Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PENGEMBANGAN INSTRUMEN SIKAP SPIRITUAL DAN SIKAP SOSIAL

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:


Evaluasi PAI

Dosen Pengampu:

Abdulloh Chakim, M.Pd.

Disusun Oleh:
1. Dina Akmalia Farkhati (126201212106)
2. Luthfina Khoirunnisa’ (126201212116)
3. Rizza Rahmawati (126201212126)
4. Salsa Lutfina Putri Wulan (126201212136)
5. Dhiyaa’ Rihhadatul ‘Aisy (126201212146)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG
2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan inayah-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pengembangan Instrumen Sikap Spiritual dan Sikap Sosial” ini dengan baik dan
lancar. Tak lupa pula penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu hingga terselesaikannya karya tulis ini, diantaranya:
1. Prof. Dr. H. Maftukhin M.Ag. selaku rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
yang telah memberikan dukungan kepada kami dan mengizinkan kami memakai semua
fasilitas yang ada di UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung untuk menunjang
kelancaran proses perkuliahan kami.
2. Prof. Dr. Hj. Binti Maunah M.Pd.I. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
yang telah bekerja keras mengurus dan mengatur fakultas kami.
3. Abdulloh Chakim, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Evaluasi PAI yang sangat
tulus dan ikhlas dalam memberikan bimbingan dan pembelajaran kepada kami.
4. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan kritik,
saran, semangat, dan motivasi dalam proses pembuatan makalah ini.
Penulis berharap semoga dengan makalah yang dibuat ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Tak lupa juga penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu penulis meminta kritik serta sarannya dari
pembaca, supaya nantinya makalah ini menjadi lebih baik lagi. Apabila ada kesalahan pada
makalah ini, penulis sangat meminta maaf sebesar-besarnya. Demikian makalah ini kami
buat, semoga dapat memberikan manfaat bagi semua orang terutama yang membacanya,
cukup sekian dan terimakasih.

Tulungagung, 11 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVE

R
KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................................1

C. Tujuan............................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................2

A. Hakikat Penilaian..........................................................................................................2

B. Prinsip-prinsip Penilaian K13........................................................................................2

C. Tujuan Penilaian............................................................................................................3

D. Hakikat Afektif (Sikap).................................................................................................4

E. Ruang Lingkup Penilaian Kompetensi Sikap................................................................8

F. Penilaian Kompetensi Sikap........................................................................................10

G. Teknik dan Instrumen Penilaian Kompetensi Sikap ..................................................15

BAB III PENUTUP............................................................................................................20

A. Kesimpulan..................................................................................................................20

B. Saran............................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................21

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kurikulum 2013, penilaian hasil belajar peserta didik mencakup
kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Dalam penilaian sikap, pendidik
melakukan penilaian melalui observasi, penilaian diri, dan penilaian antar peserta
didik adalah daftar cek atau skala penilaian yang disertai rubrik, sedangkan pada
jurnal berupa catatan pendidik. Penilaian sikap dalam kurikulum 2013 membagi
kompetensi sikap menjadi dua, yaitu sikap spiritual yang terkait dengan pembentukan
peserta didik yang beriman dan bertakwa, dan sikap sosial yang terkait dengan
pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis dan
bertanggung jawab.
Sikap spiritual sebagai perwujudan dari menguatnya interaksi vertikal dengan
Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan sikap sosial sebagai wujud eksistensi kesadaran
dalam upaya mewujudkan harmoni kehidupan. Di dalam standar penilaian pendidikan
nomor 66 tahun 2013, juga dijelaskan bahwa dalam prisip penilaian harus objektif,
terpadu, ekonomis, transparan, akuntabel dan edukatif. Sedangkan untuk melakukan
penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian teman sejawat,
dan jurnal. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri dan penilaian
antar peserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian yang disebut rubrik,
sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.
Dari hasil observasi, guru membutuhkan instrumen yang lengkap, dapat menilai
sikap dalam proses pembelajaran, praktis, mudah, instrumen yang baik dan luas,
instrumen yang dapat mengukur sikap baik spiritual, sosial dan kepribadian, serta
dapat diimplemantasikan dalam sehari-hari, dan objektif serta dapat menilai sesuai
kondisi. Untuk itu diperlukan pengembangan instrumen penilaian ranah sikap spiritual
dan sikap sosial untuk memberikan sumbangan pemikiran untuk memudahkan guru
dalam menilai sikap dan lebih objektif dalam menentukan penilaian sikap spiritual
siswa.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hakikat penilaian?
2. Bagaimana prinsip-prinsip penilaian K13?
3. Bagaimana tujuan penilaian?
4. Bagaimana hakikat afektif (sikap)?
5. Bagaimana ruang lingkup penilaian kompetensi sikap?
6. Bagaimana penilaian kompetensi sikap?
7. Bagaimana teknik dan instrumen penilaian kompetensi sikap?

C. Tujuan
1. Dapat mengetahui hakikat penilaian.
2. Dapat mengetahui prinsip-prinsip penilaian K13.
3. Dapat mengetahui tujuan penilaian.
4. Dapat mengetahui hakikat afektif (sikap).
5. Dapat mengetahui ruang lingkup penilaian kompetensi sikap.
6. Dapat mengetahui penilaian kompetensi sikap.

1
7. Dapat mengetahui teknik dan instrumen penilaian kompetensi sikap.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Penilaian
Penilaian adalah proses sistematis meliputi pengumpulan informasi (angka atau
deskripsi verbal), analisis, dan interpretasi untuk mengambil keputusan.1 Sedangkan
penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Untuk itu, diperlukan data sebagai
informasi yang diandalkan sebagai dasar pengambilan keputusan. Dalam hal ini,
keputusan berhubungan dengan sudah atau belum berhasilnya peserta didik dalam
mencapai suatu kompetensi.
Berikut beberapa arti penilaian menurut beberapa ahli diantaranya:
1. Seng dkk “penilaian adalah semua bentuk pengumpulan informasi oleh guru, dimana
guru mengumpulkan data tentang siswanya, menganalisis dan menyintesisnya,
menginterpretasikannya, dan menggunakannya di dalam kelas untuk mengambil
keputusan”.
2. Sudjana “penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek
tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu”.
3. Depdiknas dalam Jihad “penilaian merupakan kegiatan yang dilakukan guru untuk
memperoleh informasi secara objektif, berkelanjutan, dan menyeluruh tentang proses
dan hasil belajar yang dicapai siswa, yang hasilnya digunakan sebagai dasar untuk
menentukan perlakuan selanjutnya”.
Berdasarkan penjelasan dari beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa penilaian adalah guru membuat suatu keputusan dengan menilai
kemampuan belajar yang dimiliki siswa, melalui proses dan hasil belajar siswa tersebut.
Sehingga dengan adanya penilaian, siswa mengetahui kemampuan belajar yang
dimilikinya selama proses pembelajaran.
B. Prinsip-Prinsip Penilaian K13
Salah satu konsekuensi dari pengamalan Undang-undang No. 66 tahun 2013 adalah
pembelajaran lebih mengedepankan kaidah-kaidah pendekatan saintifik atau ilmiah.
Upaya penerapan Pendekatan saintifik/ilmiah dalam proses pembelajaran ini sering
disebut-sebut sebagai ciri khas dan menjadi kekuatan tersendiri dari keberadaan
Kurikulum 2013, yang tentunya menarik untuk dipelajari dan dielaborasi lebih lanjut.
Standar Penilaian pendidikan dalam kurikulum 2013 sebagaimana telah disebutkan
dalam permendikbud No. 66 Tahun 2013 bahwa Standar Penilaian Pendidikan adalah
kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta
didik. Adapun prinsip penilaian dalam peraturan baru (Pemendiknas No 66 tahun 2013)
tersebut sebagai berikut :2
1. Objektif, berarti penilaian berbasis pada standardan tidak dipengaruhi faktor
subjektivitas penilai.
1
Suarga, Hakikat, Tujuan dan Fungsi Evaluasi Dalam Pengembangan Pembelajar, Jurnal Ilmiah:
Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan UIN Alauddin Makassar, Vol VIII, Nomor 2, Juli - Desember 2019. hlm. 50
2
Permendikbud, Nomor 81 A tahun 2013, lampiran IV tentang Implementasi Kurikulum Pedoman
Umum Pembelajaran, 2013, hlm. 13.

2
2. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu dengan
kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan.
3. Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan pelaporannya.
4. Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan
keputusan dapat diakses oleh semua pihak.
5. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal
sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya.
6. Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru.
Pendekatan penilaian yang digunakan adalah penilaian acuan kriteria (PAK). PAK
merupakan penilaian pencapaian kompetensi yang didasarkan pada kriteria ketuntasan
minimal (KKM). KKM merupakan kriteria ketuntasan belajar minimal yang ditentukan
oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan karakteristik Kompetensi Dasar yang
akan dicapai, daya dukung, dan karakteristik peserta didik. 3
C. Tujuan Penilaian
Tahap pertama penilaian adalah menentukan tujuan penilaian. penentuan tujuan
penilaian sangat penting karena setiap tujuan memiliki penekanan yang berbeda-beda.
Tujuan penilaian hasil belajar peserta didik dapat dideskripsikan sebagai berikut:4
1. Melacak kemajuan peserta didik, artinya dengan melakukan penilaian, maka
perkembangan hasil belajar peserta didik dapat diidentifikasi yaitu mengalami
penurunan atau peningkatan.
2. Mengecek ketercapaian kompetensi peserta didik, artinya dengan penilaian ini dapat
diketahui seberapa jauh peserta didik menguasai kompetensi dari indikator-indikator
yang telah ditentukan.
3. Mendeteksi kompetensi yang belum dikuasai oleh peserta didik, artinya dengan
penilaian maka dapat diketahui kompetensi mana yang belum dan yang sudah
dikuasai.
4. Menjadi umpan balik untuk perbaikan bagi peserta didik, artinya dengan melakukan
penilaian, maka dapat dijadikan bahan acuan untuk memperbaiki hasil belajar peserta
didik yang masih di bawah standar kriteria ketuntasan minimal.
Dengan mengetahui tujuan penilaian yang penekanan berbeda tiap poinnya, maka
guru dapat menentukan langkah-langkah selanjutnya untuk mencapai tujuan yang telah
dirumuskan. Misalnya dengan Menyusun teknik-teknik penilaian yang tepat serta
instrumen yang disesuaikan pula dengan tujuan penilaiannya, serta menentukan tindak
lanjut dari hasil penilaian yang telah dilakukan.
Sedangkan menurut Nana Sudjana, penilaian memiliki tujuan sebagaimana
berikut:5
1. Mendeskripsikan kecakapan belajar para siswa sehingga dapat diketahui kelebihan
dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran yang
ditempuhnya.

3
Nur Irwanto dan Yusuf Suryana, Kompetensi Pedagogik, (Surabaya: Genta Group Production, 2016),
hlm. 450.
4
Eko Putro Widoyoko, Penilaian Hasil Pembelajaran di Sekolah, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2014),
hlm, 43.
5
Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, (Jakarta: Sinar Baru Algesindo,
2012), hlm 9.

3
2. Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yakni
seberapa jauh keefektifannya dalam menguubah tingkah laku para siswa ke arah
tujuan pendidikan yang diharapkan.
3. Menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan
penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta strategi
pelaksanaannya.
4. Memberikan pertanggungjawaban dari pihak sekolah kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Pihak yang di maksud meliputi pemerintah, masyarakat, dan para
orang tua siswa.
Tujuan penilaian yang tercantun dalam Permendikbud nomor 23 tahun 2016 Bab
III pasal empat, yaitu: 6
1. Penilaian hasil belajar oleh pendidik bertujuan untuk memantau dan mengevaluasi
proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan.
2. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan bertujuan untuk menilai pencapaian
Standar Kompetensi Lulusan untuk semua pelajaran.
3. Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian
kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu.
Dari penjelasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa penilaian memiliki
tujuan yang sangat penting dalam proses maupun hasil pembelajaran, mulai dari
mengetahui bagaimana keberhasilan proses pembelajaran, kemudian mendeskripsikan
kemampuan peserta didik, setelah itu menentukan hasil penilaian sampai dengan apa
yang sudah dinilai oleh guru dapat dipertanggungjawabkan hasilnya.
D. Hakikat Afektif (Sikap)
Belajar pada umumnya dipandang sebagai konsentrasi individu dalam upaya
memperoleh perubahan tingkah laku secara menyeluruh (komprehensif) yang meliputi
tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut Nanang Hanafiyah, secara
konseptual maupun empirik pembelajaran afektif lebih menekankan pada pendidikan
nilai. Kata afektif menurut Surawan Martinus dalam kata serapan berarti “bersifat,
berhubungan dengan cinta kasih sayang”.7 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, afektif
mempunyai arti berkenaan dengan perasaan (seperti takut, cinta), keadaan perasaan yang
mempengaruhi keadaan penyakit (tentang penyakit jiwa), gaya atau makna yang
menunjukkan perasaan.
Afektif (sikap) merupakan kecenderungan seseorang untuk menerima atau
menolak kesadaran yang dianggap baik atau tidak baik, yang memiliki kecenderungan
sikap positif maupun sikap negatif. Menurut Winkel, mengungkapkan bahwa sikap
merupakan suatu kemampuan internal yang berperan penting dalam mengambil tindakan,
yang memungkinkan untuk bertindak atau menemukan berbagai alternatif.8 Menurut
Anas Sudijono, ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. 9 Sikap
adalah salah satu istilah bidang psikologi yang berhubungan dengan persepsi dan tingkah
laku. Istilah sikap dalam bahasa Inggris disebut attitude. Attitude adalah suatu cara

6
Peraturan Menteri Pendidkan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2016 tentang
Standar Penilaian Pendidkan.
7
Surawan Martinus, Kamus Kata Serapan, (Jakarta: Gramedia, 2001), hlm. 41.
8
Winkel, Psikologi Pengajaran, Jakarta: Gramedia Widia Sarana Indonesia, 1996), hlm. 67.
9
Anas Sudijono, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), hlm.
92.

4
bereaksiterhadap suatu perangsang. Suatu kecenderungan untuk bereaksi terhadap suatu
perangsang atau situasi yang dihadapi.
Ellis mengatakan bahwa sikap melibatkan beberapa pengetahuan tentang situasi,
namun aspek yang paling esensial dalam sikap adalah adanya perasaan atau emosi,
kecenderungan terhadap perbuatan yang berhubungan dengan pengetahuan. Sedangkan
Winkel menjelaskan bahwa sikap melibatkan pengetahuan tentang situasi termasuk
situasi. Situasi di sini dapat digambarkan sebagai suatu objek yang pada akhirnya akan
mempengaruhi emosi, kemudian memungkinkan munculnya reaksi atau kecenderungan
untuk berbuat. Dalam beberapa hal sikap adalah penentuan yang paling penting dalam
tingkah laku manusia. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua
altematif menang dan tidak senang untuk melaksanakan atau menjauhinya. Perasaan
senang meliputi sejumlah perasaan yang lebih spesifik seperti rasa puas, sayang, dan lain-
lain. Sedangkan perasaan tidak senang meliputi sejumlah rasa yang spesifik pula yaitu
rasa takut, gelisah, cemburu, marah, dendam, dan lain-lain.
Pengertian sikap itu sendiri dapat dipandang dari berbagai unsur yang terkait
seperti sikap dengan kepribadian, motif, tingkat keyakinan, dan lain-lain. Namun dapat
diambil pengertian yang memiliki persamaan karakteristik, dengan demikian sikap adalah
tingkah laku yang terkait dengan kesediaan untuk merespon obyek sosial yang membawa
dan menuju ke tingkah laku yang nyata dari seseorang. Hal itu berarti tingkah laku dapat
diprediksi apabila telah diketahui sikapnya. Hal senada juga dikemukakan oleh Rachman
Natawijaya sikap adalah kesediaan mental individu yang mempengaruhi, mewarnai
bahkan menentukan kegiatan individu yang bersangkutan dalam memberikan respon
terhadap objek atau situasi yang memberikan arti baginya. Kesediaan ini mungkin
dinyatakan dalam kegiatan (perbuatan atau perkataan) atau merupakan kekuatan laten
yang kadang-kadang tersalurkan.
Menurut Mardhapi sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon
secara positif atau negatif suatu objek, situasi, konsep atau orang.10 Misalnya objek
pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah sikap siswa terhadap pembelajaran
Pendidikan Agama Islam. Ranah sikap merupakan hal penting yang harus ditingkatkan.
Menurut Andersen, mengungkapkan pemikiran disebut sikap apabila memenuhi dua
kriteria:
1. Perilaku melibatkan perasaan dan emosi.
2. Perilaku mencerminkan tipikal perilaku seseorang.
Adapun kriteria lain yang terkait dengan ranah afektif yaitu intensitas yang
menunjukan apakah perasaan itu baik atau buruk, positif atau negatif. Misalnya, siswa
saat diberi pembelajaran dan merasa senang itu merupakan positif atau sebaliknya. Maka
dapat dikatakan pembelajaran afektif merupakan strategi pembelajaran karakter, akhlak
dan moral, hal tersebut dibuktikan pada nilai empiris yang bermuatan nilai-nilai karakter
secara utuh yaitu (religius, kejujuran, tanggung jawab, disiplin, dan mandiri).
Suyadi mengemukakan terbentuknya sikap timbul berdasarkan pada proses
pembiasaan dan modeling (percontohan). Adapun kriterianya menurut Hamruni, sebagai
berikut:
1. Pola Pembiasaan
Pembentukan sikap yang dilakukan oleh Skinner melalui teorinya operant
conditioning, yang menekankan pada konsitensi respon anak terhadap suatu yang
diharapkan memberikan motivasi kepada siswa. Steven Covey telah mengungkapkan
bahwa pada mulanya manusia yang membentuk kebiasaan, namun selanjutnya
manusialah yang dibentuk oleh kebiasaannya. Dalam proses belajar mengajar pada
10
Djemar Mardhapi, Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Non Tes, (Yogyakarta: Mitra cendekia,
2007), hlm. 121.

5
dasarnya membentuk sikap melalui pembiasaan. Misalnya: guru memberikan latihan
soal terkait pembelajaran kepada siswa dengan bertahap dan terus-menerus, maka
lama-kelamaan akan timbul rasa terbiasa yang akan membentuk sikap positif bagi
siswa. Namun perlu adanya tahap kontinuitas.Selanjutnya kebiasaan berbahasa atau
sopan santun yang dimiliki individu yang bersangkutan, sebagai akibat proses
pembelajaran yang dilakukan oleh guru, yang mungkin sikap terbentuk oleh
kebiasaan dalam keluarga dan lingkungan sekitar.
2. Pola Modeling
Modeling merupakan proses peniruan tingkah laku (sikap) terhadap sesuatu yang
ditiru (percontohan), yang dilakukan berdasarkan keinginan anak untuk melakukan
peniruan (imitasi). Misalnya: seorang siswa merasa kagum dengan temannya karena
kepintarannya yang lebih unggul dari dirinya, secara perlahan akan timbul rasa iri
yang akan mempengaruhi emosi siswa tersebut sehingga timbul sikap ingin meniru
bagaimana caranya ia bisa menjadi orang yang pintar seperti temannya tersebut.
Terbentuknya proses penanaman sikap anak terhadap suatu objek melalui kedua
model tersebut, dipastikan sikap itu muncul karena didasari oleh suatu keyakinan pada
diri individu untuk meyakini kebenaran sebagai suatu sistem nilai. Apa yang ditiru
adalah prilaku-prilaku yang dilihat, didengar dan dialami secara langsung oleh peserta
didik. Suyadi berpendapat bahwa pada hakikatnya perubahan meliputi dua hal:
a. Perubahan belajar, ditentukan melalui proses bukan hasil, sehingga berlangsung
secara aktif dan integratif.
b. Perubahan yang terjadi pada dasarnya ditentukan oleh aspek kepribadian (yaitu
meliputi tingkah laku, kecakapan, sikap dan perhatian) yang terus menerus
berfungsi pada setiap individu.
Perubahan sikap lebih positif setelah mengikuti proses pembelajaran merupakan
salah satu indikator dari keberhasilan guru dalam melaksanakan proses belajar dan
mengajar. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap atau afektif adalah
sesuatu yang sulit diukur karena menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari
dalam, sikap ini juga dapat muncul dalam kejadian behavioral atau kebiasaan yang
diakibatkan proses pembelajaran yang dilakukan guru. Setiap orang mempunyai sikap
yang berbeda-beda terhadap suatu objek. Ini berarti bahwa sikap itu dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang ada pada diri masing-masing seperti perbedaan bakat, minat,
pengalaman, pengetahuan, intensitas perasaan dan juga situasi lingkungan.
Dalam kaitannya terhadap kompetensi yang ada di kurikulum 2013, aspek sikap
terbagi menjadi 2, yaitu sikap Spiritual (KI-1) dan sikap sosial (KI-2).
1. Sikap Spiritual
Purwakania mengambil kata spirit dari bahasa latin yaitu “spiritus” yang berarti
napas dan kata kerja “spairare” yang berarti untuk bernafas, dan memiliki nafas berarti
memiliki spirit.11 Menjadi spiritual berarti memiliki sifat lebih kepada hal yang bersifat
kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat fisik atau material.
Spiritualitas merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam mencapai tujuan dan
makna hidup Spiritual dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah sesuatu yang
berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan (ruhani, batin). Mengutip dari jurnal Al-
Asasiyya bahwasanya aspek spiritual berhubungan antara kondisi ruhani dan batin
dengan kekuatan yang Maha Besar atau agama. Spiritual setiap individu dipengaruhi
budaya, perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan dan ide-ide tentang kehidupan.
Dari spiritualitas ini memberikan suatu perasaan yang berhubungan dengan

11
Hasan Aliah Purwakania, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: PT. Rja Grafindo Persada, 2007),
hlm. 84.

6
intrapersonal (hubungan antara diri sendiri), interpersonal (hubungan antara orang lain
dengan lingkungan) dan transpersonal (hubungan yang tidak dapat dilihat yaitu suatu
hubungan dengan ketuhanan yang merupakan kekuatan tertinggi).
Dalam Jami’ul Ulum wal Hikam dijelaskan bahwasanya amal perbuatan termasuk
dari iman, dan perbuatan-perbuatan iman terkadang terkait dengan hak-hak Allah,
seperti mengerjakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan.
Dan termasuk dalam cakupan perbuatan-perbuatan iman, ialah berkata yang baik atau
diam dari selainnya. Perbuatan-perbuatan iman juga terkadang terkait dengan hak-hak
hamba Allah, misalnya memuliakan tamu, memuliakan tetangga, dan tidak
menyakitinya. Ketiga hal itu diperintahkan kepada seorang mukmin, salah satunya
dengan mengucapkan perkataan yang baik dan diam dari perkataan yang jelek. Dalam
Shahihain dari hadits Abu Hurairah RA , dari Nabi SAW, beliau bersabda:
‫آد َم ِىف لِ َسانِِه‬
َ ‫َأ ْكَث ُر َخطَايَا ابْ ِن‬
“Sesungguhnya kesalahan anak Adam yang paling banyak terletak pada lisannya.”
(Kitab Ash-Shamt no.18)

2. Sikap Sosial
Sosial dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah sesuatu yang berkenaan dengan
masyarakat atau memperhatikan kepentingan umum. Menurut Gerungan sikap sosial
menyebabkan terjadinya cara-cara tingkah laku yang berulang-ulang terhadap suatu
objek sosial, dan biasanya sikap sosial itu dinyatakan tidak hanya oleh seseorang saja,
tetapi juga oleh orang-orang lain yang sekelompok atau semasyarakat. Najati
menjelaskan bahwa aspek sosial berkaitan dengan hubungan dengan sesama manusia.
Mencintai kedua orang tua, mencintai pendamping hidup, mencintai anak, membantu
orang yang membutuhkan, amanah, berani mengungkap kebenaran, menjauhi hal-hal
yang menyakiti orang lain, jujur terhadap orang lain, mencintai pekerjaan, mempunyai
tanggung jawab sosial.
Manusia adalah makhluk sosial, ia hidup dalam masyarakat yang individu-
individunya diikat dalam masyarakat yang individu-induvidunya diikat oleh hubungan
yang beragam: hati. Sosial, ekonomi dan lain-lain. Sejak lahir, seorang anak hidup
dalam lingkungan keluarga yang diikat oleh perasaan cinta, kasih sayang, jujur, loyal,
ikhlas, dan dia merasakan kebahagiaan di antara mereka, Sebagaimana si anak
merasakan cinta kepada orang tuanya dan anggota keluarganya, ia juga merasakan
kasih sayang cinta kasih sayang dan perhatian terhadap mereka. Secara sosial cinta
sangat menentukan dalam membentuk hubungan-hubungan sosial yang harmonis,
cintalah yang mendorong untuk saling tolong menolong, saling menguatkan dan
mengikatkan ikatan solidaritas sosial. Al-Quran membimbing kaum muslimin untuk
saling tolong menolong dan persatuan diantara mereka, Allah berfirman dalam surat
Taubah ayat 71
ِ ‫ض ۚ يْأمرو َن بِٱلْمعر‬
‫وف َو َيْن َه ْو َن َع ِن ٱلْ ُمن َك ِر‬ ِ ِ ِ
ُْ َ ُُ َ ٍ ‫ض ُه ْم َْأوليَآءُ َب ْع‬ ُ َ‫َوٱلْ ُمْؤ منُو َن َوٱلْ ُمْؤ مٰن‬
ُ ‫ت َب ْع‬
ِ
َ ‫ُأوٰلَِٓئ‬
‫ك َسَي ْرمَحُ ُه ُم ٱللَّهُ ۗ ِإ َّن ٱللَّهَ َع ِز ٌيز‬ ۟ ۚ ٓ‫ٱلز َك ٰوةَ َويُ ِطيعُو َن ٱللَّهَ َو َر ُسولَهُۥ‬
َّ ‫ٱلصلَ ٰوةَ َويُْؤ تُو َن‬
َّ ‫يمو َن‬ ُ ‫َويُق‬
‫يم‬ ِ
ٌ ‫َحك‬
Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan)
yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan

7
mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”
Sesungguhnya sikap saling mencintai dan menyayangi di antara manusia akan
memperkuat hubungan-hubungan sosial di antara mereka dan memperkukuh kesatuan
dan kestabilan masyarakat. Individu-individu dalam masyarakat sebenarnya adalah
ibarat batubatu bata dalam bangunan masyarakat, jika hubungan-hubungan terlepas dan
putus karena kebencian dan permusuhan, maka masyarakat akan tercerai berai dan
runtuh sebagai mana halnya bangunan runtuh jika komponen-komponennya terlepas.
Rasulullah sungguh menyadari hakikat itu berkat kecerdasan dan hikmahnya. Akan
tetapi secara umum Rasulullah SAW mengajarkan cara mewujudkan kesehatan jiwa
dengan beberapa cara-cara berikut berikut:
a. Menguatkan aspek ruhani
Rasulullah telah menghabiskan masa selama tiga belas tahun pertama untuk
menyeru berdakwah kepada akidah, meneguhkan akar-akar iman kedalam hati para
sahabat, dan membersihkan jiwa mereka dengan mendekatkan diri kepada Allah,
dan ibadah kepada Allah, iman kepada Allah sungguh memberi pengaruh yang besar
dalam mengubah kepribadian Iman kepada Allah membuat hati menjadi tenang dan
lapang, rela dan bahagia serta menjadikan manusia hidup dalam ketenangan dan
kebahagiaan. Bagi seorang yang ikhlas, melalui iman dan ibadahnya, ia mengetahui
bahwa Allah selalu bersamanya Iman yang benar selalu disertai dengan takwa
kepada Allah. Takwa yang dimaksud adalah menjaga diri dari murka dan azab Allah
dan menjauhi perbuatan maksiat. Dengan demikian dia melaksanakan perintah Alah
dan menjauhi larangannya. Konsep taqwa mengandung makna, dalam hal
perbuatannya, bahwa manusia mencamkan hak, keadilan, amanah dan keadilan,
berinteraksi dengan manusia dalam kebaikan serta menjauhi permusuhan dan
kedholiman.
Selain itu juga mengandung makna bahwa manusia melakukan tugas yang
diserahkan padanya dengan sebaik-baiknya karena ia selalu mengharap ridho dan
balasan Allah dan amal perbuatannya. Hal ini mendorong manusia untuk selalu
memperbaiki dirinya serta mengembangkan kemampuan dan pengetahuannya agar
dapat melaksanakan tugas sebaik mungkin. Untuk memperoleh derajat ketaqwaan
dan bukti dari keimanan adalah dengan melakukan ibadah, seperti sholat, puasa,
zakat dan haji, yang kesemuanya berfungsi mendidik pribadi manusia,
membersihkan jiwanya, mengajarkan banyak hal yang terpuji dan bermanfaat yang
dapat membantunya dalam menanggung beban hidup serta membentuk kepribadian
yang harmonis dan sehat jiwanya. Melaksanakan ibadah-ibadah yang bermacam-
macam mengajarkan manusia sabar dalam menghadapi kesulitan, melawan hawa
nafsu, membentuk keinginan yang kuat dan mencintai serta berbuat baik kepada
manusia. Ibadah-ibadah itu juga menunjukkan semangat partisipasi sosial, tolong-
menolong dan solidaritas sosial.
b. Mengendalikan kesadaran fisiologis manusia
Yakni menguasai dan mengontrol motif-motif dasar. Islam tidak menyerukan
mengebiri motif-motif dasar, tapi Islam menyeru untuk mengontrol dan mengatur
pemenuhannya, mengarahkan dengan bimbingan yang benar serta memperhatikan
kemaslahatan individu dan masyarakat. Al-Qur‟an dan As-Sunnah menyerukan dua
macam pengaturan dalam upaya memenuhi motif-motif dasar dengan cara
memenuhinya dengan jalan halal dan dengan akhlak al-karimah.Berbagai macam
nilai pendidikan sikap yang bersumber dari Al-Qur‟an dan Al-Hadist telah
ditranformasikan dalam lembaga pendidikan baik yang bersifat formal maupun non

8
formal dengan tujuan dapat membentuk akhlak yang terpuji bagi peserta didiknya,
baik sikap kepada Allah SWT, diri sendiri, keluarga serta sikap kepada sesama
masyarakat. Aspek sikap yang termuat dalam Al-Qur‟an dan Al-Hadist tersebut jika
dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh peserta didik ini akan merubah
tatanan kehidupan bermasyarakat lebih baik.

E. Ruang Lingkup Penilaian Komptensi Sikap


Menurut Kunandar, terdapat lima jenjang proses berfikir dalam ranah sikap,
sebagaimana mengutip dari perkataan Bloom dan teman-temannya menggarisbawahi
lima kategori utama, yaitu: menerima atau memerhatikan (receiving atau attending),
merespons atau menanggapi (responding), menilai atau menghargai (valuing),
mengorganisasi atau mengelola (organization), dan berkarakter (characterization). 12
Menerima (receiving), yaitu sikap kesadaran atau kepekaan seseorang terhadap gejala,
kondisi, keadaan atau suatu masalah. Seseorang memiliki perhatian yang positif terhadap
gejala-gejala tertentu manakala mereka memiliki kesadaran tentang gejala, kondisi atau
objek yang ada, kemudian mereka juga menunjukkan kerelaan untuk menerima, bersedia
untuk memerhatikan gejala, atau kondisi yang diamatinya itu yang pada akhirnya mereka
memiliki kemauan untuk mengarahkan segala perhatiannya terhadap objek itu.
Merespons atau menanggapi (responding) ditunjukkan oleh kemauan untuk
berpartisipasi aktif dalam kegiatan tertentu seperti kemauan untuk menyelesaikan tugas
tepat waktu, kemauan untuk mengikuti diskusi, kemauan untuk membantu orang lain,
dan lain sebagainya. Responding biasanya diawali dengan diam-diam kemudian
dilakukan dengan sungguh-sungguh dan kesadaran, setelah itu baru respons dilakukan
dengan penuh kegembiraan dan kepuasaan Menilai atau menghargai (valuing), tujuan ini
berkenaan dengan kemauan untuk memberi penilaian atau kepercayaan kepada gejala
atau objek tertentu. Menghargai terdiri dari penerimaan suatu nilai dengan keyakinan
tertentu, seperti menerima akan adanya kebebasan atau persamaan hak antara laki-laki
dan perempuan, mengutamakan suatu nilai seperti memiliki keyakinan akan kebenaran
suatu ajaran tertentu, serta komitmen akan kebenaran yang diyakininya dengan aktivitas.
Mengorganisasi atau mengatur diri, tujuan yang berhubungan dengan
pengembangan nilai ke dalam sistem organisasi tertentu, termasuk hubungan antar nilai
dan tingkat prioritas nilai-nilai itu. Tujuan ini terdiri dari mengkonseptualisasi nilai, yaitu
memahami unsur-unsur abstrak dari suatu nilai yang telah dimiliki dengan nilai-nilai
yang datang kemudian, serta mengorganisasi suatu sistem nilai, yaitu mengembangkan
suatu sistem nilai yang saling berhubungan yang konsisten dan bulat termasuk nilai-nilai
yang lepas. Berkarakter atau pola hidup, tujuan yang berkenaan dengan mengadakan
sintesis dan internalisasi sistem nilai dengan pengkajian secara mendalam, sehingga
nilai-nilai yang dibangunnya itu dijadikan pandangan (falsafah) hidup serta dijadikan
pedoman dalam bertindak dan berperilaku.13

Ciri-ciri Hasil Belajar Ranah Kompetensi Sikap (Afektif):


No Tingkatan Hasil Ciri-ciri
. Belajar
1. Menerima (receiving) 1. Aktif menerima dan sensitif (tanggap) dalam
menghadapi gejala-gejala (fenomena)
2. Siswa sadar tetapi sikapnya pasif terhadap
stimulus
12
Kunandar, Penilaian Autentik Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik berdasarkan Kurikulum 2013,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 61.
13
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 48.

9
3. Siswa sedia menerima, pasif terhadap
fenomena tetapi sikapnya mulai aktif
4. Siswa mulai selektif, artinya sudah aktif
melihat dan memilih.
2. Menanggapi 1. Bersedia menerima, menanggapi dan aktif
(responding) menyeleksi reaksi
2. Mengikuti sugesti dan patuh
3. Bersedia menanggapi atau merespons
4. Merasa puas dalam menanggapi
3. Menilai (valuing) 1. Sudah mulai menyusun atau memberikan
persepsi tentang obyek atau fenomena
2. Menerima nilai (percaya)
3. Memilih nilai atau seleksi nilai
4. Memiliki ikatan batin (memiliki keyakinan
terhadap nilai)
4. Mengorganisasi 1. Pemilikan sistem nilai
(organization) 2. Aktif mengonsepsikan nilai dalam dirinya
3. Mengorganisasikan
5. Berkarakter 1. Menyusun berbagai macam sistem nilai
(characterization) menjadi nilai yang mapan dalam dirinya
2. Terapan dan pemilikan sistem nilai
3. Karakteristik pribadi atau internalisasi nilai
(nilai sudah menjadi bagian yang melekat
dalam pribadinya).

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwasanya kelima jenis tingkatan
tersebut di atas bersifat hierarkis. Perilaku penerimaan (receiving) merupakan yang
paling rendah dan kemampuan pembentukan pola hidup (characterization) merupakan
perilaku yang paling tinggi. Dari gambar tersebut pula dapat diketahui bahwa peserta
didik yang belajar akan memperbaiki kemampuan-kemampuan internalnya yang afektif.
Peserta didik mempelajari kepekaan tentang sesuatu hal sampai pada penghayatan nilai
sehingga menjadi suatu pegangan hidup.
F. Penilaian Kompetensi Sikap
Kunandar menjelaskan bahwa dalam melakukan penilaian kompetensi sikap
spiritual dan sosial harus mengacu pada indikator yang dirinci dari Kompetensi Dasar
(KD) dari kompetensi inti spiritual dan sosial yang ada di kerangka dasar dan struktur
kurikulum untuk setiap jenjang dari dasar sampai menengah. 14 Oleh karena itu, guru
harus merinci setiap KD dari kompetensi inti menjadi indikator pencapaian kompetensi
sikap spiritual dan sosial yang nantinya akan dinilai oleh guru dalam bentuk perilaku
peserta didik sehari-hari. Berikut ini contoh indikator pencapaian kompetensi sikap
spiritual dan sikap sosial dari kerangka dasar dan struktur kurikulum:

KI-1 dan KD Mata Pelajaran PAI kelas XI Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

14
Ibid., hlm. 120.

10
1. Menghayati dan 1.1. Terbiasa membaca al-Qur‟an meyakini bahwa taat
mengamalkan pada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan etos kerja
ajaran agama yang sebagai perintah agama.
dianutnya
1.2. Meyakini bahwa agama mengajarkan toleransi,
kerukunan dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan

Sumber: Permendikbud No. 24 Tahun 2016 lampiran 20

Tabel 2.3
KI-2 dan KD Mata Pelajaran PAI kelas XI Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

a. Menunjukkan perilaku jujur, 1.1. Bersikap taat aturan, tanggungjawab,


disiplin, bertanggungjawab, kompetitif dalam kebaikan dan kerja keras
peduli (gotong-royong, sebagai implementasi dari pemahaman QS. Al-
kerjasama, toleran, damai), Maidah: 48, QS. An-Nisa: 59, dan QS. At-
santun, responsif, dan Taubah: 105 serta hadis yang terkait.
proaktif sebagai bagian dari
solusiatas berbagai 1.2. Bersikap toleran, rukun, dan
permasalahan dalam menghindarkan diri dari tindak kekerasan
berinteraksi secara efektif sebagai implementasi pemahaman QS. Yunus:
dengan lingkungan sosial 40-41 dan QS. Al-Maidah: 32, serta hadis yang
dan alam serta menempatkan terkait.
diri sebagai cerminan bangsa
dalam pergaulan dunia.

Sumber: Permendikbud No. 24 Tahun 2016 lampiran 20

Berikut ini dideskripsikan beberapa contoh indikator dari sikap-sikap yang tersurat dalam
KI-1 dan KI-2 jenjang sekolah menengah:

Daftar Deskripsi Indikator Penilaian Sikap Spiritual

Sikap dan Pengertian Contoh Indikator

Sikap Spiritual

Menghargai dan menghayati  Berdoa sebelum dan sesudah menjalankan


ajaran agama yang sesuatu
dianutnya  Menjalankan ibadah tepat waktu
 Memberi salam pada saat awal dan akhir
presentasi sesuai agama yang dianut
 Bersyukur atas nikmat dan karunia Tuhan Yang
Maha Esa
 Mensyukuri kemampuan manusia dalam
mengendalikan diri
 Mengucapkan syukur ketika berhasil
mengerjakan sesuatu
 Berserah diri (tawakal) kepada Tuhan setelah

11
berikhtiar atau melakukan usaha
 Menjaga lingkungan hidup di sekitar rumah
tempat tinggal, sekolah dan masyarakat
 Memelihara hubungan baik dengan sesama umat
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
 Bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
 Menghormati orang lain menjalankan ibadah
sesuai dengan agamanya.

Sumber: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah atas, Materi Bimbingan Teknis


Implementasi Kurikulum 2013 SMA tahun 2017: Pedoman Penilaian (h.2)

Daftar Deskripsi Indikator Penilaian Sikap Sosial

Sikap dan Pengertian Contoh Indikator

Sikap Sosial

1. Jujur  Tidak mencontek dalam mengerjakan ujian/


adalah perilaku dapat ulangan
dipercaya dalam  Tidak menjadi plagiat (mengambil/ menyalin
perkataan, tindakan dan karya orang lain tanpa sumber)
pekerjaan.  Mengungkapkan perasaan apa adanya
 Menyerahkan kepada yang berwenang barang
yang ditemukan
 Membuat laporan berdasarkan data atau
informasi apa adanya
 Mengakui kesalahan atau kekurangan yang
dimiliki

2. Disiplin  Datang tepat waktu


adalah tindakan yang  Patuh pada tata tertib atau aturan bersama/
menunjukkan perilaku sekolah
tertib dan patuh pada  Mengerjakan/ mengumpulkan tugas sesuai
berbagai ketentuan dan dengan waktu yang ditentukan
peraturan.  Mengikuti kaidah berbahasa tulis yang baik dan
benar

3. Tanggung Jawab  Melaksanakan tugas individu dengan baik


adalah sikap dan  Menerima resiko dari tindakan yang dilakukan
perilaku seseorang  Tidak menyalahkan/ menuduh orang lain tanpa
untuk melaksanakan bukti yang akurat
tugas dan kewajibannya,  Mengembalikan barang yang dipinjam
yang seharusnya dia  Mengakui dan meminta maaf atas kesalahan
lakukan terhadap diri yang dilakukan
sendiri, masyarakat,  Menepati janji
lingkungan (alam, sosial
 Tidak menyalahkan orang lain untuk kesalahan
dan budaya), negara dan
tindakan kita sendiri
Tuhan Yang Maha Esa.
 Melaksanakan apa yang pernah dikatakan tanpa

12
disuruh/ diminta

4. Toleransi  Tidak mengganggu teman yang berbeda


adalah sikap dan pendapat
tindakan yang  Menerima kesepakatan meskipun berbeda
menghargai dengan pendapatnya
keberagaman latar  Dapat menerima kekurangan orang lain
belakang, pandangan  Dapat memaafkan kesalahan orang lain
dan keyakinan.  Mampu dan mau bekerja sama dengan siapa pun
yang memiliki keberagaman latar belakang,
pandangan dan keyakinan
 Tidak memaksakan pendapat atau keyakinan
diri pada orang lain
 Kesediaan untuk belajar dari (terbuka terhadap)
keyakinan dan gagasan orang lain agar dapat
memahami orang lain lebih baik
 Terbuka terhadap atau kesediaan untuk
menerima sesuatu yang baru

5. Gotong royong  Terlibat aktif dalam bekerja bakti membersihkan


adalah bekerja bersama- kelas atau sekolah
sama dengan orang lain  Kesediaan melakukan tugas sesuai kesepakatan
untuk mencapai tujuan  Bersedia membantu orang lain tanpa
bersama dengan saling mengharapkan imbalan
berbagi tugas dan tolong  Aktif dalam kerja kelompok
menolong secara ikhlas.  Memusatkan perhatian pada tujuan kelompok
 Tidak mendahulukan kepentingan pribadi
 Mencari jalan untuk mengatasi perbedaan
pendapat/ pikiran antara diri sendiri dengan
orang lain
 Mendorong orang lain untuk bekerja sama demi
mencapai tujuan bersama

6. Santun  Menghormati orang yang lebih tua


adalah sikap baik dalam  Tidak berkata-kata kotor, kasar dan takabur
pergaulan baik dalam  Tidak meludah di sembarang tempat
berbahasa maupun  Tidak menyela pembicaraan pada waktu yang
bertingkah laku. Norma tidak tepat
kesantunan bersifat  Mengucapkan terima kasih setelah menerima
relatif, artinya yang bantuan dari orang lain
dianggap baik/ santun  Bersikap 3S (Salam,senyum, sapa)
pada tempat dan waktu
 Meminta izin ketika memasuki ruangan orang
tertentu bisa berbeda
lain atau menggunakan barang milik orang lain
pada tempat dan waktu
yang lain.

13
7. Percaya diri  Berpendapat atau melakukan kegiatan tanpa
adalah kondisi mental ragu-ragu
atau psikologis  Mampu membuat keputusan dengan cepat
seseorang yang memberi  Tidak mudah putus asa
keyakinan kuat untuk  Tidak canggung dalam bertindak
berbuat atau bertindak.  Berani presentasi di depan kelas
 Berani berpendapat, bertanya atau menjawab
pertanyaan

Sumber: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah atas, Materi Bimbingan Teknis


Implementasi Kurikulum 2013 SMA tahun 2017: Pedoman Penilaian (h. 2 - 4)

Dari tabel kompetensi sikap spiritual dan sosial di atas dalam pembelajaran di
kelas, guru harus menjadikan kompetensi sikap spiritual dan sosial yang dirinci dalam
indikator pencapaian kompetensi sebagai tujuan pembelajaran yang harus dicapai selama
peserta didik belajar di tingkat kelas tersebut meskipun kompetensi tersebut tidak
diajarkan dalam arti formal. Namun, sikap spiritual dan sosial tersebut harus
terimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik melalui pembiasaan dan
keteladanan. Oleh karena itu, untuk mengetahui tingkat pencapaian kompetensi spiritual
dan sosial perlu dilakukan penilaian secara berkesinambungan. Dengan demikian,
perkembangan kompetensi spiritual dan sosial dari peserta didik dapat dipantau secara
akurat dan berkelanjutan.
Indikator pencapaian kompetensi spiritual dan sosial yang dirinci dari kompetensi
dasar KI 1 dan KI 2 bisa dirinci lagi lebih detail dalam pernyataan atau butir instrumen
yang kita gunakan penilaian. Misalnya, satu indikator pencapaian kompetensi dapat
dirinci menjadi dua atau tiga pernyataan atau butir dalam instrumen penilaian
disesuaikan dengan karakteristik atau tuntutan dari indikator pencapaian kompetensi
tersebut. Dalam pernyataan atau butir instrumen hendaknya hanya mengukur satu aspek
saja, sehingga jelas apa yang mau diukur.
Dari deskripsi beberapa contoh indikator dari sikap-sikap di atas, penulis dapat
membuat indikator penilaian sikap berikut ini:

Indikator Penilaian Sikap Mata Pelajaran PAI

No Penilaian Sikap Indikator Pencapaian Kompetensi


.

1. Sikap Spiritual  Berdoa kepada Allah setiap sebelum dan sesudah


melakukan sesuatu
 Melaksanakan shalat lima waktu tepat pada
waktunya
 Menjalankan ibadah-ibadah sunnah
 Bersyukur atas segala nikmat Allah
 Bertawakal kepada Allah setelah melakukan
suatu usaha

2. Sikap Sosial

a. Jujur  Mengerjakan ulangan PAI dengan jujur


 Berani mengakui kesalahan yang diperbuat

14
 Menyerahkan barang temuan kepada yang
berwenang
 Berkata jujur kepada setiap orang
 Membayarkan uang sesuai harga pada saat
membeli apapun

b. Disiplin  Berangkat sekolah tepat waktu Menaati peraturan


sekolah
 Melaksakan piket kelas sesuai jadwal
 Membuang sampah di tempat sampah

c.Tanggung jawab  Mengerjakan tugas dari guru PAI dengan baik


 Menepati janji kepada orang lain
 Menyampaikan amanah yang diterima
 Mengembalikan barang yang dipinjam
 Meminta maaf terhadap kesalahan yang diperbuat

d. Toleransi  Menghormati teman yang berbeda agama


 Tidak menganggu peribadahan orang lain
walaupun berbeda cara beribadahnya
 Menerima kekurangan orang lain
 Menghargai pendapat orang lain
 Memaafkan kesalahan orang lain

e.Gotong royong  Mengikuti kerja bakti di sekolah ataupun


lingkungan tempat tinggal
 Membantu orang lain tanpa mengharap imbalan
 Ikut serta dalam menjaga kebersihan kelas
 Aktif dalam belajar kelompok

f. Santun  Mendengarkan penjelasan PAI


 Berbicara sopan terhadap orang lain
 Memberi salam, senyum dan sapa ketika
berjumpa dengan orang lain
 Berjabat tangan dan mencium tangan orangtua
ketika hendak bepergian
 Mendengarkan nasihat guru ataupun orangtua

g. Percaya diri  Melakukan suatu hal tanpa ragu-ragu


 Berani tampil di depan kelas untuk presentasi
 Tidak mudah putus asa
 Berani bertanya atau berpendapat kepada guru
PAI
 Berani menjawab pertanyaan yang diberikan guru
PAI

G. Teknik dan Instrumen Kompetensi Sikap

15
Dalam dunia pendidikan instrumen dapat disebut alat untuk mengukur suatu objek
dalam pengumpulan data. Instrumen yang digunakan dapat berupa tes maupun non tes.
Instrumen yang digunakan dalam penilaian sikap dengan menggunakan instrumen non
tes. Dengan teknik non tes, maka penilaian hasil belajar peserta didik dilakukan dengan
tanpa menguji peserta didik, melainkan dilakukan dengan melakukan wawancara,
observasi, kuesioner, skala sikap, penilaian diri, penilaian antar teman dan jurnal.
Teknik non tes ini pada umumnya memegang peranan penting dalam rangka
mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi ranah afektif dan psikomotorik,
sedangkan teknik tes lebih banyak digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar dari segi
ranah kognitif Teknik non tes ini dapat digunakan beberapa cara, yaitu:15
1. Observasi
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
(Permendikbud RI) Nomor 66 Tahun 2013 menjelaskan bahwa observasi merupakan
teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan
indra, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman
atau lembar observasi yang berisikan sejumlah indikator perilaku atau aspek yang
diamati.
Menurut Kunandar penilaian kompetensi sikap yang dilakukan melalui
observasi bertujuan untuk melihat sikap yang dilakukan melalui observasi bertujuan
untuk melihat sikap atau respon siswa terhadap pembelajaran. Kunandar menjelaskan
bahwa aspek yang dapat diobservasi harus terlihat, terukur, mengacu pada indikator
pencapaian kompetensi dasar dari kompetensi inti, dan dinyatakan dalam instrumen
dengan kata kerja operasional yang tidak multi tafsir.
Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam instrumen penilaian sikap
melalui observasi, menurut Kunandar sebagai berikut:
a. Mengukur aspek sikap yang terdapat pada Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar
b. Sesuai dengan kompetensi yang diukur
c. Memuat sikap atau indikator
d. Mudah atau feasible untuk digunakan
e. Dapat merekam peserta didik
Bentuk instrumen yang digunakan untuk observasi adalah lembar observasi
yang berupa skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik. Skala penilaian
menentukan posisi sikap atau perilaku peserta didik dalam suatu rentangan sikap.
Pedoman observasi secara umum memuat pernyataan sikap atau perilaku yang diamati
dan hasil pengamatan sikap atau perilaku yang diamati dan hasil pengamatan sikap
atau perilaku sesuai kenyataan.16 Pernyataan memuat sikap atau perilaku yang positif
atau negatif sesuai dengan indikator penjabaran sikap dalam kompetensi inti dan
kompetensi dasar. Rentang skala hasil pengamatan antara lain berupa:
a. Selalu, sering, kadang-kadang dan tidak pernah
b. Sangat baik, baik, cukup baik dan kurang baik
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa observasi dapat mengukur atau
menilai hasil belajar dan proses belajar, misalnya tingkah laku siswa pada waktu
belajar, tingkah laku guru pada waktu mengajar ataupun kegiatan diskusi siswa.
Melalui pengamatan dapat diketahui bagaimana sikap perilaku siswa, kegiatan yang
dilakukannya, tingkat partisipasi dalam suatu kegiatan, proses kegiatan yang
dilakukan, kemampuan bahkan hasil yang diperoleh dari kegiatannya. Observasi harus

15
Suarga, op.cit., hlm. 30-35.
16
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum 2013 Kompetensi Dasar, (Batam: Balitbang,
2013), hlm. 54.

16
dilakukan saat proses berlangsung, pengamat dalam hal ini guru terlebih dahulu harus
menetapkan pedoman agar memudahkan dalam pengisian observasi.
2. Skala Sikap
Skala adalah seperangkat nilai angka yang ditetapkan kepada subyek, obyek
atau tingkah laku dengan tujuan mengukur sifat. Skala bisa digunakan untuk
mengukur sikap, nilai-nilai dan minat. Skala ini tidak sama dengan tes karena hasil
dari instrumen ini tidak menunjukkan keberhasilan atau kegagalan, kekuatan atau
kelemahan. Skala ini mengukur sejauh mana seseorang memiliki ciri-ciri yang ingin
diteliti. Misalnya untuk menguku sikap siswa terhadap agama.
Sedangkan pengertian skala sikap adalah skala untuk mengukur penampilan
nilai, sikap, minat, perhatian dan lain-lain yang disusun dalam bentuk pernyataan
untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam bentuk rentangan nilai sesuai dengan
kriteria yang ditentukan, mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah. Rentangan
tersebut dapat berupa huruf (A, B, C, D), angka (1, 2, 3, 4) dan rentangan kategori
(tinggi, sedang, baik, kurang dan sebagainya).
Adapun instrumen yang dikembangkan dalam skala pada evaluasi kompetensi
sikap, biasanya menggunakan skala sikap:
a. Skala Likert, merupakan skala yang digunakan untuk mengukur afektif, endapat
dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang suatu gejala atau fenomena
yang terjadi khususnya bidang pendidikan. Skala ini memuat item yang
diperkirakan sama dalam sikap atau beban nilainya, subyek merespon dengan
berbagai tingkat intensitas berdasarkan rentang skala antara dua sudut yang
berlawanan, seperti: setuju: tidak setuju, suka-tidak suka, menerima-menolah.
Model skala ini banyak digunakan dalam kegiatan penelitian, karena lebih mudah
mengembangkan dan interval skalanya sama.
Contoh Skala Likert

Jawaban
No. Pernyataan
SS ST N TS STS

1. Belajar PAI sangat menyenangkan

2. Belajar PAI harus dibuat mudah

3. Belajar PAI sangat sulit

Keterangan:
SS = Sangat Setuju, diberi skor 5
ST = Setuju, diberi skor 4
N = Netral, diberi skor 3
TS = Tidak Setuju, diberi skor 2
STS = Sangat Tidak Setuju, diberi skor 1
b. Skala Guttman, adalah jenis skala yang menginginkan jawaban yang tegas seperti
ya atau tidak, benar atau salah, tinggi atau rendah dan sebagainya. Skala Guttman
dapat dibuat dalam bentuk pertanyaan pilihan ganda dan dapat digunakan juga
daftar checklist. Skor untuk jawaban positif seperti: ya, benar, pernah dan tinggi
diberi skor 1 (satu), sedangkan untuk jawaban negatif seperti: tidak, salaah, tidak
pernah, rendah diberi skor 0 (nol).

17
c. Semantik Differensial, skala untuk mengukur sikap tidak dalam bentuk pilihan
ganda atau checklist, tetapi tersusun dalam garis kontinum di mana jawaban yang
paling positif berada di sebelah paling kiri garis dan jawaban paling negatif terletak
pada bagian paling kanan garis. Data yang diperoleh dari pengukuran skala
semantik differensial berupa data interval. Skala semantik differensial
dipergunakan untuk mengukur karakteristik atau sikap tertentu dari seseorang.

Contoh Skala Semantik Differensial

Belajar Rukun dan Syarat Sah Solat

Menyenangkan 7 6 5 4 3 2 1 Membosankan

Sulit 7 6 5 4 3 2 1 Mudah

Bermanfaat 7 6 5 4 3 2 1 Sia-sia

Berpengaruh 7 6 5 4 3 2 1 Tidak berpengaruh

Responden yang memberikan skor 7 (tujuh) berarti persepsinya terhadap belajar


rukun dan syarat sah shalat adalah baik/ tinggi, sedangkan responden yang
memberikan skor 1 (satu) berarti persepsinya terhadap belajar rukun dan syarat sah
shalat adalah buruk/ rendah.

d. Skala Thurstone
Skala yang disusun dengan memilih butir yang berbentuk skala interval.
Setiap butir memiliki kunci skor dan jika diurut, kunci skor menghasilkan nilai yang
berjarak sama. Skala Thurstone dibuat dalam bentuk sejumlah (40-50) pernyataan
yang relevan dengan variabel yang hendak diukur kemudian sejumlah ahli (20-40)
orang menilai relevansi pernyataan itu dengan konten atau konstruk yang hendak
diukur.
Contoh Skala Thurstone “Minat siswa terhadap pelajaran PAI”

Jawaban
No. Pernyataan
7 6 5 4 3 2 1

1. Saya senang belajar PAI

2. Pelajaran PAI bermanfaat

Saya berusaha hadir tiap pelajaran


3.
PAI

Saya berusaha memiliki buku


4.
pelajaran PAI

3. Wawancara
Wawancara merupakan teknik penilaian dengan cara guru melakukan
wawancara terhadap peserta didik menggunakan pedoman atau panduan wawancara
berkaitan dengan sikap spiritual dan sikap sosial. Wawancara dapat digunakan untuk

18
mengetahui pendapat, Salah satu kelebihan dari alat ini adalah antar pihak penilai
(guru) dengan yang dinilai (siswa) terjadi kontak langsung, sehingga melalui
wawancara ini dapat diperoleh jawaban-jawaban yang sifatnya lebih luas dan
mendalam. Melalui wawancara, data dapat diperoleh baik dalam bentuk kualitatif
maupun kuantitatif, pertanyaan yang kurang jelas dapat diminta lagi dengan lebih
terarah danaspirasi, harapan, prestasi, keinginan, keyakinan sebagai hasil belajar
siswa.
Salah satu kelebihan dari alat ini adalah antar pihak penilai (guru) dengan yang
dinilai (siswa) terjadi kontak langsung, sehingga melalui wawancara ini dapat
diperoleh jawaban-jawaban yang sifatnya lebih luas dan mendalam. Melalui
wawancara, data dapat diperoleh baik dalam bentuk kualitatif maupun kuantitatif,
pertanyaan yang kurang jelas dapat diminta lagi dengan lebih terarah dan bermakna,
yang terpenting tidak mempengaruhi atau mengarahkan jawaban mereka.Guru harus
melakukan pemetaan terhadap kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial dalam
menentukan aspek-aspek yang dapat diukur atau dinilai dengan wawancara. Hal ini
dikarenakan tidak semua aspek kompetensi spiritual dan sosial dapat dinilai dengan
wawancara.

4. Penilaian Diri
Majid menjelaskan bahwa penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan
cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya
dalam konteks pencapaian kompetensi.17
Kunandar menjelaskan bahwa dalam melakukan penilaian diri terhadap
kompetensi sikap, baik sikap spiritual maupun sikap sosial harus mengacu pada
indikator pencapaian kompetensi yang sudah dibuat sesuai dengan Kompetensi Dasar
dan Kompetensi Inti sikap spiritual dan sikap sosial. Skala penilaian dapat disusun
dalam bentuk skala likert atau skala semantic differential.
Adapun kriteria instrumen penilaian diri menu7rut Kunandar yaitu:
a. Kriteria penilaian dirumuskan secara sederhana
b. Menggunakan bahasa lugas dan bisa dipahami siswa
c. Menggunakan format penilaian sederhana
d. Kriteria penilaian jelas dan tidak multi tafsir
e. Dapat menunjukkan kemampuan siswa dalam keadaan sebenarnya
f. Mampu mengungkap kekuatan serta kelemahan capaian kompetensi siswa
g. Mengarahkan peserta didik untuk memahami kemampuannya
h. Dapat mengukur kemampuan yang akan diukur (valid)
i. Memuat indikator penting yang menunjukkan penguasaan kompetensi siswa
j. Indikator yang digunakan valid
k. Mampu memetakan kemampuan siswa dari level terendah sampai level tertinggi

5. Penilaian Antar Peserta Didik


Penilaian antar peserta didik dalam Permendikbud RI nomor 66 tahun 2013
merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai
terkait dengan pencapaian kompetensi. Menurut Kunandar instrumen yang digunakan
bisa berupa lembar penilaian antar peserta didik dalam bentuk angket atau kuisioner.
Kunandar menjelaskan bahwa dalam melakukan penilaian antar peserta didik
terhadap kompetensi sikap, baik sikap spiritual maupun sikap sosial harus mengacu
pada indikator pencapaian kompetensi yang sudah dibuat sesuai dengan Kompetensi
17
Abdul Majid, Penilaian Autentik Proses dan Hasil Belajar. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), hlm.
114.

19
Dasar dan Kompetensi Inti sikap spiritual dan sikap sosial. Instrumen yang digunakan
untuk penilaian antar peserta didik adalah daftar cek dan skala penilaian (rating scale)
dengan teknik sosiometri berbasis kelas. Guru dapat menggunkan salah satu
darikeduanya atau menggunkan dua-duanya.

6. Jurnal
Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisikan
informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang
berkaitan dengan sikap dan perilaku.
Aspek sikap spiritual dan sosial yang akan dituangkan dalam jurnal harus
mengacu pada indikator pencapaian Kompetensi Dasar dari masing-masing
Kompetensi Inti, sehingga aspek yang akan dinilai jelas dan menghasilkan informasi
yang akurat dan juga tepat.Instrumen penilaian yang dipakai adalah catatan pendidik.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam merencanakan penilaian sikap dengan
menggunakan jurnal, yaitu: menetapkan sikap serta perilaku yang akan dinilai pada
suatu materi tertentu, menyusun indikator sikap dan perilaku sesuai dengan
kompetensi yang dirumuskan, menetapkan waktu yang digunakan untuk pelaksanaan,
merancang format jurnal yang akan digunakan dan menyiapkan jurnal untuk
kepentingan perencanaan.
Berdasarkan uraian teknik dan instrumen penilaian kompetensi sikap di atas
dapat disimpulkan bahwa instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri
dan penilaian antar peserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale)
yang disertai rubrik. Sedangkan instrumen yang digunakan pada jurnal berupa catatan
pendidik.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Penilaian adalah guru membuat suatu keputusan dengan menilai kemampuan belajar
yang dimiliki siswa, melalui proses dan hasil belajar siswa tersebut. Sehingga dengan
adanya penilaian, siswa mengetahui kemampuan belajar yang dimilikinya selama
proses pembelajaran.
2. Prinsip penilaian dalam peraturan baru (Pemendiknas No 66 tahun 2013) meliputi
prinsip objektif, terpadu, ekonomis, transparan, akuntabel, dan edukatif.
3. Penilaian memiliki tujuan yang sangat penting dalam proses maupun hasil
pembelajaran, mulai dari mengetahui bagaimana keberhasilan proses pembelajaran,
mendeskripsikan kemampuan peserta didik, setelah itu menentukan hasil penilaian
sampai dengan apa yang sudah dinilai oleh guru dapat dipertanggungjawabkan
hasilnya.
4. Afektif (sikap) merupakan kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak
kesadaran yang dianggap baik atau tidak baik, yang memiliki kecenderungan sikap
positif maupun sikap negatif. Aspek afektif (sikap) terbagi menjadi 2, yaitu sikap
spiritual dan sikap sosial.

20
5. Ruang lingkup penilaian sikap yaitu, menerima atau memerhatikan (receiving atau
attending), merespons atau menanggapi (responding), menilai atau menghargai
(valuing), mengorganisasi atau mengelola (organization), dan berkarakter
(characterization).
6. Dalam melakukan penilaian kompetensi sikap spiritual dan sosial ini mengacu pada
indikator yang dirinci dari kompetensi inti spiritual dan sosial yang ada di kerangka
dasar dan struktur kurikulum untuk jenjang dari dasar sampai menengah. Guru di sini
merinci setiap KD dari kompetensi inti menjadi indikator pencapaian kompetensi
sikap spiritual dan sosial yang nantinya akan dinilai oleh guru dalam bentuk perilaku
peserta didik sehari-hari.
7. Guru melakukan penilaian kompetensi sikap tersebut melalui observasi, skala sikap,
wawancara, penilaian diri, penilaian antar teman dan jurnal.

B. Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.
Makalah ini mungkin masih ada kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun. Apabila terdapat
kesalahan mohon dimaafkan dan harap dimaklumi. Karna kami adalah hamba Allah yang
tak luput dari salah, khilah dan lupa.

DAFTAR PUSTAKA

21

Anda mungkin juga menyukai