Anda di halaman 1dari 18

PENILAIAN RANAH AFEKTIF

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur


Mata Kuliah: Pengembangan Instrumen Penilaian di MI
Dosen Pengampu: Patimah M.Ag

Disusun Oleh:

Atik Yulyeni 2008107029


Devina Lustianti 2008107040

PGMI 6/B

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON
2023

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Dialah yang telah
menganugerahkan Al-Quran sebagai petunjuk bagi seluruh manusia dan Rahmat bagi seluruh
alam. Sholawat serta salam selalu tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW yang telah menunjukan kita ke jalan yang benar.
Kami bersyukur mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa
kami ucapkan terimakasih kepada Dosen Pengampu kami yaitu Ibu Patimah M.Ag dan teman-
teman semua yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah serta tidak luput
juga kami mendapatkan bantuan dari beberapa jurnal dan buku yang kami baca.
Makalah ini disusun sebagai bentuk proses belajar untuk mengembangkan kemampuan.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak agar bisa
menjadi bekal dalam pembuatan makalah kami dikemudian hari dengan lebih baik lagi. Kami
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Cirebon, 2 Maret 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................2

DAFTAR ISI.............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................4

A. Latar Belakang................................................................................................4

B. Rumusan Masalah...........................................................................................4
C. Tujuan..............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................5
A. Pengertia Penilaian Ranah Afektif..................................................................5
B. Tingkatan Ranah Afektif.................................................................................6
C. Karakteristik Ranah Afektif.............................................................................8
D. Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Afektif.................................................12
BAB III PENUTUP...................................................................................................17
A. KESIMPULAN...............................................................................................17
B. SARAN............................................................................................................17
DAFTAR ISI..............................................................................................................18

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kemampuan lulusan suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tuntutan penerapan kurikulum
berbasis kompetensi mencakup tiga ranah, yaitu kemampuan berpikir, keterampilan melakukan
pekerjaan, dan perilaku.

Kemampuan berpikir merupakan ranah kognitif yang meliputi kemampuan menghapal,


memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Kemampuan afektif
berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin,
komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan
diri. Semua kemampuan ini harus menjadi bagian dari tujuan pembelajaran di sekolah, yang akan
dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang tepat.

Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih kurang.
Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah seperti
pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan harus merancang kegiatan
pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai. Keberhasilan pendidik
melaksanakan pembelajaran ranah afektif dan keberhasilan peserta didik mencapai kompetensi
afektif perlu dinilai. Oleh karena itu perlu dikembangkan acuan pengembangan perangkat
penilaian ranah afektif serta penafsiran hasil pengukurannya.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud penilaian ranah Afektif ?


2. Apa saja tingkatan ranah afektif ?
3. Bagaimana karatetsik dari ranah afektif ?
4. Bagaimana contoh dari pengukuran ranah penilaian ranah afektif ?

C. TUJUAN

1. Menjelaskan pengertian dari penilaian ranah afektif


2. Mengetahui tingkatan ranah afektif
3. Memahami karateristik dari ranah afektif
4
4. Mengetahui pengukuran ranah penilaian afektif.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Penilaian Ranah Afektif

Dalam Taksonomi Bloom yang dimuat oleh Zuriah (2011:8) mengartikan aspek afektif
merupakan aspek yang menekankan pada perasaan dan sikap.Sesuai dengan tujuan ranah afektif
yakni membentuk karakter maka ranah afektif merupakan salah satu dari ketiga aspek yang
sangat penting untuk diberikan kepada siswa 1. Anderson (2014: 390) menyatakan bahwa tujuan
pendidikan yang mencakup ketiga aspek tersebut tidak bisa dipisahkan dan hampir setiap tujuan
kognitif mengandung tujuan afektif. Maka dari itu, dalam proses penilaian tidak hanya
menekankan pada penguasaan materi pelajaran atau kemampuan kognitif saja tetapi juga
memperhatikan bahwa penguasaan materi pelajaran tersebut dapat berpengaruh pada perubahan
tingkah laku peserta didik dalam kehidupannya.2 Upaya pemerintah dalam membentuk sikap
atau tingkah laku peserta didik yaitu proses pembelajaran di sekolah menggunakan kurikulum
2013 dimana pada kurikulum tersebut dalam proses penilaiannya lebih menekankan pada aspek
afektif. Aspek afektif dimaksudkan sebagai aspek yang mencakup tentang perilaku peserta didik
dalam proses pembelajaran yang terdiri dari sikap spiritual dan sosial. Ciri-ciri hasil belajar
afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya
terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam, kedisiplinannya dalam mengikuti mata
pelajaran agama disekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran
agama Islam yang di terimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru pendidikan
agama Islam dan sebagainya.

Permendikbud No. 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian dalam kurikulum 2013
menyatakan bahwa penilaian afektif adalah kegiatan penilaian yang dilakukan untuk
memperoleh informasi deskriptif mengenai perilaku siswa di dalam dan di luar pembelajaran.
Menurut PP nomor 19 tahun 2005 pasal 65 ayat 2 menyatakan bahwa penilaian hasil belajar
untuk semua mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok
mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan
kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan merupakan penilaian akhir untuk
menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Oleh karena itu penilaian ranah

1
Zuriah (2011:8)
2
Anderson (2014: 390)
5
afektif harus dilakukan secara obyektif dan proporsional yang dilaksanakan secara
berkesinambungan.

Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif
kemampuan yang diukur adalah:

1. Menerima (memperhatikan), meliputi kepekaan terhadap kondisi, gejala, kesadaran,


kerelaan, mengarahkan perhatian.
2. Merespon, meliputi merespon secara diam-diam, bersedia merespon, merasa puas
dalam merespon, mematuhi peraturan.
3. Menghargai, meliputi menerima suatu nilai, mengutamakan suatu nilai, komitmen
terhadap nilai.
4. Mengorganisasi, meliputi mengkonseptualisasikan nilai, memahami hubungan
abstrak, mengorganisasi sistem suatu nilai.
5. Karakterisasi, meliputi menyusun berbagai macam sistem nilai menjadi nilai yang
mapan dalam dirinya

B. Tingkatan Ranah Afektif

Menurut Krathwohl (1961) bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif mempunyai
komponen afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya, di dalamnya ada komponen
sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif. Tingkatan ranah afektif menurut
taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: receiving (attending), responding, valuing,
organization, dan characterization.

1. Tingkat receiving

Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan


memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik,
buku, dan sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena
yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik mengarahkan peserta didik
agar senang membaca buku, senang bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan
menjadi kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan, yaitu kebiasaan yang positif.

6
2. Tingkat responding

Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari
perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia
juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada pemerolehan respons,
berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi pada
kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan
pada aktivitas khusus. Misalnya senang membaca buku, senang bertanya, senang membantu
teman, senang dengan kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.

3. Tingkat valuing

Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat
internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya
keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau
penilaian berbasis pada internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada
tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas.
Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi.

4. Tingkat organization

Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik antar nilai
diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran
pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. Misalnya
pengembangan filsafat hidup.

5. Tingkat characterization

Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat ini peserta didik
memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu hingga terbentuk
gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial.

7
C. Karakteristik Ranah Afektif

Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah
afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua,
perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah
intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa
perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian
orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan
berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan
itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan
dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik
afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide
sebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada
beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah, matematika,
situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-
kadang target ini diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali
peserta didik merasa cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar
bahwa target kecemasannya adalah tes.

Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai,
dan moral.

1. Sikap

Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka
terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang
positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat
diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi
terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap
peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.

8
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk
merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. 3Sikap
peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran.
Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap
mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti
pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran4. Perubahan ini
merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta
didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.

2. Minat

Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui
pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman,
dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. 5 Sedangkan menurut kamus besar
bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi
terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk
karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.

 Penilaian minat dapat digunakan untuk:


 mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran,
 mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
 pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
 menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,
 mengelompokkan peserta didik yang memiliki minat sama,
 acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih metode
yang tepat dalam penyampaian materi,
 mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik,

3
Fishbein dan Ajzen (1975)
4
(Popham, 1999).
5
Getzel (1966)
9
 bahan pertimbangan menentukan program sekolah,
 meningkatkan motivasi belajar peserta didik.

3. Konsep Diri

Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap
kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya
seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti
sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu
daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi.

Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan
mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi
peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi
belajar peserta didik dengan tepat.

Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri
adalah sebagai berikut.

 Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.


 Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.
 Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
 Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.
 Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
 Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar input peserta
didik.
 Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran.
 Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
 Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
 Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.
 Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
 Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik.

10
 Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat untuk instropeksi
pembelajaran yang dilakukan.
 Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.
 Peserta didik mampu menilai dirinya.
 Peserta didik dapat mencari materi sendiri.
 Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.

4. Nilai

Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan,
atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. 6Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap
mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan
nilai mengacu pada keyakinan. Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa
sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya
intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu.

Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu
objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan
kepuasan. 7Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide
sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan
pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan
signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi
positif terhadap masyarakat.

5. Moral

Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral anak. Namun
Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral. Ia hanya
mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema
hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak. Moral

6
Rokeach (1968)
7
Tyler (1973:7)
11
berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan
terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang
lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan
keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi
moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang. Ranah afektif lain yang penting
adalah:

 Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan
orang lain.
 Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan
artistik.
 Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang
sama dalam memperoleh pendidikan.
 Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan
yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.

D. Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Afektif

Kompetensi siswa dalam ranah afektif yang perlu dinilai utamanya menyangkut sikap
dan minat siswa dalam belajar. Secara teknis penilaian ranah afektif dilakukan melalui dua hal
yaitu: a) laporan diri oleh siswa yang biasanya dilakukan dengan pengisian angket anonim, b)
pengamatan sistematis oleh guru terhadap afektif siswa dan perlu lembar pengamatan.

Karakteristik suatu nilai, meliputi falsafah hidup dan sistem nilai yang dianutnya.
Contohnya mengamati tingkah laku siswa selama mengikuti proses belajar mengajar
berlangsung.

Sebelum melakukan penilaian terhadap aspek afektif, sama halnya dengan mengukur aspek
kognitif, guru diharapkan mendaftar materi yang dicakup dihubungkan dengan TIU dan TIK-
nya. Sebagai pengganti TIU adalah yang disebut sebagai nilai dasar.Di dalam PSPB(Pendidikan
Sejarah Persatuan Bangsa) nilai-nilai dasar yang dimaksud adalah hasil jabaran dari konsep dasar
yang tercantum dalam GBHN 1983, yang kemudian dituangkan menjadi dasar kebijaksanaan

12
pokok tentang PSPB (Depdikbud, 1983, halaman 6). Selanjutnya nilai dasar tersebut diuraikan
ke dalam nilai dan indikator. Untuk PSPB ada 4 (empat) nilai dasar yang akan dicapai, yaitu:

1. Kesadaran Nasional sebagai suatu bangsa.


2. Sikap patriot.
3. Kreatif dan inovatif.
4. Kepribadian yang berdasarkan nilai, jiwa, dan semangat 1945 dan Pancasila.

Sebagai contoh penguraian menjadi nilai dan indikator adalah sebagai berikut:

Nilai dasar: Sikap patriot

Nilai: tahan uji/ulet/tahan menderita

Indikatornya antara lain:

 Tidak mau berhenti bekerja sebelum pekerjaar selesai;


 Tidak mudah putus asa menghadapi kesulitan dalam pekerjaannya

Dalam memilih karakterisitik afektif untuk pengukuran, para pengelola pendidikan harus
mempertimbangkan rasional teoritis dan program sekolah. Masalah yang timbul adalah
bagaimana ranah afektif akan diukur. Isi dan validitas konstruk ranah afektif tergantung pada
definisi operasional yang secara langsung mengikuti definisi konseptual. Menurut Andersen
(1980) ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur ranah afektif, yaitu metode
observasi dan metode laporan diri. Penggunaan metode observasi berdasarkan pada asumsi
bahwa karateristik afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan dan/atau
reaksi psikologi. Metode laporan diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif
seseorang adalah dirinya sendiri. Namun hal ini menuntut kejujuran dalam mengungkap
karakteristik afektif diri sendiri. Menurut Lewin (dalam Andersen, 1980), perilaku seseorang
merupakan fungsi dari watak (kognitif, afektif, dan psikomotor) dan karakteristik lingkungan
saat perilaku atau perbuatan ditampilkan. Jadi tindakan atau perbuatan seseorang ditentukan oleh
watak dirinya dan kondisi lingkungan.

Jenis-jenis skala sikap

13
Skala yang sering digunakan dalam instrumen (alat) penilaian afektif adalah :

1. Skala Likert

Prinsip pokok skala Linkert adalah menentukan lokasi kedudukan seseorang dalam suatu
kontinum sikap terhadap objek sikap, mulai dari sangat negatif sampai dengan sangat positif.
Penentuan lokasi itu dilakukan dengan mengkuantifikasi pernyataan seseorang terhadap butir
pernyataan yang disediakan.

Skala Linkert menggunakan skala dengan lima angka. Skala 1 (satu) berarti sangat
negatif dan skala 5 (lima) berarti sangat positif. Skala ini disusun dalam bentuk suatu pernyataan
dan diikuti oleh pilihan respons yang menunjukkan tingkatan. Contoh pilihan respons:

SS = sangat setuju

S = setuju

R = ragu-ragu

TS = tidak setuju

STS = sangat tidak setuju

2. Skala Pilihan Ganda

Skala ini bentuknya seperti soal bentuk pilihan ganda, yaitu suatu pernyataan yang diikuti
oleh sejumlah alternative pendapat.

Contoh dalam suatu upacara bendera:

Setiap peserta harus khidmat mengikuti jalannya upacara tanpa kecuali peserta
diperbolehkan berbicara asal dalam batas-batas tertentu dan tidak mengganggu jalannya upacara.

3. Skala Thurstone

Skala Thurstone merupakan skala mirip descriptive graphic rating scale karena
merupakan suatu instrumen yang responsnya dengan memberi tanda tertentu pada suatu

14
kontinum baris. Pada descriptive graphic rating, skala terdiri dari 5 tingkatan, sedangkan pada
skala Thurstone jumlah skala yang digunakan berkisar antara 7 sampai 11.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

A B C D E F G H I J K

Very favourable neutral very unfavourable

Pernyataan yang diajukan kepada responden di sarankan oleh Thurstone kira-kira 10


butir, tetapi tidak kurang dari 5 butir.

4. Skala Guttman

Skala ini berupa sederetan pernyataan opini tentang sesuatu objek secara berurutan.
Responden diminta untuk menyatakan pendapatnya tentang pernyataan itu (setuju atau tidak
setuju). Bila ia setuju dengan pernyataan pada nomor urut tertentu, maka diasumsikan juga setuju
dengan pernyataan sebelumnya dan tidak setuju dengan pernyataan sesudahnya.

Contoh:

Saya mengizinkan adik saya bermain ke tetangga.

Saya mengizinkan adik saya pergi ke mana ia mau.

Saya mengizinkan adik saya pergi kapan saja dan ke mana saja.

Adik saya bebas pergi ke mana saja tanpa minta izin terlebih dahulu.

Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan tingkatan yang berurutan sehingga bila


responden setuju pernyataan “b”, diasumsikan setuju “a”. selanjutnya jika resonden setuju
dengan pernyataan nomor “c”, berarti setuju pernyataan “a” dan “b”.

5. Semantic Differensial

Instrument yang disusun oleh Osg Ood dan kawan-kawan ini mengukur konsep-konsep
untuk tiga dimensi. Dimensi – dimensi yang ada diukur dalam kategori : menyenangkan-

15
membosankan, sulit-mudah, cepat-lambat, atau aktif-pasif, baik-tidak baik, kuat-lemah, berguna-
tidak berguna. Dalam buku Osgood dikemukakan adanya 3 faktor untuk menganalisis skalanya :

Evaluation (baik-buruk)

Potency (kuat-lemah)

Activity (cepat-lambat)

Familiriality (tambahan Nunally)

Contoh :

Main music

Baik 1 2 3 4 5 6 7 Tidak baik

Berguna 1 2 3 4 5 6 7 Tidak berguna

Aktif 1 2 3 4 5 6 7 Pasif

Cara ini dapat digunakan untuk mengetahui minat atau pendapat siswa mengenai sesuatu
kegiatan atau topic dari suatu mata pelajaran.

6. Pengukuran Minat

Disamping menggunakan skala seperti dicontohkan diatas, minat juga dapat diukur
dengan cara seperti dibawah ini :

Mengunjungi perpustakaan:

SS S B AS TS STS

Sandiwara: SS S B AS TS STS

Pilihan : senang sampai dengan sangat tidak senang dapat ditentukan sendiri. Boleh juga
diteruskan sampai 11 skala.

16
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup
watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Tingkatan ranah afektif menurut
taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: receiving (attending), rsponding, valuing, organization,
dan characterization. Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu:
receiving (attending), rsponding, valuing, organization, dan characterization. Ada dua metode
yang dapat digunakan untuk mengukur ranah afektif, yaitu metode observasi dan metode laporan
diri. Penggunaan metode observasi berdasarkan pada asumsi bahwa karateristik afektif dapat
dilihat dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan dan/atau reaksi psikologi. Metode laporan
diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang adalah dirinya sendiri

B. SARAN

Sebagai calon guru kita harus bisa dituntut untuk lebih kreatif serta inovatif dan menguasai
materi pembelajaran yang kita ajarkan kepada peserta didik kita.

17
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. PT. Bumi Aksara.Jakarta

Anonim. 2009. Ranah Penilaian Kognitif, Afektif, Dan Psikomotorik.

https://zaifbio.wordpress.com/2009/11/15/ranah-penilaian-kognitif-afektif-dan
psikomotorik/Diakses 14 oktober 2017

https://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2008/08/penilaian-afektif.pdf. Diakses 14 oktober


2017

Sudrajat. A. 2008. Penilaian Afektf.

Utami, N. P. (2018). Implementasi Penilaian Ranah Afektif di SD Negeri 9 Boyolali. BASIC


EDUCATION, 7(22), 2-081.

18

Anda mungkin juga menyukai