Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Terkait dengan pertanyaan Anda, latar belakang mengajar dan mengelola
kelas adalah hal yang penting bagi proses pembelajaran di sekolah. Kelas
merupakan wahana paling dominan bagi terselenggaranya proses pembelajaran
bagi peserta didik di sekolah. Karena kedudukan kelas yang begitu penting,
maka guru harus profesional agar proses pendidikan dan pembelajaran di kelas
terselenggara secara efektif dan efisien. Di dalam kelas kegiatan guru dapat
dibagi menjadi dua, yaitu kegiatan pengelolaan pengajaran dan kegiatan
pengelolaan kelas. Tujuan pengajaran yang tidak jelas, materi yang terlau mudah
atau terlalu sulit, urutan materi tidak sistematis, alat pembelajaran tidak tersedia,
merupakan contoh masalah pengajaran. Sedangkan subyek peserta didik
mengantuk, enggan mengerjakan tugas, terlambat masuk kelas, mengganggu
teman lain, mengajukan pertanyaan aneh, tempat duduk banyak kutu busuk,
ruang kelas kotor, merupakan contoh pengelolaan kelas. Penanggulangannya
sesuai dengan masalahnya. Tidak tepat jika masalah pengajaran diselesaikan
dengan cara pemecahan masalah pengelolaan kelas. Masalah pengajaran
merupakan usaha yang secara langsung dapat membantu peserta didik dalam
mencapai suatu tujuan pengajaran. Masalah pengajaran dimaksudkan meliputi
masalah pembuatan rencana pembelajaran, penyajian informasi, pengajuan
pertanyaan, pelaksanaan evaluasi dan masalah-masalah lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dari dari defenisi mengajar dan metode mengajar?
2. Apa yang dimaksud dari tahapan mengajar?
3. Apa yang dimaksud dari mendesain lingkungan kelas?
4. Apa yang dimaksud dari menciptakan lingkungan yang positif untuk
pembelajaran?
5. Apa yang dimaksud dari menghadapi prilaku bermasalah peserta didik?

1
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa itu defenisi mengajar dan metode mengajar
2. Untuk mengetahui apa saja tahapan mengajar
3. Untuk mengetahui bagaimana mendesain lingkungan kelas
4. Untuk mengetahui bagaimana menciptakan lingkungan yang positif untuk
pembelajaran
5. Untuk mengetahui bagaimana menghadapi prilaku bermasalah peserta didik

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi mengajar dan Metode Mengajar


1. Pengertian Mengajar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata mengajar
adalah memberi pelajaran. Contoh: Guru mengajar murid matematika. Arti
lainnya dari mengajar adalah melatih. Contoh: Ia mengajar berenang, kakak
mengajar menari. 1
Menurut Usman, mengajar merupakan kegiatan membimbing siswa
selama proses belajar mengajar. Dengan kata lain, mengajar merupakan
sebuah usaha dalam mengorganisasi lingkungan dan kondisi yang berkaitan
dengan peserta didik serta bahan pengajaran yang saling terkait dalam
menciptakan proses belajar mengajar itu sendiri.
Mengajar menurut HR. Ibn. Abdil-Barr ialah cara paling baik dan tepat
yang digunakan dalam melakukan sedekah dengan memberikan dan
mengajarkan ilmu yang dapat mendorong kita untuk lebih dekat dengan
Tuhan Yang Maha Esa atau Sang Pencipta.
Menurut George Picket & John J. Hanlon merupakan profesi sekaligus
adalah keterampilan yang tidak dimiliki oleh semua orang karena seorang
pengajar harus menyelesaikan pelatihan, memiliki tantangan dalam
menghadapi temperamen, serta berbagai pengalaman terkait.
Menurut Nana Sudjana, mengajar merupakan sebuah proses dalam
mengatur, melakukan organisasi demi menciptakan lingkungan sebaik –
baiknya di sekitar peserta didiknya dalam menumbuhkan semangat dan
mendorong para siswa untuk proses belajar mengajar.2
Istilah mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk
menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan

1
https://kbbi.lektur.id/mengajar
2
Suminto , S.Pd, 12 Pengertian Mengajar Menurut Para Ahli
https://haloedukasi.com/pengertian-mengajar-menurut-para-ahli

3
memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Mengajar adalah
sebagai kegiatan guru. Disamping itu, mengajar adalah menyampaikan
pengetahuan pada anak didik. Pengertian secara luas, mengajar diartikan
sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-
baiknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar.
Atau dikatakan, mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif
untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para siswa. Kondisi itu
diciptakan sedemikian rupa sehingga membantu perkembangan anak secara
optimal baik jasmani maupun rohani, baik fisik maupun mental.
R. Ibrahim dan Nana Syaodih S, mengatakan bahwa dalam pengertian
lebih luas, mengajar mencakup segala kegiatan menciptakan situasi agar para
siswa belajar. Pengertian belajar ini cukup luas, mencakup pula upaya guru
mendorong siswa agar belajar, menata ruang dan tempat duduk siswa,
mengelompokkan siswa, menciptakan berbagai kegiatan kelompok,
memberikan berbagai bentuk tugas, membantu siswa-siswa yang lambat,
memberikan pengayaan kepada siswa yang pandai, dan lain-lain. Kegiatan
belajar-mengajar, memang merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan,
sebab siswa melakukan kegiatan belajar karena guru mengajar, atau guru
mengajar agar siswa belajar. Adapun pengertian mengajar dalam psikologi
pendidikan melibatkan pemahaman tentang proses pembelajaran dan
bagaimana guru memfasilitasi siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.3
2. Metode Mengajar
Psikologi pendidikan merupakan salah satu cabang ilmu dari psikologi
yang mana memiliki bahasan dan penelitian tentang bagaimana ilmu
psikologi dapat ditinjau dari sisi pembelajar ataupun peserta didik. Seperti
yang dijelaskan sebelumnya, dalam proses belajar mengajar tentunya
dibutuhkan metode khusus yaitu metode psikologi pendidikan agar dapat
mencapai tujuan belajar yang efisien dan efektif. Metodologi pembelajaran
ini adalah cara-cara yang digunakan dalam aktivitas pengajar dan peserta

3
Muhammad Ichsan, S.Pd.I, M. Ag, psikologi pendidikan dan ilmu mengajar, jurnal edukasi Vol
2, Nomor 1, Januari 2016

4
didik saat dalam proses belajar. Sebagai pendidik perlu memahami dan
mengetahui tentang metode pengajaran sehingga materi yang disampaikan
dapat dimengerti dan dipahami dengan baik oleh peserta didik.
Ada banyak metode mengajar mulai dari yang paling tradisional sampai
yang paling modern. Namun ada empat macam metode mengajar yang
dominan dalam arti sering digunakan secara luas sejak dahulu hingga
sekarang pada setiap jenjang pendidikan formal. Tiga dari empat metode
mengajar tersebut bersifat khas dan mandiri, sedangkan yang lainnya
merupakan kombinasi antara satu metode dengan metode lainnya. Metode
campuran ini –sebut saja “metode plus”-bersifat terbuka artinya setiap guru
yang profesional dan kreatif dapat memodifikasi atau merekayasa campuran
metode tersebut sesuai dengan kebutuhan., yaitu:
a. Metode Ceramah
Metode ceramah ialah sebuah metode mengajar dengan
menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisann kepada
sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Dalam
hal ini guru biasanya memberikan uraian mengenai topik (pokok
bahasan) tertentu di tempat tertentu dan dengan alokasi waktu
tertentu. Metode ini adalah sebuah cara melaksanakan pengajaran
yang dilakukan guru secara monolog dan hubungan satu arah.
Aktivitas siswa dalam pengajaran yang menggunakan metode ini
hanya menyimak sambil sesekali mencatat. Meskipun begitu, para
guru yang terbuka kadang-kadang memberi peluang bertanya kepada
sebagian kecil siswanya. Metode ceramah dapat dikatakan sebagai
satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan
informasi. Di samping itu, metode ini juga dipandang paling efektif
dalam mengatasi kelangkaan literatur atau rujukan yang sesuai
dengan jangkauan daya beli dan daya paham siswa.
Namun demikian, dari kenyataan sehari-hari ditemukan beberapa
kelemahan metode ceramah tersebut, antara lain:

5
(a) Membuat siswa pasif. Dalam hal ini, timbul kesan siswa
hanya sebagai objek yang selalu menganggap benar apa-
apa yang disampaikan guru. Padahal, posisi siswa
selainsebagai penerima pelajaran ia juga menjadi subjek
pengajaran dalam arti individu yangberhak untuk aktif
mencari dan memeroleh sendiri pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan.
(b) Mengandung unsur paksaan kepada siswa. Dalam hal ini
siswa hanya diharuskan melihat dan mendengar serta
mencatat tanpa komentar informasi penting dari guru
yang dianggap benar itu. Padahal dalam diri siswa
terdapat mekanisme psikologis yang memungkinkannya
untuk menolak di samping menerima informasi dari guru.
Inilah yang disebut self-direction (kemampuan untuk
mengatur dan mengarahkan diri).
(c) Menghambat daya kritis siswa. Hal ini karena segala
informasi yang disampaikan gurubiasanya ditelan mentah-
mentah, tanpa dibedakan apakah informasi itu salah ataU
benar, dipahami atau tidak. Dengan demikian, sulit bagi
siswa untuk mengembangkan kreatifitas ranah ciptanya
secara optimal.
b. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat
hubungannya denganbelajar memecahkan masalah (problem
solving). Metode ini lazim juga disebut sebagai diskusi kelompok
dan resitasi bersama. Aplikasi metode diskusi biasanya melibatkan
seluruh siswa atau sejumlah siswa tertentu yang diatur dalam bentuk
kelompok-kelompok. Tujuan penggunaan metode diskusi ialah untuk
memotivasi (mendorong) dan memberi stimulasi (memberi
rangsangan) kepada siswa agar berpikir dengan renungan yang
dalam.

6
Dalam dunia pendidikan dewasa ini, metode diskusi
mendapat perhatian besar karena memiliki arti penting dalam
merangsang para siswa untuk berpikir dalam mengekspresikan
pendapatnya secara bebas dan mandiri. Pada umumnya, metode
ini diaplikasikan dalam proses belajar-mengajar untuk: (1)
mendorong siswa berpikir kritis; (2) mendorong siswa
mengekspresikan pendapatnya secara bebas; (3) mendorong
siswa menyumbangkan buah pikirnya untuk memecahkan
masalah bersama; (4) mengambil satu alternatif jawaban atau
beberapa alternatif jawaban untuk memecahkan masalah
berdasarkan pertimbangan yang seksama.

Namun demikian, metode diskusi yang dari


permukaannya tampak bagus dan sangat menjanjikan hasil
belajar yang optimal itu, ternyata juga mengandung kelemahan-
kelemahan, di antaranya: (a) Jalannya diskusi lebih sering
didominasi oleh siswa partisipanyang pandai, sehingga
mengurangi peluang siswa lain untuk memberi kontribusi; (b)
Jalannya diskusi sering terpengaruh oleh pembicaraan yang
menyimpang dari topik pembahasan masalah, sehingga
pertukaran pikiran menjadi asal-asalan dan bertele-tele; (c)
Diskusi biasanya lebih banyak memboroskan waktu, sehingga
tidak sejalan dengan prinsip efisiensi.

c. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara
mempragakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan
kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media
pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang
sedang disajikan. Tujuan pokok penggunaan metode demonstrasi
dalam proses belajar-mengajar ialah untuk memperjelas pengertian
konsep dan memperlihatkan (meneladani) cara melakukan sesuatu

7
atau proses terjadinya sesuatu. Banyak keuntungan psikologis
pedagogis yang dapat diraih denga menggunakan metode
demonstrasi, antara lain: (a) perhatian siswa dapat lebih dipusatkan;
(b) prosesbelajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang
dipelajari; (c) pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran
lebih melekaat dalam diri siswa. Seperti metode-metode lainnya,
metode ini juga mengandung kelemahan-kelemahan, yakni: (a)
mahalnya biaya yang harus dikeluarkan terutama untuk pengadaan
alat-alat modern; (b) demonstrasi tak dapat diikuti atau dilakukan
dengan baik oleh siswa yang memiliki cacat tubuh atau
kelainan/kekurangmampuan fisik tertentu.
d. Metode Ceramah Plus
Metode ceramah plus tersebut dapat terdiri atas banyak metode
campuran, seperti: (a) Metode ceramah plus tanya jawab dan tugas,
(b) Metode ceramah plus diskusi dan tugas, (c) Metode ceramah plus
demonstrasi dan pelatihan). Sebelum metode itu digunakan, guru
tentu perlu melakukan modifikasi atau penyesuaian seperlunya.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam memodivikasi atau
menyesuaian metode ceramah, antara lain ialah dengan kiat
pemaduan (kombinasi) antara metode tersebut dengan metode-
metode lainnya.4
B. Tahapan Mengajar
Tahapan-tahapan dalam proses mengajar memiliki hubungan yang erat
dengan penggunaan strategi mengajar. Maksudnya ialah bahwa setiap
penggunaan strategi mengajar harus selalu merupakan rangkaian yang utuh
dalam tahap-tahapan mengajar. Setiap proses mengajar harus meLalui tiga
tahapan, yakni:
1. Tahap prainstruksional

4
ibid

8
Tahap prainstruksional adalah tahapan yang ditempuh guru pada
saat ia memulai proses belajar dan mengajar. Beberapa kegiatan yang
dapat dilaku-kan oleh guru atau oleh siswa pada tahapan ini:
a. Guru menanyakan kehadiran siswa dan mencatat siapa yang
tidak hadir. Kehadiran siswa dalam pengajaran, dapat dijadikan
salah satu tolok ukur kemampuan guru mengajar. Tidak selalu
ketidakhadiran siswa, disebab-kan kondisi siswa yang
bersangkutan (sakit, malas, bolos, dan lain-lain), tetapi bisa juga
terjadi karena pengajaran dan guru tidak menyenangkan,
sikapnya tidak disukai oleh siswa, atau karena tindakan guru pada
waktu mengajar sebelumnya dianggap merugikan siswa
(penilaian tidak adil, memberi hukuman yang menyebabkan
frustasi, rendah diri dan lain-lain).
b. Bertanya kepada siswa, sampai dimana pembahasan
pelajaran sebelum-nya. Dengan demikian guru mengetahui ada
tidaknya kebiasaan belajar siswa di rumahnya sendiri, setidak-
tidaknya kesiapan siswa menghadapi pelajaran hari itu.
c. Mengajukan pertanyaan kepada siswa di kelas, atau siswa
tertentu tentang bahan pelajaran yang sudah diberikan
sebelumnya. Hal ini dilakukan un-tuk mengetahui sampai di
mana pemahaman materi yang telah diberikan.
d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya
mengenai bahan pela-jaran yang belum dikuasainya dari
pengajaran yang telah dilaksanakan sebelumnya.
e. Mengulang kembali bahan pelajaran yang lalu (bahan
pelajaran sebelum-nya) secara singkat tapi mencakup semua
bahan aspek yang telah dibahas sebelumnya. Hal ini dilakukan
sebagai dasar bagi pelajaran yang akan di-bahas hari berikutnya
nanti, dan sebagai usaha dalam menciptakan kondi-si belajar
siswa.

9
Tujuan tahapan ini adalah mengungkapkan kembali tanggapan
siswa terhadap bahan yang telah diterimanya, dan menumbuhkan kondisi
belajar dalam hubungannya dengan pelajaran hari itu. Tahap
prainstruksional dalam strategi mengajar mirip dengan kegiatan
pemanasan dalam olah raga. Kegiat-an ini akan mempengaruhi
keberhasilan siswa.

2. Tahap instruksiaonal (penyajian materi)


Tahap kedua adalah tahap pengajaran atau tahap inti, yakni
tahapan memberikan bahan pelajaran yang telah disusun guru
sebelumnya. Secara umum dapat diidentifikasi beberapa kegiatan sebagai
berikut.
a. Menjelaskan pada siswa tujuan pengajaran yang harus dicapai
siswa.
b. Menuliskan pokok materi yang akan dibahas hari itu yang
diambil dari buku sumber yang telah disiapkan sebelumnya.
c. Membahas pokok materi yang telah dituliskan tadi. Dalam
pembahasan materi itu dapat ditempuh dua cara yakni: (a)
pembahasan dimulai dari gambaran umum materi pengajaran
menuju kepada topik secara lebih khusus, (b) dimulai dari topik
khusus menuju topik umum.
d. Pada setiap pokok materi yang dibahas sebaiknya diberikan
contoh-contoh konkret. Demikian pula siswa harus diberikan
pertanyaan atau tugas, untuk mengetahui tingkat pemahaman dari
setiap pokok materi yang telah dibahas.
e. Penggunaan alat bantu pengajaran untuk memperjelas
pembahasan setiap pokok materi sangat diperlukan.
f. Menyimpulkan hasil pembahasan dari pokok materi.
Kesimpulan ini di-buat oleh guru dan sebaiknya pokok-pokoknya
ditulis dipapan tulis untuk dicatat siswa. Kesimpulan dapat pula
dibuat guru bersama-sama siswa, bahkan kalau mungkin
diserahkan sepenuhnya kepada siswa.

10
3. Tahap evaluasi dan tindak lanjut
Tahap yang ketiga adalah tahap evaluasi atau penilaian dan
tindak lan-jut dalam kegiatan pembelajaran. Tujuan tahapan ini ialah
untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari tahapan kedua
(instruksional). Ketiga tahap yang telah dibahas di atas, merupakan satu
rangkaian ke-giatan yang terpadu, tidak terpisahkan satu sama lain. Guru
dituntut untuk mampu dan dapat mengatur waktu dan kegiatan secara
fleksibel, sehingga ketiga rangkaian tersebut diterima oleh siswa secara
utuh. Di sinilah letak ke-terampilan profesional dari seorang guru dalam
melaksanakan strategi menga-jar. Kemampuan mengajar seperti
dilukiskan dalam uraian di atas secara teo-retis mudah dikuasai, namun
dalam praktiknya tidak semudah seperti digam-barkan. Hanya dengan
latihan dan kebiasaan yang terencana, kemampuan itu dapat diperoleh.5
C. Mendesain Lingkungan Fisik Kelas
Crake (dalam Santrock (2008:560) menyatakan bahwa dalam
memikirkan cara Anda mengorganisasikan ruang fisik kelas, Anda harus
bertanya kepada diri sendiri tipe aktivitas pengajaran apa yang akan diterima
murid (seluruh kelas, kelompok kecil, tugas individual, dan lain-lain). Berikut
ini beberapa gaya penataan kelas standar. Berikut ini akan dijelaskan tentang
gaya penataan kelas audiotorium, gaya tatap muka, gaya off-set, gaya seminar,
dan gaya klaster.
a. Gaya auditorium
Dalam gaya auditorium tradisional, semua murid duduk
menghadap guru. Penataan ini membatasi kontak murid bertatap muka
dan guru bebas bergerak ke mana saja. Gaya auditorium sering kali
dipakai ketika guru mengajar atau seseorang memberi presentasi kelas.

5
https://www.asikbelajar.com/tahapan-instruksional-strategi-pembelajaran/

11
b. Gaya tatap muka

Dalam gaya tatap muka murid saling menghadap. Gangguan dari


murid lain akan lebih besar pada susunan ini dibandingkan pada susunan
auditorial.6

c. Gaya off-set
Dalam gaya off-set, sejumlah murid (biasanya tiga atau empat
anak) duduk di bangku tetapi duduk berhadapan langsung satu sama lain.
Gangguan dalam gaya ini lebih sedikit dibandingkan gaya tatap muka
dan dapat efektif untuk kegiatan pembelajaran koperatif.

6
Fadhilaturrahmi. Lingkungan belajar efektif bagi siswa sekolah dasar. Jurnal Basicedu Volume 2
Nomor 2, 2018

12
d. Gaya seminar

Dalam gaya seminar, sejumlah besar murid (10 atau lebih) duduk
di susunan berbentuk lingkaran, atau persegi, atau bentuk U. Ini terutama
efektif ketika Anda ingin agar murid berbicara satu sama lain atau
berkomunikasi dengan Anda.

e. Gaya klister

Dalam gaya klaster, sejumlah murid (biasanya empat sampai


delapan anak) bekerja dalam kelompok kecil. Susunan ini terutama
efektif untuk aktivitas pembelajaran kolaboratif.

13
1. Langkah Mendesain Kelas
Weinstein dalam Santrock (2008: 565) menyatakan bahwa ada
beberapa langkah dalam mendesain kelas, yaitu:

1) Pertimbangkan apa aktivitas yang akan dilakukan murid.

Jika anda akan mengajar TK atau SD, Anda perlu menciptakan


setting untuk membaca dengan suara keras, mengajar membaca
secara berkelompok, tempat untuk berbagi pandangan, pengajaran
matematika, dan tempat pelajaran keterampilan dan seni. Guru sains
sekolah menengah mungkin harus mengakomodasi instruksi untuk
seluruh kelompok, aktivitas laboratorium, dan presentasi media. Di
sebelah kiri kertas kerja, buat daftar aktivitas murid yang akan
dilakukan. Di sebelahnya, tulis susunan khusus yang perlu
dipertimbangkan; misalnya, area seni dan sains perlu berada dekat
komputer, dekat outlet listrik.7

2) Buat gambar rencana tata ruang.

Sebelum Anda memindahkan perabot, gambar beberapa


rancangan tata ruang dan kemudian pilih salah satu yang menurut
anda paling baik.

7
Ratno Harsanto, Pengelolaan Kelas yang Dinamis: Paradigma Baru Menuju Kompetensi Siswa
(Yogyakarka: Kanisius, 2007)

14
3) Libatkan murid dalam perencanaan tata ruang kelas.

Anda dapat merencanakan tata ruang sebelum sekolah dimulai,


tetapi setelah sekolah dimulai, tanyakan kepada murid tentang
bagaimana pendapat mereka tentang rencana Anda itu. Jika mereka
menyarankan perbaikan yang masuk akal, cobalah. Murid sering
melaporkan bahwa mereka ingin ruang yang memadai dan tempat
sendiri di mana mereka bisa menyimpan barang-barang mereka.

4) Cobalah rancangan dan bersikaplah fleksibel dalam mendesainnya.

Beberapa minggu setelah sekolah, evaluasilah efektivitas tata


ruang Anda. Waspadalah pada problem yang mungkin muncul akibat
penataan itu, misalnya, sebuah studi menemukan bahwa Ketika
murid TK berkerumun didekat guru yang membacakan sebuah cerita,
mereka kerap rebut sekali. Atur murid dalam posisi setengah
lingkaran agar dapat mengurangi keributan.

1. Tahapan Mendesain Kelas


Ruang kelas adalah ruang publik. Oleh karena itu, caa guru
menangani persoalan yang dihadapi akan dilihat dan dinilai oleh
publik. Siswa akan menilai apakah guru berlaku adil, atau mungkin
ada siswa favorit, dan apa yang terjadi bila aturan dilanggar. Yang
tak kalah pentingnya adalah “kelas memiliki sejarah” (Woolfolk,
2009: 296), artinya tindakan guru dan siswa dipengaruhi oleh
Tindakan yang terjadi sebelumnya (siswa terlambat tidak ada sanksi,
akan terulang terus menerus). Menurut Brophy dan Evertson (1978)
ada empat tahap umum mengelola kelas menurut kebutuhan terkait
umur, yaitu:

a) Selama TK hingga tahun-tahun awal SD diperlukan pengajaran


langsung;

b) Masa pertengahan SD selain rutinitas kelas, prosedur-prosedur baru


juga perlu diajarkan secara langsung, dipantau, dan dipertahankan;

15
c) Akhir masa SD anak-anak mulai kritis (menguji dan menentang
otoritas), oleh karena itu diperlukan penanganan yang lebih efektif di
samping senantiasa memberikan motivasi pada siswa yang lebih
tertarik kehidupan sosial ketimbang pendapat guru; dan

d) Akhir SMA, tantangannya adalah mengelola kurikulum;


menyesuaikan materi dengan minat dan kemampuan siswa, serta
membantu siswa dalam self-managing.

D. Menciptakan Lingkungan yang Positif untuk Pembelajaran


Secara eksplisit dinyatakan salah satu faktor yang mempengaruhi
keberhasilan proses pembelajaran di dalam kelas adalah lingkungan
pembelajaran (environmental for learning) baik lingkungan alam, (psiko) sosial
dan budaya.Dapat diartikan di sini bahwa lingkungan sosial pembelajaran di
kelas maupun di sekolah (kantor guru, staf tata usaha, dan laboratorium)
mempunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap proses
pembelajaran. Murid perlu lingkungan yang positif untuk pembelajaran. Kita
akan mendiskusikan beberapa strategi manajemen kelas umum untuk
memberikan lingkungan ini, cara efektif membuat dan mempertahankan aturan,
dan strategi positif untuk membuat murid mau bekerja sama.8

a) Menggunakan gaya otoritatif/ otoriter

b) Mengelola aktivitas kelas secara efektif

c) Menunjukkan seberapa jauh mereka “mengikuti”

d) Atasi situasi tumpang tindih secara efektif

e) Menjaga kelancaran dan kontinuitas pelajaran

f) Libatkan murid dalam berbagai aktivitas yang menantang

8
Muhammad kristiawan, Dian Safitri, Rena Lestari. Manajemen Pendidikan. Deepublish publisher. CV
Budi Utama:Yogyakarta. . 2017

16
1. Menjadi Komunikator yang Baik
Secara estimasi, istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin,
yaitu komunikasi yang bersumber dari kata communis, yang berarti sama
makna dan sama rasa mengenai suatu hal. Para ahli juga menyejajarkan
asal kata komunikasi, yaitu Communicare yang dalam bahasa Latin
mempunyai arti, atau berasal dari kata commones yang berarti sama =
common. Artinya adalah membagi informasi agar pemahaman yang
sama antara satu orang dan yang lain (Tasmara, 1997).

Mengelola kelas dan memecahkan konflik secara konstruktif


membutuhkan keterampilan komunikasi yang baik. Tiga aspek utama
dari komunikasi adalah keterampilan berbicara, mendengar dan
komunikasi verbal.

Adapun keterampilan berbicara, meliputi:9

a) Berbicara didepan kelas dan murid

b) Bersikap asertif (tegas), gaya asertif merupakan salah satu cara


menangi konflik di mana orang mengekspresikan perasaan
mereka, meminta apa yang mereka inginkan, mengatakan tidak
pada apa-apa yang tidak mereka inginkan, dan bertindak demi
kepentingan terbaik mereka.

c) Rintangan komunikasi verbal yang efektif.

d) Memberi ceramah efektif

e) Keterampilan mendengar.

f) Berkomunikasi secara nonverbal.

g) Ekspresi wajah dan Komunikasi mata

h) Sentuhan

i) Ruang
9
Nasution. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2003

17
j) Diam

E. Menghadapi Perilaku Bermasalah Peserta Didik

1) Strategi manajemen

a) Intervensi minor dengan menggunakan isyarat nonverbal, aktivitas


belajar, mendekati siswa, arahkan perilaku, beri instruksi yang
dibutuhkan, menegur siswa dengan nada tegas dan memberi siswa
pilihan

b) Intervensi moderat dengan melarang aktifitas di luar pencapaian


tujuan pembelajaran, membuat perjanjian behaviral, pisahkan atau
keluarkan siswa dari kelas, dan berikan hukuman10

2) Menghadapi agresif

Kelas yang agresif dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor,


seperti: berkelahi, bullying, dan pembangkangan atau permusuhan
terhadap guru. Kelas yang agresif ini bisa ditangani dengan membuat
sangsi bagi siswa yang bermasalah, membentuk kelompok persahabatan,
membuat program untuk berdiskusi dan memilih siswa yang lebih besar
sebagai pengontrol.

3) Rangkuman

Pengelolaan kelas yang efektif akan memaksimalkan kesempatan


pembelajaran murid. Kemudian lebih lanjut Santrock menyatakan bahwa
para pakar dalam bidang pengelolaan kelas melaporkan bahwa ada
perubahan dalam pemikiran tentang cara terbaik untuk mengelola kelas.
Pandangan lama menekankan pada penciptaan dan pengaplikasian aturan
untuk mengontrol tindak tanduk murid. Pandangan baru memfokuskan
pada kebutuhan murid untuk mengembangkan hubungan dan kesempatan
untuk menata diri. penataan lingkungan belajar yang tepat berpengaruh
10
Marjohan. School Healing: Menyembuhkan Problem Sekolah. Yogyakarta: Insan Madani. 2009.

18
terhadap tingkat keterlibatan dan partisipasi siswa dalam proses
pembelajaran.

Pada prinsipnya, lingkungan fisik kelas yang baik adalah ruang


kelas yang menarik, efektif, dan mendukung siswa dan guru dalam
proses pembelajaran. Berkaitan dengan hal tersebut prinsip-prinsip yang
perlu diperhatikan oleh seorang guru dalam menata lingkungan fisik
kelas sebagai berikut: visibility (keleluasaan pandangan) accesibility
(kemudahan dicapai) fleksibilitas (keluwesan) kenyamanan, dan
keindahan.

4) Latihan

a) Sebutkan apa saja keterampilan berbicara

b) Sebutkan faktor penghambat manajemen kelas

c) Jelaskan apa saja desain lingkungan fisik kelas

d) Jelaskan apa yang dimaksud dengan pengelolaan kelas

e) Jelaskan tujuan pengelolaan kelas

f) Jelaskan pendekatan dalam pengelolaan kelas

g) Apa yang dimaksud dengan gaya asertif

h) Bagaimana cara menghadapi perilaku siswa bermasalah?

i) Sebutkan jenis-jenis pengelolaan kelas

j) Bagaimana menciptakan lingkungan untuk pembelajaran?

5) Upaya dalam Membangun Lingkungan Kelas yang Kondusif dari


Perspektif Psikologi

19
Sebagai diketahui bahwa kehadiran ilmu Psikologi adalah upaya
untuk menjawab akan kebutuhan manusia dasar manusia, seperti harga
diri, percaya diri dan identitas diri. Dalam upaya membangun lingkungan
kelas yang kondusif perlu diperhatikan faktor internal peserta didik
berkaitan dengan emosi, perasaan, serta tingkah lakunya. Oleh karena itu
dalam meninjau dari perspektif Psikologi akan sangat berdampak besar
dalam terciptanya lingkungan kelas yang kondusif.

1. Pengembangan Komunikasi yang Baik di Kelas

Gambaran jenis kelas gaduh dan sikap guru yang kadang otoriter
telah dibahas dalam materi sebelumnya, merupakan gambaran dari
sisi psikologis bahwa baik antara guru dan peserta didik telah gagal
membangun komunikasi yang baik, atau dapat disebabkan oleh
penerapan sistem komunikasi satu arah yang kadangkala dimonopoli
oleh guru.

2. Pengembangan Emosional yang Sehat di Kelas

Perubahan emosional dapat dialami oleh siapa saja. Oleh karena


itu emosional perlu dikelola dengan sebaik mungkin saat berada
dalam lingkungan kelas untuk menciptakan suasana yang
menyenangkan baik itu guru dan peserta didik.

Erwin(2018) mengatakan bahwa peserta didik akan lebih mudah


dikendalikan jika guru memiliki kedekatan secara emosional dengan peserta
didik. Dasar pendekatan ini adalah psikologi klinis dan konseling. Guru sangat
dianjurkan untuk agar lebih tulus dalam menghadapi peserta didik, menerima,
menghargai peserta didik sebagai manusia, serta berusaha memahami peserta
didik itu dari sudut pandangnya.

Menurut Wright (2006) kelas merupakan konteks yang penuh dengan


emosi. Sehingga keadaan emosi membentuk beberapa karakter emosi dalam
suatu kelas:

20
a. Kehadiran siswa dalam kelas seringkali menjadi
keterpaksaan. Sehingga gaya emosi ini seringkali berdampak
pada munculnya konflik dan ganguan.

b. Hubungan emosianal yang tidak stabil kadang membuat siswa


dan guru menjadi jauh.

c. Pembelajaran dianggap sulit karena adanya jarak secara fisik


dan psikologis dengan konteks manfaat pembelajaran.

Sedangkan Thompson (1979) dikutip oleh Hattu (2018, 9) mengatakan


bahwa guru hanya seringkali menuntut peserta didiknya untuk dapat membaca,
mendengar, berpikir, menulis serta menganalisa adalah hal yang sangat penting.
Tanpa melihat dari sisi emosional siswa bahwa mereka juga membutuhkan
untuk didengarkan, disentuh, melihat bagaimana kondisi perasaannya.

Upaya dalam membangun lingkungan kelas yang kondusif dari


pendekatan psikologi yang utama adalah setiap manusia memiliki kebutuhan
internal dalam diri setiap orang yang harus dipenuhi termasuk dari sisi
emosianal yang bertujuan untuk meningkatkan hubungan interpersonal yang
baik antara guru dan peserta didik, serta antara sesama peserta didik lainnya.
Dari sisi komunikasi adalah bentuk lain dari pemenuhan kebutuhan internal
manusia yang ingin di dengarkan untuk menyalurkan ide atau bahkan isi hatinya
bagi orang-orang yang ada disekelilingnya. Maka kedua bagian ini harus
menjadi bagian dari classroom management yang sangat penting dalam
membangun lingkungan kelas yang kondusif.

BAB III

PENUTUTUP

21
A. Kesimpulan
Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan
kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk
berlangsungnya proses belajar. Mengajar adalah sebagai kegiatan guru.
Disamping itu, mengajar adalah menyampaikan pengetahuan pada anak didik.
Mengajar mencakup segala kegiatan menciptakan situasi agar para siswa
belajar. Pengertian belajar ini cukup luas, mencakup pula upaya guru
mendorong siswa agar belajar, menata ruang dan tempat duduk siswa,
mengelompokkan siswa, menciptakan berbagai kegiatan kelompok,
memberikan berbagai bentuk tugas, membantu siswa-siswa yang lambat,
memberikan pengayaan kepada siswa yang pandai, dan lain-lain.
Didalam mengajar terdapat tahapan-tahapan dalam proses mengajar
memiliki hubungan yang erat dengan penggunaan strategi mengajar.
Maksudnya ialah bahwa setiap penggunaan strategi mengajar harus selalu
merupakan rangkaian yang utuh dalam tahap-tahapan mengajar.

DAFTAR PUSTAKA

https://kbbi.lektur.id/mengajar

22
Muhammad Ichsan, S.Pd.I, M. Ag, psikologi pendidikan dan ilmu mengajar,
jurnal edukasi Vol 2, Nomor 1, Januari 2016

Suminto , S.Pd, 12 Pengertian Mengajar Menurut Para Ahli

https://haloedukasi.com/pengertian-mengajar-menurut-para-ahli

Fadhilaturrahmi. Lingkungan belajar efektif bagi siswa sekolah dasar. Jurnal


Basicedu Volume 2 Nomor 2, 2018

Ratno Harsanto, Pengelolaan Kelas yang Dinamis: Paradigma Baru Menuju


Kompetensi Siswa (Yogyakarka: Kanisius, 2007)

Muhammad kristiawan, Dian Safitri, Rena Lestari. Manajemen Pendidikan.


Deepublish publisher. CV Budi Utama:Yogyakarta. . 2017

Nasution. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT.


Bumi Aksara. 2003

Marjohan. School Healing: Menyembuhkan Problem Sekolah. Yogyakarta: Insan


Madani. 2009.

23
24

Anda mungkin juga menyukai