Anda di halaman 1dari 8

Letak Geologi Indonesia Memengaruhi Gempa Bumi di Tanah Sunda

(Kelompok 5)

Oleh:
Bunga Tasqia Putri (1420122002)
Dwi Nanda Ikmaldi (1420122023)
Ika Dwi Partika (1420122036)
Ima Septia Miryani (1420122005)
Salma Sarfiatun Nawawi (1420122038)
Windaningsih (1420122037)

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN A


INSTITUT KESEHATAN IMMANUEL BANDUNG

Latar Belakang
Jawa Barat merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa yang terdiri dari
18 kabupaten dan 9 kota. Dengan kawasan pantai utara merupakan dataran
rendah, dan di bagian tengah merupakan pegunungan dengan titik tertinggi adalah
Gunung Ciremai, yang berada di sebelah barat daya Kota Cirebon. Dengan sungai
yang berpotensi yaitu Sungai Citarum dan Sungai Cimanuk. Wilayah Laut Pesisir
Jawa Barat memiliki potensi gempa bumi dan tsunami, yang disebabkan oleh
adanya patahan aktif yang dapat menimbulkan terjadi bencana alam seperti gempa
bumi. Pada wilayah Jawa Barat terdapat sejumlah patahan aktif sehingga relatif
rawan terhadap gempa bumi yang disebabkan oleh pertemuan lempeng. Patahan
aktif yang terdapat di Jawa Barat di antaranya adalah Sesar Cimandiri yaitu
patahan yang membentang dari Pelabuhan Ratu Sukabumi sampai ke Cianjur,
adapun patahan yang lain yaitu Sesar Baribis yang berada di wilayah Majalengka
dan Kuningan, dan Sesar Lembang yang berada di wilayah Lembang Bandung.
Oleh karena itu diperlukan perhatian lebih dalam menanggapi hal tersebut.
Daerah Jawa Barat dan Banten khususnya wilayah selatan merupakan
kawasan yang rawan terjadi gempa bumi. Secara geografis daerah Jawa Barat dan
Banten terletak pada -6° s/d 8° LS dan 105° s/d 108° BT. Daerah ini merupakan
wilayah di kepulauan Indonesia yang berada di zona pertemuan antara lempeng
Eurasia dengan Indo-Australia yang merupakan gerakan lempeng Indo-Australia
bergerak ke arah utara dan bertumbukan dengan lempeng Eurasia yang relatif
diam. Selain adanya aktivitas subduksi lempeng di daerah Selatan Jawa Barat
daerah ini juga rawan bencana gempa bumi dikarenakan adanya aktivitas sesar
lokal di wilayah tersebut, seperti Sesar Lembang, Sesar Cimandiri dan Sesar
Baribis (Hilmi et al., 2019).
Dikutip dari Sindonews.com, menurut catatan Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG), sepanjang 2022 telah terjadi ribuan kali
gempa dalam skala kecil hingga besar. Pada periode 1-20 Januari 2022, BMKG
mencatat setidaknya terjadi 726 gempa, yang terbesar terjadi di Banten pada 14
Januari 2022. Gempa tersebut bermagnitudo 6,7 berpusat di 52 km Barat Daya
Sumur, Banten. Meskipun tidak berpotensi tsunami, gempa ini bersifat destruktif.
Lebih dari 700 unit rumah di 113 desa rusak, termasuk sarana pendidikan,
kesehatan, dan tempat ibadah. Gempa bermagnitudo 4,8 juga terjadi di Sukabumi,
Jawa Barat pada 26 April 2022. Gempa pukul 12 malam ini tidak berdampak apa
pun. Di akhir April, tepatnya pada 29 April, gempa juga terasa di Pangalengan,
Kabupaten Bandung. Gempa tersebut berskala kecil, yakni magnitudo 2,3. Di
bulan Oktober 2022, gempa dengan magnitudo 5,5 melanda Banten pada 9
Oktober 2022. Gempa yang terasa hingga Jakarta ini tidak berpeluang
menimbulkan tsunami.
Beranjak ke bulan November 2022, salah satu gempa destruktif terjadi
pada 21 November 2022 yang berpusat di Cianjur, Jawa Barat. Gempa
berkekuatan magnitudo 5,6 ini menewaskan lebih dari 100 orang dan memaksa
sekitar 5.400 masyarakat untuk mengungsi. Tidak hanya di Cianjur, gempa juga
terasa hingga ke Bogor dan Jakarta. Lalu pada bulan Desember kemarin gempa
dengan magnitudo (M) 6,1 mengguncang wilayah Garut Selatan, Jawa Barat, pada
Sabtu, 3 Desember 2022 pukul 16.49 WIB. Tidak lama setelah terjadinya gempa
bumi di Garut, Sukabumi juga mengalami gempa bumi pada tanggal 8 Desember
2022. Titik pusat gempa 8 Desember 2022 ini berada di darat 22 km tenggara
Kota Sukabumi dengan kedalaman 104 km. Titik lokasi gempa berada di
koordinat 7.11 lintang selatan (LS) dan 106.99 bujur timur (BT). Dari uraian di
atas dapat diamati bahwa Indonesia terkhusus daerah di Jawa Barat harus lebih
waspada terhadap bencana gempa.
Pembahasan
A. Letak Geologi Indonesia
Secara geologis Indonesia merupakan negara kepulauan yang rawan
terjadi bencana alam, hal tersebut dikarenakan letak geografis Indonesia yang
dikelilingi oleh tiga lempeng dunia yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-
Australia, dan Lempeng Pasifik. Akibat dari pertemuan ketiga lempeng dunia
tersebut menjadikan Indonesia berada di atas jalur api pegunungan atau yang
disebut dengan Ring of Fire, terdapat 140 gunung berapi yang berada di jalur
Ring of Fire dan berpotensi sebagai salah satu penyebab Indonesia rawan terhadap
bencana alam. Bencana alam merupakan peristiwa alam yang berdampak negatif
berupa kerugian ekonomi, kerusakan bangunan, dan korban jiwa.
Jalur Ring of Fire menimbulkan beberapa bencana alam yang sering
terjadi di Indonesia, salah satunya yaitu bencana alam gempa bumi. Gempa bumi
adalah getaran yang terjadi di permukaan bumi akibat pelepasan energi dari dalam
secara tiba-tiba yang menyebabkan dislokasi (pergeseran). Frekuensi terjadinya
gempa di suatu wilayah, mengacu pada ukuran dan jenis gempa bumi yang
dialami selama periode waktu. Gempa bumi tidak hanya dipengaruhi oleh
aktivitas lempeng maupun kerak bumi, adapun pengaruh dari runtuhnya sebuah
bangunan juga mampu mengakibatkan sebuah getaran yang dapat disebut gempa
bumi. Bencana alam gempa bumi dapat berpengaruh negatif jika getaran yang
dikeluarkan berskala besar dan dapat memicu munculnya bencana lain seperti
tsunami yang berasal dari gempa bumi di dasar laut yang mengakibatkan patahan
di dasar laut. Adanya potensi bahaya bencana alam tersebut dapat diprediksi
melalui daerah yang sering mengalami bencana alam gempa bumi. Namun untuk
memprediksi datangnya sebuah bencana alam dirasa sulit untuk memprediksinya,
tetapi ada cara yang dapat digunakan untuk mencegah jatuhnya korban jiwa saat
terjadi bencana alam yaitu melalui kegiatan mitigasi bencana.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi dampak negatif
dari adanya bencana alam yaitu melalui mitigasi bencana. Karena keadaan darurat
dapat terjadi kapan pun dan di mana pun tanpa terkecuali. Menurut Pusat
Pendidikan Mitigasi Bencana (P2MB) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI),
mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana (Jayawardana, 2016). Mitigasi
bencana terbagi menjadi 3 proses yaitu prabencana alam, saat bencana alam, dan
pascabencana alam ketiga proses tersebut sering disebut dengan siklus mitigasi
bencana alam. Pentingnya pengetahuan tentang mitigasi bencana menjadi salah
satu pengetahuan yang digunakan secara berkelanjutan dikarenakan bencana alam
bisa datang kapan pun dan di mana pun. Oleh karena itu diperlukan modal dasar
masyarakat untuk menyelamatkan diri dari bencana yaitu kemampuan tanggap
darurat terhadap bencana dan sumber daya yang cukup (Yulistiya, 2022).
B. Gempa Bumi
Gempa bumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan
antar lempeng bumi, patahan aktif aktivitas gunung api atau runtuhan batuan.
Gempa bumi adalah getaran asli dari dalam bumi, bersumber di dalam bumi yang
kemudian merambat ke permukaan bumi akibat rekahan bumi pecah dan bergeser
dengan keras (Kunci, 2010). Kekuatan gempa bumi akibat aktivitas gunung api
dan runtuhan batuan relatif kecil sehingga kita akan memusatkan pembahasan
pada gempa bumi akibat tumbukan antar lempeng bumi dan patahan aktif (Indarto
et al., 2016). Gempa bumi ditimbulkan oleh pergeseran patahan, sehingga
keberadaan patahan baik di permukaan maupun di bawah permukaan harus bisa
dipetakan dengan baik dan akurat. Energi gempa bumi merambat dari sumber
pergeseran patahan dalam beberapa jenis gelombang, yang menuntut pengukuran
secara tepat dan cepat. Kerusakan infrastruktur tidak hanya disebabkan oleh
besaran energi, namun juga bagaimana percepatan gelombang gempa bumi
diterima di lokasi tersebut. Perioda dan frekuensi batuan di permukaan serta
bangunan turut pula menentukan derajat kerusakan, bila terjadi fenomena
resonansi dan amplifikasi getaran gempa bumi yang memiliki kesamaan karakter
gelombang (Husein, 2016). Gempa bumi ditimbulkan oleh pergeseran patahan,
sehingga keberadaan patahan baik di permukaan maupun di bawah permukaan
harus bisa dipetakan dengan baik dan akurat. Energi gempa bumi merambat dari
sumber pergeseran patahan dalam beberapa jenis gelombang, yang menuntut
pengukuran secara tepat dan cepat. Kerusakan infrastruktur tidak hanya
disebabkan oleh besaran energi, namun juga bagaimana percepatan gelombang
gempa bumi diterima di lokasi tersebut. Perioda dan frekuensi batuan di
permukaan serta bangunan turut pula menentukan derajat kerusakan, bila terjadi
fenomena resonansi dan amplifikasi getaran gempa bumi yang memiliki kesamaan
karakter gelombang.
Patahan adalah retakan yang membatasi dua blok batuan ketika bergeser
satu terhadap lainnya. Pergerakan tersebut dapat terjadi karena batuan menerima
dan menyimpan tekanan tektonis yang dikirimkan oleh interaksi lempeng-
lempeng litosfer, sedikit demi sedikit terakumulasi sedemikian rupa hingga gaya
tersebut menjadi sedemikian besar dan mampu menggeser batuan di sepanjang
bidang patahan. Pergeseran tersebut terjadi secara mendadak, menghantarkan
gelombang kejutnya ke segala arah, yang kemudian dikenal sebagai gempa bumi.
Terdapat berbagai jenis patahan, yang secara sederhana dapat dikelompokkan
menurut sifat pergeserannya pada bidang patahan yaitu patahan yang bergeser
searah kemiringan bidang patahan (dip-slip faults) dan patahan yang bergeser
searah jurus bidang patahan (strike-slip faults). Lebih detail lagi, dip-slip faults
dapat dibedakan menjadi patahan turun (normal) bila blok batuan di atas bidang
patahan bergerak turun, dan patahan naik (anjak) bila blok batuan di atas bidang
patahan bergerak naik. Demikian pula dengan strike-slip faults, dapat dibedakan
menjadi patahan sinistral bila blok batuan sebelah kiri bergerak mendekati, dan
patahan dekstral bila blok batuan sebelah kanan bergerak mendekati.

C. Gempa Bumi di Jawa Barat


Dikutip dari iNewsJabar.id, secara geografis Indonesia merupakan negara
kepulauan di pertemuan empat lempeng tektonik, yaitu, lempeng Benua Asia,
Benua Australia, Samudera Hindia dan Samudra Pasifik. Kondisi ini sangat
berpotensi sekaligus rawan bencana alam. Dari semua provinsi di Indonesia,
bahwa Pulau Jawa, Provinsi Jawa Barat yang paling sering diguncang gempa.
Dalam dua bulan terakhir, terjadi ratusan kali gempa bumi mengguncang Jawa
Barat. Gempa bumi paling merusak terjadi di Kabupaten Cianjur pada Senin 21
November 2022. Kekuatan atau magnitudo gempa bumi itu hanya 5,6, tetapi
karena berpusat di darat, bencana alam tersebut menimbulkan kerusakan sangat
parah dan menelan ratusan korban jiwa. Berdasarkan data Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) jumlah korban meninggal sebanyak 334 orang
dan beberapa lainnya masih hilang. Sebelum gempa bumi Cianjur terjadi,
rangkaian gempa mengguncang beberapa daerah di Jawa Barat. Seperti, Garut,
Tasikmalaya, Purwakarta, Kabupaten Bandung, Sukabumi. Bahkan ratusan gempa
susulan mengguncang Cianjur dengan kekuatan bervariasi, antara Magnitudo 1
hingga 4,3.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi,
dan Geofisika (BMKG) Daryono menyebut Jawa Barat merupakan wilayah
dengan intensitas gempa paling aktif dibanding daerah di Pulau Jawa lainnya.
Penyebabnya, Jawa Barat memiliki banyak sumber gempa di laut dan darat.
Sumber gempa di laut, yakni, subduksi ke bawah, sesar dasar laut, zona
megathrust, dan zona intraslab. Sedangkan sumber gempa di darat, yakni, terdapat
lima sesar aktif atau rekahan kulit Bumi di Jawa Barat. Antara lain, Sesar
Cimandiri, Garut Selatan (Garsela), Lembang, Padalarang, Baribis dan terakhir
Sesar Cugenang. BMKG menyebut masih banyak sesar lain yang belum
tergambar dalam peta. Selain sesar dan lempeng tektonik, di Jawa Barat juga
terdapat sejumlah gunung berapi aktif. Berdasarkan peta sebaran gunung api yang
dirilis Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), terdapat tujuh gunung
api aktif di Jawa Barat. Ketujuh gunung api aktif itu antara lain, Gunung
Tangkuban Perahu di perbatasan Kabupaten Bandung Barat dan Subang.
Kemudian, Gunung Guntur dan Papandayan di Kabupaten Garut. Gunung
Galunggung di Kabupaten Tasikmalaya. Lalu, Gunung Ciremai di perbatasan
Kabupaten Kuningan dan Majalengka. Gunung Gede Pangrango di Kabupaten
Sukabumi, Bogor, dan Cianjur. Terakhir, Gunung Salak di tiga daerah,
Kota/Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Garut.
D. Mitigasi Bencana
Mitigasi bencana adalah istilah yang digunakan untuk menunjuk pada
tindakan untuk mengurangi dampak dari suatu bencana yang dapat dilakukan
sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan
pengurangan risiko jangka panjang. Dalam UU No. 24 Tahun 2007, usaha
mitigasi dapat berupa prabencana, saat bencana dan pasca bencana. Prabencana
berupa kesiapsiagaan atau upaya memberikan pemahaman pada penduduk untuk
mengantisipasi bencana, melalui pemberian informasi, peningkatan kesiagaan
kalau terjadi bencana ada langkah-langkah untuk memperkecil risiko bencana
Penanganan bencana harus dengan strategi proaktif, tidak semata-mata
bertindak pascabencana, tetapi melakukan berbagai kegiatan persiapan untuk
mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana. Berbagai tindakan yang bisa
dilakukan untuk mengantisipasi datangnya bencana dengan membentuk sistem
peringatan dini, identifikasi kebutuhan dan sumber-sumber yang tersedia,
penyiapan anggaran dan alternatif tindakan, sampai koordinasi dengan pihak-
pihak yang memantau perubahan alam. Dalam mitigasi dilakukan upaya-upaya
untuk meminimalkan dampak dari bencana yang akan terjadi yaitu program untuk
mengurangi pengaruh suatu bencana terhadap masyarakat atau komunitas
dilakukan melalui perencanaan tata ruang. pengaturan tata guna lahan,
penyusunan peta kerentanan bencana, penyusunan basis data, pemantauan dan
pengembangan.
Mitigasi bencana merupakan kegiatan yang amat penting dalam
penanggulangan bencana karena kegiatan ini merupakan kegiatan sebelum
terjadinya bencana yang dimaksudkan untuk mengantisipasi agar korban jiwa dan
kerugian materi yang ditimbulkan dapat dikurangi. Masyarakat yang berada di
daerah rawan bencana maupun yang berada di luar sangat besar perannya,
sehingga perlu ditingkatkan kesadarannya, kepeduliannya dan kecintaannya
terhadap alam dan lingkungan hidup serta kedisiplinan terhadap peraturan dan
norma-norma yang ada. Istilah program mitigasi bencana mengacu kepada dua
tahap perencanaan yaitu: Pertama, perencanaan sebelum kejadian untuk
manajemen bencana, mencakup aktivitas mitigasi dan perencanaan bencana;
Kedua, perencanaan serta tindakan sesudah kejadian, meliputi peningkatan
standar teknis dan bantuan medis serta bantuan keuangan bagi korban (Inoguchi
et.al, 2003). Dalam mitigasi bencana dilakukan tindakan-tindakan: antisipatif
untuk meminimalkan dampak dari bencana yang terjadi dilakukan melalui
perencanaan tata ruang, pengaturan tata guna lahan, penyusunan peta kerentanan
bencana, penyusunan data, pemantauan dan pengembangan. Di negara-negara
maju, kesalahan dalam pembangunan diimbangi melalui perencanaan yang
matang (Inoguchi et.al, 2003).
Informasi tempat pengungsian saat terjadi bencana alam sangat penting
sebab penduduk yang menyelamatkan diri saat terjadinya bencana seharusnya
tahu ke mana mereka harus menyelamatkan diri. Keberadaan rambu-rambu
petunjuk arah penyelamatan seperti yang dilakukan di Jepang mutlak diperlukan
agar masyarakat tahu jalur yang akan dilaluinya untuk menyelamatkan diri
sebelum terjadi bencana. Dengan demikian akan berkurang kepanikan masyarakat
pada saat bencana akan terjadi sehingga masyarakat bisa dengan lebih tenang
dalam melakukan upaya mitigasi bencana. Penerapan informasi yang efektif dan
program-program pendidikan, masyarakat dapat menggunakan brosur, instruksi
satu lembar, uji coba sistem peringatan secara berkala, informasi media cetak dan
elektronik dan lain-lain. Beberapa informasi ini ditujukan bagi institusi- institusi
seperti sekolah-sekolah, rumah sakit, fasilitas perawatan-pemulihan, dan
komunitas yang tidak bisa berbahasa setempat (para wisatawan). Upaya-upaya
informasi dan pendidikan ini penting diadakan secara rutin dan komprehensif.
Kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah kota ditujukan untuk
mengurangi kerugian dan kerusakan akibat bencana yang sewaktu-waktu dapat
melanda kota. Pemerintah pada daerah yang rawan bencana gempa intensif
melakukan simulasi upaya evakuasi dan penyelamatan terhadap bencana.
Demikian juga media membantu dengan menayangkan program yang memberi
informasi upaya penyelamatan terhadap bencana gempa. Dalam hal bencana yang
disebabkan oleh gempa bumi di daerah perkotaan, berdasarkan fakta dan hasil
penelitian beberapa pakar, menunjukkan bahwa sebagian besar korban terjadi
akibat keruntuhan dan kerusakan bangunan, seperti jatuhnya atap, runtuhnya
kolom, hancurnya dinding, dll. Hal ini menunjukkan bahwa upaya mitigasi
bencana gempa bumi melalui pengembangan desain rumah tahan gempa sampai
saat ini belum sepenuhnya berhasil. Hal lain juga yang menyebabkan korban
akibat bencana gempa sangat besar adalah tidak adanya lokasi evakuasi yang
mampu memberikan perlindungan bagi warga ketika bencana terjadi yaitu berupa
bangunan penyelamatan yang telah dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan
dalam keadaan darurat. Mitigasi harus memperhatikan semua tindakan yang
diambil untuk mengurangi pengaruh dari bencana dan kondisi yang peka dalam
rangka untuk mengurangi bencana yang lebih besar di kemudian hari. Karena itu
seluruh aktivitas mitigasi difokuskan pada bencana itu sendiri atau elemen dari
ancaman.

Penutup
Peristiwa kebencanaan yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari letak geografis
Indonesia. Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak
pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, lempeng
Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan lempeng Samudera Pasifik. Pada
bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang
memanjang dari Pulau Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara hingga Sulawesi, yang
sisinya berupa pegunungan vulkanik tua. Khusus Provinsi Jawa Barat, ada tiga
sesar yang aktif, yaitu Sesar Cimandiri, Sesar Lembang, dan Sesar Baribis.
Provinsi Jawa Barat juga diapit dua lempeng, yaitu Lempeng Eurasia dan
Lempeng Hindia-Australia. Kondisi ini sangat berpotensi sekaligus rawan
bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah
longsor. Dengan demikian, bencana adalah suatu keniscayaan.
DAFTAR PUSTAKA
Hilmi, I. L., Sutrisno, S., & Sunarya, D. (2019). Analisis Seismisitas Berdasarkan
Data Gempa Bumi Periode 1958-2018 Menggunakan b-Value Pada Daerah
Selatan Jawa Barat dan Banten. Al-Fiziya: Journal of Materials Science,
Geophysics, Instrumentation and Theoretical Physics, 2(1), 10–16.
https://doi.org/10.15408/fiziya.v2i1.10482
Husein, S. (2016). Bencana Gempabumi. Proceeding of DRR Action Plan
Workshop, 2(January), 1–10. https://doi.org/10.13140/RG.2.1.1112.6808
Indarto, Wahyuningsih, S., Pudjojono, M., Ahmad, H., Ahmad, Y., &
Kementerian ESDM. (2016). Pengenalan Gempa Bumi. Departemen Energi
Dan Sumber Daya Mineral, 08(02), 1–6.
Kunci, K. (2010). Gempa Bumi, Tsunami Dan Mitigasinya. Gempa Bumi,
Tsunami Dan Mitigasinya, 7(1). https://doi.org/10.15294/jg.v7i1.92
Noor, Djauhari. (2014). Pengantar Mitigasi Bencana Geologi. Yogyakarta:
Deepublish.
Yulistiya, D. (2022). Sosialisasi tanggap bencana gempa bumi untuk anak
sekolah dasar. 5(1), 65–71.

Anda mungkin juga menyukai