DOSEN PENGAMPU:
DHONA ANDHINI S.KEP., NS., M.KEP
KELOMPOK I B REGULER 2016:
1. Yusnia silvia sari 04021381621043
2. M putriani hutapea 04021381621044
3. Muhammad Akbar Rahmadi 04021381621045
4. Ratna herlina 04021381621046
5. Riska meta riyani 04021381621047
6. Shinta Miranda Utami 04021381621048
7. Zakma amalia 04021381621049
8. Serli nanda siwi didik 04021381621050
9. Holyvia Qoriatin S 04021381621051
10. Suci indah sari 04021381621052
11. Soraya khairunnisa 04021381621053
Puji syukur Yang kami panjatkan kehadiran Tuhan Maha Esa, karena berkat rahmat dan
karunia-nya yang telah di berikan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan hasil Laporan
Tutorial Skenario Blok Keperawatan Bencana ini sesuai waktu yang ditentukan.
Kami mengetahui dalam membuat laporan tutorial ini banyak sekali kekurangan yang
kami lakukan. Dengan itu kami sangat menerima saran dan masukan yang diberikan kepada
kami. Semoga laporan tutorial yang kami sajikan dapat membantu dan menambah informasi
pembaca.
Penulis
SKENARIO BLOK KEPERAWATAN BENCANA
11 November 2019
Setahun berselang, bencana gempa Palu masih terasa jelas di ingatan. Selama satu hari, wilayah
Sulawesi Tengah diguncang 13 kali gempa bumi. Berbagai wilayah terdampak bencana seperti
Palu, Sigi, Parigi Moutong, dan Donggala mengalami kehancuran. Bahkan akses komunikasi di
wilayah terdampak terputus. Tak lama setelah gempa terjadi, tsunami menghantam bibir pantai
kota Palu, Donggala, dan Mamuju. Gempa pertama yang terjadi pada pukul 14.00 WIB,
mengakibatkan satu orang meninggal dunia, 10 orang luka, dan puluhan rumah rusak di
Singaraja, Kabupaten Donggala. Kemudian berturut-turut gempa susulan terjadi. Pada pukul
17.02 WIB, gempa dengan kekuatan 7,4 menerjang kembali. Adapun pusat gempa berada di
kedalaman 10 kilometer di jalur sesar Palu Koro.
Selain gempa dan tsunami, masyarakat juga dikejutkan dengan fenomena likuefaksi yang
menerjang wilayah Petobo, Palu. Akibatnya, wilayah seluas 180,6 hektar di Petobo dan 202,1
hektar di Jono Oge, Kabupaten Sigi mengalami kehancuran luar biasa. Di wilayah Petobo
sendiri, likuefaksi mengakibatkan 2.050 bangunan mengalami kerusakan. Sementara di Jono
Oge, sebanyak 366 bangunan mengalami kerusakan. Bencana gempa, tsunami, serta likuefaksi
yang terjadi dalam waktu satu hari ini menimbulkan banyak korban jiwa. Setidaknya tercatat ada
2.086 korban meninggal dunia, 671 orang hilang, dan 10.679 jiwa luka berat. Tercatat pula,
sebanyak 82.775 warga mengungsi di sejumlah titik. Tak hanya itu, sebanyak 67.310 rumah dan
2.736 sekolah rusak. Serta terdapat 20 fasilitas kesehatan dan 12 titik jalan rusak berat
(Kompas.com). Anda adalah tim perawat yang ditugaskan untuk mengatasi masalah yang
dialami oleh pengungsi, diantara pengungsi tersebut ada beberapa wanita hamil, anak-anak,
lansia dan penderita penyakit kronis. Sampai saat ini masih banyak masyarakat yang mengalami
trauma, sering mangalami mimpi buruk akan kejadian bencana tersebut, kurang semangat
menjalani hidup, kesulitan untuk konsentrasi dan tidur, ketakutan, serta tidak sedikit yang
menolak jika diajak berbicara tentang bencana yang telah dialaminya.
1) Klarifikasi istilah
1. Bencana
2. Likuefaksi
Adalah fenomena hilangnya kekuatan lapisan tanah akibat beban getaran gempa
(KKBI)
3. Trauma
Adalah keadaan jiwa atau tingkah laku yang tidak normal sebagai akibat dari
tekanan jiwa atau cedera jasmani. (KBBI)
4. Penyakit kronis
Adalah penyakit yang timbul atau berkembang dalam jangka waktu lama (KBBI)
2) Identifikasi masalah
TA Kenyataan/ observed Kesesuaian Konsen
No
1 Setahun berselang, bencana gempa Palu masih terasa jelas di SH -
ingatan. Selama satu hari, wilayah Sulawesi Tengah diguncang
13 kali gempa bumi. Berbagai wilayah terdampak bencana
seperti Palu, Sigi, Parigi Moutong, dan Donggala mengalami
kehancuran. Bahkan akses komunikasi di wilayah terdampak
terputus.
2 Tak lama setelah gempa terjadi, tsunami menghantam bibir TS V
pantai kota Palu, Donggala, dan Mamuju. Gempa pertama
yang terjadi pada pukul 14.00 WIB, mengakibatkan satu orang
meninggal dunia, 10 orang luka, dan puluhan rumah rusak di
Singaraja, Kabupaten Donggala. Kemudian berturut-turut
gempa susulan terjadi. Pada pukul 17.02 WIB, gempa dengan
kekuatan 7,4 menerjang kembali. Adapun pusat gempa berada
di kedalaman 10 kilometer di jalur sesar Palu Koro.
3) Prioritas masalah
PRIORITAS 1
Anda adalah tim perawat yang ditugaskan untuk mengatasi masalah yang dialami oleh
pengungsi, diantara pengungsi tersebut ada beberapa wanita hamil, anak-anak, lansia dan
penderita penyakit kronis. Sampai saat ini masih banyak masyarakat yang mengalami trauma,
sering mangalami mimpi buruk akan kejadian bencana tersebut, kurang semangat menjalani
hidup, kesulitan untuk konsentrasi dan tidur, ketakutan, serta tidak sedikit yang menolak jika
diajak berbicara tentang bencana yang telah dialaminya.
PRIORITAS 2
Selain gempa dan tsunami, masyarakat juga dikejutkan dengan fenomena likuefaksi yang
menerjang wilayah Petobo, Palu. Akibatnya, wilayah seluas 180,6 hektar di Petobo dan 202,1
hektar di Jono Oge, Kabupaten Sigi mengalami kehancuran luar biasa. Di wilayah Petobo
sendiri, likuefaksi mengakibatkan 2.050 bangunan mengalami kerusakan. Sementara di Jono
Oge, sebanyak 366 bangunan mengalami kerusakan. Bencana gempa, tsunami, serta
likuefaksi yang terjadi dalam waktu satu hari ini menimbulkan banyak korban jiwa.
Setidaknya tercatat ada 2.086 korban meninggal dunia, 671 orang hilang, dan 10.679 jiwa
luka berat. Tercatat pula, sebanyak 82.775 warga mengungsi di sejumlah titik. Tak hanya itu,
sebanyak 67.310 rumah dan 2.736 sekolah rusak. Serta terdapat 20 fasilitas kesehatan dan 12
titik jalan rusak berat (Kompas.com).
PRIORITAS 3
Tak lama setelah gempa terjadi, tsunami menghantam bibir pantai kota Palu, Donggala, dan
Mamuju. Gempa pertama yang terjadi pada pukul 14.00 WIB, mengakibatkan satu orang
meninggal dunia, 10 orang luka, dan puluhan rumah rusak di Singaraja, Kabupaten Donggala.
Kemudian berturut-turut gempa susulan terjadi. Pada pukul 17.02 WIB, gempa dengan
kekuatan 7,4 menerjang kembali. Adapun pusat gempa berada di kedalaman 10 kilometer di
jalur sesar Palu Koro.
PRIORITAS 1
Anda adalah tim perawat yang ditugaskan untuk mengatasi masalah yang dialami oleh
pengungsi, diantara pengungsi tersebut ada beberapa wanita hamil, anak-anak, lansia dan
penderita penyakit kronis. Sampai saat ini masih banyak masyarakat yang mengalami trauma,
sering mangalami mimpi buruk akan kejadian bencana tersebut, kurang semangat menjalani
hidup, kesulitan untuk konsentrasi dan tidur, ketakutan, serta tidak sedikit yang menolak jika
diajak berbicara tentang bencana yang telah dialaminya.
Pertanyaan :
Selain itu, saat bencana ibu hamil bisa saja mengalami benturan dan luka yang
mengakibatkan perdarahan atau pelepasan dini pada plasenta dan rupture uteri. Keadaan
ini dapat mengakibatkan gawat janin dan mengancam kehidupan ibu dan janin. Itulah
sebabnya ibu hamil dan melahirkan perlu diprioritaskan dalam penanggulangan bencana
alasannya karenadi situ ada dua kehidupan
Ada enam tahapan yang harus dilakukan dalam mengatasi trauma bencana yaitu:
6. Setelah bencana apa yang dilakukan pada fase pemulihan dan fase rehabilitasi?
Jawab:
Manajemen Bencana, fase pemulihan (recovery) merupakan fase akhir dari proses
penanggulangan dampak bencana (Beach, 2010:4; Kusumasari, 2014: 21).
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pascabencana meliputi rehabilitasi
dan rekonstruksi.
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan
kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana (Ramli, 2011: 38).
9. Bagaimana Peran perawat dalam mengatasi bencana sesuai dengan tempat dan
tugasnya ?
Jawab :
Perawat sebagai bagian dari petugas kesehatan yang ikut dalam penanggulangan
bencana dapat berada di berbagai tempat seperti di rumah sakit, di pusat evakuasi, di
klinik berjalan atau di puskesmas. Berikut dibawah ini akan diuraikan peran perawat
sesuai dengan tempat tugasnya.
1. Peran Perawat di Rumah Sakit yang terkena Dampak Bencana
Peran perawat di rumah sakit yang terkena bencana (ICN, 2009) yaitu:
a. Sebagai manager, perawat mempunyai tugas antara lain: mengelola pelayanan gawat
darurat, mengelola fasilitas, peralatan, dan obat-obatan live saving, mengelola
administrasi dan keuangan ugd, melaksanakan pengendalian mutu pelayanan gadar,
melakukan koordinasi dengan unit RS lain.
b. Sebagai Leadership, memiliki tugas untuk: mengelola tenaga medis, tenaga
keperawatan dan tenaga non medis, membagi jadwal dinas.
c. Sebagai pemberi asuhan keperawatan (care giver), perawat harus melakukan
pelayanan siaga bencana dan memilah masalah fisik dan psikologis yang terjadi pada
pasien
2. Peran Perawat di Pusat Evakuasi
Di pusat evakuasi perawat mempunyai peran sebagai :
a. Koordinator, berwenang untuk: mengkoordinir sumberdaya baik tenaga kesehatan,
peralatan evakuasi dan bahan logistik, mengkoordinir daerah yang menjadi tempat
evakuasi
b. Sebagai pelaksana evakuasi: perawat harus melakukan transportasi pasien, stabilisasi
pasien, merujuk pasien dan membantu penyediaan air bersih dan sanitasi di daerah
bencana seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
3. Peran Perawat di Klinik Lapangan (Mobile Clinic)
Peran perawat di klinik berjalan (mobile clinic) adalah melakukan: triage, penanganan
trauma, perawatan emergency, perawatan akut, pertolongan pertama, kontrol infeksi,
pemberian supportive, palliative.
4. Peran Perawat di Puskesmas
Peran perawat di puskesmas saat terjadi bencana adalah melakukan: perawatan pasien
ringan, pemberian obat ringan, merujuk pasien.
10. Bagaimana cara mengatasi korban bencana pada kelompok rentan ibu dan bayi ?
Jawab :
Setelah masa bencana, ibu dan bayi menjalani kehidupan yang baru. Pengalaman
menghadapi bencana menjadi pelajaran untuk ibu untuk memperbaiki hidupnya. Ibu
yang masih dapat dipertahankan kehamilannya dipantau terus kondisi ibu dan janinnya
agar dapat melahirkan dengan selamat pada waktunya. Bagi ibu yang sudah melahirkan,
fungsi dan tugas ibu merawat bayi harus tetap dijalankan, baik di tempat pengungsian
atau pun di lingkungan keluarga terdekat. Tujuan keperawatan bencana pada fase
setelah bencana adalah untuk membantu ibu menjalani tugas ibu seperti uraian dibawah
ini.
1. Pemberian ASI (Air Susu Ibu)
Pemberian ASI eksklusif bagi bayi yang berusia 0-6 bulan dan tetap menyusui hingga 2
tahun pada kondisi darurat.Pemberian susu formula hanya dapat diberikan jika ibu bayi
meninggal, tidak adanya ibu susuan atau donor ASI. Selain itu, pemberian susu formula
harus dengan indikasi khusus yang dikeluarkan dokter dan tenaga kesehatan terampil.
Seperti halnya obat, susu formula tidak bisa diberikan sembarangan, harus diresepkan
oleh dokter. Pendistribusian susu formula dalam situasi bencana pun harus dengan
persetujuan dinas kesehatan setempat. Bukan berarti ketika terjadi bencana, kita bebas
mendonasikan susu formula maupun susu bubuk, UHT yang bisa menggantikan
pemberian ASI hingga
berusia 2 tahun.
2. Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) Berkualitas
Intervensi terbaik untuk menyelamatkan hidup bayi dan anak. ASI dan MPASI berkualitas
bukan hanya sebagai pemenuhan kebutuhan tubuh bayi dan anak, akan tetapi
merupakan “life saving” untuk keberlangsungan hidup jangka pendek maupun jangka
panjang. Tetaplah menyusui hingga 2 tahun. Adapun syarat MPASI berkualitas adalah
sebagai berikut: a. MPASI disediakan berdasarkan bahan lokal dengan menggunakan
peralatan makan yang higienis. b. MPASI harus yang mudah dimakan, dicerna dan
dengan penyiapan yang higienis. c. Pemberian MPASI disesuaikan dengan umur dan
kebutuhan gizi bayi. d. MPASI harus mengandung kalori dan mikronutrien yang cukup
(energi, protein, vitamin dan mineral yang cukup terutama Fe, vitamin A dan vitamin C).
e. MPASI pabrikan hanya alternatifdarurat. Penggunaannya setidaknya tidak lebih dari 5
hari pasca bencana.
11. Bagaimana cara mengatasi korban bencana pada kelompok rentan anak ?
Jawab :
Hal-hal yang seharusnya diprioritaskan segera setelah terjadi bencana adalah
pengobatan darurat dan pertolongan pertama untuk menjamin kelangsungan hidup dan
keselamatan. Anak yang mendapatkan perawatan pediatrik tidak dapat mengeluhkan
rasa sakitnya, sehingga keterangan mereka sering tidak jelas, maka perawat sering
mengalami kesulitan dalam mengkaji level darurat dari anak. Beberapa anak terlihat
serius, tetapi sebenarnya mereka berada dalam kondisi ringan. Sedangkan yang lain
kelihatan ringan, tetapi mereka sebenarnya dalam kondisi yang serius. Anak dalam
keadaan darurat mempunyai ciri khas yang sulit dinilai dalam keadaan
mendesak/darurat. Oleh karena itu, segera setelah bencana dibutuhkan triage yang
cepat dan tepat terhadap anak dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya
keadaan yang memburuk. Jika anak dan orang tua dipisahkan dalam kondisi luar biasa
seperti bencana, dapat menyebabkan PSTD pada anak maupun orang tua.Oleh karena
itu, perawat harus segera merespon dan menyediakan pengobatan dan psikoterapi
disamping tindakan bedah, dan harus memperhatikan masalah kesehatan mental anak
dan memastikan agar sebisa mungkin anak tidak dipisahkan dari orang tua. Hal ini
penting bagi perawat untuk menemukan bagaimana keadaan anak di tempat
penampungan atau lokasi pengungsian melalui pengecekan keselamatan korban.
Membuat peta keberadaan anak dan keluarganya pada kondisi darurat sangat
bermanfaat terutama pada waktu perawat lain akan mengambil alih tugas perawat
lain.Karena peta tersebut menunjukkan sejumlah data, seperti berapa usia anak, dimana
anak itu berada, anak seperti apa mereka, dengan siapa anak berada, dan kondisi anak
seperti anak prematur, bayi yang baru dilahirkan, anak penyandang cacat, anak pengidap
penyakit kronis (diabetes, epilepsi, penyakit ginjal, asma, penyakit darah, dll), anak
beresiko tinggi yang menggunakan peralatan medis seperti alat pernapasan, tabung
oksigen, dan alat penyedot untuk mempertahankan hidupnya. Anak pada fase kronis
dalam siklus bencana dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok anak yang pindah
dari area bencana dimana alat penunjang kehidupannya (lifeline) terputus ke tempatyang
lebih aman dan kelompok anak yang mulai tinggal di tempat
penampungan/pengungsian,seperti di sekolah dan beberapa bangunan yang ada di area
bencana. Sedangkan kelompok kedua terpaksa tinggal berkelompok bersama sejumlah
korban bencana.Oleh karena itu, perawat perlu mengkaji apakah air bersih, makanan
sehat, fasilitas sanitasi dasar seperti toilet, pembuangan sampah dan tempat tinggal yang
aman sudah terjamin
12. Bagaimana cara mengatsi korban bencana pada kelompok rentan lansia ?
Jawab :
Bencana menimbulkan ketakutan kematian kepada orang lansia.Selain itu, mereka
mengalami sejumlah kehilangan secara serentak, seperti kehilangan keluarga dan
kerabat, rumah yang sudah lama dihuni, kehilangan harta dan harapan untuk masa
depan, sehingga mereka merasakan kegelisahan pada rehabilitasi kehidupan.
Yangdiprioritaskan pada saat terjadi bencana adalah memindahkan orang lansia ke
tempat yang aman. Lansia sulit memperoleh informasi karena penurunan daya
pendengaran dan komunikasi.Selain itu, karena mereka memiliki rasa cinta yang dalam
pada tanah dan rumah diri sendiri, maka tindakan untuk mengungsi pun
berkecenderungan terlambat dibandingkan dengan generasi yang lain.Dalam kondisi
lansia tersebut dirawat/dibantu oleh orang lain, maka mereka tidak bisa mengungsi
tanpa ada bantuan dari orang lain.Oleh karena itu, sangat penting bagi Bencana
menimbulkan ketakutan kematian kepada orang lansia.Selain itu, mereka mengalami
sejumlah kehilangan secara serentak, seperti kehilangan keluarga dan kerabat, rumah
yang sudah lama dihuni, kehilangan harta dan harapan untuk masa depan, sehingga
mereka merasakan kegelisahan pada rehabilitasi kehidupan. Yangdiprioritaskan pada
saat terjadi bencana adalah memindahkan orang lansia ke tempat yang aman. Lansia sulit
memperoleh informasi karena penurunan daya pendengaran dan komunikasi.Selain itu,
karena mereka memiliki rasa cinta yang dalam pada tanah dan rumah diri sendiri, maka
tindakan untuk mengungsi pun berkecenderungan terlambat dibandingkan dengan
generasi yang lain.Dalam kondisi lansia tersebut dirawat/dibantu oleh orang lain, maka
mereka tidak bisa mengungsi tanpa ada bantuan dari orang lain.Oleh karena itu, sangat
penting bagi.
PRIORITAS 2
Selain gempa dan tsunami, masyarakat juga dikejutkan dengan fenomena likuefaksi yang
menerjang wilayah Petobo, Palu. Akibatnya, wilayah seluas 180,6 hektar di Petobo dan 202,1
hektar di Jono Oge, Kabupaten Sigi mengalami kehancuran luar biasa. Di wilayah Petobo
sendiri, likuefaksi mengakibatkan 2.050 bangunan mengalami kerusakan. Sementara di Jono
Oge, sebanyak 366 bangunan mengalami kerusakan. Bencana gempa, tsunami, serta likuefaksi
yang terjadi dalam waktu satu hari ini menimbulkan banyak korban jiwa. Setidaknya tercatat
ada 2.086 korban meninggal dunia, 671 orang hilang, dan 10.679 jiwa luka berat. Tercatat pula,
sebanyak 82.775 warga mengungsi di sejumlah titik. Tak hanya itu, sebanyak 67.310 rumah
dan 2.736 sekolah rusak. Serta terdapat 20 fasilitas kesehatan dan 12 titik jalan rusak berat
(Kompas.com).
Pertanyaan :
1. Pengertian manajemen bencana?
Jawab :
Definisi bencana dalam buku Disaster Management – A Disaster Manager’s Handbook
adalah suatu kejadian, alam atau buatan manusia, tiba- tiba atau progesive, yang
menimbulkan dampak yang dasyat (hebat) sehingga komunitas (masyarakat) yang
terkena atau terpengaruh harus merespon dengan tindakan-tindakan luar biasa.Menurut
UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penggulangan Bencana Bab I Pasal 1 ayat 1, Bencana
adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Pada ayat
2,3 dan 4 bencana dibedakan atas 3 kategori berdasarkan penyebabnya, yaitu bencana
alam, bencana non alam, dan bencana sosial.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus,
banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana non alam adalah bencana
yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain
berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Bencana sosial
adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau
antarkomunitas masyarakat, dan teror.
Sumber :Undang-Undang R.I. Nomor : 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
(Jakarta : BAKORNAS PB, 2007), h. 4.
Secara umum faktor penyebab terjadinya bencana adalah karena adanya interaksi antara
ancaman (hazard) dan kerentanan (vulnerability). Ancaman bencana menurut Undang-
undang Nomor 24 tahun 2007 adalah “Suatu kejadian atau peristiwa yang bisa
menimbulkan bencana”. Kerentanan terhadap dampak atau risiko bencana adalah
“Kondisi atau karateristik biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan
teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang
mengurangi kemampuan masyarakat untuk mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan
menanggapi dampak bahaya tertentu” (MPBI, 2004:5).
Sumber :Nurjanah,dkk. 2012. Manajemen Bencana. Bandung. ALFABETA. hlm 20-21
PRIORITAS 3
Tak lama setelah gempa terjadi, tsunami menghantam bibir pantai kota Palu, Donggala, dan
Mamuju. Gempa pertama yang terjadi pada pukul 14.00 WIB, mengakibatkan satu orang
meninggal dunia, 10 orang luka, dan puluhan rumah rusak di Singaraja, Kabupaten Donggala.
Kemudian berturut-turut gempa susulan terjadi. Pada pukul 17.02 WIB, gempa dengan kekuatan
7,4 menerjang kembali. Adapun pusat gempa berada di kedalaman 10 kilometer di jalur sesar
Palu Koro.
Pertanyaan :
5). Hipotesis :
Penanganan korban pasca bencana dengan masalah keperawatan Sindrom Pasca Trauma.
1. Sindroma pasca trauma b.d bencana d.d ketakutan berulang, mimpi buruk, dll
3.berduka b.d kematian keluarga atau orang terdekat d.d tidak mampu berkonsentrasi.
4. ansietas b.d krisis situasional d.d merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
5. koping komunitas tidak efektif b.d riwayat bencana d.d mengungkapkan ketidakberdayaan
Asuhan keperawatan
1.Minat
beraktivitas
meningkat
2.Aktivitas
sehari-hari
meningkat
3.Harga diri
meningkat
4.Perasaan tidak
berharga menurun
5.Putus asa
menurun
Edukasi
1.Anjurkan berinteraksi
dengan keluarga, temen,
dan orang lain
2.Anjurkan berpartisipasi
dalam kelompok
pendukung
3.Ajarkan metode
relaksasi, meditasi dan
imajinasi terbimbing
• konsentrasi
2. Terapi Relaksasi
membaik
• identifikasi
• pola tidur
penurunan tingkat
membaik
energi,
2. Luaran ketidakmampuan
Tambahan berkonsetrasi, atau
Status kognitif gejala lain yang
: mengganggu
kemampuan kognitif
• komunikasi
jelas sesuai • identifikasi teknik
usia meningkat relaksasi yang pernah
efektif digunakan
• pemahaman
makna situasi • monitor respon
meningkat terhadap terapi
relaksasi
• kemampuan
membuat • gunakan nada suara
keputusan lembut dengan irama
meningkat lambat
• anjurkan sering
mengulangi atau
melatih teknik yang di
pilih
Kopi Setelah Manajemen 1.Melakukan identifikasi keamanan dan
ng dilakukan lingkungan kenyamanan lingkungan
komu intervensi
Observasi 2.Menyediakan ruang berjalan yang
nitas keperawatan
cukup aman
tidak semata 1x8 1.Identifikasi keamanan
efekti jam maka dan kenyamanan 3.Menyediakan tempat tidur yang bersih
f b/d diharapkan lingkungan . dan nyaman
riway status koping
Tereupautik 4.Memberikan informasi Ganti pakaian
at komunitas
secara berkala
benca meningkat: 2.Sediakan ruang
na berjalan yang cukup 5.Mempertahankan konsistensi
1.Keberdayaan
aman kunjungan tenaga kesehatan
komunitas
meningkat 3.Sediakan tempat tidur 6.Mengajarkan kepada pasien dan
yang bersih dan nyaman keluarga tentang upaya pencegahan
2.Kegiatan
infeksi
komunitas 4.Ganti pakaian secara
memenuhi berkala
harapan
5.Pertahankan
anggotanya
konsistensi kunjungan
meningkat
tenaga kesehatan
3.Komunikasi
Edukasi
positif meningkat
1.Ajarkan pasien dan
4.Program
keluarga tentang upaya
rekreasi
pencegahan infeksi
meningkat
5.Program
relaksasi
menigkat
6.Tanggung
jawab komunitas
terhadap
penatalaksanaan
stress meningkat
8). Kesimpulan :
Dari kasus diatas dapat disimpulakan bahwa korban bencana mengalami masalah keperawatan
sindroma pasca trauma, keputusasaan dan berduka yang diikuti dengan ansietas dan koping
komunitas tidak efektif . Peran perawat dalam menangani korban pasca bencana bukan hanya
memperhatikan keadaan fisik saja tetapi menangani masalah social dan psikologis korban
bencana . Perawat bersama tim tenaga kesehatan lain dan juga masyarakat yang terkait harus
bekerja sama dengan unsur lintas sektor untuk menangani masalah kesehatan yan dialami
masyarakat pasca bencana serta memepercepat fase pemulihan menuju keadaan sehat dan aman
bai korban pasca bencana.