Anda di halaman 1dari 11

BENCANA ALAM DAN UPAYA MITIGASI

Dosen Pembimbing:
Dr. David Andrio, Msi

Disusun oleh:
Dzacky Maulana Assyifa 1907155240
Hengky Tosaka 1907113464
Zikri Irwansyah 1907124188

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2022/2023
LATAR BELAKANG
Bencana alam dapat terjadi secara tiba‐tiba maupun melalui proses yang
berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir
tidak mungkin diperkirakan secara akurat kapan, dimana akan terjadi dan besaran
kekuatannya. Sedangkan beberapa bencana lainnya seperti banjir, tanah longsor,
kekeringan, letusan gunungapi, tsunami dan anomali cuaca masih dapat diramalkan
sebelumnya. Meskipun demikian kejadian bencana selalu memberikan dampak
kejutan dan menimbulkan banyak kerugian baik jiwa maupun materi. Kejutan
tersebut terjadi karena kurangnya kewaspadaan dan kesiapan pemerintah dan
masyarakat setempat tentang pentingnya penanggulangan bencana.

Dengan ditetapkannya Undang‐undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang


Penanggulangan Bencana, maka penyelenggaraan penanggulangan bencana
diharapkan akan semakin baik, karena Pemerintah dan Pemerintah daerah menjadi
penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Penanggulangan bencana dilakukan secara terarah mulai pra bencana, saat tanggap
darurat, dan pasca bencana. Tahap awal dalam upaya ini adalah
mengenali/mengidentifikasi terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana. 

Paling tidak ada interaksi empat faktor utama yang dapat menimbulkan
bencana‐bencana tersebut menimbulkan banyak korban dan kerugian besar, yaitu: ‰

 Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya (hazards) ‰


 Sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan kualitas sumberdaya alam
(vulnerability) ‰
 Kurangnya informasi/peringatan dini (early warning) yang menyebabkan
ketidaksiapan ‰
 Ketidakberdayaan/ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya

Meskipun upaya penanggulangan bencana telah dilakukan, baik oleh Pemerintah


melalui departemen/lembaga/instansi terkait serta lembaga/organisasi non pemerintah
serta masyarakat, namun kejadian bencana tetap menunjukkan peningkatan baik
intensitasnya maupun dampak kerugiannya. Untuk itu upaya‐upaya pengurangan
bencana harus tetap dilakukan dan selalu ditingkatkan. Salah satu upaya tersebut
adalah dengan memberikan pengetahuan praktis tentang karakteristik bencana dan
upaya‐ upaya mitigasinya kepada seluruh pemangku kepentingan (stake holder).
Gempa bumi merupakan bencana alam yang sangat sulit diprediksi, baik
waktu terjadinya maupun besarnya skala Magnitude yang terjadi. Gempa bumi terjadi
karena guncangan hebat akibat akumulasi energi yang terjadi di dalam kulit bumi
(litosfir) kemudian menjalar kepermukaan bumi dengan skala Magnitude tertentu
(Mustafa, 2010). Gempa bumi juga merupakan salah satu bencana alam yang
menimbulkan tingkat kerusakan tinggi, oleh karenanya banyak sekali menimbulkan
korban jiwa dan juga materi.

Gempa bumi terjadi karena dua sebab, yaitu secara Tektonik dan secara
Vulkanik. Di Indonesia sendiri merupakan negara dengan kawasan rawan gempa
bumi, karena terletak diantara pertemuan tiga lempeng besar dunia, yaitu Lempeng
Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Serta terletak pada kawasan
Ring of Fire , sehingga sering terjadi gempa bumi baik secara Tektonik maupun
secara Vulkanik.

Hidayat dan Santoso (1997) berpendapat bahwa gempa bumi merupakan salah
satu bencana alam yang sukar diprediksi, terjadi secara tiba-tiba dan dalam rentang
waktu yang relatif singkat, namun dampak yang terjadi dapat menghancurkan semua
yang ada dipermukaan bumi. Akibat sulit diprediksinya kapan terjadinya bencana
gempa bumi ,maka tingkat kerusakan yang terjadi serta korban jiwa yang timbul
sangat besar. Seperti halnya gempa bumi Yogyakarta tahun 2006 yang menelan
korban jiwa sebanyak 4.772 jiwa dengan kekuatan gempa 5,9 Magnitude. Sesuai data
BMKG (2019) ,gempa tersebut terjadi pada kedalaman 33 km dengan koordinat Lat -
8.260 ;Long 110.310 telah merusak bangunan di Jawa Tengah khususnya Bantul,
Klaten, dan Prambanan.

Banyaknya korban jiwa yang meninggal karena terkena reruntuhan bangunan


di sekitarnya, gempa dengan kekuatan 5,9 Magnitude terjadi pukul 05:54 WIB
dimana masyarakat masih dalam keadaan tertidur dan tidak sempat menyelamatkan
diri. Selain faktor tersebut juga kurangnya pengetahuan atas kesiapsiagaan
masyarakat terhadap bencana alam terutama gempa bumi, sehingga langkah
masyarakat dalam menyelamatkan diri ketika terjadi gempa sangat kurang dan
menyebabkan kepanikan dalam diri masyarakat.
TEORI PENDUKUNG

2.1 Penyebab Terjadinya gempa

Gempa bumi merupakan gejala alamiah yang berupa gerakan


goncangan atau getaran tanah yang ditimbulkan oleh adanya sumbersumber getaran
tanah akibat terjadinya patahan atau sesar akibat aktivitas tektonik, letusan gunungapi
akibat aktivitas vulkanik, hantaman benda langit (misalnya meteor dan asteroid),
dan/atau ledakan bom akibat ulah manusia. Penyebab terjadinya Gempa Bumi :

• Proses tektonik akibat pergerakan kulit/lempeng bumi.


• Aktivitas sesar di permukaan bumi.
• Pergerakan geomorfologi secara lokal, contohnya terjadi runtuhan tanah.
• Aktivitas gunung api.
• Ledakan nuklir

Gempa bumi (earthquake) adalah getaran yang terasa dari permukaan bumi,
cukup kuat untuk menghancurkan bangunan utama dan membunuh ribuan orang.
Tingkat kekuatan getaran berkisar dari tidak dirasakan hingga cukup kuat untuk
melemparkan orang di sekitar. Gempa bumi merupakan hasil dari pelepasan tibatiba
energi dalam kerak bumi yang menciptakan gelombang seismik. Kegempaan,
seismism atau aktivitas seismik pada suatu daerah mengacu pada frekuensi, jenis dan
ukuran gempa bumi yang terjadi selama periode waktu tertentu. Ketika episentrum
gempa besar terletak di lepas pantai, dasar laut akan tergerus dan cukup untuk
menimbulkan tsunami. Gempa bumi juga bisa memicu tanah longsor, dan aktivitas
vulkanik sesekali.

Gempa bumi diukur dengan menggunakan alat dari seismometer. Moment


magnitude adalah skala yang paling umum di mana gempa bumi dengan magnitude
sekitar (skala) 5 dilaporkan untuk seluruh dunia. Sedangkan banyaknya gempa bumi
kecil kurang dari 5 magnitude dilaporkan oleh observatorium seismologi nasional
diukur sebagian besar pada skala magnitude lokal, atau disebut juga sebagai Skala
Richter. Kedua ukuran itu sebenarnya sama selama rentang pengukurannya valid.

Besaran gempa dengan skala 3 magnitude atau kurang kebanyakan sering


tidak dapat dirasakan dipermukaan atau disebut lemah. Namun jika besaran
magnitude dengan skala 7 atau lebih besar akan berpotensi menyebabkan kerusakan
serius disebuah daerah, tergantung pada kedalaman mereka. Gempa bumi terbesar
yang terjadi pada dekade ini dengan skala lebih dari 9 magnitude atau lebih adalah
terjadi di Jepang pada tahun 2011 (semenjak tulisan ini dibuat), dan itu adalah gempa
Jepang terbesar sejak pencatatan dimulai. Intensitas getaran diukur pada skala
Mercalli yang dimodifikasi. Karena merupakan gempa dangkal sehingga gempa
tersebut menyebabkan semua struktur bangunan rata dengan tanah.

Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan


oleh tekanan yang disebabkan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan
itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut
tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa bumi akan
terjadi. Gempa tektonik terjadi di mana saja di bumi di mana ada energi yang
tersimpan regangan elastis yang cukup untuk mendorong perambatan fraktur
disepanjang bidang patahan (seperti gelang karet yang ditarik kemudian dilepas tiba-
tiba).

Sisi patahan bergerak melewati satu sama lain dengan lancar dan secara
seismik hanya jika tidak ada penyimpangan atau asperities (tingkat kekasaran
permukaan lempeng di zona subduksi) sepanjang permukaan patahan yang
meningkatkan hambatan gesek. Kebanyakan permukaan patahan memiliki asperities
tersebut dan ini mengarah ke bentuk stick-slip behaviour. Kadangkala ketika patahan
terkunci, dan terus terjadi gerakan relatif antara lempeng akan menyebabkan
meningkatnya tekanan dan karenanya energi regangan tersimpan dalam sekitar
permukaan patahan. Ini terus berlanjut sampai tekanan telah meningkat cukup untuk
menerobos asperity, kemudian secara tiba-tiba memungkinkan meluncur di atas
bagian yang terkunci dari patahan, dan melepaskan energi yang tersimpan (Ohnaka,
2013). Energi ini dilepaskan sebagai kombinasi dari radiasi gelombang seismik
regangan (elastis), panas dari gesekan permukaan patahan, dan retakan dari batuan,
sehingga menyebabkan gempa bumi (Ohnaka, 2013).

Proses bertahap build-up dari tegangan dan tekanan yang diselingi oleh
sesekali kegagalan gempa secara tiba-tiba disebut sebagai teori elastic-rebound.
Diperkirakan bahwa hanya 10 persen atau kurang dari total energi gempa yang
dipancarkan sebagai energi seismik. Sebagian besar energi yang digunakan untuk
daya gempa perkembangan fraktur gempa atau hasil dari panas yang dihasilkan oleh
gesekan. Oleh karena itu, gempa bumi skala tersedia dari bumi yang merupkan energi
potensial bumi dan kenaikan suhu, meskipun perubahan ini diabaikan dibandingkan
dengan arus konduktif dan konvektif alur panas yang keluar dari interior yang dalam
bumi (Spence, Sipkin, & Choy, 1989).

Beberapa gempa bumi lain juga dapat terjadi karena pergerakan magma di
dalam gunung api. Gempa bumi seperti itu dapat menjadi gejala akan terjadinya
letusan gunung berapi. Beberapa gempa bumi (jarang namun) juga terjadi karena
menumpuknya massa air yang sangat besar di balik dam, seperti Dam Karibia di
Zambia, Afrika. Sebagian lagi (jarang juga) dapat terjadi karena injeksi atau akstraksi
cairan dari/ke dalam Bumi (contoh. pada beberapa pembangkit listrik tenaga panas
bumi dan di Rocky Mountain Arsenal). Terakhir, gempa juga dapat terjadi dari
peledakan bahan peledak. Hal ini dapat membuat para ilmuwan memonitor tes
rahasia senjata nuklir yang dilakukan pemerintah. Gempa bumi yang disebabkan oleh
manusia seperti ini dinamakan juga seismisitas terinduksi.

2.2 Kelompok Gempa

Kebanyakan gempa bumi merupakan bagian dari urutan, berhubungan satu


sama lain dalam hal lokasi dan waktu. Sebagian besar kelompok gempa terdiri dari
tremor kecil yang menyebabkan sedikit atau tidak ada kerusakan, tapi ada teori bahwa
gempa bumi dapat kambuh dalam pola yang teratur (USGSa , 2015).

a. Aftershock (Gempa Susulan)


Aftershock adalah gempa yang terjadi setelah gempa sebelumnya
(mainshock). Gempa susulan berada di kawasan yang sama dari shock utama
tetapi magnitudenya selalu lebih kecil. Jika gempa susulan lebih besar dari
shock utama, gempa susulan yang kembali sebagai shock utama dikenal
dengan istilah foreshock. Gempa susulan terbentuk karena kerak bumi di
sekitar bidang patahan tergusur menyesuaikan dengan efek shock utama
(USGSc , 2015).
b. Kawanan (Swarms)
Gempa Kawanan gempa adalah rangkaian gempa bumi menyerang di
kawasan tertentu dalam waktu singkat. Mereka berbeda dari gempa bumi
diikuti dengan rangkaian gempa susulan dengan kenyataan bahwa ada gempa
tunggal dalam urutan jelas shock utama, karena itu tak satu pun memiliki
magnitude yang lebih tinggi (yang tercatat) dari yang lain.
c. Badai (Strom)
Gempa Kadang-kadang serangkaian gempa bumi terjadi dalam semacam
badai gempa, di mana gempa bumi menyerang patahan dalam kelompok,
masing-masing dipicu oleh tekanan atau tegangan disebarkan ulang gempa
sebelumnya. Mirip dengan aftershock namun segmen terjadinya berdekatan
dari patahan, badai ini terjadi selama bertahun-tahun, dan dengan beberapa
gempa bumi susulan sama daya rusaknya seperti gempa awalnya. Pola seperti
diamati pada sekitar selusin gempa yang melanda Utara Anatolia Patahan di
Turki pada abad ke-20 dan telah disimpulkan untuk cluster anomali yang lebih
tua dari gempa bumi besar di Timur Tengah (Amos & Cline, 2000).
UPAYA MITIGASI GEMPA BUMI

Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik


melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana. Hal ini diatur berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana.

Sementara mitigasi bencana gempa bumi adalah upaya-upaya dalam rangka


mengurangi risiko bencana gempa bumi. Menurut Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB), gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di
permukaan bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif,
aktivitas gunung api atau runtuhan batuan.

a. Mitigasi sebelum terjadi bencana gempa bumi


• Kunci utama adalah:
Mengenali apa itu gempa bumi, penyebab, jenis, dan dampaknya
Pastikan struktur dan letak rumah dapat terhindar dari bahaya oleh gempa
bumi
Mengevaluasi dan merenovasi ulang struktur bangunan agar terhindar dari
bahaya gempa bumi.
• Kenali lingkungan tempat bekerja:
Perhatikan letak pintu, lift, tangga darurat, dan tempat paling aman untuk
berlindung
Belajar melakukan P3K (Pertolongan pertama pada kecelakaan)
Belajar menggunakan alat pemadam kebakaran
Catat nomor telepon penting untuk dihubungi ketika terjadi gempa bumi.
• Persiapan rutin pada tempat bekerja dan tinggal:
Perabotan diatur menempel pada dinding untuk menghindari jatuh, roboh,
bergeser ketika terjadi gempa bumi.
Simpan bahan mudah terbakar pada tempat yang tidak mudah pecah agar
terhindar dari kebakaran.
Selalu mematikan air, gas dan listrik jika tidak sedang digunakan.
 Penyebab celaka paling banyak ketika terjadi gempa bumi adalah akibat
kejatuhan material, maka:
Atur benda yang berat sebisa mungkin berada pada bagian bawah
Cek kestabilan benda tergantung yang dapat jatuh ketika gempa bumi
terjadi.
 Persiapkan alat-alat seperti kotak P3K, senter/lampu baterai, makanan dan
minuman, dll.
b. Mitgasi Saat terjadi Bencana Gempa bumi
 Jika berada di dalam bangunan:
Lindungi badan dan kepala dari reruntuhan bangunan dengan berlindung
di bawah meja
Cari tempat yang paling aman dari reruntuhan dan goncangan
Lari ke luar bangunan apabila masih dapat dilakukan.
 Jika berada di luar bangunan atau area terbuka:
Menghindari bangunan yang ada di sekitar seperti gedung, tiang listrik,
pohon, dll.
Perhatikan tempat berpijak, hindari apabila terjadi rekahan tanah.
 Jika sedang mengendarai mobil:
Keluar, turun dan menjauh dari mobil hindari jika terjadi pergeseran atau
kebakaran
Lakukan langkah mitigasi ketika berada di area terbuka.
 Jika tinggal atau berada di pantai:
Jauhi pantai untuk menghindari bahaya tsunami.
 Jika Anda tinggal di daerah pegunungan:
Hindari daerah yang mungkin terjadi longsoran.
c. Mitigasi setelah terjadi gempa bumi
 Jika berada di dalam bangunan:
Keluar dari bangunan tersebut dengan tertib
Jangan menggunakan tangga berjalan atau lift, gunakan tangga biasa
Periksa apa ada yang terluka, lakukan P3K
Telepon atau mintalah pertolongan apabila terjadi luka parah.
 Periksa lingkungan sekitar:
Periksa apabila terjadi kebakaran
Periksa apabila terjadi kebocoran gas
Periksa apabila terjadi hubungan arus pendek listrik
Periksa aliran dan pipa air
Periksa apabila ada hal-hal yang membahayakan (mematikan listrik,
tidak menyalakan api, dll.).

 Jangan memasuki bangunan yang sudah terkena gempa karena


kemungkinan masih terdapat reruntuhan.

 Jangan berjalan di daerah sekitar gempa karena kemungkinan terjadi


bahaya susulan masih ada.

 Mengikuti informasi mengenai gempa bumi dan jangan mudah terpancing


oleh isu atau berita yang tidak jelas sumbernya.

 Mengisi angket yang diberikan oleh instansi terkait untuk mengetahui


seberapa besar kerusakan yang terjadi

 Jangan panik dan jangan lupa selalu berdoa untuk keamanan dan
keselamatan.
TINDAKAN KEPADA KORBAN GEMPA BUMI

Bencana alam ini terkadang terjadi tanpa adanya peringatan seperti gempa
bumi. Untuk itu, pemerintah akan membentuk badan penganggulangan bencana yang
bertugas untuk mencegah korban jiwa di bencana masa depan. Tak hanya itu, mereka
pun membantu pemulihan saat bencana alam terjadi. Korban harus dipindahkan ke
tempat yang lebih aman dan mendapatkan perawatan.

1. Bantuan sanitasi
2. Bantuan hunian sementara
3. Bantuan sandang dan pangan
4. Bantuan medis
5. Bantuan kerohanian

Anda mungkin juga menyukai