Anda di halaman 1dari 41

PENILAIAN AFEKTIF, PSIKOMOTORIK CLOSING TEST

DAN MULTIPLE INTELLEGENCES

Mata Kuliah
EVALUASI DAN STATISTIK PENDIDIKAN

Diasuh oleh:
Prof. Dr. Jamaluddin Idris, M.Ed.
Dr. Duskri, M.Kes.

Disusun oleh:

ARMIA
NIM 221002001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH, DARUSSLAM
2023
1

PENILAIAN AFEKTIF, PSIKOMOTORIK CLOSING TEST


DAN MULTIPLE INTELLEGENCES

I. PENDAHULUAN
Penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan
yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi
sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Dalam
sistem pendidikan nasional, rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler
maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin
Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif/
Intellegences, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
Salah satu prinsip dasar yang harus senantiasa diperhatikan dan dipegangi
dalam rangka evaluasi hasil belajar adalah prinsip kebulatan. dengan prinsip
evaluator dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar dituntut untuk mengevaluasi
secara menyeluruh terhadap peserta didik, baik dari segi pemahamannya terhadap
materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan (aspek kognitif), maupun dari segi
penghayatan (aspek afektif), dan pengamalannya (aspek psikomotor).
Ketiga aspek atau ranah kejiwaan itu erat sekali dan bahkan tidak mungkin
dapat dipisahkan satu sama lainnya, baik dari kegiatan maupun proses evaluasi hasil
belajar. Benjamin S. Bloom dan kawan-kawannya itu berpendapat bahwa
pengelompokkan tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis
domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu:
a) Ranah nilai atau sikap (affective domain)
b) Ranah proses berfikir (cognitive domain)
c) Ranah keterampilan (psychomotor domain)1
Ketiga domain tersebut baik dalam pembelajaran maupun dalam
melaksanakan penilaian, ketiganya saling berkaitan satu sama lainnya. Hubungan
ketiga dapat dikorelasikan dalambentuk gambar sebagai berikut.

1
Benjamin S Bloom, ‘Handbook on Formative and Summative Evaluation of Student Learning.’, 1971.
2

Dalam konteks evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah
yang harus dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar. Ketiga
ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah itu, ranah
kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan
dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.

B. PEMBAHASAN
1.1. Ranah Penilaian Afektif
Tujuan pembelajaran meliputi tiga domain yaitu kognitif, afektif dan
psikomotor2. Aspek kognitif dan psikomotor sudah dilaksanakan oleh para pendidik,
sedangkan aspek afektif belum memperoleh perhatian seperti pada kedua aspek
lainnya. Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah
afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai.
Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya
bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi.
Masalah afektif merupakan hal yang penting, tetapi implementasinya masih
kurang, karena merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah
seperti pembelajaran kognitif. Ranah afektif harus nampak dalam proses dan hasil
belajar yang dicapai peserta didik oleh karena itu harus dinilai hasil-hasilnya.

2
Ihwan Mahmudi and others, ‘Taksonomi Hasil Belajar Menurut Benyamin S. Bloom’, Jurnal
Multidisiplin Madani, 2.9 (2022), 3507–14.
3

Menurut Popham dalam Mardapi ranah afektif menentukan keberhasilan seseorang3.


Orang yang tidak memiliki kemampuan afektif yang baik, sulit mencapai
keberhasilan studi yang optimal.
Hasil belajar kognitif dan psikomotorik akan optimal jika peserta didik
mempunyai kemampuan afektif tinggi. Oleh karena itu, pendidikan harus
diselenggarakan dengan memberikan perhatian yang lebih baik menyangkut ranah
afektif ini. Pencapaian kemampuan kognitif dan psikomotor dalam bidang tertentu
tidak akan memberi manfaat bagi masyarakat apabila tidak diikuti dengan
kemampuan afektif. Kemampuan lulusan suatu jenjang pendidikan bisa baik jika
digunakan untuk membantu orang lain, tetapi bisa tidak baik bila kemampuan ini
digunakan untuk merugikan pihak lain. Selain itu, pengembangan ranah afektif di
sekolah akan membawa pengaruh yang sangat positif dalam kehidupan peserta didik.
Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai
tingkah laku. Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: (a)
receiving, (b) responding, (c) valuing, (d) organization, (e) characterization by
evalue or calue complex. Receiving atau attending (menerima atua memperhatikan),
adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang
datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain4. Termasuk
dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan untuk menerima
stimulus, mengontrol, dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari
luar.
Receiving atau attenting juga sering diberi pengertian sebagai kemauan untuk
memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina
agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka,
dan mereka mau menggabungkan diri ke dalam nilai itu atau mengidentifikasikan
diri dengan nilai itu. Contoh hasil belajar afektif jenjang receiving, misalnya: disiplin
wajib ditegakkan, sifat malas dan tidak disiplin harus disingkirkan jauh-jauh.

3
Djemari Mardapi, ‘Pedoman Khusus Pengembangan Instrumen Dan Penilaian Ranah Afektif’,
Jakarta: Depdiknas, 2004.
4
N S Degeng, ‘Pandangan Behavioristik vs Konstruktivistik: Pemecahan Masalah Belajar Abad XXI’,
Malang: Paper TEP, 1997, 12.
4

Responding (menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi,


kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk
mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi
terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang receiving.
Contoh hasil belajar ranah afektif responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya
untuk mempelajarinya lebih jauh atau menggeli lebih dalam lagi, ajaran-ajaran Islam
tentang kedisiplinan.
Valuing (menilai/menghargai) artinya memberikan nilai atau memberikan
penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak
dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah
merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding5.
Dalam kaitan dengan proses belajar mengajar, peserta didik di sini tidak hanya mau
menerima nilai yang diajarkan, tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai
konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran telah mampu mereka
nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, ini berarti bahwa peserta didik
telah menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai ditanamkan dalam dirinya. Dengan
demikian, nilai tersebut telah stabil dalam peserta didik. Contoh hasil belajar efektif
jenjang valuing adalah tumbuhnya kemampuan yang kuat pada diri peseta didik
untuk berlaku disiplin, baik disekolah, dirumah maupun di tengah-tengah kehidupan
masyarakat.
Organization (mengatur atau mengorganisasikan), artinya mempertemukan
perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada
perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari
nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk di dalamnya hubungan satu nilai
denagan nilai lain., pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya.
Characterization by evalue or calue complex (karakterisasi dengan suatu nilai
atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh
seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Di sini proses
internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalal suatu hirarki nilai. Nilai itu
telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya.

5
D Betsy McCoach, Robert K Gable, and John P Madura, Instrument Development in the Affective
Domain (Springer, 2013), X.
5

Ini adalah merupakan tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah
benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki phyloshopphy of life yang mapan. Jadi pada
jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah
lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga membentu karakteristik “pola
hidup” tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan. Secara skematik
kelima jenjang afektif sebagaimana telah di kemukakan dalam pembicaraan diatas,
menurut Nitko dapat digambarkan sebagai berikut:6
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif karena dalam
ranah afektif kemampuan yang diukur adalah menerima (memperhatikan), merespon,
menghargai, mengorganisasi, dan karakteristik suatu nilai. Skala yang digunakan
untuk mengukur ranah afektif seseorang terhadap kegiatan suatu objek di antaranya
skala sikap. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak
(negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada
seseorang. Ada tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi
berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek yang dihadapinya. Afeksi
berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi
berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu,
sikap selalu bermakna bila dihadapkan kepada objek tertentu.
Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh
responden, apakah pernyataan itu didukung atau ditolaknya, melalui rentangan nilai
tertentu. Oleh sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori,
yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif. Salah satu skala sikap yang sering
digunakan adalah skala Likert. Dalam skala Likert, pernyataan-pernyataan yang
diajukan, baik pernyataan positif maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan sangat
setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju.

1.2. Ciri-Ciri Ranah Afekrif


Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan
sebagai ranah afektif7. Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang.

6
Anthony J Nitko, Educational Assessment of Students (ERIC, 1996).
7
Lorin Andersen, ‘W.(1981). Assessing Affective Characteristic in the Schools’ (Boston: Allyn and
Bacon).
6

Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah
afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau
kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta
lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan
yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif
atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk.
Ada 5 tipe karakteristik afektif yang penting berdasarkan tujuannya, yaitu
sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.
(1) Sikap
Menurut Fishbein dan Ajzen, sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari
untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau
orang8. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau
terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan. Sikap
peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif
setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum
mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan
pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus
membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang
membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.

(2) Minat
Menurut Getzel, minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui
pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas,
pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian9. Sedangkan
menurut kamus besar bahasa Indonesia minat atau keinginan adalah kecenderungan
hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya.
Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.

8
Icek Ajzen and Martin Fishbein, ‘Attitudes and the Attitude-Behavior Relation: Reasoned and
Automatic Processes’, European Review of Social Psychology, 11.1 (2000), 1–33.
9
Elizabeth Evans Getzel, ‘Addressing the Persistence and Retention of Students with Disabilities in
Higher Education: Incorporating Key Strategies and Supports on Campus’, Exceptionality, 16.4 (2008),
207–19.
7

Penilaian minat dapat dilakukan untuk memahami atau mengetahui hal-hal


berikut.
(1) minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam
pembelajaran,
(2) bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
(3) pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
(4) menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,

(3) Konsep Diri


Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap
kemampuan dan kelemahan yang dimiliki10. Target, arah, dan intensitas konsep diri
pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang
tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif,
dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari
rendah sampai tinggi. Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri.
Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut:
(1) Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
(2) Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.
(3) Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
(4) Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.
(5) Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
(6) Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar input
peserta didik
(7) Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran.
(8) Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
(9) Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
(10) Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.
(11) Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
(12) Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik.

10
Eliot R Smith, ‘Affective and Cognitive Implications of a Group Becoming a Part of the Self: New
Models of Prejudice and of the Self-Concept.’, 1999.
8

(13) Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat untuk


instropeksi pembelajaran yang dilakukan.
(14) Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.
(15) Peserta didik mampu menilai dirinya.
(16) Peserta didik dapat mencari materi sendiri.
(17) Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.

(4) Nilai
Nilai menurut Rokeach merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan,
tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk11. Selanjutnya
dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar
objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan. Definisi lain
tentang nilai disampaikan oleh Tyler nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang
dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan12.
Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide
sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh
karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan
menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk
memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap
masyarakat.

(5) Moral
Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang per-kembangan moral anak.
Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan
tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran
respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana
sesungguhnya seseorang bertindak13.

11
Milton Rokeach, Understanding Human Values (Simon and Schuster, 2008).
12
Tom R Tyler, ‘The Psychology of Procedural Justice: A Test of the Group-Value Model.’, Journal of
Personality and Social Psychology, 57.5 (1989), 830.
13
Jeremy I M Carpendale, ‘Kohlberg and Piaget on Stages and Moral Reasoning’, Developmental
Review, 20.2 (2000), 181–205.
9

Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain
atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Jadi moral berkaitan
dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.
Ranah afektif lain yang penting adalah:
• Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi
dengan orang lain.
• Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral
dan artistik.
• Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan
yang sama dalam memperoleh pendidikan.
• Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi
kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.

1.3. Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Afektif


Kompetensi siswa dalam ranah afektif yang perlu dinilai utamanya menyangkut
sikap dan minat siswa dalam belajar. Secara teknis penilaian ranah afektif dilakukan
melalui dua hal yaitu:
a) laporan diri oleh siswa yang biasanya dilakukan dengan pengisian angket anonim,
b) pengamatan sistematis oleh guru terhadap afektif siswa dan perlu lembar
pengamatan.
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah
afektif kemampuan yang diukur adalah:
1. Menerima (memperhatikan), meliputi kepekaan terhadap kondisi, gejala,
kesadaran, kerelaan, mengarahkan perhatian
2. Merespon, meliputi merespon secara diam-diam, bersedia merespon, merasa puas
dalam merespon, mematuhi peraturan
3. Menghargai, meliputi menerima suatu nilai, mengutamakan suatu nilai, komitmen
terhadap nilai
4. Mengorganisasi, meliputi mengkonseptualisasikan nilai, memahami hubungan
abstrak, mengorganisasi sistem suatu nilai.
10

1.4 Contoh Intrumen Penilaian Sikap (Afektif)


Aspek yang dinilai
No Nama Jumlah Predikat
Percaya Diri Tanggung
Disiplin Skor
Jawab

Rubrik Penilaian Sikap (Afektif)

Aspek SB B C D
(4) (3) (2) (1)
mahasiswa berani Peserta didik Peserta didik Peserta didik
untuk berbicara berani berani ragu-ragu
menyampaikan menyampaikan menyampaika menyampaikan
ide/gagasan didepan ide/ gagasannya n ide/ ide/ gagasannya
teman didepan teman gagasannya didepan teman
dikelompoknya dan dikelompoknya didepan teman dikelompoknya
Percaya Diri juga didepan teman dan juga dikelompokny dan tidak berani
sekelasnya saat didepan teman a namun ragu- berbicara
presentasi. Dan sekelasnya saat ragu saat didepan teman
berani menjawab presentasi didepan teman sekelasnya dan
pertanyaan yang namun ragu- sekelasnya dan juga tidak
diajukan oleh guru. ragu menjawab tidak berani berani
pertanyaan yang menjawab menjawab
diajukan pertanyaan pertanyaan yang
oleh guru yang diajukan guru.
diajukan
oleh guru
Peserta didik Peserta didik Peserta didik Peserta didik
menjalankan tugas menjalankan menjalankan tidak
yang harus tugas yang tugas yang menjalankan
dikerjakannya harus harus tugas yang
Tanggung denganbaik dan dikerjakannya dikerjakannya harus
Jawab tepat waktu dengan dengan baik dengan kurang dikerjakannya.
penuh kesadaran dan tepat waktu baik dan tidak
dengan tepat waktu
perintah dari dan menunggu
guru perintah dari
guru
11

Peserta didik datang Peserta didik Peserta didik Peserta didik


tepat waktu sebelum datang tepat datang tepat datang
pembelajaran waktu sebelum waktu sebelum terlambat,
dimulai,berpakaian pembelajaran pembelajaran berpakaian
rapi, membawa dimulai, dimulai, kurang rapi,
buku sesuai jadwal berpakaian berpakaian membawa
Disiplin yang ditentukan. kurang rapi, kurang rapi, buku sesuai
Dan mengumpulkan membawa membawa jadwal yang
tugas tepat waktu. buku sesuai buku sesuai ditentukan. dan
jadwal yang jadwal yang mengumpulka
ditentukan. dan ditentukan. dan n tugas tidak
mengumpulka mengumpulka tepat waktu.
n tugas tepat n tugas tidak
waktu. tepat
waktu.

2. Ranah Psikomotorik
2.1. Pengertian Ranah Penilaian Psikomotorik
Ranah psikomotorik merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan
(skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar
tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik,
misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar
ranah psikomotor dikemukakan dapat ditelusuri dengan hasil hasil belajar
psikomotor yang tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan
bertindak individu atau secara berkelompok.
Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil
belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak
dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Hasi belajar kognitif dan
hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta didik telah
menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung
dalam ranah kognitif dan ranah afektif.

2.2. Ciri-ciri Ranah Penilaian Psikomotor


Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya
melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Ranah
psikomotor adalah ranah yang berhubungan aktivitas fisik, misalnya; menulis,
memukul, melompat dan lain sebagainya.
12

2.3. Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Psikomotor


Beberapa ahli yang menjelaskan cara menilai hasil belajar psikomotor. Deci
dan Ryan14 menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur melalui:
1. pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses
pembelajaran praktik berlangsung;
2. sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada
peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap;
3. Beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan
kerjanya.
Sementara itu Leighbody berpendapat bahwa penilaian hasil belajar
psikomotor mencakup:
• kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja,
• kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urut-urutan
pengerjaan,
• kecepatan mengerjakan tugas,
• kemampuan membaca gambar dan atau simbol,
• keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah
ditentukan15.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penilaian hasil
belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan produk.
Penilaian dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta
didik melakukan praktik, atau sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes
peserta didik.
Penilaian psikomotorik dapat dilakukan dengan menggunakan observasi atau
pengamatan. Observasi sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur
tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati,
baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dengan kata lain,

14
Edward L Deci and Richard M Ryan, ‘Self-Determination Theory: When Mind Mediates Behavior’,
The Journal of Mind and Behavior, 1980, 33–43.
15
Gerald B Leighbody and Donald M Kidd, Methods of Teaching Shop and Technical Subjects (Delmar,
1966).
13

observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar atau psikomotorik.
Misalnya tingkah laku peserta didik ketika praktik, kegiatan diskusi peserta didik,
partisipasi peserta didik dalam simulasi, dan penggunaan alins ketika belajar.
Observasi dilakukan pada saat proses kegiatan itu berlangsung. Pengamat
terlebih dahulu harus menetapkan kisi-kisi tingkah laku apa yang hendak
diobservasinya, lalu dibuat pedoman agar memudahkan dalam pengisian observasi.
Pengisian hasil observasi dalam pedoman yang dibuat sebenarnya bisa diisi secara
bebas dalam bentuk uraian mengenai tingkah laku yang tampak untuk diobservasi,
bisa pula dalam bentuk memberi tanda cek (√) pada kolom jawaban hasil observasi.

2.4 Contoh Instrumen Penilaian Ketrampilan (Psikomotorik)


Topik: Menulis Teks Deskriptif

Format Penilaian keterampilan (Psikomotorik)

Aspek Penilaian
No Nama Kelengkapa Kesesuaian Kemampua Jumlah Skor
n Jawaban Jawaban n
Presentrasi
1
2
Dst.

Aspek Penilaian
Aspek 1 2 3 4
Pengembangan Pengemban Pengembanga Pengembanga Pengembangan
Ide gan kalimat n kalimat n kalimat kalimat topik
topik tidak topik kurang topik baik sangat baik
baik baik
Struktur Kalimat kesalahan kesalahan kesalahan Tidak terdapat
struktur struktur beberapa kesalahan
kalimat kalimat struktur struktur kalimat
sangat banyak kalimat
banyak
Ejaan Kesalahan Terdapat Terdapat Tidak terdapat
ejaan sangat banyak beberapa kesalahan ejaaan
banyak kesalahan kesalahan
ejaan ejaan
14

3. Ranah Kognitif
3.1. Pengertian Ranah Penilaian Kognitif/Intellengences
Ranah kognitif/intellengences adalah ranah yang mencakup kegiatan mental
(otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah
termasuk dalam ranah kognitif16. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan
berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi,
menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi Dalam ranah kognitif itu
terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai
dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud
adalah:
(1) Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali atau mengenali
kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa
mengharapkan kemampuan untuk menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan
adalah merupakan proses berfikir yang paling rendah.
(2) Pemahaman (comprehension)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah
sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah
mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seseorang
peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan
penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan
menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan
berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.
(3) Penerapan (application)
Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide
umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-
teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Penerapan ini
adalah merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman.
(4) Analisis (analysis)

16
Bloom.
15

Adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau
keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami
hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-
faktor lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang
aplikasi.
(5) Sintesis (syntesis)
Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir
analisis. Sisntesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau
unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang
berstruktur atau bebrbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat
lebih tinggi daripada jenjang analisis. Salah satu jasil belajar kognitif dari
jenjang sintesis ini adalah: peserta didik dapat menulis karangan tentang
pentingnya kedisiplinan sebagiamana telah diajarkan oleh islam.
(6) Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam
taksonomi Bloom. Penilian/evaluasi di sini merupakan kemampuan seseorang
untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan
jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih
satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.

3.2. Ciri Ciri Ranah Penilaian Kognitif/intellengences


Aspek kognitif/intellengences berhubungan dengan kemampuan berfikir
termasuk di dalamnya kemampuan memahami, menghafal, mengaplikasi,
menganalisis, mensistesis dan kemampuan mengevaluasi. Menurut Taksonomi
Bloom dalam Sax17 , kemampuan kognitif adalah kemampuan berfikir secara hirarki
yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan
evaluasi.
Pada tingkat pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan
hafalan saja. Pada tingkat pemahaman peserta didik dituntut juntuk menyatakan
masalah dengan kata-katanya sendiri, memberi contoh suatu konsep atau prinsip.

17
Gilbert Sax, ‘Principles of Educational and Psychological Measurement and Evaluation. Belmont,
California: Wadsworth’ (Inc, 1980).
16

Pada tingkat aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep
dalam situasi yang baru. Pada tingkat analisis, peserta didik diminta untuk untuk
menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan
fakta dan pendapat serta menemukan hubungan sebab-akibat. Pada tingkat sintesis,
peserta didik dituntut untuk menghasilkan suatu cerita, komposisi, hipotesis atau
teorinya sendiri dan mensintesiskan pengetahuannya. Pada tingkat evaluasi, peserta
didik mengevaluasi informasi seperti bukti, sejarah, editorial, teori-teori yang
termasuk di dalamnya judgement terhadap hasil analisis untuk membuat kebijakan.
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup
kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada
kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan
menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk
memecahkan masalah tersebut18. Oleh karena itu, aspek kognitif adalah sub-
taksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari
tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi. Aspek
kognitif terdiri atas enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda-beda.
Keenam tingkat tersebut dideskripsikan sebagai berikut.
1. Tingkat pengetahuan (knowledge), pada tahap ini menuntut siswa untuk mampu
mengingat (recall) berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya, misalnya
fakta, rumus, terminologi strategi problem solving dan lain sebagianya.
2. Tingkat pemahaman (comprehension), pada tahap ini kategori pemahaman
dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan, informasi
yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Pada tahap ini peserta didik
diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang telah didengar
dengan kata-kata sendiri.
3. Tingkat penerapan (application), penerapan merupakan kemampuan untuk
menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari kedalam situasi
yang baru, serta memecahlcan berbagai masalah yang timbuldalam kehidupan
sehari-hari19.

18
Umar Mansyur, ‘Inovasi Pembelajaran Bahasa Indonesia Melalui Pendekatan Proses’, RETORIKA:
Jurnal Bahasa, Sastra, Dan Pengajarannya, 9.2 (2016), 256786.
19
Roger Straughan, ‘Beliefs, Behaviour, and Education’, (No Title), 1989.
17

4. Tingkat analisis (analysis), analisis merupakan kemampuan mengidentifikasi,


memisahkan dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta,
konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap
komponen tersebut untuk melihat ada atau tidaknya kontradiksi. Dalam tingkat ini
peserta didik diharapkan menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan
dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau
prosedur yang telah dipelajari.
5. Tingkat sintesis (synthesis), sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam
mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada
sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.
6. Tingkat evaluasi (evaluation), evaluasi merupakan level tertinggi yang
mengharapkan peserta didik mampu membuat penilaian dan keputusan tentang
nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan menggunakan kriteria
tertentu.

3.3. Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Kognitif/intellengences


Apabila melihat kenyataan yang ada dalam sistem pendidikan yang
diselenggarakan, pada umumnya baru menerapkan beberapa aspek kognitif tingkat
rendah, seperti pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan. Sedangkan tingkat
analisis, sintesis dan evaluasi jarang sekali diterapkan. Apabila semua tingkat
kognitif diterapkan secara merata dan terus-menerus maka hasil pendidikan akan
lebih baik. Pengukuran hasil belajar ranah kognitif dilakukan dengan tes tertulis.
Bentuk tes kognitif di antaranya; (1) tes atau pertanyaan lisan di kelas, (2) tes
pilihan ganda, (3) tes uraian obyektif, (4) uraian non obyektif atau uraian bebas, (5)
jawaban atau isian singkat, (6) menjodohkan, (7) portopolio dan (8) performans.
Cakupan yang diukur dalam ranah Kognitif adalah:
a) Ingatan (C1) yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat. Ditandai dengan
kemampuan menyebutkan simbol, istilah, definisi, fakta, aturan, urutan, metode.
b) Pemahaman (C2) yaitu kemampuan seseorang untuk memahami tentang sesuatu
hal. Ditandai dengan kemampuan menerjemahkan, menafsirkan, memperkirakan,
menentukan, menginterprestasikan.
18

c) Penerapan (C3), yaitu kemampuan berpikir untuk menjaring & menerapkan


dengan tepat tentang teori, prinsip, simbol pada situasi baru/nyata. Ditandai
dengan kemampuan menghubungkan, memilih, mengorganisasikan,
memindahkan, menyusun, menggunakan, menerapkan, mengklasifikasikan,
mengubah struktur.
d) Analisis (C4), Kemampuan berfikir secara logis dalam meninjau suatu fakta/
objek menjadi lebih rinci. Ditandai dengan kemampuan membandingkan,
menganalisis, menemukan, mengalokasikan, membedakan, mengkategorikan.
e) Sintesis (C5), Kemampuan berpikir untuk memadukan konsep-konsep secara logis
sehingga menjadi suatu pola yang baru. Ditandai dengan kemampuan
mensintesiskan, menyimpulkan, menghasilkan, mengembangkan,
menghubungkan, mengkhususkan.
f) Evaluasi (C6), Kemampuan berpikir untuk dapat memberikan pertimbangan
terhadap sustu situasi, sistem nilai, metoda, persoalan dan pemecahannya dengan
menggunakan tolak ukur tertentu sebagai patokan. Ditandai dengan kemampuan
menilai, menafsirkan, mempertimbangkan dan menentukan.

3.4 Contoh Instrumen Penilaian Kognitif


Topik Pembelajaran: Menulis
Elemen Capaian Butir Soal
Level
Pembelajaran
Kognitif
Membaca dan Peserta didik Herdanti kali ini berhasil
memahami menjadi juara balap.
memirsa informasi Namun, Sukesi tetap
berupa gagasan, mencibir Herdanti.
pikiran,
pandangan dari Untung perbuatan Sukesi
teks deskripsi itu tak dihiraukan
untuk C3 Herdanti. Makna kata
meneukan “mencibir” adalah ….
makna tersurat a. memajukan bibir
dan tersirat bawah ke depan
dengan maksud untuk
mengejek
b. memoncongkan bibir
ke bawah dengan
tujuan mengaguminya
19

c. menggerakkan bibir ke
bawah dengan tujuan
menantang lawan
menarik kedua bibir ke
belakang untuk
menyatakan perlawanan
Sebagian besar anak
zaman sekarang terampil
dala bidang teknologi.
Mereka sudah terbiasa
memanfaatkan
kecanggihan teknologi asa
kini. Makna kata terampil
adalah…
a. ahli membuat sesuatu
b. cakap menggunakan
sesuatu
C3 c. pandai mengerjakan
tugas
d. lihai menyelesaikan
masalah

PENUTUP

3.1 Simpulan

Berdasrkan pembahasan ketiga penilaian tersebut di atas, dapat disimpulkan


sebagai berikut.
(1) Ketiga aspek atau ranah penilaian berikut (ranah nilai atau sikap (affective
domain), ranah proses berfikir (cognitive domain), ranah keterampilan
(psychomotor domain) tidak mungkin dapat dipisahkan satu sama lainnya, baik
dari kegiatan. maupun proses evaluasi hasil belajar. Benjamin S. Bloom dan
kawan-kawannya itu berpendapat bahwa pengelompokkan tujuan pendidikan itu
harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah)
yang melekat pada diri peserta didik, yaitu:
(2) Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif
mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai.
20

Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan


perubahannya bila seseorang telah memiliki kemampuan afektif tingkat tinggi.
(3) Ranah psikomotorik merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill)
tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar
tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas
fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya.
(4) Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui
keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Ranah
psikomotor adalah ranah yang berhubungan aktivitas fisik, misalnya; menulis,
memukul, melompat dan lain sebagainya.
(5) Ranah kognitif/intellengences adalah ranah yang mencakup kegiatan mental
(otak).
(6) Ranah kognitif/intellegences berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk
di dalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis,
mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi.
(7) Menurut Bloom penilaian kognitif, afektif dan psikomotor harus dibedakan oleh
format penilaian yang juga berbeda, tidak seharusnya penilaian kognitif (yang
mempunyai aliran kuantitatif) harus dijadikan satu nilai dengan penilaian afektif
(dalam hal ini aliran kualitatif) walaupun dalam prakteknya penilaian afektif
adalah sistem penilaian kuantitatif yang dikualitatifkan.

3.2. Saran-Saran
Untuk menilai sesorang, hendaknya tidak diterapkan satu atau saja jenis
penilaian, oleh karena itu penulis menyarankan hal-halberikut.
(1) Penilaian kepada seorang anak harus dinilai secara komprehensif.
(2) Anak dapat melakukan pembelajaran dengan cara dan kemampuannya (audio,
audio visual dan motorik)
(3) Kemapuan anak akan dapat diketahui apabila dievaluasi dengan cara yang tepat,
oleh karena itu, nilailah seorang anak sesuai karakteristiknya.
(4) Penilaian hendaknya dilakukan secara konsisten dan komprehensif.
(5) Lakukanlah evaluasi/penilaian dengan tepat dan ikhlas.
21

DAFTAR PUSTAKAN

Ajzen, Icek, and Martin Fishbein, ‘Attitudes and the Attitude-Behavior Relation:
Reasoned and Automatic Processes’, European Review of Social Psychology,
11.1 (2000), 1–33
Andersen, Lorin, ‘W.(1981). Assessing Affective Characteristic in the Schools’
(Boston: Allyn and Bacon)
Bloom, Benjamin S, ‘Handbook on Formative and Summative Evaluation of Student
Learning.’, 1971
Carpendale, Jeremy I M, ‘Kohlberg and Piaget on Stages and Moral Reasoning’,
Developmental Review, 20.2 (2000), 181–205
Deci, Edward L, and Richard M Ryan, ‘Self-Determination Theory: When Mind
Mediates Behavior’, The Journal of Mind and Behavior, 1980, 33–43
Degeng, N S, ‘Pandangan Behavioristik vs Konstruktivistik: Pemecahan Masalah
Belajar Abad XXI’, Malang: Paper TEP, 1997, 12
Getzel, Elizabeth Evans, ‘Addressing the Persistence and Retention of Students with
Disabilities in Higher Education: Incorporating Key Strategies and Supports on
Campus’, Exceptionality, 16.4 (2008), 207–19
Leighbody, Gerald B, and Donald M Kidd, Methods of Teaching Shop and Technical
Subjects (Delmar, 1966)
Mahmudi, Ihwan, Muh Zidni Athoillah, Eko Bowo Wicaksono, and Amir Reza
Kusuma, ‘Taksonomi Hasil Belajar Menurut Benyamin S. Bloom’, Jurnal
Multidisiplin Madani, 2.9 (2022), 3507–14
Mansyur, Umar, ‘Inovasi Pembelajaran Bahasa Indonesia Melalui Pendekatan
Proses’, RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, Dan Pengajarannya, 9.2 (2016),
256786
Mardapi, Djemari, ‘Pedoman Khusus Pengembangan Instrumen Dan Penilaian
Ranah Afektif’, Jakarta: Depdiknas, 2004
McCoach, D Betsy, Robert K Gable, and John P Madura, Instrument Development in
the Affective Domain (Springer, 2013), X
Nitko, Anthony J, Educational Assessment of Students (ERIC, 1996)
Rokeach, Milton, Understanding Human Values (Simon and Schuster, 2008)
Sax, Gilbert, ‘Principles of Educational and Psychological Measurement and
Evaluation. Belmont, California: Wadsworth’ (Inc, 1980)
Smith, Eliot R, ‘Affective and Cognitive Implications of a Group Becoming a Part of
the Self: New Models of Prejudice and of the Self-Concept.’, 1999
Straughan, Roger, ‘Beliefs, Behaviour, and Education’, (No Title), 1989
Tyler, Tom R, ‘The Psychology of Procedural Justice: A Test of the Group-Value
Model.’, Journal of Personality and Social Psychology, 57.5 (1989), 830
22

REVIEW JURNAL

TOPIK: PENILAIAN KOGNITIF, AFEKTIF, PSIKOMOTORIK

Jurnal 1

Judul Manajemen Evaluasi Hasil Belajar Kognitif, Afektif,


Psikomotorik: Tatap Muka dan Daring
Jurnal Jurnal Prakarsa Paedagogia
Volume dan Vol 4, No. 2, Desember 2022, Hal. 331-336
Halaman
Tahun 2022
Penulis Ohanes R. C. Plenden, Ana Maria Heni, Javid Nama Ayu
Laksmi, Yari Dwikurnaningsih, dan Sophia Tri Satyawati

Latar Belakang Latar belakang masalah yang dipaparkan dalam penelitian ini
adalah adanya perubahan kurikulum pendidikan di Indonesia,
yaitu Kurikulum 2013, yang menekankan pentingnya aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam evaluasi hasil belajar
peserta didik. Namun, dalam pelaksanaannya, masih terdapat
kendala dalam melakukan evaluasi tersebut, terutama dalam
pelaksanaan evaluasi daring selama masa pandemi COVID-19.
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis
manajemen evaluasi hasil belajar kognitif, afektif, dan
psikomotorik pada pembelajaran tatap muka dan daring, serta
untuk mengevaluasi kendala-kendala yang muncul dalam
melakukan evaluasi daring, terutama dalam ranah afektif,
kognitif, dan psikomotorik.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif,
dengan alur kegiatan yang terdiri dari reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Penelitian ini
termasuk dalam jenis penelitian survey yang subjek
penelitiannya adalah RPP luring mata pelajaran Bahasa
Indonesia kelas XI dan RPP daring mata pelajaran Matematika
23

kelas XII di SMA Kristen Satya Wacana Salatiga.

Studi dokumentasi dan wawancara digunakan sebagai teknik


pengumpulan data. Analisis data dilakukan dengan tiga alur
kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.
Hasil Penelitian Hasil penelitian ini mencakup analisis evaluasi hasil belajar
kognitif, afektif, dan psikomotorik pada RPP luring dan
daring, serta kendala-kendala yang muncul dalam melakukan
evaluasi daring, terutama dalam ranah afektif, kognitif, dan
psikomotorik.
1) analisis evaluasi hasil belajar kognitif, afektif, dan
psikomotorik pada RPP luring
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam RPP luring,
evaluasi hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik
telah diakomodasi dengan baik. Evaluasi kognitif
dilakukan melalui tes pengetahuan berupa tes tertulis,
sedangkan evaluasi afektif melibatkan pengamatan sikap,
penilaian diri, penilaian teman sebaya, dan jurnal.
Sementara itu, evaluasi psikomotorik mencakup penilaian
kinerja yang disertai instrumen penilaian dan kriteria
penilaian. Dengan demikian, RPP luring telah mencakup
aspek evaluasi hasil belajar kognitif, afektif, dan
psikomotorik secara komprehensif.
2) analisis evaluasi hasil belajar kognitif, afektif, dan
psikomotorik pada RPP luring
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam RPP daring,
terdapat beberapa kendala dalam melakukan evaluasi hasil
belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik. Evaluasi
kognitif dilakukan melalui tes tertulis, lisan, dan tugas,
namun belum disertakan instrumennya, serta kesulitan
24

dalam menilai kejujuran siswa dalam mengerjakan tugas.


Evaluasi afektif menggunakan lembar penilaian tertutup,
namun kurang efektif jika poin sikap yang dinilai terlalu
banyak, dan guru merasa kesulitan untuk menilai sikap
spiritual siswa. Sementara evaluasi psikomotorik mencakup
penilaian kinerja yang disertai instrumen penilaian dan
kriteria penilaian, namun belum ada rubrik penilaian.
Dengan demikian, RPP daring masih menghadapi kendala
dalam melakukan evaluasi hasil belajar kognitif, afektif,
dan psikomotorik
3) Kendala dalam Evaluasi Daring
Kendala-kendala yang muncul dalam melakukan evaluasi
daring terutama dalam ranah afektif, kognitif, dan
psikomotorik antara lain:

a. Evaluasi afektif sulit untuk diamati secara langsung,


sehingga guru harus mencari cara alternatif untuk
menilai sikap siswa, seperti melalui ketepatan
pengiriman tugas dan sikap saat bertanya dan
menjawab pertanyaan.
b. Evaluasi kognitif sulit untuk menilai kejujuran siswa
dalam mengerjakan tugas, karena guru tidak dapat
mengamati siswa secara langsung.
c. Evaluasi psikomotorik masih kesulitan dalam membuat
rubrik penilaian yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang diajarkan
d. Evaluasi daring memerlukan alat atau media yang
memadai untuk melakukan penilaian, seperti platform
pembelajaran daring yang dapat memfasilitasi penilaian
secara online
e. Evaluasi daring memerlukan psikis peserta didik yang
25

stabil dan kondisi lingkungan yang mendukung, seperti


koneksi internet yang stabil dan lingkungan yang
tenang
Kekuatan Kekuatan penelitian ini meliputi:
1) Pendekatan yang komprehensif: Penelitian ini
menganalisis evaluasi hasil belajar kognitif, afektif,
dan psikomotorik pada RPP luring dan daring,
memberikan pemahaman yang mendalam tentang
manajemen evaluasi hasil belajar dalam berbagai
konteks pembelajaran
2) Penggunaan metode yang tepat: Penelitian ini
menggunakan metode studi dokumentasi dan
wawancara, serta analisis data kualitatif, yang sesuai
untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam
tentang implementasi evaluasi hasil belajar
3) Relevansi dengan konteks pendidikan saat ini:
Penelitian ini memberikan pemahaman yang relevan
dengan kondisi pendidikan saat ini, terutama dalam
menghadapi tantangan pembelajaran daring akibat
pandemi
4) Implikasi praktis: Hasil penelitian ini dapat
memberikan masukan yang berharga bagi guru dan
sekolah dalam meningkatkan manajemen evaluasi hasil
belajar, terutama dalam konteks pembelajaran daring

Dengan demikian, penelitian ini memberikan kontribusi yang


signifikan dalam memahami dan mengatasi tantangan evaluasi
hasil belajar dalam konteks pembelajaran daring.
Kelemahan Beberapa kelemahan penelitian ini antara lain:
1) Sampel yang terbatas: Penelitian ini hanya
menggunakan dua RPP sebagai sampel, sehingga hasil
26

penelitian tidak dapat digeneralisasi secara luas


2) Fokus pada satu mata pelajaran: Penelitian ini hanya
fokus pada satu mata pelajaran, sehingga tidak dapat
merepresentasikan kondisi evaluasi hasil belajar pada
mata pelajaran lain
3) Tidak menggunakan teknik pengamatan langsung:
Penelitian ini hanya menggunakan teknik wawancara
dan studi dokumen, sehingga tidak dapat memberikan
gambaran yang lengkap tentang evaluasi hasil belajar
yang dilakukan secara langsung
4) Tidak mempertimbangkan faktor-faktor lain: Penelitian
ini tidak mempertimbangkan faktor-faktor lain yang
dapat mempengaruhi evaluasi hasil belajar, seperti
karakteristik siswa, lingkungan belajar, dan faktor
sosial

Jurnal 2

Judul Assessment of Learning Domains To Improve Student’s


Learning In Higher Education
Jurnal Journal of Young Pharmacists.
Volume dan Volume 6, Issue 1, Halaman 27-33.
Halaman
Tahun 2014
Penulis Gowrishankar Kasilingam, Mritha Ramalingam, and Elanchezian
Chinnavan.

Latar Belakang Latar belakang permasalahan yang dibahas dalam artikel


tersebut adalah penilaian domain pembelajaran pada perguruan
tinggi. Penulis menyoroti pentingnya mengevaluasi
pengetahuan dan keterampilan siswa dalam ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Mereka menyebutkan bahwa
metode penilaian yang digunakan di banyak program
27

pendidikan tinggi tidak jelas dan tidak efektif dalam


menunjukkan peningkatan kualitas berkelanjutan yang konkrit.
Oleh karena itu, penulis mengusulkan metode penilaian yang
lebih holistik yang dapat mengevaluasi secara objektif apakah
siswa telah mencapai hasil belajar yang diinginkan. Tujuannya
adalah menghasilkan lulusan berkualitas yang mampu
mengintegrasikan teori dan praktik di bidangnya masing-
masing.
Tujuan Tujuan penelitian adalah untuk mengusulkan metode penilaian
domain pembelajaran di pendidikan tinggi. Para peneliti juga
bertujuan mengembangkan pendekatan penilaian holistik
yang secara efektif mengevaluasi perilaku kognitif, afektif,
dan psikomotorik siswa. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan mutu pendidikan dengan memberikan penilaian
yang andal dan valid yang mengukur keterampilan,
pengetahuan, dan sikap dalam berbagai program akademik.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian meliputi
analisis perilaku belajar edukatif, pengembangan sistem
dengan berbagai kategori perilaku belajar, dan rancangan
metode penilaian holistik pada ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Penulis juga membahas tentang implementasi
dan penilaian domain pembelajaran di perguruan tinggi.
Hasil Penelitian Temuan penelitian yang dibahas dalam artikel tersebut antara
lain pengembangan metode penilaian domain pembelajaran di
perguruan tinggi. Penulis mengusulkan pendekatan yang lebih
holistik untuk menilai perilaku kognitif, afektif, dan
psikomotorik siswa. Metode penilaian bertujuan untuk
mengevaluasi secara obyektif apakah siswa telah mencapai
kriteria yang ditetapkan untuk setiap domain, memfasilitasi
peningkatan kualitas berkelanjutan dalam program. Penulis
menyarankan penerapan metode penilaian ini akan
28

menghasilkan lulusan berkualitas yang dapat


mengintegrasikan teori dan praktik di bidang pilihannya.
Kekuatan Kelebihan penelitian ini antara lain:
1. Penilaian holistik: Penelitian ini mengusulkan metode
penilaian holistik yang mempertimbangkan ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik pembelajaran.
Pendekatan ini memungkinkan dilakukannya evaluasi
komprehensif terhadap pengetahuan, keterampilan, dan
sikap siswa.
2. Tujuan yang jelas: Penelitian ini menekankan
pentingnya mendefinisikan dengan jelas hasil kursus
(CO) dan menyelaraskannya dengan hasil program
(PO) dan domain pembelajaran. Hal ini memastikan
penilaian terfokus dan selaras dengan hasil
pembelajaran yang diinginkan.
3. Penerapan praktis: Meskipun contoh yang digunakan
dalam penelitian ini berasal dari pendidikan teknik,
metode penilaian yang diusulkan dapat diterapkan pada
berbagai program pendidikan tinggi di berbagai bidang
seperti kedokteran, teknologi farmasi, fisioterapi, dan
bioteknologi. Hal ini menunjukkan fleksibilitas dan
penerapan pendekatan penilaian.
4. Penilaian berkelanjutan: Penelitian ini menyoroti
pentingnya penilaian berkelanjutan sepanjang kursus,
dibandingkan hanya mengandalkan ujian akhir. Hal ini
memungkinkan adanya umpan balik dan perbaikan
yang berkelanjutan, sehingga menghasilkan hasil
pembelajaran yang lebih baik.
5. Evaluasi objektif: Metode penilaian yang diusulkan
bertujuan untuk memberikan evaluasi objektif terhadap
pencapaian siswa dalam ranah pembelajaran. Hal ini
29

membantu dalam mengidentifikasi area perbaikan dan


memfasilitasi peningkatan kualitas berkelanjutan (CQI)
dalam program.
6. Mendorong penilaian yang andal dan valid: Penelitian
ini mendorong penggunaan penilaian yang andal dan
valid di pendidikan tinggi dengan membedakan antara
menilai keterampilan, pengetahuan, dan sikap. Hal ini
mendorong penggunaan metode penilaian yang kuat
yang mengukur pembelajaran siswa secara akurat.

Kelemahan Adapun kelemahan atau keterbatasan penelitian ini antara lain:

1. Ruang lingkup yang terbatas: Fokus penelitian


terutama pada penilaian domain pembelajaran di
perguruan tinggi, khususnya bidang teknik. Temuan
dan metode penilaian yang diusulkan mungkin tidak
dapat diterapkan secara langsung pada disiplin ilmu
atau tingkat pendidikan lain.
2. Kurangnya bukti empiris: Penelitian tidak memberikan
bukti atau data empiris yang mendukung efektivitas
metode penilaian yang diusulkan. Akan bermanfaat
jika memasukkan studi kasus atau eksperimen untuk
memvalidasi pendekatan ini.
3. Generalisasi: Penelitian ini tidak membahas
generalisasi metode penilaian yang diusulkan dalam
konteks budaya atau sistem pendidikan yang berbeda.
Efektivitas metode ini dapat bervariasi tergantung pada
konteks spesifik penerapannya.
4. Pembahasan yang terbatas mengenai ranah afektif dan
psikomotorik: Meskipun penelitian ini mengakui
pentingnya menilai ranah afektif dan psikomotorik,
30

penelitian ini tidak memberikan banyak contoh rinci


atau spesifik untuk ranah tersebut dibandingkan
dengan ranah kognitif.
5. Kurangnya perbandingan dengan metode penilaian
yang ada: Penelitian ini tidak membandingkan metode
penilaian yang diusulkan dengan metode yang
digunakan di perguruan tinggi saat ini. Analisis
komparatif dapat memberikan wawasan mengenai
kekuatan dan kelemahan berbagai pendekatan.
6. Pembahasan terbatas mengenai validitas dan
reliabilitas: Penelitian tidak membahas secara luas
validitas dan reliabilitas metode penilaian yang
diusulkan. Faktor-faktor ini sangat penting untuk
memastikan bahwa penilaian tersebut secara akurat
mengukur hasil pembelajaran yang diharapkan.

Jurnal 3

Judul Instrumen Penilaian Hasil Pembelajaran Kognitif: Tes Uraian


dan Tes Objektif
Jurnal Journal Papeda
Volume dan Volume 4, Issue 2, Halaman 139-148
Halaman
Tahun 2012
Penulis Hellin Putri, Desty Susiani, Nabilla Setya Wandani, dan Fia
Alifah Putri

Latar Belakang Latar belakang masalah dalam artikel ini adalah pentingnya
instrumen penilaian hasil pembelajaran kognitif dalam
mengukur penguasaan pengetahuan peserta didik. Artikel ini
juga membahas tentang perbedaan antara tes uraian dan tes
objektif, serta kelebihan dan kelemahan masing-masing jenis
31

tes. Selain itu, artikel juga menyoroti pentingnya penilaian


hasil belajar peserta didik yang diatur melalui peraturan
Kemendikbud Nomor 66 Tahun 2013, yang mencakup
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dengan
demikian, latar belakang masalah dalam artikel ini mencakup
aspek-aspek penting dalam penilaian hasil pembelajaran
kognitif dan peraturan yang mengaturnya.
Tujuan Tujuan penelitian dalam artikel ini adalah untuk membahas
instrumen penilaian hasil pembelajaran kognitif, khususnya
pada tes uraian dan tes objektif. Selain itu, penelitian ini juga
bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan antara tes uraian
dan tes objektif, serta untuk menyoroti kelebihan dan
kelemahan masing-masing jenis tes. Penelitian ini juga
bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik
tentang penilaian hasil belajar peserta didik, yang diatur
melalui peraturan Kemendikbud Nomor 66 Tahun 2013, yang
mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Dengan demikian, tujuan penelitian ini mencakup aspek-aspek
penting dalam penilaian hasil pembelajaran kognitif dan
peraturan yang mengaturnya.
Metode Penelitian Artikel ini menggunakan metode studi pustaka (library
research). Penulis mengumpulkan sejumlah referensi tentang
penilaian hasil belajar kognitif baik dari buku, jurnal, maupun
dokumen peraturan pemerintah yang terkait. Referensi tersebut
dikaji secara seksama untuk memperoleh penjelasan yang rinci
terkait penilaian hasil belajar kognitif di dunia pendidikan.
Mengacu pada kajian tersebut, peneliti kemudian merumuskan
pandangannya mengenai pelaksanaan penilaian hasil belajar
kognitif di sekolah atau madrasah yang berupa tes uraian dan
tes objektif.
Hasil Penelitian Hasil penelitian dari artikel ini menunjukkan bahwa penilaian
32

hasil belajar kognitif merupakan aspek penting dalam


mengukur penguasaan pengetahuan peserta didik. Artikel ini
juga mengidentifikasi perbedaan antara tes uraian dan tes
objektif, serta menyoroti kelebihan dan kelemahan masing-
masing jenis tes. Tes uraian memiliki kelebihan dalam
mengukur hasil dari proses belajar yang kompleks, namun
juga memiliki kelemahan dalam reliabilitas skor dan waktu
pemberian tes. Sementara itu, tes objektif memiliki kelebihan
dalam representativitas dan kemudahan pemeriksaan, namun
juga memiliki kelemahan dalam persiapan yang sulit dan
cenderung hanya mengungkap ingatan. Artikel ini juga
menjelaskan bahwa ranah kognitif mencakup enam aspek
proses berfikir, mulai dari mengingat hingga mencipta, serta
membagi tes objektif menjadi empat bentuk soal, yaitu benar-
salah, pilihan-ganda, menjodohkan, dan jawaban singkat.

Dengan demikian, hasil penelitian ini memberikan


pemahaman yang lebih baik tentang instrumen penilaian hasil
pembelajaran kognitif, serta memberikan wawasan tentang
perbedaan dan karakteristik masing-masing jenis tes dalam
mengukur penguasaan pengetahuan peserta didik.
Kekuatan Kekuatan penelitian ini adalah:
1. Penggunaan metode studi pustaka yang memungkinkan
peneliti untuk mengumpulkan referensi dari berbagai
sumber yang relevan, sehingga memberikan landasan
yang kuat untuk pembahasan tentang instrumen
penilaian hasil pembelajaran kognitif.
2. Penelitian ini memberikan pemahaman yang lebih baik
tentang penilaian hasil belajar peserta didik, yang
diatur melalui peraturan Kemendikbud Nomor 66
Tahun 2013, yang mencakup kompetensi sikap,
33

pengetahuan, dan keterampilan.


3. Artikel ini memberikan wawasan yang mendalam
tentang perbedaan dan karakteristik masing-masing
jenis tes dalam mengukur penguasaan pengetahuan
peserta didik, serta memberikan pemahaman yang
lebih baik tentang instrumen penilaian hasil
pembelajaran kognitif.
4. Penelitian ini memberikan informasi yang
komprehensif tentang ranah kognitif, termasuk enam
aspek proses berfikir yang mencakup kemampuan
peserta didik dalam mengingat, memahami,
menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan
mengkreasi dengan pengetahuan faktual, konseptual,
procedural, dan metakognitif.
5. Artikel ini memberikan pandangan yang komprehensif
tentang tes uraian dan tes objektif, serta kelebihan dan
kelemahan masing-masing jenis tes, sehingga dapat
memberikan pemahaman yang lebih baik bagi
pembaca tentang instrumen penilaian hasil
pembelajaran kognitif.

Dengan demikian, penelitian ini memberikan kontribusi yang


signifikan dalam memperkaya pemahaman tentang instrumen
penilaian hasil pembelajaran kognitif, serta memberikan
wawasan yang mendalam tentang perbedaan dan karakteristik
masing-masing jenis tes dalam mengukur penguasaan
pengetahuan peserta didik.
Kelemahan Kelemahan penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini sangat bergantung pada sumber sekunder,


dan tidak ada indikasi pengumpulan data primer atau
34

penelitian empiris dilakukan untuk mendukung temuan


tersebut
2. Artikel ini tidak memiliki penjelasan rinci mengenai
metodologi khusus yang digunakan dalam pemilihan
dan analisis literatur, yang dapat mempengaruhi
transparansi dan reproduktifitas penelitian
3. Artikel ini tidak membahas potensi keterbatasan atau
bias dalam literatur yang dipilih, yang dapat
berdampak pada kelengkapan dan objektivitas temuan
4. Artikel ini tidak memberikan informasi tentang jangka
waktu tinjauan literatur, yang penting untuk memahami
kekinian dan relevansi sumber
5. Artikel ini tidak membahas potensi sudut pandang
yang bertentangan atau kontroversi dalam literatur,
yang dapat membatasi kedalaman analisis dan evaluasi
kritis terhadap topik tersebut.
6. Artikel ini tidak memuat pembahasan mengenai
potensi implikasi temuan ini terhadap praktik atau
kebijakan pendidikan, yang dapat membatasi relevansi
praktis penelitian ini.

Kelemahan-kelemahan ini menunjukkan bahwa penelitian ini


dapat mengambil manfaat dari penjelasan metodologi
penelitian yang lebih eksplisit dan rinci, termasuk pemilihan
dan analisis literatur, serta diskusi yang lebih kritis dan
komprehensif mengenai keterbatasan dan implikasi temuan.
Hal ini akan meningkatkan ketelitian dan penerapan
penelitian.
35

Jurnal 4

Judul Penilaian Aspek Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik Siswa


di SD Inpres Onekore 6 selama Pandemi Covid-19
Jurnal At-Thulab
Volume dan Halaman Volume 6, Issue 2, Halaman 171-180
Tahun 2022
Penulis Maria Purnama Nduru

Latar Belakang Latar belakang masalah dari artikel jurnal ini adalah adanya
kesulitan dalam melakukan penilaian aspek kognitif, afektif,
dan psikomotorik siswa di SD Inpres Onekore 6 selama
pandemi Covid-19. Guru mengalami kendala dalam
mengumpulkan tugas, mengamati aspek afektif dan
psikomotorik, serta menilai pemahaman siswa secara daring.
Hal ini menunjukkan perlunya pengembangan alat penilaian
khusus untuk situasi pandemi dan upaya guru dalam mencari
hasil penelitian pengembangan instrumen penilaian yang
sudah dilakukan oleh berbagai peneliti. Beberapa penelitian
terkait juga disebutkan dalam artikel ini.
Tujuan Tujuan penelitian dari artikel jurnal ini adalah untuk
mendeskripsikan penilaian aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik siswa, ketersediaan instrumen penilaian, bentuk
instrumen tersebut, serta kesulitan dan tantangan yang
dihadapi oleh guru dalam proses penilaian di kelas V SD
Inpres Onekore 6 selama pandemi Covid-19. Selain itu,
penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan contoh alat
penilaian dan kesulitan yang dihadapi oleh guru dalam menilai
pemahaman dan kinerja siswa, serta upaya yang dilakukan
untuk mengatasi tantangan tersebut.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam artikel jurnal ini
adalah studi kasus yang terjadi di SDI Onekore 6 dengan
36

pendekatan kualitatif deskriptif. Waktu penelitian dilakukan


pada bulan April 2022. Sumber data adalah wali kelas V SDI
Onekore 6. Teknik pengumpulan data menggunakan
wawancara dan dokumentasi. Wawancara dilakukan untuk
mengumpulkan data tentang proses penilaian pembelajaran
aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang meliputi isi
materi penilaian, instrumen yang digunakan, dan waktu
penilaian dilakukan. Dokumentasi digunakan untuk
mengumpulkan bukti-bukti instrumen dan hasil pekerjaan
peserta didik. Teknik analisis data dilakukan secara interaktif
menurut Miles dan Huberman, meliputi proses pengumpulan
data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa penilaian aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik dilakukan setiap minggu setelah
siswa menyerahkan tugas secara online dan offline. Tersedia
instrumen untuk menilai ketiga aspek tersebut. Aspek kognitif
dinilai dengan menggunakan tes yang meliputi pilihan ganda
dan soal deskriptif. Penilaian aspek afektif dan psikomotorik
dilakukan melalui wawancara dan dokumentasi. Guru
menghadapi kesulitan seperti penyerahan tugas yang tertunda
dan terbatasnya pengamatan aspek afektif dan psikomotorik.
Tantangan selama proses penilaian adalah menilai aspek
afektif dan psikomotorik dalam lingkungan pembelajaran tidak
langsung.
Kekuatan Kelebihan penelitian ini antara lain:
1. Penilaian komprehensif: Penelitian ini fokus pada
penilaian aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik
siswa, memberikan pandangan holistik terhadap
pembelajaran mereka selama pandemi Covid-19.
2. Penggunaan metode kualitatif: Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif, yang
37

memungkinkan eksplorasi dan pemahaman mendalam


tentang proses penilaian dan tantangan yang dihadapi
oleh guru dan siswa.
3. Metode pengumpulan data: Penelitian ini
menggunakan wawancara mendalam dan dokumentasi
sebagai metode pengumpulan data, untuk memastikan
kumpulan informasi yang kaya dan beragam untuk
dianalisis.
4. Gambaran yang jelas mengenai proses penilaian:
Penelitian ini memberikan gambaran yang jelas tentang
bagaimana penilaian dilakukan, termasuk ketersediaan
instrumen penilaian dan penggunaan metode online
dan offline.
5. Identifikasi tantangan: Penelitian ini mengidentifikasi
kesulitan yang dihadapi guru, seperti keterlambatan
penyerahan tugas dan terbatasnya pengamatan aspek
afektif dan psikomotorik, sehingga memberikan
wawasan tentang tantangan penilaian selama pandemi.
Kelemahan Hasil analisis penelitian tidak komprehensif. Selain itu,
pembahasan penelitian ini juga tidak mebandingkan atau
mengaitkan dengan penelitian sebelumnya.
38

Jurnal 5

Judul Pengaruh Aspek Kognitif, Afektif, Dan Psikomotor


Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik
Jurnal Jurnal Al-Amar (JAA)
Volume dan Halaman Volume 2, Issue 1, Halaman 1-9
Tahun 2022
Penulis Ulfah, Opan Arifudin

Latar Belakang Dalam proses pembelajaran kemampuan perkembangan


peserta didik akan mempengaruhi hasil belajar, sehingga
keberhasilan pembelajaran setiap peserta didik berbeda-beda.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh aspek
afektif, kognitif, dan psikomotor terhadap hasil belajar peserta
didik
Metode Penelitian Penelitian ini berusaha untuk menganalisis dan
mendeskripsikan pengaruh aspek kognitif, afektif dan
psikomotor terhadap hasil belajar peserta didik di Sekolah
Dasar X. Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini
adalah berupa metode deskriptif analisis. Hasil penelitian ini
dikumpulkan dengan data primer dan data skunder..Adapun
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif.

Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil belajar merupakan


perwujudan perilaku belajar yang biasanya terlihat dalam
perubahan, kebiasaan, keterampilan, sikap, pengamatan, dan
kemampuan.

• Aspek afektif, kognitif, dan psikomotor dapat


berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik.
39

• Kemampuan perkembangan kognitif, afektif dan


psikomotorik masing-masing peserta didik
mempengaruhi hasil belajar yang diterima peserta didik
setelah proses pembelajaran dilaksanakan.

• Hasil belajar merupakan salah satu bagian terpenting


dalam pembelajaran.

• Pemahaman individu terlihat pada saat individu


memiliki hasil belajar yang memuaskan ditandai
dengan tingginya nilai dan terlihat melalui keaktifan
individu dalam mengikuti proses
pembelajaran....Peserta didik dikatakan berhasil dalam
belajarnya, apabila dapat mengembangkan
kemampuan, pengetahuan, dan pengembangan sikap....

Kekuatan Penelitian ini memiliki beberapa kelebihan. Pertama,


pendekatan holistik terhadap perkembangan peserta didik,
mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kedua,
fokus pada pengaruh langsung aspek tersebut terhadap hasil
belajar, memberikan pemahaman mendalam terhadap faktor-
faktor keberhasilan pembelajaran. Ketiga, penggunaan metode
penelitian kualitatif memberikan fleksibilitas dan kedalaman
analisis dalam menjelajahi pandangan peserta didik. Keempat,
penelitian menyoroti bahwa hasil belajar tercermin dalam
perubahan perilaku, keterampilan, dan sikap. Kelima, temuan
penelitian memiliki relevansi praktis dalam merancang strategi
pembelajaran yang efektif. Keenam, penekanan pada peran
guru dalam membantu perkembangan peserta didik
memberikan wawasan berharga. Terakhir, pemahaman hasil
belajar sebagai perwujudan perilaku belajar memungkinkan
40

identifikasi faktor-faktor yang memengaruhi perubahan


perilaku peserta didik secara komprehensif. Dengan demikian,
penelitian ini tidak hanya menyumbang pemahaman hubungan
antara perkembangan peserta didik dan hasil belajar tetapi juga
memberikan panduan praktis untuk pendidikan.
Kelemahan Penelitian ini memberikan kontribusi penting terhadap
pemahaman perkembangan peserta didik, namun beberapa
kekurangan masih teridentifikasi. Pertama, kurangnya
spesifikasi tentang metode kualitatif yang digunakan dapat
mengurangi kejelasan mengenai validitas dan reliabilitas hasil.
Kedua, tidak ada informasi tentang ukuran sampel, sehingga
sulit untuk menilai sejauh mana hasil penelitian dapat
diterapkan secara umum. Ketiga, kurangnya konteks penelitian
membuat sulit untuk menginterpretasikan hasil dengan baik,
dan penambahan informasi tentang lingkungan penelitian akan
menjadi nilai tambah. Keempat, keberadaan variabel lain yang
tidak disebutkan dapat memengaruhi hasil belajar, sehingga
pengidentifikasian faktor-faktor ini akan lebih memperkaya
temuan. Kelima, informasi tentang durasi penelitian dan
keterlibatan peserta didik dapat memberikan gambaran yang
lebih lengkap tentang hasil. Keenam, kejelasan tentang sejauh
mana hasil dapat digeneralisasi ke populasi yang lebih luas
menjadi penting untuk menilai relevansi dan signifikansi
penelitian ini. Akhirnya, penelitian ini tampaknya kurang
menggambarkan kontribusi spesifiknya terhadap literatur atau
pengetahuan yang sudah ada. Dengan menyertakan informasi
tambahan dalam naskah lengkap, penelitian ini dapat
ditingkatkan untuk memberikan pemahaman yang lebih
komprehensif dan aplikatif.

Anda mungkin juga menyukai