Anda di halaman 1dari 15

Makalah Evaluasi Pembelajaran Geografi

“Menyusun Alat Ukur Sikap”

Dosen Pengampu:

Syamsi Awal, S.Pd., M.Pd.

OLEH:

Yufita : 171320548
Tria Vivi Novita : 171320544
Yumrawati : 171320549
Abdul Galib : 171330614
Yusri. S : 171320550
Wiwik Widiya Ningsi: 171320547
Yuyun Sutra Sri Ningsih : 171320551

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEMBILANBELAS NOVEMBER KOLAKA
2019
KATA PENGANTAR

Pertama-tama marilah kita panjatkan Puji serta syukur kita atas kehadiran
allah swt karena berkat rahmat dan karunianya maka penulis dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “Menyusun Alat Ukur Sikap” Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas mata kuliah yang diberikan didalam pembelajaran kuliah ini. Dalam
pembuatan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang ikut
membantu dalam menghadapi hambatan yang penulis terima selama mengerjakan
makalah ini .oleh karna itu tidak lupa penulis ucapkan terima kasih yang sebesar
besarnya kepada semua pihak yang ikut turut membantu dalam penyusunan makalah
ini hingga selesai. Diharapkan makalah ini dapat berguna dan memberikan manfaat
bagi kita semua khususnya dalam mempelajari Penyusunan Alat Ukur Sikap
Demikianlah makalah ini penulis buat ,mohon maaf jika masih terdapat kesalahan
kata atau penulisan maupun kekurangan dalam makalah ini dan akhir kata penulis
ucapkan terima kasih

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ...................................................................... 2

BAB 2 PEMBAHASAN ...................................................................... 3

A. Prosedur Penyusunan Indikator Bidang Afektif ...................... 3


B. Prosedur Penyusunan Alat Ukur Sikap ..................................... 7
C. Alat Untuk Menilai Gaya Belajar Siswa .................................. 8

BAB 3 PENUTUP ............................................................................. 11

A. Kesimpulan ............................................................................. 11
B. Saran ....................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan tiga kata yang saling terkait
dalam melihat proses dan keberhasilan suatu program, termasuk di dalamnya adalah
program pembelajaran. Kita sering dikaburkan oleh makna mengukur, menilai dan
mengevaluasi, yang identik kita lihat adalah untuk menilai dengan pemberian tes atau
menilai dengan angka terhadap aspek kognitif saja.Pada beberapa pendidik ada yang
memahami bahwa yang bisa di ukur itu adalah aspek kogniif dari siswa atau peserta
didik, karena mudah dilakukan melalui pemberian tes dan mudah diberikan nilai atau
skor. Jika pendidik melakukan penilaian hanya pada ranah kognitif saja, maka proses
dan hasil belajar bisa dikatakan belum terukur secara menyeluruh atau komprehensif,
yang secara idealnya harus terukur ketiga aspek baik kognitif, afektif dan psikomotor
dari peserta didik. Yang pada akhirnya betul-betul akan bisa di tarik sebuah
kesimpulan bahwa peserta didik berhasil atau kurang berhasil dalam pembelajaran
berdasarkan ketiga aspek tersebut.

Dengan demikian dalam realita yang kita jumpai bahwa beberapa pendidik bias
dikatakan sudah sangat mahir dalam melakukan penilaian terhadap aspek kognitif,
tapi kurang kemampuan untuk aspek afektif dan psikomotor. Sehingga penilaian
yang seperti ini kurang memberikan masukan dan manfaat yang berarti terhadap guru
dan peserta didik tentang aspek sikap yang seharusnya dimiliki anak setelah
pembelajaran berlangsung.Secara autentik, urutan penilaian dimulai dari penilaian
sikap, penilaian pengetahuan, dan yang terakhir penilaian keterampilan.

1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Prosedur Penyusunan Indikator Bidang Afektif?
2. Prosedur Penyusunan Alat Ukur Sikap?
3. Alat Ukur Untuk Menilai Gaya Belajar Siswa?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Menjelaskan penyusunan indikator bidang afektif
2. Menjelaskan pentingnya penyusunan alat ukur sikap
3. Menjelaskan alat ukur untuk menilai gaya belajar siswa

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Prosedur Penyusunan Indikator Bidang Afektif

Indikator merupakan penanda pencapaian KD yang ditandai oleh perubahan


perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata
pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja
operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi.Indikator dirumuskan dalam
bentuk kalimat dengan menggunakan kata kerja operasional.Rumusan indikator
sekurang-kurangnya mencakup dua hal yaitu tingkat kompetensi dan materi yang
menjadi media pencapaian kompetensi.
Afektif atau sikap merupakan suatu kecendrungan tingkah laku untuk berbuat
sesuatu dengan cara, metode, teknik, dan pola tertentu terhadap dunia sekitarnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Afektif adalah berkenaan dengan rasa takut
atau cinta, mempengaruhi keadaan, perasaan dan emosi, serta mempunyai gaya atau
makna yang menunjukkan perasaan. Muhajir (1992) menjelaskan bahwa sikap
merupakan kecendrungan afeksi, suka atau tidak suka pada suatu objek social.Harvey
dan Smith (1991) berpendapat bahwa sikap adalah kesiapan merespons secara
konsisten dalam bentuk positif atau negative terhadap objek atau situasi. Eagly &
Chaiken (1993) sikap adalah “ a psychological tendency that is expressed by
evaluating a particular entity with some degree of favor or disfavor”.
Keempat pendapat tersebut memiliki kesamaan, yaitu bahwa sikap merupakan reaksi
seseorang dalam menghadapi suatu objek. Menurut Sumarna (2004) bahwa objek
sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran adalah :

3
 Tingkatan Ranah Afektif
Menurut Krathwohl (1973) bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif
mempunyai komponen afektif.Dalam pembelajaran sains, misalnya, di dalamnya ada
komponen sikap ilmiah.Sikap ilmiah adalah komponen afektif. Tingkatan ranah
afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: receiving
(attending), responding, valuing, organization, dan characterization.

1. Tingkat Receiving
Receiving atau attending (menerima atau memperhatikan), adalah kepekaan
seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada
dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain.Termasuk dalam jenjang
ini misalnya adalah kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol
dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar.Receiving atau
attenting juga sering diberi pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu
kegiatan atau suatu objek.Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia
menerima nilai atau nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka, dan mereka mau
menggabungkan diri ke dalam nilai itu atau mengidentifikasikan diri dengan nilai
itu.Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan
memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kegiatan belajar,
kegiatan musik, kegiatan olahraga, dan sebagainya.Tugas pendidik mengarahkan
perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran
afektif.Misalnya pendidik mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku,
senang bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan
hal ini yang diharapkan, yaitu kebiasaan yang positif.

4
2. Tingkat Responding
Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari
perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena
khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada
pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam memberi
respons.Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang
menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus.Misalnya
senang membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman, senang dengan
kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.

3. Tingkat Valuing
Valuing adalah sesuatu yang memiliki manfaat atau kepercayaan atas manfaat
sesuatu.Hal ini menyangkut pikiran atau tindakan yang dianggap sebagai nilai
keyakinan atau sikap dan menunjukan derajat internalisasi dan komitmen.Derajat
rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk
meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian
berbasis pada internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik.Hasil belajar pada
tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal
secara jelas.Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap
dan apresiasi.
Valuing merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan
responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik di sini tidak
hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk
menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk.

5
Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu
adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian.
Nilai itu mulai dicamkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut
telah stabil dalam peserta didik.

4. Tingkat Organization
Organization (mengatur atau mengorganisasikan), artinya mempertemukan
perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada
perbaikan umum.Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari
nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk di dalamnya hubungan satu nilai
dengan nilai lain, pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya.Hasil
pembelajaran pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem
nilai.Misalnya pengembangan filsafat hidup.

5. Tingkat Characterization
Characterization (karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai), yakni
keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang
mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Di sini proses internalisasi nilai
telah menempati tempat tertinggi dalam suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam
secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya.Ini merupakan
tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar
bijaksana.Ia telah memiliki phyloshopphy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini
peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya
untuk suatu waktu yang lama, sehingga membentu karakteristik “pola hidup” tingkah
lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan.Hasil pembelajaran pada tingkat ini
berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial.

6
B. Prosedur Penyusunan Alat Ukur Sikap

Pendidikan memiliki tujuan utama agar peserta didik mampu


mengembangkan potensi yang dimiliki dalam berbagai bidang terutama pada
spiritual, kepribadian, kecerdasan, serta keterampilan.Pelaksanaan pendidikan secara
formal utamanya diwujudkan dengan adanya pembelajaran pada sekolah ataupun
institusi pendidikan lainnya.

Agar dapat mengetahui tujuan dari pendidikan dan pada khususnya


pembelajaran sudah dicapai atau belum, maka dalam prosesnya perlu dilakukan
evaluasi atau adanya proses penilaian terhadap apa yang telah dilakukan. Pencapaian
tujuan tidak bisa hanya dengan dikira-kira saja, perlu adanya evaluasi dengan
menggunakan metode serta alat ukur yang valid dan reliabel sesuai dengan aspek-
aspek pembelajaran yang telah dilakukan.Ini dimaksudkan agar hasil dari evaluasi
dan pengambilan keputusan benar-benar dapat dipertanggung jawabkan.
Dalam evaluasi perlu adanya pengukuran.Dari pengukuran ini dapat diperoleh sebuah
hasil ukur yang dapat dianalisis sehingga mampu diambil kesimpulan apakah tujuan
dapat dicapai atau belum, apakah pembelajaran yang dilakukan sudah berhasil atau
belum.Dalam bukunya Yusuf (2015 :11) secara jelas menyebutkan bahwa terdapat 3
langkah yang perlu dilalui dalam melaksanakan pengukuran, antara lain adalah:
1. Mengidentifikasi dan merumuskan atribut atau kualita yang akan diukur
2. Menentukan seperangkat operasi yang dapat digunakan untuk mengukur atribut
tersebut

7
3. Menetapkan seperangkat prosedur atau definisi untuk menerjemahkan hasil
pengukuran ke dalam pernyataan atau data kuantitatif. Bagaimanapun juga
dalam pengukuran, penguantitatifan informasi adalah penting untuk membuat
ketetapan hati atau kebulatan tekad atau membedakan suatu atribut sehingga
kesimpulan yang diambil tidak subjektif

Langkah-langkah pelaksanaan pengukuran tersebut sangat penting dilakukan


agar proses pengukuran dapat dilakukan dengan baik. Dimulai dari identifikasi dan
perumusan atribut apa yang akan diukur, dalam sebuah pembelajaran misalnya,
terdapat kompetensi-kompetensi yang harus diukur.

Kemudian penentuan perangkat operasi yang sesuai untuk pengukuran. Jenis,


metode apa serta alat apa yang hendak digunakan ditentukan agar tepat dan sesuai
dengan kompetensi dan indikator jika dalam pembelajaran.

Dan terakhir penetapan perangkat prosedur untuk mendefinisikan pengukuran.Dalam


langkah ini biasanya hasil pengukuran dibuat menjadi data kuantitatif agar
memberikan kemudahan dalam penentuan hasil.Hal ini dikarenakan data kuantitatif
merupakan hasil yang absolut atau mutlak atau tidak lagi relatif.Juga memudahkan
untuk analisis dan pembandingan dengan acuan evaluasi yang telah dibuat.

C. Alat Ukur Untuk Menilai Gaya Belajar Siswa


1. Gaya Belajar Visual
Gaya belajar secara visual ini yaitu kemampuan belajar dengan melihat.Gaya
belajar ini digunakan pada orang dengan indera pengelihatan yang tajam dan
teliti. Kemampuan belajar yang berhubungan dengan ini yaitu seperti
matematika, bahasa arab, bahasa jepang, simbol- simbol, dan lainnya yang
berkaitan dengan bentuk. Ciri ciri gaya belajar visual yaitu:

8
 Bisa mengingat dengan lebih cepat dan kuat dengan melihat.
 Tidak terganggu dengan suara- suara yang berisik.
 Memiliki hobi membaca.
 Suka melihat dan mendemonstrasikan sesuatu. Memiliki ingatan yang kuat
tentang bentuk, warna, dan pemahaman artistik.
 Belajar dengan melihat dan mengamati pengajar.
 Memiliki kemampuan menggambar dan mencatat sesuatu dengan detail.

Ciri lain secara penampilan pada orang dengan gaya belajar visual pada
umumnya orangnya cenderung rapi, tidak suka mendengarkan namun lebih
suka melihat, orangnya teratur, berpakaian indah. Orang dengan gaya belajar
visual memiliki kesulitan dalam menyalin tulisan dari papan tulis, tulisannya
tampak berantakan dan tidak mudah dibaca. Anak dengan gaya belajar visual
menyukai percobaan atau peragaan. Metode pembelajaran yang tepat yaitu
dengan metode mindmap, video ilustrasi, alat tulis berwarna, pembelajaran
menggunakan bentuk.

2. Gaya Belajar Auditori


Orang dengan gaya belajar auditori memiliki indera pendengaran yang lebih
baik dan lebih terfokus. Orang dengan gaya belajar ini mampu memahami
sesuatu lebih baik dengan cara mendengarkan. Hal ini berkaitan dengan proses
menghafal, membaca, atau soal cerita. Ciri- ciri gaya belajar auditori yaitu:

 Memiliki kemampuan mengingat yang baik dari mendengarkan


 Tidak mampu berkonsentrasi untuk belajar jika suasananya berisik.
 Senang mendengarkan cerita atau dibacakan ceritaSuka bercerita dan
berdiskusi. Bisa mengulangi informasi yang di dengarnya.

9
Gaya belajar auditori ini memiliki kendala yaitu anak sering lupa apa yang
dijelaskan guru. Orang dengan gaya belajar ini cenderung tidak suka membaca
petunjuk dan lebih suka langsung bertanya untuk mendapatkan informasi.
Kendala gaya belajar ini adalah anak tidak tertarik untuk memperhatikan
sekitarnya. Kurang cakap dalam mengarang atau menulis.Cenderung suka
berbicara.Oleh karena itu, metode belajar yang tepat yaitu dengan musik,
menggunakan media auditori, berdiskusi, bercerita di depan kelas, dan lainnya.
Anak dengan gaya belajar ini biasanya saat menghafal akan membaca keras
keras kata- kata yang dihafalnya dan menjadi lebih efektif baginya ketika
dicapkan dan dia dengar kembali.

3. Gaya Belajar Kinestetik


Gaya belajar kinestetik yaitu gaya belajar dengan melibatkan gaya gerak. Hal
yang berkaitan yaitu seperti olahraga, menari, memainkan musik, percobaan
laboratorium, dan lainnya.Gaya belajar ini efektif untuk anak yang menyukai
gerak dan gambaran imajinasi berdasarkan gerakan. Ciri ciri gaya belajar
kinestetik:

 Ketika menghafal yaitu dengan cara berjalan atau membuat gerakan- gerakan.
 Menyukai belajar dengan praktik langsung atau menyentuh secara
langsungAnak yang aktif dan banyak bergerak, memiliki perkembangan otak
yang baik.
 Menggunakan objek nyata sebagai alat bantu.Orang atau anak dengan gaya
belajar kinestetik ini cenderung tidak bisa diam. Cenderung bosan dengan
gaya pembelajaran konvensional yang hanya duduk diam mendengar. Lebih
cocok dengan pembelajaran yang melibatkan kerjasama tim, partisipasi aktif
siswa, dan kegiatan aktif lainnya.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan tiga kata yang saling terkait
dalam melihat proses dan keberhasilan suatu program, termasuk di dalamnya adalah
program pembelajaran. Kita sering dikaburkan oleh makna mengukur, menilai dan
mengevaluasi, yang identik kita lihat adalah untuk menilai dengan pemberian tes atau
menilai dengan angka terhadap aspek kognitif saja.Indikator merupakan penanda
pencapaian KD yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.Afektif atau sikap merupakan suatu
kecendrungan tingkah laku untuk berbuat sesuatu dengan cara, metode, teknik, dan
pola tertentu terhadap dunia sekitarnya.

Pendidikan memiliki tujuan utama agar peserta didik mampu mengembangkan


potensi yang dimiliki dalam berbagai bidang terutama pada spiritual, kepribadian,
kecerdasan, serta keterampilan.Pelaksanaan pendidikan secara formal utamanya
diwujudkan dengan adanya pembelajaran pada sekolah ataupun institusi pendidikan
lainnya.Agar dapat mengetahui tujuan dari pendidikan dan pada khususnya
pembelajaran sudah dicapai atau belum, maka dalam prosesnya perlu dilakukan
evaluasi atau adanya proses penilaian terhadap apa yang telah dilakukan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Andersen, Lorin. W. 1981. Assessing Affective Characteristic in the Schools. Boston:


Allyn and Bacon
Arifin, Zaenal. 2009. Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Eagly, A.H. & Chaiken, S. 1993. The Psycology of Attitudes.New York; Harcourt
Brace Javanovich College Publishers.
Fishbein, M and Ajzen I. 1975. Beliefe, Attitude, Intention, and Behaviour: An
Introduction to Theory and Research, Reading, MA
Harvey, JH, & Smith, WP. 1991. Social Psycology. Terjemahan oleh Abu Ahmad.
Jakarta: PT Rineka Cipta.

12

Anda mungkin juga menyukai