Anda di halaman 1dari 14

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK MELALUI

PENDEKATAN HUMANISTIK MENGGUNAKAN BIMBINGAN LAYANAN


BIMBINGAN KELOMPOK

Aida Sari Haji Nst, Muhammad Farhan Azmi, Mawaddah Harahap, Mutia Fitri, Siska
Amelia

aidasari27082020@gmail.com, farhaanzmiii@gmail.com, harahapmawaddah79@gmail.com,


fitrimutia187@gmail.com, siskaameliaa0307@gmail.com

Universitas Islam Negri Sumatera Utara

ABSTRAK
Pendahuluan

Motivasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa.


Seseorang akan mendapat hasil yang diinginkan dalam belajar apabila dalam dirinya terdapat
keinginan untuk belajar. Motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong untuk pencapaian hasil
yang baik. Seseorang akan melakukan suatu kegiatan karena ada motivasi dalam dirinya.
Adanya motivasi yang tinggi dalam belajar akan mencapai hasil yang optimal.Motivasi
sebagai faktor utama dalam belajar yakni berfungsi menimbulkan, mendasari, dan
menggerakkan perbuatan belajar. Menurut hasil penelitian melalui observasi langsung, bahwa
kebanyakan siswa yang besar motivasinya akan giat berusaha, tampak gagah, tidak mau
menyerah, serta giat membaca untuk meningkatkan hasil belajar serta memecahkan masalah
yang dihadapinya. Sebaliknya mereka yang memiliki motivasi rendah, tampak acuh tak acuh,
mudah putus asa, perhatiannya tidak tertuju pada pembelajaran yang akibatnya siswa akan
mengalami kesulitan belajar (Rahman, 2022).

Guru bagi masyarakat awan selama ini dipahami sebagai orang yang pekerjaannya
mengajar.+ Pergeseran pengertian guru dari orang yang pekerjaannya mengajar menjadi
pendidik profesional, tetapi bagi sebagian orang mungkin tidak begitu dimasalahkan. Guru
memiliki pengaruh yang luar biasa bagi arah pengembangan pendidikan di Indonesia
pergeseran pemahaman terhadap guru dari mengajar menjadi pendidik sudah menjadi
keputusan hukum di Indonesia yang telah disahkan baik aturan tentang Guru dan Dosen.
Hukum memberikan penjelasan guru sebagai pendidik profesional ketimbang sebagai orang
yang pekerjaannya mengajar dengan kemampuan tenaga professional. Siswa akan terdorong
untuk belajar manakala mereka memiliki motivasi untuk belajar. 1) Kuatnya kemauan untuk
berbuat, 2) Jumlah waktu yang disediakan untuk belajar, 3) Kerelaan meninggalkan
kewajiban atau tugas yang lain, 4) Ketekunan dalam mengerjakan tugas.

Menumbuhkan motivasi belajar siswa merupakan salah satu teknik dalam


mengembangkan kemampuan dan kemauan belajar. Salah satu cara yang logis untuk
momotivasi siswa dalam pembelajaran adalah mengaitkan pengalaman belajar dengan
motivasi siswa. Guru sebagai orang yang membelajarkan siswa sangat berkepentingan
dengan masalah ini. Sehingga sebagai guru atau calon guru sebisa mungkin kita harus selalu
berupaya untuk dapat meningkatkan motivasi belajar terutama bagi siswa yang mengalami
kesulitan dalam belajar dengan menggunakan berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh guru
yaitu 1) Memperjelas tujuan yang ingin dicapai. 2) Membangkitkan motivasi siswa. 3)
Ciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar. 4) Mengguanakan variasi metode
penyajian yang menarik. 5) Berilah pujian yang wajar setiap keberhasilan siswa. 6) Berikan
penilaian. 7) Berilah komentar terhadap hasil pekerjaan siswa. 8) Ciptakan persaingan dan
kerjasama (Suprihatin, 2015).

Pembahasan

Berdasarkan Permasalahan pada penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan


deskriptif kualitatif, (dalam Nursapiah, 2020) Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang
berpangkal dari pola fikir induktif, yang didasarkan atas pengamatan obyektif partisipatif
teradap suatu gejala (fenomena) sosial. Pengamatan tersebut diarahkan pada individu atau
kelompok sosial tertentu dengan berpedoman pada tujuan tertentu atau fokus permasalahan
tertentu. Jika penelitian kuantitatif berusaha untuk mencoba memecahkan masalah
(menemukanjawaban) melalui desain yang ketat (misalnya korelasi, eksperimen dan
deskriptif kuantitatif) untuk mencapai kesimpulan objektif. Metode yang ditempuh dalam
penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Karena pada
hakekatnya ingin memahami dan mengungkapkan secara mendalam atau menurut bahasa
peneliti yaitu mendeskripsikan Upaya Meningkatkan Motovasi Belajar Peserta Didik Melalui
Pendekatan Humanistik Dengan Menggunakan Layanan Bimbingan Kelompok.

Metode penelitian deskriptif adalah metode dimana seorang peneliti mengumpulkan


data, kemudian menganalisis data tersebut secara kritis dan menyimpulkannya berdasarkan
fakta-fakta pada saat penelitian berlangsung.

Bogdan dan Taylor (Moleong, 1975: 5) mendefinisikan pendekatan penelitian yang


menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku
yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara utuh.
Kemudian Menurut Bogdan dan Taylor (1992 : 3) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif
adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau
tulisan dan perilaku orangorang yang di amati. Maka dalam upaya menemukan fakta dan data
secara ilmiah yang melandasi, peneliti menetapkan untuk mengunakan studi desktiptif
dengan pendekatan kualitatif terhadap permasalahan yang diteliti.

Menurut Sugiyono ( 2017:9) menyatakan bahwa "Metode penelitian kualitatif adalah


metode penelitin yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme atau enterpretetif,
digunakan untuk meneliti kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah
instrumenkenci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi ( gabungan observasi,
wawancara, dokumentasi), data yang diperoleh cenderung kualitatif, analisis data bersifat
induktif/kualitatif, dan hasil penelitian bersifat untuk memahami makna, memahami
keunikan, mengkonstruksi fenomena, dan menemukan hipotesis".

1. Pengertian Motivasi Belajar

Motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai daya penggerak yang
ada di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitasaktivitas tertentu demi tercapainya
suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiap siagaan).
Perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan di
dahului dengan stimulus untuk mencapai adanya tujuan. Dalam kegiatan belajar, motivasi
dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan,
menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan
dapat tercapai. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang
tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar.

Munandir (dalamW.SWinkel,1996: 36) mengemukakan belajar adalah suatu proses


yang ditandai dengan adanya perubahan disposisi atau kapabilitas pada diri seseorang.
Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti
perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan,
kebiasaaan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu. Hal yang sama juga
dikemukakan oleh Abu Ahmadi (1993:20) belajar merupakan suatu bentuk pertumbuhan atau
perbuatan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku berkat
pengalaman dan latihan. Sedangkan Biggs (dalam Muhibbin Syah,1995:91) mengemukakan
pengertian belajar dalam tiga macam rumusan, yaitu: rumusan kuantitatif, rumusan
institusional dan rumusan kualitatif. Secara kuantitatif (jumlah), belajar berarti kegiatan
pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyakbanyaknya. Jadi,
belajar dalam hal ini dipandang dari sudut berapa banya materi yang dikuasai siswa.

Selanjutnya Mulyati (2005:2) berpendapat belajar adalah pembentukan atau shaping


tingkah laku individual melalui kontak dengan lingkungan”. Sedangkan pada teori Thorndike
(dalam Hamzah Uno,2008:11) mengemukakan bahwa belajar adalah “proses interaksi antara
stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan atau gerakan) dan respons (yang juga bisa
berupa pikiran, perasaan atau gerakan). Jelasnya menurut Thorndike ini, perubahan tingkah
laku dalam belajar dapat berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati), atau yang
nonkonkret (tidak bisa diamati). Kadai berdasarkan pendapat para ahli diatas bahwa Secara
institusional belajar dipandang sebagai proses memperoleh pemahaman, penerapkan dan
pengusaan terhadap materi-materi yang telah dipelajari dalam kehidupannya. Di dalam
belajar praktek misalnya, perubahan tingkah laku seseorang dapat dilihat secara konkret atau
dapat diamati.

Pengamatan ini dapat diwujudkan dalam bentuk gerakan yang dilakukan terhadap
suatu objek yang dikerjakannya. Jadi secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan
perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan
interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Perubahan itu tidak hanya
berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan tetapi juga berbentuk kecakapan,
keterampilan,sikap, pengertian, harga diri, minat, watak maupun penyesuaian diri.

2. Faktor – Faktor yang mempengaruhi motivasi belajar

Keberhasilan siswa dalam belajar ditentukan oleh banyak faktor, satu diantaranya
adalah motivasi belajar. Masing-masing siswa memiliki motivasi belajar yang berbeda satu
dengan yang lain. Perbedaan semacam ini memiliki dampak yang berbeda pula ketika siswa
mengikuti pelajaran. Hal ini terjadi juga karena adanya perbedaan kebutuhan masing-masing
siswa dalam proses pembelajaran. Perbedaan motivasi belajar siswa semacam ini menjadikan
suatu kasus yang harus dipahami oleh seorang guru dan pada akhirnya harus ditemukan
sebuah solusi untuk menyelesaikannya.

Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling berkaitan dan memiliki daya
pengaruh yang kuat satu dengan yang lain. Motivasi belajar muncul karena adanya faktor
intrinsik, yaitu berupa hasrat dan keinginan untuk berhasil serta dorongan kebutuhan belajar.
Faktor ekstrinsiknya yaitu adanya pengakuan terhadap lingkungan belajar yang kondusif,
nyaman dan menarik. Motivasi belajar pada hakikatnya adalah dorongan internal dan
eksternal pada siswa dengan indikator-indikator yang mendukung (Rohman, 2018).

dalam (Aritonang, 2008) Faktor dari dalam yaitu faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi belajar yang berasal dari siswa yang sedang belajar. Faktor-faktor ini
diantaranya adalah: (a) minat individu merupakan ketertarikan individu terhadap sesuatu.
Minat belajar siswa yang tinggi menyebabkan belajar siswa lebih mudah dan cepat (b)
motivasi belajar antara siswa yang satu dengan siswa lainnya tidaklah sama. Motivasi belajar
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: cita-cita siswa, kemampuan belajar siswa,
kondisi siswa, kondisi lingkungan, unsur-unsur dinamis dalam belajar, dan upaya guru
membelajarkan siswa.
Faktor dari luar yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar siswa yang mempengaruhi
proses dan hasil belajar. Faktor-faktor ini di antaranya adalah lingkungan sosial. Yang
dimaksud dengan lingkungan sosial di sini yaitu manusia atau sesama manusia, baik manusia
itu hadir ataupun tidak langsung hadir. Kehadiran orang lain pada waktu sedang belajar,
sering mengganggu aktivitas belajar. Salah satu dari lingkungan sosial tersebut yaitu
lingkungan siswa di sekolah yang terdiri dari teman sebaya, teman lain kelas, guru, kepala
sekolah serta karyawan lainnya yang dapat juga mempengaruhi proses dan hasil belajar
individu.

Faktor instrumen yaitu faktor yang berhubungan dengan perangkat pembelajaran


seperti kurikulum, struktur program, sarana dan prasarana pembelajaran (media
pembelajaran), serta guru sebagai perancang pembelajaran. Dalam penggunaan perangkat
pembelajaran tersebut harus dirancang oleh guru sesuai dengan hasil yang diharapkan.

3. Teori Pendekatan Humanistik

Sejarah Pendekatan Humanistik

Abraham Maslow (1908-1970) dapat dipandang sebagai bapak dari psikologi


humanistik. Gerakan ini merupakan gerakan psikologi yang merasa tidak puas dengan
psikologi behavioristik dan psikoanalisis, dan mencari alternatif psikologi yang fokusnya
adalah manusia dengan ciri-ciri eksistensinya. Maslow tertarik dengan apa yang
dikemukakan oleh Adler, dan ia sendiri dijadikan contoh teori Adler tentang rasa inferior dan
kompensasi. Namun kompensasinya semula tidak dapat dicapainya dan ia pindah menekuni
buku, dan dalam hal ini ia berhasil. Gerakan psikologi humanistik mulai di Amerika Serikat
pada tahun 1950 dan terus berkembang. Para tokohnya berpendapat bahwa psikologi teru-
tama psikologi humanistik mendehumanisasi manusia. Sekalipun psikologi behavioristik
menunjukkan keberhasilannya yang cukup spektakuler dalam bidang-bidang tertentu, namun
sebenarnya gagal untuk memberikan sum- bangan dalam pemahaman manusia dan kondisi
eksistensinya.

Dalam suasana ketidakpuasan terhadap psikologi behavioristik, muncul berbagai


macam buku ataupun artikel yang berkisar pada penekanan soal person. Misalnya Maslow
dengan bukunya yang berjudul "Motivation and Personality" (1954) bukunya Allport yang
berjudul "Becoming" (1955). yang menekankan pada sifat-sifat yang ada pada manusia.
Karena itu para ahli psikologi humanistik mengarahkan perhatiannya pada "humanisasi"
psikologi, yang menekankan pada keunikan manusia, Manusia adalah makhluk yang kreatif,
yang dikendalikan bukan oleh kekuatan-kekuatan ketidaksadaran (psikoanalisis), melainkan
oleh nilai-nilai dan pilihan-pilihannya sendiri. Pada tahun 1958 Maslow menamakan
psikologi humanistik sebagai "kekuatan yang ketiga", disamping psikologi behavioristik dan
psikoanalisis sebagai kekuatan pertama dan kekuatan kedua.

Maslow menjadi terkenal karena teori motivasinya, yang tercermin dalam bukunya
"Motivation and Personality" la mengajukan teori tentang hierarchy of needs. Kebutuhan-
kebutuhan atau needs ini adalah innate, yaitu:

1. Kebutuhan-kebutuhan fisiologis (the physiological needs)

2 Kebutuhan akan rasa aman (the safety needs)

3. Kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki (the belongingness and love needs)

4. Kebutuhan akan penghargaan (the esteem needs)

5. Kebutuhan untuk aktualisasi diri (the needs for self actualization).

Apabila kebutuhan yang satu telah terpenuhi, maka kebutuhan yang lebih tinggi
menuntut untuk dipenuhi, demikian seterusnya. Kebutuhan untuk aktualisasi diri merupakan
kebutuhan yang paling tinggi.

Menurut Maslow psikologi harus lebih manusiawi, yaitu lebih me- musatkan
perhatiannya pada masalah-masalah kemanusiaan. Psikologi harus mempelajari kedalaman
sifat manusia, selain mempelajari perilaku yang nampak juga mempelajari perilaku yang
tidak nampak mempelajari ketidaksadaran sekaligus mempelajari kesadaran. Introspeksi
sebagai suatu metode penelitian yang telah disingkirkan, harus dikembalikan lagi sebagai
metode penelitian psikologi Psikologi harus mempelajari manusia bukan sebagai tanah liat
yang pasif, yang ditentukan oleh kekuatan-kekuatan dari luar, tetapi manusia adalah makhluk
yang aktif, menentukan geraknya sendiri, ada kekuatan dari dalam untuk menentukan
perilakunya (Daulay, 2014).
Ada empat ciri psikologi yang berorientasi humanistik, yaitu:

1. Memusatkan perhatian pada orang yang mengalami, dan karenanya berfokus pada
pengalaman sebagai fenomena primer dalam mempe- lajari manusia.

2. Menekankan pada kualitas-kualitas yang khas manusia, seperti kreati- vitas,


aktualisasi diri, sebagai lawan dari pemikiran tentang manusia yang mekanistis dan
reduksionistis.

3. Menyandarkan diri pada kebermaknaan dalam memilih masalah- masalah yang


akan dipelajari dan prosedur-prosedur penelitian yang akan digunakan.

4. Memberikan perhatian penuh dan meletakkan nilai yang tinggi pada kemuliaan dan
martabat manusia serta tertarik pada perkembangan potensi yang inheren pada setiap
individu.

Pengertian Humanistik

Pengertian Belajar Menurut Teori Humanistik, proses belajar harus dimulai dan
ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar
humanistik sifatnya lebih abstrak danlebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian
dan psikoterapi, daripada bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat
mementingkan isi yang dipelajari daripada proses belajar itu sendiri. Teori belajar ini lebih
banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-
citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain,
teori ini lebih tertarik pada pengertian belajar dalam bentuknya yang paling ideal daripada
pemahaman tentang proses belajar sebagaimana apa adanya, seperti yang selama ini dikjaji
oleh teori-teori belajar lainnya.

Dalam pelaksanaannya, teori humanistik ini antara lain tampak juga dalam
pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausubel. Pandangannya tentang belajar bermakna
atau ‟meaningful learning”. Yang juga tergolong dalam aliran kognitif ini, mengatakan
bahwa belajar merupakan asimilasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan
dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor motivasi dan
pengalaman emosional dalam peristiwa belajar, sebab tanpa motivasi dan keinginan dari
pihak si belajar,maka tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif
yang telah dimilikinya. Teori humanistic berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat
dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu mencapai aktualisasi diri,
pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar, secara optimal. Pemahaman terhadap
belajar yang diidealkan menjadikan teori humanistic dapat memanfaatkan teori belajar
apapun asal tujuannya untuk memanusiakan manusia. Hal ini menjadikan teori humanistik
bersifat sangat elektik. Tidak dapatdisangkal lagi bahwa setiap pendirian atau pendekatan
belajar tertentu, akan ada kebaikan dan ada pula kelemahannya. Dalam arti ini eklektisisme
bukanlah suatu sistem dengan membiarkan unsure-unsur tersebut dalam keadaan
sebagaimana adanya atau aslinya. Teori humanistic akan memanfaatkan teori-teori apapun,
asal tujuannya tercapai, yaitu memanusiakan manusia. Manusia adalah makhluk yang
kompleks (Perni, 2018).

Tahap-Tahap Humanistik

Pandangan Para Tokoh Penganut Aliran Humanistik Terhadap Belajar. Banyak tokoh
penganut aliran humanistic, diantaranya adalah Kolb yang terkenal dengan “Belajar Empat
Tahap”nya, Honey dan Mumford dengan pembagian tentang macam-macam siswa, hubermas
dengan “Tiga macam tipe belajar”nya, serta Bloom dan Krathwohl yang terkenal dengan
“Taksonomi Bloom”nya. Pandangan masing-masing tokoh terhadap belajar dideskripsikan
sebagai berikut:

dalam (Perni, 2018) Pandangan Kolb terhadap Belajar. Kolb seorang ahli penganut
aliran humanistic membagi tahap-tahap belajar menjadi 4, yaitu a) Tahap pengalaman
konkret, b) Tahap pengamatan aktif danreflektif, c) tahap konseptualisasi, dan d) Tahap
eksperimentasi aktif.

a. Tahap pengalaman konkret Pada tahap paling awal atau dalam peristiwa belajar
adalah seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu kejadian
sebagaimana adanya. Ia dapat melihat dan merasakannya, dapat menceritakan peristiwa
tersebut sesuai dengan apa yang dialaminya. Namun dia belum memiliki kesadaran tentang
hakikat dari peristiwa tersebut. Ia hanya dapat merasakan kejadian tersebut apa adanya, dan
belum dapat memahami serta menjelaskan bagaimana peristiwa itu terjadi. Ia juga belum
dapat memahami mengapa peristiwa tersebut harus terjadi seperti itu. Kemampuan inilah
yang terjadi dan dimiliki seseorang pada tahap paling awal dalam proses belajar.

b. Tahap pengamatan aktif dan reflektif Tahap kedua dalam peristiwa belajar adalah
bahwa seseorang makinlama akan semakin mampu melakukan observasi secara aktif
terhadap peristiwa yang dialaminya. Ia mulai berupaya untukmencari jawaban dan
memikirkan kejadian tersebut. Ia melakukan reflaksi terhadap peristiwa yang dialaminya,
dengan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana hal itu bisa terjadi, dan mengapa
hal itu mesti terjadi. Pemahamannya terhadap peristiwa yang dialaminya semakin
berkembang. Kemampuan inilah yang dimiliki seseorang pada tahap kedua dalam proses
belajar.

c. Tahap konseptualisasi Tahap ketiga dalam peristiwa belajar adalah seseorang sudah
mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep, atau
hukumdan prosedur tentang sesuatu yangmenjadi objek perhatiannya. Berpikir induktif
banyak dilakukan untuk merumuskan suatu aturan umumataugeneralisasi dari berbagai
contoh peristiwa yang dialaminya. Walaupun kejadian-kejadian yang diamati tampak
berbeda-beda,namun memiliki komponen-komponen yang sama yang dapat dijadikan dasar
aturan bersama.

d. Tahap eksperimentasi aktif Tahap terakhir dari peristiwa belajar menurut Kolb
adalah melakukan eksperimentasi secara aktif. Pada tahap ini seseorang sudah mampu
mengaplikasikan kosep-konsep, teori-teori, atau atuaran-aturan ke dalam situasi nyata.
Berpikir deduktif banyak digunakan untuk mempraktekkan danmenguji teori-teori serta
konsep-konsep di lapangan. Ia tidak lagi mempertanyakan asal usul teori atau suatu rumus,
tetapi ia mampu menggunakan teori atau rumus-rumus tersebut untuk memecahkan masalah
yang dihadapinya, yang belum pernah ia jumpai sebelumnya. Tahap-tahap belajar demikian
dilukiskan oleh Kolb sebagai suatu siklus yang berkesinambungan dan berlangsung diluar
kesadaran orang yang belajar. Secara teoretis tahap-tahap belajar tersebut memang dapat
dipisahkan, namun dalam kenyataannya proses peralihan dari satu tahap ke tahap belajar di
atasnya sering kali terjadi begitu saja sulit untuk ditentukan kapan terjadinya.

4. Layanan Bimbingan Kelompok

Layanan Bimbingan Kelompok adalah layanan BK yang membantu peserta didik


dalam pengembangan pribadi, kemampuan sosial, kegiatan belajar, karir/ jabatan, dan
pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu sesuai dengan tuntutan karakter
yang terpuji melalui dinamika kelompok (ABKIN,2013:20)

Layanan Bimbingan Kelompok mengaktifkan dinamika kelompok untuk membahas


berbagai hal (topik-topik) yang berguna bagi pengembangan pribadi dan/atau pemecahan
masalah individu yang menjadi pesertakegiatan kelompok. Prayitno (1995:23) menjelaskan
bahwa, “Dinamika kelompok merupakan sinergi dari semua faktor yang ada dalam suatu
kelompok”, artinya merupakan pengerahan secara serentak semua faktor yang dapat
digerakkan dalam kelompok. Topik-topik yang akan dibahas dalam bimbingan kelompok
adalah topik-topik umum yang mengandung permasalahan aktual dan menjadi perhatian
anggota kelompok. Topik tersebut dibahas melalui suasana dinamika kelompok dan diikuti
oleh semua anggota kelompok di bawah bimbingan pemimpin kelompok (PK). Melalui
dinamika kelompok, permasalahan yang dihadapi oleh anggota kelompok dapat
memperoleh pemecahan masalah/ teratasinya masalah yang sedang dihadapi sehingga
kehidupan sehari-hari dapat efektif kembali.

Oleh karena itu, layanan bimbingan kelompok dianggap sebagai layanan yang
efektif untuk mengatasi masalah motivasi belajar yang dihadapi oleh siswa. Melalui
layanan bimbingan kelompok, siswa diminta untuk ber BMB3 (berpikir, merasa, bersikap,
bertindak dan bertanggung jawab)terkait dengan topik yang dibahas. Siswa yang memiliki
masalah dalam motivasi belajar dan berperilaku membolos akan memperoleh berbagai hal
yang sangat berguna bagi pemecahan masalahnya. Selain itu, anggota kelompok lain yang
ikut berperan aktif selama kegiatan layanan berlangsung akan meperoleh berbagai
informasi, wawasan, pemahaman, nilai dan sikap, dan berbagai alternatif yang dapat
memperkaya serta dapat dipraktikkan apabila mengalami masalah yang sama. Dengan
demikian, layanan bimbingan kelompok tidak hanya mengentaskan permasalahan yang
dialami oleh anggota kelompok tetapi juga dapat mencegah timbulnya perilaku yang tidak
diinginkan serta mengembangkan/ mempertahankan perilaku anggota kelompokyang baik.

Tahapan Layanan Bimbingan Kelompok

Prayitno (1995: 40) dalam melaksanakan layanan bimbingan kelompok terdapat


beberapa tahap sebagai berikut:

1. Tahap Pembentukkan

Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap memasukkan
diri ke dalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini pada umumnya para anggota saling
memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan yang ingin
dicapai baik oleh masing-masing, sebagian, maupun seluruh anggota. Memberikan penjelasan
tentang bimbingan kelompok sehingga masing-masing anggota akan tahu apa arti dari
bimbingan kelompok dan mengapa bimbingan kelompok harus dilaksanakan serta
menjelaskan aturan main yang akan diterapkan dalam bimbingan kelompok ini. Jika ada
masalah dalam proses pelaksanaannya, mereka akan mengerti bagaimana cara
menyelesaikannya. Asas kerahasiaan juga disampaikan kepada seluruh anggota agar orang
lain tidak mengetahui permasalahan yang terjadi pada mereka.

2. Tahap Peralihan

Tahap kedua merupakan “jembatan” antara tahap pertama dan ketiga. Ada kalanya
jembatan ditempuh dengan amat mudah dan lancar, artinya para anggota kelompok dapat
segera memasuki kegiatan tahap ketiga dengan penuh kemauan dan kesukarelaan. Ada
kalanya juga jembatan itu ditempuh dengan susah payah, artinya para anggota kelompok
enggan memasuki tahap kegiatan kelompok yang sebenarnya, yaitu tahap ketiga. Dalam
keadaan seperti ini pemimpin kelompok, dengan gaya kepemimpinannya yang khas,
membawa para anggota meniti jembatan itu dengan selamat.

Adapun yang dilaksanakan dalam tahap ini yaitu:

1) Menjelaskan kegiaatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya;

2) menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan
pada tahap selanjutnya;

3) membahas suasana yang terjadi;

4) meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota;

5) Bila perlu kembali kepada beberapa aspek tahap pertama.

3. Tahap Kegiatan

Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok, maka aspek-aspek yang menjadi isi
dan pengiringnya cukup banyak, dan masing-masing aspek tersebut perlu mendapat perhatian
yang seksama dari pemimpin kelompok. ada beberapa yang harus dilakukan oleh pemimpin
dalam tahap ini, yaitu sebagai pengatur proses kegiatan yang sabar dan terbuka, aktif akan
tetapi tidak banyak bicara, dan memberikan dorongan dan penguatan serta penuh empati.

Tahap ini ada berbagai kegiatan yang dilaksanakan, yaitu:

1) Masing-masing anggota secara bebas mengemukakan masalah atau topik bahasan

2) Menetapkan masalah atau topik yang akan dibahas terlebih dahulu

3) Anggota membahas masing-masing topik secara mendalam dan tuntas.


4) Kegiatan selingan.

Kegiatan tersebut dilakukan dengan tujuan agar dapat terungkapnya masalah atau
topik yang dirasakan, dipikirkan dan dialami oleh anggota kelompok. Selain itu dapat
terbahasnya masalah yang dikemukakan secara mendalam dan tuntas serta ikut sertanya
seluruh anggota secara aktif dan dinamis dalam pembahasan baik yang menyangkut unsur
tingkah laku, pemikiran ataupun perasaan.

4. Tahap Pengakhiran

Pada tahap pengakhiran bimbingan kelompok, pokok perhatian utama bukanlah pada
berapa kali kelompok itu harus bertemu, tetapi pada hasil yang telah dicapai oleh kelompok
itu. Kegiatan kelompok sebelumnya dan hasil-hasil yang dicapai seyogyanya mendorong
kelompok itu harus melakukan kegiatan sehingga tujuan bersama tercapai secara penuh.
Dalam hal ini ada kelompok yang menetapkan sendiri kapan kelompok itu akan berhenti
melakukan kegiatan, dan kemudian bertemu kembali untuk melakukan kegiatan. Ada
beberapa hal yang dilakukan pada tahap ini, yaitu:

1) Pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri.

2) Pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil-hasil kegiatan.

3) Membahas kegiatan lanjutan.

4) Mengemukakan pesan dan harapan.

Setelah kegiatan kelompok memasuki pada tahap pengakhiran, kegiatan kelompok


hendaknya dipusatkan pada pembahasan dan penjelajahan tentang apakah para anggota
kelompok mampu menerapkan hal-hal yang mereka pelajari (dalam suasana kelompok), pada
kehidupan nyata mereka sehari-hari.

Hasil Pembahasan

Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu.1993. Cara Belajar Mandiri Dan Sukses. Solo:CV Aneka Cipta.

Aritonang, K. T. (2008). Minat dan motivasi dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Jurnal
pendidikan penabur, 7(10), 11-21.

Mulyati. 2005. Psikologi Belajar. Yogyakarta: CV.Andi Offset. Harbeng Masni, Strategi
Meningkatkan Motivasi Belajar

Munandar, Anshar Sunyoto.2001. Psikologi Industri dan organisasi. Jakarta:UI Press.

Perni, N. N. (2018). Penerapan Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran. Adi Widya:
Jurnal Pendidikan Dasar, 3(2), 105-113.

Rahman, Sunarti. "Pentingnya motivasi belajar dalam meningkatkan hasil belajar." Prosiding
Seminar Nasional Pendidikan Dasar. 2022.

Rohman, A. A., & Karimah, S. (2018). Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya


motivasi belajar siswa kelas XI. Jurnal At-Taqaddum, 10(1), 95-108.

Suprihatin, Siti. "Upaya guru dalam meningkatkan motivasi belajar siswa." Jurnal
Pendidikan Ekonomi UM Metro 3.1 (2015): 73-82.

Anda mungkin juga menyukai