Anda di halaman 1dari 3

Dampak dan Penyebab dari kehancuran pasca

bencana gempa yang melanda Yogyakarta tahun 2006

Gempa bumi adalah getaran yang terjadi di permukaan bumi akibat pelepasan
energi dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang seismik. Gempa Bumi
biasa disebabkan oleh pergerakan kerak Bumi dan bisa menyebabkan tsunami jika
terjadi di dasar laut. Pada teks ini, akan membahas tentang kronologi pada peristiwa
Gempa Bumi di Yogyakarta yang merugikan banyak masyarakat setempat.

Gempa Bumi Yogyakarta Mei 2006 adalah peristiwa gempa Bumi tektonik kuat yang
mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah pada Sabtu pagi, 27 Mei
2006 kurang lebih pukul 05:55:03 WIB selama 57 detik. Gempa Bumi tersebut
berkekuatan 5,9 pada skala Richter. 

16 tahun yang lalu, Ribuan orang meninggal karena gempa yang berpusat di
Bantul tersebut. Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB)
Bantul, Dwi Daryanto menyampaikan, gempa Jogja 2006 terjadi pada pukul 5.53 WIB.
Kekuatan gempa M 5,9 mengguncang tanah Yogyakarta dan sekitarnya cukup lama,
sampai 57 detik. Kekuatan getaran dan lamanya gempa menghancurkan ratusan ribu
rumah dan menyebabkan ribuan orang meninggal. Dari data BPBD Bantul, jumlah
korban meninggal di wilayah Bantul ada 4143 korban tewas, dengan jumlah rumah rusak
total 71.763, rusak berat 71.372, rusak ringan 66.359 rumah. Berkaca dari fenomena
gempa Jogja 2006, para ahli mengingatkan bukan gempa yang membunuh manusia,
Namun bangunannya. Korban tewas pada umumnya karena tertimpa bangunan yang
roboh. Sementara itu korban luka-luka banyak terjadi karena kepanikan yang luar biasa.
“Gempa tidak membunuh, tetapi bangunan yang menyebabkan korban luka dan
meninggal dunia," tandas Dwi. pakar gempa Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI), Danny Hilman Natawidjaja, berkata bahwa gempa Yogyakarta sangat merusak
karena sesar yang aktif ada di bawah kawasan permukiman penduduk. "Di Yogyakarta,
karakteristik tanahnya juga merupakan endapan vulkanik yang rapuh sehingga
mengamplifikasi gempa. Ditambah dengan bangunan di Yogyakarta yang sangat buruk
saat itu maka wajar kalau gempa saat itu sangat merusak," ungkap Danny.

Letak Indonesia yang berada di antara tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng


Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik pada jarak sekitar 150km – 180km ke
selatan dari garis pantai Pulau Jawa serta berada di posisi Ring of fire menjadikan
Indonesia kerap kali diterpa bencana gempa Bumi dan letusan gunung berapi. 

Struktur tanah alluvial menyebabkan Kabupaten Bantul mengalami kehancuran


yang parah pasca dilanda gempa. Secara keseluruhan, gempa mengakibatkan lebih dari
5.800 jiwa tewas, 120 ribuan bangunan hancur, dengan potensi kerugian ekonomi
mencapai lebih dari 8 trilyun rupiah. Bahkan 7 hari setelah gempa, masih banyak lokasi
di Bantul yang belum di aliri listrik. Gempa bumi Yogyakarta inix juga
mengakibatkan Bandar Udara Internasional Adisutjipto ditutup sehubungan dengan
gangguan komunikasi, kerusakan bangunan dan keretakan pada landasan pacu,
sehingga untuk sementara transportasi udara dialihkan ke Bandar Udara Internasional
Ahmad Yani Semarang dan Bandar Udara Internasional Adisumarmo Solo.

Penanganan pasca gempa dilakukan dengan cepat di mana Susilo Bambang Yudhoyono
yang kala itu menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia memutuskan untuk
memindahkan kabinet pemerintahannya ke Yogyakarta dan berkantor selama lima hari
di sana. Hal itu dilakukan untuk mengendalikan Satuan Koordinasi Pelaksana (Satkorlak)
guna memastikan penanganan korban pasca gempa.

Sudah 16 tahun berlalu namun kisah pedih tersebut tetap dikenang sebagai
pelajaran berharga untuk kita semua bahwa menjaga alam adalah suatu keharusan.
Namun, rupanya tragedi gempa tersebut masih belum dapat meningkatkan kesadaran
warga terhadap pentingnya mitigasi gempa. Menurut Kepala Badan Geologi, Surono,
mitigasi bencana masih belum menjadi fokus warga ketika membangun rumah. Dia
mengatakan, mitigasi belum dianggap sebagai modal dan masyarakat masih enggan
membangun rumah tahan gempa. Padahal, Indonesia dikenal langganan gempa. Untuk
itu, Danny pun menghimbau Indonesia untuk lebih serius memetakan dengan rinci
sumber-sumber gempa. Dia berkata bahwa pemetaan sesar daratan perlu dilakukan
sehingga pemerintah daerah memiliki dasar untuk merencanakan tata ruang dengan
memperhitungkan risiko gempa.
Selain desa, sudah ada delapan sekolah ditetapkan sebagai sekolah tangguh bencana.
Tidak hanya sebatas pembentukan desa dan sekolah tangguh bencana.

Pasca-pembentukan, kegiatan pendampingan tetap dilakukan termasuk pelatihan


pengurangan risiko bencana. Kawasan pesisir pun sudah terpasang Early Warning
System (EWS), untuk mengantisipasi tsunami."Terus dilakukan pendampingan kepada
masyarakat agar waspada. Setiap desa tetap

diminta meningkatkan kewaspadaan sesuai kearifan lokal masing-masing," kata Dwi

Anda mungkin juga menyukai