Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bumi merupakan planet yang memiliki beragam fenomena alam dan beragam
kehidupan yang tinggal di dalamnya. Semua makhluk, hidup di lapisan lithosfer.
Lapisan ini pada dasarnya memiliki banyak elemen, mulai dari dataran,
pegunungan, perbukitan, dan elemen-elemen lainnya yang juga memiliki potensi
dan kerawanan terhadap bencana yang berbeda-beda. Namun, semua fenomena
alam, keragaman bentuk, serta kerawanan atas bencana berawal dari proses yang
sama, yaitu pergeseran lempeng-lempeng benua dan samudera atau yang mungkin
lebih dikenal dengan sebutan Teori Tektonik Lempeng. Teori ini pada intinya
menjelaskan bahwa lithosfer adalah suatu masa yang kaku dan bergerak diatas
suatu lapisan Astenosfer yang bersifat cair dan plastis, karena adanya pergerakan
inilah, terjadi sebuah tumbukan antarlempeng yang akhirnya membentuk
permukaan bumi dengan berbagai potensi dan kerawanan bencana yang berbeda-
beda.
Dengan adanya proses tersebut, kehidupan makhluk-mahluk di planet ini
mendapatkan keuntungan sekaligus kerugian dari bencana yang ditimbulkan.
Gempa bumi (earthquake) adalah salah satu bencana alam akibat dari adanya
proses tektonik tersebut. Daerah-daerah pertemuan tumbukan tersebut
(subduction zone) menjadi daerah rawan gempa bumi, seperti ujung pantai barat
Sumatera, pantai selatan Flores, berlanjut dari pantai selatan Timor, pantai barat
laut dan barat Irian Jaya, Utara Pulau Seram, barat dan utara Maluku, serta sampai
ke timur dan utara Sulawesi.
Adapun gempa bumi sendiri merupakan bencana yang tidak dapat diprediksi
sebelumnya, serta menimbulkan kerusakan yang beragam tergantung skala dari
gempa itu sendiri. Makalah ini akan membahas tuntas mengenai bencana gempa
bumi mulai dari pengertian, jenis kerusakan, hingga mitigasi bencana yang harus
dilakukan.
1.2 Rumusan Masalah
Apa penyebab terjadinya gempa bumi?
Bagaimana proses terjadinya gempa bumi?
Apa saja dampak yang ditimbulkan dari gempa bumi?
Bagaimana cara meminimalisir dampak dari gempa bumi?

1.3 Tujuan
Mengetahui penyebab terjadinya gempa bumi
Memahami proses terjadinya gempa bumi
Mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh gempa bumi
Memahami cara meminimalisir dampak gempa bumi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Gempa Bumi


Pada hakekatnya, gempa bumi adalah getaran atau serentetan getaran
dari kulit bumi yang bersifat tidak abadi/ sementara dan kemudian
menyebar ke segala arah (Howel, 1969). Gempa bumi juga dapat
dikatakan sebagai sebuah hentakan besar yang terjadi sekaligus akibat
penimbunan energy elastic atau strain dalam waktu yang lama secara
kontinuitas akibat dari adanya proses pergerakan lempeng benua dan
samudera (Nandi, 2006).
Kawasan rawan bencana adalah suatu wilayah yang memiliki kondisi
atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis,
social budaya politik, ekonomi, dan teknologi yang untuk jangka waktu
tertentu tidak dapat atau tidak mampu mencegah, eredam, mencapai
kesiapan, sehingga mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak
buruk bahaya tertentu (Tondobala, 2011). Sementara itu definisi rawan
bencana gempa bumi adalah suatu kejadian atau peirstiwa energy yang
diakibatkan pergeseran/pergerakan pada bagian dalam bumi (kerak bumi)
secara tiba-tiba.

1.2 Karakteristik Gempa Bumi


Adapun karakteristik gempa bumi adalah sebagai berikut:
Berlangsung dalam waktu yang sangat singkat
Lokasi kejadian tertentu
Akibatnya dapat menimbulkan bencana
Berpotensi terulang lagi
Belum dapat diprediksi
Tidak dapat dicegah, tetapi akibat yang ditimbulkan dapat
dikurangi

1.3 Tipe Gempa Bumi

Pada dasarnya, bentuk ancaman gempa bisa dikategorikan menjadi 2


(dua) yaitu Skala Macro dan skala Micro. Termasuk kedalam skala
Macro jika ancamannya meliputi kawasan atau wilayah yang sangat luas,
sehingga kerusakan yang timbul sangat merugikan baik secara struktur
maupun non struktur. Dan spek yang ditimbulkan sangat mempengaruhi
factor perekonomian, social, maupun politik. Sedangkan disebut ancaman
skala micro apabila ancaman yang terjadi hanya pada wilayah tertentu
dengan cakupan yang lebih kecil dari macro, walaupun efek yang
ditimbulkan tetap sama yaitu struktur dan non-struktur serta berdampak
langsung pada perekonomian, social kemasyarakatan wilayah setempat
(BNPB, 2011; Hasyim, 2011)

Tipe-tipe gempa bumi juga dapat digolongkan menjadi:


1. Gempa bumi vulkanik (Gunung Api). Gempa bumi ini terjadi akibat
adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum gunung api
meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan
menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan
terjadinya gempabumi. Gempa bumi tersebut hanya terasa di sekitar
gunung api tersebut.
2. Gempa bumi tektonik. Gempa bumi ini disebabkan oleh adanya
aktivitas tektonik, yaitu pergeseran lempeng lempeng tektonik secara
mendadak yang mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga
yang sangat besar. Gempabumi ini banyak menimbulkan kerusakan
atau bencana alam di bumi, getaran gempa bumi yang kuat mampu
menjalar keseluruh bagian bumi. Gempa bumi tektonik disebabkan
oleh perlepasan [tenaga] yang terjadi karena pergeseran lempengan
plat tektonik seperti layaknya gelang karet ditarik dan dilepaskan
dengan tiba-tiba. Tenaga yang dihasilkan oleh tekanan antara batuan
dikenal sebagai kecacatan tektonik. Teori dari tectonic plate (lempeng
tektonik) menjelaskan bahwa bumi terdiri dari beberapa lapisan
batuan, sebagian besar area dari lapisan kerak itu akan hanyut dan
mengapung di lapisan seperti salju. Lapisan tersebut begerak perlahan
sehingga berpecah-pecah dan bertabrakan satu sama lainnya. Hal
inilah yang menyebabkan terjadinya gempa tektonik.

Keduanya mempunyai potensi dapat menimbulkan kerusakan,


kehilangan jiwa manusia, atau kerusakan lingkungan (Hasyim, 2011)
dalam (Suwarno, 2013)

2.5 Penyebab Terjadinya Gempa Bumi


Berikut ini adalah beberapa penyebab terjadinya gempa bumi, yaitu:
Proses tektonik akibat pergerakan kulit/lempeng bumi
Aktivitas sesar di permukaan bumi
Pergerakan geomorfologi secara lokal, contohnya terjadi runtuhan
tanah
Aktivitas gunung api
Ledakan Nuklir

Mekanisme perusakan terjadi karena energi getaran gempa dirambatkan


ke seluruh bagian bumi. Di permukaan bumi, getaran tersebut dapat
menyebabkan kerusakan dan runtuhnya bangunan sehingga dapat
menimbulkan korban jiwa. Getaran gempa juga dapat memicu terjadinya
tanah longsor, runtuhan batuan, dan kerusakan tanah lainnya yang merusak
permukiman penduduk. Gempa bumi juga menyebabkan bencana ikutan
berupa kebakaran, kecelakaan industri dan transportasi serta banjir akibat
runtuhnya bendungan maupun tanggul penahan lainnya.

2.6 Proses Terjadinya Gempa Bumi


Menurut teori lempeng tektonik, permukaan bumi terpecah menjadi
beberapa lempeng tektonik besar. Lempeng tektonik adalah segmen keras
kerak bumi yang mengapung diatas astenosfer yang cair dan panas. Oleh
karena itu, maka lempeng tektonik ini bebas untuk bergerak dan saling
berinteraksi satu sama lain. Daerah perbatasan lempeng-lempeng tektonik,
merupakan tempat-tempat yang memiliki kondisi tektonik yang aktif, yang
menyebabkan gempa bumi, gunung berapi dan pembentukan dataran tinggi.
Teori lempeng tektonik merupakan kombinasi dari teori sebelumnya yaitu:
Teori Pergerakan Benua (Continental Drift) dan Pemekaran Dasar Samudra
(Sea Floor Spreading).
Lapisan paling atas bumi, yaitu litosfir, merupakan batuan yang relatif
dingin dan bagian paling atas berada pada kondisi padat dan kaku. Di bawah
lapisan ini terdapat batuan yang jauh lebih panas yang disebut mantel. Lapisan
ini sedemikian panasnya sehingga senantiasa dalam keadaan tidak kaku,
sehingga dapat bergerak sesuai dengan proses pendistribusian panas yang kita
kenal sebagai aliran konveksi. Lempeng tektonik yang merupakan bagian dari
litosfir padat dan terapung di atas mantel ikut bergerak satu sama lainnya. Ada
tiga kemungkinan pergerakan satu lempeng tektonik relatif terhadap lempeng
lainnya, yaitu apabila kedua lempeng saling menjauhi (spreading), saling
mendekati(collision) dan saling geser (transform).
Jika dua lempeng bertemu pada suatu sesar, keduanya dapat bergerak
saling menjauhi, saling mendekati atau saling bergeser. Umumnya, gerakan
ini berlangsung lambat dan tidak dapat dirasakan oleh manusia namun terukur
sebesar 0-15cm pertahun. Kadang-kadang, gerakan lempeng ini macet dan
saling mengunci, sehingga terjadi pengumpulan energi yang berlangsung terus
sampai pada suatu saat batuan pada lempeng tektonik tersebut tidak lagi kuat
menahan gerakan tersebut sehingga terjadi pelepasan mendadak yang kita
kenal sebagai gempa bumi.
Indonesia merupakan daerah rawan gempabumi karena dilalui oleh jalur
pertemuan 3 lempeng tektonik, yaitu: Lempeng Indo-Australia, lempeng
Eurasia, dan lempeng Pasifik. Lempeng Indo-Australia bergerak relatip ke
arah utara dan menyusup kedalam lempeng Eurasia, sementara lempeng
Pasifik bergerak relatip ke arah barat. Jalur pertemuan lempeng berada di laut
sehingga apabila terjadi gempabumi besar dengan kedalaman dangkal maka
akan berpotensi menimbulkan tsunami sehingga Indonesia juga rawan
tsunami.
Belajar dari pengalaman kejadian gempabumi dan tsunami di Aceh,
Pangandaran dan daerah lainnya yang telah mengakibatkan korban ratusan
ribu jiwa serta kerugian harta benda yang tidak sedikit, maka sangat
diperlukan upaya-upaya mitigasi baik ditingkat pemerintah maupun
masyarakat untuk mengurangi resiko akibat bencana gempabumi dan tsunami.
Mengingat terdapat selang waktu antara terjadinya gempabumi dengan
tsunami maka selang waktu tersebut dapat digunakan untuk memberikan
peringatan dini kepada masyarakat sebagai salah satu upaya mitigasi bencana
tsunami dengan membangun Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia
(Indonesia Tsunami Early Warning System/ Ina-TEWS) (Set BAKORNAS
PBP Gempa Bumi dan Tsunami, 2010)

2.7 Mitigasi Bencana Gempa Bumi


Proses mitigasi adalah beberapa tindakan yang seharusnya diambil
sebelum terjadinya suatu bencana yang mana hal itu terkait dengan tindakan
secara strukttural dan non structural serta dalam rangka pengurangan resiko
bencana yang terintegrasi dengan menggunakan sistem pengembangan yang
berkelanjutan/sustainable development.
Tujuan dari mitigasi bencana gempabumi ini adalah untuk
mengembangkan strategi mitigasi yang dapat mengurangi hilangnya
kehidupan manusia dan alam sekitarnya serta harta benda, penderitaan
manusia, kerusakan ekonomi dan biaya yang diperlukan untuk menangani
korban bencana yang dihasilkan oleh bahaya gempabumi (Haifani, 2008)
Secara umum mitigasi bencana gempabumi menawarkan konsep
mengenai Model Pola aliran Penanggulangan Bencana Gempabumi dan
Rancangan Manajemen Resiko Bencana. Model pola aliran penanggulangan
bencana menawarkan suatu tindakan untuk mengurangi resiko bencana di
dalam rentang yang luas dari fungsi dan operasi didalam suatu kota secara
terus menerus. Rencana Manajemen Resiko Bencana menyediakan suatu
sistem yang memudahkan pemerintah daerah untuk mengimplementasikan
agenda manajemen resiko bencana secara sistematis pada suatu wilayah
termasuk aspek legal formalnya, institusi yang terkait, pendanaannya,
kapasitas sosial dan teknisnya. Tujuan dari Rancangan manajemen resiko
bencana adalah menyiapkan (1) rancangan kerangka kerja institusi dan legal
untuk menyampaikan sistem Manajemen Resiko Bencana (2) penggabungan
program pelatihan Manajamen Resiko Bencana ke dalam proses internal
pemerintah dan aktivitas bisnis secara terus menerus di dalam wilayah dengan
memperkenalkan Rencana Manajemen Risiko Bencana sebagai praktek
perencanaan yang kritis yang diambil oleh wilayah tersebut sebagai aturan
dasar.
Rencana Mitigasi Bencana Gempabumi dapat meningkatkan cara
pandang yang luas dan terintegrasi terhadap sistem pengurangan resiko
bencana yang meliputi beberapa elemen sebagai berikut (Haifani, 2008) :

Identifikasi bencana dan kerentanannya serta evaluasi resiko bencana tersebut.

Strategi pengurangan bencana yang bersumber dari wilayah dan dimiliki oleh
pemegang kebijakan.

Seperangkat peraturaan, perundang-udangan dan regulasi yang menyediakan


kerangka kerja yang komprehensif untuk interaksi antara berbagai organisasi dan
insitusi yang berbeda.

Mekanisme koordinasi institusi yang kuat

Sistem yang solid untuk mengendalikan pemenuhan dan penguatan code dan standar
untuk konstruksi bangunan yang aman

Perencanaan tataguna lahan dan permukiman yang menggabungkan kepedulian akan


bencana dan pengurangan resiko.
Penggunaan peralatan komunikasi untuk pengurangan resiko akibat bencana yang
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bencana, pendidikan,
pelatihan dan penelitian.

Manajemen kesiapsiagaan dan kedaruratan berdasarkan pada pemahaman resiko.

Kerjasama dan koordinasi antar kota dalam satu program mega city.

Adapun rencana mitigasi bencana akan dibedakan berdasarkan karakteristik kota


tersebut, dan tingkat kerentanan terhadap bahaya gempa bumi. secara spesifik,
penelitian yang dilakukan praktisi geologis/ praktisi gempa yang kompeten memiliki
tanggung jawab untuk (Haifani, 2008):

Menyampaikan informasi, peralatan, teknik untuk mengurangi resiko bencana dan


merespon informasi, peralatan dan teknik untuk mengurangi dan merespon resiko
terhadap bencana gempabumi.

Mempromosikan penelitian yang mudah diterapkan untuk mengatasi masalah resiko


terhadap penduduk.

Membangun kerjasama yang lebih luas pada stakeholder terkait untuk melakukan
suatu aksi yang bersifat lokal, untuk mengurangi resiko bencana.

Pemeriksaan yang sistematis terhadap fasilitas, tindakan dan pembelajaran didalam


dan diatara anggota.

Program pelatihan yang selalu diinformasikan, pengurangan kerentanan, dan


kemudahan kerjasama antar kota untuk memanajemen bencana secara efektif
BAB III

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Haifani, A. M. (2008). Manajemen Resiko Bencana Gempa Bumi (Studi


Kasus Gempabumi Yogyakarta 27 Mei 2006). Seminar Nasional IV
SDM Teknologi Nuklir.

Nandi. (2006). Handouts Geologi Lingkungan (GG405) . Jurnal Pendidikan


Geografi Universitas Pendidikan Indonesia.

Set BAKORNAS PBP Gempa Bumi dan Tsunami. (2010). Panduan


Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di
Indonesia. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral.

Suwarno, S. P. (2013). Pemetaan Rawan Bencana Gempa Bumi di


Kabupaten Kepulauan Mentawai. Jurnal Ilmiah Geomatika Volume
19 No. 2 , 106-112.

Anda mungkin juga menyukai