Mata Kuliah
EVALUASI DAN STATISTIK PENDIDIKAN
Diasuh oleh:
Prof. Dr. Jamaluddin Idris, M.Ed.
Dr. Duskri, M.Kes.
Disusun oleh:
ARMIA
NIM 221002001
I. PENDAHULUAN
Penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan
yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi
sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Dalam
sistem pendidikan nasional, rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler
maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin
Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif/
Intellegences, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
Salah satu prinsip dasar yang harus senantiasa diperhatikan dan dipegangi
dalam rangka evaluasi hasil belajar adalah prinsip kebulatan. dengan prinsip
evaluator dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar dituntut untuk mengevaluasi
secara menyeluruh terhadap peserta didik, baik dari segi pemahamannya terhadap
materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan (aspek kognitif), maupun dari segi
penghayatan (aspek afektif), dan pengamalannya (aspek psikomotor).
Ketiga aspek atau ranah kejiwaan itu erat sekali dan bahkan tidak mungkin
dapat dipisahkan satu sama lainnya, baik dari kegiatan maupun proses evaluasi hasil
belajar. Benjamin S. Bloom dan kawan-kawannya itu berpendapat bahwa
pengelompokkan tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis
domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu:
a) Ranah nilai atau sikap (affective domain)
b) Ranah proses berfikir (cognitive domain)
c) Ranah keterampilan (psychomotor domain)1
Ketiga domain tersebut baik dalam pembelajaran maupun dalam
melaksanakan penilaian, ketiganya saling berkaitan satu sama lainnya. Hubungan
ketiga dapat dikorelasikan dalambentuk gambar sebagai berikut.
1
Benjamin S Bloom, ‘Handbook on Formative and Summative Evaluation of Student Learning.’, 1971.
2
Dalam konteks evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah
yang harus dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar. Ketiga
ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah itu, ranah
kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan
dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.
B. PEMBAHASAN
1.1. Ranah Penilaian Afektif
Tujuan pembelajaran meliputi tiga domain yaitu kognitif, afektif dan
psikomotor2. Aspek kognitif dan psikomotor sudah dilaksanakan oleh para pendidik,
sedangkan aspek afektif belum memperoleh perhatian seperti pada kedua aspek
lainnya. Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah
afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai.
Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya
bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi.
Masalah afektif merupakan hal yang penting, tetapi implementasinya masih
kurang, karena merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah
seperti pembelajaran kognitif. Ranah afektif harus nampak dalam proses dan hasil
belajar yang dicapai peserta didik oleh karena itu harus dinilai hasil-hasilnya.
2
Ihwan Mahmudi and others, ‘Taksonomi Hasil Belajar Menurut Benyamin S. Bloom’, Jurnal
Multidisiplin Madani, 2.9 (2022), 3507–14.
3
3
Djemari Mardapi, ‘Pedoman Khusus Pengembangan Instrumen Dan Penilaian Ranah Afektif’,
Jakarta: Depdiknas, 2004.
4
N S Degeng, ‘Pandangan Behavioristik vs Konstruktivistik: Pemecahan Masalah Belajar Abad XXI’,
Malang: Paper TEP, 1997, 12.
4
5
D Betsy McCoach, Robert K Gable, and John P Madura, Instrument Development in the Affective
Domain (Springer, 2013), X.
5
Ini adalah merupakan tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah
benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki phyloshopphy of life yang mapan. Jadi pada
jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah
lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga membentu karakteristik “pola
hidup” tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan. Secara skematik
kelima jenjang afektif sebagaimana telah di kemukakan dalam pembicaraan diatas,
menurut Nitko dapat digambarkan sebagai berikut:6
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif karena dalam
ranah afektif kemampuan yang diukur adalah menerima (memperhatikan), merespon,
menghargai, mengorganisasi, dan karakteristik suatu nilai. Skala yang digunakan
untuk mengukur ranah afektif seseorang terhadap kegiatan suatu objek di antaranya
skala sikap. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak
(negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada
seseorang. Ada tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi
berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek yang dihadapinya. Afeksi
berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi
berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu,
sikap selalu bermakna bila dihadapkan kepada objek tertentu.
Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh
responden, apakah pernyataan itu didukung atau ditolaknya, melalui rentangan nilai
tertentu. Oleh sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori,
yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif. Salah satu skala sikap yang sering
digunakan adalah skala Likert. Dalam skala Likert, pernyataan-pernyataan yang
diajukan, baik pernyataan positif maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan sangat
setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju.
6
Anthony J Nitko, Educational Assessment of Students (ERIC, 1996).
7
Lorin Andersen, ‘W.(1981). Assessing Affective Characteristic in the Schools’ (Boston: Allyn and
Bacon).
6
Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah
afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau
kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta
lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan
yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif
atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk.
Ada 5 tipe karakteristik afektif yang penting berdasarkan tujuannya, yaitu
sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.
(1) Sikap
Menurut Fishbein dan Ajzen, sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari
untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau
orang8. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau
terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan. Sikap
peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif
setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum
mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan
pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus
membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang
membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.
(2) Minat
Menurut Getzel, minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui
pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas,
pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian9. Sedangkan
menurut kamus besar bahasa Indonesia minat atau keinginan adalah kecenderungan
hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya.
Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.
8
Icek Ajzen and Martin Fishbein, ‘Attitudes and the Attitude-Behavior Relation: Reasoned and
Automatic Processes’, European Review of Social Psychology, 11.1 (2000), 1–33.
9
Elizabeth Evans Getzel, ‘Addressing the Persistence and Retention of Students with Disabilities in
Higher Education: Incorporating Key Strategies and Supports on Campus’, Exceptionality, 16.4 (2008),
207–19.
7
10
Eliot R Smith, ‘Affective and Cognitive Implications of a Group Becoming a Part of the Self: New
Models of Prejudice and of the Self-Concept.’, 1999.
8
(4) Nilai
Nilai menurut Rokeach merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan,
tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk11. Selanjutnya
dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar
objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan. Definisi lain
tentang nilai disampaikan oleh Tyler nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang
dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan12.
Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide
sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh
karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan
menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk
memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap
masyarakat.
(5) Moral
Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang per-kembangan moral anak.
Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan
tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran
respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana
sesungguhnya seseorang bertindak13.
11
Milton Rokeach, Understanding Human Values (Simon and Schuster, 2008).
12
Tom R Tyler, ‘The Psychology of Procedural Justice: A Test of the Group-Value Model.’, Journal of
Personality and Social Psychology, 57.5 (1989), 830.
13
Jeremy I M Carpendale, ‘Kohlberg and Piaget on Stages and Moral Reasoning’, Developmental
Review, 20.2 (2000), 181–205.
9
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain
atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Jadi moral berkaitan
dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.
Ranah afektif lain yang penting adalah:
• Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi
dengan orang lain.
• Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral
dan artistik.
• Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan
yang sama dalam memperoleh pendidikan.
• Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi
kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.
Aspek SB B C D
(4) (3) (2) (1)
mahasiswa berani Peserta didik Peserta didik Peserta didik
untuk berbicara berani berani ragu-ragu
menyampaikan menyampaikan menyampaika menyampaikan
ide/gagasan didepan ide/ gagasannya n ide/ ide/ gagasannya
teman didepan teman gagasannya didepan teman
dikelompoknya dan dikelompoknya didepan teman dikelompoknya
Percaya Diri juga didepan teman dan juga dikelompokny dan tidak berani
sekelasnya saat didepan teman a namun ragu- berbicara
presentasi. Dan sekelasnya saat ragu saat didepan teman
berani menjawab presentasi didepan teman sekelasnya dan
pertanyaan yang namun ragu- sekelasnya dan juga tidak
diajukan oleh guru. ragu menjawab tidak berani berani
pertanyaan yang menjawab menjawab
diajukan pertanyaan pertanyaan yang
oleh guru yang diajukan guru.
diajukan
oleh guru
Peserta didik Peserta didik Peserta didik Peserta didik
menjalankan tugas menjalankan menjalankan tidak
yang harus tugas yang tugas yang menjalankan
dikerjakannya harus harus tugas yang
Tanggung denganbaik dan dikerjakannya dikerjakannya harus
Jawab tepat waktu dengan dengan baik dengan kurang dikerjakannya.
penuh kesadaran dan tepat waktu baik dan tidak
dengan tepat waktu
perintah dari dan menunggu
guru perintah dari
guru
11
2. Ranah Psikomotorik
2.1. Pengertian Ranah Penilaian Psikomotorik
Ranah psikomotorik merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan
(skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar
tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik,
misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar
ranah psikomotor dikemukakan dapat ditelusuri dengan hasil hasil belajar
psikomotor yang tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan
bertindak individu atau secara berkelompok.
Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil
belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak
dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Hasi belajar kognitif dan
hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta didik telah
menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung
dalam ranah kognitif dan ranah afektif.
14
Edward L Deci and Richard M Ryan, ‘Self-Determination Theory: When Mind Mediates Behavior’,
The Journal of Mind and Behavior, 1980, 33–43.
15
Gerald B Leighbody and Donald M Kidd, Methods of Teaching Shop and Technical Subjects (Delmar,
1966).
13
observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar atau psikomotorik.
Misalnya tingkah laku peserta didik ketika praktik, kegiatan diskusi peserta didik,
partisipasi peserta didik dalam simulasi, dan penggunaan alins ketika belajar.
Observasi dilakukan pada saat proses kegiatan itu berlangsung. Pengamat
terlebih dahulu harus menetapkan kisi-kisi tingkah laku apa yang hendak
diobservasinya, lalu dibuat pedoman agar memudahkan dalam pengisian observasi.
Pengisian hasil observasi dalam pedoman yang dibuat sebenarnya bisa diisi secara
bebas dalam bentuk uraian mengenai tingkah laku yang tampak untuk diobservasi,
bisa pula dalam bentuk memberi tanda cek (√) pada kolom jawaban hasil observasi.
Aspek Penilaian
No Nama Kelengkapa Kesesuaian Kemampua Jumlah Skor
n Jawaban Jawaban n
Presentrasi
1
2
Dst.
Aspek Penilaian
Aspek 1 2 3 4
Pengembangan Pengemban Pengembanga Pengembanga Pengembangan
Ide gan kalimat n kalimat n kalimat kalimat topik
topik tidak topik kurang topik baik sangat baik
baik baik
Struktur Kalimat kesalahan kesalahan kesalahan Tidak terdapat
struktur struktur beberapa kesalahan
kalimat kalimat struktur struktur kalimat
sangat banyak kalimat
banyak
Ejaan Kesalahan Terdapat Terdapat Tidak terdapat
ejaan sangat banyak beberapa kesalahan ejaaan
banyak kesalahan kesalahan
ejaan ejaan
14
3. Ranah Kognitif
3.1. Pengertian Ranah Penilaian Kognitif/Intellengences
Ranah kognitif/intellengences adalah ranah yang mencakup kegiatan mental
(otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah
termasuk dalam ranah kognitif16. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan
berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi,
menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi Dalam ranah kognitif itu
terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai
dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud
adalah:
(1) Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali atau mengenali
kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa
mengharapkan kemampuan untuk menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan
adalah merupakan proses berfikir yang paling rendah.
(2) Pemahaman (comprehension)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah
sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah
mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seseorang
peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan
penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan
menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan
berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.
(3) Penerapan (application)
Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide
umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-
teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Penerapan ini
adalah merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman.
(4) Analisis (analysis)
16
Bloom.
15
Adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau
keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami
hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-
faktor lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang
aplikasi.
(5) Sintesis (syntesis)
Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir
analisis. Sisntesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau
unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang
berstruktur atau bebrbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat
lebih tinggi daripada jenjang analisis. Salah satu jasil belajar kognitif dari
jenjang sintesis ini adalah: peserta didik dapat menulis karangan tentang
pentingnya kedisiplinan sebagiamana telah diajarkan oleh islam.
(6) Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam
taksonomi Bloom. Penilian/evaluasi di sini merupakan kemampuan seseorang
untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan
jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih
satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.
17
Gilbert Sax, ‘Principles of Educational and Psychological Measurement and Evaluation. Belmont,
California: Wadsworth’ (Inc, 1980).
16
Pada tingkat aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep
dalam situasi yang baru. Pada tingkat analisis, peserta didik diminta untuk untuk
menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan
fakta dan pendapat serta menemukan hubungan sebab-akibat. Pada tingkat sintesis,
peserta didik dituntut untuk menghasilkan suatu cerita, komposisi, hipotesis atau
teorinya sendiri dan mensintesiskan pengetahuannya. Pada tingkat evaluasi, peserta
didik mengevaluasi informasi seperti bukti, sejarah, editorial, teori-teori yang
termasuk di dalamnya judgement terhadap hasil analisis untuk membuat kebijakan.
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup
kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada
kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan
menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk
memecahkan masalah tersebut18. Oleh karena itu, aspek kognitif adalah sub-
taksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari
tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi. Aspek
kognitif terdiri atas enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda-beda.
Keenam tingkat tersebut dideskripsikan sebagai berikut.
1. Tingkat pengetahuan (knowledge), pada tahap ini menuntut siswa untuk mampu
mengingat (recall) berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya, misalnya
fakta, rumus, terminologi strategi problem solving dan lain sebagianya.
2. Tingkat pemahaman (comprehension), pada tahap ini kategori pemahaman
dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan, informasi
yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Pada tahap ini peserta didik
diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang telah didengar
dengan kata-kata sendiri.
3. Tingkat penerapan (application), penerapan merupakan kemampuan untuk
menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari kedalam situasi
yang baru, serta memecahlcan berbagai masalah yang timbuldalam kehidupan
sehari-hari19.
18
Umar Mansyur, ‘Inovasi Pembelajaran Bahasa Indonesia Melalui Pendekatan Proses’, RETORIKA:
Jurnal Bahasa, Sastra, Dan Pengajarannya, 9.2 (2016), 256786.
19
Roger Straughan, ‘Beliefs, Behaviour, and Education’, (No Title), 1989.
17
c. menggerakkan bibir ke
bawah dengan tujuan
menantang lawan
menarik kedua bibir ke
belakang untuk
menyatakan perlawanan
Sebagian besar anak
zaman sekarang terampil
dala bidang teknologi.
Mereka sudah terbiasa
memanfaatkan
kecanggihan teknologi asa
kini. Makna kata terampil
adalah…
a. ahli membuat sesuatu
b. cakap menggunakan
sesuatu
C3 c. pandai mengerjakan
tugas
d. lihai menyelesaikan
masalah
PENUTUP
3.1 Simpulan
3.2. Saran-Saran
Untuk menilai sesorang, hendaknya tidak diterapkan satu atau saja jenis
penilaian, oleh karena itu penulis menyarankan hal-halberikut.
(1) Penilaian kepada seorang anak harus dinilai secara komprehensif.
(2) Anak dapat melakukan pembelajaran dengan cara dan kemampuannya (audio,
audio visual dan motorik)
(3) Kemapuan anak akan dapat diketahui apabila dievaluasi dengan cara yang tepat,
oleh karena itu, nilailah seorang anak sesuai karakteristiknya.
(4) Penilaian hendaknya dilakukan secara konsisten dan komprehensif.
(5) Lakukanlah evaluasi/penilaian dengan tepat dan ikhlas.
21
DAFTAR PUSTAKAN
Ajzen, Icek, and Martin Fishbein, ‘Attitudes and the Attitude-Behavior Relation:
Reasoned and Automatic Processes’, European Review of Social Psychology,
11.1 (2000), 1–33
Andersen, Lorin, ‘W.(1981). Assessing Affective Characteristic in the Schools’
(Boston: Allyn and Bacon)
Bloom, Benjamin S, ‘Handbook on Formative and Summative Evaluation of Student
Learning.’, 1971
Carpendale, Jeremy I M, ‘Kohlberg and Piaget on Stages and Moral Reasoning’,
Developmental Review, 20.2 (2000), 181–205
Deci, Edward L, and Richard M Ryan, ‘Self-Determination Theory: When Mind
Mediates Behavior’, The Journal of Mind and Behavior, 1980, 33–43
Degeng, N S, ‘Pandangan Behavioristik vs Konstruktivistik: Pemecahan Masalah
Belajar Abad XXI’, Malang: Paper TEP, 1997, 12
Getzel, Elizabeth Evans, ‘Addressing the Persistence and Retention of Students with
Disabilities in Higher Education: Incorporating Key Strategies and Supports on
Campus’, Exceptionality, 16.4 (2008), 207–19
Leighbody, Gerald B, and Donald M Kidd, Methods of Teaching Shop and Technical
Subjects (Delmar, 1966)
Mahmudi, Ihwan, Muh Zidni Athoillah, Eko Bowo Wicaksono, and Amir Reza
Kusuma, ‘Taksonomi Hasil Belajar Menurut Benyamin S. Bloom’, Jurnal
Multidisiplin Madani, 2.9 (2022), 3507–14
Mansyur, Umar, ‘Inovasi Pembelajaran Bahasa Indonesia Melalui Pendekatan
Proses’, RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, Dan Pengajarannya, 9.2 (2016),
256786
Mardapi, Djemari, ‘Pedoman Khusus Pengembangan Instrumen Dan Penilaian
Ranah Afektif’, Jakarta: Depdiknas, 2004
McCoach, D Betsy, Robert K Gable, and John P Madura, Instrument Development in
the Affective Domain (Springer, 2013), X
Nitko, Anthony J, Educational Assessment of Students (ERIC, 1996)
Rokeach, Milton, Understanding Human Values (Simon and Schuster, 2008)
Sax, Gilbert, ‘Principles of Educational and Psychological Measurement and
Evaluation. Belmont, California: Wadsworth’ (Inc, 1980)
Smith, Eliot R, ‘Affective and Cognitive Implications of a Group Becoming a Part of
the Self: New Models of Prejudice and of the Self-Concept.’, 1999
Straughan, Roger, ‘Beliefs, Behaviour, and Education’, (No Title), 1989
Tyler, Tom R, ‘The Psychology of Procedural Justice: A Test of the Group-Value
Model.’, Journal of Personality and Social Psychology, 57.5 (1989), 830
22
REVIEW JURNAL
Jurnal 1
Latar Belakang Latar belakang masalah yang dipaparkan dalam penelitian ini
adalah adanya perubahan kurikulum pendidikan di Indonesia,
yaitu Kurikulum 2013, yang menekankan pentingnya aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam evaluasi hasil belajar
peserta didik. Namun, dalam pelaksanaannya, masih terdapat
kendala dalam melakukan evaluasi tersebut, terutama dalam
pelaksanaan evaluasi daring selama masa pandemi COVID-19.
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis
manajemen evaluasi hasil belajar kognitif, afektif, dan
psikomotorik pada pembelajaran tatap muka dan daring, serta
untuk mengevaluasi kendala-kendala yang muncul dalam
melakukan evaluasi daring, terutama dalam ranah afektif,
kognitif, dan psikomotorik.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif,
dengan alur kegiatan yang terdiri dari reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Penelitian ini
termasuk dalam jenis penelitian survey yang subjek
penelitiannya adalah RPP luring mata pelajaran Bahasa
Indonesia kelas XI dan RPP daring mata pelajaran Matematika
23
Jurnal 2
Jurnal 3
Latar Belakang Latar belakang masalah dalam artikel ini adalah pentingnya
instrumen penilaian hasil pembelajaran kognitif dalam
mengukur penguasaan pengetahuan peserta didik. Artikel ini
juga membahas tentang perbedaan antara tes uraian dan tes
objektif, serta kelebihan dan kelemahan masing-masing jenis
31
Jurnal 4
Latar Belakang Latar belakang masalah dari artikel jurnal ini adalah adanya
kesulitan dalam melakukan penilaian aspek kognitif, afektif,
dan psikomotorik siswa di SD Inpres Onekore 6 selama
pandemi Covid-19. Guru mengalami kendala dalam
mengumpulkan tugas, mengamati aspek afektif dan
psikomotorik, serta menilai pemahaman siswa secara daring.
Hal ini menunjukkan perlunya pengembangan alat penilaian
khusus untuk situasi pandemi dan upaya guru dalam mencari
hasil penelitian pengembangan instrumen penilaian yang
sudah dilakukan oleh berbagai peneliti. Beberapa penelitian
terkait juga disebutkan dalam artikel ini.
Tujuan Tujuan penelitian dari artikel jurnal ini adalah untuk
mendeskripsikan penilaian aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik siswa, ketersediaan instrumen penilaian, bentuk
instrumen tersebut, serta kesulitan dan tantangan yang
dihadapi oleh guru dalam proses penilaian di kelas V SD
Inpres Onekore 6 selama pandemi Covid-19. Selain itu,
penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan contoh alat
penilaian dan kesulitan yang dihadapi oleh guru dalam menilai
pemahaman dan kinerja siswa, serta upaya yang dilakukan
untuk mengatasi tantangan tersebut.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam artikel jurnal ini
adalah studi kasus yang terjadi di SDI Onekore 6 dengan
36
Jurnal 5