Oleh :
KELOMPOK 8
Bismillahirrahmannirrahiim…..
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas izin
dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu. Tak lupa pula
sayahaturkan shalawat serta salam kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW. Semoga
syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak.
Penulisan makalah berjudul “PROMOSI KESEHATAN SAAT BENCANA”
bertujuan untuk memenuhi tugas.
Akhirul kalam, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Besar
harapan kami agar pembaca berkenan memberikan umpan balik berupa kritik dan saran.
Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Aamiin.
wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh…
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
A Latar Belakang..........................................................................................................1
B Rumusan Masalah.....................................................................................................2
C Tujuan.......................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................3
A Kesimpulan...............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara geologis dan hidrologis, Indonesia merupakan wilayah rawan bencana
alam. Salah satunya adalah gempa bumi dan potensi tsunami. Hal ini dikarenakan wilayah
Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-
Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia di bagian utara dan Lempeng Pasifik di
bagian Timur. Ketiga lempengan tersebut bergerak dan saling bertumbukan sehingga
Lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah lempeng Eurasia dan menimbulkan gempa
bumi, jalur gunung api, dan sesar atau patahan. Penunjaman (subduction) Lempeng Indo-
Australia yang bergerak relatif ke utara dengan Lempeng Eurasia yang bergerak ke selatan
menimbulkan jalur gempa bumi dan rangkaian gunung api aktif sepanjang Pulau
Sumatera, Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara sejajar dengan jalur penunjaman kedua
lempeng tersebut.
Bencana menimbulkan dampak terhadap menurunnya kualitas hidup penduduk,
termasuk kesehatan. Salah satu permasalahan yang dihadapi setelah terj adi bencana
adalah pelayanan kesehatan terhadap korban bencana. Untuk penanganan kesehatan
korban bencana, berbagai piranti legal (peraturan, standar) telah dikeluarkan. Salah
satunya adalah peraturan yang menyebutkan peran penting Puskesmas dalam
penanggulangan bencana (Departemen Kesehatan RI, 2007). Namun berkaitan dengan
permasalahan kesehatan dalam kondisi bencana dan penanganannya relatif masih terbatas.
Bentuk-bentuk promosi kesehatan dalam situasi emergensi akan tergantung dengan
berbagai hal. Implementasi program promosi di lingkungan pengungsian misalnya, bisa
akan bervariasi mengingat situasi dan penyebab pengungsian itu sendiri. Situasi di
kamp/barak atau tenda-tenda di lingkungan rumah-rumah tinggal sebagaimana terjadi
dalam gempa di Yogyakarta atau di kamp-kamp besar seperti di Aceh dan Nias misalnya.
Atau pengungsi Merapi dan banjir di Kalimantan Timur yang mobilisasi dalam satu lokasi
kamp hanya berlangsung dalam jangka pendek.
Setiap situasi dan setiap titik-titik dalam manajemen bencana (preparedness,
respon, recover, mitigate), akan memberikan tantangan dan output promosi yang spesifik.
Situasi konflik sosial dan bersenjata seperti di NAD, Ambon, dan Poso juga memerlukan
pendekatan yang berbeda dalam memberikan pelayanan, dalam hal ini misalnya adalah
kontak waktu dengan sasaran yang akan secara signifikan terkurangi mengingat kondisi
1
keamanan. Sehingga dengan demikian, kondisi, situasi dan tahap manajemen bencana
yang spesifik tersebut memerlukan kajian dan perancangan promosi yang berbeda.
Ada banyak pengetahuan di bidang ilmu sosial, perilaku, dan ekonomi yang dapat
memberikan wawasan yang besar tentang pengambilan keputusan, mengkomunikasikan
risiko, dan dinamika manusia yang terlibat dalam mitigasi bahaya (FEMA, 2008).
Beragam pendekatan promosi kesehatan di dalam sejarah kesehatan masyarakat
membuktikan bahwa persiapan yang sederhana sekalipun dapat memberikan perbedaan
yang berarti dalam mengurangi resiko dan korban dalam kejadian-kejadian gempa bumi.
Pendekatan promosi dan pelatihan siaga gempa dipilih berdasarkan pemahaman (Fabrigar
L.R., 2006) yang menyatakan bahwa sikap yang selaras dengan perilaku yang berdasarkan
pada pengetahuan dapat menjadi prediktor terhadap perilaku. Kesiagaan terhadap bencana
gempa merupakan salah satu perilaku kesehatan untuk melindungi diri, keluarga hingga
masyarakat yang menitikberatkan perhatian kepada perilaku setiap anggota masyarakat.
Dengan pengetahuan dan pelatihan maka diharapkan akan membangun perilaku kesiagaan
gempa bumi yang tangguh.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat disimpulkan permasalahan, yaitu:
1. Apa saja permasalahan kesehatan dalam kondisi bencana ?
2. Apa yang dimaksud promosi kesehatan pada situasi emergensi?
3. Bagaimana pengetahuan tentang kesiagaan bencana melalui promosi dan pelatihan
siaga gempa bumi ?
C. Tujuan
Adapun tujuan permasalahan, yaitu:
1. Untuk mengetahui permasalahan kesehatan dalam kondisi bencana.
2. Untuk mengetahui promosi kesehatan pada situasi emergensi.
3. Untuk mengetahui pengetahuan tentang kesiagaan bencana melalui promosi dan
pelatihan siaga gempa bumi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
fasilitas umum, termasuk jalan dan pelayanan kesehatan. Sebagian gempa bumi disertai
dengan gelombang tsunami yang semakin memperparah dampak bencana tersebut
terhadap penduduk yang terkena dampak. Data BNPB mencatat gempa bumi dan
tsunami besar pada akhir tahun 2004 merupakan yang terbesar. Ratusan ribu orang
menjadi korban dalam peristiwa tersebut, terutama di wilayah Provinsi Aceh dan
Sumatera Barat. Selain gempa-tsunarni 2004 tersebut, bencana serupa yang relatif
parah juga teijadi di Kepulauan Mentawai (2010) dan Ciarnis (2006).
4
memerlukan perawatan medis, misalnya, relatif lehih hanyak dijumpai pada hencana
gempa humi dihandingkan dengan kasus cedera akihat hanjir dan gelomhang pasang.
Sehaliknya, hencana hanjir yang terjadi dalam waktu relatif lama dapat menyehahkan
kerusakan sistem sanitasi dan air bersih, serta menimhulkan potensi kejadian luar biasa
(KLB) penyakit-penyakit yang ditularkan melalui media air (water-borne diseases)
seperti diare dan leptospirosis. Terkait dengan hencana gempa humi, selain dipengaruhi
kekuatan gempa, ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi hanyak sedikitnya korhan
meninggal dan cedera akihat hencana ini, yakni: tipe rumah, waktu pada hari terjadinya
gempa dan kepadatan penduduk (Pan American Health Organization, 2006).
5
bencana. Pada bagian akhir dari bencana adalah fase mitigasi (penurunan) dimana
berbagai hal terkait dengan dampak bencana mulai menurun, penduduk telah mulai
kembali kepada kondisi keseharian yang “normal”.
Garis penghubung fase mitigasi dan kejadian berikutnya, tidak secara langsung
sebagai rangkaian bencana. Seringkali garis ini terjadi dalam jangka panjang sebagai
contoh kasus gempa di Yogyakarta yang telah berlangsung cukup lama dari kasus
gempa besar sebelumnya. Garis ini juga terjadi pada kondisi tanpa bencana.
Bentuk penjelasan lain sebagaimana diadopsi dari Oxfam adalah sebagai berikut:
a. Tahap Risiko tinggi
Tahap ini bisa terjadi dalam hitungan hari atau minggu dan dicirikan
dengan transisi orang-orang ke kamp-kamp pengungsian. Seringkali dicirikan
dengan masih adanya gempa susulan, banjir yang masih berlangsung atau
konflik. Pergerakan cenderung dilakukan untuk mempertahankan atau
memenuhi kebutuhan dasar. Keselamatan fisik termasuk perlukaan seringkali
tidak menjadi pilihan utama. Disinilah kasus tetanus menjadi tinggi terjadi saat
terjadinya gempa di Yogykarta dan sekitarnya. Dalam kondisi ini, kekacauan
masih sangat terlihat jelas, seringkali pula akan banyak ditemui adanya keluarga
yang tercerai berai. Partisipasi penuh dari masyarakat tidak memungkinkan
untuk dilakukan namun demikian tahap pengkajian promosi sudah bisa dimulai
melalui pengamatan dan diskusi pendalaman. Perubahan kondisi yang bisa
berlangsung dengan cepat juga menjadi alasan untuk segera bisa mengambil
kesimpulan tentang kebutuhan (program promosi).
b. Tahap Risiko Sedang / Menengah (Medium Risk)
Situasi mulai berangsur tenang yang bisa berlangsung dalam beberapa
minggu namun juga bisa dalam berbulan-bulan. Stabilitas di kamp dan atau
tempat lain mulai terlihat. Struktur-struktur sosial darurat di komunitas mulai
terbentuk dan bekerja. Meskipun demikian struktur sosial ini tidak selalu baru
muncul pada tahapan ini. Pada banyak kasus, seperti di El Salvadore, dan
beberapa daerah di Afrika menunjukkan bahwa struktur dan ikatan sosial justru
tumbuh pada fase akut diatas. Struktur ini bisa merupakan struktur baru atau
merupakan struktur lama yang diaktifkan kembali. Kebutuhan dasar pada tahap
ini tidak selalu telah terpenuhi demikian pula dengan perawatan medis
(kekurangan atau kurang merata). Salah satu cirri khas dari bencana gempa di
Yogyakarta bahwa kamp tersebar luas di seluruh wilayah dan tidak
6
mengelompok seperti halnya di Aceh maupun di Nias. Pada kondisi ini
distribusi logistik dan kebutuhan dasar lain sebagaimana pula perawatan medik
menjadi lebih sulit dilakukan termasu pemerataannya. Angka kesakitan dan
kematian mulai menurun, meskipun resiko kesakitan dan kematian kadangkala
masih cukup tinggi atau justru semakin tinggi karena kondisi lingkungan dan
keterbatasan lain. Struktur sosial yang telah terbentuk semakin lama semakin
memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan di lingkungannya.
Partisipasi warga juga semakin teroorganisir dan terkoordinasi. Pada tahap ini
upaya promosi dengan melibatkan partisipasi masyarakat menjadi semakin
terbuka.
c. Mempertahankan kesehatan
Bisa saja terjadi bahwa orang-orang akan tinggal dalam jangka panjang
di kamp pengungsian seperti di NAD, namun bisa pula bahwa orang-orang akan
kembali di lingkungan rumahnya dan mendirikan tenda di sekitarnya seperti di
Jogja atau kembali ke rumah yang masih bisa ditinggali seperti dalam kasus
banjir di Sulawei atau Kalimantan. Bagaimanapun kondisinya, tetaplah
pentinguntuk diperhatikan dan diwaspadai adanya kemungkinan bahwa
mungkin situasi kembali memburuk. Para korban telah melakukan kembali
aktifitas harian rutin seperti bekerja datang ke pasar. Infrastruktur telah mulai
dibangun kembali dalam jangka panjang dan organisasi komunitas telah
beroperasi lagi secara penuh. Pemerintahan telah berjalan normal, demikian
pula untuk sekolah, kelompok-kelompok masyarakat mungkin semakin
bertambah kuat dan lebih aktif daripada sebelum bencana. Upaya promosi
semakin terbuka lebar dengan semakin lengkapnya infra struktur. Beberapa
kebutuhan lanjutan mungkin diperlukan dalam masa transisi ke kondisi normal
ini misalnya kebutuhan tempat pembuangan tinja.
7
Perilaku korban dalam hal ini bisa kita asumsikan kepada dua masa/tahapan
yaitu masa akut dan masa rehabilitasi/recovery. Masa/tahap preparedness bisa
dikategorikan dalam rangkaian bencana namun pada umumnya adalah situasi yang
tidak sedang dalam kondisi bencana. Sehingga penilaian tentang perilaku lebih
menyandarkan kepada perilaku-perilaku dalam kondisi normal.
Pada masa akut (misalnya pada saat gempa terjadi), contoh seseorang yang
mendengar (berita, isu) atau merasakan sesuatu bencana, seringkali mengalami rasa
ketakutan yang berlebih dan panik. Kondisi ini seringkali diikuti dengan meninggalkan
daerah bencana ke tempat yang justru dalam beberapa kasus malah tempat bencana
yang sesungguhnya. Kondisi ketidak pastian ini semakin diperburuk dengan
minimnya informasi dan komunikasi yang valid yang bisa menenangkan kondisi.
Kondisi ini semakin diperburuk dengan pengetahuan dan informasi yang kurang tepat
serta minimnya kemampuan dalam menghadapi kondisi bencana. Kasus isu tsunami di
berbagai wilayah di Indonesia adalah contoh dari perilaku ini.
Ketidakmampuan untuk memahami dan mengontrol situasi ini erat kaitannya
dengan minimnya informasi yang benar terkait bencana yang mengimplikasikan peran
promosi dalam tahapan preparedness yang masih belum berjalan dengan baik.
Ketidak mampuan dalam mengontrol situasi membawa kepada kekacauan, disorientasi
dan munculnya perilaku-perilaku yang tidak terduga. Emosi yang berlebih dan tidak
terkontrol juga terlihat dalam kondisi tersebut yang seringkali diikuti dengan histeria,
dalam hal ini lebih cenderung terjadi pada individu- individu dan tidak berpengaruh
kepada orang banyak.
Karakteristik kondisi emergensi selalu ditandai dengan titik kejadian (bencana).
Titik ini memisahkan situasi yang berbeda sebelum dan sesudah bencana. Hal ini
penting untuk diketahui dan dikaji oleh setiap promotor kesehatan karena akan
memiliki dampak yang cukup luas dalam mempersiapkan materi untuk promosi
kesehatan. Meskipun dalam hal ini penduduk yang telah memiliki pengalaman bukan
berarti mereka benar- benar telah siap untuk menghadapi bencana berikutnya.
Intervensi promosi menjadi komponen krusial untuk menghilangkan gap ini.
8
akan muncul, sehingga prioritisasi pekerjaan menjadi bagian tugas penting dalam
kondisi emergensi pada khususnya.
Beberapa karakteristik membedakan antara emergensi dengan kondisi normal.
Situasi yang bisa berubah dengan cepat, waktu yang sangat pendek (khususnya untuk
fase akut/respon), sumberdaya lokal yang terbatas dll, namun tetap penting untuk
memasukan semua siklus dan tahapan perancangan dengan hati-hati. Framework
perancangan promosi tetap bisa diterapkan meskipun pada akhirnya harus mengikuti
pola situasi yang ada. Rentang waktu perancangan program menjadi sangat berbeda.
Need Assesment
Sumative (Commumity.Analysis &
Targeted Assesment)
Evaluation Planning
Formative
Implementation
10
b. Kontak dengan dengan unit pelayanan kesehatan khususnya bagian medik untuk
meilhat perkembangan situasi kesehatan dan surveilance epidemiologi tetap
diperlukan. Hal ini penting sebagai cara untuk memonitor seberapa bagus
kontribusi program terhadap dampak perbaikan atau pencegahan resiko
kesehatan akibat bencana.
c. Pada tahap ini mungkin akan banyak ditemukan program-progrm promosi dari
berbagai agensi. Program atau intervensi oleh berbagai agensi dan pemerintah
mungkin tidak secara tegas adalah sebagai sebuah program promosi (misal
imunisasi), namun yang seringkali ditemukan bahwa program-program tersebut
juga mengandung komponen promosi. Program-program yang secara tegas
menyebutkan sebagai aktifitas promosi kemungkinkan juga akan bermunculan,
meskipun dari pengalaman di NAD, Nias, Yogyakarta belum optimal. Pembaca
disarankan untuk mengkaji lebih lanjut dalam 7 Step To Build Media In
Emergency Situation dari WHO.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
13
DAFTAR PUSTAKA
BNPB. 2010. Laporan harlan tanggap darurat Gunung Merapi 8 Desember 2010.
Yogyakarta: BNPB.
Few, R. dan Matthies, F. 2006. Flood hazards and health: responding to present and future
risks. London: Earthscan.
Oxman, R. (2001). Knowledge: The Sciences: Not What We Believe but What We Really
Know.USA: Xlibris corporation.
14
Pemerintah Kabupaten Teluk Wondama Provinsi Papua Barat. 2010. Laporan Pasca
Bencana Kota Wasior 4 Oktober 2010. Wasior: Pemerintah Kabupaten Teluk
Wondama.
Rahayuwati, L., Nurhidayah, I., Ibrahim, K., & Setyorini, D. (2018). Pendidikan dan
Promosi Kesehatan tentang Pencegahan Penyakit Kanker melalui Pilihan Jajan
pada Siswa-Siswi Sekolah Dasar serta mengenali Potensi Masyarakat dalam
Peningkatan Kesehatan. Media Karya Kesehatan, 1(2).
Widyastuti, E., Silaen, G., Priesca, A., Handoko, A., Blanton, C., Handzel, T., Brennan,
M. dan Mach, 0. 2006. Assessment of health-related needs after tsunami and
earthquake - Three districts, Aceh Province, Indonesia, July-August 2005.
Morbidity and Mortality Weekly Report, 55(4):93-7.
15