Anda di halaman 1dari 28

PENGARUH GAYA BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR

SISWA KELAS XII PADA BEBERAPA MATA PELAJARAN


MADRASAH ALIYAH AL WUTSQO DEPOK
Skripsi
Disusun dan Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah untuk Memenuhi Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh
Anang Sahal Amiruddin
NIM : 20.1.1952

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM DEPOK AL KARIMIYAH
JL. H. MAKSUM NO. 23 SAWANGAN BARU
SAWANGAN - KOTA DEPOK
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Menjadi guru bukanlah suatu hal yang mudah, menjadi guru ternyata sebuah
pekerjaan yang amat sulit, rumit dan butuh banyak pengorbanan, tidak hanya
waktu, melainkan juga pikiran dan perasaan. Menjadi guru adalah amanah yang
begitu berat, yang harus dipertangungjawabkan, bukan hanya di hadapan
manusia, akan tetapi juga di hadapan Allah Swt nantinya. Maka, profesi guru
harus dijalani dengan segenap hati yang melibatkan seluruh jiwa dan raga,
kemampuan intelektual, fisikal, emosional, bahkan spiritual.
Kehadiran guru dan murid di ruang belajar bukan hanya sebatas mengajar
(guru) dan belajar (murid), yang dimana murid belajar dikarenakan ada guru
yang mengajar. Artinya, ketika guru mengajar maka guru diposisikan sebagai
produsen yang dituntut harus aktif, sedangkan peserta didik sebagai konsumen
yang sifatnya pasif. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa mengajar adalah
suatu upaya memberikan pemahaman atau trasfer ilmu pengetahuan yang
dilakukan oleh guru kepada muridnya.
Sebagaimana dikemukakan oleh William H. Burton dalam Desmita1
mengajar merupakan upaya memberikan stimulus, bimbingan, pengarahan, dan
dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar. megajar berarti mengatur
aktivitas siswa dan memberi fasilitas belajar, sehingga mereka dapat belajar
dengan baik.
Untuk dapat menjadi guru yang ideal memang tidak cukup dengan hanya
mengandalkan penguasaan materi yang akan diajarkan, sebab dalam
pembelajaran materi pembelajaran hanyalah sebuah perantara guru dalam
memberikan motivasi belajar sehingga tercapailah sebuah tujuan pembelajaran.
Maka dari itu, guru harus membekali diri dengan sebuah pengetahuan dan

1
Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2017. Hal. 2

1
keterampilan demi menunjang keberhasilan pelaksanaan tugasnya. Ini sangat
penting, karena profesi guru bukanlah berhadapan dengan benda mati,
melainkan berhadapan dengan manusia, yaitu peserta didik. Peserta yang akan
dihadapi oleh guru tersebut merupakan individu-individu yang unik dan
berbeda satu dengan yang lain. Mereka hadir di dalam ruang kelas dengan
berbagai latar belakang, baik sosial, budaya, ekonomi, maupun agama yang
berbeda. Mereka juga memiliki berbagai kepribadian, karakteristik, tingkah
laku, minat, bakat, intelektual, cara belajar, dan berbagai perkembangan lainnya
yang berbeda.2
Untuk dapat menghadapi peserta didik dengan berbagai latar belakang dan
kepribadian, maka seorang guru harus mengetahui kemampuan peserta
didiknya masing-masing. Mengetahui karakteristik peserta didik adalah modal
utama serta sebagai indikator keberhasilan dalam belajar.
Dengan adanya modal tersebut, maka seorang guru dapat mengaplikasikan
beberapa model gaya belajar yang nantinya akan digunakan dalam proses
pembelajaran, sehingga tercapai hasil belajar yang baik.
Maka dalam menunjang keberhasilan belajar, tidak hanya dengan
menggunakan salah satu gaya belajar saja, namun ada beberapa gaya belajar
yang dapat diterapkan dalam pembelajaran yaitu gaya belajar kinsetetik
jasmani, auditorial, visual, dan gabungan.
Gaya belajar dalam konteks pembelajaran di Indonesia belum mendapat
banyak perhatian. Guru, atau bahkan dosen, pada umumnya mengajar secara
klasikal dan tidak memberi perhatian terhadap gaya belajar siswa yang
berkemungkinan dilacak dan temuannya dapat digunakan sebagai input dalam
merancang model pembelajaran.3
Menurut Dunn dan Dunn dalam Wiedarti4, hanya 20-30% anak usia sekolah
yang tergolong sebagai siswa bergaya belajar auditori, 40% bergaya belajar

2
Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2017. Hal. 3.
3
Wiedarti, Pangesti. "Seri manual GLS: Pentingnya memahami gaya belajar." (2018). Hal.
6.
4
Wiedarti, Pangesti. "Seri manual GLS: Pentingnya memahami gaya belajar." (2018). Hal.
4.

2
visual, dan 30-40% adalah pelajar kinestetik atau visual-kinestetik. Barbe dan
Milone menyatakan bahwa untuk anak-anak sekolah dasar kekuatan modalitas
yang paling sering adalah visual (30%) atau campuran (30%), diikuti oleh
auditori (25%), dan kinestetik (15%).
Berbagai peneliti telah berusaha untuk menyediakan cara-cara bahwa gaya
belajar dapat berpengaruh di kelas. Dua sarjana tersebut adalah Dr. Rita Dunn
dan Dr. Kenneth Dunn (1978). Dunn dan Dunn dalam Wiedarti5 menulis bahwa
“pembelajar dipengaruhi oleh: (1) lingkungan langsung (suara, cahaya, suhu,
dan desain); (2) emosionalitas sendiri (motivasi, ketekunan, tanggung jawab,
dan fleksibilitas); (3) kebutuhan sosiologis (diri, pasangan, teman sebaya, tim,
atau bervariasi); dan (4) kebutuhan fisik (kekuatan perseptual, asupan, waktu,
dan mobilitas)”.
Mereka mengklaim itu tidak hanya siswa yang dapat mengidentifikasi gaya
belajar yang mereka sukai, tetapi siswa juga mendapat skor lebih tinggi pada
tes, memiliki sikap yang lebih baik, dan lebih efisien jika mereka diajarkan
dengan cara yang lebih mudah mereka kaitkan. Oleh karena itu, guru dapat
memperoleh keuntungan jika mengajar dan menguji siswa dalam gaya belajar
yang mereka sukai. Meskipun gaya belajar pasti akan berbeda di antara siswa
di kelas, Dunn dan Dunn mengatakan bahwa guru harus mencoba untuk
membuat perubahan di kelas mereka yang akan bermanfaat untuk setiap gaya
belajar.
Menemukan gaya belajar siswa akan memungkinkan siswa untuk
menentukan kekuatan dan kelemahan pribadinya dan belajar dari sini. Guru
dapat menggabungkan gaya belajar ke dalam kelas mereka dengan
mengidentifikasi gaya belajar dari masing-masing siswa mereka, gaya mengajar
yang cocok untuk gaya belajar beserta tugas-tugas kelas, memperkuat gaya
belajar yang lemah melalui tugas dan latihan yang lebih mudah, dan mengajar
siswa, strategi pemilihan gaya belajar.

5
Wiedarti, Pangesti. "Seri manual GLS: Pentingnya memahami gaya belajar." (2018). Hal.
4.

3
Bagi siswa perlu memiliki banyak kesempatan belajar dan "gaya belajar
bergeser" dan guru harus mencapai kecocokan antara strategi pengajaran dan
gaya belajar siswa yang unik. Mengakomodasi gaya belajar-mengajar dapat
meningkatkan hasil belajar siswa secara keseluruhan, meningkatkan motivasi
dan efisiensi yang memungkinkan memunculkan sikap positif terhadap materi
ajar yang dipelajari.
Tujuan menggunakan gaya belajar adalah untuk menemukan cara terbaik
bagi siswa untuk belajar secara efektif dan di sisi guru untuk mengajar secara
efisien.6 Sehingga dengan gaya belajar yang tepat, maka akan berakibat pada
hasil belajar yang meningkat pula.
Maka dapat dipahami bahwa hasil belajar seseorang dipengaruhi oleh cara
mereka menyerap informasi ketika pembelajaran dalam konteks apapun
berlangsung, apakah itu belajar di dalam kelas, atau di luar kelas. Dengan kata
lain, secara sadar atau tidak sadar, saat seseorang tersebut sedang menyerap
informasi, di situlah pembelajaran secara umum terjadi. Namun, pada
umumnya, mereka tidak begitu menyadari bagaimana cara mereka menyerap
informasi tersebut, melalui penglihatan (visual), menyimak dan berbicara
(auditori) atau mempraktikkannya (kinestetik) agar informasi yang diterima
dapat bertahan lama dalam rasa dan memori siswa. Seseorang mungkin secara
dominan belajar dengan menggunakan salah satunya. Kemungkin lain yang
terjadi adalah menyerap informasi melalui perpaduan: visual- auditori, visual-
kinestetik, auditori-kinestetik; atau perpaduan ketiganya secara merata, atau
yang satu sedikit lebih dominan dari lainnya. 7
Peneliti telah melakukan obsermasi di Madrasah Aliyah Al-Wutsqo Depok,
menunjukan bahwa guru-guru pada tiap mata pelajaran hanya menggunakan
satu gaya belajar saja, namun hanya sedikit guru yang menerapkan beberapa
gaya belajar dalam proses pembelajaran. Sehingga banyak peserta didik yang
hanya memilihi satu pelajaran dimana gurunya menerapkan beberapa gaya

6
Wiedarti, Pangesti. "Seri manual GLS: Pentingnya memahami gaya belajar." (2018). Hal.
4-5.
7
Wiedarti, Pangesti. "Seri manual GLS: Pentingnya memahami gaya belajar." (2018). Hal.
2.

4
belajar, sehingga murid yang memiliki gaya belajarnya masing-masing dapat
memaksimalkan hasil belajarnya.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis mengambil topik masalah ini
tentang seberapa besar pengaruh yang diberikan oleh gaya belajar terhadap
peningkatan hasil belajar peserta didik dalam penelitian yang berjudul
“Pengaruh Gaya Belajar Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas XII Pada
Beberapa Mata Pelajaran Madrasah Aliyah Al-Wutsqo Depok”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat diidentifikasi
permasalahan mengenai gaya belajar dan hasil belajar, diantaranya:
1. Gaya belajar yang diterapkan tidak menyesuaikan gaya belajar peserta didik
2. Banyak guru yang masih menggunakan satu gaya belajar
3. Besarnya pengaruh gaya belajar terhadap hasil belajar peserta didik

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka dapat disusun perumusan
masalah sebagai berikut: “Apakah Gaya Belajar Berpengaruh Terhadap Hasil
Belajar Siswa Pada Beberapa Mata Pelajaran”

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini ialah : Seberapa Besar Pengaruh Gaya Belajar Terhadap
Hasil Belajar Siswa Pada Beberapa Mata Pelajaran.

E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi siswa, sebagai motivasi dan daya tarik untuk dapat lebih giat dan aktif
dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil
belajarnya.

5
2. Bagi guru, sebagai bahan pertimbangan untuk menerapkan model
pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar siswa dalam rangka
meningkatkan hasil belajarnya.
3. Bagi peneliti, untuk memperoleh pengalaman secara langsung dalam
mengetahui gaya belajar atau cara belajar siswa sehingga peneliti dapat
menerapkannya pada proses pembelajaran.

6
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori
1. Konsep Belajar
Belajar dalam arti luas merupakan suatu proses yang memungkinkan
timbulnya atau berubahnya suatu tingkah laku baru yang bukan disebabkan
oleh kematang- an dan sesuatu hal yang bersifat sementara sebagai hasil dari
terbentuknya respons utama. Belajar merupakan aktivitas, baik fisik
maupun psikis yang menghasilkan perubahan tingkah laku yang baru pada
diri individu yang belajar dalam bentuk kemampuan yang relatif konstan
dan bukan disebabkan oleh kematangan atau sesuatu yang bersifat
sementara.8
Pakar psikologi melihat perilaku belajar sebagai proses psikologis
individu dalam interaksinya dengan lingkungan secara alami, sedangkan
pakar pendidikan melihat perilaku belajar sebagai proses psikologis-
pedagogis yang ditandai dengan adanya interaksi individu dengan
lingkungan belajar yang disengaja diciptakan. 9
Menurut Slameto dalam Hanafy10 bahwa belajar ialah suatu proses yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam
berinteraksi dengan lingkungannya.
Perubahan tingkah laku yang baru sebagai hasil dari perbuatan belajar
terjadi secara sadar, bersifat kontinu dan fungsional, bersifat positif dan
aktif, bersifat kons- tan, bertujuan atau terarah, serta mencakup seluruh
aspek tingkah laku. Ciri-ciri perubahan tingkah laku sebagai hasil dari

8
Hanafy, Muh Sain. "Konsep belajar dan pembelajaran." Lentera Pendidikan: Jurnal Ilmu
Tarbiyah Dan Keguruan 17.1 (2014): Hal. 68.
9
Winataputra, Udin S., et al. "Hakikat Belajar dan Pembelajaran." Hakikat Belajar dan
Pembelajaran 4.1 (2014): Hal. 5.
10
Hanafy, Muh Sain. "Konsep belajar dan pembelajaran." Lentera Pendidikan: Jurnal Ilmu
Tarbiyah Dan Keguruan 17.1 (2014): Hal. 68.

7
perbuatan belajar tersebut tampak dengan jelas dalam berbagai pengertian
belajar menurut pandangan para ahli pendidikan dan psikologi:
a. B. F. Skinner
Belajar menurut Skinner adalah menciptakan kondisi peluang
dengan penguatan (reinforcement), sehingga individu akan bersungguh-
sungguh dan lebih giat belajar dengan adanya ganjaran (punishment)
dan pujian (rewards) dari guru atas hasil belajarnya. Skinner membuat
perincian lebih jauh dengan membedakan adanya dua macam respons.
Pertama, respondent response, yaitu respons yang ditimbulkan oleh
perangsang-perangsang tertentu yang disebut eliciting stimuli
menimbulkan respon-respon yang secara relatif tetap, misalnya
makanan yang menimbulkan keluarnya air liur. Pada umumnya,
perangsang-perangsang yang demikian itu mendahului respon yang
ditimbulkannya. Kedua, operant response, yaitu respon yang timbul dan
berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang tertentu yang
disebut reinforcing stimuli atau reinforce, karena perangsang-
perangsang tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh
organisme. Jadi, seorang akan menjadi lebih giat belajar apabila
mendapat hadiah sehingga responsnya menjadi lebih intensif atau
kuat.11
b. Robert M. Gagne
Gagne memandang bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi
dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus-menerus yang
bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Belajar terjadi
apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan memengaruhi
individu sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu
sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu setelah ia mengalami situasi
tadi.12

11
Hanafy, Muh Sain. "Konsep belajar dan pembelajaran." Lentera Pendidikan: Jurnal Ilmu
Tarbiyah Dan Keguruan 17.1 (2014): Hal. 68-69.
12
Hanafy, Muh Sain. "Konsep belajar dan pembelajaran." Lentera Pendidikan: Jurnal Ilmu
Tarbiyah Dan Keguruan 17.1 (2014): Hal. 69.

8
c. Jean Piaget
Piaget adalah seorang psikolog yang fokus mempelajari berpikir
pada anak-anak sebab ia yakin dengan cara berpikir anak-anak akan
dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan epistemologi. Piaget
berpendapat bahwa ada dua proses yang terjadi dalam pekembangan
kognitif anak, yaitu proses assimilations dan proses accommodations.
Proses assimilations, yaitu menyesuaikan atau mencocokkan informasi
yang baru diperoleh dengan informasi yang telah diketahui sebelumnya
dan mengubahnya bila perlu. Adapun proses accommodations, yaitu
menyusun dan membangun kembali atau mengubah informasi yang
telah diketahui sebelumnya sehingga informasi yang baru dapat
disesuaikan dengan lebih baik.13
d. Carl R. Rogers
Rogers menitikberatkan pada segi pengajaran dibanding siswa yang
belajar dalam praktik pendidikan yang ditandai dengan peran guru yang
dominan dan siswa hanya menghafalkan pelajaran dengan alasan bahwa
pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran
adalah: (1) manusia memiliki kekuatan wajar untuk belajar sehingga
siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak berarti, (2) siswa
akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya, (3)
pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan
dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa, (4) belajar yang
bermakna bagi masyarakat modern berarti belajar tentang proses-proses
belajar, keterbukaan belajar mengalami sesuatu, bekerjasama dengan
melakukan pengubahan diri secara terus menerus, (5) belajar yang
optimal akan terjadi bila siswa berpartisipasi secara bertanggung jawab
dalam proses pembelajaran, (6) belajar mengalami (experiental
learning) dapat terjadi bila siswa mengevaluasi dirinya sendiri, dan (7)

13
Hanafy, Muh Sain. "Konsep belajar dan pembelajaran." Lentera Pendidikan: Jurnal Ilmu
Tarbiyah Dan Keguruan 17.1 (2014): Hal. 69-70.

9
belajar mengalami menuntut keterlibatan siswa secara penuh dan
sungguh-sungguh.14
e. Benjamin S. Bloom
Penelitian yang dilakukan oleh Bloom dalam mengamati kecerdasan
anak pada rentang waktu tertentu menemukan bahwa pengukuran
kecerdasan anak pada usia 15 tahun merupakan hasil pengembangan
dari anak usia dini. Bloom mengembangkan taksonomi dari tujuan
pendidikan dengan menyusun pengalaman-pengalaman dan pertanyaan-
pertanyaan secara bertingkat dari recall sampai pada terapannya dengan
suatu keyakinan bahwa anak dapat menguasai tugas-tugas yang
dihadapkan kepada mereka di sekolah, tetapi mengakui adanya anak
yang yang membutuhkan waktu lebih lama dan bimbingan yang lebih
intensif dibanding teman seusianya.
Taksonomi tujuan-tujuan yang disusun Bloom disebut taxonomi
bloom yang terdiri atas tiga kawasan (domain), yaitu: domain kognitif,
domain afektif, dan domain psikomotor. Domain-domain tersebut
merupakan kemampuan-kemampuan yang diharapkan dimiliki peserta
didik setelah mengikuti proses pendidikan.15
f. Jerume S. Bruner
Bruner beranggapan bahwa belajar merupakan pengembangan
kategori-kategori yang saling berkaitan sedemikian rupa hingga setiap
individu mempunyai model yang unik tentang alam dan pengembangan
suatu sistem pengodean (coding). Sesuai dengan model ini, belajar baru
dapat terjadi dengan mengubah model yang terjadi melalui pengubahan
kategori-kategori, menghubungkan kategori-kategori dengan suatu cara
baru, atau dengan menambahkan kategori-kategori baru.16

14
Hanafy, Muh Sain. "Konsep belajar dan pembelajaran." Lentera Pendidikan: Jurnal Ilmu
Tarbiyah Dan Keguruan 17.1 (2014): Hal. 70.
15
Hanafy, Muh Sain. "Konsep belajar dan pembelajaran." Lentera Pendidikan: Jurnal Ilmu
Tarbiyah Dan Keguruan 17.1 (2014): Hal. 70.
16
Hanafy, Muh Sain. "Konsep belajar dan pembelajaran." Lentera Pendidikan: Jurnal Ilmu
Tarbiyah Dan Keguruan 17.1 (2014): Hal. 71.

10
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa belajar adalah kegiatan baik psikologis maupun fisik
yang menghasilkan perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
2. Gaya Belajar
Gaya belajar merupakan sebuah pendekatan yang menjelaskan
mengenai bagaimana individu belajar atau cara yang ditempuh oleh masing-
masing orang untuk berkonsentrasi pada proses, dan menguasai informasi
yang sulit dan baru melalui persepsi yang berbeda. Gaya bersifat individual
bagi setiap orang, dan untuk membedakan orang yang satu dengan orang
lain. Dengan demikian, secara umum gaya belajar diasumsikan mengacu
pada kepribadian-kepribadian, kepercayaan-kepercayaan, pilihan-pilihan,
dan perilaku-perilaku yang digunakan oleh individu untuk membantu dalam
belajar mereka dalam suatu situasi yang telah dikondisikan.17
Gaya belajar dapat secara mudah digambarkan sebagai bagaimana
orang-orang memahami dan mengingat informasi. Namun ternyata secara
teoretis berisi dengan berbagai variasi tentang tema ini yang pemahaman
cukup rumit. Adapun beberapa definisi gaya belajar menurut para ahli
sebagai berikut:
James and Gardner berpendapat bahwa gaya belajar adalah cara yang
kompleks di mana para siswa menganggap dan merasa paling efektif dan
efisien dalam memproses, menyimpan dan memanggil kembali apa yang
telah mereka pelajari.18
Merriam dan Caffarella mendefinisikan gaya belajar yang populer di
dalam pendidikan orang dewasa, yaitu karakteristik individu mengenai cara
dalam memproses informasi, merasa, dan bertindak di dalam situasi-situasi
belajar.19

17
Ghufron, Muhammad Nur dan Rini Risnawati Suminta. Gaya Belajar : Kajian Teoritik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012. Hal. 42.
18
Ghufron, Muhammad Nur dan Rini Risnawati Suminta. Gaya Belajar : Kajian Teoritik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012. Hal. 42.
19
Ghufron, Muhammad Nur dan Rini Risnawati Suminta. Gaya Belajar : Kajian Teoritik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012. Hal. 42-43.

11
Reichmann mengacu pada gaya belajar sebagai himpunan dari perilaku-
perilaku dan sikap-sikap tertentu yang berhubungan dengan situasi
belajar.20
Definisi Keefe mengenai gaya belajar adalah faktor-faktor kognitif,
afektif, dan fisiologis yang menyajikan beberapa indikator yang relatif stabil
tentang bagaimana para siswa merasa, berhubungan dengan lainnya dan
bereaksi terhadap lingkungan belajar.21
Kolb mengatakan bahwa gaya belajar merupakan metode yang dimiliki
individu untuk mendapatkan informasi, sehingga pada prinsipnya gaya
belajar merupakan bagian integral dalam siklus belajar aktif.22
Senada dengan Kolb, beberapa penulis menjelaskan gaya belajar
sebagai suatu pola-pola tertentu yang stabil ketika individu menerima,
berinteraksi, menyerap, menyimpan, mengorganisasi, dan memproses
informasi.23
Pengertian gaya belajar yang lain dikemukakan oleh Kinsella sebagai
sebuah kemampuan genetis, walau dibantah oleh Prince, Dunn, Sanders,
dan Reid yang membuktikan bahwa gaya belajar dapat berubah,
berkembang sesuai dengan usia pembelajaran.24
Dari beberapa paparan para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
gaya belajar merupakan suatu cara individu dalam menerima, menyerap,
mengatur, dan mengolah informasi pembelajaran. Tentunya tiap individu
memiliki berbagai gaya belajar yang berbeda-beda. Jadi, gaya belajar
peserta didik yang dominan pada akan dapat meningkatkan hasil belajar.

20
Ghufron, Muhammad Nur dan Rini Risnawati Suminta. Gaya Belajar : Kajian Teoritik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012. Hal. 43.
21
Ghufron, Muhammad Nur dan Rini Risnawati Suminta. Gaya Belajar : Kajian Teoritik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012. Hal. 43.
22
Ghufron, Muhammad Nur dan Rini Risnawati Suminta. Gaya Belajar : Kajian Teoritik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012. Hal. 43.
23
Ghufron, Muhammad Nur dan Rini Risnawati Suminta. Gaya Belajar : Kajian Teoritik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012. Hal. 43.
24
Ghufron, Muhammad Nur dan Rini Risnawati Suminta. Gaya Belajar : Kajian Teoritik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012. Hal. 43.

12
Dari sekian gaya belajar ini, dalam konteks Gerakan Literasi Sekolah,
yang paling sederhana adalah visual-auditori-kinestetik atau populer disebut
VAK karena lebih mudah diukur dan cepat untuk mendapatkan gambaran
umum tentang gaya belajar seseorang, baik itu siswa (semua jenjang
pendidikan: PAUD, SD, SMP, SMA) maupun guru/tenaga kependidikan.25
Kemudian model pembelajaran ini dikembangkan menjadi VARK.
Model gaya belajar VARK adalah gaya belajar yang telah dimodifikasi dari
model VAK menjadi gaya belajar VARK oleh Fleming & Mills pada tahun
2006. Gaya belajar ini dimodifikasi dengan mengklasifikasikan siswa ke
dalam empat mode sensori yang berbeda.26
VARK adalah singkatan dari Visual (melihat), Auditory (mendengar),
Reading/Writing (membaca/menulis), dan Kinesthetic (keterampilan
anggota tubuh). Gaya belajar VARK mengandaikan bahwa masing-masing
siswa dapat mengidentifikasi gaya belajarnya sendiri dan menyadari
preferensi indrawi mereka, beradaptasi dengan gaya mengajar guru dan
bertindak berdasarkan modalitasnya sendiri yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan diri dalam kegiatan belajar. Gaya belajar VARK
ini membagi siswa sesuai dengan mode sensori yang diperlukan sehingga
efektivitas setiap pelajaran untuk mode belajar VARK yang berbeda dapat
diamati.27
a. Visual
Siswa dengan gaya belajar ini menyukai kegiatan belajar secara
demonstrasi dan siswa dapat belajar melalui deskripsi. Para siswa
dengan tipe ini lebih suka menggunakan daftar untuk mempertahankan
tingkat kemajuan belajar mereka serta mempermudah mereka untuk
mengatur ide, pikiran hingga target atau capaian yang ingin mereka raih.
Namun, siswa dengan tipe ini mudah terganggu atau berubah fokus oleh

25
Wiedarti, Pangesti. "Seri manual GLS: Pentingnya memahami gaya belajar." (2018).
Hal. 7.
26
Ramadhani, Rahmi, et al. Belajar dan pembelajaran: konsep dan pengembangan.
Yayasan Kita Menulis, 2020. Hal. 12-13.
27
Ramadhani, Rahmi, et al. Belajar dan pembelajaran: konsep dan pengembangan.
Yayasan Kita Menulis, 2020. Hal. 13.

13
gerakan dan tindakan, seperti kebisingan. Selain itu, siswa dengan tipe
visual juga menyukai angka, gambar, alat simbolik (seperti grafik,
diagram alur, model yang mewakili informasi cetak). Aldosari et al.,
juga menambahkan bahwa siswa dengan tipe visual juga memiliki
kemampuan untuk menjelaskan konsep kepada orang lain melalui
gambar, kaya dengan imajinasi dan cenderung kreatif dan imajinatif.
b. Auditory
Siswa dengan tipe ini belajar sesuatu dengan cara mendengarkan.
Para siswa ini memberi perhatian lebih pada kata-kata yang disampaikan
oleh guru. Mereka lebih suka mendengarkan daripada menulis. Setelah
kegiatan belajar selesai, siswa dengan tipe ini memilih untuk membahas
topik yang telah dipelajari dengan teman sejawat, yang merupakan salah
satu cara mereka untuk memperjelas pemahaman mereka. Untuk
membantu gaya belajar mereka, siswa dengan tipe ini berdiskusi tentang
jawaban permasalahan atau dengan cara mendengarkan rekaman terkait
topik kegiatan belajar yang telah dilakukan. Drago & Wagner
menambahkan bahwa siswa dengan tipe ini dapat mengingat informasi
melalui membaca keras atau berbicara saat membaca terutama ketika
mempelajari sesuatu yang baru. Armstrong juga menambahkan bahwa
siswa dengan tipe auditori memiliki kemampuan yang kuat dalam
mengingat nama atau fakta.
c. Reading/Writing;
Siswa dengan kecenderungan membaca dan menulis lebih menyukai
kata atau teks cetak sebagai metode untuk mendapatkan informasi.
Mereka suka melihat daftar, glosarium, buku teks, maupun catatan
kuliah. Siswa dengan tipe ini suka mengatur catatan kuliah dalam bentuk
sketsa dan membacanya kembali berulang-ulang. Sehingga, siswa
dengan tipe ini disebut juga dengan istilah siswa pencatat. Mereka
belajar lebih baik melalui catatan yang diambil dari kegiatan belajar
secara langsung atau melalui bahan bacaan pendukung (seperti modul,
buku teks, majalah ilmiah, dan lain sebagainya).

14
d. Kinesthetic
Gaya belajar dengan tipe kinestetik adalah gaya belajar yang
dianggap kombinasi dari berbagai fungsi indera. Gaya belajar ini
mengacu pada kegiatan belajar yang dicapai melalui pengalaman dan
latihan. Siswa dengan tipe ini menggunakan pengalaman untuk
mempelajari suatu informasi yang baru serta langsung
mempraktikannya. Armstrong menambahkan bahwa siswa yang
memiliki gaya belajar tipe ini suka bergerak dan aktif, cepat dalam
mempelajari keterampilan fisik, gemar berpikir sambil bergerak, tampil
baik di bidang atletik tertentu dan lebih cenderung menggunakan
gerakan sebagai bantuan mengingat berbagai kasus, memiliki
koordinasi serta rileks dalam menghadapi suatu kondisi.28
3. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat
dari pengalaman belajar dalam mencapai kompetensi yang telah ditetapkan
atau penguasaan terhadap materi pelajaran yang diperoleh melalui proses
penilaian yang dilakukan secara terencana untuk mengukur kemampuan
dari siswa tersebut. Hasil belajar dijadikan ukuran dalam menilai tingkat
keberhasilan siswa dalam proses belajar. Hasil belajar yang baik merupakan
cerminan gaya belajar yang baik. (imroatul)
Hasil belajar juga dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat
dilakukan siswa yang sebelumnya tidak dapat mereka lakukan, sebagai
cerminan dari kompetensi siswa. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan,
nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan,
sebagai hasil interaksi dalam pembelajaran.29
Hasil pembelajaran dapat dijadikan tolak ukur untuk mengidentifikasi
dan mengevaluasi tujuan pembelajaran. Sebagai salah satu patokan untuk
mengukur keberhasilan proses pembelajaran, hasil belajar merefleksikan

28
Ramadhani, Rahmi, et al. Belajar dan pembelajaran: konsep dan pengembangan.
Yayasan Kita Menulis, 2020. Hal. 13-15.
29
Andriani, Rike, and Rasto Rasto. "Motivasi belajar sebagai determinan hasil belajar
siswa." Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran 4.1 (2019): Hal. 81.

15
hasil dari proses pembelajaran yang menunjukkan sejauh mana murid, guru,
proses pembelajaran, dan lembaga pendidikan telah mencapai tujuan
pendidikan yang telah ditentukan. Hasil belajar juga merupakan laporan
mengenai apa yang telah diperoleh siswa dalam proses pembelajaran. Dapat
disimpulkan hasil belajar merupakan kompetensi dan keterampilan yang
dimiliki siswa yang diperoleh melalui proses pembelajaran.30
Merujuk pada Taksonomi Bloom dalam Andriani31 hasil belajar dalam
rangka studi dicapai melalui tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, psikomotor.
Ranah kognitif, berkaitan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri atas
enam aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis,
dan penilaian. Ranah afektif, berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif
meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab, atau reaksi,
menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
Ranah psikomotor meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda,
koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).

B. Kerangka Berpikir
Gaya belajar adalah suatu jalan untuk menempuh hasil belajar. setiap
individu memiliki gaya belajarnya masing-masing. Prestasi belajar bisa
ditentukan melalui beberapa faktor di antaranya gaya belajarnya. Maka peserta
didik akan memiliki hasil belajar yang baik apabila mereka menerapkan gaya
belajar yang tepat, dibanding peserta didik yang tidak menggunakan gaya
belajar yang sesuai dengan gaya belajarnya.
Maka dapat dibuat bagan kerangka berpikir sebagai berikut:

X Y

30
Andriani, Rike, and Rasto Rasto. "Motivasi belajar sebagai determinan hasil belajar
siswa." Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran 4.1 (2019): Hal. 81.
31
Andriani, Rike, and Rasto Rasto. "Motivasi belajar sebagai determinan hasil belajar
siswa." Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran 4.1 (2019): Hal. 81.

16
Keterangan:
X : Variabel Bebas (Gaya Belajar)
Y : Variabel Terikat (Hasil Belajar)

C. Penelitian Terdahulu
Nama Judul Hasil Riset Persamaan Perbedaan
Aisyah A. “Pengaruh Hasil Memiliki Berbeda pada
Rahman Gaya Belajar penelitian persamaan jumlah mata
& Susi Terhadap menunjukan pada 2 pelajaran
Yanti Hasil Belajar bahwa variabel, yaitu yang diteliti,
Siswa Pada penggunaan variabel bebas jika
Mata gaya belajar dan variabel penelitian
Pelajaran IPS visual, terikat, sama- mereka hanya
Terpadu Di auditorial, dan sama mencari pada mata
Kelas VII kinsetetik di pengaruh pelajaran
SMP Negeri kelas VII gaya belajar IPA,
1 Peudada” SMPN 1 terhadap hasil sedangkan
Peudada belajar peneliti
memiliki meneliti pada
pengaruh yang beberapa
positif dan pelajaran.
signifikan
terhadap hasil
belajar.
Pengaruh dari
beberapa gaya
belajar
terhadap hasil
belajar sangat
signifikan, hal
ini

17
membuktikan
bahwa setiap
siswa
memiliki gaya
belajarnya
masing-
masing

Imro’atul “Pengaruh Hasil Persamaannya Berbeda pada


Hasanah, Gaya Belajar penelitian terletak pada jurusan, kalau
Sri Terhadap menunjukan variabelnya, mereka
Kantun, Hasil Belajar bahwa ada yang sama- meneliti pada
Sutrisno Siswa Kelas pengaruh yang sama jurusan
Djaja XI Jurusan signifikan menggunakan akuntansi
Akuntansi gaya belajar gaya belajar serta
Pada terhadap hasil dan hasil menggunakan
Kompetensi belajar siswa belajar. kompetensi
Dasar Jurnal kelas XI dasar jurnal
Khusus Di jurusan khusus,
SMK Negeri akuntansi pada sedangkan
1 Jember kompetensi peneliti
Semester dasar jurnal hanya pada
Genap Tahun khusus di mata
Ajaran SMK Negeri 1 pelajarannya
2017/2018” jember saja.
semester
genap tahun
ajaran
2017/2018
sebesar
80,8%, namun

18
yang
berpengaruh
dominan yaitu
gaya belajar
visual.

Leni “Pengaruh Hasil Persamaannya Perbedaannya


Hartati Gaya Belajar penelitian terletak pada terletak pada
Dan Sikap menunjukan variabelnya, variabel
Siswa Pada bahwa yang sama- bebas,
Pelajaran terdapat sama penelitian
Matematika perbedaan menggunakan Leni
Terhadap antara hasil gaya belajar menggunakan
Hasil Belajar belajar dan hasil 2 variabel
Matematika”. matematika belajar bebas, yaitu
siswa yang pengaruh dari
memiliki gaya gaya belajar
belajar visual, dan sikap
auditorial dan siswa,
kinestetik. sedangkan
Kelompok peneliti hanya
siswa yang menggunakan
memiliki gaya 1 variabel
belajar bebas, yaitu
kinestetik pengaruh
memiliki nilai gaya belajar
rata-rata skor saja.
hasil belajar
matematika
yang lebih
tinggi di

19
bandingkan
dengan nilai
rata-rata skor
hasil belajar
matematika
siswa yang
memiliki gaya
belajar visual
dan auditorial.

D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan suatu jawaban sementara atas permasalahan penelitian
yang secara teoritis memiliki kebenaran paling tinggi dan memerlukan adanya
upaya pembuktian. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Hipotesis Alternatif (Ha)
Terdapat Pengaruh Gaya Belajar Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas
XII Pada Beberapa Mata Pelajaran Madrasah Aliyah Al-Wutsqo Depok.
2. Hipotesis Nihil (Ho)
Tidak Terdapat Pengaruh Gaya Belajar Terhadap Hasil Belajar Siswa
Kelas XII Pada Beberapa Mata Pelajaran Madrasah Aliyah Al-Wutsqo
Depok.
Berdasarkan hipotesis yang telah diajukan tersebut, peneliti memiliki
dugaan sementara bahwa Terdapat Pengaruh Gaya Belajar Terhadap Hasil
Belajar Siswa Kelas XII Pada Beberapa Mata Pelajaran Madrasah Aliyah Al-
Wutsqo Depok. Sehingga peneliti sepakat dengan pernyataan Ha tersebut.
Adapun kebenarannya, maka akan dibuktikan melalui hasil penelitian yang
akan dilakukan di Madrasah Aliyah Al-Wutsqo Depok.

20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Madrasah Aliyah Al-Wutsqo, Jl. Mawar Ujung
No.75, Kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Beji, Kota Depok, Jawa Barat.
Peneliti mengambil lokasi penelitian tersebut karena Al-Wutsqo adalah tempat
peneliti melalui jenjang pendidikan MA/sederajat sebagai santri Pondok
Pesantren disana. Dengan demikian akan memudahkan bagi peneliti
memperoleh data-data yang dibutuhkan.

B. Jenis Peneletian
Jika dilihat berdasarkan pendekatan analisisnya, maka peneliti
menggunakan jenis penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah
penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan melalui teknik
pengukuran yang cermat terhadap variabel-variabel tertentu, sehingga
menghasilkan simpulan- simpulan yang dapat digeneralisasikan, lepas dari
konteks waktu dan situasi serta jenis data yang dikumpulkan terutama data
kuantitatif. Penelitian kuantitatif banyak digunakan terutama untuk
mengembangkan teori dalam suatu disiplin ilmu. Penggunaan pengukuran
disertai analisis secara statistik di dalam penelitian mengimplikasikan bahwa
penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. (Zainal Arifin, 2014)
Metodologi ini menyandarkan teknik penelitian pada pandangan post-
positivisme. Metodologi penelitian kuantitatif meliputi 1) eksperimen nyata; 2)
eksperimen yang semu atau kuasi-eksperimen dan penelitian korelasional; dan
3) eksperimen subyek tunggal. Dewasa ini telah bermunculan metodologi
eksperimen yang lebih kompleks dengan berbagai variabel dan intervensinya,
seperti: Rancangan faktorial, Rancangan repeated measure, SEM (Structural
Equation Model) yang melibatkan analisa kausalitas dan variabel ganda, dan
sebagainya.

21
Berdasarkan karakteristik masalah, maka peneliti menggunakan jenis
penelitian korelasilasional. Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu
mengenai hubungan antara satu variabel-satu variabel atau lebih yang lainnya.
Karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh atau hubungan gaya
belajar terhadap hasil belajar di beberapa mata pelajaran. Penelitian korelasi
termasuk kepada jenis penelitian yang bersifat non-eksperimen, juga termasuk
penelitian deskriptif, yang dapat menggambarkan bagaimana gaya belajar siswa
di tempat peneliti melakukan penelitian.

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel


1. Populasi
Populasi menurut Suharyadi dalam Nurhasanah32 merupakan seluruh
data yang menjadi pusat perhatian seorang peneliti dalam ruang lingkup &
waktu yang telah ditentukan. Dan menurutnya populasi dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian:
a. Populasi terhingga (finite population), yaitu ukuran populasi yang
berapa pun besarnya tetapi masih bisa dihitung (countable). Misalnya
populasi guru di suatu sekolah;
b. Populasi tak terhingga (infinite population), yaitu ukuran populasi yang
sudah sedemikian besarnya sehingga sudah tidak bisa dihitung
(uncountable). Misalnya populasi orang yang menyukai musik gambus
atau pop.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII MA Al- Wutsqo
Depok. Untuk lebih jalas, dapat dilihat pada tabel berikut:
Kelas Jumlah Siswa
XII 30 siswa
Jumlah 30 siswa

32
Nurhasanah, Siti, Mulyawan Safwandy Nugraha dan Imam Subhi. Metodologi
Peneletian Kuantitatif dan Kualitatif. Teori, Aplikasi, dan Contoh Kasus. Tangerang: Media Edu
Pustaka, 2022. Hal. 38.

22
2. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel merupakan bagian populasi penelitian yang digunakan untuk
memperkirakan hasil dari suatu penelitian. Sampling is the process of
selecting observations (sampling adalah sebuah proses seleksi dari
observasi). Proses seleksi yang dimaksud di sini adalah proses untuk
mendapatkan sampel. Proses yang digunakan untuk mendapatkan sampel
bisa juga disebut dengan metode penarikan sampel. Teknik sampling adalah
cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya sesuai dengan ukuran
sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan
memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel
yang representatif.33
Adapun teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah teknik
sampling jenuh. Teknik Sampling Jenuh adalah teknik penentuan sampel
yang menjadikan semua anggota populasi sebagai sampel. Dengan syarat
populasi yang ada kurang dari 30 orang.

D. Teknik Pengumpulan Data


Menurut Sugiyono dalam Nurhasanah34 Pengumpulan data dapat dilakukan
dengan berbagai macam setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Setting
dalam penelitian terdiri dari dua macam setting, setting natural dan setting
experiment. Sedangkan jika dilihat berdasarkan sumber datanya, pengumpulan
data dapat dibagi menjadi menjadi dua jenis, yaitu sumber data primer dan
sumber data sekunder. Kemudian jika dilihat dari teknik pengumpulan datanya,
maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan melaui metode interview
(wawancara), kuisioner (angket), observasi (pengamatan), dan dapat juga
gabungan ketiganya.

33
Nurhasanah, Siti, Mulyawan Safwandy Nugraha dan Imam Subhi. Metodologi
Peneletian Kuantitatif dan Kualitatif. Teori, Aplikasi, dan Contoh Kasus. Tangerang: Media Edu
Pustaka, 2022. Hal. 40.
34
Nurhasanah, Siti, Mulyawan Safwandy Nugraha dan Imam Subhi. Metodologi
Peneletian Kuantitatif dan Kualitatif. Teori, Aplikasi, dan Contoh Kasus. Tangerang: Media Edu
Pustaka, 2022. Hal. 77.

23
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui
observasi dan angket (kuisioner). sebagai berikut:
1. Observasi
Teknik observasi secara sederhana sering dimaknai para peneliti sebagai
kegiatan pengamatan. Sebenarnya setiap sant kita selalu melakukan
observasi. Kita mengamati perilaku anak-anak, gerakan kendaraan di jalan
raya, atau binatang di jalan raya. Dengan observasi itulah kita memperoleh
informasi tentang dunia di sekitar kita. Observasi adalah kegiatan kita yang
paling utama dan teknik penelitian ilmiah yang penting. Tetapi, observasi
ilmiah berbeda dengan observasi sehari-hari. Sering mahasiswa
mencantumkan dalam skripsinya observasi sebagai teknik penelitiannya,
tetapi ia tidak memerinci prosedur observasinya. Bila ia sudah hadir di suatu
tempat, menyebarkan angket, melihat penduduk di daerah itu, ia
beranggapan bahwa melakukan observasi bukan sekadar melihat, bukan
hanya mengamati, bukan melulu menonton.35
Karl Weick (dikutip dari Seltiz, Wrightsman,dan Cook 1976) dalam
Nurhasanah36 mendefinisikan observasi sebagai "pemilihan, pengubahan,
pencatatan, dan pengodean serangkaian perilaku serta suasana yang
berkenaan dengan organisme in situ, sesuai dengan tujuan-tujuan empiris".
Dari definisi tersebut kita melihat tujuh karakteristik observasi, yaitu
pemilihan (selection), pengubahan (provocation), pencatatan (recording),
pengodean (encoding), rangkaian perilaku dan suasana (tests of behaviors
and settings), in situ, serta untuk tujuan empiris.
2. Angket (Kuisioner)
Angket atau Kuesioner adalah metode pengumpulan data, instrumennya
disebut sesuai dengan nama metodenya. Bentuk lembaran angket dapat

35
Nurhasanah, Siti, Mulyawan Safwandy Nugraha dan Imam Subhi. Metodologi
Peneletian Kuantitatif dan Kualitatif. Teori, Aplikasi, dan Contoh Kasus. Tangerang: Media Edu
Pustaka, 2022. Hal. 82.
36
Nurhasanah, Siti, Mulyawan Safwandy Nugraha dan Imam Subhi. Metodologi
Peneletian Kuantitatif dan Kualitatif. Teori, Aplikasi, dan Contoh Kasus. Tangerang: Media Edu
Pustaka, 2022. Hal. 83.

24
berupa sejumlah pertanyaan tertulis, tujuannya untuk memperoleh
informasi dari responden tentang apa yang ia alami dan ketahuinya. 37
Setelah bentuk kuesioner ditetapkan, langkah selanjutnya adalah
membuat pertanyaan dengan mempertimbangkan jumlah pertanyaan agar
tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit, yang penting disesuaikan dengan
indikator yang ditetapkan. Kemudian tidak menanyakan hal yang tidak
perlu semisal nomor telpon responden yang jelas tidak akan diolah dalam
penelitian.
Dalam menata tampilan pada lembar kuesioner, perlu diperhatikan hal-
hal yang berkaitan dengan keindahan, kemudahan mengisi, dan kemudahan
memeriksa jawaban. Oleh karena itu diperlukan kreativitas untuk membuat
tampilan kuesioner menjadi enak dibaca, seperti penggunaan garis-garis dan
kotak pada hal-hal yang dianggap penting, penggunaan warna-warna dan
hiasan, serta meletakkan kelompok pertanyaan tentang identitas pengisi,
pengantar, dan pertanyaan inti pada tempat yang berbeda.

E. Teknik Analisis Data


1. Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data
yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Analisis ini hanya
berupa akumulasi data dasar dalam bentuk deskripsi semata dalam arti tidak
mencari atau menerangkan saling hubungan, menguji hipotesis, membuat
ramalan, atau melakukan penarikan kesimpulan.38
Teknik analisis statistik deskriptif yang dapat digunakan antara lain:

37
Nurhasanah, Siti, Mulyawan Safwandy Nugraha dan Imam Subhi. Metodologi
Peneletian Kuantitatif dan Kualitatif. Teori, Aplikasi, dan Contoh Kasus. Tangerang: Media Edu
Pustaka, 2022. Hal. 90.
38
Muhson, Ali. "Teknik analisis kuantitatif." Universitas Negeri Yogyakarta.
Yogyakarta (2006): Hal. 1.

25
a. Penyajian data dalam bentuk tabel atau distribusi frekuensi dan tabulasi
silang (crosstab). Dengan analisis ini akan diketahui kecenderungan
hasil temuan penelitian, apakah masuk dalam kategori rendah, sedang
atau tinggi.
b. Penyajian data dalam bentuk visual seperti histogram, poligon, ogive,
diagram batang, diagram lingkaran, diagram pastel (pie chart), dan
diagram lambang.
c. Penghitungan ukuran tendensi sentral (mean, median modus).
d. Penghitungan ukuran letak (kuartil, desil, dan persentil).
e. Penghitungan ukuran penyebaran (standar deviasi, varians, range,
deviasi kuartil, mean deviasi, dan sebagainya).

26
DAFTAR PUSTAKA

Andriani, Rike, and Rasto Rasto. "Motivasi belajar sebagai determinan hasil belajar
siswa." Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran 4.1 (2019): 81.

Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya, 2017.

Ghufron, Muhammad Nur dan Rini Risnawati Suminta. Gaya Belajar : Kajian
Teoritik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.

Hanafy, Muh Sain. "Konsep belajar dan pembelajaran." Lentera Pendidikan:


Jurnal Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan 17.1 (2014): 68.

Muhson, Ali. "Teknik analisis kuantitatif." Universitas Negeri Yogyakarta.


Yogyakarta (2006): 1.

Nurhasanah, Siti, Mulyawan Safwandy Nugraha dan Imam Subhi. Metodologi


Peneletian Kuantitatif dan Kualitatif. Teori, Aplikasi, dan Contoh Kasus.
Tangerang: Media Edu Pustaka, 2022.

Ramadhani, Rahmi, et al. Belajar dan pembelajaran: konsep dan pengembangan.


Yayasan Kita Menulis, 2020.

Wiedarti, Pangesti. "Seri manual GLS: Pentingnya memahami gaya belajar."


(2018).

Winataputra, Udin S., et al. "Hakikat Belajar dan Pembelajaran." Hakikat Belajar
dan Pembelajaran 4.1 (2014): 5.

27

Anda mungkin juga menyukai