Anda di halaman 1dari 16

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hasil Belajar Bahasa Jawa

1. Pengertian Hasil Belajar Bahasa Jawa

Terkait dengan tujuan mata pelajaran bahasa Jawa yang sedemikian

fundamental maka guru dituntut untuk memiliki pemahaman yang holistik dalam

upaya mewujudkan pencapaian tujuan tersebut. Dalam terminologi pembelajaran,

pencapaian tujuan direfleksikan dalam ketercapaian indikator (Kurikulum 2006).

Pemerian indikator dalam pembelajaran mengacu pada hasil belajar yang harus

dikuasai siswa. Setiap proses belajar yang dilaksanakan oleh peserta didik akan

menghasilkan hasil belajar. Di dalam proses pembelajaran, guru sebagai pengajar

sekaligus pendidik memegang peranan dan tanggung jawab yang besar dalam

rangka membantu meningkatkan keberhasilan peserta didik dipengaruhi oleh

kualitas pengajaran dan faktor intern dari siswa itu sendiri.

Dalam setiap mengikuti proses pembelajaran di sekolah sudah pasti setiap

peserta didik mengharapkan mendapatkan hasil belajar yang baik, sebab hasil

belajar yang baik dapat membantu peserta didik dalam mencapai tujuannya. Hasil

belajar yang baik hanya dicapai melalui proses belajar yang baik pula. Jika proses

belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang baik.

Menurut Hamalik (2001: 159) bahwa hasil belajar menunjukkan kepada

prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat

perubahan tingkah laku siswa. Ditambahkan Nasution (2006: 36) hasil belajar

adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan

7
8

dengan nilai tes yang diberikan guru. Sedangkan Dimyati dan Mudjiono (2012: 36)

mengatakan hasil belajar adalah hasil yang ditunjukkan dari suatu interaksi tindak

belajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses pembelajaran yang

ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru setiap selesai memberikan

materi pelajaran pada satu pokok bahasan.

2. Jenis-jenis Hasil Belajar

Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah

psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa.

Namun demikian, pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu,

khususnya ranah rasa murid, sangat sulit. Hal ini disebabkan perubahan hasil

belajar itu ada yang bersifat intangible (tak dapat diraba). Oleh karena itu, yang

dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya mengambil cuplikan perubahan

tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan

perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik tang berdimensi cipta dan

rasa maupun yang berdimensi karsa (Syah, 2014: 213). Dalam konteks perolehan

hasil belajar belajar, terdapat 3 (tiga) ranah pembelajaran yang dapat dikaji yakni

ranah kognitif, afektif, dan psikomotor (Sudjana, 2012: 22).

Mengukur keberhasilan siswa yang berdimensi kognitif (ranah cipta) dapat

dilakukan dengan berbagai cara, baik dengan tes tertulis maupun tes lisan dan

perbuatan. Karena semakin membengkaknya jumlah siswa di sekolah-sekolah, tes

lisan dan perbuatan hampir tak pernah di gunakan lagi. Alasan lain mengapa tes
9

lisan khususnya kurang mendapat perhatian ialah karena pelaksanaannya face to

face (Syah, 2014: 154).

Dampak negatif yang tak jarang muncul akibat tes yang face to face itu,

ialah sikap dan perlaakuan yang subjektif dan kurang adil, sehingga soal yang

diajukan pun tingkat kesukarannya berbeda antara satu dengan yang lainnya. Di

satu pihak ada sisw yang diberi soal yang mudah dan terarah (sesuai dengan topik)

sedangkan di pihak lain ada pula siswa yang ditanyai masalah yang sukar bahkan

terkadang tidak relevan dengan topik.

Untuk mengatasi masalah subjektivitas itu, semua jenis tes tertulis baik

yang berbentuk subjektif maupun yang berbentuk objektif ( kecuali tes B-S),

seyogianya dipakai sebaik-baiknya oleh para guru. Namun demikian, apabila anda

menghendaki informasi yang lebih akurat mengenai kemampuan kognitif siswa,

selain tes B-S, tes pilihan berganda juga sebaiknya tidak digunakan. Sebagai

gantinya, anda sangat dianjurkan untuk menggunakan tes pencocokan (matching

test) tes isian, dan tes esai. Khusus untuk mengukur kemampuan analisis dan

sistesis siswa, anda lebih dianjurkan untuk menggunakan tes esai, karena tes ini

adalah satu-satunya ragam instrumen evaluasi yang paling tepat untuk

mengevaluasi dan jenis kemampuan akal siswa tadi.

Dalam merencanakan penyusunan instrumen tes prestasi siswa yang

berdimensi afektif (ranah rasa) jenis-jenis prestasi internalisasi dan karakterisasi

seyogianya mendapat perhatian khusus. Alasannya, karena kedua jenis prestasi

ranah rasa itulah yang lebih banyak mengendalikan sikap dan perbuatan siswa.

Salah satu bentuk tes ranah rasa yang populer ialah ”skala likert” (likert scale)

yang tujuannya untuk mengidentifikasi kecenderungan/ sikap orang (Rever dalam

Syah, 2014: 155). Bentuk skala ini menampung pendapat yang mencerminkan
10

sikap sangat setuju, ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Rentang skala

ini diberi skor 1 sampai 5 atau 1 sampai 7 bergantung kebutuhan dengan catatan

skor-skor itu dapat mencerminkan sikap-sikap mulai sangat ”ya” sampai ”sangat

tidak”. Perlu pula dicatat, untuk memudahkan identifikasi jenis kecenderungan

afektif siswa yang representatif, item-item skala sikap sebaiknya dilengkapi

dengan identitas sikap yang meliputi: doktrin, komitmen, penghayatan, dan

wawasan.

Cara yang dipandang untuk mengevaluasi keberhasilan belajar yang

berdimensi ranah psikomotor (ranah karsa) adalah observasi. Observasi dalam hal

ini, dapat diartikan sebagai sejenis tes mengenal peristiwa, tingkah laku, atau

fenomena lain, dengan pengamatan langsung, namun observasi harus dibedakan

dari eksperimen, karena eksperimen pada umumnya dipandang sebagai salah satu

cara observasi.

Guru yang hendak melakukan observasi perilaku psikomotor siswa-

siswanya seyogiyanya mempersiapkan langkah-langkah yang cermat dan

sistematis menurut pedoman yang terdapat dalam lembar format observasi yang

sebelumnya telah disediakan, baik oleh sekolah maupun oleh guru itu sendiri.

Contoh: evaluasi keterampilan membuat bendera merah putih seperti yang akan

penyusun jelaskan lebih lanjut (Syah, 2014:156).

Berdasarkan konsep di atas maka dapat diperoleh suatu pengertian bahwa

hasil belajar bahasa Jawa adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah

belajar, yang wujudnya berupa kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor.

Derajat kemampuan yang diperoleh siswa diwujudkan dalam bentuk nilai hasil

belajar bahasa Jawa yang merupakan refleksi dari pencapaian kompetensi dasar

dan indikator.
11

Dalam penelitian ini hasil belajar mencakupi standar kompetensi: mampu

mendengarkan dan memahami ragam wacana lisan berupa pesan langsung dan

cerita tokoh wayang (mendengarkan) dengan kompetensi dasar: mendengarkan

cerita tokoh wayang Pandhawa, dan indikator: (1) menjelaskan tokoh wayang

pandhawa (Puntadewa), (2) menjelaskan tokoh wayang pandhawa (Raden

Werkudara dan Raden Arjuna, dan (3) menjelaskan tokoh wayang pandhawa

(Nakula dan Sadewa).

B. Motivasi Belajar

1. Pengertian Motivasi Belajar

Menurut Santrock (2007), motivasi adalah proses yang memberi semangat,

arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang memiliki motivasi adalah

perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama (Santrock, 2007). Dalam

kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya

penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin

kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar,

sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Sardiman,

2000).

Senada dengan Sardiman, Purwanto (2007: 71) mengatakan bahwa motivasi

adalah “pendorongan”, suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah

laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu

sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. Sementara itu Hamalik (2001: 173)

memberi pengertian motivasi adalah segala yang terkandung dalam stimulasi

tindakan ke arah tujuan tertentu dimana sebelumnya tidak ada gerakan menuju ke

arah tujuan tersebut.


12

Sejalan dengan pernyataan Santrock di atas, Brophy (2004) menyatakan

bahwa motivasi belajar lebih mengutamakan respon kognitif, yaitu kecenderungan

siswa untuk mencapai aktivitas akademis yang bermakna dan bermanfaat serta

mencoba untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas tersebut. Siswa yang

memiliki motivasi belajar akan memperhatikan pelajaran yang disampaikan,

membaca materi sehingga bisa memahaminya, dan menggunakan strategi-strategi

belajar tertentu yang mendukung. Selain itu, siswa juga memiliki keterlibatan yang

intens dalam aktivitas belajar tersebut, rasa ingin tahu yang tinggi, mencari bahan-

bahan yang berkaitan untuk memahami suatu topik, dan menyelesaikan tugas yang

diberikan.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah

keseluruhan daya penggerak baik dari dalam diri maupun dari luar siswa (dengan

menciptakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu) yang

menjamin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga

tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.

2. Fungsi Motivasi Belajar

Motivasi sangat diperlukan dalam keberhasilan seseorang. Hasil belajar

akan menjadi optimal, kalau ada motivasi. Makin cepat motivasi diberikan, akan

semakin berhasil pula pelajaran itu. Jadi, motivasi sangat menentukan intensitas

usaha belajar bagi siswa. Dalam hal belajar motivasi itu sangat penting. Motivasi

merupakan syarat mutlak untuk belajar. Banyak bakat anak tidak berkembang

karena tidak diperolehnya motivasi yang tepat. Jika seseorang mendapat motivasi

yang tepat, maka lepaslah tenaga yang luar biasa, sehingga tercapai hasil-hasil yang

semula tidak terduga.


13

Dalam kegiatan belajar mengajar pasti ditemukan anak didik yang malas

berpartisipasi dalam belajar. Sementara anak didik yang lain aktif berpartisipasi

dalam kegiatan. Ketiadaan minat terhadap suatu mata pelajaran menjadi pangkal

penyebab kenapa anak didik tidak bergeming untuk mencatat apa yang telah

disampaikan oleh guru.

Itulah sebagai pertanda bahwa anak didik tidak mempunyai motivasi untuk

belajar. Peranan yang dimainkan oleh guru dengan mengandalkan fungsi-fungsi

motivasi merupakan langkah yang akurat untuk menciptakan iklim belajar yang

kondusif bagi anak didik

Sardiman (2000: 83) mengatakan ada tiga fungsi motivasi dalam belajar

yaitu :

a. Mendorong manusia untuk berbuat. Jadi sebagai penggerak atau motor yang

melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari

setiap kegiatan yang akan dikerjakan.

b. Menentukan arah perbuatan, yaitu ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan

demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan.

c. Menyeleksi perbuatan, yaitu perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan

yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan yang tidak

bermanfaat bagi tujuan tersebut.

Sementara itu, Hamalik (2001:161) juga mengemukakan tiga fungsi

motivasi, yaitu;

a. Mendorong timbulnya kelakuan atau sesuatu perbuatan : Tanpa motivasi maka

tidak akan timbul suatu perbuatan seperti belajar.

b. Motivasi berfungsi sebagai pengarah : Artinya menggerakkan perbuatan ke arah

pencapaian tujuan yang di inginkan.


14

c. Motivasi berfungsi penggerak : Motivasi ini berfungsi sebagai mesin, besar

kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan atau

perbuatan. Jadi Fungsi motivasi secara umum adalah sebagai daya penggerak

yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan tertentu untuk

mencapai tujuan yang diharapkan.

Djamarah (2008:157) mengemukakan fungsi motivasi dalam belajar,

diuraiakan dalam bahasan sebagai berikut:

a. Motivasi sebagai pendorong perbuatan. Mempengaruhi sikap apa yang

seharusnya anak didik ambil dalam rangka belajar.

b. Motivasi sebagai penggerak perbuatan. Anak didik sudah melakukan aktivitas

belajar dengan segenap jiwa dan raga. Akal pikiran berproses dengan sikap raga

yang cenderung tunduk dengan kehendak perbuatan

c. Motivasi sebagai pengarah perbuatan. Tujuan belajar itu sebagai pengarah yang

memberikan motivasi kepada anak didik dalam belajar. Dengan tekun anak

didik belajar. Dengan penuh konsentrasi anak didik belajar agar tujuannya

mencapai sesuatu yang ingin diketahui/dimengerti itu cepat tercapai.

Berdasarkan penjelasan di atas maka fungsi motivasi belajar dapat

disimpulkan sebagai pendorong, pengarah, dan penggerak siswa dalam mengikuti

proses pembelajaran.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

Suryabrata (2009: 34), ada beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi

belajar antara lain: a) Faktor Eksternal yakni faktor dari luar individu yang terbagi

menjadi dua: faktor sosial meliputi faktor manusia lain baik hadir secara langsung

atau tidak langsung dan faktor non sosial meliputi keadaan udara, suhu udara,
15

cuaca, waktu, tempat belajar, dan lain-lain. b) Faktor Internal yakni faktor dari

dalam diri individu yang terbagi menjadi dua: faktor fisiologis meliputi keadaan

jasmani dan keadaan fungsi-fungsi fisiologis dan faktor psikologis meliputi minat,

kecerdasan, dan persepsi.

Menurut Sardiman (2000: 75), ada beberapa bentuk dan cara untuk

menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah, antara lain:

a. Memberi angka, yang merupakan simbol dari kegiatan belajar, banyak siswa

yang belajar hanya untuk mendapatkan angka/nilai yang baik. Biasanya siswa

yang dikejar adalah nilai ulangan atau nilai-nilai dalam raport.

b. Hadiah, hadiah juga dapat digunakan sebagai motivasi, tetapi tidak selalu

demikian. Karena hadiah untuk pekerjaan mungkin tidak akan menarik bagi

seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat dalam pekerjaan tersebut.

c. Saingan/kompetisi, persaingan dapat juga digunakan sebagai motivasi, baik

persaingan individual atau persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi

belajar siswa.

d. Keterlibatan diri, keterlibatan diri ini menumbuhkan kesadaran pada siswa agar

merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga kerja

keras dengan mempertaruhkan harga diri, adalah sebagai salah satu bentuk

motivasi yang sangat penting.

e. Memberi ulangan, para siswa akan giat belajar apabila mengetahui akan adanya

ulangan

f. Mengetahui hasil, dengan mengetahui hasil apalagi terjadi kemajuan akan

mendorong siswa untuk giat belajar.

g. Pujian, sebagai hadiah yang positif yang sekaligus memberikan motivasi yang

baik
16

h. Hukuman, sebagai hadiah yang negatif tetapi kalau diberikan secara tepat dan

bijak bisa menjadi alat motivasi.

i. Hasrat untuk belajar, berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud untuk belajar

j. Minat, motivasi muncul karena adanya kebutuhan, begitu juga minat sehingga

tepatlah kalau minat merupakan motivasi yang pokok, proses belajar itu akan

berjalan lancar apabila disertai dengan minat.

k. Tujuan yang diakui, rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa

akan merupakan alat motivasi yang sangat penting. Sebab dengan memahami

tujuan yang harus dicapai, karena dirasa sangat berguna dan menguntungkan,

maka akan timbul gairah untuk terus belajar

Dalam kehidupan sehari-hari, kebanyakan motif dalam motivasi perlu

dipelajari, termasuk motivasi dalam belajar. Berikut ini adalah beberapa faktor

yang mempengaruhi motivasi belajar dalam diri siswa (Tim MKDK IKIP

Semarang, 2006: 34), yaitu :

a. Cita-cita atau Aspirasi Siswa. Cita-cita atau aspirasi adalah suatu target yang

ingin dicapai. Target diartikan sebagai tujuan yang ditetapkan dalam suatu

kegiatan yang mengandung makna bagi seseorang.

b. Kemampuan Belajar. Dalam belajar dibutuhkan berbagai kemampuan.

Kemampuan ini meliputi berbagai aspek psikis yang terdapat pada siswa,

seperti pengamatan, perhatian, ingatan, daya fikir, dan fantasi. Kemampuan ini

akan memperkuat motivasi siswa untuk melaksanakan tugas-tugasnya.

c. Kondisi Siswa. Kondisi siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani yang

mempengaruhi motivasi belajar.

d. Kondisi Lingkungan Siswa. Lingkungan siswa dapat berupa keadaan alam,

lingkungan tempat tinggal, pergaulan sebaya, dan kehidupan kemasyarakatan.


17

Sebagai anggota masyarakat maka siswa dapat terpengaruh oleh lingkungan

sekitar.

e. Unsur-unsur Dinamis dalam Belajar. Unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah

unsur-unsur yang keberadaannya dalam proses belajar tidak stabil, kadang-

kadang lemah, dan bahkan hilang. Disini guru dapat memanfaatkan majalah,

televisi, surat kabar, dan sumber belajar di sekitar sekolah yang dapat

memotivasi belajar.

f. Upaya Guru Mengajar Siswa. Upaya yang dimaksud adalah bagaimana guru

mempersiapkan diri dalam memberikan pelajaran kepada siswa mulai dari

penguasaan materi, cara menyampaikan, menarik perhatian siswa, mengevaluasi

hasil belajar siswa dan lain-lain.

Dalam penelitian tindakan kelas ini, indikator motivasi belajar meliputi:

cita-cita atau aspirasi, kemampuan belajar, kondisi siswa, kondisi lingkungan

siswa, unsur-unsur dinamis dalam belajar, dan upaya guru mengajar siswa.

C. Metode Permainan Wayang

1. Pengertian Metode Permainan

Dalam pengertian umum, metode diartikan sebagai cara mengerjakan

sesuatu. Dalam pengertian letterlijk, kata “metode” berasal dari bahasa Greek yang

berarti dari “meta” yang berarti “melalui” dan “hodos” yang berarti jalan. Jadi

metode berarti “ jalan yang dilalui”. Dalam kamus besar bergambar Bahasa

Indonesia yang disusun oleh Moeliono (2007: 455), metode diartikan cara teratur

yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan

yang dikehendaki; metode berpikir alat, teknik atau cara berpikir.

Permainan merupakan suatu aktivitas untuk memperoleh suatu keterampilan

tertentu dengan cara menggembirakan. Apabila ketermpilan yang diperoleh dalam


18

permainan itu berupa keterampilan bahasa tertentu, permainan tersebut dinamakan

permainan bahasa. Belajar dengan bermain adalah kegiatan terpadu antara belajar

dan bermain yang diintegrasikaan dalam sebuah materi pelajaran. Tindakan ini

merupakan upaya menciptakan kegiatan pembelajarn yang menyenangkan, dengan

tujuan akhir mencapai pembelajaran yang sehat dan pemerolehan mutu yang

optimal.

Permainan bahasa tidak dimaksudkan untuk mengukur atau mengevaluasi

hasil belajar siswa. Kalaupun dipaksakan, bukan alat evaluasi yang baik, sebab

permainan bahasa tersebut mengandung unsur spekulasi yang cukup besar

(Soepamo, 1998: 45). Hal tersebut dapat dimengerti, sebab sekelompok anak, atau

seseorang anak yang menang dalam permainan belum tentu secara utuh

mencerminkan siswa pandai.

Pengertian bermain adalah melakukan suatu perbuatan untuk

menyenangkan hati (dengan alat-alat tertentu atau tidak). Bermain adalah sarana

untuk belajar mengembangkan akal dan fisik secara bersamaan. Bermain adalah

seni dan ilmu. Hal ini sejalan dengan pendapat Plato, Aristoteles, Frobel

menganggap bermain sebagai kegiatan yang mempunyai nilai praktis. Artinya,

bermain digunakan sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan

kemampuan tertentu pada anak (Tedjasaputra, 2005: 2). Bermain selain untuk

memperbarui aktivitas akal dan fisik, juga merupakan sarana pengembangan

pengetahuan, pembentuk kepribadian, dan akhlak, serta sarana mendidik potensi

kehidupan.

Bentuk-bentuk permainan yang menumbuhkan kreativitas dan

keterampilan, misalnya puzzle, pesan berantai, bermain dengan kartu adalah


19

permainan-permainan yang sesuai untuk kegiatan berkelompok yang

membutuhkan tingkat kemampuan yang tinggi, sebagai tenaga pendidik kita harus

bisa membuat permainan-permainan yang menantang anak untuk mengasah

keterampilan dan kreativitasnya. Keberhasilan dalam menggunakan permainan itu

tergantung pada kesabaran, koordinasi, dan ketangkasan anak tersebut. Permainan

yang menumbuhkan kreativitas dan keterampilan membantu anak untuk

mendapatkan rasa puas terhadap kemampuannya. Permainan memberikan sebuah

kesempatan bagi seorang anak untuk bekerja sendiri atau berkelompok.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dimaknai bahwa metode permainan

adalah metode pembelajaran yang mengatur pembelajaran sedemikian rupa

sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu

tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan oleh siswa

sendiri

Dalam penelitian ini permainan wayang didesain identik dengan permainan

puzzle. Puzzle tersebut terbuat dari kardus yang terdiri dari potongan gambar

wayang, potongan nama tokoh wayang, sifat, senjata dan keluarganya.

Keistimewaan puzzle ini, jika gambar wayang tersebut dibalik maka yang tampak

tulisan huruf Jawa sedangkan jika potongan nama tokoh wayang, sifat, senjata, dan

keluarganya dibalik yang muncul tulisan kalimat-kalimat bijak yang sarat dengan

nilai budi pekerti.

2. Langkah-Langkah Metode Permainan Wayang

Sutrisno (2009: 42) menguraikan langkah-langkah pembelajaran dengan

metode permainan wayang sebagai berikut:


20

a. Siswa mengamati wayang kulit yang berada di dinding kelas secara

berkelompok dengan waktu yang telah ditentukan.

b. Guru menjelaskan tokoh-tokoh wayang yang telah diamati siswa dengan

menggunakan LCD dan lagu-lagu yang sudah familier di hati siswa.

c. Siswa secara berkelompok memasangkan gambar dan kartu pada papan puzzle

sederhana yang terbuat dari kardus dengan desain gambar depan berupa gambar

wayang, nama tokoh wayang, asal kasatriyan, watak dan senjatanya, sedangkan

bagian belakang berupa tulisan jawa serta kata-kata bijak dalam bahasa Jawa

yang mengandung ajaran budi pekerti, kemudian melaporkan.Siswa

menceritakan kembali tokoh wayang yang dijalankan berkeliling dengan

diiringi lagu, dilanjutkan tanya jawab dari siswa.

D. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Utami (2014) tentang upaya meningkatkan

hasil belajar Bahasa Jawa cerita wayang Arjuna diperoleh data rata-rata hasil

belajar Bahasa Jawa sebesar 66 dengan ketuntasan belajar mencapai 60% pada

siklus I, siklus II diperoleh rata-rata hasil belajar Bahasa Jawa sebesar 74 dengan

ketuntasan mencapai 72%, dan siklus III rata-rata hasil belajar Bahasa Jawa

sebesar 79 dengan ketuntasan mencapai 81% (Jurnal Wisanggeni, Volume 1

Nomor 2 Agustus 2015, ISSN: 2443-3284).

Hasil penelitian Setyowati (2013) menyimpulkan bahwa melalui

pemanfaatan media wayang kartun dapat keterampilan berbicara bahasa Indonesia

siswa kelas II di SDN Oro-Oro Dowo Kota Malang, yang dibuktikan dengan

peningkatan keterampilan berbicara setelah tindakan pembelajaran dengan

memanfaatkan wayang kartun dari siklus I dan II. Siswa pada siklus I memperoleh

nilai rata-rata keterampilan berbicara 72, sedangkan pada siklus II adalah 85.
21

Penelitian yang dilakukan Mintarsih (2007) menunjukkan bahwa dengan

permainan memilah kartu dapat digunakan sebagai teknik pembelajaran membaca

peta pada siswa kelas IV SDN Sukorejo 02 Semarang tahun 2006/2007. Permainan

ini mampu melibatkan aktivitas kerjasama siswa yang dapat digunakan untuk

mengajarkan konsep, karakteristik klasifikasi, fakta tentang benda dan informasi.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu di atas maka dapat diketahui

bahwa penelitian tindakan kelas mengenai peningkatan hasil belajar bahasa Jawa

materi cerita wayang Pandhawa melalui metode permainan wayang belum pernah

dilakukan oleh peneliti lain sehingga orisinilitas konsep ini dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Terhadap hasil-hasil penelitian yang secara

variabel berhubungan akan semakin membuktikan akurasi hasil-hasil penelitian

sebelumnya.

E. Kerangka Berpikir

Penerapan metode permainan wayang merupakan salah satu wujud aplikasi

pembelajaran multimakna dalam mata pelajaran Bahasa Jawa. Melalui metode

permainan wayang, siswa dilibatkan secara holistik baik aspek fisik, emosional,

dan intelektualnya. Selengkapnya dapat disimak dalam kerangka berpikir di bawah

ini:

Proses Pembelajaran
Bahasa Jawa di Sekolah Peningkatan
Dasar: Metode
Hasil Belajar
Permainan
 Aspek mendengarkan dan Motivasi
Wayang
 Aspek membaca Bahasa Jawa
 Aspek menulis
 Aspek berbicara

Bagan 2.1: Kerangka Berpikir


22

Berdasarkan bagan di atas dapat dimaknai bahwa proses pembelajaran

bahasa Jawa yang multimakna perlu mengoptimalkan keempat aspek yang

mencakupi mendengarkan, membaca, menulis, dan berbicara. Metode permainan

wayang diasumsikan dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar Bahasa Jawa

khususnya kompetensi dasar mendengarkan cerita tokoh wayang Pandhawa.

F. Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah:

1. Melalui penerapan metode permainan wayang secara optimal dapat

meningkatkan hasil belajar Bahasa Jawa tentang cerita tokoh Pandhawa pada

siswa kelas V SDN 1 Magelung Kabupaten Kendal tahun pelajaran

2015/2016.

2. Melalui penerapan metode permainan wayang secara optimal dapat

meningkatkan motivasi belajar Bahasa Jawa tentang cerita tokoh Pandhawa

pada siswa kelas V SDN 1 Magelung Kabupaten Kendal tahun pelajaran

2015/2016.

Anda mungkin juga menyukai