Anda di halaman 1dari 5

A. Teori Terbentuknya Alam Semesta 1.

Teori keadaan tetap (Steady-state theory) Teori Keadaan Tetap yang diusulkan pada tahun 1948 oleh H. Bondi, T. Gold, dan F. Hoyle dari Universitas Cambridge. Menurut teori ini, alam semesta tidak ada awalnya dan tidak akan berakhir. Dalam teori keadaan tetap tidak ada asumsi bola api kosmik yang besar dan pernah meledak. Alam semesta akan datang silih berganti berbentuk atom-atom hidrogen dalam ruang angkasa, membentuk galaksi baru dan menggantikan galaksi lama yang bergerak menjauhi kita dalam ekspansinya. 2. Teori dentuman besar (Big-bang theory) Teori ini pertama kali dikemukakan oleh kosmolog Abbe Georges Lemaitre pada tahun 1920-an. Menurutnya alam semesta ini bermula dari gumpalan super-atom raksasa yang isinya tidak bisa kita bayangkan tetapi kira-kira seperti bola api raksasa yang suhunya antara 10 milyar sampai 1 trilyun derajat celcius (air mendidih suhunya hanya 100 C). Gumpalan super-atom tersebut meledak sekitar 15 milyar tahun yang lalu. Hasil sisa dentuman dahsyat tersebut menyebar menjadi debu dan awan hidrogen. Setelah berumur ratusan juta tahun, debu dan awan hidrogen tersebut membentuk bintang-bintang dalam ukuran yang berbeda-beda. Seiring dengan terbentuknya bintang-bintang, di antara bintangbintang tersebut berpusat membentuk kelompoknya masing-masing yang kemudian kita sebut galaksi. 3. Teori osilasi

Teori osilasi hampir sama dengan teori keadaan tunak. Menurut teori osilasi, alam semesta tidak ada awalnya dan tidak ada akhirnya. Menurut teori osilasi, sekarang alam semesta tidak konstan, melainkan berekspansi dimulai dengan adanya dentuman besar (big bang). Alam semesta mungkin telah memulai dalam sebuah dentuman besar atau mungkin berada dalam keadaan tetap dalam keadaan berosilasi.
B. Teori Terbentuknya Galakasi dan Tata Surya

Menurut paham heliosentris, matahari dikelilingi oleh planet-planet dengan bentuk orbit hampir menyerupai lingkaran. Arah peredaran semua planet sama, yaitu berlawanan dengan arah jarum jam. Beberapa teori yang menjelaskan terbentuknya tata surya antara lain teori nebular, teori planetesimal, serta teori pasang surut.

1. Teori nebular

Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Kant dan Laplace pada tahun 1796. Teori nebular disebut pula teori kondensasi merupakan salah satu teori pembentukan tata surya yang paling terkenal. Menurut teori nebular (teori kondensasi), planet-planet dan matahari berasal dari kabut pijar yang terpilin dalam jagad raya. Karena perputaran, maka sebagian massa kabut terlepas dan membentuk gelang-gelang di sekeliling bagian utama gumpalan kabut tersebut. Suhu gelang-gelang tersebut lambat laun akan turun, sehingga akan membeku membentuk gumpalan yang lamakelamaan akan memadat menjadi planet. Bagian dalam gelang-gelang tersebut ternyata masih berupa gas pijar dan disebut matahari.
2. Teori planetesimal

Teori planetesimal yang dikemukakan oleh dua orang ilmuwan Amerika, yaitu Thomas C. Chamberlin dan Forest R. Moulton. Teori ini disebut teori planetesimal (planet-planet kecil) karena planet-planet terbentuk dari benda padat yang telah ada sebelumnya. Menurut teori planetesimal, matahari telah ada sebagai salah satu dari bintang-bintang yang sangat banyak. Pada suatu ketika ada bintang yang berpapasan pada jarak dekat, sehingga terjadi pasang surut pada permukaan matahari maupun bintang tersebut. Ada sebagian dari massa matahari yang tertarik ke arah bintang. Pada waktu bintang menjauh, sebagian dari massa matahari ada yang jatuh ke permukaan matahari dan sebagian yang lainnya berhamburan ke ruang angkasa. 3. Teori pasang surut
Teori ini dikemukakan oleh James H. Jeans dan Harold Jef-fres pada tahun 1919. Menurut teori ini, ratusan juta tahun yang lalu sebuah bintang bergerak mendekati Matahari dan kemudian menghilang. Pada saat itu, sebagian Matahari tertarik dan lepas. Dari bagian Matahari yang lepas inilah kemudian terbentuk planet-planet.
4. Sistem Tata Surya Secara kelompok, planet di dalam tata surya kita ini dapat terbagi dalam dua golongan kecil: a. Planet kecil (kerdil)

1. b. Planet raksasa

5. Bumi 1. Hipotesis kejadian bumi Pelopor perubahan ke zaman penelitian, Copernicus Keppler, Galileo dan Newton, membawa pandangan baru dalam meninjau sistem tata surya. a. Hipotesis kabut dari Kant dan Laplace Emmanuel Kant (1755) dari jerman, dalam bukunya Al gemeine Naturgeschichte and Theorie des Himmels nach newtomischen Grundsatzen behandelt, mencoba mengemukakan pikiran tentang kejadian bumi.

Berdasarkan teori Newton tentang gravitasi, Kant mengatakan bahwa, asal segalanya ini adalah gas yang bermacam-macam yang tarik menarik membentuk kabut besar. Terjadinya benturan masing-masing gas menimbulkan panas. Pijarlah, dan itulah asal daripada matahari berputar kencang, dan di khatulistiwanya memiliki kecepatan linear paling besar sehingga terlepaslah fragmen-fragmen. Piere De Laplace (1796) sarjana Perancis, menegmukakan pula adanya kabut, ia beranggapan bahwa kabut asal itu telah berputar dan pijar. Di khatulistiwa terjadi penumpukan awan. Jika massa ini mendingin maka terlepaslah sedikit material dari induknya. Fragment tadi jadi dingin dan mengembun, berputar mengelilingi induknya. Kemudian menyusul terlepasnya fragmen yang kedua, dan ketiga. Sembilan buah planet yang kini beredar dianggap terjadi dengan cara yang sama. b. Hipotesis planetesimal Chamberlain dan Moulton masing-masing ahli Geologi dan ahli Astronomi, beranggappan adanya matahari asal yang didkeati oleh suatu bintang besar yang sedang beredar, maka terjadilah tarik menarik sesuai hukum Newton. Peledakan di matahari melepaskan sebagian materialnya dan tertarik oleh adanya bintang yang mendekat tadi. Material matahari itu akan sedikit menjauh dan kemudian mendingin sementara bintang besar itu terus berlalu. Selanjutnya terjadi pengembunan dan terbentuk sembilan planet dan planetoida. c. Hipotesis pasang surut gas Dikemukakan oleh Jeans dan Jeffries (1930). Mereka berpikir adanya bintang besar yang mendekat, kira0kira seperti bulan dengan bumi, yaitu bulan

menyebabkan adanya pasang surut lautan. Bulan tak cukup kuat menarik air menjulur jauh. Akan tetapi matahari yang didekati bintang besar itu menjauh, lidah api dari matahari asal itu putus dari induknya pecah berkeping-keping seraya mengembun dan membeku menjadi planet-planet serta planetoida.

Kapan bumi lahir, maka untuk menghitungnya banyak dikemukakan teori yang antara lain adalah berikut ini. a. Teori Sedimen Pengukuran usia Bumi didasarkan atas perhitungan tebal lapisan sedimen yang membentuk batuan. Dengan mengetahui ketebalan lapisan sedimen rata-rata yang terbentuk setiap tahunnya dengan

memperbandingkan tebal batuan sedimen yang terdapat di Bumi sekarang ini, maka dapat dihitung umur lapisan tertua kerak Bumi. Berdasar perhitungan macam ini diperkirakan Bumi terbentuk 500 juta tahun yang lalu. b. Teori Kadar Garam Pengukuran usia Bumi berdasarkan perhitungan kadar garam di laut. Diduga bahwa mula-mula laut itu berair tawar. Dengan adanya sirkulasi air dalam alam ini, maka air yang mengalir dari darat melalui sungai ke laut membawa garam-garam. Keadaan semacam itu berlangsung terus-menerus sepanjang abad. Dengan mengetahui

kenaikan kadar garam setiap tahun, yang dibandingkan dengan kadar garam pada saat ini, yaitu kurang lebih 320, maka dihasilkan perhitungan bahwa bumi telah terbentuk 1000 juta tahun yang lalu. c. Teori Termal Pengukuran usia Bumi berdasarkan perhitungan suhu Bumi. Diduga bahwa Bumi mula-mula merupakan batuan yang sangat panas yang lama-kelamaan mendingin. Dengan mengetahui massa dan suhu Bumi saat ini, maka ahli fisika bangsa Inggris yang bernama Elfin memperkirakan bahwa perubahan bumi menjadi batuan yang dingin seperti saat ini dari batuan yang sangat panas pada permulaannya memerlukan waktu 20.000 juta tahun. d. Teori Radioaktivitas

Pengukuran usia bumi yang dianggap paling benar ialah berdasarkan waktu peluruhan unsur-unsur radioaktif. Dalam perhitungan ini, diperlukan pengetahuan tentang waktu paroh unsur-unsur radioaktif. Waktu paroh adalah waktu yang dibutuhkan unsur radioaktif untuk luruh atau mengurai sehingga massanya tinggal separoh. Dengan mengetahui perbandingan kadar unsur radioaktif dengan unsur hasil peluruhan dalam suatu batuan dapat dihitung umur batuan tersebut. Misalnya, 1 gram U238 mempunyai waktu paroh 4,5 x 109 tahun, meluruh menjadi 0,5 gram U235 + 0,0064 gram He dan 0.436 gram Pb206. Bila dalam suatu batuan terdapat perbandingan berat antara U238 dan Pb206, seperti contoh tersebut, maka umur batuan sama dengan paroh U238, yaitu 4500 juta tahun. Berdasarkan perhitungan seperti tersebut, dapat disimpulkan bahwa usia bumi berkisar antara 5 sampai 7 ribu juta tahun.

Anda mungkin juga menyukai