PENDAHULUAN
1
Tenggara, sedangkan lempeng Pasifik berada di bagian Utara pulau Papua dan
Halmahera. Beberapa wilayah yang sangat rawan terjadinya bencana gempa bumi
atau patahan dari data statistik di antaranya Sumatera, Sulawesi, Papua dan
Maluku.5
5
BNPB, “Resiko Bencana Indonesia”, (Jakarta: BNPB, 2016), 14-15.
6
BMKG, “KIlas Balik 2019: Kejadian Bencana Terkait Cuaca, Iklim, dan Gempabumi”,
(diakses dari:https://www.bmkg.go.id/berita/?p=kilas-balik-2019-kejadian-bencana-terkait-cuaca-
iklim-dan-gempabumi&lang=ID), pada tanggal 22 Mei 2020, Pukul: 22:00 WIB.
7
Maluku Terkini, “Dua Bulan Pasca Gempa M6,5: BMKG Catat 2526 Kali Gempa
Susulan Guncang Pulau Ambon dan Sekitarnya”, (diakses
dari:https://www.malukuterkini.com/2019/11/26/dua-bulan-pasca-gempa-m65-bmkg-catat-2-526-
kali-gempa-susulan-guncang-pulau-ambon-dan-sekitarnya/), pada tanggal 25 Mei 2020, Pukul
20:16 WIB.
2
Dampak dari bencana alam di atas, menurut Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) telah menyebabkan 15.000 ribu lebih jiwa
mengungsi di daerah pengunungan, selain itu menimbulkan lebih dari 100 korban
luka dan 23 korban meninggal. Kerusakan pada rumah warga yang adalah
sebanyak 176 unit rumah dan kerusakan pada infrastruktur pendidikan adalah
sebanyak 5 unit gedung. Wilayah yang terkena dampak dari peristiwa bencana
gempa yaitu; Negeri Waai.8
8
BMKG, “Gempa Ambon 26 September 2019: Estimasi Stress Dropdan Coulumb Stress
Tranfer”, (diakses dari: https://www.bmkg.go.id/berita/?p=gempa-ambon-26-september-2019-
estimasi-stress-dan-coulumb-stress-transfer&lang=ID&tag=artikel), pada tanggal 25 Mei 2020,
Pukul: 21:15 WIB.
9
Wawancara via telefon , pada hari minggu15 maret 2020, pukul: 12:35 WIB, dengan
OS.
10
Wawancara via telefon , pada hari minggu15 maret 2020, pukul: 12:35 WIB, dengan
OS.
3
Gempa yang terjadi telah menimbulkan trauma bagi setiap individu korban
bencana. Trauma merupakan suatu kondisi emosional yang timbul setelah suatu
peristiwa yang tidak mengenakkan, menyedihkan, menakutkan, mencemaskan dan
menjengkelkan seperti peristiwa bencana gempa.11 Perubahan kondisi emosional
yang tidak stabil pada individu akan memberi dampak terhadap tindakan individu
yang tidak seperti biasanya. Misalnya individu yang lebih mudah tersinggung,
perubahan mood (suasana hati) yang cepat senang dan sedih, sangat cemas dan
tegang (nervous), atau bahkan menjadi depresi. Kondisi emosi demikian akan
mempengaruhi kondisi spiritualitas dari individu korban bencana, misalnya tidak
beribadah dengan baik dan relasi dalam keluarga tidak harmonis. Selain itu, akan
memberi dampak berupa terbatasnya relasi sosial dengan orang lain dan
berpotensi konflik yang disebabkan oleh keadaan yang berkekurangan, seperti
makanan yang menipis dan air minum yang terbatas.12
Sejalan dengan itu, penulis melihat traumatis yang dirasakan warga jemaat
GPM Waai diakibatkan beberapa indikator misalnya kehilangan anggota keluarga,
kebutuhan hidup yang harus dipenuhi, kehilangan tempat tinggal, dan penyebaran
berita-berita hoax.
11
Nirwana, H., “Konseling trauma pasca bencana”, Ta'dib, Vol 15 No 2, Tahun: 2016,
125.
12
Masykur, A. M., “Potret psikososial korban gempa 27 mei 2006 (sebuah studi
kualitatif di Kecamatan Wedi dan Gantiwarno, Klaten)”, Jurnal Psikologi, Vol 3 No 1, Tahun:
2006, 39.
13
Nirwana, H., “Konseling trauma pasca bencana”, 125.
4
selimut, peralatan kesehatan dan belajar bagi korban bencana.14 Sedangkan
bantuan psikologis yang diberikan adalah berupa kegiatan trauma healing.
Menurut EB sebagai salah satu informan bahwa kegiatan trauma healing yang
dilakukan belumlah efektif. Karena masih ada korban bencana yang memiliki rasa
trauma khusus orang tua.15
Berdasarkan temuan di atas perlu adanya peran gereja GPM Jemaat Waai
melalui pelayanan pastoral untuk memberikan spirit atau penguatan bagi warga
jemaat dalam menghadapi trauma yang terjadi dan dapat tetap bertahan hidup.
Dalam hal ini gereja dapat berperan dalam memberikan pelayanan pendampingan
dan konseling pastoral sebagai spirit bagi warga jemaat korban bencana.
Mengingat bahwa pelayanan pastoral memiliki peranan dan fungsi untuk
membimbing, menopang, menyembuhkan, memulihkan dan memelihara individu
ataupun warga jemaat korban bencana untuk dapat menemukan solusi dari
masalah yang sedang dihadapi dan dapat membantu individu atau warga jemaat
yang memiliki kondisi emosional atau spiritual yang tidak baik. Tidak hanya
terbatas pada pelayanan pastoral, tetapi pelayanan kasih oleh gereja dalam
memberikan sembako sangat diperlukan oleh warga jemaat dalam masa gempa.
Dalam pelayanan pastoral, gereja bersinergi dengan pemerintah terkait
penyebaran berita hoax yang dapat mempengaruhi keadaan jemaat menjadi panik.
Selain itu, peran pemerintah dan organisasi masyarakat setempat juga sangat
diperlukan oleh warga jemaat korban bencana dalam memberikan bantuan lewat
pelayanan kasih ataupun pelayanan kesehatan.
14
Wawancara via telefon, pada hari Rabu 19 Agustus 2020, pukul: 10:00 WIB, dengan
EB.
15
Wawancara via telefon, pada hari Senin 31 Agustus 2020, pukul: 15:37 WIB, dengan
EB.
5
menunjukan bahwa peristwa bencana memberi respon pada perubahan kondisi
spiritualitas yang semakin baik.16
Penelitian yang dilakukan oleh Ardiman Adami dan Rr. lndah Ria
Sulistyorini (2008) tentang “Spirtualitas dan Proactive Coping Pada Survivor
Bencana Gempa Bumi di Bantul”. Penelitian ini dilakukan untuk mengukur
kondisi spiritualitas individu survivor bencana gempa di Bantul. Ardiman dan
Indah menyimpulkan bahwa semakin tinggi kondisi spiritualitas survivor gempa,
maka semakin tinggi pula proactive coping yang dilakukannya. Sebaliknya,
semakin rendah tingkat spiritualitas survivor gempa, maka semakin rendah pula
proactive coping yang dilakukannya. 17 Dengan demikian, penulis melihat bahwa
adanya aspek yang membedakan dengan penelitian terdahulu adalah penulis akan
melihat kondisi spiritualitas dan emosional korban bencana gempa dari sudut
pandang pastoral.
1.2.Rumusan Masalah
1.3.Tujuan Penelitian
1.4.Manfaat Penelitian
16
Anika, N. , “Pengalaman Adaptasi Remaja Pasca Bencana Gempa Di Lombok Nusa
Tenggara Barat”, (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga), tahun 2019.
17
Adami, A., & Sulisyorini, R. I. R. , “Spiritualitas Dan Proactive Coping Pada Survivor
Bencana Gempa Bumi Di Bantul”, Psikologika: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, Vol.
13 No. 25, Tahun 2008, 49-60.
6
Diharapkan dengan penelitian yang dilakukan dapat memberi
sumbangsi besar bagi setiap pembaca akademis maupun non-akademis
akan pemahaman baru tentang dampak bencana gempa terhadap
kondisi Spiritualitas dan Emosional bagi setiap orang yang
mengalaminya.
1.4.2 Secara Praktis:
Diharapkan penelitian ini dapat membantu Gereja Protestan Maluku
dalam melakukan pelayanan pendampingan dan konseling pastoral
terhadap kondisi Spiritualitas dan Emosional yang mengalami bencana
gempa. Dan diharapkan penilitian yang dilakukan dapat bermanfaat
bagi Gereja Protestan Maluku dan Fakultas Teologi – Universitas
Kristen Satya Wacana.
1.5.Metode Penelitian
Menurut Denzin dan Lincoln (1994) metode kualitatif adalah metode yang
tidak menggunakan statistik atau hitungan, tetapi didasarkan pengamatan dan
analisa dari deskripsi narasumber yang jelas dan detail, sehingga penyajian atas
temuan akan sangat kompleks, rinci dan komperhensif sesuai dengan fenomena
yang terjadi.19 Artinya metode penelitian kualitatif memiliki peranan dan fungsi
yaitu untuk mencari data atau mengeksplorasi berdasarkan fakta lapangan. Sebab
itu, penelitian kualitatif sangat cocok untuk digunakan dengan hal-hal yang
berkaitan dengan aktivitas-aktivitas atau perilaku dari individu dalam memastikan
kebenaran dari data sosial. Metode penelitian kualitatif membantu peneliti dalam
mengeksplorasi, mengamati, dan memasktikan secara detail berkaitan dengan
18
Albi Anggito dan Johan Setiawan, S.Pd., “Metodologi Penelitian Kualitatif”,
(Sukabumi: CV Jejak, 2018), 11.
19
Albi Anggito dan Johan Setiawan, S.Pd., “Metodologi Penelitian Kualitatif”, 9.
7
kondisi spiritualitas dan emosional dari warga jemaat GPM Waai yang mengalami
bencana gempa.
20
Albi Anggito dan Johan Setiawan, S.Pd., “Metodologi Penelitian Kualitatif”, 146.
21
Sugiyono, “Metode Penelitian Manajemen”, (Bandung: Alfabeta, 2018), 385.
22
Sugiyono, “Metode Penelitian Manajemen”, 156.
8
Teknik analisis data yang digunakan adalah pengumpulan data (reduksi),
pengolahan data, dan penarikan kesimpulan. Tahap reduksi, merupakan proses
peneliti menganalisa data dan menyeleksi data yang memudahkan untuk
penarikan kesimpulan. Bagian selanjutnya adalah bagian penyajian data. Tahap
penyajian data, merupakan proses penyajian-penyajian sekumpulan informasi
yang tersusun secara sistematis dan mudah untuk dipahami. Dengan demikian,
tahap penarikan kesimpulan merupakan tahap akhir dari analisa data yang tetap
mengarah pada rumusan masalah yang ingin dicapai. 23
1.6.Sistematika Penulisan
Dalam penulisan tugas akhir ini dibagi dalam lima bagian. Bagian
pertama, berupa pendahuluan yang berisi latar belakang penulisan, rumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika
penulisan. Bagian kedua, berisi landasan teori tentang Bencana, Dampak dan
Pastoralia. Bagian ketiga, berisi deskripsi analitis terhadap hasil penelitian.
Bagian keempat, berisi analisa kritis tentang kondisi Spiritualitas dan Emosional
dari sudut pandang pastoralia terhadap hasil penelitian. Bagian kelima, merupakan
penutup yang berisi kesimpulan berupa temuan-temuan hasil penelitian dan
pembahasan serta kontribusi bagi pihak terkait dan rekomendasi untuk penelitian
lanjutan. Bagian keenam, berisikan daftar pustaka yang memuat buku ataupun
jurnal sebagai referensi dalam penulisan tugas akhir.
23
Albi Anggito dan Johan Setiawan, S.Pd., “Metodologi Penelitian Kualitatif”, 243–249.