Anda di halaman 1dari 23

PENGARUH GAYA BELAJAR DAN EFIKASI DIRI TERHADAP MOTIVASI

BELAJAR DAN HASIL BELAJAR

Proposal Tesis
diajukan untuk melengkapi
persyaratan mencapai gelar magister

NAMA : KHAIRUNISA QADARI


NIM : 20227379053

PRODI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
2023
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sejak manusia menghendaki kemajuan dalam kehidupan, sejak itulah
timbul gagasan untuk melakukan mengembangkan kebudayaan melalui
Pendidikan. Oleh karena itu, dalam sejarah pertumbuhan masyarakat, Pendidikan
senantiasa menjadi perhatian utama dalam rangka memajukan kehidupan generasi
sejalan dengan tuntunan masyarakat. Pendidikan merupakan hak yang sangat
penting bagi warga negara. Pendidikan yang berkualitas menghasilkan sumber
daya manusia (SDM) yang juga berkualitas. Keunggulan suatu bangsa saat ini
tidak hanya ditentukan oleh berlimpahnya kekayaan alam, melainkan juga
keunggulan sumber daya manusia (SDM).
Perkembangan Pendidikan di Indonesia mulai gencar dilakukan karena
dengan perubahan Pendidikan yang lebih baik serta efisien berdampak kepada
kehidupan manusia, dengan adanya perkembangan Pendidikan maka kualitas
Pendidikan pun akan diupayakan untuk terus meningkat. Untuk mendapatkan
Pendidikan yang berkualitas maka perlu dilihat dari sistem belajar sehari-hari.
Belajar merupakan aktivitas manusia yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia, bahkan sejak mereka lahir sampai akhir hayat. Pernyataan
tersebut menjadi ungkapan bahwa manusia tidak dapat lepas dari proses belajar
itu sendiri sampai kapanpun dan dimanapun manusia itu berada.
Masalah belajar adalah masalah yang selalu aktual dan dihadapi oleh
setiap orang. Maka dari itu banyak ahli-ahli membahas dan menghasilkan
berbagai teori tentang belajar. Dalam keseluruhan proses Pendidikan disekolah,
kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa
berhasil tidaknya pencapaian tujuan Pendidikan banyak tergantung pada
bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik.
Setiap proses pembelajaran mengharapkan hasil yang maksimal dalam
pencapaiannya. Namun, setiap siswa merupakan individu yang unik dimana tidak
ada satupun yang sama persis, antara satu dan lainnya terdapat perbedaan pada
karakteristik psikis, kepribadian dan sifat-sifatnya. Perbedaan individu ini
tentunya sangat berpengaruh terhadap gaya dan hasil belajar siswa dan butuh
perhatian lebih dari guru sebagai upaya peningkatan pembelajaran.
Kita perlu sadari bahwa walaupun berbagai upaya telah dilakukan dalam
meningkatkan hasil belajar IPS siswa seperti perbaikan kurikulum, lengkapnya
sarana, cakapnya guru mengelola proses pembelajaran, tidak akan berarti bila
peserta didik tidak bersungguh-sungguh di dalam kegiatan belajarnya.
Kesungguhan peserta didik dalam belajar sangat ditentukan oleh berbagai faktor.
Seperti yang dijelaskan Slameto (2010: 56), “Belajar adalah suatu proses yang
kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya.”
Pembelajaran IPS dapat dipandang sebagai kerangka berfikir (frame of
thinking) untuk mencapai tujuan dan kompetensi tertentu. Sesuai dengan lampiran
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI), bahwa substansi
matapelajaran-matapelajaran sosial di SD/MI, SMP/MTs, dan SMK dikemas
dalam matapelajaran IPS. Untuk melaksanakan Amanah tersebut maka perlu
diterapkan suatu metode, tehnik, serta cara pandang yang tepat yang dapat
memfasilitasi pelaksanaan pembelajaran IPS yang sifatnya padu, agar dapat
membantu peserta didik dalam mencapai standar kompetensi yang ditentukan.
Belajar dikatakan berhasil jika mendapatkan hasil belajar yang baik. Hasil
belajar didapat dari apa yang kita dapatkan dari proses belajar tersebut. Perolehan
nilai dari hasil belajar merupakan salah satu indicator dari keberhasilan belajar itu
sendiri. Tiap individu berbeda tingkatan dalam memperoleh hasil belajar atau
hasil dari proses belajar tersebut. Dalam belajar tentunya terdapat banyak macam
karakteristik dan perilaku siswa beserta kemampuan seseorang dalam menyerap
pembelajaran dan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain:
faktor internal dan eksternal. Pada faktor eksternal antara lain keluarga, sekolah
dan masyarakat Adapun faktor internal yaitu salah satunya yaitu faktor gaya
belajar siswa dan efikasi diri.
Memahami dan menyerap pelajaran adalah kemampuan seseorang yang
pasti berbeda tingkat kemampuannya. Ada yang sangat lambat, ada yang sedang
dan ada pula yang sangat cepat dalam memahami sebuah informasi atau pelajaran
karenanya mereka seringkali harus menempuh cara berbeda. Cara dalam
memahami ataupun menyerap informasi atau pelajaran adalah gaya belajar
seseorang. Gaya belajar merupakan cara menyerap dan mengolah informasi atau
pelajaran dalam diri individu. Gaya belajar siswa sendirilah yang mampu
menyerap dan mengolah informasi atau pengetahuan itu dengan lebih mudah.
Oleh karena itu, memperkenalkan ataupun mengarahkan siswa dalam mengenali
gaya belajar sesuai dengan dirinya sendiri akan membantu dalam menyerap
informasi secara baik, optimal dan efektif sehingga akan membantu peningkatan
prestasi.
Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang
peserta didik dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berpikir
dan memecahkan soal. Tidak semua orang mengikuti cara yang sama. Masing-
masing menunjukkan perbedaan, namun para peneliti dapat menggolong-
golongkannya. Gaya belajar ini berkaitan erat dengan pribadi seseorang, yang
tentu dipengaruhi oleh Pendidikan dan Riwayat perkembangannya (Nasution,
2010:94).
Bagaimana sebuah informasi dapat diterima dengan baik oleh peserta
didik. Jadi gaya belajar peserta didik adalah hal yang sangat berkaitan, saling
mendukung satu dengan yang lain, dan sangat menentukan keberhasilan suatu
proses belajar. Gaya belajar ini merupakan salah satu aspek yang perlu mendapat
perhatian. Gaya belajar merupakan cara termudah yang dimiliki oleh individu
dalam menyerap, mengatur dan mengolah informasi yang diterima. Gaya belajar
yang sesuai adalah kunci keberhasilan seseorang dalam belajar. Oleh karena itu,
dalam kegiatan belajar, siswa sangat perlu dibantu dan diarahkan untuk mengenali
gaya belajar yang sesuai dengan dirinya sehingga tujuan pembelajaran dapat
dicapai secara efektif.
Selain itu, hal lain yang dapat mempengaruhi proses belajar adalah Efikasi
diri. Efikasi diri akan mempengaruhi beberapa aspek dari kognisi dan perilaku
seseorang. Gist dan Mitchell mengatakan bahwa efikasi diri dapat membawa pada
perilaku yang berbeda di antara individu dengan kemampuan yang sama karena
efikasi firi mempengaruhi pilihan, tujuan, pengatasan masalah, dan kegigihan
dalam berusaha. Seseorang dengan efikasi diri tinggi percaya bahwa mereka
mampu melakukan sesuatu untuk mengubah kejadian-kejadian disekitarnya.
Dalam situasi yang sulit, orang dengan efikasi yang rendah cenderung mudah
menyerah. Sementara orang dengan efikasi yang tinggi akan berusaha lebih keras
untuk mengatasi tantangan yang ada. Hal senada juga diungkapkan oleh Gist,
yang menunjukkan bukti bahwa perasaan efikasi diri memainkan satu peran
penting dalam mengatasi memotivasi pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan
yang menantang dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan tertentu.
Hasil belajar merupakan cerminan dari usaha belajar, semakin baik usaha
belajarnya, maka semakin baik pula hasil yang diraihnya. Hasil belajar dapat
dijadikan sebagai indicator keberhasilan dalam belajar. Hasil belajar yang baik
akan dapat dicapai oleh siswa apabila mereka dapat mengatasi kesulitan belajar
yang dialaminya.
SMP Al-Azhar Syifa Budi Cibinong merupakan salah satu Lembaga
Pendidikan yang bertujuan unggul dalam prestasi dan berbudi pekerti luhur.
Untuk mencapai tujuan tersebut tentunya perlu memperhatikan sekaligus
menciptakan kegiatan belajar mengajar yang kondusif dan menyenangkan.
Berdasarkan pengamatan peneliti di SMP Al-Azhar Syifa Budi Cibinong, sering
mendapati siswa yang mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran yang pada
akhirnya berdampak pada hasil belajar mereka. Siswa juga kerap kesulitan
menyesuaikan cara belajar mereka dengan cara mengajar guru disekolah. Siswa
juga sulit untuk mengenali cara belajar mereka dan juga sulit percaya diri.
Dari uraian diatas dapat dimengerti bahwa mutu Pendidikan tidaklah
ditentukan oleh faktor tunggal, namun ada sejumlah variable yang dianggap saling
mempengaruhi. Hal itulah yang menggugah penulis untuk melakukan suatu kajian
sederhana yakni Input-Proses-Output yang mengacu pada sejumlah variable yaitu:
Gaya Belajar dan Efikasi Diri.
Gaya belajar adalah pola perilaku spesifik dalam menerima informasi baru
dan mengembangkan keterampilan baru, serta proses menyimpan informasi atau
keterampilan baru. Dunn & Dunn (dalam Sugihartono, 2007:53) menjelaskan
bahwa “gaya belajar merupakan kumpulan karakteristik pribadi yang membuat
suatu pembelajaran efektif untuk beberapa orang dan tidak efektif untuk orang
lain”. Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid
dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berfikir, dan
memecahkan soal (S. Nasution, 2003:94). Gaya belajar dikelompokkan menjadi
tiga yaitu gaya belajar auditori, visual, dan kinestetik. Menurut DePorter &
Hernacki (2002:112) “terdapat tiga gaya belajar seseorang yaitu gaya belajar
visual, auditorial, dan kinestetik”. Walaupun masing-masing siswa belajar dengan
menggunakan ketiga gaya belajar ini, kebanyakan siswa lebih cenderung pada
salah satu diantara gaya belajar yang menitikberatkan pada indera pendengaran
untuk bisa memahami dan mengingat informasi yang didapat.
Cara belajar yang dimiliki siswa sering disebut dengan gaya belajar atau
modalitas belajar siswa. Meskipun gaya belajar yang dimiliki berbeda-beda,
namun tujuan yang hendak dicapai tetap sama yaitu guna mencapai tujuan
pembelajaran dan mencapai hasil belajar yang diharapkan. Ada siswa yang
mampu memaksimalkan gaya belajarnya, ada juga siswa yang belum mampu
memaksimalkan gaya belajarnya karena mereka belum menyadari gaya belajar
yang mereka miliki. Hal tersebut terbukti dari masih adanya siswa yang
menyibukkan diri sewaktu guru menerangkan pelajaran.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, peneliti
menganggap perlu dilakukan penelitian untuk mengungkap masalah pengaruh
gaya belajar dan efikasi diri terhadap hasil belajar siswa.

B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah
dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Hasil belajar IPS siswa yang kurang baik
2. Sulitnya siswa memahami cara mengajar guru
3. Sulitnya siswa memahami cara belajar
4. Sulitnya siswa dalam percaya diri
5. Sulitnya siswa mengatasi permasalahan
6. Sulitnya siswa untuk bersikap gigih dan berusaha dalam pelajaran
7. Kurangnya kesungguhan siswa dalam belajar
8. Sulitnya siswa dalam mengolah informasi

C. BATASAN MASALAH
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, agar penelitian ini lebih terarah
dirasa perlu batasan masalah. Penulis akan memfokuskan penelitian pada
Pengaruh gaya belajar dan efikasi diri terhadap hasil belajar IPS siswa di SMP Al-
Azhar Syifa Budi Cibinong.

D. RUMUSAN MASALAH
Agar peneliti memahami masalah yang diajukan maka perlu mempertegas
dan memperjelasnya melalui rumusan masalah agar terarah. Rumusan masalah
yang penulis maksud sebagai berikut ini:
1. Bagaimana gaya belajar mempengaruhi hasil belajar?
2. Bagaimana efikasi diri mempengaruhi hasil belajar?

E. TUJUAN PENELITIAN
Adapun penelitian ini memiliki beberapa tujuan, diantaranya:
1. Untuk mengetahui pengaruh gaya belajar terhadap hasil belajar IPS siswa di
SMP Al-Azhar Syifa Budi Cibinong
2. Untuk mengetahui pengaruh efikasi diri terhadap hasil belajar IPS siswa di
SMP Al-Azhar Syifa Budi Cibinong

F. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat penelitian ini secara garis besar meliputi:
1. Kegunaan secara teoritis
Penelitian ini akan mengungkapkan mengenai pengaruh dari gaya belajar
siswa dan juga efikasi diri terhadap hasil belajar siswa. Sekaligus menjadi
sumbangan pemikiran bagi pemangku kepentingan Pendidikan di SMP untuk
meningkatkan dan memperbaharui pengatasan masalah belajar yang terus
berkembang sesuai dengan tuntutan masyarakat dan sesuai dengan kebutuhan
perkembangan anak. Selain itu, penelitian ini juga memiliki manfaat yaitu
untuk memberikan landasan bagi para peneliti lain dalam melakukan
penelitian lain yang sejenis dalam rangka meningkatkan kemampuan
memecahkan masalah siswa. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi
kontribusi pemikiran perkembangan Ilmu Pengetahuan Sosial terutama dalam
SMP.

2. Kegunaan secara praktis


a. Bagi peneliti
1) Menambah pengalaman dalam melakukan penelitian
2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran maupun sebagai masukan bagi peneliti lain
b. Bagi guru
1) Bahan referensi bagi guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran
2) Menambah pengetahuan guru tentang memahami gaya belajar dan
efikasi diri siswa
3) Informasi bagi guru agar mampu meningkatkan hasil belajar IPS siswa
lewat pendekatan-pendekatan yang berfokus pada gaya belajar dan
efikasi diri siswa
c. Bagi siswa
1) Mengetahui gaya belajar dan peningkatan efikasi diri siswa dalam
pelajaran IPS serta untuk memotivasi siswa
2) Meningkatkan prestasi belajar IPS siswa dengan mengembangkan
efikasi diri dan menentukan gaya belajar yang sesuai

G. SISTEMATIKA PENELITIAN
Sistematika dalam penelitian ini terbagi menjadi lima bagian, berikut
penjelasannya:
BAB I, merupakan bab pendahuluan yang berisi uraian mengenai latar
belakang, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II, merupakan bab landasan teori dan kerangka berpikir. Penulis akan
sajikan data tentang teori gaya belajar dan efikasi diri sebagai pisau analisis
penelitian ini. Kemudian mengemukakan hasil penelitian yang relevan
sebelumnya dan mencoba menjelaskan tentang kerangka berpikir terkait
penelitian.
BAB III, Metode Penelitian. Penelitian ini berfokus pada kajian gaya
belajar, efikasi diri dan hasil belajar siswa maka akan banyak menggunakan
Kajian Pustaka, populasi sampel dan sampling penelitian dalam memperoleh
sumbernya. Pembahasan variabel penelitian, hasil penelitian yang relevan,
kerangka berpikir juga hipotesis penelitian.
Kemudian juga akan dijelaskan tentang metode penelitian yang akan penulis
gunakan, yakni metode kuantitatif. Selanjutnya, peneliti akan menyampaikan
sumber-sumber sejarah yang didapat dan menjelaskannya sesuai dengan metode
yang dipilih.
BAB IV, Hasil penelitian dan Pembahasan. Peneliti akan bahas secara
tinjauan umum terlebih dahulu tentang penyajian data hasil penelitian, analisis
data dan uji hipotesis, dan pembahasan.
BAB 2
PENDAHULUAN

A. DESKRIPSI TEORI
1) Gaya Belajar
1. Hakikat Gaya Belajar
Pengertian gaya dapat kita ambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) yang diartikan sebagai:
1) Sikap; Gerakan 2) irama dan lagu (dalam nyanyian, music, dsb) 3)
ragam (cara, rupa, bentuk, dan sebagainya) yang khusus mengenai
tulisan, karangan, pemakaian Bahasa, bangunan rumah, dan
sebagainya. 4) cara melakukan Gerakan dalam olahraga (renang,
lompat, dan sebagainya) 5) lagak lagu; tingkah laku: 6) sikap yang
elok, gerak-gerik yang bagus; 7) elok; bergaya. Sedangkan belajar
diartikan 1) berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, 2) berlatih 3)
berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh
pengalaman 4) cara belajar-mengajar yang menggunakan media
televisi, radio, kaset, modul dan sebagainya.
Sedangkan pengertian belajar menurut Oemar Hamalik
menyatakan bahwa belajar adalah “suatu proses perubahan tingkah
laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Senada dengan
pendapat Oemar, Slameto juga mengemukakan bahwa “belajar adalah
suatu proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh suau perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Hal
yang sama dikemukakan oleh M.Joko Susilo bahwa “gaya belajar
merupakan suatu proses gerak laku, penghayatan, serta kecenderungan
seseorang pelajar mempelajari atau memperoleh ilmu dengan cara
yang tersendiri. Pendapat diatas menjelaskan bahwa gaya blajar adalah
cara yang cenderung dipilih seseorang untuk menerima informasi dari
lingkungan dan memproses informasi tersebut.
Rita Dunn dalam (Paul Ginnis) menyatakan bahwa gaya belajar
adalah “cara di mana tiap siswa belajar berkonsentrasi terhadap proses
dan mempertahankan informasi.” Hal tersebut berarti suatu
pembelajaran cocok untuk Sebagian siswa tetapi belum tentu cocok
untuk Sebagian siswa lainnya karena gaya belajar siswa khas seperti
halnya tanda tangan.
Robert Sternberg (dalam Paul Ginnis) mendefinisikan gaya belajar
sebagai “suatu cara untuk menggunakan kemampuan seseorang. Tiap-
tiap orang memiliki kemampuan yang berbeda untuk itu cara untuk
menggunakan kemampuan tersebut juga berbeda. Sedangkan J. W.
Keefe mendeskripsikan gaya belajar “sebagai suatu karakter individual
dan pendekatan yang konsisten terhadap pengorganisasian dan
pemrosesan informasi”.
Sementara menurut Nasution yang dinamakan gaya belajar
adalah “cara konsisten yang dilakukan oleh seorang murid dalam
menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berfikir dan
memecahkan soal. Sedangkan menurut Adi W. Gunawan Pengertian
gaya belajar adalah “cara yang lebih kita sukai dalam melakukan
kegiatan berfikir, memproses dan mengerti suatu informasi’.
2. Macam-macam Gaya Belajar
Gaya belajar yang dimiliki siswa banyak sekali macamnya dan unik
bila dilihat. Macam-macam gaya belajar di antaranya menurut Ary
Niandari mengemukakan tiga jenis gaya belajar berdasarkan modalitas
yang digunakan individu dalam memproses informasi. Ketiga gaya belajar
tersebut adalah:
a. Gaya belajar Visual
Individu memiliki kecenderungan gaya belajar Visual lebih senang
dengan melihat apa yang sedang dipelajari. Gambar atau symbol akan
membantu mereka yang memiliki gaya belajar. Visual untuk lebih
memahami ide informasi yang disajikan dalam bentuk penjelasan. Apabila
seseorang menjelaskan sesuatu kepada orang yang memiliki
kecenderungan gaya belajar Visual, mereka akan menciptakan gambaran
mental tentang apa yang dijelaskan oleh orang tersebut.
b. Gaya belajar Auditorial
Individu yang memiliki kecenderungan gaya belajar Auditorial
kemungkinan akan belajar lebih baik dengan cara mendengarkan. Mereka
menikmati saat-saat mendengarkan apa yang disampaikan oleh orang lain.
Karakteristik model belajar seperti ini benar-benar menempatkan
pendengaran sebagai alat utama menyerap informasi atau pengetahuan.
Hal ini berarti bahwa Langkah awal dalam belajar siswa harus
mendengarkan apa yang disampaikan oleh orang lain. Karakteristik model
belajar seperti ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat
utama menyerap informasi atau pengetahuan. Hal ini berarti bahwa
Langkah awal dalam belajar siswa harus mendengar, baru kemudian bisa
mengingat dan memahami informasi yang diterima.
c. Gaya belajar Kinesthetic
Individu yang memiliki kecenderungan gaya belajar Kinesthetic
akan lebih baik apabila terlihat secara fisik dalam kegiatan langsung.
Mereka akan belajar apabila mereka mendapat kesempatan untuk
memanipulasi media untuk mempelajari informasi baru.
Senada dengan pendapat di atas, Udin Syaefudin Sa’ud
berpendapat bahwa:
Gaya belajar ada tiga yaitu gaya belajar Visual, Auditori, dan Kinesthetic.
Gaya belajar Visual akan berhasil dalam belajar jika siswa banyak
membuat simbol dan gambar dalam catatannya. Siswa dengan gaya belajar
Auditori dapat belajar melalui mendengarkan kuliah, ceramah, cerita, dan
mengulang informasi. Siswa Kinesthetic menyukai praktik laboratorium,
demonstrasi, simulasi, dan bermain peran.
Jamal Ma’mur Asmani juga memberikan pendapatnya tentang gaya
belajar. Beliau menjelaskan bahwa
Ada siswa yang berkecenderungan bergaya belajar Kinesthetic,
Visual, dan Auditori. Siswa yang memiliki kecenderungan Kinesthetic
adalah siswa yang mudah menerima informasi dengan Gerakan tubuh
sehingga sangat menyukai praktik. Siswa yang memiliki kecenderungan
Visual menyukai symbol dan gambar, rapi dan teratur serta menyukai
warna. Sedangkan siswa yang memiliki kecenderungan Auditori lebih suka
untuk mendengarkan penjelasan, cerita dan petualangan, gagasan dan
kisah-kisah popular.
Helli Prajitno Soeptjipto dan Sri Mulyantini Soeptjipto
menggolongkan gaya belajar ke dalam enam jenis yaitu:
a. Gaya belajar Visual
Siswa belajar dengan baik dengan melihat gambar, grafik, slide,
film dan lain-lain. Grafis warna-warni dapat membantu siswa
menyimpan informasi.
b. Gaya belajar Auditorik
Siswa senang belajar melalui mendengarkan orang lain berbicara
dan mendengarkan rekaman.
c. Gaya belajar Taktik atau Kinesthetic
Siswa belajar paling baik melalui sentuhan dan Gerakan sehingga
mereka senang bekerja dengan hands-on manipulative. Mereka senang
bermain peran, eksperimen, demonstrasi, dan kegiatan yang
menggunakan tubuh sebagai pengingat misalnya isyarat tangan.
d. Gaya belajar yang Berorientasi Tulisan
Siswa lebih senang belajar melalui membaca (reading) dan
menulis (writing) dari pada mendengarkan (listening) atau praktik
(eksperimen).
e. Gaya belajar Interaktif
Siswa menikmati diskusi dengan siswa lain dalam kelompok kecil
atau kerja berpasangan. Hal ini mampu mengembangkan keterampilan
sosial siswa.
f. Gaya belajar Olfactory
Siswa memperoleh manfaat dari penggunaan indera penciuman
selama pelajaran. Siswa mengasosiasikan pelajaran melalui bau
tertentu.

Sementara itu, David Kolberg (dalam M.Joko Susilo) menyatakan


bahwa gaya belajar ada empat, yaitu:
a. Gaya diverger
Kombinasi dari perasaan dan pengamatan. Siswa unggul
dalam melihat situasi konkret dari banyak sudut pandang yang
berbeda. Pendekatannya pada situasi adalah “mengamati” dan
bukan “bertindak” sehingga mereka suka tugas belajar yang
menuntut mereka menghasilkan ide-ide.
b. Gaya assimilator
Kombinasi dari berpikir dan mengamati. Siswa memiliki
kelebihan dalam memahami berbagai informasi dan
merangkumnya dalam suatu format yang logis, singkat, dan jelas.
Biasanya siswa kurang perhatian terhadap orang lain dan lebih
menyukai ide yang abstrak.
c. Gaya converger
Kombinasi dari berpikir dan berbuat. Siswa unggul dalam
menemukan fungsi praktis dari berebagai ide dan teori. Siswa
cenderung memiliki kemampuan yang baik dalam menyelesaikan
masalah dan mengambil keputusan.
d. Gaya accommodator
Kombinasi dari perasaan dan Tindakan. Siswa memiliki
kemampuan belajar yang baik dari hasil pengalaman nyata yang
dialami sendiri. Siswa senang membuat rencana dan melibatkan
dirinya sendiri dalam berbagai pengalaman baru yang mendatang.

Udin S. Winataputra mengemukakan bahwa gaya belajar


ada 4 yaitu sebagai berikut:
a. Active learners
Siswa tidak suka belajar dengan membaca buku petunjuk
tetapi lebih senang mencari sendiri, trial and error, dan coba-
coba.
b. Structured learners
Siswa belajar dengan mengikuti langkah satu demi satu
atau step by step sebagaimana yang tercantum dalam petunjuk
manual.
c. Pembelajaran personal
Siswa senang belajar dengan cara berdiskusi dan bertanya
kepada orang lain. Siswa memerlukan orang lain untuk
menemaninya belajar.
d. Pembelajaran terfokus
Siswa senang dengan adanya tantangan, senang melakukan
hal-hal memukai dan bertindak tanpa melihat buku panduan
manual

M. Joko Susilo juga memberikan pendapatnya tentang


macam-macam gaya belajar. Beliau menyebutkan gaya belajar
ada 6 macam yaitu:
a. Kolabotif-independent
Gaya kolaboratif cocok digunakan oleh siswa yang
cenderung lebih mudah belajar ketika bekerjasama dengan
orang lain. Sedangkan gaya independent cocok untuk siswa
yang lebih suka belajar secara mandiri
b. Tactile-verbal
Gaya belajar tactile memiliki ciri suka
menggunakan gambar, diagram, hitungan, dan banyak
praktik. Sedangkan mereka yang lebih suka dengan
membaca dan menulis menganut gaya belajar verbal.
c. Persepsi konkret-analisis abstrak
Siswa lebih mudah mempelajari sesuatu
pengalaman-pengalaman nyata atau konkret (persepsi
konkret). Sedang mereka yang lebih suka menggunakan
analisis abstrak meliputi belajar dengan cara menggali
sendiri dan belajar dengan memfokuskan pada pemahaman
suatu makna (analisis abstrak).
d. Auditori-visual
Auditori siswa merasa lebih mudah mempelajari
sesuatu bila mendengarkan keterangan-keterangan dari
guru. Adapula siswa yang merasa mudah untuk belajar bila
dengan cara melihat atau membaca buku-buku pegangan
siswa (visual).
e. Terstruktur-tidak terstruktur
Siswa dengan gaya belajar terstruktur lebih
memerlukan petunjuk dan batasan yang jelas dalam
mempelajari suatu hal. Sebaliknya siswa tidak terstruktur
lebih suka menjabarkan dan menggali lebih dalam hal yang
dipelajari.
f. Sprinter-maraton
Gaya sprinter dimiliki orang-orang yang belajar
dengan baik bila berada dalam tekanan, sebaliknya gaya
marathon memerlukan persiapan dulu jauh-jauh hari untuk
bisa mempelajari sesuatu.
Berdasarkan pendapat para pakar di atas, maka
peneliti menarik benang merah bahwa macam-macam gaya
belajar yang paling inti ada 3 yaitu gaya belajar visual, gaya
belajar auditorial dan gaya belajar kinestetik. Ketiga gaya
belajar tersebut telah mewakili dari keseluruhan gaya
belajar yang telah dipaparkan oleh para pakar. Ketiga gaya
belajar tersebut juga peneliti jadikan indicator untuk
membuat kisi-kisi instrument.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gaya Belajar


Gaya belajar yang digunakan merupakan kunci untuk mengembangkan
kinerja dalam belajar. Perlu disadari bagaimana orang yang satu dengan
yang lain menyerap dan menggali informasi, dan dapat menjadikan belajar
dan berkomunikasi lebih mudah dengan gaya sendiri.
Rita Dunn, seorang pelopor di bidang gaya belajar, telah menemukan
banyak variabel yang mempengaruhi gaya belajar siswa. Faktor-faktor
tersebut antara lain:
a. Faktor fisik
b. Faktor emosional
c. Faktor sosiologis
d. Faktor lingkungan

M. Joko Susilo menyatakan bahwa gaya belajar dipengaruhi oleh 2 faktor


yaitu:
a. Faktor alamiah (pembawaan yang tidak bisa diubah meskipun dengan
Latihan)
Faktor alamiah meliputi intelegensi, bakat, minat, kebiasaan,
modalitas belajar (kemampuan dasar otak/pikiran untuk memperoleh
informasi dan menciptakan pengalaman).
b. Faktor lingkungan (faktor yang berada di luar individu atau siswa).
Faktor lingkugan yang mempengaruhi konsentrasi belajar adalah
suara, pencahayaan, temperatur, dan desain belajar.
Berdasarkan faktor-faktor di atas dapat disimpulkan bahwa
Sebagian siswa dapat belajar paling baik dengan cahaya terang, sedang
Sebagian yang lain dengan pencahayaan yang suram. Ada siswa yang
belajar paling baik secara berkelompok, sedangkan yang lain lagi
memilih adaya figure otoriter seperti orang tua atau guru, yang lain lagi
memilih adanya figure yang otoriter seperti orang tua atau guru, yang
lain lagi merasa bahwa bekerja sendirilah yang paling efektif bagi
mereka. Sebagian orang memerlukan music sebagai iringan belajar,
sedang yang lain tidak dapat berkonsentrasi kecuali dalam keadaan
ruangan sepi. Ada siswa yang memerlukan lingkungan kerja yang
teratur dan rapi, tetapi yang lain lagi lebih suka menggelar segala
sesuatunya supaya dapat dilihat.
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti dapat merangkum bahwa
gaya belajar dipengaruhi oleh faktor pembawaan atau intern
(intelegensi, bakat, minat, kebiasaan, modalitas belajar) dan faktor
lingkungan atau ekstern (suara, pencahayaan, temperature dan desain
belajar).

4. Ciri-Ciri Gaya Belajar


Banyak sekali ciri- ciri gaya belajar. Berikut penulis uraikan ciri-
ciri gaya belajar menurut beberapa para pakar.
a. Gaya belajar Visual
Gaya belajar Visual adalah belajar dengan cara melihat. Bobbi
De Porter, dkk (dalam Dimyati dan Mudjiono) menyebutkan Ciri-ciri
siswa yang kecenderungan belajar Visual adalah:
1) Rapi dan teratur, memperhatikan segala sesuatu, menjaga
penampilan. Biasanya tulisannya rapi dan teratur, kamarnya tertata,
senang mengamati objek-objek yang ada di sekitarnya secara detail,
penampilannya rapi dan warna yang dipilihnya ketika berbusana cocok
atau serasi.
2) Mengingat dengan gambar, simbol, dan warna; mengingat apa yang
dilihat dari pada yang didengar sehingga lebih suka membaca dari
pada dibacakan. Siswa lebih cepat memahami suatu materi bila guru
menerangkan menggunakan media gambar atau simbol, senang
menandai materi yang penting dengan pena warna-warni, lebih
memahami jika membaca perintah dari pada diperintah oleh guru
menggunakan kata-kata, belajar dengan membuat peta konsep/mind
mapping.
3) Membutuhkan gambaran dan tujuan menyeluruh. Siswa senang
belajar dengan memperhatikan materi secara keseluruhan, yaitu
membaca secara sepintas semua materi kemudian menandai bagian
yang penting .
b. Gaya belajar Auditorial
Siswa Auditorial belajar dengan cara mendengar, adapun ciri-
cirinya menurut De Porter, dkk (dalam Dimyati dan Mudjiono) adalah:
1) Perhatiannya mudah terpecah. Ketika belajar di tempat yang ramai
akan mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi karena perhatiannya
akan mudah teralihkan.
2) Berbicara dengan pola berirama. Cara berbicaranya berirama yaitu
intonasi yang digunakan bervariasi sehingga nyaman untuk di
dengarkan. Cocok untuk membaca puisi, pidato dan bernyanyi.
3) Belajar dengan cara mendengarkan, menggerakkan bibir atau
bersuara ketika membaca. Mereka belajar bisa menggunakan rekaman
radio tape, atau mereka lebih senang listening dari pada reading
sehingga menikmati pelajaran ketika guru menerangkan dengan cara
ceramah, ketika membaca biasanya bersuara/menggerakkan bibirnya.
4) Berdialog secara internal dan eksternal. Kadang-kadang jika sedang
sendirian maka dia akan mengajak dirinya sendiri mengobrol
c. Gaya belajar Kinesthetic
Siswa Kinesthetic belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan
menyentuh. Ciri- cirinya menurut De Porter, dkk (dalam Dimyati dan
Mudjiono) adalah:
1) Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatiannya dan berdiri
berdekatan ketika berbicara. Saat berbicara maka dia cenderung akan
menyentuh lawan bicaranya untuk mendapatkan perhatian bisa berupa
mengusap punggung atau memegang tangan, lebih senang berbicara
langsung dari pada melalui alat komunikasi.
2) Belajar dengan melakukan, banyak bergerak, biasanya
menggunakan bahasa non verbal. Mereka lebih suka bergerak dari
pada diam seperti praktik, demonstrasi, uji coba, dan lain-lain, ketika
membaca jarinya akan menunjuk bagian yang sedang dibaca, ketika
duduk biasanya menggerakkan kakinya, dan ketika mendengarkan
biasanya mengetuk-ngetukkan jari atau suatu benda, biasanya lebih
cenderung menggunakan bahasa non verbal seperti mengangguk,
menggeleng, mengacungkan jempol, dan lain-lain.
3) Mengingat sambil berjalan. Ketika menghapalkan suatu materi,
mereka cenderung menghapalkan sambil berjalan-jalan.
Collin Rose dan Malcolm J. Nicholl juga memberikan
pendapatnya tentang beberapa ciri gaya belajar.
a. Gaya belajar Visual.
Tanda-tandanya Gaya belajar Visual menurut Collin Rose dan
Malcolm J. Nicholl adalah:
1) Suka membaca, menonton TV atau film, mengisi TTS, lebih senang
ketika diperlihatkan sesuatu dari pada diceritakan.
2) Lebih mengutamakan penglihatan sehingga ketika tersesat lebih
senang ditunjukkan melalui denah atau peta, daya ingatannya tentang
wajah bagus, ketika berinteraksi dengan orang sering melihat ekspresi
orang yang diajak bicara.
3) Selera pakaian, bergaya, pemilihan warna sesuai, tertata dan
terkoordinasi. 4) Menggunakan kata seperti menonton, melihat,
menggambarkan, tampak bagiku, fokus, cemerlang, pendek akal, suka
pamer.
5) Aktivitas kreatif: menggambar, menulis, melukis, mendesain.
6) Ketika berbicara temponya cepat dan ketika diam senang
memandang ke angkas.
b. Gaya belajar Auditori.
6 ciri-ciri siswa Auditori menurut Collin Rose dan Malcolm J.
Nicholl, yaitu: 1) Suka mendengarkan musik, drama, debat, suka
mendengarkan sesuatu (dongeng, cerita, gossip) dari pada membaca.
2) Lebih mengutamakan indera pendengarannya sehingga ketika
tersesat lebih paham ketika diberi petunjuk melalui kata-kata,
ingatannya terhadap nama bagus, ketika berkomunikasi dengan orang
lain yang diperhatikan adalah perubahan nada dan suara lawan bicara.
3) Ketika berpakaiannya yang penting adalah labelnya, siapa
perancangnya bukan cocok atau serasi tidaknya ketika dipakai.
4) Menggunakan kata: kedengarannya benar, membangkitkan onceng,
seperti musik bagi telinga saya, ceritakan, dengarkan, teguran, cara
berbicara, berkata benar.
5) Aktivitas kreatif: bernyanyi, mendongeng, bermain musik, berdebat.
6) Berbicara dengan kecepatan sedang, senang bicara bahkan di dalam
kelas. Ketika dalam keadaan diam suka bercakap-cakap dengan dirinya
sendiri.
c. Gaya belajar Kinesthetic.
Tanda-tanda siswa dengan gaya belajar Kinesthetic menurut Collin
Rose dan Malcolm J. Nicholl adalah:
1) Menyukai kegiatan aktif, baik sosial maupun olahraga, seperti
menari dan lintas alam, senang melipat lengan bajunya atau senang
terjun langsung dalam suatu aktivitas fisik.
2) Lebih mengutamakan indera perabaannya sehingga ketika
memberikan dan menerima penjelasan arah dengan mengikuti jalan
yang dimaksud dan ketika berkomunikai dengan orang lain lebih
senang berdiri atau duduk berdekatan dan mengandalkan kontak fisik
misal menyentuh pundak.
3) Ketika berpakaian lebih mengutamakan kenyamanan dan “rasa”
dari pada gaya atau model bahkan label.
4) Menggunakan kata: menyentuh, merasa, menangani, mulai dari
awal, meraba, memegangmengatasi, bergandengan tangan, menahan
5) Aktivitas kreatif: kerajinan tangan, berkebun, menari, berolahraga.
6) Ketika berbicara temponya lambat dan tidak bisa duduk
diam/tenang
dalam waktu lama.
7) Suka melakukan urusan seraya melakukan sesuatu, misal membaca
sambil menggerak-gerakkan kakinya .
Ahli NLP (Neuro Linguistic Programming) menyatakan bahwa: Untuk
mengetahui gaya belajar yang disukai seseorang bisa dengan
memperhatikan gerakan mata dan mendengarkan pembicaraan mereka
yaitu:
a. Visual
Biasanya mereka duduk tanpa bersandar pada sandaran
kursi, ketika memperhatikan pelajaran mereka cenderung melihat
lurus ke depan atau matanya memandang ke atas. Siswa ini
biasanya cara berbicaranya cepat, sehingga kadang lawan bicara
harus berhenti sejenak untuk mencerna apa yang baru saja
disampaikan temannya tersebut.
b. Auditorial
Mata melihat ke arah kanan, kiri atau bawah ketika
menerima informasi, berbicara dengan suara yang berirama
(intonasi) bervariasi.
c. Kinesthetic
Mereka cenderung usil (lebih senang bergerak), tidak
kerasan apabila disuruh seharian duduk manis, berbicaranya sangat
lambat bila dibandingkan dengan tipe Visual
Berdasarkan ciri di atas, dapat disimpulkan bahawa gaya
Visual (belajar dengan cara melihat) memiliki ciri rapi dan teratur;
mengingat apa yang dilihat dari pada apa yang didengar sehingga
lebih suka membaca dari pada dibacakan, menyukai banyak
simbol, gambar, dan warna; aktivitas kreatif: menggambar,
menulis, melukis, mendesain; ketika berbicara temponya cepat dan
ketika diam senang memandang ke angkasa.
Gaya Audio (belajar dengan cara mendengar) memiliki ciri
perhatiannya mudah terpecah; belajar dengan cara mendengarkan;
menggerakkan bibir/bersuara ketika membaca; aktivitas kreatif:
bernyanyi, mendongeng, bermain musik, berdebat; senang
berbicara dan suaranya berirama
Gaya Kinesthetic (belajar dengan cara bergerak, bekerja,
dan menyentuh) memiliki ciri menyentuh orang untuk
mendapatkan perhatiannya; belajar dengan melakukan; banyak
bergerak dan biasanya menggunakan bahasa non verbal; aktivitas
kreatif: kerajinan tangan, menari, berkebun, berolahraga; ketika
berbicara temponya lambat dan ketika diam tidak bisa tenang
dalam waktu yang lama.

2) Efikasi Diri
1. Hakikat Efikasi Diri
1. Efikasi diri
Efikasi diri menurut Alwisol dalam Cahyadi (2021: 5) adalah pandangan
atau persepsi pada diri tentang bagaimana diri dapat berfungsi sesuai
situasi yang sedang dihadapi. Efikasi diri secara umum tidak berkaitan
dengan keahlian yang dimiliki individu melainkan lebih kepada psikologis
atau keyakinan individu.
Efikasi diri merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri
atau self-knowledge yang paling berpengaruh dalam kehidupan manusia
sehari-hari. Hal ini disebabkan efikasi diri yang dimiliki ikut
mempengaruhi individu dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan
untuk mencapai suatu tujuan, termasuk didalamnya perkiraan berbagai
kejadian yang akan dihadapi (Ghufron & Risnawita, 2010: 73). Menurut
Widiyanti & Marheni (2013: 72) efikasi diri penting dimiliki oleh
kalangan remaja agar mampu terus menghadapi segala perubahan yang
terjadi. Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki
kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Efikasi adalah
penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk,
tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang
dipersyaratkan. Efikasi tidak sama dengan aspirasi (cita-cita) karena 8
aspirasi menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya dapat dicapai
sedangkan efikasi menggambarkan penilaian tentang kemampuan diri
(Widyaninggar, 2014: 92).
Baron dan Byrne (dalam Ariska dkk, 2020: 15) menyatakan dalam
ilmu psikologi, keyakinan dan kepercayaan individu terhadap kemampuan
dirinya untuk mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu
tujuan, menghasilkan sesuatu dan mengimplementasikan tindakan untuk
menampilkan kecakapan tertentu disebut dengan efikasi diri. Menurut
Schunk (dalam Purnomo, dkk, 2018:182) efikasi diri merujuk kepada
keyakinan seseorang mengenai kemampuan dirinya untuk belajar atau
melakukan sesuatu. Astuti dan Pratama (2020:149) perasaan yakin akan
kemampuan dalam efikasi diri dapat menumbuhkan semangat untuk
belajar menjadi lebih baik. Efikasi diri berperan menentukan bagaimana
seseorang melakukan pendekatan terhadap berbagai saran, tugas dan
tantangan.
Bandura (dalam Ghufron & Risnawita, 2010:73) adalah tokoh yang
memperkenalkan istilah efikasi diri (self-effacy). Ia mendefinisikan bahwa
efikasi adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam
melakukan tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil
tertentu. Efikasi diri merupakan unsur kepribadian yang berkembang
melalui pengamatan-pengamatan individu terhadap akibat-akibat
tindakannya dalam situasi tertentu. Persepsi seseorang mengenai dirinya
dibentuk selama hidupnya melalui reward dan punishment dari orang- 9
orang di sekitarnya. Unsur penguat (reward dan punishment)
lamakelamaan dihayati sehingga terbentuk pengertian dan keyakinan
mengenai kemampuan diri. Bandura (1997) dalam (Ghufron & Risnawita,
2010:77) mengatakan bahwa persepsi terhadap efikasi diri pada setiap
individu berkembang dari pencapaian secara berangsur-angsur akan
kemampuan dan pengalaman tertentu secara terus-menerus. Pietsch,
Walkeer, dan Chapman (2003: 589–603) juga menemukan hasil yang
sama, yaitu ada hubungan antara efikasi diri matematika dengan prestasi
matematika.
Menurut Bandura dalam Mahmudi dan Suroso (2014:187) karakter
individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi adalah ketika individu
tersebut yakin bahwa mereka mampu menangani sebuah situasi yang
mereka hadapi secara efektif, tekun dalam menyelesaikan tugas, percaya
diri, memandang kesulitan sebagai tantangan, berkomitmen kuat terhadap
dirinya, menanamkan usaha yang kuat dalam apa yang dilakukannya,
meningkatkan usaha saat menghadapi kegagalan, berfokus pada tugas dan
memikirkan strategi dalam menghadapinya, cepat memulihkan rasa
mampu setelah mengalami kegagalan , dan menghadapi ancaman dengan
keyakinan.
Aspek-aspek efikasi diri, Menurut Bandura (1997) dalam Ghufron
& Risnawita (2010: 80-81), efikasi diri pada diri tiap individu akan
berbeda antara satu individu dengan yang lainnya berdasarkan tiga
dimensi. Berikut ini adalah tiga dimensi tersebut.
a. Dimensi tingkat (level) Dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan
tugas ketika individu merasa mampu untuk melakukannyal. Apabila
individu dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat
kesulitannya, maka efikasi diri individu mugkin akan terbatas pada
tugas-tugas yang mudah, sedang, atau bahkan meliputi tugas-tugas
yang sulit, sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk
memenuhi tuntunan perilaku yang dibutuhkan masing-masing tingkat.
Dimensi ini memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang
akan dicoba atau dihindari. Individu akan mencoba tingkah laku yang
dirasa mampu dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang
berada di luar batas kemampuan yang dirasakannya.
b. Dimensi kekuatan (strength) Dimensi ini berkaitan dengan tingkat
kekuatan dari keyakinan atau pengharapan individu mengenai
kemampuannya. Pengharapan yang lemah mudah digoyangkan oleh
pengalaman-pengalaman yang tidak mendukung. Meskipun mungkin
ditemukan pengalaman yang kurang menunjang. Dimensi ini biasanya
berkaitan langsung dengan dimensi level, yaitu makin tinggi taraf
kesulitan tugas, makin lemah keyakinan yang dirasakan untuk
menyelesaikannya.
c. Dimensi generalisasi (generality) Dimensi ini berkaitan dengan luas
bidang tingkah laku yang mana individu merasa yakin akan
kemampuannya. Individu dapat merasakan 11 yakni terhadap
kemampuan dirinya. Apakah sebatas pada sesuatu aktivitas dan situasi
tertentu atau pada serangkaian aktivitas dan situasi yang bervariasi.
3) Hasil Belajar
1. Pengertian Hasil Belajar
Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan yang
diperoleh siswa melalui kegiatan belajar. Dalam pengertian lain, hasil
belajar adalah pola-pola perbuatan, nilainilai, pengertian-pengertian,
sikap-sikap, apresiasi, dan ketermapilan. Belajar itu sendiri merupakan
suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu
bentuk perubahan prilaku yang relatif menetap. Penjabaran di atas
memberikan suatu pengertian bahwa hasil belajar adalah adanya
perubahan yang terjadi dalam diri individu yang belajar, baik perubahan
pengetahuan dan tingkah laku, yang ditunjukkan melalui nilai tes.
Untuk mengetahui hakikat hasil belajar, ada beberapa pandangan
para ahli mengenai hasil belajar. Sujana dalam Iskandar mengemukakan
bahwa “hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan
menggunakan alat pengukuran, yaitu berupa tes yang disusun secara
terencana, baik tes tertulis, tes lisan, maupun tes perbuatan. ”
Selanjutnya Oemar Hamalik mengemukakan bahwa hasil belajar adalah
bila seseorang telah belajar akan menjadi perubahan tingkah laku pada
orang tersebut, misalnya dari tidak tau menjadi tau, dan dari tidak
mengerti menjadi mengerti. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono
bahwa :
Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi
yaitu sisi siswa dan dari sisi guru, hasil belajar merupakan tingkat
perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat
sebelum belajar.
Berdasarkan definisi hasil belajar di atas maka dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku setelah melalui
proses belajar mengajar yang mencakup bidang kognitif, afektif dan
psikomotorik. Hasil belajar dapat diketahui dengan melakukan
penilaian-penilaian tertentu yang menunjukkan sejauh mana kriteria-
kriteria penilaian telah tercapai. Penilaian ini dilakukan dengan
memberikan tes.
Telah diuraikan bahwa belajar ditandai dengan adanya perubahan
dalam diri seseorang akibat dari pengalaman dan latihan. Jadi hasil
belajar atau bentuk perubahan tingkah laku dalam pendidikan agama
diharapkan mengarah pada tiga aspek yaitu: pertama, aspek kognitif,
aspek ini meliputi perubahan-perubahan dari segi penguasaan
pengetahuan dan perkembangan keterampilan/kemampuan yang
diperlukan untuk menggunakan pengetahuan tersebut, kedua, aspek
afektif, pada aspek ini ditandai dengan perubahan-perubahan dari segi
sikap mental, perasaan dan kesadaran. Dan ketiga, aspek psikomotorik,
yaitu ditandai dengan adanya perubahan dalam bentuk tindakan motorik.
Tujuan dari pembelajaran yang dilakukan oleh guru baik di rumah,
sekolah atau dimanapun adalah agar dapat memperoleh hasil belajar
yang dianggap baik yaitu telah memenuhi standar hasil belajar yang
telah ditetapkan, atau melebihinya sehingga dapat digolongkan menjadi
hasil belajar yang baik. Dalam memperoleh hasil belajar yang baik
diperlukan perencanaan atau strategi pembelajaran yang tepat serta
metode yang sesuai, salah satu strategi yang mampu meningkatkan hasil
belajar siswa adalah strategi pembelajaran Word Square.
Dalam proses pembelajaran, guru sebagai pengajar sekaligus
pendidik memegang peranan dan tanggung jawab yang besar dalam
rangka membantu meningkatkan keberhasilan siswa, hal ini sangat
dipengaruhi oleh kualitas pengajaran dan faktor intern dari siswa itu
sendiri. Dalam setiap mengikuti proses pembelajaran di sekolah sudah
pasti setiap siswa mengharapkan mendapatkan hasil belajar yang baik,
sebab hasil belajar yang baik dapat membantu siswa dalam mencapai
tujuannya, sehingga untuk mencapai hasil belajar yang baik, maka harus
melalui proses belajar yang baik pula.
2. Penilaian Hasil Belajar
Hasil belajar menurut Benyamin Bloom secara garis besar dibagi
menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, efektif dan psikomotorik.
1. Ranah Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak).
Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktifitas otak
adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif itu
terdapat enam jenjang proses berpikir antara lain yaitu: (1)
Pengetahuan/hafalan/ingatan (Knowledge), (2) Pemahaman
(Comprehension), (3) Penerapan (Application). (4) Analisis
(Analysis), (5) Sintesis (Synthesis), (6) Penilaian (Evaluation).
Perubahan yang terjadi pada ranah kognitif ini tergantung
pada tingkat kedalaman belajar yang dialami oleh siswa. Dengan
pengertian bahwa perubahan yang terjadi pada ranah kognitif
diharapkan siswa mampu melakukan pemecahan masalah-masalah
yang dihadapi sesuai dengan bidang studi yang dihadapinya.
2. Ranah afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.
Beberapa pakar mengatakan bahwa setiap seseorang dapat
diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki penguasaan
kognitif tingkat tinggi. Adapun jenis kategori dalam ranah ini adalah
sebagai hasil belajar mulai dari tingkat dasar sampai dengan
kompleks yaitu : (1) Menerima rangsangan (Receiving), (2)
Merespon rangsangan (Responding), (3) Menilai sesuatu (Valuing),
(4) Mengorganisasikan nilai (Organization), (5)
Menginternalisasikan mewujudkan nilai-nilai (Characterization by
Value or Value Complex).
Pada ranah ini siswa mampu lebih peka terhadap nilai dan
etika yang berlaku, dalam bidang ilmunya perubahan yang terjadi
cukup mendasar, maka siswa tidak hanya menerimanya dan
memperhatikan saja melainkan mampu melakukan suatu sistem nilai
yang berlaku dalam ilmunya.
3. Ranah psikomotorik
Ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan
keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang
menerima pengalaman belajar tertentu. Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa proses belajar mengajar khususnya mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam merupakan sebuah proses yang
mengakibatkan beberapa perubahan yang relatif menatap dalam
tingkah laku seseorang yang sesuai dengan tujuan pendidikan Islam.
Baik yang meliputi kognitif, afektif, psikomotorik, maupun aspek-
aspek yang lain sehingga perubahan sifat yang terjadi pada masing-
masing aspek tersebut tergantung pada kedalaman belajar.
3. Indikator Hasil Belajar Siswa
Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi
segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan
proses belajar siswa. Oleh karena itu, yang dapat dilakukan oleh guru
dalam hal ini adalah mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang
dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang
terjadi sebagai hasil belajar siswa, apakah itu berdimensi cipta dan rasa,
maupun berdimensi karsa.
Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar
siswa adalah mengetahui garis-garis besar indikator (petunjuk adanya
prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak
diungkapkan atau diukur.
Penjabaran di atas, memberikan suatu pengertian bahwa hasil
belajar tidak hanya disimpulkan pada satu aspek saja. Idealnya bahwa
indikator hasil belajar haruslah meliputi segenap ranah psikologi yang
dialami oleh siswa dimana keadaan tersebut merupakan akibat dari
seluruh pengalaman dan proses belajar siswa. Pengalaman dan proses
belajar tersebut hendaklah mencerminkan suatu perubahan. Seorang
guru perlu mengetahui indikator-indikator penting atau garisgaris besar
indikator terhadap prestasi belajar siswa yang dikaitkan dengan jenis
prestasi yang akan di ungkapkan baik pada aspek cipta, rasa dan karsa.
4. Faktor-Faktor yang Mmpengaruhi Hasil Belajar
Dalam belajar ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pencapaian hasil belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
banyak jenisnya akan tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan
saja. Menurut Slameto ”faktorfaktor yang mempengaruhi hasil belajar
dapat digolongkan dalam dua bagian, yaitu faktor intern dan faktor
ekstern”. 8 kedua faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Faktor intern Faktor intern adalah faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar yang berasal dari dalam diri siswa. Faktor-faktor intern
itu antara lain:
a. Kesehatan
Kesehatan jasmani dan rohani sangat besar pengaruhnya
terhadap kemampuan belajar. Demikian halnya kesehatan rohani
(jiwa) kurang baik misalnya mengalami gangguan pikiran,
perasaan kecewa karena ada konflik atau permasalahan yang
sedang dialaminya, atau masalah yang lainnya, ini dapat
mengganggu atau mengurangi semangat belajar.
b. Intelegensi dan bakat
Bila seseorang mempunyai intelegensi tinggi dan bakatnya
ada dalam bidang yang dipelajari, maka proses belajarnya akan
lancar dan sukses bila dibandingkan dengan orang yang memiliki
bakat saja tetapi intelegensinya rendah.
c. Minat dan motivasi
Sebagaimana dengan halnya intelegensi dan bakat minat
dan motivasi adalah dua aspek psikis yang juga besar pengaruhnya
terhadap pencapaian prestasi belajar. Minat dapat timbul karena
daya tarik dari luar dan juga datang dari hati sanubari. Minat yang
besar terhadap sesuatu merupakan modal yang besar artinya untuk
mencapai atau memperoleh benda atau tujuan yang diminati itu.
Timbulnya minat belajar disebabkan berbagai hal, antara lain
karena keinginan yang kuat untuk menaikkan martabat atau
memperoleh pekerjaan yang baik serta ingin hidup senang dan
bahagia. Minat belajar yang besar cenderung menghasilkan
prestasi belajar yang tinggi sebaliknya minat belajar yang kurang
akan menghasilkan prestasi belajar yang rendah.
d. Cara belajar
Cara belajar seseorang juga mempengaruhi pencapaian
hasil belajar. Belajar tanpa memperhatikan faktor fisiologis,
psikologis, dan kesehatan akan memperoleh hasil yang kurang
memuaskan.
Penjabaran di atas, memberikan suatu pengertian bahwa
kondisi fisik yang sehat, sangat mempengaruhi keberhasilan dalam
belajar terutama yang berkaitan dengan konsentrasi. Dengan
demikian anak yang kurang sehat, dapat memberi pengaruh pada
daya tangkap dan kemampuan belajarnya menjadi kurang.
2. Faktor ekstern
Faktor ekstern adalah faktor yang mempengaruhi hasil belajar
yang berasal dari luar diri siswa. Faktor-faktor ekstern itu anatara
lain:
a. Keluarga
Keluarga adalah ayah, ibu dan anak-anak serta
family yang menjadi penghuni rumah. Faktor orang tua
sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan anak
dalam belajar. Tinggi rendahnya pendidikan orang tua,
besar kecilnya penghasilan, cukup atau kurang perhatian
dan bimbingan orang tua, rukun atau tidaknya kedua orang
tua, akrab atau tidaknya hubungan orang tua dengan anak-
anak,tenang atau tidaknya situasi dalam rumah, semuanya
itu turut mempengaruhi pencapaian hasil belajar anak.
b. Sekolah
Keadaan sekolah tempat belajar turut
mempengaruhi tingkat keberhasilan belajar. Kualitas guru,
metode mengajarnya, kesesuaian kurikulum dengan
kemampuan anak, keadaan fasilitas disekolah, keadaan
ruangan, pelaksanaan tata tertib sekolahan, dan sebagainya,
semua ini turut mempengaruhi keberhasilan belajar anak.
c. Masyarakat
Keadaan masyarakat juga menentukan hasil belajar.
Bila disekitar tempat tinggal keadaan masyarakatnya terdiri
dari orang-orang yang berpendidikan terutama anak-
anaknya bersekolah tinggi dan moralnya baik, hal ini akan
mendorong anak lebih giat belajar.
d. Lingkungan sekitar
Keadaan lingkungan tempat tinggal, juga sangat
penting dalam mempengaruhi hasil belajar. Karena
lingkungan alam sekitar sangat besar pengaruhnya terhadap
perkembangan pribadi anak, sebab dalam kehidupan sehari-
hari anak akan lebih banyak bergaul dengan lingkungan
dimana anak itu berada.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
yang telah dijabarkan di atas pada cakupan yang sempit
terbagi menjadi dua bagian, yaitu faktor intern dan faktor
ekstern. Faktor intern meliputi segala aspek yang terkait
dengan kepribadian siswa (dalam diri siswa) yang meliputi
kesehatan dimana hal ini menyangkut pada kesehatan
jasmani dan rohani yang memiliki pengaruh terhadap
kemampuan belajar. Kemudian terkait dengan intelegensi
dan bakat dalam hal keduanya haruslah sejalan dimana
bakat harus diiringi dengan intelegensi agar proses
pembelajaran siswa berjalan dengan lancar dan sukses.
Selanjutnya adalah minat dan motivasi. Minat tanpa adanya
motivasi akan mengalami keadaan yang cenderung
menurun dalam proses pembelajaran, namun jika minat
tersebut didukung dengan motivasi yang kuat maka proses
pembelajaran akan menghasilakan prestasi belajar yang
tinggi. Faktor intern yang terakhir adalah terkait dengan
cara belajar. Cara belajar siswa akan memberikan pengaruh
besar terhadap capaian belajar. Untuk itu dalam cara belajar
perlu untuk memperhatikan faktor fisiologis, psikologis dan
kesehatan. Sedangkan pada faktor ekstern, faktor yang
pertama adalah keluarga. Keadaan keluarga baik pada
kedua orang tua dan lingkungan keluarga yang diciptakan
akan mempengaruhi pencapaian hasil belajar anak.
Selanjutnya adalah sekolah. Segala hal yang berkaitan
dengan sekolah akan memberikan pengaruh keberhasilan
belajar siswa. Kemudian keadaan masyarakat. Keadaan
masyarakat yang dimaksud adalah keadaan dimana seorang
anak hidup dan bergaul dengan orang-orang di sekitarnya.
Selain dari faktor keluarga, sekolah, masyarakat, keadaan
lingkungan sekitar juga sangat penting untuk diperhatikan
sebab keadaan ini merupakan situasi dimana seorang anak
akan senantisa beradaptasi dan bergaul dengan lingkungan
sekitarnya dan hal ini tentu akan mempengaruhi hasil
belajar seorang anak

3. Pengaruh Efikasi diri terhadap hasil belajar

Seseorang dengan efikasi diri tinggi percaya bahwa mereka


mampu melakukan sesuatu untuk mengubah kejadian-kejadian
disekitarnya. Dalam situasi yang sulit, orang dengan efikasi yang
rendah cenderung mudah menyerah. Sementara orang dengan efikasi
yang tinggi akan berusaha lebih keras untuk mengatasi tantangan yang
ada. Hal senada juga diungkapkan oleh Gist, yang menunjukkan bukti
bahwa perasaan efikasi diri memainkan satu peran penting dalam
mengatasi memotivasi pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan yang
menantang dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan tertentu.
Berdasarkan teori yang ada menyebutkan bahwa efikasi diri ialah
Efikasi diri) adalah pandangan atau persepsi pada diri tentang
bagaimana diri dapat berfungsi sesuai situasi yang sedang dihadapi.
Efikasi diri secara umum tidak berkaitan dengan keahlian yang
dimiliki individu melainkan lebih kepada psikologis atau keyakinan
individu.
Sehingga diduga terdapat pengaruh positif antara efikasi diri
terhadap hasil belajar siswa atau dengan kata lain hasil belajar akan
tinggi jika efikasi diri siswa tinggi atau sebaliknya, hasil belajar siswa
akan rendah jika efikasi diri siswa rendah
4. Pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa

Gaya belajar sangat bergantung pada seberapa jauh

seseorang tersebut dapat belajar mandiri. Dalam belajar mandiri

siswa berusaha sendiri terlebih dahulu untuk mempelajari serta

memahami isi pelajaran yang dibaca atau dilihatnya melalui media

pandang dan dengar. Jika siswa mendapat kesulitan barulah siswa

tersebut akan bertanya atau mendiskusikan dengan teman, guru atau

pihak lain yang sekiranya lebih berkompeten dalam mengatasi

kesulitan tersebut. Siswa yang mandiri akan mampu mencari

sumber belajar yang dibutuhkan serta harus mempunyai kreativitas


inisiatif sendiri dan mampu bekerja sendiri dengan merujuk pada

bimbingan yang diperolehnya. Kemandirian belajar pada


siswa yang meliputi perasaan terhadapn matematika, kesediaan untuk

mempelajari, dan kesadaran terhadap manfaat matematika.

Sehingga diduga terdapat pengaruh positif antara kemandirian

belajar terhadap prestasi belajar matematika. Atau dengan kata lain,

prestasi belajar akan tinggi jika seseorang memiliki kemandirian belajar

yang baik atau sebaliknya, prestasi belajar matematika akan rendah jika

seseorang memiliki kemandirian belajar yang buruk.

5. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian

yang secara teoritis dianggap paling mungkin. Selain itu hipotesis juga

merupakan prediksi mengenai kemungkinan hasil dari proses penelitian.

Dari uraian deskripsi teoritik dan kerangka berpikir yang

dikemukakan di atas, maka hipotesis penelitian sebagai berikut, diduga:

1. Terdapat pengaruh yang signifikan gaya belajar dan efikasi diri

terhadap hasil belajar siswa.

2. Terdapat pengaruh yang signifikan gaya belajar terhadap hasil belajar

siswa.

3. Terdapat pengaruh yang signifikan efikasi diri terhadap hasil belajar

siswa.
DAFTAR PUSTAKA

https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/MKFIS/article/view/65019
https://jurnal.ideaspublishing.co.id/index.php/ideas/article/view/899/394
http://repository.unp.ac.id/43621/
http://repository.unp.ac.id/43621/1/B_04_%20ELSA_ARDIANA_20161006_6615_2022.pdf
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edugeo/article/view/59130
https://uia.e-journal.id/akademika/article/view/1406/1041
http://repositori.unsil.ac.id/10604/
http://eprints.unm.ac.id/17485/1/4%20Artikel%20Jurnal.pdf
https://www.neliti.com/publications/177101/pengaruh-efikasi-diri-aktivitas-kemandirian-
belajar-dan-kemampuan-berpikir-logis
https://digilib.iainkendari.ac.id/184/3/BAB%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai