Anda di halaman 1dari 24

EVALUASI PEMBELAJARAN

“PENILAIAN HASIL BELAJAR”

DOSEN :
Saripah, M.Pd

DISUSUN OLEH (KELOMPOK 3) :


Aisyah An Nuriah 201814500854
Tiara Nur Safitri 201814500855
Agesti Rahmayani 201814500874
Nisa Nurqolbi 201814500881
Anisa Apriliani 201814500886
Rizki Muhammad Ikhsan 201814500867

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI

JAKARTA TIMUR

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan kasih sayang-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas “PENILAIAN HASIL
BELAJAR” ini tepat pada waktunya.

Dengan segala kerendahan hati, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dan mendukung dalam penulisan makalah bisnis ini, dan juga saya
menyadari bahwa penulisan makaah bisnis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak penyempurnaan makalah bisnis ini,
sangat saya harapkan.

Saya berharap semoga makalah ini memberi manfaat yang besar bagi kita semua yang
membutuhkannya.

Jakarta, 30 Maret 2021  

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………….. ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………. iii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................................. iv
B. Rumusan Masalah............................................................................................. v
C. Tujuan............................................................................................................... v

BAB 2 PEMBAHASAN
A. Pengertian Hasil Belajar
B. Penilaian Autentik
C. Jenis-Jenis Penilaian Autentik
D. Penilaian Kognitif, Afektif, Psikomotorik
E. Penilaian Rapor

BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………....... 14
3.1 Saran…………………………………………………………………………. 14

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penilaian hasil belajar merupakan salah satu kegiatan dalam dunia pendidikan yang
penting. Pada satu sisi, dengan penilaian hasil belajar yang dilakukan dengan baik dapat
diketahui tingkat kemajuan belajar siswa, kekurangan, kelebihan, dan posiisi siswa dalam
kelompok. Pada sisi yang lain, penilaian hasil belajar yang baik akan merupakan feed back
bagi guru/dosen untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan proses belajar mengajar.
Idiealnya, penilaian pada bidang apapun dilakukan dengan menggunakan prosedur
dan instrumen yang standar. Prosedur yang standar adalah suatu prosedur penilaian yang
dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah tertentu dan perlakukan yang adil pada
siswa dengan mempertimbangankan situasi waktu, tempat, dan berbagai keragaman pada
siswa. Sedangkan instrumen yang standar adalah instrumen yang disusun menggunakan
prosedur pengembangan instrumen yang baku dan dapat dipertanggungjawabkan tingkat
validitas dan reliabilitasnya.
Ada dua pendekatan penilaian dalam seni yang sering dipergunakan dalam dunia
pendidikan, yaitu pendekatan objektif dan pendekatan subjektif (intuitif). Penerapan penilaian
dengan pendekatan objektif maupun intuitif secara ekstem masing-masing mempunyai
kelemahan. Pendekatan objektif mempersyaratkan sifat satu dimensi dari objek pengukuran,
padahal penilaian dalam seni khususnya pada bidang seni tari pada umumnya objeknya
adalah perilaku yang sangat kompleks (multidimensi), dan penampilan yang diamati relatif
panjang durasi waktunya, sehingga apabila dilakukan penilaian terhadapnya akan
membutuhkan instrumen yang sangat panjang. Jenis-jenis seni pertunjukan kehadirannya
untuk dinilai hanya sesaat dan tidak dapat diulang kembali. Sekalipun bisa diulang misalnya
dengan rekaman audio visual, situasinya sudah berubah dari situasi yang sesungguhnya. Di
samping itu menikmati seni sesungguhnya adalah penikmatan emosional. Oleh karena itu
terlalu banyak atau secara ekstrim menikmati seni dengan dengan kacamata nalar atau rasio
menjadi kurang relevan. Sehingga kesan subjektif penilai/penikmat seni juga turut
menentukan.
Pada sisi yang lain, Pendekatan subjektif cenderung bersifat intuitif, subjektifitas
penilai sangat tinggi. Selera seni , aliran seni yang diikuti oleh penilaian, dan latar belakang

iv
kesenian penilai sangat mempengaruhi hasil penilaian. Akibatnya objektifitas penilaian sulit
dipertanggung-jawabkan, lebih-lebih bila beberapa jenis karya tari yang dinilai tersebut
sangat beraneka ragam bentuk, aliran, dan latar belakang budayanya.
Penilaian hasil belajar seni tari di perguruan tinggi atau di sekolah selama ini lebih
banyak menggunakan pendekatan intuitif. Hal ini didasarkan pada pertimbangan efesiensi.
Sesungguhnya pendekatan ini dalam praktiknya kadang-kadang sudah disertai dengan
kompromi-kompromi tertentu oleh para penilai sebelum melakukan penilaian bersama. Hal-
hal yang disepakati biasanya adalah aspek yang dinilai, prioritas (bobot) yang diutamakan,
dan rentang nilai. Hal ini sesungguhnya sudah memasuki wilayah pendekatan objektif. Akan
tetapi hal-hal yang disepakati tersebut biasanya tidak didokumentasikan, tidak diwujudkan
dalam suatu instrument yang formal.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hasil belajar ?
2. Apa itu penilaian autentik ?
3. Apa saja jenis-jenis penilaian autentik ?
4. Apa yang dimaksud dengan penilaian kognitif, afektif, dan psikomotorik ?
5. Bagaimana penilaian rapor ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan hasil belajar.
2. Untuk mengetahui apa itu penilaian autentik.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis penilaian autentik.
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan penilaian kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
5. Untuk mengetahui bagaimana cara penilaian rapor.

v
BAB 2

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Hasil Belajar


Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif
dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk
mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam
mencapai tujuan pembelajaran.

 Pengertian Hasil Belajar Menurut Para Ahli


Implementasi dari  belajar ialah hasil belajar, nah berikut ini dikemukakan defenisi
hasil belajar menurut para ahli yang diantaranya yaitu:

1. Menurut Dimyati Dan Mudjiono “2006”


Hasil belajar ialah hasil yang dicapai dalam bentuk angka-angka atau skor setelah
diberikan tes hasil belajar pada setiap akhir pembelajaran. Nilai yang diperoleh siswa
menjadi acuan untuk melihat penguasaan siswa dalam menerima materi pelajaran.

2. Menurut Djamarah Dan Zain “2006”


Hasil belajar ialah apa yang diperoleh siswa setelah dilakukan aktifitas belajar.

3. Menurut Hamalik “2008”


Hasil belajar ialah sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang
dapat di amati dan di ukur bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan
tersebut dapat diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih
baik sebelumnya yang tidak tahu menjadi tahu.

6
 Fungsi Hasil Belajar
Menurut Suryabrata “2001” mengemukakan beberapa fungsi penilaian dalam proses
pendidikan yaitu:

1. Dasar Psikologis

Secara psikologis seseorang butuh mengetahui sudah sampai sejauh mana ia


berhasil mencapai tujuannya, masalah kebutuhan psikologis akan pengetahuannya
mengenai hasil usaha yang telah dilakukannya dapat ditinjau dari dua sisi yaitu dari
segi anak didik dan dari segi pendidik.

 Dari Segi Anak Didik


Seorang anak dalam menentukan sikap dan tingkah lakunya seringkali
berpedoman pada orang dewasa, dengan adanya pendapat guru mengenai hasil belajar
telah diperoleh maka anak merasa mempunyai pegangan, pedoman dan hidup dalam
kepastian. Selain itu seoranga anak juga butuh mengetahui statusnya di hadapan
teman-temannya, tergolong apakah dia “apakah anak yang pintar sedang dan
sebagainya” juga terkadang dia membutuhkan membandingkan dengan teman-
temannya dan alat paling baik untuk melihat ini ialah pendapat pendidik “khususnya
guru” terhadap kemajuan mereka.

 Dari Segi Pendidik


Seorang pendidik yang profesional butuh mengetahui hasil-hasil usahanya
sebagai pedoman dalam menjalankan usaha-usaha lebih lanjut.

2. Dasar Administratif

Memberikan data untuk dapat menentukan status siswa di kelasnya. Memberikan


iktisar mengenai segala hasil usaha yang dilakukan oleh sebuah lembaga pendidikan.
Merupakan inti laporan kemajuan belajar siswa terhadap orang tuas atau walinya.

7
 Tujuan Hasil Belajar
Menurut Sudjana “2005” mengutarakan tujuan penilaian hasil belajar sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan kecakapan belajar siswa sehingga dapat diketahui kelebihan dan


kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau meta pelajaran yang ditempuhnya.
Dengan pendeskripsian kecakapan tersebut dapat diketahui pula posisi kemampuan
siswa dibandingkan dengan siswa lainnya.
2. Mengetahui keberhasilan proses pendidkan dan pengajaran di sekolah yakni seberapa
jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku siswa ke arah tujuan pendidikan
yang diharapkan.
3. Menentukan tindak lanjut hasil penilaian yakni melakukan perbaikan dan
penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta sistem
pelaksanaannya.
4. Memberikan pertanggungjawaban “accountability” dari pihak sekolah kepada pihak-
pihak yang berkepentingan.

 Macam-Macam Hasil Belajar


Ditinjau dari fungsinya, menurut Sudjana “2005” membagi penilaian ke dalam tiga jenis
yang diantaranya yaitu:

1. Penilaian formatif ialah penilaian yang dilaksanakan di akhir program belajar


mengajar untuk melihat tingkat keberhasilan proses belajar mengajar itu sendiri.
2. Penilaian sumatif ialah penilaian yang dilaksanakan di akhir unit program yaitu akhir
caturwulan, akhir semester dan akhir tahun, penilaian ini berorientasi pada produk
bukan pada proses.
3. Penilaian diagnostik ialah penilaian yang bertujuan untuk melihat kelemahan-
kelemahan siswa serta faktor penyebabnya.
4. Penilaian selektif ialah penialian yang bertujuan untuk keperluan seleksi, misalnya
ujian saringan masuk ke lembaga pendidikan tertentu.
5. Penilaian penempatan ialah penialian yang dilakukan untuk mengetahui keterampilan
prasyarat yang diperlukan bagi suatu program belajar dan penguasaan belajar seperti
yang diprogramkan sebelum memulai kegiatan belajar untuk program itu.

8
B. Penilaian Autentik

Penilaian autentik adalah istilah yang diciptakan untuk menjelaskan berbagai metode


penilaian alternatif yang memungkinkan siswa dapat mendemonstrasikan kemampuannya
dalam menyelesaikan tugas-tugas dan menyelesaikan masalah. Sekaligus,
mengekspresikan pengetahuan dan keterampilannya dengan cara mensimulasikan situasi
yang dapat ditemui di dalam dunia nyata di luar lingkungan sekolah (Hymes, 1991).
Dalam hal ini adalah simulasi yang dapat mengekspresikan prestasi (performance) siswa
yang ditemui di dalam praktik dunia nyata.

Penilaian autentik dapat dibuat oleh guru sendiri, guru secara tim, atau guru bekerja
sama dengan siswa. Dalam penilaian autentik, keterlibatan siswa sangat penting.
Asumsinya peserta didik dapat melakukan aktivitas belajar secara lebih baik jika mereka
tahu bagaimana akan dinilai. Peserta didik diminta untuk merefleksikan dan
mengevaluasi kinerja mereka sendiri dalam rangka meningkatkan pemahaman yang lebih
dalam tentang tujuan pembelajaran serta mendorong kemampuan belajar yang lebih
tinggi. Pada penilaian autentik, guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan
konstruksi pengetahuan, kajian keilmuan, dan pengalaman yang diperoleh dari luar
sekolah.

Penilaian autentik mencoba menggabungkan kegiatan guru mengajar, kegiatan siswa


belajar, motivasi dan keterlibatan peserta didik, serta keterampilan belajar. Karena
penilaian itu merupakan bagian dari proses pembelajaran, guru dan peserta didik berbagi
pemahaman tentang kriteria kinerja. Dalam beberapa kasus, peserta didik bahkan
berkontribusi untuk mendefinisikan harapan atas tugas-tugas yang harus mereka lakukan.

Penilaian autentik sering digambarkan sebagai penilaian atas perkembangan peserta


didik karena berfokus pada kemampuan mereka berkembang untuk belajar bagaimana
belajar tentang subjek. Penilaian autentik harus menggambarkan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan apa yang sudah atau belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka
menerapkan pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah atau belum mampu
menerapkan perolehan belajar, dan sebagainya. Atas dasar itu, guru dapat
mengidentifikasi materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan untuk materi apa pula
kegiatan remidial harus dilakukan.

9
Dalam rangka melaksanakan penilaian autentik yang baik, guru harus memahami
secara jelas tujuan yang ingin dicapai. Untuk itu, guru harus bertanya kepada dirinya
sendiri, khususnya yang berkaitan dengan: (1) sikap, pengetahuan, dan keterampilan apa
yang akan dinilai; (2) fokus penilaian apa yang akan dilakukan, misalnya berkaitan
dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan; dan (3) tingkat pengetahuan apa yang akan
dinilai, seperti penalaran, memori, atau proses.

C. Jenis-jenis Penilaian Autentik

1.  Penilaian Kinerja

Penilaian autentik sebisa mungkin melibatkan parsisipasi peserta didik, khususnya


dalam proses dan aspek-aspek yang akan dinilai. Guru dapat melakukannya dengan
meminta para peserta didik menyebutkan unsur-unsur proyek/tugas yang akan mereka
gunakan untuk menentukan kriteria penyelesaiannya.

Cara merekam hasil penilaian berbasis kinerja:

 Daftar cek (checklist).


 Catatan anekdot/narasi (anecdotal/narative records).
 Skala penilaian(rating scale).
 Memori atau ingatan (memory approach).

2. Penilaian Proyek

Penilaian proyek (project assessment) merupakan kegiatan penilaian terhadap tugas


yang harus diselesaikan oleh peserta didik menurut periode/waktu tertentu. Penyelesaian
tugas dimaksud berupa investigasi yang dilakukan oleh peserta didik, mulai dari
perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, analisis, dan penyajian
data.

Tiga hal yang perlu diperhatikan guru dalam penilaian proyek:

1. Keterampilan peserta didik dalam memilihtopik, mencari dan mengumpulkan data,


mengolah dan menganalisis, memberi makna atas informasi yang diperoleh,
danmenulislaporan.

10
2. Kesesuaian atau relevansi materi pembelajaran dengan pengembangan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh peserta didik.

3. Keaslian sebuah proyek pembelajaran yang dikerjakan atau dihasilkan oleh peserta
didik.

3. Portofolio

Penilaian portofolio merupakan penilaian atas kumpulan artefak yang menunjukkan


kemajuan dan dihargai sebagai hasil kerja dari dunia nyata. Penilaian portofolio bisa
berangkat dari hasil kerja peserta didik secara perorangan atau diproduksi secara
berkelompok, memerlukan refleksi peserta didik, dan dievaluasi berdasarkan beberapa
dimensi.

Penilaian portofolio dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah seperti berikut ini.

 Guru menjelaskan secara ringkas esensi penilaian portofolio.


 Guru atau guru bersama peserta didik menentukan jenisportofolioyang akandibuat.
 Peserta didik, baik sendiri maupun kelompok, mandiri atau di bawah bimbingan guru
menyusun portofolio pembelajaran.
 Guru menghimpun dan menyimpan portofolio peserta didik pada tempat yang sesuai,
disertai catatan tanggal pengumpulannya.
 Guru menilai portofolio peserta didik dengan kriteria tertentu.
 Jika memungkinkan, guru bersama peserta didik membahas bersama dokumen
portofolio yang dihasilkan.
 Guru memberi umpan balik kepada peserta didik atas hasil penilaian portofolio.

4. Penilaian Tertulis

Tes tertulis berbentuk uraian atau esai menuntut peserta didik mampu mengingat,
memahami, mengorganisasikan, menerapkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi,
dan sebagainya atas materi yang sudah dipelajari. Tes tertulis berbentuk uraian sebisa
mungkin bersifat komprehensif, sehingga mampu menggambarkan ranah sikap,
pengetahuan, dan keterampilan peserta didik.

11
D. Penilaian Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik

Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler
maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom
yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah
afektif, dan ranah psikomotorik.

Salah satu prinsip dasar yang harus senantiasa diperhatikan dan dipegangi dalam
rangka evaluasi hasil belajar adalah prinsip kebulatan, dengan prinsip evaluator dalam
melaksanakan evaluasi hasil belajar dituntut untuk mengevaluasi secara menyeluruh
terhadap peserta didik, baik dari segi pemahamannya terhadap materi atau bahan
pelajaran yang telah diberikan (aspek kognitif), maupun dari segi penghayatan (aspek
afektif), dan pengamalannya (aspek psikomotor).

Ketiga aspek atau ranah kejiwaan itu erat sekali dan bahkan tidak mungkin dapat
dilepaskan dari kegiatan atau proses evaluasi hasil belajar. Benjamin S. Bloom dan
kawan-kawannya itu berpendapat bahwa pengelompokkan tujuan pendidikan itu harus
senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat
pada diri peserta didik, yaitu:

a) Ranah proses berfikir (cognitive domain)

b) Ranah nilai atau sikap (affective domain)

c) Ranah keterampilan (psychomotor domain)

Dalam konteks evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah yang
harus dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar.

Pengukuran dalam sekolah berkaitan hanya dengan pecandraan (deskripsi) kuantitatif


mengenai tingkah laku siswa. Pengukuran tidak melibatkan pertimbangan mengenai
baiknya atau nilai tingkah laku yang diukur itu. Seperti halnya tes, pengukuran pun tidak
menentukan siapa yang lulus dan siapa yang tidak lulus. Pengukuran hanya membuahkan
data kuantitatif mengenai hal yang diukur. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan
tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan intruksional, menggunakan
klasifikasi hasil belajar dari benyamin bloom yang membaginya menjadi 3 ranah
pengukuran yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikokomotorik.

12
1. Pengertian Ranah Penilaian Kognitif

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom,
segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif.
Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya
kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan
kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang
proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi.
Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:

a. Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)

Adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali


kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan
kemampuan untuk menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan adalah merupakan proses
berfikir yang paling rendah.

Salah satu contoh hasil belajar kognitif pada jenjang pengetahuan adalah dapat
menghafal surat al-‘Ashar, menerjemahkan dan menuliskannya secara baik dan benar,
sebagai salah satu materi pelajaran kedisiplinan yang diberikan oleh guru Pendidikan
Agama Islam di sekolah.

b. Pemahaman (comprehension)

Adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah


sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui
tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seseorang peserta didik
dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi
uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri.
Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari
ingatan atau hafalan.

Salah satu contoh hasil belajar ranah kognitif pada jenjang pemahaman ini misalnya:
Peserta didik atas pertanyaan Guru Pendidikan Agama Islam dapat menguraikan
tentang makna kedisiplinan yang terkandung dalam surat al-‘Ashar secara lancar dan
jelas.

13
c. Penerapan (application)

Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum,


tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan
sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah merupakan
proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman.

Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang penerapan misalnya: Peserta didik
mampu memikirkan tentang penerapan konsep kedisiplinan yang diajarkan Islam dalam
kehidupan sehari-hari baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

d. Analisis (analysis)

Adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau
keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di
antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya. Jenjang
analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi.

Contoh: Peserta didik dapat merenung dan memikirkan dengan baik tentang wujud
nyata dari kedisiplinan seorang siswa dirumah, disekolah, dan dalam kehidupan sehari-
hari di tengah-tengah masyarakat, sebagai bagian dari ajaran Islam.

e. Sintesis (syntesis)

Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis.
Sintesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur
secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau
bebrbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada
jenjang analisis. Salah satu jasil belajar kognitif dari jenjang sintesis ini adalah: peserta
didik dapat menulis karangan tentang pentingnya kedisiplinan sebagiamana telah
diajarkan oleh islam.

f. Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)

Adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam
taksonomi Bloom. Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk
membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang

14
dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang
terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.

Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang evaluasi adalah: peserta didik mampu
menimbang-nimbang tentang manfaat yang dapat dipetik oleh seseorang yang berlaku
disiplin dan dapat menunjukkan mudharat atau akibat-akibat negatif yang akan
menimpa seseorang yang bersifat malas atau tidak disiplin, sehingga pada akhirnya
sampai pada kesimpulan penilaian, bahwa kwdisiplinan merupakan perintah Allah SWT
yang waji dilaksanakan dalam sehari-hari.

Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup


kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada
kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan
menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk
memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi
yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat
pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi.

 Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Kognitif


Apabila melihat kenyataan yang ada dalam sistem pendidikan yang
diselenggarakan, pada umumnya baru menerapkan beberapa aspek kognitif tingkat rendah,
seperti pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan. Sedangkan tingkat analisis,
sintesis dan evaluasi jarang sekali diterapkan. Apabila semua tingkat kognitif diterapkan
secara merata dan terus-menerus maka hasil pendidikan akan lebih baik. Pengukuran hasil
belajar ranah kognitif dilakukan dengan tes tertulis.

Bentuk tes kognitif diantaranya;

 Tes atau pertanyaan lisan di kelas.


 Pilihan ganda.
 Uraian obyektif.
 Uraian non obyektif atau uraian bebas.
 Jawaban atau isian singkat.
 Menjodohkan.
 portopolio dan
 performans.

15
2. Pengertian Ranah Penilaian Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif
mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar
mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah
memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada
peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap mata pelajaran
pendidikan agama Islam, kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran agama
disekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran agama
Islam yang di terimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru pendidikan
agama Islam dan sebagainya.

Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu:

 receiving
 responding
 valuing
 organization
 characterization by evalue or calue complex
Receiving atau attending (= menerima atua memperhatikan), adalah kepekaan seseorang
dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk
masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran
dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau
rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attenting juga sering di beri pengertian
sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini
peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang di ajarkan
kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri kedalam nilai itu atau meng-
identifikasikan diri dengan nilai itu. Contah hasil belajar afektif jenjang receiving , misalnya:
peserta didik bahwa disiplin wajib di tegakkan, sifat malas dan tidak di siplin harus
disingkirkan jauh-jauh.

Responding (= menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan


menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan
dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu
cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif

16
responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh atau
menggeli lebih dalam lagi, ajaran-ajaran Islam tentang kedisiplinan.

Valuing (menilai=menghargai). Menilai atau menghargai artinya mem-berikan nilai atau


memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu
tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah
merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam
kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai
yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena,
yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk
mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses
penilaian. Nilai itu mulai di camkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai
tersebut telah stabil dalam peserta didik. Contoh hasil belajar efektif jenjang valuing adalah
tumbuhnya kemampuan yang kuat pada diri peseta didik untuk berlaku disiplin, baik
disekolah, dirumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

Organization (=mengatur atau mengorganisasikan), artinya memper-temukan perbedaan


nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum.
Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem
organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai lain., pemantapan dan
perioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh nilai efektif jenjang organization adalah
peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional yang telah dicanangkan oleh bapak
presiden Soeharto pada peringatan hari kemerdekaan nasional tahun 1995.

Characterization by evalue or calue complex (=karakterisasi dengan suatu nilai atau


komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang,
yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi nilai
telah menempati tempat tertinggi dalal suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara
konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkat
efektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah
memiliki phyloshopphy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki
sistem nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga
membentu karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat
diramalkan. Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini adalah siswa telah memiliki
kebulatan sikap wujudnya peserta didik menjadikan perintah Allah SWT yang tertera di Al-

17
Quran menyangkut disiplinan, baik kedisiplinan sekolah, dirumah maupun ditengah-tengan
kehidupan masyarakat.

Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif
kemampuan yang diukur adalah: Menerima (memperhatikan), Merespon, Menghargai,
Mengorganisasi, dan Karakteristik suatu nilai.

Skala yang digunakan untuk mengukur ranah afektif seseorang terhadap kegiatan suatu
objek diantaranya skala sikap. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif),
menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada
seseorang. Ada tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan
dengan pengetahuan seseorang tentang objek yang dihadapinya. Afeksi berkenaan dengan
perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi berkenaan dengan
kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu, sikap selalu bermakna bila
dihadapkan kepada objek tertentu.

 Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Afektif


Kompetensi siswa dalam ranah afektif yang perlu dinilai utamanya menyangkut sikap dan
minat siswa dalam belajar. Secara teknis penilaian ranah afektif dilakukan melalui dua hal
yaitu: a) laporan diri oleh siswa yang biasanya dilakukan dengan pengisian angket anonim, b)
pengamatan sistematis oleh guru terhadap afektif siswa dan perlu lembar pengamatan.

Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif
kemampuan yang diukur adalah:

 Menerima (memperhatikan), meliputi kepekaan terhadap kondisi, gejala, kesadaran,


kerelaan, mengarahkan perhatian
 Merespon, meliputi merespon secara diam-diam, bersedia merespon, merasa puas
dalam merespon, mematuhi peraturan
 Menghargai, meliputi menerima suatu nilai, mengutamakan suatu nilai, komitmen
terhadap nilai
 Mengorganisasi, meliputi mengkonseptualisasikan nilai, memahami hubungan
abstrak, mengorganisasi sistem suatu nilai
 Karakteristik suatu nilai, meliputi falsafah hidup dan sistem nilai yang dianutnya.
Contohnya mengamati tingkah laku siswa selama mengikuti proses belajar mengajar
berlangsung.

18
 Skala yang sering digunakan dalam instrumen (alat) penilaian afektif adalah Skala
Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik.

3. Pengertian Ranah Penilaian Psikomotor


Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau
kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah
psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat,
melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan
oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam
bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini
sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan
hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan
berperilaku). Hasi belajar kognitif dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar
psikomotor apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai
dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektif dengan materi
kedisiplinan menurut agama Islam sebagaimana telah dikemukakan pada pembiraan
terdahulu.

Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Psikomotor

Ada beberapa ahli yang menjelaskan cara menilai hasil belajar psikomotor. Ryan
(1980) menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur melalui

 pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses
pembelajaran praktik berlangsung,
 sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada
peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap,
 beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan
kerjanya.
Sementara itu Leighbody (1968) berpendapat bahwa penilaian hasil belajar psikomotor
mencakup:

 kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja,


 kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urut-urutan
pengerjaan,

19
 kecepatan mengerjakan tugas,
 kemampuan membaca gambar dan atau simbol,
 keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah
ditentukan.
Dari penjelasan di atas dapat dirangkum bahwa dalam penilaian hasil belajar
psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan produk. Penilaian dapat
dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta didik melakukan praktik,
atau sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes peserta didik.

Penilaian psikomotorik dapat dilakukan dengan menggunakan observasi atau


pengamatan. Observasi sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah
laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi
yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dengan kata lain, observasi dapat mengukur
atau menilai hasil dan proses belajar atau psikomotorik. Misalnya tingkah laku peserta didik
ketika praktik, kegiatan diskusi peserta didik, partisipasi peserta didik dalam simulasi, dan
penggunaan alins ketika belajar.

Observasi dilakukan pada saat proses kegiatan itu berlangsung. Pengamat terlebih
dahulu harus menetapkan kisi-kisi tingkah laku apa yang hendak diobservasinya, lalu dibuat
pedoman agar memudahkan dalam pengisian observasi. Pengisian hasil observasi dalam
pedoman yang dibuat sebenarnya bisa diisi secara bebas dalam bentuk uraian mengenai
tingkah laku yang tampak untuk diobservasi, bisa pula dalam bentuk memberi tanda cek (√)
pada kolom jawaban hasil observasi.

Tes untuk mengukur ranah psikomotorik adalah tes untuk mengukur penampilan atau
kinerja (performance) yang telah dikuasai oleh peserta didik. Tes tersebut dapat berupa tes
paper and pencil, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes unjuk kerja.

Dengan kata lain, kegiatan belajar yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotor
adalah praktik di aula/lapangan dan praktikum di laboratorium. Dalam kegiatan-kegiatan
praktik itu juga ada ranah kognitif dan afektifnya, namun hanya sedikit bila dibandingkan
dengan ranah psikomotor. Pengukuran hasil belajar ranah psikomotor menggunakan tes unjuk
kerja atau lembar tugas.

Contohnya kemampuan psikomotor yang dibina dalam belajar matematika misalnya


berkaitan dengan kemampuan mengukur (dengan satuan tertentu, baik satuan baku maupun

20
tidak baku), menggambar bentuk-bentuk geometri (bangun datar, bangun ruang, garis,
sudut,dll) atau tanpa alat.

E. Penilaian Rapor
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 pasal 64 : penilaian harus
dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil
dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan
kenaikan kelas,
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 20 Tahun 2007
tentang Standar Penilaian Pendidikan : dilaksanakan berdasarkan standar penilaian yang
berlaku secara nasionalLaporan hasil belajar berfungsi sebagai dokumen yang bisa diacu oleh
pendidikan tinggi dan perusahaan/industri yang ingin mengetahui informasi lebih dalam
tentang prestasi peserta didik
Sekolah dapat menentukan bentuk laporan hasil belajar peserta didik yang sesuai
dengan KTSP dan kebutuhannya namun tetap harus mempertimbangkan kebermaknaan dan
kegunaannya bagi kepentingan peserta didik, para pemegang kepentingan lainnya, dan
mengacu pada struktur kurikulum yang telah ditetapkan secara nasional.
Tujuan Rapor
Melaporkan hasil penilaian mata pelajaran untuk semua kelompok mata pelajaran pada setiap
akhir semester kepada orang tua/wali peserta didik dalam bentuk buku laporan Pendidikan.
Identitas peserta didik meliputi:
1) Nama Peserta Didik
2) Tempat dan Tanggal Lahir
3) Nomor Induk
4) Jenis Kelamin
5) Agama
6) Alamat Lengkap
7) Sekolah Asal
8) Nomor dan Tahun Ijazah Sekolah Asal
9) Tanggal Diterima di SMK
10) Nama Orang Tua/Wali
11) Alamat Lengkap Orang Tua/Wali
12) Pekerjaan Orang Tua/Wali
Format Nilai Hasil Belajar peserta didik meliputi:
1) Nama Mata Pelajaran Kriteria Ketuntasan
2) Minimal (KKM) Nilai yang diperoleh peserta didik, dan
3) Deskripsi kemajuan belajar peserta didik.

Catatan Akhir Semester meliputi:


1) Kegiatan Belajar di Dunia Usaha/Industri
2) Pengembangan Diri dan Kepribadian
21
3) Ketidakhadiran
4) Catatan Perhatian untuk Orang Tua/Wali, dan
5) Pernyataan.Catatan Akhir Pendidikan berisi antara lain Prestasi Khusus yang pernah
dicapai peserta didik selama menempuh masa pendidikan di SMK

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

KKM adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan
pendidikanKKM setiap mata pelajaran ditentukan dengan memperhatikan karakteristik
peserta didik, karakteristik mata pelajaran, dan kondisi satuan pendidikan melalui rapat
dewan pendidik

Ketentuan Penilaian

Nilai Yang Dicantumkan Pada Raport Adalah Nilai Mata Pelajaran Yang Telah Dicapai
Peserta Didiknilai Standar Kompetensi Adalah Nilai Komprehensif Kd, Atau Nilai Terendah
Kdnilai Dan Deskripsi Kemajuan Belajar Boleh Diketik Dengan Komputer

Kriteria Kenaikan Kelas

Kriteria kenaikan kelas ditentukan melalui rapat dewan pendidik bagi satuan pendidikan
yang menggunakan sistem paket.Kenaikan kelas didasarkan pada penilaian hasil belajar pada
semester dua, dengan pertimbangan SK/KD yang belum tuntas pada semester satu harus
dituntaskan sampai mencapai KKM yang ditetapkan. Peserta didik yang belum mencapai
KKM harus mengikuti pembelajaran remedi.Peserta didik dinyatakan tidak naik kelas ke
kelas XI atau kelas XII, apabila yang bersangkutan tidak mencapai ketuntasan lebih dari 3
(tiga) mata pelajaran.Peserta didik yang dinyatakan tidak naik kelas harus mengulang seluruh
pelajaran di tingkat tersebut.Sekolah dapat menambah kriteria kenaikan kelas sesuai dengan
karakteristik, kemampuan dan kebutuhan setiap sekolah.

Deskripsi Kemajuan Belajar

Menggambarkan pencapaian indikator yang esensial, baik kelebihan mapupun


kekurangan.

MENAFSIRKAN KRITERIA MENJADI NILAI

A. Dengan menggunakan rentang nilai pada setiap kriteria:

1. Kompleksitas : - Tinggi = 50-64

- Sedang = 65-80

2. Daya dukung : - Rendah = 50-643.

3. Intake = Jika indikator memiliki Kriteria : kompleksitas sedang, daya dukung tinggi
dan intake sedang nilainya adalah rata-rata setiap nilai dari kriteria yang kita
tentukan.Dalam menentukan rentang nilai dan menentukan nilai dari setiap kriteria
perlu kesepakatan dalam forum Dewan Pendidik di Sekolah

B. Dengan memberikan pertimbangan professional judgment pada setiap kriteria untuk

22
menetapkan nilai :

1. Kompleksitas : - Tinggi

- Sedang

- Rendah

2. Daya dukung : - Tinggi

3. Intake : - Tinggi

Contoh :Jika indikator memiliki Kriteria : kompleksitas rendah, daya Dukung tinggi dan
intake siswa sedang maka dapat dikatakan hanya satu komponen yang mempengaruhi
untuk mencapai ketuntasan maksimal 100 yaitu intake sedang. Jadi guru dapat
mengurangi nilai menjadi antara 90 – 80.

TINGKAT KOMPLEKSITAS

 Tingkat kompleksitas ditentukan berdasarkan analisis guru yang bersangkutan,


dengan mempertimbangkan:

 SDM: memahami Kompetensi yang harus dicapai Siswakreatif dan inovatif dalam
melaksanakan pembelajaran.

 WAKTU:cukup lama karena perlu pengulangan

 PENALARAN dan KECERMATAN siswa yang tinggi.

KEMAMPUAN SUMBERDAYA PENDUKUNG

Tingkat daya dukung ditentukan oleh manajemen sekolah berdasarkan ketersediaan


tenaga, sarana dan prasarana pendidikan yang sangat dibutuhkan, BOP,kepedulian
stakeholders sekolah

INTAKE (KEMAMPUAN RATA-RATA) SISWA :


KKM Kelas X didasarkan pada hasil seleksi PSB, NUN, Rapor kelas 3 SMP, test seleksi
masuk atau psikotes. Rata-rata SKHUN/Rapor Kelas 3 SMP atau hasil Tes Seleksi Masuk :
 81 – 100 = tinggi
 65 – 80 = sedang
 50 – 64 = rendah
KKM Kelas XI dan XII didasarkan pada tingkat pencapaian KKM siswa pada semester atau
kelas sebelumnya

23
BAB 3

PENUTUP
Kesimpulan

Hasil belajar merupakan keluaran yang diperoleh melalui input berupa kegiata belajar yang
berbentuk perubahan perilaku yang bersifat relatif menetap atau permanen yang meliputi tiga
ranah penilaian yakni kognitif, psikomotorik, dan afektif.

Aspek kognitif meliputi : pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisa, sinteasa, dan evaluasi

Aspek psikomotork meliputi: menirukan, manipulasi, keseksamaan, artikulasi, dan


naturalisasi

Aspek afektif meliputi: menerima, merespon, penghargaan, mengorganisasi, dan mempribadi

Indikator hasil belajar dikelompokan menjadi dua. 1. Ditinjau dari segi prosesnya dan 2.
Ditinjau dari segi hasilnya

Saran

Sebagai seorang pendidik khususnya guru perlu dicermati bahwa hasil belajar bukan hanya
bicara tentang nilai-nilai sebagai lambang dari hasil belajar. Perlu juga diperhatikan tiga
ranah penilaian hasil belajar sebagai patokan untuk refleksi pembelajaran yang diterapkan
denga tidak lupa juga memperhatikan faktor-faktor yan mempengaruhi hasil belajar peserta
didik

24

Anda mungkin juga menyukai