dan Wahyunto et. al. (2005)
memperkirakan luas seluruhnya 21 juta ha di Indonesia. Untuk melihat sebaran luasnya
dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini :

72
Potensi, Permasalahan dan Kebijakan yang . . .
Herman Daryono

Tabel 1. Luas sebaran lahan rawa gambut di Indonesia dari berbagai sumber
Table 1. Distribution peat swamp land area covered in Indonesia from various sources
Penyebaran lahan gambut (Juta Hektar) Total (Juta Hektar)
Penulis/sumber data Distribution of peat land (million hectare) Total (million hectare)
Data source Sumatera Kalimantan Papua Lainnya
Driessen (1978) 9,7 6,3 0,1 - 16,1
Puslittanak (1981 ) 8,9 6,5 10,5 0,2 26,5
Euroconsult (1984) 6,84 4,93 5,46 - 17,2
Soekardi dan Hidayat 4,5 9,3 4,6 0,1 18,4
(1988)
Deptrans (1988) 8,2 6,8 4,6 0,4 20,1
Subagyo et. al. (1990) 6,4 5,4 3,1 - 14,9
Deptrans (1990) 6,9 6,4 4,2 0,3 17,8
Nugroho et. al. (1992) 4,8 6,1 2,5 0,1 13,5
Rajaguguk (1993) 8,2 6,79 4,62 0,4 20,1
Dwiyono dan 7,16 4,34 8,40 0,1 20,0
Rachman (1996)
Wahyunto et. al. 7,21 5,79 8,0 - 21,0
(2005)

Laju kerusakan hutan dilaporkan terus meningkat, di tahun 1991 telah mencapai
900.000 ha/tahun (World Bank,1991) masih di tahun yang sama, laporan lain
menunjukkan laju 1,3 juta ha/tahun (Anonim,1991). Data pengamatan terakhir dari
Badan Planologi Kehutanan (2005) diperoleh bahwa laju deforestasi baik pada kawasan
hutan maupun di luar kawasan hutan pada periode antara tahun 1997 sampai tahun 2000
di Indonesia sekitar 2,83 juta ha termasuk di dalamnya kerusakan hutan rawa gambut. Di
akhir tahun 2008 dilaporkan tingkat degradasi menurun menjadi sekitar satu juta ha.
Hutan rawa gambut adalah salah satu tipe hutan rawa yang merupakan ekosistem
yang spesifik dan rapuh, baik dilihat dari segi habitat lahannya yang berupa gambut dengan
kandungan bahan organik yang tinggi dengan ketebalan mulai dari kurang dari 0,5 meter
sampai dengan kedalaman lebih dari 20 m. Jenis tanahnya tergolong organosol, podsol
maupun glei humus.
Karakteristik yang umum pada lahan gambut adalah dicirikan dengan kandungan
bahan organik yang tinggi, pH yang rendah, Nilai KTK (Kapasitas Tukar Kation) yang
tinggi dan nilai KB (Kejenuhan Basa ) yang rendah, hal ini berakibat memberikan kondisi
unsur hara yang rendah. Untuk kegiatan rehabilitasi di hutan rawa gambut, ketebalan
gambut yang sangat bervariasi dari yang dangkal sampai dengan yang dalam, kondisi dan
tingkat pelapukan gambut serta penggenangan air akan memberikan perlakuan yang

73
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 6 No. 2, Agustus 2009 : 71 - 101

bermacam-macam dalam pemilihan jenis, teknik penyiapan lahan serta teknik penanaman
maupun pemeliharaannya.
Perkembangan pembangunan Hutan Tanaman pada akhir-akhir ini dirasakan
hampir terhenti, dikarenakan situasi ekonomi dan politik yang kurang menguntungkan di
Indonesia.
Produksi kayu dari hutan tanaman sampai tahun 2004 mencapai 27.739.450 m3,
yang terdiri dari kayu hasil tanaman HTI pulp sebesar 27.022.485 m3, sedang hasil HTI
kayu pertukangan hanya sebesar 716.964 m3 (Departemen Kehutanan, 2005). Dari luasan
tersebut, sebagian besar tanaman dibangun pada areal bekas tebangan hutan non
produktif dataran rendah pada lahan kering, sedangkan pembangunan hutan tanaman
pada logged-over area pada lahan rawa gambut masih relatif sedikit dilakukan. Hal ini
disebabkan beberapa hal diantaranya adalah pemilihan jenis pohon untuk ditanam, dan
pengetahuan teknik silvikultur jenis yang spesifik di hutan rawa gambut yang masih sangat
terbatas, habitat rawa gambut yang kurang subur (miskin hara) dan sifat kemasaman yang
tinggi sehingga pada umumnya tanaman mempunyai pertumbuhan yang lambat. Selain
hal itu, penanaman di habitat rawa relatif sulit, sehingga perlu dicari metode penanaman
yang tepat. Oleh karena itu,sampai saat ini dirasakan rehabilitasi pada logged-over area
maupun lahan yang kurang produktif baik bekas pembalakan, bekas kebakaran dan
perambahan maupun pengembangan hutan tanaman di rawa gambut sangat lambat dan
kurang terperhatikan.
Proyek lahan gambut sejuta hektar, berdasarkan Keppres No.93 tahun 1992, dan
pelaksanaannya berdasarkan Keppres No. 82 tahun 1995, merupakan salah satu contoh
pengalaman pahit suatu kegagalan. Pada awalnya bertujuan dalam rangka pengamanan
pangan nasional, tetapi dalam pelaksanaannya dinilai kurang berhasil dan gagal karena
menimbulkan berbagai permasalahan baik teknis, sosial, ekonomi, dan budaya maupun
lingkungan ekologis. Selain itu, dilaporkan pula telah terjadi penebangan liar dan
perambahan hutan secara besar-besaran pada areal hutan yang belum digarap, sehingga
terjadi kerusakan hutan beserta isinya termasuk habitat satwa liar yang terjadi dengan
sangat cepat. Selain itu, hutan rawa gambut yang rusak mengalami penurunan permukaan
air dengan adanya saluran-saluran drainase yang kurang tepat dan mengakibatkan
kekeringan. Karena gambut memiliki sifat kering yang tidak dapat balik (irreversible) maka
gambut mempunyai potensi yang tinggi untuk kebakaran seperti yang telah terjadi
belakangan ini. Sebaliknya di musim penghujan terjadi bahaya banjir. Terbitnya Inpres
No.2 tahun 2007 tentang percepatan rehabilitasi dan revitalisasi kawasan lahan gambut eks
Proyek Pengembangan Lahan Gambut Kalteng, merupakan langkah dan tindak lanjut
pemulihan kerusakan dan pengembalian fungsi ekologis, lingkungan dan sosial, ekonomi
dan budaya pada kawasan lahan gambut tersebut.
Pengelolaan hutan dan lahan gambut perlu dilakukan secara bijaksana dan hati-hati,
hal ini disebabkan karena hutan rawa gambut merupakan suatu ekosistem yang mudah
rapuh, sehingga kalau pengelolaan tidak dilakukan secara benar, hutan tersebut tidak akan
lestari. Jenis pohon yang tumbuh di areal rawa gambut sangat spesifik dan mempunyai
nilai ekonomi yang tinggi baik dari hasil kayunya maupun hasil non kayu seperti getah-
getahan, rotan, obat-obatan dan lain-lain. Beberapa jenis kayu komersil tinggi seperti
ramin (Gonystylus bancanus), meranti rawa (Shorea pauciflora, Shorea tysmanniana, S.uliginosa),

74
Potensi, Permasalahan dan Kebijakan yang . . .
Herman Daryono

jelutung (Dyera lowii), nyatoh (Palaquium spp), bintangur (Calophyllum spp), kapur naga
(Calophyllum macrocarpum) dan lain-lain. Hutan atau lahan rawa gambut yang mengalami
degradasi baik sebagai akibat penebangan liar, penjarahan dan kebakaran hutan dan lain-
lain ini harus segera dilakukan rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi ekologis maupun
meningkatkan produktivitasnya sehingga fungsi ekosistem itu dapat segera pulih kembali.
Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang dapat digunakan
dalam pengelolaan hutan rawa gambut secara bijaksana, dengan mengambil contoh
pengalaman kerusakan PLG sejuta hektar di Kalimantan Tengah, jangan sampai terjadi
lagi di wilayah lain. Diharapkan, pada waktu mendatang pelaksanaan pengembangan
lahan gambut di tempat lain dapat berhasil dengan baik, efektif dan efisien.

II. NILAI KEKAYAAN HUTAN RAWA GAMBUT

Dari hasil penelitian yang dilakukan baik di Pulau Sumatera maupun di


Kalimantan, habitat rawa gambut mengandung kekayaan keanekaragaman yang tinggi
untuk jenis flora dan fauna, reservoir/simpanan air, dan simpanan karbon. Kekayaan
flora yang berisi bermacam-macam jenis pohon yang kayunya mempunyai nilai
komersial tinggi untuk keperluan bahan industri meubel dan konstruksi. Selain itu juga
terdapat berbagai jenis pohon yang mempunyai nilai komersial dari hasil non kayu baik
berupa getah, lateks, kulit pohon, bahkan mempunyai kandungan zat ekstraksi yang
berguna untuk kepentingan obat-obatan (medicinal plants). Jenis-jenis pohon rawa
gambut yang memiliki potensi strategis seperti bintangur (Calophyllum lanigerum) yang
mempunyai zat bioaktif untuk anti virus HIV. Jenis bintangur lainnya adalah Calophyllum
cannum dan C.dioscorii yang mempunyai zat bioaktif anti kanker dan masih ada lagi
beberapa jenis prospektif lainnya. Di masa depan, nilai ekonomi zat bioaktif ini akan
jauh lebih tinggi dari pada nilai kayunya. Pada Tabel 2 disajikan beberapa pohon
penting yang kayunya mempunyai nilai komersial tinggi dan pada Tabel 3 dicakup
jenis-jenis pohon yang mempunyai nilai penting yang menghasilkan hasil hutan
non kayu (non wood forest products).

75
76
Tabel 2. Beberapa jenis pohon penting, sifat kayu dan kegunaannya dari hutan rawa gambut Kalimantan dan Sumatera
Table 2. Some important tree species and their utilization from peat swamps forest Kallimantan and Sumatera
NO Jenis Pohon/Tree species Kelas Kelas Berat jenis/ Kegunaan/Usage
Awet/ Kuat/ Specific
Durability Strength gravity
class class
1 Ramin (Gonydtylus bancanus) V IV-V 0,34 (0,21-0,48 Konstruksi ringan dibawah atap, rangka
pintu dan jendela, meubel, kayu lapis,
moulding, mainan anak-anak, baby box
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 6 No. 2, Agustus 2009 : 71 - 101

dan lain-lain

2 Pulai Rawa (Alstonia pnematophora) V II - III 0,63 (0,46-084) Peti, korek api, barang-barang kerajinan
tangan industri, pensil dan lain-lain
3 Prupuk (lLopopethalum javanicum) V III-IV 0,45 (0,30- Kayu yang dekoratif cocok untuk panil
0,56) dsb, juga untuk kayu lapis
4 Katiau (Ganua motleyana) IV II-III 0,56 (0,42- Finir (dapat dikupas dengan
0,69) baik), pembuatan kertas kraft, papan
perumahan, tiang, balok dan rusuk
5 Sonte (Palaquium leicocarpum) III-IV II 0,73 (0,61- Finir, bahan pembuat kertas kraft, papan,
0,79) balok, rusuk, panil dan alat rumah tangga
6 Meranti bunga (Shorea teysmanniana) III-IV II-III 0,59 (0.40- Finir, kayu lapis, bangunan rangka, balok,
0,81) galar, kaso, pintu dan jendela, dinding,
lantai dsb
7 Meranti rawa (Shorea pauchiflora) II-IV II-III 0,63 (0,54- Finir, kayu lapis, bangunan sebagai
0,78) rangka, balok, galar, kaso, pintu, jendela,
lantai dsb , kayu perkapalan dan alat
musik dll
Tabel 2. Lanjutan
Table 2. cont'd
NO Jenis Pohon/Tree species Kelas Kelas Berat jenis/ Kegunaan/ Usage
Awet/ Kuat/ Specific
Durability Strength gravity
class class
8 Meranti tembaga (Shorea leprosula) III-IV III-IV 0,52 (0,30- Finir, kayu lapis, bangunan sebagai
0,86) rangka, balok, galar, kaso, pintu, jendela,
lantai dsb , kayu perkapalan dan alat
musik dll
9 Meranti paya (Shorea platycarpa) III-IV II-III 0,72 (0,50- Finir, kayu lapis, bangunan rangka, balok,
0,85) galar, kaso, pintu dan jendela, dinding,
lantai peti pengepak dll.
10 Meranti batu/lang (Shorea uliginosa) III-IV II-III 0,64 (0,42- Finir, kayu lapis, bangunan rangka, balok,
0,79) galar, kaso, pintu dan jendela, dinding dll.
11 Meranti blangeran (Shorea I-II I-II 0,86 (0,73- Balok, papan pada perumahan dan
blangeran) 0,98) jembatan, lunas perahu, bantalan, tiang
jembatan dan tiang listrik
12 Jelutung rawa (Dyera lowii) V III-IV 0,36 (0,27- Meja gambar, pensil, kayu lapis, cetakan,
0,46) separator batere, barang industri kelom
dan ukiran
13 Damar (Agathis bornensis) IV III 0,47 (0,36- Kotak dan tangkai korek api, potlot,
0,46) meubel, peti pengepak, alat ukur dan
gambar, finir dan kayu lapis, pulp dan
kayu perumahan
14 Terentang (Campnosperma auriculata) V III-IV 0,40 (0,32- Peti dan kotak korek api, pulp, papan
0,52) serpih dan bangunan sementara
Potensi, Permasalahan dan Kebijakan yang . . .
Herman Daryono

77
78
Tabel 2. Lanjutan
Table 2. cont'd
NO Jenis Pohon/Tree species Kelas Kelas Berat jenis/ Kegunaan/ Usage
Awet/ Kuat/ Specific
Durability Strength gravity
class class
15 Resak (Vatica resak) III II-III 0,60 (0,49- Tiang di dalam tanah dan air, balok,
0,65) rusuk, papan perumahan, kayu untuk
pertambangan, lantai balok gerbong, tiang
listrik, perkapalan, sirap, rangka pintu dan
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 6 No. 2, Agustus 2009 : 71 - 101

jendela, bantalan, barang bubutan dan


kabinet
16 Geronggang (Cratoxylum IV III-IV 0,47 (0,36- Papan dan konstruksi ringan di bawah
arborescens) 0,71) atap, peti, kayu lapis, meubel murah dan
cetakan beton
17 Bintangur batu (Calophyllum III II 0,77 (0,65- Kayu untuk perkapalan, tiang layar, balok,
pulcherimum) 0,86) tiang, papan lantai, papan bangunan
perumahan
Alau/melur (Dacrydium beccari) IV III 0,54 (0,47- Konstruksi ringan, lantai, meubel, alat
0,56) menggambar, ukiran, kayu lapis, panil,
potlot, alat musik, moulding dll
19 Kempas (Koompasia malacensis) III-IV I-II 0,95 (0,68- Balok yang keras, arang yang baik, kuda -
1,29) kuda bangunan, banir dipakai daun meja,
lantai lab yang tahan sifat asam atau
bahan kimia, bantalan kereta api, lantai
gerbong, konstruksi berat dan kayu lapis

20 Keruing (Dipterocarpus caudiferus) II-IV II 0,69 (0,61- Konstruksi bangunan, lantai, kerangka,
0,82) dinding, bangunan pelabuhan setelah
diawetkan
Tabel 2. Lanjutan
Table 2. cont'd
NO Jenis Pohon/Tree species Kelas Kelas Berat jenis/ Kegunaan/ Usage
Awet/ Kuat/ Specific
Durability Strength gravity
class class
21 Tanah-tanah (Combretocarpus III-IV II-III 0,52 (0,76- Moulding, konstruksi bangunan, papan,
rotundatus) 0,87) kaso, balok
22 Nangka-nangka (Neoscortechemia III-IV II 0,90 (0,84- Balok, konstruksi bangunan, kaso,
kinggi) 0,96) meubel, dinding, papan dll
23 Mersawa (Anisoptehra marginata) III-IV II-III 0,68 (0,61- Bangunan ringan di bawah atap, balok,
0,75) kaso, reng, papan , finir luar dan dalam,
kayu lapis, meubel murah, papan perahu,
dll
24 Pisang-pisang (Mezzetia parvifolia) III-IV III 0,68 (0,61- Papan penggunaan di bawah atap, industri
0,75) kerajinan kayu, papan partikel
25 Kapur naga (Calophyllum II II-III 0,74 (0,59- Balok, papan bangunan perumahan,
macrocarpum)) 0,90) papan lantai, tiang, konstruksi bangunan,
kayu lapis finir dll
26 Balam ( Payena lierii) III-II II-I 0,87 (0,78- Finir muka, bahan kertas kraft, tiang,
1,06) papan perumahan, balok, rusuk, meubel
dll
27 Galam (Melaleuca cajuput) III II 0,85 ( 0,81- Kayu keras dan berat digunakan sebagai
0,89) landasan bangunan di bawah air tawar
dan air asin karena tahan lama, penyangga
cetakan beton, arang dll
28 Punak (Tetrameristra glabra) III-IV II 0,76 (0,55- Bangunan, kayu lapis, meubel, lantai,
0,90) papan dinding, rangka pintu dan jendela,
perkapalan dan moulding
Potensi, Permasalahan dan Kebijakan yang . . .
Herman Daryono

79
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 6 No. 2, Agustus 2009 : 71 - 101

Tabel 3. Jenis-jenis pohon di hutan rawa gambut yang menghasilkan hasil hutan non kayu
No Nama Jenis / Species Famili/Family Hasil hutan non kayu/
Non wood forest product
1 Gimor (Alseodaphne hellophylla) Lauraceae Kulit kayu sebagai
insektisida (obat anti
nyamuk)
2 Sonte (Palaquium leicocarpum) Sapotaceae Getah hangkang
3 Nyatoh ( Palaquium gutta) Sapotaceae Getah hangkang
4 Jelutung (Dyera lowii) Apocynaceae Getah bahan baku
permen karet
5 Pulai (Alstonia pnematophora) Apocynaceae Kulit kayu sebagai bahan
obat-obatan
6 Bintangur (Calophyllum spp) Guttiferae Sebagai bahan obat-
obatan anti inflamasi,
kanker dan HIV
7 Gaharu (Aquilaria beccariana) Thymeliaceae Gaharu

Fauna yang spesifik yang ada di hutan rawa gambut di antaranya adalah orang utan
(Pongo pygmaeus), bakantan (Nasalis larvatus), beruang madu (Helarctos malayanus), owa
(Hylobates agilis), burung rangkong (hornbills), macan daun, monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis) dan lain-lain. Di hutan rawa gambut yang ketebalan gambutnya sangat dalam,
terdapat suatu ekosistem air hitam dengan biota yang spesifik yakni adanya fitoplankton
Cosmarium sp, dan Peridium sp yang hanya ada di ekosistem air hitam. Laporan dari
Britain Royal Society yang dipublikasikan pada akhir Januari 2006, melaporkan bahwa,
telah diketemukan seekor ikan dewasa yang terkecil di dunia berukuran panjang 1/3 inch
(8,5 mm) dan saat ini spesimennya berada di National History Museum, yang diperoleh
dari hutan rawa gambut bekas terbakar di Sumatera. Hal ini bukan saja ikan terkecil tetapi
juga vertebrata dewasa terkecil di dunia.

III. PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT SECARA BIJAKSANA

Lahan gambut merupakan lahan yang mempunyai berbagai fungsi penting guna
menjaga dan mengatur proses berlangsungnya lingkungan kehidupan seperti reservoir
air, rosot dan simpanan karbon, keanekaragaman hayati dan lain-lain kebutuhan untuk
kesejahteraan manusia.
Keperluan ekonomi dan permintaan akan kayu dari hutan tropis dan hutan gambut
memaksa ekploitasi terhadap lahan gambut akan terus berlangsung. Meningkatnya
tekanan pada hutan, menyebabkan sektor kehutanan di South East Asia merencanakan
program pengelolaan lahan gambut secara lestari yang lebih progresif kearah

80
Potensi, Permasalahan dan Kebijakan yang . . .
Herman Daryono

pengembangan lahan gambut dan sumber daya alam yang lestari, dalam menghadapi
ketidaktentuan masalah sosial dan lingkungan daripada mencapai peningkatkan produksi
secara sesaat.
Beberapa faktor yang menyebabkan lahan gambut di saat ini dipandang
mempunyai arti dan peran penting adalah : (1) Semakin meningkatnya kebutuhan dan
permintaan akan air ; (2) Meningkatnya kemiskinan masyarakat di sekitar hutan lahan
gambut ; (3) Meningkatnya pengaruh globalisasi ; dan (4) Perubahan iklim (climate change)
Dengan pertimbangan cukup banyaknya fungsi dan peranan penting keberadaan
lahan gambut tersebut, ada beberapa hal yang menyebabkan lahan gambut
pemanfaatannya dan pengelolaannya harus dilakukan secara bijaksana yakni :
1. Lahan gambut mempunyai sifat dan karakter yang spesifik, seperti adanya
subsidensi lahan gambut, sifat irreversible drying dan lain-lain sehingga pengelolaan air
merupakan hal yang penting;
2. Adanya kegiatan penebangan liar (illegal logging) atau ekploitasi sumber daya alam tanpa
diperhitungkan;
3. Perubahan iklim. Pengelolaan lahan gambut dengan baik dengan menghindari
pembukaan hutan dan lahan untuk drainase dan kebakaran mencegah terjadinya
emisi CO2 dan lain-lain yang merupakan penyebab utama terjadinya perubahan iklim
global;
4. Adanya bahaya api di lahan gambut;
5. Pengembangan lahan gambut yang tidak tepat; dan
6. Tekanan sosial.

Penggunaan secara bijaksana berbeda dengan pendekatan secara tradisional atau


pemanfaatan oleh salah satu sektor saja. Pemanfaatan secara bijaksana adalah bertujuan
mengelola lahan gambut secara terintegrasi dan optimum untuk keperluan ekonomi,
sosial, budaya dan fungsi ekologi. Selain itu pengelolaan secara bijaksana adalah
melibatkan pengelolaan partisipatif dari para pihak. Pemanfaatan lahan gambut secara
bijaksana adalah bertujuan meminimalkan konflik dan memaksimalkan luas persetujuan
bersama (area agreements). Beberapa strategi yang dilakukan adalah :
1. Keberadaan hutan rawa gambut yang ada harus tetap dijaga dari kerusakan, sehingga
fungsi ekologis, sosial, ekonomi budaya dan lingkungan yang mempengaruhi hajat
hidup manusia tidak terganggu;
2. Pemanfaatan lahan gambut harus memberikan dampak pengembangan ekonomi
dan sosial;
3. Menurunkan dan dapat mencegah timbulnya kebakaran di lahan gambut;
4. Dalam rangka mengurangi masalah yang dihadapi diperlukan sesuatu langkah yang
urgen yaitu pendekatan ekonomi baru. Hal ini tercakup masalah carbon stock
(penyimpanan karbon), konservasi biodiversity melalui pendekatan bioright; dan
5. Pendekatan ekonomi baru melalui suatu strategi implementasi untuk konservasi
hutan rawa gambut, dan rehabilitasi lahan rawa gambut yang terdegradasi, yang
dilakukan secara ilmiah.

81
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 6 No. 2, Agustus 2009 : 71 - 101

IV. BEBERAPA TIPOLOGI LAHAN RAWA GAMBUT DI KALIMANTAN


DAN SUMATERA

Dari hasil pengamatan di lapangan yang dilakukan di lahan rawa gambut di


Kalimantan maupun di Sumatera, pada umumnya terdapat beberapa tipologi lahan. Dari
hasil survei Tim Kerjasama Fak.Kehutanan IPB Bogor dengan Direktorat Jenderal
Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (2000) yang dilakukan di areal lahan eks PLG
Sejuta Hektar dikelompokkan menjadi 14 tipologi lahan. Pada Tabel 4 disajikan beberapa
tipologi lahan yang umumnya terdapat di sekitar lahan gambut baik yang terdapat di
Kalimantan maupun Sumatera. Dari hasil pengamatan di lapangan dan berdasarkan
kriteria yang ada, lahan rawa dapat dibagi menjadi 4 tipologi besar yakni (1) Lahan
potensial, (2) Lahan sulfat masam, (4) Lahan Gambut dan (4) Lahan Salin.

Tabel 4. Beberapa tipologi Lahan yang tersebar di daerah hutan rawa gambut di Sumatera
dan Kalimantan
Table 4. Land typologies of peat swamp forest distributed in Kalimantan and Sumatera islands
No Tipologi Diskripsi Jenis Pohon yang Saran Penggunaan
Lahan/Land Lahan/Land dapat Lahan/ landuse
typologies description dikembangkan recommendation
untuk rehabilitasi
dan hutan
tanaman/Tree
species could be
developed for
rehabilitation and
plantation forest
1 Sulfat Masam Lahan tanah Gelam (Melaleuca Melalui oksidasi dan
Aktual (SMA) dengan pH < 4 leucadendron), pencucian alamiah dan
pada kedalaman 0 Geronggang penetralan alamiah,
– 50 cm karena (Cratoxylum glaucum), dalam jangka panjang
lapisan piritnya Purun (Fimbristylis dapat digunakan.
telah teroksidasi. globulosa) Disarankan untuk
Kadar Al dan Fe hutan, tidak untuk
pada tanah ini sangat pertanian
tinggi yang akan
mengganggu tanaman
2 Sulfat Masam Lahan tanah yang Gelam Dari pengalaman
Potensial (SMP) mengandung (M.leucadendron), sangat sulit
pirit < 50 cm sulfidik (pirit dan Belangeran (Shorea mmempertahankan
lainnya) pada belangeran), permukaan tanah di atas
kedalaman < 50 Geronggang 50 cm, sehingga oksidasi
cm dari (Cratoxylum glaucum), pirit pada lapisan ini
permukaan tanah Perapat/tanah-tanah tidak dapat dicegah.
dengan pH > 4. (Comberocarpus Disarankan untuk hutan
Lahan cepat rotundatus) dan purun
berubah SMA
apabila permukaan
tanahnya menurun

82
Potensi, Permasalahan dan Kebijakan yang . . .
Herman Daryono

Tabel 4. Lanjutan
(Table 4. cont'd)
No Tipologi Diskripsi Jenis Pohon yang Saran Penggunaan
Lahan/Land Lahan/Land dapat Lahan/ landuse
typologies description dikembangkan recommendation
untuk rehabilitasi
dan hutan
tanaman/Tree
species could be
developed for
rehabilitation and
plantation forest
3 Sulfat Masam Lahan ini terdiri Gelam Tanah pada musim
Potential dari tanah yang (M.leucadendron), hujan tumbuh rumput
(SMP) mempunyai bahan Perapat purun dan gelam.
bergambut sulfidik pada (Combretocarpus Penggunaan hutan
(Pirit < 50 cm) kedalaman kurang rotundatus) gelam
dari 50 cm dan Belangeran, galam
pH > 4 dan tikus (Eugenia sp) dan
ketebalan gambut purun
antara 20-50 cm
Sulfat Masam Lahan tanah Gelam Penggunaan hutan
4 Potential Dalam dengan kedalaman (M. leucadendron), gelam, pada tanah
-1 (Pirit 51- 100 pirit 51- 100 cm Perapat, Belangeran, rakyat ditanam karet,
cm) dengan pH 4 atau galam tikus (Eugenia padi tadah hujan dan
lebih sp) tegal

5 Sulfat Masam Lahan terdiri tanah Gelam Padi sawah tadah hujan,
Potential Dalam mineral dengan (M.leucadendron), palawija, perkebunan,
2 (Pirit >100 cm) bahan sulfidik Perapat, Belangeran, hortikultura. Pada jalur
pada kedalaman galam tikus (Eugenia sepanjang sungai tetap
lebih dari 100 cm, sp), Bintangur, dipertahankan sebagai
pH > 4,0 Geronggang jalur hijau.

6 Sulfat Masam Lahan yang terdiri Gelam Padi sawah tadah hujan,
Potential dari tanah yang (M. leucadendron), palawija,
Dalam-2 mempunyai bahan Geronggang, perkebunan,hortikultura.
bergambut sulfidik pada Belangeran, Parepat, Pada tanah rakyat
(pirit >100 cm) kedalaman > 100 Bintangur, gelam dan sebagai kebun karet
cm dan lapisan Purun (Fimbristylis
gambut antara 20 globulusa )
– 50 cm, pH > 4 .

83
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 6 No. 2, Agustus 2009 : 71 - 101

Tabel 4. Lanjutan
(Table 4. cont'd)
No Tipologi Diskripsi Jenis Pohon yang Saran Penggunaan
Lahan/Land Lahan/Land dapat Lahan/ landuse
typologies description dikembangkan recommendation
untuk rehabilitasi
dan hutan
tanaman/Tree
species could be
developed for
rehabilitation and
plantation forest
7 Gambut Tanah yang terdiri Belangeran, Apabila lapisan pirit
Dangkal dari tanah organik geronggang Pulai lebih dari 130 cm atau
(Gambut 51 – dengan ketebalan (Alstonia lebih dari permukaan
100 cm*/ gambut 50 -100 pnematophora ), mineral dapat digunakan
Gambut 0 -130 cm Meranti, jelutung pertanian, bila tidak,
cm**) pH >4 Perapat untuk
(Combretocarpus kehutanan. Pertanian:
rotundatus) hortikultura,
perkebunan, tanaman
pangan
Kehutanan :
Belangeran, Pulai,
Jelutung

8 Gambut Sedang Lahan terdiri dari Ramin (Gonystylus Pertanian :


(101-200 cm/* tanah organik bancanus), Hortikultura,
131-300** cm) dengan ketebalan Kapurnaga perkebunan kelapa sawit
gambut 100-200 (calophyllum Kehutanan: Punak,
cm macrocarpum), Meranti, Jelutung, Pulai
Meranti (Shorea dll
leprosula,
S. pauciflora, Punak
(Tetramerista glabra),
Prupuk
(Lopopethalum sp)
dll.
Gambut Dalam Lahan terdiri Ramin, Kapurnaga, Pertanian : Perkebunan
9 (201-300 cm*/ dari tanah organik Meranti, Nyatoh Kehutanan : Rehabilitasi
>300 cm*) dengan ketebalan (Palaquium spp), dengan jenis asli
gambut 200- 300 Punak, Jelutung, setempat
cm (Dyera lowii), Jenis eksot : Acacia
Prupuk, keruing crassicarpa, Gmelina
(Dipterocarpus sp) dll. arborea dll.

84
Potensi, Permasalahan dan Kebijakan yang . . .
Herman Daryono

Tabel 4. Lanjutan
(Table 4. cont'd)
No Tipologi Diskripsi Jenis Pohon yang Saran Penggunaan
Lahan/Land Lahan/Land dapat Lahan/ landuse
typologies description dikembangkan recommendation
untuk rehabilitasi
dan hutan
tanaman/Tree
species could be
developed for
rehabilitation and
plantation forest
10 Gambut sangat Lahan ini terdiri Ramin, Kapurnaga, Kehutanan : Konservasi
Dalam (> 300 ) dari tanah organik Meranti, Nyatoh dan rehabilitasi dengan
dengan ketebalan (Palaquium spp), jenis asli yang tumbuh
gambutnya > 300 Punak,Jelutung, alami setempat
cm Prupuk, keruing
(Dipterocarpus sp) dll

11 Tanah Mineral Lahan ini terdiri Alau/Melur Tidak cocok untuk


tekstur Kasar dari tanah mineral (Dacrydium elatum), pertanian.
(Kuarsa)/type yang bertekstur Damar (Agathis Disarankan untuk hutan
tanah Podsol/ pasir kuarsa (Aquic bornensis), Tanah - konservasi
kerangas. Quarzipsamments tanah, Geronggang
dan typic (Cratoxylum spp),
auarzipsamments) Terentang
(Campnosperma
auriculata), bintangur
(Calophyllum spp)

Dalam melakukan kegiatan rehabilitasi/revegetasi di lahan gambut yang


terdegradasi, beberapa faktor yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan untuk
keberhasilan suatu kegiatan rehabilitasi adalah, faktor tapak atau site sebagai tempat
tumbuh tanaman itu sendiri, seperti tingkat penggenangan habitat sehingga akan
mempengaruh pola pemanfaatannya. Sehubungan dengan hal ini, berdasarkan pengaruh
gerakan pasang surut air sungai dan topografi lahan pasang surut, maka lahan pasang
surut dapat dibedakan menjadi 4 tipologi sebagai berikut :
— Tipe A : Lahan rawa pasang surut yang selalu digenangi, baik oleh pasang besar
maupun pasang surut kecil;
— Tipe B : Lahan rawa pasang surut yang terluapi apabila pasang besar;
— Tipe C : Lahan rawa pasang surut yang tidak terluapi air pasang, tetapi air tanahnya
< 50 cm; dan
— Tipe D : lahan rawa pasang surut tidak terluapi air pasang, tetapi air tanahnya
> 50 cm.

85
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 6 No. 2, Agustus 2009 : 71 - 101

Pada lahan tipe D dapat dikembangkan tanaman kehutanan dengan jenis yang relatif
banyak dapat cocok pada habitat tersebut, sedang pada C maupun B dengan jenis-jenis
yang tahan terhadap waterlogged. Pada Tipe A biasanya jenis seperti gelam (Melaleuca
cayuputti) yang tahan terhadap genangan air.

A. Lahan Rawa

Lahan rawa adalah lahan yang sepanjang tahun atau beberapa bulan dalam setahun
selalu basah, atau jenuh air (water logged), atau mempunyai air tanah yang dangkal, bahkan
tergenang. Lahan rawa adalah merupakan lahan yang menempati posisi peralihan antara
sistem daratan dan perairan., yaitu mencakup wilayah peralihan antara daratan dan laut,
dan antara lahan kering (upland) dan sungai-sungai besar.
Lahan peralihan antara daratan dan laut, disebut lahan pasang surut, terletak
di sepanjang pantai, dan wilayah daerah aliran sungai di bagian bawah, khususnya wilayah
di sekitar muara sungai-sungai besar, karena dekat laut wilayahnya dipengaruhi pasang
surut harian dari air laut. Disini mencakup zone mangrove/bakau atau yang disebut zone
pasang surut air asin/payau (Zona I) yang relatif sempit 1-5 km dari garis pantai, yang
secara dominan dipengaruhi air salin dan air payau. Pada wilayah belakangnya
bersambung dengan zona rawa pasang surut air tawar (Zona II) yang lebih ekstensif, dan
masih dipengaruhi gerakan pasang dan surut harian. Ketinggian tempat umumnya sekitar
beberapa cm, atau setinggi pasang besar, di wilayah dekat laut, dan meningkat pelan sekali
mencapai ketinggian 2-3 m dpl pada wilayah yang berjarak sekitar 60-80 km dari garis
pantai.
Lahan peralihan antara wilayah lahan kering dan sungai-sungai besar, disebut lahan
rawa pasang surut, atau lebih dikenal sebagai lahan rawa lebak (Zona III).
Di sepanjang sungai besar, wilayah lahan rawa lebak biasanya menempati daerah
aliran sungai bagian tengah, dimana pengaruh pasang surut harian dari air laut sudah tidak
ada lagi, tetapi sebagai gantinya pengaruh banjir besar musiman selama musim hujan
sangat dominan. Peningkatan debit sungai yang sangat besar selama musim hujan verval
sungai atau perbedaan penur unan tanah dasar sungai yang rendah,
serta tekanan balik air pasang, membuat air sungai berhenti (stagnant), sehingga
menimbulkan genangan dan banjir yang luas, khususnya di wilayah dataran banjir (flood
plains) sungai-sungai besar.

B. Tanah Gambut

Secara ringkas, tanah gambut adalah tanah-tanah yang tersusun dari bahan tanah
organik yang jenuh air dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Dikaitkan dengan ketebalan
bahan organik, maka tanah mineral yang mempunyai lapisan gambut di permukaan 20 - 50
cm disebut sebagai tanah mineral bergambut (peaty soil). Dikatakan sebagai tanah mineral
murni apabila lapisan gambut dipermukaaan < 20 cm. Dalam klasifikasi tanah lama, tanah
gambut disebut organosol.
Tingkat dekomposisi atau pelapukan/perombakan bahan organik gambut, dibagi
menjadi 3 tingkatan, yaitu fibrik (awal), hemik (tengah) dan saprik (lanjut). Fibrik adalah

86
Potensi, Permasalahan dan Kebijakan yang . . .
Herman Daryono

gambut dengan tingkat dekomposisi awal yaitu kandungan serat tumbuhan lebih dari
75%, atau masih lebih dari tiga perempat bagian dari volumenya. Sedang hemik adalah
gambut dengan tingkat dekomposisi tengahan,yaitu kandungan serat 17-75% atau tinggal
antara 1/6-3/4 bagian volumenya. Saprik adalah gambut dengan tingkat dekomposisinya
yang lanjut, yaitu kandungan seratnya kurang dari 17% atau tinggal kurang dari 1/6 bagian
dari volumenya. Gambut saprik biasanya berwarna kelabu sangat gelap hitam. Sifat-
sifatnya (sifat fisik maupun kimianya) relatif sudah stabil.
Dari hasil pengamatan, pada umumnya degradasi hutan rawa gambut dapat dilihat
dari kerusakan tegakannya maupun kondisi subsidensi gambutnya. Hutan rawa gambut
yang mengalami kerusakan tegakan karena pembalakan berlebihan, pembalakan liar,
perambahan maupun mengalami kebakaran akan mengubah ekosistem hutan rawa gambut
tersebut menjadi belukar, semak atau bahkan terbuka (open area). Hal ini akan menentukan
model restorasi atau rehabilitasi lahan tersebut. Demikian juga pada hutan rawa gambut
yang telah dilakukan eksploitasi menurut kaidah yang benar, pada tegakan tinggal dapat
dilakukan dengan pembinaan regenerasi alam atau dengan penanaman pengkayaan.
Dalam Keppres 80 tahun 1999 memberikan arahan bahwa lahan gambut dengan
ketebalan < 3 m pada kawasan eks PLG sejuta hektar dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan kawasan budidaya kehutanan, pertanian, perikanan maupun perkebunan.
Pada Tabel 5 dapat dilihat dalam rencana tindak rehabilitasi, bahwa tipologi lahan dengan
ketebalan gambut < 3 m ini bisa berupa gambut dangkal, sedang dan dalam. Sedang pada
kawasan dengan tipologi lahan gambut dengan kedalaman > 3 m dipertahankan sebagai
kawasan lindung atau konservasi (Keppres 32 tahun 1990). Kawasan lindung ini
ditetapkan berdasarkan fungsi utamanya yaitu melindungi kelestarian lingkungan hidup
dan sumber daya alam yang ada di dalamnya, lahan gambut merupakan daerah resapan
dan reservoir air untuk menjaga tata air, carbon sink (carbon stock) untuk kepentingan
pembangunan yang berkelanjutan. Kawasan konservasi dengan kedalaman gambut > 3 m
ini apabila kondisinya telah terbuka (tanah kosong) perlu segera direvegetasi dengan
menanam jenis pohon asli intoleran yang sesuai dengan habitatnya beberapa jenis yang
mempunyai nilai ekonomi seperti jenis jelutung (Dyera lowii) dengan pemanfaatan lahan
gambut di luar kawasan hutan, telah dapat dipungut hasil getahnya tanpa menebang kayu.
Sehubungan diterbitkan Peraturan Menteri Pertanian No. 14 Peraturan Menteri
Pertanian Nomor : 14/Permentan/PL.110/2/2009. Tentang Pedoman Pemanfaatan
Lahan Gambut Untuk Budidaya Kelapa Sawit. Isi pedoman tersebut
mengemukakan bahwa lahan gambut yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya
kelapa sawit adalah lahan gambut dengann kriteria sebagai berikut : (1) Berada pada
kawasan budidaya. Kawasan budidaya dimaksud dapat berasal dari kawasan hutan yang
telah dilepas dan/atau areal penggunaan lain (APL) untuk usaha budidaya kelapa sawit ;
(2) Ketebalan lapisan gambut kurang dari 3 (tiga) meter. Lahan gambut yang dapat
digunakan untuk budidaya kelapa sawit adalah dalam bentuk hamparan yang mempunyai
ketebalan gambut kurang dari 3 (tiga) meter dan proporsi lahan dengan ketebalan
gambutnya kurang dari 3 (tiga) meter minimal 70% (tujuh puluh prosen) dari luas areal
yang diusahakan ; (3) Lapisan tanah mineral di bawah gambut adalah substratum tidak
boleh terdiri atas pasir kuarsa dan tanah sulfat masam ; (4) Pada lahan gambut dengan
tingkat kematangan saprik dan hemik. Pada lahan gambut tingkat kematangan fibrik atau

87
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 6 No. 2, Agustus 2009 : 71 - 101

masih mentah dilarang dimanfaatkan untuk budidaya kelapa sawit dan (5) Pengelolaan air
dilakukan dengan pembuatan saluran-saluran untuk pengaturan ketinggian air tanah.
Walau beberapa aspek telah mengacu pada Keppres No. 32 tahun 1990 dan Peraturan-
peraturan yang lain, tetapi secara teknis pemanfaatan budidaya kelapa sawit akan
berdampak kepada kondisi kubah gambut untuk kelestarian fungsi ekologis lahan gambut,
meskipun pemanfaatannya pada lahan gambut dengan ketebalan kurang dari 3 meter.
Beberapa kalangan menyarankan untuk mengkaji kembali Peraturan Menteri Pertanian
No. 14 /Permentan/PL.110/2/2009.

Tabel 5. Rencana tindak rehabilitasi yang perlu dilakukan di kawasan hutan dan lahan
gambut
Table 5. Rehabitation actions plan in peat swamp forest and peatland
No Status Kawasan/ Kondisi Kawasan Kegiatan rehabilitasi yang perlu
Areal status Hutan Saat ini/ dilakukan/
Present condition forest Rehabilitation activity that needs to be
areal done
1 Produksi Baik Pengamanan, perlindungan dan
(kedalaman gambut pemanfaatan hutan secara lestari
< 3m)
Sedang Pembinaan dan pengembangan
hutan produksi dengan
penanaman pengkayaan, Hutan
kemasyarakatan.
Terbuka Dapat digunakan untuk
pembangunan HTI dengan jenis
yang cocok, Hutan Rakyat,
hutan kemasyarakatan,
Agroforestry, Agrowanamina
2 Konservasi Baik (tegakan masih Pengamanan, penjagaan dan
(kedalaman gambut relatif utuh ) perlindungan kawasan,
> 3m) pemeliharaan fungsi ekologis,
pembangunan sumber-sumber
benih, flora dan fauna
Sedang (hutan Perlu penanaman pengkayaan
sekunder) (enrichment planting) untuk
membantu suksesi alami, dengan
jenis asli yang cocok di habitat
tersebut
Terbuka/tanah Perlu dilakukan reboisasi dengan
kosong, semak tanpa jenis asli yang cocok (intolerant),
pohon MPTS yang dapat dimanfaatkan
hasilnya (non wood forest product)
tanpa memungut kayunya

88
Potensi, Permasalahan dan Kebijakan yang . . .
Herman Daryono

C. Hidrologi hutan Rawa Gambut

Lahan rawa gambut secara umum memiliki kapasitas penyerapan dan penyimpanan
air yang sangat besar yaitu antara 0,8-0,9 m3/m3 gambut (Notohadiprawira, 1997),
sehingga lahan gambut merupakan suatu resevoir air yang besar. Sebagai contoh di
eks kawasan PLG Kalteng dengan luas 500.000 ha kawasan gambut tebal, paling
sedikit 15 milyar m3 air dapat ditampung di lahan gambut tersebut. Dengan
kemampuan ini air yang tersimpan dalam periode musim hujan secara bertahap
dilepaskan pada musim kemarau (Prentice,1990 ; Page & Rieley, 1998). Hasil pengamatan
Adi Jaya et. al. (2004) yang dilakukan di kawasan pertanian lahan gambut Kalteng,
mengemukakan bahwa kadar air tanah gambut meningkat dengan kedalaman gambut.
Data yang diambil pada bulan September 1999 hingga November 2002. Tabel 6 dengan
jelas memperlihatkan kandungan air tanah tersebut.

Tabel 6. Rata-rata kandungan air tanah gambut pertanian pada periode September
1999 - November 2002
Table 6. Average soil water content in agriculture peat in September 1999 - November 2002
No Kedalaman gambut Kelembaban tanah (% Volume) / Rata-rata kelembaban
(cm)/ Peat moisture (% volume) tanah (% volume)/
Peat depth (cm) Average of peat moisture (%
volume)
1 10 24,16 – 68,79 44,31
2 20 37,84 – 68,64 58,70
3 30 44,76 – 71,07 65,69
4 40 59,57 – 70,55 69,21
Sumber /Source : Adi Jaya et. al. 2004

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa pada kedalaman 10 cm kandungan air tanah
bervariasi antara 24,16 - 68,79% dengan rata-rata 44,31%, variasi nilai kandungan air yang
diukur pada kedalam 10 cm merupakan yang terbesar dari semua lapisan kedalaman yang
diukur yaitu 11, 65. Pada kedalaman 20 cm dengan nilai rata-rata 58,79 %, sedang
kedalaman 40 cm merupakan yang terbesar yakni 69,21%. Pada kondisi hutan rawa
gambut alami permukaan air tanah hampir selalu berada di permukaan tanah pada periode
antara Januari dan Mei setiap tahun (Takashi et. al. 2002). Pada kondisi alami, air dari
kawasan gambut mengalir keluar hanya melalui sungai-sungai alam dan masih dapat
tersimpan untuk periode yang cukup lama. Sebaliknya pada kawasan gambut yang
dibuka/terbuka seperti pada kawasan pertanian adanya saluran drainase mempercepat
lolosnya air keluar kawasan dalam waktu yang singkat setelah adanya hujan, terutama pada
daerah yang tidak terdapat bangunan pengontrol air.
Dalam kegiatan rehabilitasi pada kawasan gambut terdegradasi, kegiatan reboisasi
atau penanaman perlu memperhatikan kedalaman air tanah pada lahan gambut tersebut.
Pada penanaman bibit atau tanaman yang masih muda, tinggi air tanah diharapkan dapat
mencapai 30 - 40 cm dari permukaan tanah untuk menjamin pertumbuhan tanaman
dengan baik, selain itu kondisi ini akan memelihara subsidensi tidak akan terjadi.

89
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 6 No. 2, Agustus 2009 : 71 - 101

D. Simpanan Dan Kehilangan Carbon

Menurut Panel Inter Governmental tentang Perubahan Iklim, pemanasan global


berarti bahwa temperatur permukaan bumi telah meningkat 0,3 - 0,6 derajat Celcius
selama periode 100 tahun belakangan ini, hal ini terjadi karena naiknya konsentrasi gas
rumah kaca terutama karbon dioksida (CO2), methane (CH4) dan dinitro oksida.
Pembakaran minyak fossil dan degradasi hutan meningkatkan konsentrasi CO2 di
atmosfir hingga mencapai 30% dan lebih dari dua kali lipat konsentrasi gas methane dari
lapangan industri. Pada abad ini, sepertinya membawa perubahan iklim yang paling
cepat sejak akhir era glacial. Pemanasan global ini akan membawa akibat hilangnya 85%
daerah wetland.
Wetland dengan lapisan gambut yang tebal adalah sebagai simpanan karbon
terbesar yang berisi ¼ total timbunan karbon di dunia.
Berbagai informasi mengemukakan bahwa gambut di seluruh dunia menyimpan
antara 192 - 450 Gt C (Post et. al., 1982) yang merupakan 15 hingga 35% dari seluruh
karbon yang ada di daratan. Lahan gambut di tropis, yang merupakan hanya 10-12% dari
total gambut dunia, namun tersimpan 191 Gt C (Page & Rieley, 1998) atau sepertiga dari
total karbon yang tersimpan di gambut secara keseluruhan. Dengan asumsi bahwa rata-
rata dengan ketebalan 5 meter, ekosistem gambut tropika dapat menyimpan sekitar 2.500
ton C/hektar, dibandingkan dengan rata-rata sebanyak 1.200 ton C/ha dalam gambut
secara umum (Diemont et. al.,1997).
Degradasi hutan dan kebakaran lahan gambut adalah salah satu penyebab gagal
atau rusaknya ekosistem untuk menyimpan carbon yang berakibat terjadinya pemanasan
global dan perubahan iklim.
Dalam rangka pengelolaan karbon di daratan serta pelestarian hutan rawa gambut,
beberapa strategi yang perlu dilakukan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Strategi pengelolaan karbon di daratan dan potensi penggunaan lahan dan
praktek kehutanan di lahan gambut.
Table 7. Strategy for terrestrial carbon management, landuse potential and forestry practices in peatland.
Strategi pengelolaan Tipe Penggunaan lahan dan kegiatan
karbon/ kehutanan/
Carbon management strategy Type of landuse and forestry activity
?Reboisasi dan penghijauan dan rehabilitasi
Rosot karbon/ degradasi lahan rawa gambut
Carbon sequestration ?Peningkatan dan perbaikan teknik
silvikultur dalam meingkatkan
pertumbuhan riap
?Penerapan Agroforestry dalam praktek
lahan pertanian

90
Potensi, Permasalahan dan Kebijakan yang . . .
Herman Daryono

Tabel 7. Lanjutan
(Table 7. cont'd)
Strategi pengelolaan Tipe Penggunaan lahan dan kegiatan
karbon/ kehutanan/
Carbon management strategy Type of landuse and forestry activity
Konservasi karbon di dalam biomas dan tanah
di hutan dan lahan gambut
? Memperbaiki dan meningkatkan praktek
Konservasi karbon/ eksploitasi hutan (reduce impact logging)
Carbon conservation ? Memperbaiki dan meningkatkan efisiensi
pemrosesan kayu (wood processing)
? Pencegahan dan pengendalian api lebih
efisien dari pada pemadaman kebakaran
hutan dan lahan pertanian
? Meningkatkan konversi biomas hutan
Subsitusi karbon/ ke dalam produk - produk kayu yang lebih
Carbon substitution awet untuk penggunaan di tempat energi
dan bahan-bahan yang intensif
? Meningkatkan penggunaan bahan bakar bio
fuels (pengenalan dari tanaman bioenergy)
? Memperbaiki penggunaan limbah
pemanenan sebagai makanan ternak, atau
enersi (serbuk gergaji untuk biofuel)

IV. B E B E R A PA M A S A L A H Y A N G D I H A D A P I D A N U PA Y A
PEMECAHANNYA

Dari data kerusakan hutan di Indonesia, laju degradasi hutan dari tahun ke tahun
semakin meningkat. Menurut data terakhir dari Baplan (2005) diperoleh bahwa laju
deforestasi baik pada kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan pada periode antara
tahun 1997 sampai tahun 2000 mencapai 2,83 juta ha/tahun. Khusus untuk hutan rawa
gambut di Indonesia yang kurang lebih 20 juta hektar, diperkirakan sekitar 50%
mengalami degradasi. Di Kalimantan Tengah pada kawasan Eks Lahan Gambut Sejuta
Hektar, lebih dari 500.000 ha ekosistem hutan rawa gambut telah rusak.
Sejak dibukanya pengusahaan hutan di tahun 1970an kurang lebih 10 jutaan hektar
hutan rawa gambut telah diusahakan oleh puluhan konsesi, namun sampai saat ini, yang
tinggal hanya kurang dari tiga HPH yang masih beroperasi.
Pada awalnya, para ahli masih yakin bahwa pertumbuhan kembali pohon yang
ditinggalkan dengan tebang pilih bisa yakin akan dapat tumbuh dengan baik dengan
asumsi bahwa perlindungan dan kemantapan kawasan bisa terjamin. Namun fakta
sekarang menunjukkan hutan rawa gambut logged-over area banyak mengalami
kerusakan.
Pengembangan hutan rawa gambut menemui banyak masalah karena ada
beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan lahan gambut sebagai
berikut :

91
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 6 No. 2, Agustus 2009 : 71 - 101

1. Bahwa rawa gambut merupakan habitat gambut yang mempunyai kandungan hara
mineral yang sangat miskin, baik unsur hara esensial, khususnya unsur mikro
(Cu dan Zn) sangat kurang. Hara mineral pada lahan rawa gambut lebih dari 80%
terikat pada biomassanya (batang, ranting daun dan perakaran). Selain itu, tingkat
dekomposisinya rendah karena adanya penggenangan air. Dengan demikian adanya
penebangan, berarti memindahkan nutrisi keluar habitat yang semakin memiskinkan
lahan gambut tersebut.
2. Pada lahan gambut yang terbuka, penanaman dan pemanenan biomassa yang berulang-
ulang (tanaman non pohon) menyebabkan tanah gambut tersebut semakin miskin
unsur hara. Penanaman pada gambut yang miskin hara ini perlu perlakuan khusus
3. Pemanasan langsung dari sinar matahari dapat menyebabkan irreversible drying
(kering, yang tidak dapat balik) pada permukaan lapisan gambut dan akan berubah
menjadi dry pellet (hydrophobic peat soil yang artinya tidak ada aktifitas biologi yang
mungkin dapat hidup di situ). Panas matahari dapat mencapai lebih dari 70 derajat
Celcius dan hal ini akan menyebabkan irreversible drying. Penambahan abu vulkan
dan pasir pada permukaan gambut akan mencegah naiknya temperatur tanah, namun
hal ini memerlukan biaya yang mahal, karena membutuhkan sekitar 40 ton tanah/ha.
4. Kebakaran yang sering terjadi pada lahan gambut akan menghilangkan mineral dan
nutrisi lahan gambut, sedang abunya akan mudah tercuci pada lapisan akar.
Pada banyak kasus yang telah terjadi sejak dibukanya pengusahaan hutan pada
tahun 70an, di beberapa HPH rawa gambut, setelah beberapa tahun melakukan
pembalakan kayu yang bernilai ekonomis seperti ramin (Gonystylus bancanus), nyatoh
(Palaquium spp), meranti rawa (Shorea spp), bintangur (Calophyllum spp) dan lain-lain,
pada umumnya HPH menemui banyak hambatan dan kegagalan dalam program
rehabilitasi penanaman jenis asli setempat untuk dikembangkan, terutama jenis-jenis
pohon andalan dan asli setempat yang bernilai ekonomi tinggi seperti ramin, meranti rawa,
kapur naga (Calophyllum macrocarpum) dan lain-lain. Hal ini dapat dilihat bahwa sampai
sekarang sudah lebih dari 30 tahun, belum ada pihak pemegang konsesi yang berhasil
dalam pengembangan jenis pohon rawa gambut dalam skala perusahaan. Karena
kegagalan tersebut, HPH mencoba melakukan penanaman kayu penghasil bahan kertas
(pulpwood) dengan jenis eksot yang tumbuh cepat seperti Acacia carassicarpa ataupun
A. mangium.
Karena banyaknya lahan rawa gambut yang dianggap terdegradasi, beberapa tahun
terakhir ini, banyak pengajuan untuk pengembangan kelapa sawit di lahan gambut.
Dalam hal perubahan ekosistem rawa gambut menjadi kebun kelapa sawit ataupun kayu
pulp jenis eksot Acacia crassicarpa tersebut, perlu pertimbangan dan perhatian beberapa
hal sebagai berikut :
1. Pada umumnya ekosistem rawa gambut dewasa ini, sangat terancam eksistensinya
untuk dikonversi menjadi kepentingan lain, sehingga beberapa tahun belakangan ini
biodiversity di rawa gambut sudah mulai menurun, banyak species langka menuju
kepunahan. Tabel 8 menyajikan jenis-jenis pohon di rawa gambut di Kalimantan dan
Sumatera yang terancam punah/menjadi langka
2. Dari hasil pengamatan, banyak lahan gambut yang tidak cocok untuk pengembangan
kayu pulp ataupun kelapa sawit, karena setelah 20 - 30 tahun, lahan gambut tersebut

92
Potensi, Permasalahan dan Kebijakan yang . . .
Herman Daryono

mengalami subsidence pada level yang tidak mungkin lagi dapat didrainase, dan lahan
gambut tersebut kembali menjadi semak paku-pakuan dan danau. Hasil pengamatan
pada kebun kelapa sawit pada lahan gambut yang dibuat drainase dengan ketinggian
air tanah 70 cm dari permukaan gambut, dalam jangka 10 tahun telah terjadi
subsidence 120 cm termasuk dengan pemadatan gambut. Dalam jangka 20 tahun
menjadi 200 cm dan dalam jangka 40 tahun menjadi 350 cm. Sedang pada tanaman
pulp dengan jenis Acacia crassicarpa yang didrainase dengan ketinggian air tanah 50 cm
dari permukaan gambut terjadi subsidence 90 cm dengan pemadatan gambut.
Dalam jangka 20 tahun menjadi 140 cm dan pada jangka 40 tahun menjadi 220 cm.
Di Malaysia sejumlah contoh dapat diketemukan, pada daerah-daerah yang telah
ditinggalkan. Dahulu daerah ini sebelumnya telah ditanami dengan kebun kelapa
sawit. Namun kini, karena gambutnya telah mengalami subsidence hingga di bawah
permukaan air sungai, tidak dapat dilakukan drainasi lagi baik dengan sistem gravitasi
maupun sistem pompa. Selain itu penggunaan pompa juga tidak ekonomis.
Lahan yang telah mengalami subsidence akhirnya tidak bisa digunakan lagi untuk
menanam, bahkan tanaman kehutanan sekalipun. Hal yang paling penting adalah
menjaga bahwa lahan gambut tersebut tetap ditanam pohon, dapat didrainase setelah
subsidence sehingga generasi mendatang bisa diberikan lahan untuk dapat menanam
dan mengembangkannya. Untuk daerah tertentu kelestarian drainase ini mungkin
bisa dilakukan, tetapi di daerah lain hal ini tidak bisa dilakukan.
3. Sebelum melakukan penanaman kelapa sawit dengan drainase dalam, Survei Hydro-
Topographical harus dilakukan termasuk tindakan-tindakan topografi pasang surut
dengan sungai yang berdekatan, serta topografi lapisan bawah dan lapisan atas lahan
gambut tersebut. Secara umum, bahwa lahan gambut terbuka untuk tanaman kelapa
sawit maupun Acacia crassicarpa. Sebaiknya lapisan bawah gambut terletak di atas
tinggi rata-rata air sungai.

Tabel 8. Daftar Preliminary Jenis-jenis pohon endemik yang terancam langka di hutan rawa
gambut Kalimantan dan Sumatera.
Table 8 . Preliminary list of threatened endagered of endemic trees species in peat swamps forest in
Kalimantan and Sumatera ieland *)
No Jenis Pohon/ Famili/ Sebaran/
Tree species Family Distribution

1 Aglaia rubiginosa Meliaceae Kalimantan


2 Alangium havilandii Alangiaceae Kalimantan
3 Aquilaria beccariana Thymelaeaceae Kalimantan
4 Calophyllum havilandii Guttiferae Kalimantan
5 Calophyllum rigidum Guttiferae Kalimantan
6 Calophyllum sclerophyllum Guttiferae Kalimantan,Sumatera
7 Calophyllum sundaicum Guttiferae Kalimantan,Sumatera
(Kerangas)

93
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 6 No. 2, Agustus 2009 : 71 - 101

Tabel 8. Lanjutan
(Table 8. cont'd)
No Jenis Pohon/ Famili/ Sebaran/
Tree species Family Distribution

8 Calophyllum woodii Guttiferae Kalimantan


9 Combretocarpus rotundatus Anisophylleaceae Kalimantan
10 Dacryodes macrocarpa var. Burseraceae Kalimantan
kostermansii
11 Dipterocarpus borneensis Dipterocarpaceae Kalimantan
(Kerangas)
12 Dipterocarpus elongatus Dipterocarpaceae Kalimantan
13 Dipterocarpus globosus Dioterocarpaceae Kalimantan
(kerangas)
14 Dipterocarpus semivestitus Dipterocarpaceae Kalimantan
15 Dryobalanops fusca Dipterocarpaceae Kalimantan
16 Dryobalanops rappa Dipterocarpaceae Kalimantan
17 Dipterocarpus semivestitus Dipterocarpaceae Kalimantan
18 *Dipterocarpus tempehes Dipterocarpaceae Kalimantan
19 Dipterocarpus validus Dipterocarpaceae Kalimantan
20 *Dryobalanops fusca Dipterocarpaceae Kalimantan
21 Gonystylus bancanus (Cites Thymeliaceae Kalimantan
appx II)
22 Hopea rudiformis Dipterocarpaceae Kalimantan
23 Horsfieldia carnosa Myristicaceae Kalimantan
(Kerangas)
24 Horsfieldia crassifolia Myristicaceae Kalimantan
25 Horsfieldia laticostata Myristicaceae Kalimantan
26 Horsfieldia splendida Myristicaceae Kalimantan
27 *Knema mamillata Myristicaceae Kalimantan
28 Kokoona ovatolanceolata Celastraceae Kalimantan
29 Koompassia malaccensis Leguminosae Kalimantan

94
Potensi, Permasalahan dan Kebijakan yang . . .
Herman Daryono

Tabel 8. Lanjutan
(Table 8. cont'd)
No Jenis Pohon/ Famili/ Sebaran/
Tree species Family Distribution

30 Lophopetalum multinervium Celastraceae Kaltim


31 Myristica lowiana Myristicaceae Kalmantan,Sumatera

A. Pelestarian Dan Rehabilitasi Lahan Gambut

Dalam rangka mempertahankan kelestarian lahan rawa gambut, disamping


menjaga kawasan hutan rawa gambut yang ada, rehabilitasi dan pengembangan lahan
gambut perlu segera dilakukan sehingga fungsi hutan rawa gambut tersebut dapat kembali
semula.
Dalam rencana tindak rehabilitasi yang perlu dilakukan adalah, pertimbangan
terhadap status kawasan serta kondisi kawasan yang akan direhabilitasi. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5 tersebut diatas.
Mengacu pada Keppers 80 tahun 1999 tentang Pedoman Perencanaan
pengembangan lahan gambut eks PLG di Kalteng, bahwa pada lahan dengan ketebalan
gambut > 3 m yang merupakan kawasan konservasi yang harus dijaga kelestariannya
sehingga fungsi ekologisnya tetap terjaga. Pada kawasan produksi pengembangan
dapat dilakukan sesuai dengan kondisi dan tipologi kawasan tersebut. Pada kawasan
gambut yang sudah terbuka, rehabilitasi dilakukan dengan menanam jenis-jenis pohon
pioner yang cepat tumbuh di rawa gambut tersebut, untuk segera dapat menutup
keterbukaan lahan, untuk menghindari kebakaran hutan, subsidensi dan dry pellet
(hydrophobic peat soil)

B. Upaya Rehabiltasi di lahan gambut yang terdegradasi

Hutan dan lahan rawa gambut yang terdegradasi, dapat dilihat penyebab awalnya,
terutama apabila hutan rawa gambut tersebut dibuka karena drainase dalam/kanal yang
memotong kubah gambut ditambah eksploitasi kayu yang telah dilakukan sehingga
ekosistem hutan rawa gambut tersebut berubah. Di musim hujan terjadi banjir dan
dimusim kemarau terjadi kekeringan, gambut kring dan mudah terjadi kebakaran gambut.
Rehabilitasi yang perlu dilakukan adalah rehabilitasi hidrologi terlebih dahulu
dengan cara penabatan saluran/drainase (blocking canal) dengan tujuan menghambat
aliran air di saluran drainase, dan diharapkan air dapat meresap membasahi kembali
(reswamping) lahan gambut sekitar saluran drainase. Sedikit demi sedikit ketinggian air
tanah (water table) akan naik dan diharapkan regenerasi dan suksesi alam akan terjadi.
Hasil penelitian dari beberapa jenis pohon telah dilakukan uji coba
pengembangannya di lahan gambut. Hasil ringkasan penelitiannya dapat dilihat pada
Tabel 9. Dari hasil tersebut ada beberapa jenis asli yang mempunyai prospek untuk

95
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 6 No. 2, Agustus 2009 : 71 - 101

dikembangkan sebagai tanaman untuk rehabilitasi maupun sebagai jenis yang dapat
dikembangkan sebagai hutan tanaman di lahan gambut. Beberapa jenis diantaranya adalah
prupuk (Lophopetalum multinervium), geronggang (Cratoxyllum arborescens), beberapa
meranti seperti meranti tembaga (Shorea leprosula), meranti blangeran (Shorea blangeran),
meranti batu (Shorea uliginosa), Shorea selanica, punak (Tetramerista glabra), dan jelutung
(Dyera lowii). Jenis Shorea selanica dan Shorea leprosula merupakan jenis meranti yang
tumbuh baik di daerah kering, tumbuh baik juga pada daerah gambut. Jenis blangeran
dapat juga dikembangkan di daerah kering. Hasil penelitian penanaman di Kalimantan
Timur menunjukkan bahwa blangeran yang ditanam pada lahan belukar dataran kering
pertumbuhannya sangat baik pada lahan terbuka pada umur 3 (tiga) tahun dapat
mencapai tinggi kurang lebih 4,5 m dan diameter batang 3,80 cm. Jenis jelutung rawa
merupakan jenis yang relatif cepat tumbuh baik untuk dikembangkan sebagai hutan
tanaman untuk industri maupun untuk hutan rakyat, getah dan kayunya mempunyai nilai
ekonomi yang tinggi. Selain itu jenis Acacia crassicarpa merupakan jenis eksot yang terbukti
mempunyai pertumbuhan yang baik di lahan gambut baik di Sumatera maupun di
Kalimantan, untuk pengembangan hutan tanaman industri pulp.

Tabel 9. Ringkasan Hasil Uji Coba Penanaman Jenis Pohon Asli di Lahan Gambut
Table 9. Summary result of plantingtrial of indigenous tree spesies in peatland
No Lokasi Umur Jenis pohon/ Pertumbuhan/growth Daya
Uji (bl)/ Tree spesies Tinggi/ Diameter survival
coba/ Age height (m) / /
Plantingtrial (month) diameter Survival
location (cm) rate

1 Riau 37 Prupuk (Lophopetalum 4,2 4,8 59,4


multinervium)
2 Riau 37 Bintangur(Calophyllum soulatri) 2,2 1,9 31,3
3 Riau 37 Bintangur (Calophyllum sp) 3,0 1,9 24,0
4 Riau 37 Bintangur (Calophyllum tomentosum) 1,9 1,4 35,4
5 Riau 37 Geronggang (Cratoxyllum arborescens) 5,4 5,4 67
6 Riau 37 Balam (Palaquium obovatum) 1,2 1,1 2,1
7 Riau 37 Pulai rawa (Alstonia pnematophora) 2,6 2,9 17,7
8 Riau 37 Nyatoh (Palaquium obstusifolium) 1,5 0,9 10,4
9 Riau 24 Terentang (Campnosperma auriculata) 2,75 4,5 65,6
10 Riau 24 Kelat (Eugenia sp) 1,80 2,2 37,5
11 Riau 49 Meranti tembaga (Shorea leprosula) 7,75 13 85
12 Riau 49 Meranti (Shorea selanica) 5,5 10,5 80
12 Kalteng 48 Meranti blangeran ( Shorea blangeran) 6,0 6,4 95
13 Riau 36 Meranti batu (Shorea uliginosa) 6,0 7,0 95
14 Riau 8 Pasak linggau (Aglaia rubiginosa) 0,4 - 98
15 Riau 24 Punak (Tetramerista glabra) 1,9 3,1 68,8

96
Potensi, Permasalahan dan Kebijakan yang . . .
Herman Daryono

Tabel 9. Lanjutan
(Table 9. cont'd)
No Lokasi Umur Jenis pohon/ Pertumbuhan/growth Daya
Uji (bl)/ Tree spesies Tinggi/ Diameter survival
coba/ Age height (m) / /
Test trial (moth) diameter Survival
location (cm) rate

16 Kalteng 48 Jelutung (Dyera lowii) 6,4 8,0 90


17 Riau 24 Ramin (Gonystylus bancanus) 1,8 1,2 90
18 Kalteng 24 Ramin (Gonystylus bancanus) 0,5 0,8 76
19 Kalteng 24 Kapurnaga (Calophyllum macrocarpum) 0,9 1,1 56
20 Riau 24 Acacia crassicarpa 8,15 7,1 91,7

Beberapa pertimbangan kebijakan yang perlu dilakukan untuk melestarikan


hutan rawa gambut :
1. Hutan rawa gambut yang masih ada harus dijaga kelestariannya. Di lain pihak hutan
rawa gambut yang mengalami degradasi perlu segera dilakukan rehabilitasi baik
hidrologi maupun revegetasi.
2. Diharapkan tidak ada lagi konversi lahan rawa gambut untuk kepentingan lain
dalam upaya mempertahankan kelestarian fungsi ekologisnya dan lingkungan hidup.
3. Sesuai dengan Keppres 32 tahun 1990, bahwa kawasan lahan rawa gambut yang
mempunyai ketebalan gambut >3 m yang terletak di hulu merupakan kawasan
lindung/konservasi, guna menjaga fungsi hutan rawa gambut sebagai reservoir air,
rosot karbon (carbon sequestration) dan penyimpan karbon (carbon storage). Ketegasan
dan penegakan dalam implementasi Keppres No. 32 tahun 1990 sangat diperlukan
untuk tetap terjaganya kelestarian hutan dan lahan rawa gambut.
4. Selain itu, tidak hanya kawasan yang ketebalan gambutnya > 3 m yang ditetapkan
sebagai kawasan lindung, tetapi kawasan gambut dangkal (< 1 m) apabila di bawah
gambutnya terdapat lapisan pasir kuarsa (kerangas) perlu ditetapkan sebagai kawasan
lindung.Hal ini disebabkan apabila vegetasinya terdegradasi, gambut dan pasir
kuarsanya terekspose maka sulit dilakukan rehabilitasi.
5. Pembuatan drainase dalam, di lahan gambut sedapat mungkin dihindari. Apabila
pembangunan drainase saat ini telah terjadi, hal ini perlu hati-hati dengan
mengantisipasi subsidensi dan terjadinya emisi CO2. Penurunan muka air tanah dijaga
tidak terlalu lama dan menjaga pembasahan gambut diatasnya untuk mejaga
subsidensi dan tereksposenya lapisan pirit yang bersifat racun untuk tanaman.
Pengalaman drainase pada eks PLG Provinsi Kalteng yang kurang terencana dengan
baik jangan terulang lagi, dengan memotong kubah gambut yang menyebabkan
rusaknya tata air dan ekosistem hutan di lahan gambut, sehingga pada waktu
musim hujan terjadi banjir, dan pada musim kering, kekurangan air, yang dapat
memicu terjadinya kebakaran lahan gambut.

97
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 6 No. 2, Agustus 2009 : 71 - 101

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Dari uraian di atas dapat disimpulkan dan disarankan sebagai berikut:


1. Melihat adanya kekayaan biodiversity, fungsi serta peranan hutan rawa gambut yang
menjaga dan pengatur proses berlangsungnya keseimbangan lingkungan kehidupan
seperti reservoir air, rosot dan simpanan karbon serta lingkungan untuk kesejahteraan
manusia. Oleh karena itu, pengelolaan secara bijaksana harus dilakukan dengan
mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi dan budaya maupun fungsi ekologi secara
lestari
2. Mengetahui sifat karakteristik dari lahan gambut seperti, tipologi lahan adanya
subsidensi, sifat irreversible drying, tata air di lahan gambut, pengembangan jenis pohon
yang sesuai di setiap tipologi, dan lain-lain sebagai dasar pengetahuan dalam
pengelolaan hutan rawa gambut yang lestari.
3. Dalam kegiatan rehabilitasi lahan gambut yang terdegradasi, disarankan dalam
kegiatan revegetasi menggunakan jenis asli setempat yang sesuai dengan ekologi dan
tipologi habitat, dalam rangka meniingkatkan populasi jenis pohon rawa gambut
yang kini banyak terancam.

DAFTAR PUSTAKA

Adi, J., B. Setiadi dan J.O. Rieley. 2004. Hidrologi dan Simpanan Karbon Pada Lahan
Gambut Kalimantan Tengah : Dampak Proyek PLG dan Kemungkinan
Restorasi. Jurnal Air, Lahan dan Mitigasi Bencana. Alami Vol.9 1:27-34
Anonim 1991. Indonesian Tropical Forestry Action Programme. Country Brief. Ministry
of Forestry. Government of Indonesia. FAO. Jakarta.
Badan Planologi Kehutanan. 2005. Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2005.
Departemen Kehutanan R.I Jakarta.
Daryono, H. 1994. Impact Logging on Peat Swamp Forest in Central Kalimantan,
Indonesia. PhD Thesis UPLB. Los Banos. The Philippines. 279 p.
Daryono, H. 2000. Kondisi Setelah Penebangan dan Pemilihan Jenis Pohon yang Sesuai
Untuk Rehabilitasi dan Pengembangan Hutan Tanaman di Lahan Rawa Rambut
dan Ekspose Hasil Penelitian di Hutan Lahan Basah. BTR.Banjarbaru. Puslitbang
Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. 21-42 pp.
Departemen Kehutanan. 2005. Pembangunan Hutan Tanaman di Lahan Gambut.
Direktorat Jenderal Bina Produksi kehutanan. Seminar Pembangunan HTI di
Lahan Gambut. Tantangan dan Realitas. Hal 3-4. Bogor, 14 September 2005.

98
Potensi, Permasalahan dan Kebijakan yang . . .
Herman Daryono

Deptrans, 1988. Tabel Perkiraan luas dan penyebaran lahan gambut di Indonesia
menurut beberapa sumber. Di dalam, Najiyati, S., Lili Muslihat dan I Nyoman N.
Suryadiputra. 2005. Panduan pengelolaan lahan gambut untuk pertanian
berkelanjutan. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia.
Wetlands International - Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada.
Bogor. Indonesia. Hlm.2
Deptrans, 1990. Tabel perkiraan luas dan penyebaran lahan gambut di Indonesia
menurut beberapa sumber. Di dalam, Najiyati, S., Lili Muslihat dan I Nyoman N.
Suryadiputra. 2005. Panduan pengelolaan lahan gambut untuk pertanian
berkelanjutan. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia.
Wetlands International - Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada.
Bogor. Indonesia. Hlm.2
Driessen, P.M. 1978. Peat soils. p763-779. In IRRI. Soils and Rice. Los Banos, Philippines.
Driessen, P.M. 1976. Peat Soils. Di Dalam Seminar Soil and Rice. Soil Research Institute.
Bogor. Indonesia 763-779 pp.
Diemont, W.H., Nabuurs, G.J., Rieley, J.O., and Rijksen, H.D. 1997. Climate Change
and Managemnet of Tropical Peatlands as a Carbon Reservoir.In Biodiversity and
Sustainability of Tropical Peatlands.(Eds J.O Rieley and S.E. Page) Samara
Publishing. Cardigan,UK. Pp. 363-368.
Dwiyono, A. and Rachman, S. 1996. Management and Conservationof the tropical peat
forest of Indonesia. In : Maltby, E., lmmirzi, C.P and Safford, R.J.
(eds).Tropicallowaland peatlands of Southeast Asia, Poceedings of a workshop on
integrated planning and managementof tropical lowland peatlands at
Cisarua,Indonesia, 3 - 8 Jul 1992. IUCN,Gland, Switzerland.
Euroconsult. 1984. Nationwide study of coastal and near coastal swampland in Sumatra,
Kalimantan, and Irian Jaya. Vol. I and II, Arnhem.
Gomez, K.A, and A.A. Gomez. 1984. Statistical Prosedure For Agricultural Research.
2nd ed. John Wiley and Sons. New York. 680p.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2007. Tentang Percepatan
Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan pengembangan Lahan gambut Di
Kalimantan Tengah.
Keppres No.32 Tahun 1990. Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
Keppres No.82 Tahun 1995 Tentang Pelaksanaan Pengembangan Lahan Gambut Untuk
Pertanian Untuk Tanaman Pangan Di Kalimantan Tengah
Keppres No. 80. Tahun 1999. Tentang Pedoman Umum Perencanan dan Pengelolaan
Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah.

99
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 6 No. 2, Agustus 2009 : 71 - 101

Mulyanto, B. 2000. Pendekatan dan Strategi Pemanfaatan Hutan rawa Gambut.Eks PLG
Sejuta Hektar. Di dalam prosiding Semi Pengelolaan Hutan Rawa Gambut dan
Ekspose Hasil Penelitian di Hutan Lahan Basah. BTR, Banjarbaru. Puslitbang
Hutan danKonservasi Alam. Bogor.
Notohadiprawira,T. 1997 Twenty-Five years Experience in Peatland for
Developmentand For Agriculture in Indonesia. In Biodiversity and Sustainability
of Tropical Peatlands (Eds Riely ,JO and S.E Page ). Samara Publishing.Ltd. pp
301-309.
Nugroho, K., Alkasuma, Paidi, W. Wahdini, Abdulrachman, H. Subagjo, dan IP.G.
Widjaja-Adhi. 1992. Peta Areal Potensial untuk Pengembangan Pertanian Lahan
Pasang Surut, Rawa dan Pantai. Proyek PendayagunaanSumberdaya Lahan,
Puslittanak.
Page SE, and J.O. Rieley. 1998. Tropical Peatlands : a Rieview of Their Natural Resources
Functions with Particular Reference to Southeast Asia. International Peat Jurnal 8:
95-106
Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 14/Permentan/PL.110/2/2009. Tentang
Pedoman Pemanfaatan Lahan Gambut Untuk Budidaya Kelapa Sawit
Post, R.M., W.R . Emanuel, P.J. Zinke and Stangerberger. 1982. Soil Carbon Pools and
World Life Zones. Nature 298: 156-159
Prentice, C. 1990. Environmental Action Plan For The North Selangor Peat Swamp
Forest . Asian Wetland Bureau/WWF Malaysia, Kuala Lumpur. Malaysia.
Puslittanak, 1981. Tabel Perkiraan luas dan penyebaran lahan gambut di Indonesia
menurut beberapa sumber. Di dalam, Najiyati, S., Lili Muslihat dan I Nyoman N.
Suryadiputra. 2005. Panduan pengelolaan lahan gambut untuk pertanian
berkelanjutan. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia.
Wetlands International - Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada.
Bogor. Indonesia. Hlm.2
Rajagukguk, B. 1993. Tabel perkiraan luas dan penyebaran lahan gambut di Indonesia
menurut beberapa sumber. Di dalam, Najiyati, S., Lili Muslihat dan I Nyoman N.
Suryadiputra. 2005. Panduan pengelolaan lahan gambut untuk pertanian
berkelanjutan. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia.
Wetlands International - Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada.
Bogor. Indonesia. Hlm.2
Soekardi M., dan A. Hidayat.1988. Extent and distribution of peatsoils of Indonesia.
Third meeting cooperative resarch on problem soils. CRIFC. Bogor.
Subagyo, H., M. Sudjadi, E. Suryatna, and J. Dai. 1990. Wet soils of Indonesia. p. 248-259.
In Kimble, J.M. 1992 (ed.). Proc. Eighth Int. Soil Correl. Meeting (VIII ISCOM):
Characterization, Classification, and Utilization of Wet Soils.

100
Potensi, Permasalahan dan Kebijakan yang . . .
Herman Daryono

Takashi, H., S. Shimada, B.F. Ibie, A.Usup, Yudha and S.H. Limin. 2002. Annual changes
of Water balance and a Drought Index in a Tropical Peatswamp Forest of Central
Kalimantan. Indonesia. Proceeding of Jakarta Symposium on Peatlands for
People. BPPT and Indonesian Association.
Tim Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 2000. Penyusunan Rencana Strategis
Pola Rehabilitasi Hutan Ex Lahan Gambut Seluas 700.000 Ha Di Klaimantan
Tengah. Laporan Akhir. Buku II. Data dan Analisis. Kerjasama Fakultas
Kehutanan Istitut Pertanian Bogor dengan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan
dan Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Tahun
Anggaran 1999/2000.
Wahyunto, S. Ritung, Suparto dan H. Subagyo. 2005. Sebaran Gambut dan Kandungan
Karbon di Sumatera dan Kalimantan. Proyek Climate Change, Forests and
Peatlands in Indoesia. Wetllands International-Indonesia Programme dan Wildlife
Habitat Canada.Bogor.
Wetland International. 1996. Pelingkupan Amdal Di Lahan Basah (Disampaikan Oleh
I.N.N Suryadipura). Seminar Regional Aplikasi Amdal Pada lahan Reklamasi
Rawa. Pusat Penelitian Lingkungan. Universitas Lambung Mangkurat. 12 pp.

101

Anda mungkin juga menyukai