Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

RANCANGAN PENILAIAN AFEKTIF MATA PELAJARAN

MATEMATIKA SD KELAS TINGGI

Disusun Oleh Kelompok 10 :

1. Nadia Zahirah (2021143471)


2. Amelia (2021143476)
3. Fitri Arinda (2021143456)

Dosen Pengampu : Dra. Hj . JUMROH M. pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG

2022

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita
kesehatan dan kesempatan dalam rangka menyelesaikan kewajiban kami sebagai
mahasiswa, yakni dalam bentuk tugas yang diberikan oleh Bapak Dosen dalam
rangka menambah ilmu pengetahuan dan wawasan kami.

Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi besar


Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju ke alam
yang terang benderang.

Ucapan terima kasih kepada Ibu Dra.Hj.JUMROH.M.pd selaku dosen


pengampu pada mata kuliah Matematika SD ini yang telah memberikan bimbingan
serta arahan sehingga makalah yang berjudul “Rancangan Penilaian Afektif Mata
Pelajaran Matematika SD Kelas Tinggi” ini dapat selesai tepat waktu.

Adapun dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan, oleh sebab itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dalam rangka perbaikin makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, Amin Ya Robbal Alamin.

Palembang, 15 September 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

JUDUL.......................................................................................................................................

KATA PENGANTAR...............................................................................................................

DAFTAR ISI..............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................................
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................
C. Tujuan Masalah..............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Penilaian Ranah AfektiF…………………………………………..6


B. Tingkatan Ranah Afektif.................................................................................................
C. Karakteristik Ranah Afektif............................................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................................................
B. Saran..............................................................................................................................

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aktivitas belajar merupakan hal yang seharusnya terjadi manakala guru


melakukan aktivitas mengajar. Aktivitas belajar tidak hanya sekedar
mendengarkan, memahami, menerapkan ataupun menilai apa yang dipelajari
namun harus melibatkan semua unsur fisik, mental, emosi siswa,sehingga
terjadi proses internalisasi yang bermakna bagi peningkatan diri menjadi lebih
baik dan lebih berdaya guna. Jadi belajar tidak hanya melibatkan aspek
kognitif saja, tetapi aspek afektif dan keterampilan.

Hampir semua orang sepakat bahwa pembelajaran dimaksudkan


sebagai bentuk penguatan kompetensi siswa yang meliputi ke tiga aspek
tersebut. Manakala siswa belajar matematika maka pasti melibatkan aspek
kognitif dengan pembelajaran bermakna; namun juga diikuti oleh emosi siswa
dengan rasa senang, ada kegembiraan, ada kesungguhan kerja, ada kepuasan
kerja; serta aspek keterampilan baik keterampilan berfikir atau thinking skills
maupun keterampilan fisik. Namun dalam kenyataannya belum semua aspek
tersentuh oleh aktivitas belajar, guru lebih mudah menggerakkan aspek
kognitif dan atau keterampilan saja sehingga porsi aspek afektif jarang
tersentuh ataupun mungkin terlupakan.

Hal ini terjadi karena masih banyak guru mengeluhkan kesulitan untuk
mengembangkan aspek afektif selama pembelajaran. Seperti apa rumusannya,
bagaimana implementasinya, serta bagaimana mengevaluasinya. Mereka juga
menyatakan bahwa aspek afektif sulit diamati , sulit diukur. Keadaan ini
menjadikan sebagian besar guru mengabaikan aspek afektif selama
pembelajaran.

kurikulum 2013 nampaknya mengisyaratkan pentingnya penguatan


kompetensi siswa secara utuh. Aspek pengetahuan dan keterampilan berjalan
seiring, terintegrasi melalui aktivitas pembelajaran sehingga muncul sikap
sebagai wujud aspek afektif. Dengan kata lain ketiga ranah tersebut berjalan
bersama-sama, mulai dari perancangan terlihat dalam RPP; implementasi
terlihat pada strategi pembelajaran yang dipilih guru dan evaluasi terlihat
saat proses dan hasil, terekam dalam laporan hasil belajar. Guru tidak lagi
dapat mengelak untuk tidak menilai aspek afektif, sementara kemampuan

4
guru belum memadai mulai dari konsep, pengembangan instrumen,
penggunaannya,sertapemanfaatan hasil evaluasi.

A. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud penilaian ranah Afektif?
2. Apa saja tingkatan ranah Afektif?
3. Bagaimana karakteritik dari ranah Afektif ?

B. Tujuan Masalah
1. Menjelaskan pengertian dari penilaian ranah afektif.
2. Mengetahui tingkatan ranah afektif.
3. Memahami karakteristik dari ranah afektif.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Penilaian Ranah Afektif

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah
afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan
nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan
perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi.
Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai
tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap mata pelajaran pendidikan
agama Islam, kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran agama
disekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai
pelajaran agama Islam yang di terimanya, penghargaan atau rasa hormatnya
terhadap guru pendidikan agama Islam dan sebagainya.

Menurut Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar


seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit
untuk mencapai keberhasilan belajar secara optimal. Seseorang yang berminat
dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran
yang optimal. Oleh karena itu semua pendidik harus mampu membangkitkan
minat semua peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan.
Selain itu ikatan emosional sering diperlukan untuk membangun semangat
kebersamaan, semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial, dan
sebagainya.

Akan tetapi, penilaian ranah afektif sepertinya belum mendapat porsi yang
lebih dibandingkan dengan penilaian ranah kognitif dan psikomotor, masih
banyak para pendidik yang menilai ranah ini kurang memperhatikan rambu-
rambu serta pedoman yang telah diterbitkan oleh pemerintah. Maklum
penilaian ini banyak sekali variabelnya sehingga sulit untuk memedomaninya
dalam memberikan nilai kepada peserta didik. Menurut PP nomor 19 tahun
2005 pasal 65 ayat 2 menyatakan bahwa penilaian hasil belajar untuk semua
mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia,
kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata
pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan
kesehatan merupakan penilaian akhir untuk menentukan kelulusan peserta
didik dari satuan pendidikan. Oleh karena itu penilaian ranah afektif harus
dilakukan secara obyektif dan proporsional yang dilaksanakan secara
berkesinambungan.

6
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena
dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah:

1. Menerima (memperhatikan), meliputi kepekaan terhadap kondisi,


gejala, kesadaran, kerelaan, mengarahkan perhatian.

2. Merespon, meliputi merespon secara diam-diam, bersedia merespon,


merasa puas dalam merespon, mematuhi peraturan.

3. Menghargai, meliputi menerima suatu nilai, mengutamakan suatu


nilai, komitmen terhadap nilai.

4. Mengorganisasi, meliputi mengkonseptualisasikan nilai, memahami


hubungan abstrak, mengorganisasi sistem suatu nilai.

5. Karakterisasi, meliputi menyusun berbagai macam sistem nilai


menjadi nilai yang mapan dalam dirinya

B. Tingkatan Ranah Afektif

Menurut Krathwohl (1961) bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif


mempunyai komponen afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya,
di dalamnya ada komponen sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah
komponen afektif. Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl
ada lima, yaitu: receiving (attending), responding, valuing, organization, dan
characterization.

1. Tingkat receiving

Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki


keinginan memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus,
misalnya kelas, kegiatan, musik, buku, dan sebagainya. Tugas pendidik
mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi
objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik mengarahkan peserta
didik agar senang membaca buku, senang bekerjasama, dan sebagainya.
Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan,
yaitu kebiasaan yang positif.

2. Tingkat responding

Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu


sebagai bagian dari perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak
saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil

7
pembelajaran pada ranah ini menekankan pada pemerolehan respons,
berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam memberi
respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-
hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada
aktivitas khusus. Misalnya senang membaca buku, senang bertanya,
senang membantu teman, senang dengan kebersihan dan kerapian, dan
sebagainya.

3. Tingkat valuing

Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang


menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Derajat
rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya keinginan
untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat komitmen.
Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi dari seperangkat
nilai yang spesifik. Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan dengan
perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas.
Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai
sikap dan apresiasi.

4. Tingkat organization

Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan,


konflik antar nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai
internal yang konsisten. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berupa
konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. Misalnya
pengembangan filsafat hidup.

5. Tingkat characterization

Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada


tingkat ini peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan
perilaku sampai pada waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup.
Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi,
dan sosial.

C. Karateristik Ranah Afektif

Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk


diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku

8
melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal
perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas,
arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan.
Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari
senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih
kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif
atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau
buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan
dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama,
maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target
mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan. Bila
kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa
kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah,
matematika, situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan
target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang
namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik merasa cemas
bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa
target kecemasannya adalah tes.

Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat,
konsep diri, nilai, dan moral.

1. Sikap

Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka


atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara
mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui
penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat
diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan,
dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang
dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran,
kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.

Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi


yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu
objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek
misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap
peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap
peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus
lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris

9
dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan
salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses
pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran
termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta
didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.

2. Minat

Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir


melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek
khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian
atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia
(1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi
terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara
umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas
tinggi.

Penilaian minat dapat digunakan untuk:

• mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk


pengarahan dalam pembelajaran,

• mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,

• pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta


didik,

• menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,

• mengelompokkan peserta didik yang memiliki minat sama,

• acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara


keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam
penyampaian materi,

• mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang


diberikan pendidik,

• bahan pertimbangan menentukan program sekolah,

• meningkatkan motivasi belajar peserta didik.

3. Konsep Diri

10
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu
terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan
intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target
konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah
konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan
dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi.

Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik,
yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat
dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi
konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar
peserta didik dengan tepat.

Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan


dari penilaian diri adalah sebagai berikut.

• Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta


didik.

• Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah


dicapai.

• Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.

• Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta


didik.

• Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses


pembelajaran.

• Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan


mengetahui standar input peserta didik.

• Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti


pembelajaran.

• Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.

• Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.

• Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.

• Peserta didik memahami kemampuan dirinya.

11
• Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap
peserta didik.

• Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial,


hasilnya dapat untuk instropeksi pembelajaran yang dilakukan.

• Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.

• Peserta didik mampu menilai dirinya.

• Peserta didik dapat mencari materi sendiri.

• Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.

4. Nilai

Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang


perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang
dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada
suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi,
sedangkan nilai mengacu pada keyakinan. Target nilai cenderung
menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan
perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya
intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada
situasi dan nilai yang diacu.

Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu


nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh
individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya
dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan
ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan
kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta
didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan
bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan
memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.

5. Moral

Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan


moral anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara
judgement moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip
moral seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema

12
hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya
seseorang bertindak. Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar
terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang
dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi
orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral
juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu
keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral
berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang. Ranah
afektif lain yang penting adalah:

• Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam


berinteraksi dengan orang lain.

• Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai,


misalnya moral dan artistik.

• Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang


mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.

• Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang


demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara
maksimal kepada semua orang.

C. Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Afektif


Kompetensi siswa dalam ranah afektif yang perlu dinilai utamanya
menyangkut sikap dan minat siswa dalam belajar. Secara teknis penilaian
ranah afektif dilakukan melalui dua hal yaitu: a) laporan diri oleh siswa
yang biasanya dilakukan dengan pengisian angket anonim, b) pengamatan
sistematis oleh guru terhadap afektif siswa dan perlu lembar pengamatan.

Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena
dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah:

 Menerima (memperhatikan), meliputi kepekaan terhadap


kondisi, gejala, kesadaran, kerelaan, mengarahkan perhatian

 Merespon, meliputi merespon secara diam-diam, bersedia


merespon, merasa puas dalam merespon, mematuhi peraturan

 Menghargai, meliputi menerima suatu nilai, mengutamakan


suatu nilai, komitmen terhadap nilai

13
 Mengorganisasi, meliputi mengkonseptualisasikan nilai,
memahami hubungan abstrak, mengorganisasi sistem suatu
nilai

Karakteristik suatu nilai, meliputi falsafah hidup dan sistem nilai yang
dianutnya. Contohnya mengamati tingkah laku siswa selama mengikuti
proses belajar mengajar berlangsung.

Sebelum melakukan penilaian terhadap aspek afektif, sama halnya


dengan mengukur aspek kognitif, guru diharapkan mendaftar materi yang
dicakup dihubungkan dengan TIU dan TIK-nya. Sebagai pengganti TIU
adalah yang disebut sebagai nilai dasar.Di dalam PSPB(Pendidikan
Sejarah Persatuan Bangsa) nilai-nilai dasar yang dimaksud adalah hasil
jabaran dari konsep dasar yang tercantum dalam GBHN 1983, yang
kemudian dituangkan menjadi dasar kebijaksanaan pokok tentang PSPB
(Depdikbud, 1983, halaman 6). Selanjutnya nilai dasar tersebut diuraikan
ke dalam nilai dan indikator. Untuk PSPB ada 4 (empat) nilai dasar yang
akan dicapai, yaitu:

• Kesadaran Nasional sebagai suatu bangsa.

• Sikap patriot.

• Kreatif dan inovatif.

• Kepribadian yang berdasarkan nilai, jiwa, dan semangat 1945


dan Pancasila.

Sebagai contoh penguraian menjadi nilai dan indikator adalah sebagai


berikut:

Nilai dasar: Sikap patriot

Nilai: tahan uji/ulet/tahan menderita

Indikatornya antara lain:

• Tidak mau berhenti bekerja sebelum pekerjaar selesai;

• Tidak mudah putus asa menghadapi kesulitan dalam


pekerjaannya

14
Dalam memilih karakterisitik afektif untuk pengukuran, para
pengelola pendidikan harus mempertimbangkan rasional teoritis dan
program sekolah. Masalah yang timbul adalah bagaimana ranah afektif
akan diukur. Isi dan validitas konstruk ranah afektif tergantung pada
definisi operasional yang secara langsung mengikuti definisi konseptual.
Menurut Andersen (1980) ada dua metode yang dapat digunakan untuk
mengukur ranah afektif, yaitu metode observasi dan metode laporan diri.
Penggunaan metode observasi berdasarkan pada asumsi bahwa karateristik
afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan
dan/atau reaksi psikologi. Metode laporan diri berasumsi bahwa yang
mengetahui keadaan afektif seseorang adalah dirinya sendiri. Namun hal
ini menuntut kejujuran dalam mengungkap karakteristik afektif diri
sendiri. Menurut Lewin (dalam Andersen, 1980), perilaku seseorang
merupakan fungsi dari watak (kognitif, afektif, dan psikomotor) dan
karakteristik lingkungan saat perilaku atau perbuatan ditampilkan. Jadi
tindakan atau perbuatan seseorang ditentukan oleh watak dirinya dan
kondisi lingkungan.

Tujuan utama pembelajaran afektif adalah: mengembangkan


keterampilan personal dan intrapersonal. Secara personal menjadikan
siswa tumbuh kesadaran akan harga diri yang posistip dan stabil, memiliki
sikap positip terhadap pekerjaannya, menumbuhkan pandangan positip
terhadap masa depannya, dan memiliki antuisme terhadap pekerjaan dan
lingkungannya. Oleh karena itu selama pembelajaran guru harus dapat
menumbuhkan hal-hal tersebut yang teramati unjuk kerjanya baik selama
proses pembelajaran maupun pada hasil belajar. Dengan kata lain guru
harus dapat menumbuhkan

1. minat siswa baik internal maupun eksternal,


2. sikap positif pada mata pelajaran
3. memiliki konsep diri yang benar dan
4. mengmbangkan nilai-nilai moral

sebagai penuntut perilaku.

Guru dapat melakukan pengukuran ranah afektif melalui berbagai


cara:

1. Metode observasi yaitu mengamati perilaku dan perbuatan siswa saat


pembelajaran dikelas

15
2. Metode laporan diri yaitu: dapat berupa refleksi diri atau dengan profil
diri sebagai bentuk pengakuan diriatas apa yang dikuasai tentang
aspek afektif. Siswa adalah orang yang paling tahu tentang dirinya
sendiri. Siswa harus jujur saat mengunggkapkan pengakuan diri ini
dan ada jaminan

kenyamanan

Untuk pengembangan instrumen aspek afektif ditempuh dengan


prosedur sebagai berikut:

1. Menetapkan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang akan


digunakan sebagai acuan pembelajaran. Dalam hal ini mempelajari
ketentuan penetapan kompetensi inti dan kompetensi dasar dikaitkan
dengan standar isi, silabus yang tersedia, serta menginformasikan
tentang penilaian aspek afektif kepada siswa
2. Mengembangkan definisi konseptual setiap aspek hard skills yang
akan di pelajari siswa. Berdasarkan silabus yang telah tersedia, guru
mengembangkan ruang lingkup materi ajar sebagai hard skills. Hard
skills merupakan kompetensi yang berkaitan dengan skills teknis yang
mencakup aspek kognitif ataupun keterampilan. Sebagai
contoh:merancang bahan keterampilan, mengerjakan soal matematika,
menemukan konsep untung rugi dalam perniagaan. Untuk itu guru
menetapkan konsep masing-masing, seperti konsep merancang bahan,
hal yang teruang dalam soal matematika, konsep untung rugi
perniagaan.
3. Mengembangkan defiinisi konseptual integrasi antara hard skills mata
pelajaran tertentu dengan aspek afektif. Guru dapat memilih salah satu
atau beberapa aspek afektif yang akan ditumbuhkembangkan. Misal:
minat saja, sikap saja, atau gabungan keduanya, atau nilia moral dan
minat.

Setelah guru dapat menetapkan aspek afektif apa, maka pada tahap
berikut menetapkan pada tahap yang mana pengukuran itu akan
dilakukan. Apakah mengukur pada tahap menerima, menghayatai,
mengelola atau pada tahap karakterisasi. Misalnya: guru akan
mengukur sikap kerja saat mengerjakan tugas, minat terhadap materi
ajar, nilai tentang kejujuran saat mengerjakan tugas. Untuk itu guru
menetapkan konsep masing- masing aspek yang telah ditetapkan, serta

16
level atau tingkat yang ingin dicapai. Apakah leve menerima,
menanggapi, sampai menilai.

Sebagai contoh konsep yang dikembangkan adalah: mampu


membantu kelompok sebagai tim kerja yang solid. Guru menetapkan
akan mengukur aspek afektif sikap sampai pada tahap menerima,
maka perilaku yang diamati adalah

a. partisipasi aktif siswa di dalam kelompok


b. kinerja siswa sebagai bagian dari kelompok
c. usaha yang secara terus menerus untuk meraih kerja kelompok
yanga baik.

Manakala aspek afektif yang akan diamati telah ditetapkan,


langkah selanjutnya mengintegrasikan aspek hard skills yang telah
ditetapkan dengan aspek afektif yang telah dibuat.

4. Mengembangkan definisi operasional setiap aspek yang akan diukur.


Berdasarkan konsep pada langkah tiga, guru mendifinisikan secara
operasional aspek yang akan diukur. Misal: Kesungguhan dalam
membantu menyelesaikan tugas kelompok dalam bidang sejarah Islam
5. Menetapkan indikator pencapaian mata pelajaran
Penetapan indikator ini
a. Indikator mengukur sikap terhadap terhadap mata pelajaran
Sejarah Islam
b. membaca buku sejarah Islam
c. mempelajari sejarah islam dengan sungguh-sungguh
d. mengerjakan tugas sendiri ataupun kelompok dengan sungguh-
sungguh
6. melakukan diskusi dengan teman tentang sejarah Islam
a. Indikator mengukur minat
b. berusaha mendalami sejarah islam dengan senang hati
c. antusias mengikuti pelajaran sejarah Islam
d. memilki catatan pelajaran sejarah islam dengan lengkap
e. memiliki buku-buku yang terkait dengan sejarah islam
7. Indikattor konsep diri
1. konsep diri positip, makakala siswa percaya diri, optimis, bersikap
positip terhadap
2. apa saja yang dibebankan pada mata pelajaran tertentu. Tidak takut
gagal,

17
3. menggunakan kegagalan sebagai cambuk untuk maju, dapat
menghargai diri sendiri
4. sikap posiitip terhadap pekerjaan
5. konsep diri negatif, manakala siswa mudah putus asa, mudah
menyerah, bila gagal akan menyalahkan diri sendiri, mudah
menyalahkan orang lain.
8. Indikator yang dikembangkan
a. memilih mata pelajaran yang mudah difaham
b. mampu mengatasi kesulitan mempelajari mata pelajaran yang
disulit
c. memiliki kecepatan dalam memahami mata pelajaran
d. senang dengan tantangan
e. tidak pernah menyalahkan diri sendiri
9. Indikator Nilai dan Moral

Nilai terungkap melalui keinginan berbuat dan perbuatan yang


diwarnai oleh keyakinan akan sesuatu. Tindakan ini merupakan
refkeksi dari nilai yang dianut.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.
Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat,
sikap, emosi, dan nilai.
2. Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada
lima, yaitu: receiving (attending), rsponding, valuing,
organization, dan characterization.
3. Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada
lima, yaitu: receiving (attending), rsponding, valuing,
organization, dan characterization.
4. Ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur ranah
afektif, yaitu metode observasi dan metode laporan diri.
Penggunaan metode observasi berdasarkan pada asumsi bahwa
karateristik afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang
ditampilkan dan/atau reaksi psikologi. Metode laporan diri
berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang
adalah dirinya sendiri
Saran

Dengan adanya makalah ini penulis berharap pembaca dapat


memahami isi dari makalah ini dan tentu dapat menambah
pengetahuan seputar rancangan penilaian afektif pembelajaran
matemetika SD kelas tinggi . Semoga pembaca bisa terus menggali
wawasannya dengan terus mencari referensi lain selain dari makalah
ini.

19
DAFTAR PUSTAKA

Depertemen Pendidikan Nasional. tth . Juknis Penyusunan Perangkat Penilaian


Afektif Di SMA, Jakarta DepDikNas
Jaedun, A. . tth. Penilaian ranah Afektif. Yogyakarta: Fakultas Teknik Krathwohl's.
tth. Affective Domain. diambil dari http://assessment.uconn.edu/docs/Learning
Taxonomy_ Affective.pdf pada tanggal 12 September 2013
Arikunto, S. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. PT. Bumi Aksara.Jakarta
Anonim. 2009. Ranah Penilaian Kognitif, Afektif, Dan Psikomotorik.
https://zaifbio.wordpress.com/2009/11/15/ranah-penilaian-kognitif-afektif-dan-
psikomotorik/
Diakses 14 oktober 2017
Sudrajat. A. 2008. Penilaian Afektf.
https://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2008/08/penilaian-afektif.pdf.
Diakses 14 oktober 2017

20
.

21

Anda mungkin juga menyukai