Anda di halaman 1dari 46

TUTORIAL KEPERAWATAN BENCANA

DOSEN PENGAMPU:
DHONA ANDHINI S.KEP., NS., M.KEP
KELOMPOK I B REGULER 2016:
1. Yusnia silvia sari 04021381621043
2. M putriani hutapea 04021381621044
3. Muhammad Akbar Rahmadi 04021381621045
4. Ratna herlina 04021381621046
5. Riska meta riyani 04021381621047
6. Shinta Miranda Utami 04021381621048
7. Zakma amalia 04021381621049
8. Serli nanda siwi didik 04021381621050
9. Holyvia Qoriatin S 04021381621051
10. Suci indah sari 04021381621052
11. Soraya khairunnisa 04021381621053

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TA 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur Yang kami panjatkan kehadiran Tuhan Maha Esa, karena berkat rahmat dan
karunia-nya yang telah di berikan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan hasil Laporan
Tutorial Skenario Blok Keperawatan Bencana ini sesuai waktu yang ditentukan.

Kami mengetahui dalam membuat laporan tutorial ini banyak sekali kekurangan yang
kami lakukan. Dengan itu kami sangat menerima saran dan masukan yang diberikan kepada
kami. Semoga laporan tutorial yang kami sajikan dapat membantu dan menambah informasi
pembaca.

Indralaya, 11 November 2019

Penulis
SKENARIO BLOK KEPERAWATAN BENCANA

11 November 2019

Setahun berselang, bencana gempa Palu masih terasa jelas di ingatan. Selama satu hari, wilayah
Sulawesi Tengah diguncang 13 kali gempa bumi. Berbagai wilayah terdampak bencana seperti
Palu, Sigi, Parigi Moutong, dan Donggala mengalami kehancuran. Bahkan akses komunikasi di
wilayah terdampak terputus. Tak lama setelah gempa terjadi, tsunami menghantam bibir pantai
kota Palu, Donggala, dan Mamuju. Gempa pertama yang terjadi pada pukul 14.00 WIB,
mengakibatkan satu orang meninggal dunia, 10 orang luka, dan puluhan rumah rusak di
Singaraja, Kabupaten Donggala. Kemudian berturut-turut gempa susulan terjadi. Pada pukul
17.02 WIB, gempa dengan kekuatan 7,4 menerjang kembali. Adapun pusat gempa berada di
kedalaman 10 kilometer di jalur sesar Palu Koro.

Selain gempa dan tsunami, masyarakat juga dikejutkan dengan fenomena likuefaksi yang
menerjang wilayah Petobo, Palu. Akibatnya, wilayah seluas 180,6 hektar di Petobo dan 202,1
hektar di Jono Oge, Kabupaten Sigi mengalami kehancuran luar biasa. Di wilayah Petobo
sendiri, likuefaksi mengakibatkan 2.050 bangunan mengalami kerusakan. Sementara di Jono
Oge, sebanyak 366 bangunan mengalami kerusakan. Bencana gempa, tsunami, serta likuefaksi
yang terjadi dalam waktu satu hari ini menimbulkan banyak korban jiwa. Setidaknya tercatat ada
2.086 korban meninggal dunia, 671 orang hilang, dan 10.679 jiwa luka berat. Tercatat pula,
sebanyak 82.775 warga mengungsi di sejumlah titik. Tak hanya itu, sebanyak 67.310 rumah dan
2.736 sekolah rusak. Serta terdapat 20 fasilitas kesehatan dan 12 titik jalan rusak berat
(Kompas.com). Anda adalah tim perawat yang ditugaskan untuk mengatasi masalah yang
dialami oleh pengungsi, diantara pengungsi tersebut ada beberapa wanita hamil, anak-anak,
lansia dan penderita penyakit kronis. Sampai saat ini masih banyak masyarakat yang mengalami
trauma, sering mangalami mimpi buruk akan kejadian bencana tersebut, kurang semangat
menjalani hidup, kesulitan untuk konsentrasi dan tidur, ketakutan, serta tidak sedikit yang
menolak jika diajak berbicara tentang bencana yang telah dialaminya.
1) Klarifikasi istilah
1. Bencana

Adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu


kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan
atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,, kerugian harta benda dan dampak
psikologis. (UU no 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana)

2. Likuefaksi
Adalah fenomena hilangnya kekuatan lapisan tanah akibat beban getaran gempa
(KKBI)

3. Trauma
Adalah keadaan jiwa atau tingkah laku yang tidak normal sebagai akibat dari
tekanan jiwa atau cedera jasmani. (KBBI)

4. Penyakit kronis
Adalah penyakit yang timbul atau berkembang dalam jangka waktu lama (KBBI)

2) Identifikasi masalah
TA Kenyataan/ observed Kesesuaian Konsen
No
1 Setahun berselang, bencana gempa Palu masih terasa jelas di SH -
ingatan. Selama satu hari, wilayah Sulawesi Tengah diguncang
13 kali gempa bumi. Berbagai wilayah terdampak bencana
seperti Palu, Sigi, Parigi Moutong, dan Donggala mengalami
kehancuran. Bahkan akses komunikasi di wilayah terdampak
terputus.
2 Tak lama setelah gempa terjadi, tsunami menghantam bibir TS V
pantai kota Palu, Donggala, dan Mamuju. Gempa pertama
yang terjadi pada pukul 14.00 WIB, mengakibatkan satu orang
meninggal dunia, 10 orang luka, dan puluhan rumah rusak di
Singaraja, Kabupaten Donggala. Kemudian berturut-turut
gempa susulan terjadi. Pada pukul 17.02 WIB, gempa dengan
kekuatan 7,4 menerjang kembali. Adapun pusat gempa berada
di kedalaman 10 kilometer di jalur sesar Palu Koro.

3 Selain gempa dan tsunami, masyarakat juga dikejutkan dengan TS VV


fenomena likuefaksi yang menerjang wilayah Petobo,
Palu.Akibatnya, wilayah seluas 180,6 hektar di Petobo dan
202,1 hektar di Jono Oge, Kabupaten Sigi mengalami
kehancuran luar biasa. Di wilayah Petobo sendiri, likuefaksi
mengakibatkan 2.050 bangunan mengalami kerusakan.
Sementara di Jono Oge, sebanyak 366 bangunan mengalami
kerusakan. Bencana gempa, tsunami, serta likuefaksi yang
terjadi dalam waktu satu hari ini menimbulkan banyak korban
jiwa. Setidaknya tercatat ada 2.086 korban meninggal dunia,
671 orang hilang, dan 10.679 jiwa luka berat. Tercatat pula,
sebanyak 82.775 warga mengungsi di sejumlah titik. Tak
hanya itu, sebanyak 67.310 rumah dan 2.736 sekolah rusak.
Serta terdapat 20 fasilitas kesehatan dan 12 titik jalan rusak
berat (Kompas.com).
4 Anda adalah tim perawat yang ditugaskan untuk mengatasi TS VVV
masalah yang dialami oleh pengungsi, diantara pengungsi
tersebut ada beberapa wanita hamil, anak-anak, lansia dan
penderita penyakit kronis. Sampai saat ini masih banyak
masyarakat yang mengalami trauma, sering mangalami mimpi
buruk akan kejadian bencana tersebut, kurang semangat
menjalani hidup, kesulitan untuk konsentrasi dan tidur,
ketakutan, serta tidak sedikit yang menolak jika diajak
berbicara tentang bencana yang telah dialaminya.

3) Prioritas masalah

PRIORITAS 1
Anda adalah tim perawat yang ditugaskan untuk mengatasi masalah yang dialami oleh
pengungsi, diantara pengungsi tersebut ada beberapa wanita hamil, anak-anak, lansia dan
penderita penyakit kronis. Sampai saat ini masih banyak masyarakat yang mengalami trauma,
sering mangalami mimpi buruk akan kejadian bencana tersebut, kurang semangat menjalani
hidup, kesulitan untuk konsentrasi dan tidur, ketakutan, serta tidak sedikit yang menolak jika
diajak berbicara tentang bencana yang telah dialaminya.

PRIORITAS 2
Selain gempa dan tsunami, masyarakat juga dikejutkan dengan fenomena likuefaksi yang
menerjang wilayah Petobo, Palu. Akibatnya, wilayah seluas 180,6 hektar di Petobo dan 202,1
hektar di Jono Oge, Kabupaten Sigi mengalami kehancuran luar biasa. Di wilayah Petobo
sendiri, likuefaksi mengakibatkan 2.050 bangunan mengalami kerusakan. Sementara di Jono
Oge, sebanyak 366 bangunan mengalami kerusakan. Bencana gempa, tsunami, serta
likuefaksi yang terjadi dalam waktu satu hari ini menimbulkan banyak korban jiwa.
Setidaknya tercatat ada 2.086 korban meninggal dunia, 671 orang hilang, dan 10.679 jiwa
luka berat. Tercatat pula, sebanyak 82.775 warga mengungsi di sejumlah titik. Tak hanya itu,
sebanyak 67.310 rumah dan 2.736 sekolah rusak. Serta terdapat 20 fasilitas kesehatan dan 12
titik jalan rusak berat (Kompas.com).

PRIORITAS 3

Tak lama setelah gempa terjadi, tsunami menghantam bibir pantai kota Palu, Donggala, dan
Mamuju. Gempa pertama yang terjadi pada pukul 14.00 WIB, mengakibatkan satu orang
meninggal dunia, 10 orang luka, dan puluhan rumah rusak di Singaraja, Kabupaten Donggala.
Kemudian berturut-turut gempa susulan terjadi. Pada pukul 17.02 WIB, gempa dengan
kekuatan 7,4 menerjang kembali. Adapun pusat gempa berada di kedalaman 10 kilometer di
jalur sesar Palu Koro.

4). Analisi masalah

PRIORITAS 1

Anda adalah tim perawat yang ditugaskan untuk mengatasi masalah yang dialami oleh
pengungsi, diantara pengungsi tersebut ada beberapa wanita hamil, anak-anak, lansia dan
penderita penyakit kronis. Sampai saat ini masih banyak masyarakat yang mengalami trauma,
sering mangalami mimpi buruk akan kejadian bencana tersebut, kurang semangat menjalani
hidup, kesulitan untuk konsentrasi dan tidur, ketakutan, serta tidak sedikit yang menolak jika
diajak berbicara tentang bencana yang telah dialaminya.

Pertanyaan :

1. Apa dampak psikologis pada korban pasca bencana?


Jawab:
Dampak Sosial Psikologis Korban bencana.Peristiwa bencana membawa dampak bagi
warga masyarakat khususnya yang menjadi korban. Beberapa permasalahan yang
dihadapi korban bencana yaitu:
a. Kehilangan tempat tinggal untuk sementara waktu atau bisa terjadi untuk
seterusnya, karena merupakan kawasan rawan bencana (termasuk dalam zona
merah).
b. Kehilangan mata pencaharian karena kerusakan lahan pertanian dan hancurnya
tempat usaha.
c. Berpisah dengan kepala keluarga karena ayah atau suami banyak yang memilih
untuk tetap tinggal di rumah dengan alasan menjaga rumah, harta benda dan tetap
bekerja sebagai petani, berkebun atau peternak.
d. Pemenuhan kebutuhan dasar berupa makan, minum, tempat tinggal sementara
atau penampungan, pendidikan, kesehatan dan sarana air bersih yang tidak
memadai. Tidak tersedia atau terbatasnya fasilitas umum dan fasilitas sosial.
e. Terganggunya pendidikan anak-anak yang tidak bisa sekolah karena kerusakan
sarana dan prasarana sekolah.
f. Risiko timbulnya penyakit-penyakit ringan (batuk, flu) ataupun penyakit menular
(misalnya diare) karena kondisi lingkungan dan tempat penampungan yang
kurang bersih dan tidak kondusif serta sarana pelayanan kesehatan yang kurang
memadai.
g. Terganggunya fungsi dan peran keluarga karena dalam satu tempat penampungan
tinggal beberapa keluarga sekaligus. Tidak optimalnya pelaksanaan fungsi dan
peran keluarga serta kemungkinan-kemungkinan hilangnya pengendalian diri
dapat menimbulkan potensi konflik dengan sesama pengungsi akibat jenuh, tidak
terpenuhinya kebutuhan hidup.
h. Hilangnya harga diri dan kemampuan baik sebagai individu maupun sebagai
keluarga karena di tempat pengungsian mereka menerima belas kasihan dari pihak
lain dan bahkan seringkali menjadi tontonan. Kecewa pada pemerintah atau
pihak-pihak lain yang tidak dapat meminimalisir kerusakan yang ditimbulkan dan
kecewa terhadap pelayanan yang diberikan oleh pemerintah yang berpotensi
menjadi aksi sosial.
i. Terhambatnya pelaksanaan fungsi dan peran sosial dalam kekerabatan serta
pelaksanaan tugas-tugas kehidupan dalam kemasyarakatan, misalnya: kegiatan
arisan, kegiatan adat atau budaya yang tidak dapat dilaksanakan di lokasi
pengungsian.
j. Kejenuhan akibat ketidakpastian berapa lama harus mengungsi, perasaan tidak
berdaya, ketakutan dan bahkan perasaan putus asa menghadapi kemungkinan
bencana yang tidak mungkin dihindari (tidak dapat melawan kehendak Tuhan).
Akibatnya timbul perasaan marah, stres atau frustrasi dengan situasi dan kondisi
yang serba tidak menentu, trauma, putus asa, merasa tidak berdaya dan
ketidakpastian terhadap masa depannya.
k. Berfikir tidak realistis dan mencari kekuatan supra natural untuk mencegah
terjadinya bencana. Kekecewaan spiritual yaitu kecewa pada Tuhan karena diberi
ujian atau hukuman bahkan cobaan kepada orang-orang yang merasa dirinya
sudah melaksanakan ibadah sesuai ajaran agama. (Marjono, 2010).
Sumber: Hikmawati E (2012) penanganan dampak sosial psikologis korban
bencana,Jurnal kemsos, Informasi, Vol. 17, No. 02 Tahun 2012.

2. Bagaimana perawat mengatasi masalah yang dialami ?


Jawab:
Berbagai upaya penanggulangan bencana yang dapat dilakukan pada setiap tahap dalam
siklus bencana antara lain:
1).Pencegahan dan mitigasi; upaya ini bertujuan menghindari terjadinya bencana dan
mengurangi risiko dampak bencana. Upaya-upaya yang dilakukan antara lain
1.Penyusunan kebijakan, peraturan perundangan, pedoman dan standar;
2.Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah kesehatan;
3.Pembuatan brosur/leaflet/poster;
4.Analisis risiko bencana pembentukan tim penanggulangan bencana;
5.Pelatihan dasar kebencanaan; dan
6.Membangun sistem penanggulangan krisis kesehatan berbasis masyarakat.
2).Kesiapsiagaan; upaya kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya bencana. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai
teridentifikasi akan terjadi. Upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain:
1.Penyusunan rencana kontinjensi;
2.Simulasi/gladi/pelatihan siaga;
3.Penyiapan dukungan sumber daya;
4.Penyiapan sistem informasi dan komunikasi.
3).Tanggap darurat; upaya tanggap darurat bidang kesehatan dilakukan untuk
menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan. Upaya yang dilakukan antara lain:
1. Penilaian cepat kesehatan (rapid health assessment);
2. Pertolongan pertama korban bencana dan evakuasi ke sarana kesehatan;
3. Pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan;
4. Perlindungan terhadap kelompok risiko tinggi kesehatan.
Sumber: Putra A, Juwita R dan Risna, dkk (2015) Peran Dan Kepemimpinan Perawat
Dalam Manajemen Bencana Pada Fase Tanggap Darurat, Idea Nursing Journal, Vol. VI
No. 1
3. Apa saja kegiatan ditempat pengungsian?
Jawab:
kegiatan di pengungsian dibagi dalam 3 kelompok
1. Kelompok besar : semua pengungsi
2. Kelompok kecil : dibagi sesuai kriteria
3. Kelompok keluarga :individu dengan kebutuhan khusus
Dengan cara :
1. Menceritakan pengalaman bencana diri sendiri dan mendengarkan pengalaman orang
lain
2. Mencurahkan perasaan jangan memendamnya
3. Bernafas dalam rileks, kontak fisik
4. Lakukan olahraga dan mengendorkan ketegangan
5. Mencari kesenangan/hobi
6. Jangan menghibur hati dengan minuman keras
7. Gizi seimbang
8. Membuat perencanaan dan tidak memaksakan diri
9. Tidak menyalahkan diri sendiri
10. Tidak menanggung kesedihan sendirian
11. Meminta pertolongan.
12. Lakukan Assessment: penilaian kualitatif dan kuantitatif terhadap kebutuhan psikososial
dan kesehatan mental
13. Upayakan kolaboratif dengan tim kesehatan lain
14. Integrasikan dalam primary health care
15. Berikan akses pelayanan untuk semua

Sumber: Maria Diah Ciptaning: Buku keperawatan kedawatdaruratan dan manajemen


bencana Tahun 2016 .
4. Siapa prioritas utama yang harus dapat ditangani?
Jawab:
Kejadian bencana akan berdampak terhadap stabilitas tatanan masyarakat.Kelompok
masyarakat rentan (vulnerability) harus mendapatkan prioritas. Salah satu kelompok
rentan dalam masyarakat yang harus mendapatkan prioritas pada saat bencana adalah ibu
hamil, ibu melahirkan dan bayi.Penelitian di beberapa negara yang pernah
mengalamibencana, menunjukan adanya perubahan pada kelompok ini selama kejadian
bencana. Bencana bom World Trade Center (September, 2000) berdampak terhadap
kejadian BBLR (berat bayi lahir rendah) pada ibu-ibu melahirkan di New York.

Selain itu, saat bencana ibu hamil bisa saja mengalami benturan dan luka yang
mengakibatkan perdarahan atau pelepasan dini pada plasenta dan rupture uteri. Keadaan
ini dapat mengakibatkan gawat janin dan mengancam kehidupan ibu dan janin. Itulah
sebabnya ibu hamil dan melahirkan perlu diprioritaskan dalam penanggulangan bencana
alasannya karenadi situ ada dua kehidupan

Sumber: Sumber: ( Maria Diah Ciptaning: Buku keperawatan kedawatdaruratan dan


manajemen bencana Tahun 2016 )

5. Bagaimana cara mengatasi trauma pada bencana tersebut?


Jawab:
Trauma merupakan keadaan dimana seseorang mengalami gangguan baik fisik maupun
psikologis akibat kejadian/pengalaman yang cukup mengerikan dan membuat mereka
tidak berdaya. Trauma juga sering dikaitkan dengan kondisi seseorang yang terpuruk aki-
bat pengalaman pahit yang menimpanya. Weaver, Flanelly dan Preston, 2003 dalam
Nirwana (2012) trauma merupakan suatu kejadian fisik atau emosional yang cukup serius
yang mengakibatkan kerusakan dan ketidakseimbangan secara substansial terhadap fisik
dan psikologis seseorang dalam jangka waktu yang relatif lama.
Mengatasi trauma pada bencana dalam perspektif bantuan pemulihan psikologis,
konseling CBT (Cognitine Behavioral Therapy) menjadi alternatif solusi yang tepat dalam
mereduksi masalah traumatik mereka, Dengan Cognitive-Behavioral Therapy
(Priscilla,2007) menggabungkan dua jenis psikoterapi yang sangat efektif, yaitu terapi
kognitif dan terapi perilaku. Tingkah laku terapi, berdasarkan pada teori pembelajaran,
membantu klien melemahkan koneksi antara pikiran dan situasi yang menyusahkan dan
reaksi kebiasaan terhadap mereka. Terapi kognitif mengajarkan klien bagaimana pola
berfikir mereka menjadi penyebab kesulitan mereka, dengan memberi mereka gambaran
yang menyimpang dan membuat mereka merasa cemas, tertekan atau marah (Beck,1995).
Ketika digabungkan dalam CBT, terapi prilaku dan terapi kognitif menyediakan alat yang
kuat untuk mengurangi gejala dan membantu klien melanjutkan fungsi normal.

Ada enam tahapan yang harus dilakukan dalam mengatasi trauma bencana yaitu:

1. engange client (bekerjasama dengan klien/konseli), yaitu bekerjasama dalam


menciptakan hubungan yang hangat, penuh empati dan sikap penghargaan, sehingga
mereka merasa ditemani dan diterima. Hal ini didasarkan pada satu keadaan dimana
korban bencana tsunami adalah individu yang sedang mengalami gangguan psikologis
berupa traumatik yang dicirikan dengan emosi yang labil, memiliki tingkat kecemasan
yang tinggi, menyalahkan diri sendiri, merasa kurang beruntung, dan tak berdaya.
Mereka membutuhkan kehadiran orang-orang yang dapat membuat mereka nyaman
secara psikologis, tulus memberikan perhatian dan penghargaan bahwa mereka bisa
bangkit dan masih memiliki masa depan yang baik. Dalam kondisi penuh penerimaan
dan penghargaan ini konselor akan mudah dalam memberikan intervensi mengubah
pemikiran-pemikiran negatif mereka, dan mengorientasikannya pada pemikiran positif
untuk bisa mengambil hikmah dari peristiwa traumatik yang dialaminya.
2. Assess the problem, person and situation (asesmen terhadap permasalahan, orang dan
situasi). Pada tahap ini konselor melakukan penilaian terhadap masalah traumatik yang
dihadapi individu beserta situasi yang melingkupinya. Penilaian ini bertujuan untuk
mengetahui sejauhmana gangguan traumatik yang dialami para korban bencana
tsunami . Penilaian harus didasarkan pada kondisi gangguan traumatik tiap-tiap
individu, mengingat setiap individu memiliki perbedaan tingkat terhadap respon ketika
menghadapi bencana. Penilaian ini juga dimaksudkan untuk mendapatkan riwayat
pribadi dan sosial para korban, menilai tingkat keparahan masalah traumatiknya,
menilai setiap faktor kepribadian yang relevan dan menilai apakah ada gangguan
sekunder yang menyertai serta bagaimana perasaan mereka terhadap hal ini. Menurut
Rusmana (2012) asesmen dan diagnosis ini dimaksudkan untuk mendapatkan data
yang benar tentang kondisi para korban sehingga tidak terjadi kesalahan dalam
memberikan bantuan dalam pemulihan gangguan traumatiknya.
3. Prepare the klien for therapy (mempersiapkan konseli untuk melakukan te-rapi). Pada
tahap ini konselor mempersiapkan konseli (individu yang mengalami gangguan
traumatik) untuk melakukan terapi melalui konseling CBT. Konselor dan konseli
menyepakati bersama tentang tujuan yang ingin dicapai dalam proses konseling.
Dalam konseling CBT tujuan yang ingin dicapai adalah terjadinya perubahan
kognitif/pemikiran dan perilaku yang maladaptif dan disfungsional dari konseli,
sehingga mereka dapat kembali menjalani kehidupannya secara sehat (fisik dan
psikhis) dan mandiri. Untuk mencapai tujuan ini konselor terus memberikan motivasi
kepada konseli untuk berubah. Dasar-dasar Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
diperkenalkan, dan dijalaskan. Konselor memberikan penjelasan bagaimana
pemikiran-pemikiran dan perilaku maladaptif akibat traumatik itu justru merugikan
mereka, berdampak negatif bagi kehidupan mereka baik jangka pendek maupun
jangka panjang, untuk itu harus dirubah. Konselor kemudian menjelaskan bagaimana
cara merubah pemikiran dan prilaku maladaptif tersebut. Konselor dan konseli
berdiskusi bersama tentang pendekatan dan langkah-langkah yang akan diambil dalam
merubah pemikiran dan perilaku mereka. Hasilnya dijadikan kesepakatan bersama dan
menjadi program terapi yang akan dilaksanakan bersama.
4. Implement the treatment programe (mengimplementasikan program penanganan).
Pada tahap ini konselor mulai mengimplementasikan program yang telah disepakati
bersama yaitu melakukan langkah-langkah dalam proses konseling traumatik dengan
CBT. Langkah pertama yaitu mengubah keyakinan konseli yang maladaptif (dikenal
sebagai pencatatan fikiran atau analisis rasional). Individu yang mengalami trauma
biasanya memiliki keyakinan yang maladaptif seperti merasa hancur, tidak bisa
bangkit, tidak punya harapan masa depan dan merasa tidak dicintai (oleh manusia dan
Tuhan). Konselor melakukan identifikasi terhadap pemikiran-pemikiran mereka yang
tidak rasional, mengumpulkan bukti bahwa pemikiran itu tidak rasional dan mengajak
mereka untuk melawan pemikiran tersebut, kemudian mengajari mereka keterampilan
untuk mengubah keyakinan-keyakinannya yang keliru yang mengganggu emosi dan
aktifitas mereka. Konselor memberikan intervensi melalui pengembangan CBT untuk
mengurangi ketakutan, kecemasan, keputus asaan, dan ketidakberdayaan serta
keyakinan-keyakinannya yang maladaptif. Kenselor juga memberikan intervensi
modifikasi cara berperilaku. Mengajari mereka keterampilan-keteranpilan cara
mengubah perilaku. Pada intervensi tingkah laku, konseli diajak untuk melakukan
pembelajaran, pengkondisian serta membuktikan pengalaman traumatisnya. Pada
tahap ini konselor bisa memberikan strategi dan teknik tambahan yang sesuai misalnya
pelatihan relaksasi dan pelatihan keterampilan interpersonal.
5. Evaluative Progres (mengevaluasi kemajuan). Pada tahap ini konselor melakukan
evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan. Evaluasi ini bertujuan untuk
mengetahui sejauhmana kemajuan yang telah dicapai konseli dalam hal perubahan
kognitif dan perilakunya. Apakah keyakinan-keyakinan yang maladaptif dan
disfungsional akibat traumatiknya telah berubah menjadi keyakinan-keyakinan yang
positif? Apakah tingkah lakunya juga telah berubah menjadi tingkah laku yang wajar
sebagaimana tingkahlaku individu yang sehat psikolologisnya? Jawaban atas dua
pertanyaan ini menunjukkan perubahan yang telah dicapai konseli. Di sesi ini
Rusmana (2012) menambahkan tahap yang disebut sebagai perubahan core believe.
Pada tahapan ini konselor mengajak konseli untuk menyadari manfaat terapi melalui
konseling CBT yang telah dilakukan. Setelah melakukan pendekatan dan intervensi
kognitif dan intervensi tingkah laku, diharapkan struktur kognitif konseli dan
perilakunya bisa kembali normal, yaitu ditandai dengan mereduksinya traumatik
mereka. Pada akhirnya mereka bisa mengambil hikmah dari bencana tsunami yang
dialami serta memiliki keyakinan bahwa trauma adalah sesuatu yang merugikan
kehidupan mereka. Ansrori, (2015), menyatakan beberapa penelitian membuktikan
efektivitas Terapi Kognitif Perilaku untuk mengatasi gangguan kecemasan seperti
gangguan obsesif kompulsif (Abramowitz, Taylor, & McKay, 2005; Whittal &
O’Neill, 2003), serangan kepanikan (McClanahan & Antonuccio, 2002), gangguan
cemas yang menyeluruh (Anderson, 2004). Juga terapi untuk mengatasi gangguan
stress/tertekan pasca trauma (Sijbrandi, Olff, Reitsma, Carlier, Devries, & Gersons,
2007).
6. Prepare the client for termination (Mempersiapkan konseli untuk mengakhiri proses
konseling). Pada tahap ini konselor me-nyampaikan tentang pentingnya konseli
memiliki keterampilan dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah secara mandiri.
Sebelum sesi konseling berakhir, konselor memberikan penguatan terhadap hasil yang
telah dicapai. Juga menyampaikan tentang adanya kemungkinan pengulangan masalah
(gempa, tsunami, traumatik), sehingga konseli memahami cara menyelesaikan
masalah secara mandiri jika pengulangan tersebut benar-benar terjadi. Keterampilan
ini sering disebut sebagai self-help atau self-counseling.

Sumber : Rimayati, E. (2019). Konseling Traumatik Dengan CBT: Pendekatan dalam


Mereduksi Trauma Masyarakat Pasca Bencana Tsunami diselat sunda. ISSN 2252-
6374, DOI :https://doi.org/10.15294/ijgc.v8i1.28273.

6. Setelah bencana apa yang dilakukan pada fase pemulihan dan fase rehabilitasi?
Jawab:

Manajemen Bencana, fase pemulihan (recovery) merupakan fase akhir dari proses
penanggulangan dampak bencana (Beach, 2010:4; Kusumasari, 2014: 21).
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pascabencana meliputi rehabilitasi
dan rekonstruksi.

Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan
kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana (Ramli, 2011: 38).

Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan


pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan
sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya,
tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segalaaspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana (Ramli, 2011: 38;
Peraturan BNPB Nomor 11 Tahun 2008).
Sumber : Sukmana, O. (2016). Proses Pemulihan Pascabencana Berdasarkan Model.
Permukiman Sosial. Vol 15 No 4 ; 307 – 316

7. Bagaimana upaya penanganan korban yang mengalami kesehatan mental ?


Jawab:
Dalam menangani dampak bencana terhadap aspek kesehatan mental diperlukan dua
intervensi utama, yaitu :
1. Intervensi Sosial Tersedianya akses terhadap informasi yang bisa dipercaya
dan terus menerus mengenai bencana dan upaya-upaya yang berkaitan,
memelihara budaya dan acara-acara keagamaan seperti upacara pemakaman,
tersedianya akses sekolah dan aktivitas rekreasi normal untuk anak-anak dan
remaja, partisipasi dalam komunitas untuk orang dewasa dan remaja, keterlibatan
jaringan sosial untuk orang yg terisolasi seperti anak yatim piatu, bersatunya
kembali keluarga yang terpisah, shelter dan organisasi komunitas untuk yang
tidak punya tempat tinggal, keterlibatan komunitas dalam kegiatan keagamaan
dan fasilitas masyarakat lainnya.
2. Intervensi Psikologis dan Psikiatrik
Terpenuhinya akses untuk pertolongan pertama psikologis pada pelayanan
kesehatan dan di komunitas untuk orang-orang yang mengalami distress mental
akut, tersedianya pelayanan untuk keluhan psikiatrik di sistem pelayanan
kesehatan primer, penanganan yang berkelanjutan untuk individu dengan
gangguan psikiatrik yang sudah ada sebelumnya, pemberhentian medikasi tiba-
tiba harus dihindari, perlu dibuat perencanaan untuk intervensi psikologis berbasis
komunitas pasca bencana.
Sumber:
8. Bagaimana penanganan korban yang mengalami masalah psikologis?
Jawab:
prinsip dasar penanganan menghadapi respon psikologis pasca bencana. Menurut WHO,
ada beberapa hal yang harus kita pahami dan kita persiapkan terlebih dahulu sebelum
menangani masalah psikologis pasca bencana, yaitu:
1. Lakukan persiapan sebelum emergency, meliputi: penetapan sistem koordinasi,
penyusunan rencana darurat dan pelatihan-pelatihan.
2. Lakukan Assessment: penilaian kualitatif dan kuantitatif terhadap kebutuhan
psikososial dan kesehatan mental

3. Upayakan kolaboratif dengan tim kesehatan lain


4. Integrasikan dalam primary health care
5. Berikan akses pelayanan untuk semua
6.Siapkan pelatihan dan pengawasan (jika tidak terjaga akan menimbulkan
masalah baru)
7. Rumuskan perspektif jangka panjang penanganan.
8. Tetapkan indikator pantauan (monitoring indicator)

Sumber: ( Maria Diah Ciptaning: Buku keperawatan kedawatdaruratan dan


manajemen bencana Tahun 2016 )

9. Bagaimana Peran perawat dalam mengatasi bencana sesuai dengan tempat dan
tugasnya ?
Jawab :
Perawat sebagai bagian dari petugas kesehatan yang ikut dalam penanggulangan
bencana dapat berada di berbagai tempat seperti di rumah sakit, di pusat evakuasi, di
klinik berjalan atau di puskesmas. Berikut dibawah ini akan diuraikan peran perawat
sesuai dengan tempat tugasnya.
1. Peran Perawat di Rumah Sakit yang terkena Dampak Bencana
Peran perawat di rumah sakit yang terkena bencana (ICN, 2009) yaitu:
a. Sebagai manager, perawat mempunyai tugas antara lain: mengelola pelayanan gawat
darurat, mengelola fasilitas, peralatan, dan obat-obatan live saving, mengelola
administrasi dan keuangan ugd, melaksanakan pengendalian mutu pelayanan gadar,
melakukan koordinasi dengan unit RS lain.
b. Sebagai Leadership, memiliki tugas untuk: mengelola tenaga medis, tenaga
keperawatan dan tenaga non medis, membagi jadwal dinas.
c. Sebagai pemberi asuhan keperawatan (care giver), perawat harus melakukan
pelayanan siaga bencana dan memilah masalah fisik dan psikologis yang terjadi pada
pasien
2. Peran Perawat di Pusat Evakuasi
Di pusat evakuasi perawat mempunyai peran sebagai :
a. Koordinator, berwenang untuk: mengkoordinir sumberdaya baik tenaga kesehatan,
peralatan evakuasi dan bahan logistik, mengkoordinir daerah yang menjadi tempat
evakuasi
b. Sebagai pelaksana evakuasi: perawat harus melakukan transportasi pasien, stabilisasi
pasien, merujuk pasien dan membantu penyediaan air bersih dan sanitasi di daerah
bencana seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
3. Peran Perawat di Klinik Lapangan (Mobile Clinic)
Peran perawat di klinik berjalan (mobile clinic) adalah melakukan: triage, penanganan
trauma, perawatan emergency, perawatan akut, pertolongan pertama, kontrol infeksi,
pemberian supportive, palliative.
4. Peran Perawat di Puskesmas
Peran perawat di puskesmas saat terjadi bencana adalah melakukan: perawatan pasien
ringan, pemberian obat ringan, merujuk pasien.

10. Bagaimana cara mengatasi korban bencana pada kelompok rentan ibu dan bayi ?
Jawab :
Setelah masa bencana, ibu dan bayi menjalani kehidupan yang baru. Pengalaman
menghadapi bencana menjadi pelajaran untuk ibu untuk memperbaiki hidupnya. Ibu
yang masih dapat dipertahankan kehamilannya dipantau terus kondisi ibu dan janinnya
agar dapat melahirkan dengan selamat pada waktunya. Bagi ibu yang sudah melahirkan,
fungsi dan tugas ibu merawat bayi harus tetap dijalankan, baik di tempat pengungsian
atau pun di lingkungan keluarga terdekat. Tujuan keperawatan bencana pada fase
setelah bencana adalah untuk membantu ibu menjalani tugas ibu seperti uraian dibawah
ini.
1. Pemberian ASI (Air Susu Ibu)
Pemberian ASI eksklusif bagi bayi yang berusia 0-6 bulan dan tetap menyusui hingga 2
tahun pada kondisi darurat.Pemberian susu formula hanya dapat diberikan jika ibu bayi
meninggal, tidak adanya ibu susuan atau donor ASI. Selain itu, pemberian susu formula
harus dengan indikasi khusus yang dikeluarkan dokter dan tenaga kesehatan terampil.
Seperti halnya obat, susu formula tidak bisa diberikan sembarangan, harus diresepkan
oleh dokter. Pendistribusian susu formula dalam situasi bencana pun harus dengan
persetujuan dinas kesehatan setempat. Bukan berarti ketika terjadi bencana, kita bebas
mendonasikan susu formula maupun susu bubuk, UHT yang bisa menggantikan
pemberian ASI hingga
berusia 2 tahun.
2. Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) Berkualitas
Intervensi terbaik untuk menyelamatkan hidup bayi dan anak. ASI dan MPASI berkualitas
bukan hanya sebagai pemenuhan kebutuhan tubuh bayi dan anak, akan tetapi
merupakan “life saving” untuk keberlangsungan hidup jangka pendek maupun jangka
panjang. Tetaplah menyusui hingga 2 tahun. Adapun syarat MPASI berkualitas adalah
sebagai berikut: a. MPASI disediakan berdasarkan bahan lokal dengan menggunakan
peralatan makan yang higienis. b. MPASI harus yang mudah dimakan, dicerna dan
dengan penyiapan yang higienis. c. Pemberian MPASI disesuaikan dengan umur dan
kebutuhan gizi bayi. d. MPASI harus mengandung kalori dan mikronutrien yang cukup
(energi, protein, vitamin dan mineral yang cukup terutama Fe, vitamin A dan vitamin C).
e. MPASI pabrikan hanya alternatifdarurat. Penggunaannya setidaknya tidak lebih dari 5
hari pasca bencana.

11. Bagaimana cara mengatasi korban bencana pada kelompok rentan anak ?
Jawab :
Hal-hal yang seharusnya diprioritaskan segera setelah terjadi bencana adalah
pengobatan darurat dan pertolongan pertama untuk menjamin kelangsungan hidup dan
keselamatan. Anak yang mendapatkan perawatan pediatrik tidak dapat mengeluhkan
rasa sakitnya, sehingga keterangan mereka sering tidak jelas, maka perawat sering
mengalami kesulitan dalam mengkaji level darurat dari anak. Beberapa anak terlihat
serius, tetapi sebenarnya mereka berada dalam kondisi ringan. Sedangkan yang lain
kelihatan ringan, tetapi mereka sebenarnya dalam kondisi yang serius. Anak dalam
keadaan darurat mempunyai ciri khas yang sulit dinilai dalam keadaan
mendesak/darurat. Oleh karena itu, segera setelah bencana dibutuhkan triage yang
cepat dan tepat terhadap anak dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya
keadaan yang memburuk. Jika anak dan orang tua dipisahkan dalam kondisi luar biasa
seperti bencana, dapat menyebabkan PSTD pada anak maupun orang tua.Oleh karena
itu, perawat harus segera merespon dan menyediakan pengobatan dan psikoterapi
disamping tindakan bedah, dan harus memperhatikan masalah kesehatan mental anak
dan memastikan agar sebisa mungkin anak tidak dipisahkan dari orang tua. Hal ini
penting bagi perawat untuk menemukan bagaimana keadaan anak di tempat
penampungan atau lokasi pengungsian melalui pengecekan keselamatan korban.
Membuat peta keberadaan anak dan keluarganya pada kondisi darurat sangat
bermanfaat terutama pada waktu perawat lain akan mengambil alih tugas perawat
lain.Karena peta tersebut menunjukkan sejumlah data, seperti berapa usia anak, dimana
anak itu berada, anak seperti apa mereka, dengan siapa anak berada, dan kondisi anak
seperti anak prematur, bayi yang baru dilahirkan, anak penyandang cacat, anak pengidap
penyakit kronis (diabetes, epilepsi, penyakit ginjal, asma, penyakit darah, dll), anak
beresiko tinggi yang menggunakan peralatan medis seperti alat pernapasan, tabung
oksigen, dan alat penyedot untuk mempertahankan hidupnya. Anak pada fase kronis
dalam siklus bencana dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok anak yang pindah
dari area bencana dimana alat penunjang kehidupannya (lifeline) terputus ke tempatyang
lebih aman dan kelompok anak yang mulai tinggal di tempat
penampungan/pengungsian,seperti di sekolah dan beberapa bangunan yang ada di area
bencana. Sedangkan kelompok kedua terpaksa tinggal berkelompok bersama sejumlah
korban bencana.Oleh karena itu, perawat perlu mengkaji apakah air bersih, makanan
sehat, fasilitas sanitasi dasar seperti toilet, pembuangan sampah dan tempat tinggal yang
aman sudah terjamin
12. Bagaimana cara mengatsi korban bencana pada kelompok rentan lansia ?
Jawab :
Bencana menimbulkan ketakutan kematian kepada orang lansia.Selain itu, mereka
mengalami sejumlah kehilangan secara serentak, seperti kehilangan keluarga dan
kerabat, rumah yang sudah lama dihuni, kehilangan harta dan harapan untuk masa
depan, sehingga mereka merasakan kegelisahan pada rehabilitasi kehidupan.
Yangdiprioritaskan pada saat terjadi bencana adalah memindahkan orang lansia ke
tempat yang aman. Lansia sulit memperoleh informasi karena penurunan daya
pendengaran dan komunikasi.Selain itu, karena mereka memiliki rasa cinta yang dalam
pada tanah dan rumah diri sendiri, maka tindakan untuk mengungsi pun
berkecenderungan terlambat dibandingkan dengan generasi yang lain.Dalam kondisi
lansia tersebut dirawat/dibantu oleh orang lain, maka mereka tidak bisa mengungsi
tanpa ada bantuan dari orang lain.Oleh karena itu, sangat penting bagi Bencana
menimbulkan ketakutan kematian kepada orang lansia.Selain itu, mereka mengalami
sejumlah kehilangan secara serentak, seperti kehilangan keluarga dan kerabat, rumah
yang sudah lama dihuni, kehilangan harta dan harapan untuk masa depan, sehingga
mereka merasakan kegelisahan pada rehabilitasi kehidupan. Yangdiprioritaskan pada
saat terjadi bencana adalah memindahkan orang lansia ke tempat yang aman. Lansia sulit
memperoleh informasi karena penurunan daya pendengaran dan komunikasi.Selain itu,
karena mereka memiliki rasa cinta yang dalam pada tanah dan rumah diri sendiri, maka
tindakan untuk mengungsi pun berkecenderungan terlambat dibandingkan dengan
generasi yang lain.Dalam kondisi lansia tersebut dirawat/dibantu oleh orang lain, maka
mereka tidak bisa mengungsi tanpa ada bantuan dari orang lain.Oleh karena itu, sangat
penting bagi.

PRIORITAS 2

Selain gempa dan tsunami, masyarakat juga dikejutkan dengan fenomena likuefaksi yang
menerjang wilayah Petobo, Palu. Akibatnya, wilayah seluas 180,6 hektar di Petobo dan 202,1
hektar di Jono Oge, Kabupaten Sigi mengalami kehancuran luar biasa. Di wilayah Petobo
sendiri, likuefaksi mengakibatkan 2.050 bangunan mengalami kerusakan. Sementara di Jono
Oge, sebanyak 366 bangunan mengalami kerusakan. Bencana gempa, tsunami, serta likuefaksi
yang terjadi dalam waktu satu hari ini menimbulkan banyak korban jiwa. Setidaknya tercatat
ada 2.086 korban meninggal dunia, 671 orang hilang, dan 10.679 jiwa luka berat. Tercatat pula,
sebanyak 82.775 warga mengungsi di sejumlah titik. Tak hanya itu, sebanyak 67.310 rumah
dan 2.736 sekolah rusak. Serta terdapat 20 fasilitas kesehatan dan 12 titik jalan rusak berat
(Kompas.com).
Pertanyaan :
1. Pengertian manajemen bencana?
Jawab :
Definisi bencana dalam buku Disaster Management – A Disaster Manager’s Handbook
adalah suatu kejadian, alam atau buatan manusia, tiba- tiba atau progesive, yang
menimbulkan dampak yang dasyat (hebat) sehingga komunitas (masyarakat) yang
terkena atau terpengaruh harus merespon dengan tindakan-tindakan luar biasa.Menurut
UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penggulangan Bencana Bab I Pasal 1 ayat 1, Bencana
adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Pada ayat
2,3 dan 4 bencana dibedakan atas 3 kategori berdasarkan penyebabnya, yaitu bencana
alam, bencana non alam, dan bencana sosial.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus,
banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana non alam adalah bencana
yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain
berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Bencana sosial
adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau
antarkomunitas masyarakat, dan teror.
Sumber :Undang-Undang R.I. Nomor : 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
(Jakarta : BAKORNAS PB, 2007), h. 4.

2. Bagaimana pengelolaan pada manajemen bencana?


Jawab :
Pengelolaan bencana didefinisikan sebagai suatu ilmu pengetahuan terapan (aplikatif)
yang mencari, dengan observasi sistematis dan analisis bencana untuk meningkatkan
tindakan-tindakan(measures) terkait dengan preventif (pencegahan), mitigasi
(pengurangan), persiapan, respon darurat dan pemulihan.24 Menurut Neil Grigg (dalam
Robert J. Kodoatie dan Roestam Sjarif) phase utama dan fungsi pengelolaan atau
manajemen secara umum termasuk dalam pengelolaan bencana, meliputi :
Perencanaan (planning), meliputi : (1) Identifikasi masalah bencana atau sasaran / tujuan
pengelolaan bencana yang ditargetkan; (2) Pengumpulan data primer dan sekunder; (3)
Penentuan metode yang digunakan; (4) Investigasi, analisis atau kajian; (5) Penentuan
solusi dengan berbagai alternatif. Kesuksesan suatu proses memerlukan suatu konsep
strategi dan implementasi perencanaan yang jelas dan terarah. Strategi perencanaan ini
melalui beberapa tingkatan (stage). Sedangkan implementasi perencanaan merupakan
aplikasi atau aksi dan strategi.
Pengorganisasian (organising). Organize berarti mengatur, sehingga pengorganisian
merupakan pengaturan dalam pembagian kerja, tugas, hak dan kewajiban semua orang
(pihak) yang masuk dalam suatu kesatuan/ kelompok organisasi.
Pengkoordinasian (coordinating). Koordinasi adalah upaya bagaimana mengordinasi
sumber daya manusia (SDM) agar ikut terlibat, mempunyai rasa memiliki, mengambil
bagian atau dapat berperan serta dengan baik sebagian maupun menyeluruh dari suatu
kegiatan sehingga dapat dipastikan SDM dapat bekerja secara tepat dan benar.
Koordinasi bisa bersifat horizontal yaitu antar bagian yang mempunyai kedudukan setara
maupun vertikal yaitu antar suatu bagian dengan bagian di atasnya atau di bawahnya
sesuai dengan struktur yang ada.
Pengendalian (controlling). Pengendalian merupakan upaya kontrol, pengawasan,
evaluasi dan monitoring terhadap SDM , organisasi, hasil kegiatan dari bagian-bagian
ataupun dari seluruh kegiatan yang ada. Manfaat dari pengendalian ini dapat
meningkatkan efisiensi dan efektifitas dari sisi- sisi waktu (time), ruang (space), biaya
(cost) dan sekaligus untuk peningakatan kegiatan baik secara kuantitas maupun kualitas.
Pengendalian ini juga berfungsi sebagai alat untuk mengetahui bagaimana kegiatan atau
bagian dari kegiatan itu bekerja, untuk menekan kerugian sekecil mungkin dan juga
menyesuaikan dengan perubahan situasi dan kondisi normal ke kondisi kritis dan atau
darurat.
Pengawasan (supervising). Pengawasan dilakukan untuk memastikan SDM bekerja
dengan benar sesuai dengan fungsi, tugas dan kewenangannya. Pengawasan juga
berfungsi untuk memastikan suatu proses sudah berjalan dengan semestinya dan keluaran
yang dihasilkan sesuai dengan tujuan, target dan sasaran dan juga berfungsi untuk
mengetahui suatu kerja atau kegiatan sudah dilakukan dengan benar.
Penganggaran (budgeting). Dalam hal pengelolaan bencana, penanggaran juga menjadi
salah satu faktor utama suksesnya suatu proses pembangunan baik dalam situasi normal
atau darurat mulai dari studi, perencanaan, konstruksi, operasi dan pemeliharaan
infrastruktur kebencanaan maupun peningkatan sistem infrastruktur yang ada.
Keuangan (financing). Awal dari perencanaan finansial adalah proses pengganggaran.
Ketika tugas pokok dan fungsi dari tiap-tiap kegiatan institusi/organisasi sudah
teridentifikasi langkah selanjutnya adalah menentukan program kerja, perhitungan biaya
dan manfaat, analisis resiko dan kesuksesan program.
Sumber :Grigg, Neil, Infrastructure Engineering and Management (John Willey & Sons,
1988). , (New York : Prentice/Hall International, Inc., 1982), p. 8.

3. Sebutkan dan jelaskan jenis – jenis dan faktor penyebab bencana?


Jawab:
Menurut Undang-undang No. 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
A. Jenis-jenis Bencana
Jenis-jenis bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
penanggulangan bencana, yaitu:
a) Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor;
b) Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa non alam antara lain berupa gagal teknologi,gagal modernisasi. dan wabah
penyakit;
c) Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok
atau antar komunitas masyarakat.
d) Kegagalan Teknologi adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan oleh kesalahan
desain, pengoprasian, kelalaian dan kesengajaan, manusia dalam penggunaan teknologi
dan atau insdustriyang menyebabkan pencemaran, kerusakan bangunan, korban jiwa, dan
kerusakan lainnya.
Faktor Penyebab Terjadinya Bencana
Terdapat 3 (tiga) faktor penyebab terjadinya bencana, yaitu : (1) Faktor alam (natural
disaster) karena fenomena alam dan tanpa ada campur tangan manusia. (2) Faktor non-
alam (nonnatural disaster) yaitu bukan karena fenomena alam dan juga bukan akibat
perbuatan manusia, dan (3) Faktor sosial/manusia (man-made disaster) yang murni akibat
perbuatan manusia, misalnya konflik horizontal, konflik vertikal, dan terorisme.

Secara umum faktor penyebab terjadinya bencana adalah karena adanya interaksi antara
ancaman (hazard) dan kerentanan (vulnerability). Ancaman bencana menurut Undang-
undang Nomor 24 tahun 2007 adalah “Suatu kejadian atau peristiwa yang bisa
menimbulkan bencana”. Kerentanan terhadap dampak atau risiko bencana adalah
“Kondisi atau karateristik biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan
teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang
mengurangi kemampuan masyarakat untuk mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan
menanggapi dampak bahaya tertentu” (MPBI, 2004:5).
Sumber :Nurjanah,dkk. 2012. Manajemen Bencana. Bandung. ALFABETA. hlm 20-21

4. Bagaimana kriteria tempat pengungsian untuk korban bencana?


Jawab:
Bantuan penampungan/ hunian sementara biasanya diberikan dalam bentuk tenda-tenda,
barak, atau gedung fasilitas umum/sosial, seperti tempat ibadah, gedung olah raga, balai
desa, dan sebagainya, yang memungkinkan untuk digunakan sebagai tempat tinggal
sementara. Adapun persyaratan minimum sebuah bangunan yang layak dijadikan sebagai
bangunan evakuasi telah diatur sebagai berikut (National Disaster Manegement Authority
(BNPB) 2008):
1. Berukuran 3 (tiga) meter persegi per orang.
2. Memiliki persyaratan keamanan dan kesehatan.
3. Memiliki aksesibititas terhadap fasilitas umum.
4. Menjamin privasi antar jenis kelamin dan berbagai kelompok usia.
5. Sebuah tempat sampah berukuran 100 liter untuk 10 keluarga, atau barang lain
dengan jumlah yang setara
6. Satu jamban keluarga digunakan maksimal untuk 20 orang.
7. Satu tempat yang dipergunakan untuk mencuci pakaian dan peralatan rumah
tangga, paling banyak dipakai untuk 100 orang.
8. Persediaan air harus cukup untuk memberi sedikit–dikitnya 15 liter perorang
per hari Sumber :

Sumber: National Disaster Manegement Authority (BNPB). 2008. “Pedoman Tata


Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar,” 34

5. Mengapa terjadi likuefaksi setelah gempa?


Jawab:
Selain karena faktor alami, likuifaksi tanah dapat pula terjadi karena peledakan,
pemadatan tanah, dan proses vibroflotation (menggunakan alat penggetar untuk
mengubah struktur butiran tanah) juga rentan mengalami peristiwa ini. Tanah terdiri dari
komponen penyusun dan ruang pori. Ketika goncangan gempa terjadi di tanah yang kaya
atau dekat dengan sumber air, ruang pori terebut terisi air sehingga mengurangi volume
keseluruhan tanah. Proses ini meningkatkan tekanan air antara butiran komponen tanah
sehingga kemudian butiran tersebut bergerak bebas di antara air dan kehilangan ikatan
antarsatu dengan yang lain.
Secara substansial, perubahan ini menurunkan ketahanan tanah terhadap tegangan geser
dan menyebabkan massa tanah mengambil karakteristik cairan. Dalam keadaan cair,
tanah mudah berubah bentuk, dan benda berat seperti konstruksi di atasnya dapat rusak
karena kehilangan kekuatan yang menopang dari dalam tanah. Tanah yang terlikuifikasi
akan memberikan dampak seperti pasir hisap, merendam bangunan atau material di
atasnya. Terlebih, dapat pula menyebabkan tanah longsor.
Karena Likuifaksi merupakan fenomena hilangnya kekuatan lapisan tanah akibat
tegangan air pori yang timbul akibat beban siklis (getaran). Getaran yang dimaksud dapat
berupa getaran yang berasal dari gempa bumi maupun yang berasal dari pembebenan
cepat lainnya. Ketika mengalami getaran tersebut sifat lapisan tanah berubah menjadi
seperti cairan sehingga tak mampu menopang beban bangunan di dalam atau di atasnya.
Likuifaksi biasanya terjadi pada tanah yang jenuh air, dimana seluruh rongga – rongga
dari tanah tersebut dipenuhi oleh air. Pada saat mengalami getaran, air ini memberikan
suatu tekanan di partikel-partikel tanah sehingga mempengaruhi kepadatan dari tanah
tersebut.Sebelum terjadinya gempa bumi, tekanan air pada suatu tanah secara relatif
rendah. Namun setelah menerima getaran, tekanan air dalam tanah meningkat, sehingga
dapat menggerakkan partikel- partikel tanah dengan mudah. Setelah digerakkan oleh air,
maka partikel tanah tidak memiliki lagi kekuatan atau daya dukung, sehingga daya
dukung tanah sepenuhnya berasal dari tegangan air pori. Pada kondisi ini, tanah sudah
berbentuk cairan yang tidak lagi memiliki kestabilan, sehingga beban - beban yang ada di
atas tanah tersebut seperti beban dari struktur bangunan akan amblas ke dalam tanah.
Sebaliknya tangki – tangki yang berada di dalam tanah akan mengapung dan muncul
kepermukaan tanah.
Sumber: Soebowo Eko, Tohari Adrin & Sarah Dwi/ Jurnal Riset Geologi dan
Pertambangan Jilid 19 No. 2 (2009), 85-97).
6. Apa penyebab terjadinya likuefaksi?
Jawab:
Menurut Soelarno et al.,1984 sebagaimana dikutip oleh Zulfikar (2008: 3), likuifaksi
adalah suatu gejala perubahan sifat tanah yaitu, dari sifat solid ke sifat liquid. Perubahan
sifat ini dapat disebabkan oleh berbagai jenis pembebanan sebagai berikut:
A. Disebabkan oleh pembebanan monotonic yang biasanya terjadi pada tanah lempung
yang mengalami tekanan dari gaya rembesan air atau arus pasang sehingga menimbulkan
gejala quick clay, sebagai akibatnya tanah lempung kehilangan kekuatan gesernya yang
dikenal dengan nama static liquefaction. Kondisi ini walaupun mungkin tetapi jarang
terjadi.
B. Disebabkan oleh pembebanan cyclic yang biasanya terjadi pada tanah pasir jenuh air
yang mengalami getaran gempa sehingga pasir kehilangan daya dukungnya yang dikenal
dengan cyclic liquefaction. Kondisi ini lazim terjadi di lapangan.
C. Disebabkan oleh pembebanan yang bersifat shock wave yang biasa terjadi pada tanah
pasir kering berbutir halus yang mengalami getaran gempa yang bersifat shock wave atau
getaran dari bom sehingga menimbulkan gejala fluidization yang berupa longsoran tanah
yang dikenal dengan nama impact liquefaction. Kondisi ini juga jarang ditemukan,
karena pada umumnya terjadi bila kondisi pasir jenuh.
Sumber: Zulfikar, 2008, Analisis Kemungkinan Likuifaksi Lapisan Pasir Pada Lokasi
Pembangunan Dermaga Pasiran Sabang, Tugas Akhir, Universitas Syiah Kuala.
7. Apa dampak terjadinya likuefaksi?
Jawab:
Dampak dari terjadinya peninggkatan tekanan air pori, tanah akan kehilangan kuat geser
secara drastis akibat turunnya tegangan efektif air pori tanah (Indris dan Boulanger,
2008). Beberapa contoh dari peristiwa likuifaksi yang pernah terjadi di Indonesia yaitu
kerusakan-kerusakan yang dihasilkan oleh gempa bumi di Bengkulu tahun 2000 dan
2007, gempa bumi Aceh tahun 2004, gempa bumi Nias tahun 2005, dan gempa bumi
Yogyakarta tahun 2006 (Soebowo dkk., 2009)
Likuifaksi hanya terjadi pada tanah jenuh air, sehingga kedalaman muka air tanah akan
mempengaruhi potensi terhadap likuifaksi. Potensi terhadap likuifaksi akan menurun
dengan bertambah dalamnya muka airtanah. Fenomena likuifaksi terjadi seiring
terjadinya gempa bumi. Secara visual peristiwa likuifaksi ini ditandai munculnya lumpur
pasir di permukaan tanah berupa semburan pasir (sand boil), rembesan air melalui
rekahan tanah, atau bisa juga dalam bentuk tenggelamnya struktur bangunan di atas
permukaan, penurunan muka tanah dan perpindahan lateral. Evaluasi potensi likuifaksi
pada suatu lapisan tanah dapat ditentukan dari kombinasi sifat-sifat tanah (gradasi butiran
dan ukuran butir), lingkungan geologi (proses pembentukan lapisan tanah, sejarah
kegempaan, kedalaman muka air tanah).
Sumber:Hasmar, H.A.H. (2007). Evaluasi Potensial Likuifaksi (Keruntuhan Tanah)
Akibat Gempa Jogja 2006 pada Pantai Parangtritis Bantul Jogja. Jurnal Pondasi, Vol.13
No.1.
8. Bagaimana menangani likuefaksi ?
Jawab:
Mengacu pada penelitian terdahulu, terlihat bahwa percepatan maksimum yang
digunakan dalam analisis adalah percepatan gempa yang diperoleh dari peraturan gempa
untuk wilayah Indonesia. Hal ini dilakukan karena rekaman percepatan gempa
maksimum akibat gempa 2007 bersifat terbatas atau tidak tersedia. Sebagai solusi untuk
mengatasi hal tersebut, maka dilakukanlah analisis potensi likuifaksi dengan
menggunakan konsep keadaan kritis. Keadaan kritis yang dimaksud adalah keadaan
dimana faktor aman (FS) likuifaksi berada pada ambang batas likuifaksi tidak terjadi,
atau dapat dinyatakan sebagai FS bernilai 1.
Sumber : Anaisis Potensi Likuifaksi di Kelurahan Lempuing Kota Bengkulu
Menggunakan Percepatan Maksimum Kritis Vol.14,No. 2,September 2012:

PRIORITAS 3

Tak lama setelah gempa terjadi, tsunami menghantam bibir pantai kota Palu, Donggala, dan
Mamuju. Gempa pertama yang terjadi pada pukul 14.00 WIB, mengakibatkan satu orang
meninggal dunia, 10 orang luka, dan puluhan rumah rusak di Singaraja, Kabupaten Donggala.
Kemudian berturut-turut gempa susulan terjadi. Pada pukul 17.02 WIB, gempa dengan kekuatan
7,4 menerjang kembali. Adapun pusat gempa berada di kedalaman 10 kilometer di jalur sesar
Palu Koro.

Pertanyaan :

1. Bagaimana penyebab terjadinya gempa bumi?


Jawab :
Kebanyakan gempa Bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh
tekanan yang disebabkan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu
kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan di mana tekanan tersebut tidak
dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa Bumi akan
terjadi. Pergeseran lempeng bumi dapat mengakibatkan gempa bumi karena dalam
peristiwa tersebut disertai dengan pelepasan sejumlah energi yang besar. Selain
pergeseran lempeng bumi, gerak lempeng bumi yang saling menjauhi satu sama lain
juga dapat mengakibatkan gempa bumi. Hal tersebut dikarenakan saat dua lempeng
bumi bergerak saling menjauh, akan terbentuk lempeng baru di antara keduanya.
Lempeng baru yang terbentuk memiliki berat jenis yang jauh lebih kecil dari berat
jenis lempeng yang lama. Lempeng yang baru terbentuk tersebut akan mendapatkan
tekanan yang besar dari dua lempeng lama sehingga akan bergerak ke bawah dan
menimbulkan pelepasan energi yang juga sangat besar. Terakhir adalah gerak
lempeng yang saling mendekat juga dapat mengakibatkan gempa bumi. Pergerakan
dua lempeng yang saling mendekat juga berdampak pada terbentuknya gunung.

Sumber:(Ilmu Pengetahuan Alam/Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Untuk


SMP/MTs Kelas VIII Semester 2).

2. apa yang dimaksud dengan gempa bumi dan tsunami?


Jawab:
Gempa bumi (earthquake) adalah peristiwa bergetar atau bergoncangnya bumi
karena pergerakan/pergeseran lapisan batuan pada kulit bumi secara tiba‐tiba akibat
pergerakan lempeng‐lempeng tektonik.lstilah tsunami berasal dari bahasa Jepang.
Tsu berarti "pelabuhan", dan nami berarti "gelombang", sehingga tsunami dapat
diartikan sebagai "gelombang pelabuhan".
Istilah ini pertama kali muncul di kalangan nelayan Jepang. Karena panjang
gelombang tsunami sangat besar pada saat berada di tengah laut, para nelayan tidak
merasakan adanya gelombang ini. Namun setibanya kembali ke pelabuhan, mereka
mendapati wilayah di sekitar pelabuhan tersebut rusak parah Karena itulah mereka
menyimpulkan bahwa gelombang tsunami hanya timbul di dalam wilayah sekitar
pelabuhan, dan tidak di tengah lautan yang dalam.Tsunami adalah sebuah ombak
yang terjadi setelah sebuah gempa bumi, gempa laut, gunung berapi meletus, atau
hantaman meteor di laut. Tsunami tidak terlihat saat masih berada jauh di tengah
lautan, namun begitu mencapai wilayah dangkal, gelombangnya yang bergerak cepat
ini akan semakin membesar.
( Sumber : BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA, 2012 )
3. bagaimana cara mengukur kekuatan gempa dam kedalaman gempa?
Jawab:
Fowler (1990) mengklasifikasikan gempabumi berdasarkan kedalaman fokus
(hypocentre) sebagai berikut: gempabumi dangkal (shallow) kurang dari 70 km,
gempabumi menengah (intermediate) kurang dari 300 km, dan gempabumi dalam
(deep) lebih dari 300 km atau 450 km. Gempabumi dangkal menimbulkan efek
goncangan dan kehancuran yang lebih dahsyat dibanding gempabumi dalam. Ini
karena sumber gempabumi lebih dekat ke permukaan bumi sehingga energi
gelombangnyalebihbesar.Karenapelemahanenergigelombang akibat perbedaan jarak
sumber ke permukaan relatif kecil. Berdasarkan kekuatannya atau magnitudo (M)
berskala Richter (SR) dapat dibedakan atas :
a. GempabumisangatbesarM>8SR
b. GempabumibesarM7‐8SR
c. GempabumimerusakM5‐6SR
d. GempabumisedangM4‐5SR.
e. GempabumikecilM3‐4SR
f. Gempabumi mikro M 1 ‐ 3 SR
g. GempabumiultramikroM<1SR
Sumber : BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA, 2012

4. apakah ada alat untuk mengetahui akan terjadinya gempa? Jelaskan !


jawab:
Seismometer (bahasa Yunani: seismos: gempa bumi dan metero: mengukur) adalah
alat atau sensor getaran, yang biasanya dipergunakan untuk mendeteksi gempa bumi
atau getaran pada permukaan tanah. Hasil rekaman dari alat ini disebut seismogram.
Prototip dari alat ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 132 SM oleh
matematikawan dari Dinasti Han yang bernama Chang Heng. Dengan alat ini orang
pada masa tersebut bisa menentukan dari arah mana gempa bumi terjadi. Dengan
perkembangan teknologi dewasa ini maka kemampuan seismometer dapat
ditingkatkan, sehingga bisa merekam getaran dalam jangkauan frekuensi yang cukup
lebar. Alat seperti ini disebut seismometer broadband. Gempa bumi diukur dengan
menggunakan alat dari seismometer. Moment magnitude adalah skala yang paling
umum di mana gempa bumi dengan magnitude sekitar (skala) 5 dilaporkan untuk
seluruh dunia. Sedangkan banyaknya gempa bumi kecil kurang dari
5magnitudedilaporkan oleh observatorium seismologi nasional diukur sebagian besar
pada skala magnitude lokal, atau disebut juga sebagai Skala Richter. Kedua ukuran
itu sebenarnya sama selama rentang pengukurannya valid.
Sumber:
5. apa saja jenis gempa bumi dan tsunami?
Jawab:
Tipe-tipe gempa bumi dapat digolongkan menjadi:
1.Gempa bumi vulkanik(Gunung Api).
Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum
gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan menyebabkan
timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya gempa bumi. Gempa
bumi tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut.
2.Gempa bumi tektonik. Gempa bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik,
yaitu pergeseran lempeng lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai
kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar.
Sumber: (Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya di
Indonesia, Set BAKORNAS PBP dan Gempa bumi dan Tsunami, Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Departemen Energi dan Sumberdaya
Mineral. 2010.)

6. Mengapa gempa dapat mengakibatkan tsunami dan adakah skala tertentu?


Jawab:
Tsunami bisa diakibatkan oleh gempa. Gempabumi itu sendiri penyebabnya bisa
terjadi oleh tiga faktor, yaitu: akibat pergerakan lempeng tektonik (gempabumi
tektonik), akibat aktivitas gunung berapi (gempabumi vulkanik), dan akibat ledakan
(gempabumi runtuhan). Dengan adanya perubahan (dislokasi) struktur batuan akibat
gempabumi pada lantai samudera secara mendadak, hal ini dapat mempengaruhi
kolom air di atasnya sampai ke permukaan laut. Perubahan muka air laut ini yang
selanjutnya dapat menimbulkan gelombang tsunami. Meski demikian gempabumi
bumi tsunami (earthquakegenic tsunami) akan terjadi bila beberapa persyaratan
lingkungan pendukungnya terpenuhi, antara lain: (1) Lokasi pusat gempabumi
(episenter) berada di laut, (2) Kedalaman pusat gempabumi (hiposenter) relatif
dangkal kedalaman kurang dari 60 km dari dasar laut (seabed), (3) magnitudo lebih
besar dari 6,5 SR, (4) Mekanisme sesar gempabumi bertipe sesar gempabumi
vertikal naik (reverse fault) atau vertikal turun (normal fault) yang menimbulkan
pergeseran dasar laut, (5) Terjadi di zona subduksi lempeng tektonik, (6) Bentuk
muka pantai landai.
Sumber : BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA, 2012
7. apa saja dampak terjadinya gempa bumi?
Jawab:
Akibat yang ditimbulkan gempabumi luar biasa dahsyat karena mencakup wilayah
yang sangat luas, menembus batas teritorial negara, bahkan antar‐benua. Sifat
getaran gempabumi yang sangat kuat dan merambat ke segala arah, mampu
menghancurkan bangunan‐bangunan sipil yang terkuat sekalipun, sehingga tak ayal
lagi sangat banyak memakan korban nyawa manusia. Bahkan gempabumi sering kali
diikuti oleh bencana alam lanjutan yang jauh lebih dahsyat berupa tanah longsor dan
gelombang tsunami.
Sumber : BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA, 2012
8. bagaimana proses terjadinya gempa bumi?
Jawab:
Para ahli menganggap bahwa terdapat empat sebab yang menimbulkan gempa bumi,
yaitu :
a) Runtuhan lubang – lubang interior bumi
Runtuhnya lubang – lubang interior seperti gua atau tambang batuan/ mineral
dalam bumi dapat menyebabkan getaran di atas permukaannya, namun
getaran ini tidak terlalu besar dan terjadi hanya di setempat saja atau terjadi
secara lokal.
b) Tabrakan/ impack
Tabrakan benda langit atau sering disebut meteor juga dapat menyebabkan
getaran, hanya saja getaranya tidak sampai terekam oleh alat pencatat getaran
gempa bumi dan juga sangat jarang terjadi.
c) Letusan gunung api
Aktivitas gunungapi dapat menimbulkan gempa yang disebut gempa bumi
vulkanik. Gempa bumi ini terjadi baik sebelum, selama, ataupun sesudah
letusan gunung api. Penyebab gempa ini adalah adanya persentuhan antara
magma dengan dinding gunungapi dan tekanan gas pada letusan yang sangat
kuat, atau perpindahan magma secara tiba – tiba dari dapur magma.
d) Kegiatan tektonik
Gempa bumi yang mempunyai efek sangat besar seenarnya berasal dari
kegiatan tektonik, yaitu mencakup 90 % dari seluruh kegiatan gempa bumi.
Gempa bumi ini berhubungan dengan kegiatan gaya-gaya tektonik yang telah
terus berlangsung dalam proses pembentukan gunung-gunung, terjadinya
patahan-patahan (faults) dan tarikan atau tekanan dari pergerakan lempeng-
lempeng batuan penyusun kerak bumi.
Sumber:(Mulyo, Agung. 2004. Pengantar Ilmu Kebumian Untuk Pengetahuan
Geologi untuk Pemula. CV.Pustaka Setia, Bandung.)

9. bagaimana karakteristik tsunami?


Jawab:
1. Tipe sesaran naik (thrust/ reverse fault). Tipe ini sangat efektif memindahkan
volume air yang berada diatas lempeng untuk bergerak sebagai awal lahirnya
tsunami.
2. Kemiringan sudut tegak antar lempeng yang bertemu. Semakin tinggi sudut antar
lempeng yang bertemu. (mendekati 90o ), maka semakin efektif tsunami yang
terbentuk.
3. Kedalaman pusat gempa yang dangkal (<70 km). Semakin dangkal kedalaman
pusat gempa, maka semakin efektif tsunami yang ditimbulkan. Sebagai ilustrasi,
meski kekuatan gempa relative kecil (6.0-7.0R), tetapi dengan terpenuhinya ketiga
syarat diatas, kemungkinan besar tsunami akan terbentuk. Sebaliknya, meski
kekuatan gempa cukup besar (>7.0R) dan dangkal, tetapi kalau tipe sesarnya bukan
naik, namun normal (normal fault) atau sejajar (strike slip fault), bisa dipastikan
tsunami akan sulit terbentuk. Gempa dengan kekuatan 7.0R, dengan tipe sesaran naik
dan dangkal, bisa membentuk tsunami dengan ketinggian mencapai 3-5 meter.

Sumber: (Hudawati, Nannie, 2003, Informasi Geospatial dalam mengatasi masalah


Kebencanaan dan Kedaruratan di Indonesia, Forum Komunikasi Geospasial
Nasional 2003, 14 - 15 Oktober 2003: Jakarta.)

10. Apa saja Jenis gempa bumi?


Jawab :
Berdasarkan proses kemunculan dan kesudahannya, Mogi membedakan gempabumi
atas beberapa jenis, di antaranya:
a.Gempa bumi utama (main shock) langsung diikuti gempabumi susulan tanpa
gempabumi pendahuluan (fore shock).
b.Gempa bumi sebelum terjadi gempabumi utama diawali dengan adanya
gempabumi pendahuluan dan selanjutnya diikuti oleh gempabumi susulan.
c.Gempa bumi terus‐menerus dan dengan tidak terdapat gempabumi utama yang
signifikan disebut gempabumi swarm. Biasanya dapat berlangsung cukup lama dan
bisa mencapai 3 bulan atau lebih. Terjadi pada daerah vulkanik seperti di Gunung
Lawu 1979, dan Kemiling, Bandar Lampung 2006.
Sumber : BMKG laporan gempa bumi mentawai 2009, BMKG, jakarta ,2009.

5). Hipotesis :

Penanganan korban pasca bencana dengan masalah keperawatan Sindrom Pasca Trauma.

6). Masalah keperawatan

1. Sindroma pasca trauma b.d bencana d.d ketakutan berulang, mimpi buruk, dll

2.Keputusasaan b.d stress jangka panjang d.d berperilaku pasif

3.berduka b.d kematian keluarga atau orang terdekat d.d tidak mampu berkonsentrasi.

4. ansietas b.d krisis situasional d.d merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi

5. koping komunitas tidak efektif b.d riwayat bencana d.d mengungkapkan ketidakberdayaan

Asuhan keperawatan

N Kode DIAGN SLKI SIKI IMPLEMENTASI


O dx OSA
KEP
0104 1.
Sindrom Setelah dilakukan Dukungan proses 1.Melakukan identifikasi tentang
a pasca intervensi keperawatan berduka kehilangan yang di hadapi
trauma semata 1x8 jam maka  Observasi 2.Mengidentifikasi proses
b.d 1. Identifikasi
diharapkan ketahanan berduka yang dialami korban
bencana kehilangan yang
d.d personal meningkat : dihadapi bencana yang ada di
ketakuta 1.Verbalisasi harapan pengungsian
n yang positif meningkat 2.identifikasi proses 3.Melakukan pengkajian tentang
berulang, 2.Menggunakan strategi berduka yang dialami seberapa terikat atau
mimpi koping yang efektif ketergantungan korban pada
buruk, dll meningkat 3.Identifikasi sifat benda atau orang yang
3.Verbalisasi perasaan keterikatan pada benda meninggal
meningkat yang hilang atau orang 4.Menunjukan sikap empati dan
yang meninggal
4.Menunjukan harga diri memberikan sentuhan (non
 Tereupautik
positif 1.Tunjukan sikap verbal)
5.Menganggap kesulitan menerima dan empati 5.Memberikan motivasi kepada
sebagai tantanfan korban agar mau
menigkat 2.Motivasi agar mau mengungkapkan atau bercerita
6.Memanfaatkan mengungkapkan tentanf perasaan yang dialami
sumberdaya dari perasaan kehilangan 6.Memfasilitasi korban untuk
komunitas meningkat mengekspresikan perasaan
3.Fasilitasi
mengekspreaikan kehilangan dengan cara bermain
perasaan dengan cara tiap anggota kelompok (mis.kel
yang nyaman (bermain) besar dan kel.kecil atau kel.
 Edukasi Khusus )
1.Ajarkan melewati 7.Mengajarkan kepada korban
proses berduka secara bencana untuk melewati proses
bertahap
berduka secara bertahap dengan
cara membiasakan diri untuk
melakukan aktifitas seperti biasa
tanpa orang yg sudah meninggal
dari hal kecil sekalipun (mis.
Makan,tidur, dll).
1 D Keputus Setelah diberi Dukungan emosional Dukungan emosional
.0 asaan intervensi
 Observasi 1.Melakukan Identifikasi fungsi marah,
0 b.d keperawatan
frustasi dan amuk bagi pasien
8 stress selama 1x8 jam 1.Identifikasi fungsi
8 jangka harapan marah, frustasi dan amuk 2.Melakukan Identifikasi hal yang telah
panjang meningkat bagi pasien memicu emosi
d.d dengan kriteria
2.Identifikasi hal yang 3.Menyediakan Fasilitasi untuk
berperila hasil
telah memicu emosi mengungkapkan perasaan cemas, marah,
ku pasif
1.Keterlibatan atau sedih
 Terapeutik
dalam aktivitas
4.membuat pernyataan suportif atau
perawat 1.Fasilitasi
empati selama fase berduka
meningkat mengungkapkan
perasaan cemas, marah, 5.melakukan sentuhan untuk
2.Minat
atau sedih memberikan dukungan
komunikasi
verbal meningkat 2.Buat pernyataan 6.menganjurkan mengungkapkan
suportif atau empati perasaan yang dialami
3.Varbalisasi
selama fase berduka
keputusasaan 7.menganjurkan mengungkapkan
prilaku pasif 3.Lakukan sentuhan pengalaman emosional sebelumnya dan
menurun untuk memberikan pola respons yang bisa digunakan
dukungan
4.Pola tidur Promosi koping
membaik  Edukasi
1.mengidentifikasi kegiatan jangka
5.Setelah diberi 1.Anjurkan pendek dan panjang sesuai tujuan
intervensi mengungkapkan
2.mengidentifikasi dampak situasi
keperawatan perasaan yang dialami
terhdap peran dan hubungan
selama 1x8 jam
2.Anjurkan
motivasi 3.mengidentifikasi metoe penyelesaian
mengungkapkan
meningkat masalah
pengalaman emosional
dengan kriteria
sebelumnya dan pola 4.mendiskusikan perubahan peran yang
hasil respons yang bisa dialami
digunakan Promosi
1.Pikiran 5.menggunakan pendekatan yang tenang
koping
berfokus masa dan meyakinkan
depan meningkat  Observasi
6.memberikan fasilitas dalam
2.Upaya 1.Identifikasi kegiatan memperoleh informasi yang dibutuhkan
menyusun jangka pendek dan
7.mengurangi rangsangan lingkungan
rencana tindakan panjang sesuai tujuan
yag mengancam
meningkat
2.Identifikasi dampak
3.Upaya mencari situasi terhdap peran dan
sumber sesuai hubungan
kebutuhan
3.Identifikasi metoe
meningkat
penyelesaian masalah
4.Upaya mencari
 Terapeutik
dukungan sesuai
kebutuhan 1.Diskusikan perubahan
meningkat peran yang dialami

5.Prilaku 2.Gunakan pendekatan


bertujuan inisiatif yang tenang dan
meningkat meyakinkan

6.Harga diri 3.Fasilitasi dalam


positif meningkat memperoleh informasi
yang dibutuhkan
7.Keyakinan
positif meningkat 4.Kurangi rangsangan
lingkungan
Setelah diberi
yagmengancam
intervensi
keperawatan
selama 1x8 jam
tingkat depresi
menurun dengan
kriteria hasil

1.Minat
beraktivitas
meningkat

2.Aktivitas
sehari-hari
meningkat

3.Harga diri
meningkat

4.Perasaan tidak
berharga menurun

5.Putus asa
menurun

Berd Setelah Dukungan proses 1.Melakukan identifikasi tentang


uka dilakukan berduka kehilangan yang di hadapi
b/d intervensi
Observasi 2.Mengidentifikasi proses berduka yang
krisis keperawatan
dialami korban bencana yang ada di
situas semata 1x8 1.Identifikasi kehilangan
pengungsian
ional jam maka yang dihadapi
d/d diharapkan 3.Melakukan pengkajian tentang
2.Identifikasi proses
ketahanan seberapa terikat atau ketergantungan
berduka yang dialami
personal korban pada benda atau orang yang
3.Identifikasi sifat
meningkat : keterikatan pada benda meninggal
yang hilang atau orang
1. Verbalisasi 4.Menunjukan sikap empati dan
yang meninggal
menerima memberikan sentuhan (non verbal)
kehilangan Tereupautik
5.Memberikan motivasi kepada korban
2.Verbalisasi 1.Tunjukan sikap agar mau mengungkapkan atau bercerita
harapan menerima dan empati tentanf perasaan yang dialami

3.Verbalisasi 2.Motivasi agar mau 6.Memfasilitasi korban untuk


perasaan sedih mengungkapkan mengekspresikan perasaan kehilangan
perasaan kehilangan dengan cara bermain tiap anggota
4.Menurunkan
kelompok (mis.kel besar dan kel.kecil
verbalisasi mimpi 3.Fasilitasi
atau kel. Khusus )
buru mengekspreaikan
perasaan dengan cara 7.Mengajarkan kepada korban bencana
5.Verbalisasi
yang nyaman (bermain) untuk melewati proses berduka secara
menerima
bertahap dengan cara membiasakan diri
kehilangan Edukasi
untuk melakukan aktifitas seperti biasa
6.Verbalisasi 1.Ajarkan melewati tanpa orang yg sudah meninggal dari hal
harapan proses berduka secara kecil sekalipun (mis. Makan,tidur, dll).
bertahap
7.Verbalisasi 8.Melakukan indentifikasi perasaan
perasaan sedih 2. Dukungan spiritual khawatir, kesepian dan ketidakberdayaan

8.Menurunkan observasi 9.Mengidentifikasi pandangan tentang


verbalisasi mimpi hubungan antara spiritual dan kesehatan
1.Identifikasi perasaan
buru
khawatir, kesepian dan 10.Mengidentifikasi ketaatan dalam
9.Meningkatkan ketidakberdayaan menjalankan kegiatan beragama
pola tidur
2.Identifikasi pandangan 11.Memberikan kesempatan
10.Meningkatkan tentang hubungan antara mengekspresikan dan meredakan marah
konsentrasi spiritual dan kesehatan secara tepat
3.Identifikasi ketaatan 12.Melakukan diskusi tentang keyakinan
dalam beragama makna dan tujuan hidup nya

Terapeutik 13.Menganjurkan untuk berinteraksi


dengan keluarga, teman, dan orang lain
1.Berikan kesempatan
mengekspresikan dan 14.Menganjurkan berpartisipasi dalam
meredakan marah secara kelompok pendukung dengan kegiatan
tepat yang positif

2.Diskusikan keyakinan 15.Mengajarkan teknik relaksasi


tentang makna dan tujuan
hidup

Edukasi

1.Anjurkan berinteraksi
dengan keluarga, temen,
dan orang lain

2.Anjurkan berpartisipasi
dalam kelompok
pendukung

3.Ajarkan metode
relaksasi, meditasi dan
imajinasi terbimbing

Ansie Tujuan: Reduksi Ansietas 1. Mengkaji TTV


tas
Setelah 1.identifikasi saat tingkat 2. menganjurkan nafas dalam untuk
b.d
dilakukan ansietas berubah mengurangi kecemasan
krisis
intervensi 2.monitor tanda tanda
situas 3. pasien dapat mengungkapkan
1x24 jam ansietas
ional perasaan dan persepsinya
pasien akan
• ciptakan suasana
d.d pengendalian terapeutik untuk 4. suasana tidak teggang dan lebih
meras diri terhadap menumbuhkan tenang
a ansietas kepercayaan
5. pasien dapat berkonsentrasi
khaw berkurang
• dengarkan dengan
atir 6. pasien rileks saat dilakukan
kriteria hasil : penuh perhatian
denga intervesi
n 1.Luaran • temani pasien untuk
akiba Utama tingkat mengurangi
t dari Ansietas : kecemasan, jika
kondi memungkinkan
• verbalisasi
si
kebingungan • diskusikan
yang
menurun perencanaan realistis
di
tentang peristiwa yang
hadap • verbalisasi
akan datang
i khawatir
akibat kondisi • anjurkan
yang di hadapi mengungkapkan
menurun perasaan dan persepsi

• perilaku • Latih kegiatan


gelisah pengalihan untuk
menurun mengurangi
ketegangan
• perilaku
tegang • latih teknik relaksasi
menurun

• konsentrasi
2. Terapi Relaksasi
membaik
• identifikasi
• pola tidur
penurunan tingkat
membaik
energi,
2. Luaran ketidakmampuan
Tambahan berkonsetrasi, atau
Status kognitif gejala lain yang
: mengganggu
kemampuan kognitif
• komunikasi
jelas sesuai • identifikasi teknik
usia meningkat relaksasi yang pernah
efektif digunakan
• pemahaman
makna situasi • monitor respon
meningkat terhadap terapi
relaksasi
• kemampuan
membuat • gunakan nada suara
keputusan lembut dengan irama
meningkat lambat

• perhatian • jelaskan tujuan,


meningkat manfaat, batasan, dan
jenis relaksasi yang
• konsentrasi
tersedia
meningkat
• anjurkan mengambil
posisi nyaman

• anjurkan rileks dan


merasakan sensasi
relaksasi

• anjurkan sering
mengulangi atau
melatih teknik yang di
pilih
Kopi Setelah Manajemen 1.Melakukan identifikasi keamanan dan
ng dilakukan lingkungan kenyamanan lingkungan
komu intervensi
Observasi 2.Menyediakan ruang berjalan yang
nitas keperawatan
cukup aman
tidak semata 1x8 1.Identifikasi keamanan
efekti jam maka dan kenyamanan 3.Menyediakan tempat tidur yang bersih
f b/d diharapkan lingkungan . dan nyaman
riway status koping
Tereupautik 4.Memberikan informasi Ganti pakaian
at komunitas
secara berkala
benca meningkat: 2.Sediakan ruang
na berjalan yang cukup 5.Mempertahankan konsistensi
1.Keberdayaan
aman kunjungan tenaga kesehatan
komunitas
meningkat 3.Sediakan tempat tidur 6.Mengajarkan kepada pasien dan
yang bersih dan nyaman keluarga tentang upaya pencegahan
2.Kegiatan
infeksi
komunitas 4.Ganti pakaian secara
memenuhi berkala
harapan
5.Pertahankan
anggotanya
konsistensi kunjungan
meningkat
tenaga kesehatan
3.Komunikasi
Edukasi
positif meningkat
1.Ajarkan pasien dan
4.Program
keluarga tentang upaya
rekreasi
pencegahan infeksi
meningkat

5.Program
relaksasi
menigkat

6.Tanggung
jawab komunitas
terhadap
penatalaksanaan
stress meningkat

7). Kerangka Konsep

8). Kesimpulan :

Dari kasus diatas dapat disimpulakan bahwa korban bencana mengalami masalah keperawatan
sindroma pasca trauma, keputusasaan dan berduka yang diikuti dengan ansietas dan koping
komunitas tidak efektif . Peran perawat dalam menangani korban pasca bencana bukan hanya
memperhatikan keadaan fisik saja tetapi menangani masalah social dan psikologis korban
bencana . Perawat bersama tim tenaga kesehatan lain dan juga masyarakat yang terkait harus
bekerja sama dengan unsur lintas sektor untuk menangani masalah kesehatan yan dialami
masyarakat pasca bencana serta memepercepat fase pemulihan menuju keadaan sehat dan aman
bai korban pasca bencana.

Anda mungkin juga menyukai