Anda di halaman 1dari 23

Makalah

Mata Kuliah : Pengembangan Evaluasi Pembelajaran PAI

Teknik Penilaian dan Rancangan/Pengembangan


Istrumen/Rubrik Penilaian Sikap (Ranah Afektif)

Di

SUSUN

Oleh :

Nama : NUR AZMI


NIM : 221003044
Dosen Pengampu : Dr. Zainal Abidin, M.Pd

PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH
TAHUN 2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah
ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun
isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Wassalam

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN............................................................................. 1
BAB II : PEMBAHASAN.............................................................................. 2
A. Pengertian Penilaian Sikap (Afektif)........................................ 2
B. Teknik Penilaian Sikap............................................................. 3
C. Pengembangan Instrumen/Rubrik Penilaian Sikap................... 7
BAB III : PENUTUP...................................................................................... 19
A. Kesimpulan............................................................................... 19
B. Saran.......................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Kemampuan lulusan suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tuntutan


penerapan kurikulum berbasis kompetensi mencakup tiga ranah, yaitu kemampuan
berpikir, keterampilan melakukan pekerjaan, dan perilaku.
Kemampuan berpikir merupakan ranah kognitif yang meliputi kemampuan
menghapal, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi.
Kemampuan psikomotor, yaitu keterampilan yang berkaitan dengan gerak,
menggunakan otot seperti lari, melompat, menari, melukis, berbicara, membongkar
dan memasang peralatan, dan sebagainya. Kemampuan afektif berhubungan dengan
minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin,
komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan
mengendalikan diri. Semua kemampuan ini harus menjadi bagian dari tujuan
pembelajaran di sekolah, yang akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang
tepat.
Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya
masih kurang. Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif
tidak semudah seperti pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan
harus merancang kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif
dapat dicapai. Keberhasilan pendidik melaksanakan pembelajaran ranah afektif dan
keberhasilan peserta didik mencapai kompetensi afektif perlu dinilai. Oleh karena itu
perlu dikembangkan acuan pengembangan perangkat penilaian ranah afektif serta
penafsiran hasil pengukurannya.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Penilaian Sikap (Afektif)


Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Sikap
adalah salah satu istilah bidang psikologi yang berhubungan dengan persepsi dan
tingkah laku. Istilah sikap dalam bahasa Inggris disebut attitude. Attitude adalah
suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang. Suatu kecenderungan untuk bereaksi
terhadap suatu perangsang atau situasi yang dihadapi. Sikap melibatkan beberapa
pengetahuan tentang situasi, namun aspek yang paling esensial dalam sikap adalah
adanya perasaan atau emosi, kecenderungan terhadap perbuatan yang berhubungan
dengan pengetahuan.1
Sikap melibatkan pengetahuan tentang situasi. Situasi di sini dapat
digambarkan sebagai suatu obyek yang pada akhirnya akan mempengaruhi emosi,
kemudian memungkinkan munculnya reaksi atau kecenderungan untuk berbuat.
Dalam beberapa hal, sikap adalah penentuan yang paling penting dalam tingkah laku
manusia. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif senang
dan tidak senang untuk melaksanakan atau menjauhinya. Perasaan senang meliputi
sejumlah perasaan yang lebih spesifik seperti rasa puas, sayang, dan lain-lain,
perasaan tidak senang meliputi sejumlah rasa yang spesifik pula yaitu rasa takut,
gelisah, cemburu, marah, dendam, dan lain-lain. Sikap juga diartikan sebagai “suatu
konstruk untuk memungkinkan terlihatnya suatu aktivitas”.2
Pengertian sikap itu sendiri dapat dipandang dari berbagai unsur yang terkait
seperti sikap dengan kepribadian, motif, tingkat keyakinan, dan lain-lain. Namun
dapat diambil pengertian yang memiliki persamaan karakteristik, dengan demikian
sikap adalah tingkah laku yang terkait dengan kesediaan untuk merespon obyek
sosial yang membawa dan menuju ke tingkah laku yang nyata dari seseorang. Hal itu
berarti tingkah laku dapat diprediksi apabila telah diketahui sikapnya.3

1
Arief Aulia Rahman dan Cut Eva Nasryah, Evaluasi Pembelajaran, (Jawa Timur: Uwais
Inspirasi Indonesia, 2019), hlm. 96.
2
Arief Aulia Rahman dan Cut Eva Nasryah, Evaluasi Pembelajaran…, hlm. 97
3
Arief Aulia Rahman dan Cut Eva Nasryah, Evaluasi Pembelajaran…, hlm. 97

2
Penilaian afektif merupakan hal yang penting dikarenakan afektif berkaitan
dengan perkembangan personal dan sosial siswa. Afektif termasuk didalamnnya
berkaitan dengan kemanusiaan, perkembangan moral, aktualisasi diri, student
centered learning, dan karakter. Selain itu afektif juga berkaitan dengan berbagai
kebutuhan sosial. Penilaian afektif bagaimanapun juga, penting untuk dilakukan
sehingga kita dapat mengetahui perkembangan siswa bukan hanya pada domain
kognitif atau psikomotorik saja, tetapi juga pada domain afektif. Dengan demikian,
penilaian sikap menjadi penting dan berharga untuk dimasukan dalam tujuan
pembelajaran.4

B. Teknik Penilaian Sikap


Penilaian sikap dapat dilakukan dengan beberapa cara atau teknik. Teknik-
teknik tersebut antara lain: observasi perilaku, pertanyaan langsung dan laporan
pribadi. Teknik-teknik tersebut secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Observasi Perilaku
Secara umum pengertian observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan
keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan
secara sistematis terhadap fenomena yang terjadi yang sedang dijadikan objek
pengamatan.
Observasi biasanya digunakan untuk menilai tingkah laku individu atau
proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang
sebenarnya ataupun dalam situasi buatan. Observasi dapat dilakukan baik secara
partisifatif maupun nonpartisipatif, observasi juga dapat berbetuk observasi
eksperimental (observasi yang dilakukan dalam situasi buatan) ataupun non
eksperimental (situasi wajar/sebenarnya).5

4
Puji Winarti, dkk., Evaluasi Pembelajaran, (Sumatera Utara: Graha Mitra Edukasi, 2023),
hlm. 15.
5
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 77-79.

3
Contohnya:
IDENTITAS SUBYEK
Kelas/Program :
No. induk/absen :
Tempat/tgl lahir :
Hari/tgl observasi :
Tempat observasi :
Waktu :
ASPEK YANG DIAMATI: Kebiasaan mahasiswa dalam perkuliahan.
PETUNJUK:
Berikan tanda cek (√) pada kolom yang sesuai dengan pernyataan atau gejala
yang nampak pada individu yang diobservasi.
No Faktor/ Pernyataan/Indikator Diana Rifa’i Majidi
1 Datang sebelum kuliah dimulai √
2 Mempersiapkan kelengkapan kuliah √ √ √
dengan baik
3 Memperhatikan penjelasan dosen √ √ √
4 Mengajukan pertanyaan sesuai √
materi perkuliahan
5 Memberikan pendapat
6 Mengerjakan soal latihan √ √ √
7 Memeriksa kembali hasil √ √ √
pekerjaannya
8 Aktif berdiskusi/Tanya jawab √
9 Membuat rangkuman materi √
10 Melakukan pendalaman √
Total skor (f) 6 7 4
Jumlah skor maksimal (M) 10

Analisis:
Untuk pedoman check-list kelompok, kita dapat sekaligus membuat analisis
untuk beberapa observe. Dari data di atas didapatkan bahwa Diana memperoleh skor
6, Rifa’i memperoleh skor 7, sedangkan Majidi mendapatkan skor 4.
Dengan demikian kebiasaan Diana, Rifa’i dan Majidi dapat dianalisa dengan
rumus berikut:

4
P = f/N x 100%
Keterangan:
P = Perilaku
f = frekuensi gejala yang Nampak
N = skor maksimal

1. 1% – 24% Tidak aktif


2. 25% – 49% Kurang aktif
3. 50% - 74% Cukup aktif
4. 75% - 100% Aktif

Diana  6/10 x 100% = 60%, cukup aktif


Rifa’i  7/10 x 100% = 70%, cukup aktif
Majidi  4/10 x 100% = 40 %, kurang aktif

2. Pertanyaan langsung
Kita juga dapat menanyakan secara langsung atau wawancara tentang sikap
seseorang berkaitan dengan sesuatu hal. Misalnya, bagaimana tanggapan peserta
didik tentang kebijakan yang baru diberlakukan di sekolah mengenai "Peningkatan
Ketertiban". Berdasarkan jawaban dan reaksi lain yang tampil dalam memberi
jawaban dapat dipahami sikap peserta didik itu terhadap objek sikap. Dalam
penilaian sikap peserta didik di sekolah, guru juga dapat menggunakan teknik ini
dalam menilai sikap dan membina peserta didik.
3. Laporan Pribadi
Melalui penggunaan teknik ini di sekolah, peserta didik diminta membuat
ulasan yang berisi pandangan atau tanggapannya tentang suatu masalah, keadaan,
atau hal yang menjadi objek sikap. Misalnya, peserta didik diminta menulis
pandangannya tentang "Kerusuhan Antaretnis" yang terjadi akhir-akhir ini di
Indonesia. Dari ulasan yang dibuat oleh peserta didik tersebut dapat dibaca dan
dipahami kecenderungan sikap yang dimilikinya.
Untuk menilai perubahan perilaku atau sikap peserta didik secara
keseluruhan, termasuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia,
kewarganegaraan dan kepribadian, estetika, dan jasmani, semua catatan dapat
dirangkum dengan menggunakan Lembar Pengamatan berikut.

5
Contoh Lembar Pengamatan
Perilaku/sikap yang diamati :
Nama peserta didik :
Kelas :
semester :
No Deskripsi perilaku Deskripsi Capaian
awal perubahan
Pertemuan ST T R SR
...Hari/Tgl...
1.
2.

Keterangan :
Kolom capaian diisi dengan tanda centang sesuai perkembangan perilaku
ST = perubahan sangat tinggi
T = perubahan tinggi
R = perubahan rendah
SR = perubahan sangat rendah
Informasi tentang deskripsi perilaku dapat diperoleh dari :
a) Pertanyaan langsung
b) Laporan pribadi
c) Buku Catatan Harian

4. Penilaian Teman Sebaya (Peer Assessment)


Penilaian teman sebaya atau antarpeserta didik merupakan teknik penilaian
dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian
kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar pengamatan antarpeserta
didik. Penilaian teman sebaya dilakukan oleh peserta didik terhadap tiga teman
sekelas atau sebaliknya.6

6
Mahdiansyah, dkk., Penilaian Kependidikan: Sistem Penilaian, Hasil Belajar dan
Kemampuan Guru Melaksanakan Penilaian Berdasarkan Kurikulum 2013, (Jakarta: Pusat Penelitian
Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Balitbang, Kemendikbud, 2017), hlm. 10.

6
C. Pengembangan Instrumen/Rubrik Penilaian Sikap
Ada 11 (sebelas) langkah yang harus diikuti dalam mengembangkan
instrumen afektif, yaitu:
1. Spesifikasi Instrumen
Spesifikasi instrumen terdiri dari tujuan dan kisi-kisi instrumen. Dalam
bidang pendidikan, ditinjau dari tujuannya ada lima macam instrumen pengukuran
ranah afektif, yaitu:
a. Instrumen sikap.
b. Instrumen minat.
c. Instrumen konsep diri.
d. Instrumen nilai.
e. Instrumen moral
Dalam menyusun spesifikasi instrumen, ada empat hal yang harus
diperhatikan yaitu:
a. Tujuan pengukuran
b. Kisi-kisi instrumen
c. Bentuk dan format instrumen
d. Panjang instrumen.

2. Penulisan Instrumen
Ada 5 (lima) ranah afektif yang biasa dinilai di sekolah, yaitu sikap, minat,
konsep diri, nilai, dan moral. Penilaian ranah afektif peserta didik dilakukan dengan
menggunakan instrumen afektif. Hal ini akan dibahas berturut-turut di bawah ini.
a. Instrumen Sikap
Definisi konseptual: Sikap merupakan kecenderungan merespons
secara konsisten baik menyukai atau tidak menyukai suatu objek.
Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap
suatu objek, misalnya kegiatan sekolah. Sikap ini bisa positif bisa negatif.
Definisi operasional: sikap adalah perasaan positip atau negatif terhadap
suatu objek. Objek ini bisa berupa kegiatan atau mata pelajaran. Cara yang
mudah untuk mengetahui sikap siswa adalah melalui kuesioner.

7
Pertanyaan tentang sikap meminta responden menunjukkan perasaan
yang positif atau negatif terhadap suatu objek, atau suatu kebijakan. Kata-
kata yang sering digunakan pada pertanyaan sikap menyatakan arah
perasaan seseorang; menerima-menolak, menyenangi-tidak menyenangi,
baik-buruk, diingini-tidak diingini.
Contoh indikator sikap terhadap mata pelajaran matematika misalnya
adalah:
1) Membaca buku matematika
2) Belajar matematika
3) Interaksi dengan guru matematika
4) Mengerjakan tugas matematika
5) Diskusi tentang matematika
6) Memiliki buku matematika
Contoh kuesioner:
1) Saya senang membaca buku matematika
2) Tidak semua orang harus belajar matematika
3) Saya jarang bertanya pada guru tentang pelajaran matematika
4) Saya tidak senang pada tugas pelajaran matematika
5) Saya berusaha mengerjakan soal-soal matematika sebaik-baiknya
6) Matematika penting untuk semua peserta didik

b. Instrumen Minat
Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang
minat peserta didik terhadap suatu mata pelajaran yang selanjutnya
digunakan untuk meningkatkan minat peserta didik terhadap suatu mata
pelajaran. Definisi konseptual: Minat adalah watak yang tersusun melalui
pengalaman yang mendorong individu mencari objek, aktivitas,

8
pengertian, keterampilan untuk tujuan perhatian atau penguasaan.
Definisi operasional: Minat adalah keingintahuan seseorang tentang
keadaan suatu objek.
Contoh indikator minat terhadap pelajaran matematika:
1) Catatan pelajaran matematika.
2) Usaha memahami matematika
3) Memiliki buku matematika
4) Kehadiran dalam pelajaran matematika
Contoh kuesioner:
1. Catatan pelajaran matematika saya lengkap
2. Catatan pelajaran matematika saya terdapat coretan-coretan tentang hal-
hal yang penting
3. Saya selalu menyiapkan pertanyaan sebelum pelajaran matematika
4. Saya berusaha memahami mata pelajaran matematika
5. Saya senang mengerjakan soal matematika.
6. Saya berusaha selalu hadir pada pelajaran matematika

c. Instrumen Konsep diri


Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan diri sendiri. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik
digunakan untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh oleh
peserta didik. Hal ini berdasarkan informasi karakteristik peserta didik
yang diperoleh dari hasil pengukuran.
Definisi konsep diri: Persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri
yang menyangkut keunggulan dan kelemahannya. Definisi operasional
konsep diri adalah pernyataan tentang kemampuan diri sendiri yang
menyangkut mata pelajaran.
Contoh indikator konsep diri adalah:
1) Mata pelajaran yang mudah dipahami
2) Kecepatan memahami mata pelajaran
3) Mata pelajaran yang dirasa sulit

9
4) Kekuatan dan kelemahan fisik
Contoh instrumen:
1) Saya sulit mengikuti pelajaran matemeatika
2) Saya mudah memahami bahasa Inggeris
3) Saya mudah menghapal
4) Saya mampu membuat karangan yang baik
5) Saya merasa sulit mengikuti pelajaran fisika
6) Saya bisa bermain sepak bola dengan baik
7) Saya mampu membuat karya seni yang baik
8) Saya perlu waktu yang lama untuk memahami pelajaran fisika.

d. Instrumen Nilai
Nilai merupakan konsep penting dalam pembentukan kompetensi
peserta didik. Pencapaian kemampuan kognitif dan psikomotorik tidak
akan memberi manfaat bagi masyarakat, apabila tidak diikuti dengan
kempetensi afektif. Kemampuan lulusan suatu jenjang pendidikan bisa
baik, bila digunakan membantu orang lain, namun bisa tidak baik bila
kemampuan tersebut digunakan untuk merugikan orang lain. Hal inilah
letak pentingnya kemampuan afektif.
Contoh indikator nilai adalah:
1) Keyakinan akan peran sekolah
2) Keyakinan atas keberhasilan peserta didik
3) Keyakinan atas kemampuan guru.
4) Keyakinan akan harapan masyarakat
Contoh kuesioner tentang nilai peserta didik:
1) Saya berkeyakinan bahwa prestasi belajar peserta didik sulit untuk
ditingkatkan.
2) Saya berkeyakinan bahwa kinerja guru sudah maksimum.
3) Saya berkeyakinan bahwa peserta didik yang ikut bimbingan tes
cenderung akan diterima di perguruan tinggi.

10
4) Saya berkeyakinan sekolah tidak akan mampu mengubah tingkat
kesejahteraan masyarakat.
5) Saya berkeyakinan bahwa perubahan selalu membawa masalah.
6) Saya berkeyakinan bahwa hasil yang dicapai peserta didik adalah
karena atas usahanya.

e. Instrumen Moral
Instrumen ini bertujuan untuk mengetahui moral peserta didik.
Moral didefinisikan sebagai pendapat, tindakan yang dinaggap baik dan
yang dianggap tidak baik. Contoh indikator moral sesuai dengan
definisi di atas adalah:
1) Memegang janji
2) Kepedulian terhadap orang lain
3) Kepedulian terhadap tugas-tugas
4) Kejujuran
Contoh instrumen moral
1. Bila berjanji pada teman saya, tidak harus selalu menepati.
2. Bila berjanji kepada orang yang lebih tua saya berusaha menepatinya.
3. Bila berjanji pada anak kecil saya tidak harus selalu menepatinya.
4. Bila menghadapi kesulitan saya selalu minta bantuan orang lain.
5. Bila ada orang lain yang menghadapi kesulitan saya berusaha
membantunya.
6. Kesulitan orang lain merupakan tanggung jawabnya sendiri.
7. Bila bertemu teman, saya selalu menyapanya walau ia tidak melihat saya.
8. Bila bertemu guru saya, saya selalu menyapanya, walau ia tidak melihat
saya.
9. Saya selalu bercerita tentang hal yang menyenangkan teman saya, walau
tidak seluruhnya benar.
10. Bila ada orang yang bercerita, saya tidak selalu mempercayainya.

11
3. Skala Instrumen
Secara garis besar skala instrumen yang sering digunakan dalam
penelitian, yaitu Skala Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik.
Skala Thurstone terdiri dri 7 kategori, yang paling banyak bernilai 7 dan yang
paling kecil bernilai 1.
Contoh Skala Thurstone: Minat terhadap pelajaran Sejarah

Contoh skala Likert: Sikap terhadap pelajaran matematika

Keterangan:
SS : Sangat setuju
S : Setuju
TS : Tidak setuju
STS : Sangat tidak setuju
Contoh skala Beda semantik:

12
4. Sistem Penskoran
Sistem penskoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran. Apabila
digunakan skala Thurstone, maka skor tertinggi untuk tiap butir adalah 7 dan yang
terkecil adalah 1. Demikian pula untuk instrumen dengan skala beda semantik,
tertinggi 7 terendah 1. Untuk skala Likert, skor tertinggi tiap butir adalah 5 dan yang
terendah adalah 1.
Dalam pengukuran sering terjadi kecenderungan responden memilih jawaban
pada katergori tiga 3 (tiga) untuk skala Likert. Untuk mengatasi hal tersebut skala
Likert hanya menggunakan 4 (empat) pilihan, agar jelas sikap atau minat responden,
yaitu:

Selanjutnya dilakukan analisis untuk tingkat peserta didik dan tingkat kelas,
yaitu dengan mencari rerata (mean) dan simpangan baku skor. Selanjutnya
ditafsirkan hasilnya untuk mengetahui minat masing-masing peserta didik dan minat
klas terhadap suatu mata pelajaran.
5. Telaah Instrumen
Kegiatan pada telaah instrumen adalah meniliti tentang: a) apakah butir
pertanyaan atau pernyataan sesuai dengan indikator, b) bahasa yang digunakan apa
sudah komunikatif dan menggunakan tata bahasa yang benar, dan c) apakah butir
peranyaaan atau pernyataan tidak bias, d) apakah format instrumen menarik untuk
dibaca, e) apakah pedoman menjawab atau mengisi instrumen jealas, dan f) apakah
jumlah butir sudah tepat sehinggga tidak menjemukan menjawabnya.
Telaah dilakukan oleh pakar dalam bidang yang diukur dan akan lebih baik
bila ada pakar penilaian. Telaah bisa juga dilakukan oleh teman sejawat bila yang
diinginkan adalah masukan tentang bahasa dan format instrumen. Bahasa yang
digunakan adalah yang sesuai dengan tingkat pendidikan responden. Hasil telaah ini
selanjutnya digunakan untuk memperbaiki instrumen.
Panjang instrumen berhubungan dengan masalah kebosanan, yaitu tingkat
kejemuan dalam mengisi instrumen. Lama pengisian instrumen sebaiknya tidak lebih

13
dari 30 menit. Langkah pertama dalam menulis suatu pertanyaan atau pernyataan
adalah informasi apa yang ingin diperoleh, struktur pertanyaan, dan pemilihan kata-
kata.
Pertanyaan yang diajukan jangan sampai bias, yaitu mengarahkan jawaban
responden pada arah tertentu, positip atau negatif.
Contoh pertanyaan yang bias:
Sebagian besar guru setuju semua peserta didik yang menempuh ulangan
akhir lulus. Apakah saudara setuju bila semua peserta didik yang mengikuti
ulangan lulus semua?
Contoh pertanyaan yang tidak bias:
Sebagian guru setuju bahwa tidak semua peserta didik harus lulus, namun
sebagian lain tidak setuju. Apakah saudara setuju bila semua peserta didik
yang menempuh ujian akhir lulus semua?
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan kata-kata untuk
suatu kuesioner, yaitu:
a. Gunakan kata-kata yang sederhana sesuai dengan tingkat pendidikan
responden
b. Pertanyaannya jangan samar-samar
c. Hindari pertanyaan yang bias.
d. Hindari pertanyaan hipotetikal atau pengandaian.
Hasil telaah instrumen digunakan untuk memperbaiki instrumen. Perbaikan
dilakukan terhadap konstruksi instrumen, yaitu kalimat yang digunakan, waktu yang
diperlukan untuk mengisi instrumen, cara pengisian atau cara menjawab instrumen,
dan pengetikan.

6. Merakit Instrumen
Setelah isntrumen diperbaiki selanjutnya instrumen dirakit, yaitu menentukan
format tata letak instrumen, urutan pertanyaan atu pernyataan. Format instrumen
harus dibuat menarik, sehingga responden tertarik untuk membaca dan mengisi
instrrumen. Format instrumen sebaiknya tidak terlalu padat. Setiap sepuluh
pertanyaan sebaiknya dipisahkan dengan cara memberi spasi yang lebih, atau

14
diberi batasan garis empat persegi panjang. Urutkan pertanyaan atau pernyataan
instrumen sesuai dengan tingkat kemudahan dalam menjawabnya atau mengisinya
7. Ujicoba Instrumen
Setelah dirakit instrumen diujicobakan kepada responden, sesuai
dengan tujuan penilaian apakah kepada peserta didik, kepada guru atau orang tua
peserta didik. Untuk itu dipilih sampel yang karakteristiknya mewakili populasi yang
ingin dinilai. Bila yang ingin dinilai adalah siswa SMA, maka sampelnya juga siswa
SMA. Ukuran sampel yang diperlukan adalah minimal 30 siswa, bisa berasal dari
satu sekolah atau lebih.
Pada saat ujicoba yang perlu dicatat adalah saran-saran dari responden atas
kejelasan pedoman pengisian instrumen, kejelasan kalimat yang digunakan, waktu
yang diperlukan mengisi instrumen. Waktu yang digunakan disarankan bukan waktu
yang saat responden sudah lelah. Selain itu sebaiknya responden juga diberi
minuman agar tidak lelah. Perlu diingat bawah pengisian instrumen bukan
merupakan tes, sehingga walau ada batasan waktu namun tidak terlalu ketat.
Agar responden mengisi instrumen dengan akurat sesuai harapan, maka
sebaiknya instrumen dirancang sedemikian rupa sehingga waktu yang diperlukan
mengisi instrumen tidak terlalu lama. Berdasarkan pengalaman, waktu yang
diperlukan agar tidak jenuh adalah sekitar 30 menit atau kurang.
8. Analisis Hasil Ujicoba
Analisis hasil ujicoba meliputi variasi jawaban tiap butir pertanyaan atau
pernyataan. Apabila skala isntrumen 1 sampai 5, maka bila jawaban responden
bervariasi dari 1 sampai 5, maka instrumen ini bisa diharapkan menjadi instrumen
yang baik. Namun apabila jawabannya hanya pada satu pilihan jawaban saja,
misalnya pada pilihan nomor 3, maka butir instrumen ini tergolong tidak
biak Indikator yang digunakan adalah besarnya daya beda. Bila daya beda butir
instrumen lebih dari 0,30, yaitu korelasi antara skor butir dengan skor total, maka
butir instrumen tergolong baik.
Indikator lain yang diperhatikan indeks keandalan yang dikenal dengan
indeks reliabilitas. Besarnya indeks ini adalah minimum 0,70. Bila indeks ini lebih

15
kecil dari 0,70, kesalahan pengukuran akan melebihi batas. Oleh karena itu
diusahakan agar indeks keandalan instrumen minimum 0,70.
9. Perbaikan Instrumen
Perbaikan dilakukan terhadap butir-butir yang tidak baik, berdasarkan hasil
analisis hasil ujicoba. Bisa saja hasil telaah instrumen tampak baik, namun hasil
ujicoba empirik tampak tidak baik. Untuk itu butir instrumen harus diperbaiki.
Perbaikan termasuk pada semua saran-saran dari responden ujicoba. Instrumen harus
dilengkapi dengan pertanyaan terbuka.
10. Pelaksanaan Pengukuran
Pelaksanaan pengukuran seperti disarankan di depan bukan pada waktu
responden sudah lelah. Selain itu ruang untuk mengisi instrumen harus memiliki
sinar yang cukup dan sirkulasi udara ruang juga cukup. Tempat duduk juga diatur
agar responden tidak terganggu satu sama lain. Diusahakan agar responden tidak
saling tanya pada responden yang lain agar jawaban pada kuesioner tidak sama atau
homogen.

11. Penafsiran Hasil Pengukuran


Hasil pengukuran berupa skor atau angka. Menafsirkan hasil
pengukuran disebut dengan penilaian. Untuk menafsirkan hasil pengukuran
diperlukan suatu kriteria. Kriteria yang digunakan tergantung pada skala dan jumlah
butir yang digunakan. Misalkan digunakan skala Likert dengan 5 (lima pilihan) untuk
mengukur sikap peserta didik, yaitu:

Ada (4) empat kategori hasil pengukuran sikap atau minat, yaitu sangat
tinggi, tinggi, rendah, dan sangat rendah. Penentuan skor tiap kategori dapat dilihat
pada Tabel 2. Berdasarkan kategori ini dapat ditentukan minat atau sikap peserta
didik. Selanjutnya dapat dicari sikap dan minat kelas terhadap mata pelajaran
tertentu.

16
Misalkan ada 10 butir pertanyaan pada kuesioner tentang sikap atau minat
seseorang terhadap pelajaran tertentu dengan menggunakan skala Likert dengan 5
(lima) pilihan. Skor paling tinggi adalah bila peserta didik memilih sangat setuju,
yaitu 5, dan skor paling rendah adalah bila peserta didik memilih jawaban
sangat tidak setuju, yaitu 1. Jadi skor tertinggi adalah 10 butir x 5 = 50, dan skor
terendah adalah: 10 butir x 1 = 10. Rangkuman penentuan kategori hasil pengukuran
sikap atau minat dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kategorisasi sikap atau minat peserta didik untuk 10 butir
pernyataan

BAB III

Keterangan Tabel 2:
1. Skor batas bawah kategori sangat positip atau sangat tinggi adalah: 0,80 x 50
= 40, dan batas atasnya 50.
2. Skor batas bawah pada kategori tinggi atau positip adalah: 0,60 x 50 = 30,
dan skor batas atasnya adalah 39.
3. Skor batas bawah pada kategori negatif atau rendah adalah: 0,40 x 50 = 20,
dan skor batas atasnya adalah 29.
4. Skor yang tergolong pada kategori sangat negatif atau sangat rendah adalah:
kurang dari 20.

Tabel 3 Kategorisasi sikap atau minat klas

Keterangan:
1. Cari rerata skor kelas, yaitu: jumlahkan skor semua peserta didik dibagi
jumlah peserta didik.
2. Skor batas bawah kategori sangat positip atau sangat tinggi adalah: 0,80 x 50
= 40, dan batas atasnya 50.

17
3. Skor batas bawah pada kategori tinggi atau positip adalah: 0,60 x 50 = 30,
dan skor batas atasnya adalah 39.
4. Skor batas bawah pada kategori negatif atau rendah adalah: 0,40 x 50 = 20,
dan skor batas atasnya adalah 29.
5. Skor yang tergolong pada kategori sangat negatif atau sangat rendah adalah:
kurang dari 20.
Pada Tabel 2 dapat diketahui minat atau sikap tiap peserta didik terhadap tiap
mata pelajaran. Bila sikap peserta didik tergolong negatif atau minat peserta didik
tergolong rendah, maka guru harus berusaha mingkatkatkan sikap dan minat peserta
didik. Sedang bila sikap atau minat peserta didik tergolong positip atau tinggi, guru
harus mempertahankannya.
Tabel 3 menujukkan minat atau sikap kelas terhadap suatu mata pelajaran.
Jadi dalam pengukuran sikap atau minat diperlukan informasi tentang minat atau
sikap tiap peserta didik dan sikap atau minat kelas terhadap suatu objek, seperti mata
pelajaran. Hasil pengukuran minat kelas untuk semua mata pelajaran berguna untuk
membuat profil minat kelas. Jadi sekolah akan memiliki peta minat kelas dan
selanjutnya dikaitkan dengan profil prestasi belajar. Umumnya mereka yang
berminat pada mata pelajaran tertentu prestasi belajarnya baik.7

7
Zulfawardi, Pengembangan Instrumen Penilaian Efektif, diakses
https://zulfawardi.wordpress.com/2009/12/03/pengembangan-instrumen-penilaian-afektif/, 04 Oktober
2023

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cukup banyak ranah afektif yang penting untuk dinilai. Namun yang perlu
diperhatikan adalah kemampuan guru untuk melakukan penilaian. Untuk itu pada
tahap awal dicari komponen afektif yang bisa dinilai untuk guru. Namun pada tahun
berikutnya bisa ditambah ranah afektif lain untuk dinilai.
Jenis instrumen yang dikembangkan dibatasi sesuai dengan ranah afektif yang
penting di kelas, agar guru dan para pengelola pendidikan dapat
mengembangkannya. Ranah afektif yang penting dikembangkan adalah sikap dan
minat peserta didik. Pengembangan instrumen afektif dilakukan melalui langkah
berikut ini:
1. Menentukan definisi konseptual atau konstruk yang akan diukur.
2. Menentukan definisi operasional
3. Menentukan indikator
4. Menulis instrumen.
Instrumen yang dibuat harus ditelah oleh teman sejawat untuk mengetahui
keterbacaan, substansi yang ditanyakan, dan bahasa yang digunakan. Hasil telaah
digunakan untuk memperbaiki instrumen. Selanjutnya instrumen tersebut di ujicoba
di lapangan. Hasil ujicoba akan menghasilkan informasi yang berupa variasi
jawaban, indeks beda, dan indeks keandalan instrumen. Hasil ujicoba digunakan
untuk memperbaiki instrumen. Hal yang penting pada instrumen afektif adalah
besarnya indeks keandalan instrumen yang dikatakan baik adalah minimum 0,70.
Penafsiran hasil pengukuran menggunakan distribusi normal dengan dua
kategori yaitu positif atau negatif. Positif berarti minat peserta didik baik atau sikap
peserta didik terhadap suatu objek adalah positif, sedang negatif berarti minat peserta
didik kecil atau sikap peserta didik terhadap objek negatif. Demikian juga untuk
instrumen yang direncanakan untuk mengukur ranah afektif yang lain.

B. Saran
Disini penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna, sehingga keritik dan saran yang membangun untuk penulisan makalah-
makalah selanjutnya sangat diharapkan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Arief Aulia Rahman dan Cut Eva Nasryah, Evaluasi Pembelajaran, Jawa Timur:
Uwais Inspirasi Indonesia, 2019.

Mahdiansyah, dkk., Penilaian Kependidikan: Sistem Penilaian, Hasil Belajar dan


Kemampuan Guru Melaksanakan Penilaian Berdasarkan Kurikulum 2013,
Jakarta: Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Balitbang,
Kemendikbud, 2017.

Puji Winarti, dkk., Evaluasi Pembelajaran, Sumatera Utara: Graha Mitra Edukasi,
2023.

Zulfawardi, Pengembangan Instrumen Penilaian Efektif, diakses


https://zulfawardi.wordpress.com/2009/12/03/pengembangan-instrumen-
penilaian-afektif/, 04 Oktober 2023

20

Anda mungkin juga menyukai