ASAS-ASAS PEMBELAJARAN
Oleh:
Akrom Khasani
I. PENDAHULUAN
Saat ini pendidikan dituntut untuk dapat memainkan perannya sebagai basis dan benteng
yang akan menjaga dan memperkukuh etika dan moral bangsa. Pendidikan merupakan suatu media
sosialissi nilai-nilai luhur. Sementara itu, kualitas dari pendidikan sangat dipengaruhi oleh mutu
proses belajar mengajar, dan mutu proses belajar mengajar ditentukan oleh berbagai komponen
yang terkait satu sama lain, yaitu input peserta didik, kurukulum, pendidik dan tenaga
kependidikan, sarana prasarana, dana, manajemen, dan lingkungan.
Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan guru sebagai pendidik adalah berkenaan
dengan prinsip-prinsp belajar dan asa-asas pembelajaran. Pemahaman dan ketreampilan
menerapkan prinsip-prinsip belajar dan asas pembelajaran akan membentuk guru untuk mampu
mengelola proses pembelajaran secara tepat, sesuai dengan karakteristik siswa dan tujuan
pembeajaran.
III. PEMBAHASAN
A. Definisi Asas-asas Pembelajaran
Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI), asas berarti hukum dasar, suatu kebenaran
yang menjadi pokok dasar. Sedangkan prinsip adalah asas atau dasar yang dijadikan pokok pikiran,
bertindak, dan sebagainya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa asas dan prinsip sebenarnya adalah
sama, karena menjadi pokok dasr baik bertindak maupun berpikir.
Pembelajaran merupakan terjemahan dari kata “instruction” yang dalam bahasa Yunani
disebut “instructus” atau “instruere” yang berarti menyampaikan pikiran, dengan demikian arti
instruksional adalah menyampaikan pikiran atau ide yang telah diolah secara bermakna melalui
pembelajaran. Pengertian ini lebih mengarah kepada guru sebagai pelaku perubahan.[1]
Dalam pengertian lain, pembelajaran adalah usaha-usaha terencana dalam memanipulasi
sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri peserta didik. Pembelajaran disebut
juga usaha mengelola lingkungan dengan sengaja agar seseorang membentuk diri secara positif
dalam kondisi tertentu. Jadi, inti dari pembelajaran adalah upaya yang dilakukan oleh pendidik
agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik. Kegiatan pembelajaran tidak akan berarti jika
tidak menghasilkan kegiatan belajar pada peserta didik.[2]
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20, pembelajaran adalah
proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar.Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan
proses mental dan fisik melalui kontraksi para peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan
dan sumber belajar lainnya dalam rangka mencapai kompetisi dasar.[3] Kegiatan belajar hanya
bisa berhasil jika peserta didik belajar secara aktif mengalami sendiri proses belajar. Kegiatan
pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi peserta didik jika dilakukan dalam lingkungan yang
nyaman dan memberikan rasa aman bagi peserta didik.
Jadi, asas-asas pembelajaran adalah prinsip-prinsip umum yang harus dikuasai oleh guru
dalam melakukan kegiatan belajar mengajar atau dengan kata lain asas-asas pembelajaran adalah
suatu yang dijadikan dasar berpikir dan bertindak untuk menciptakan proses belajar.
B. Asas-asas Pembelajaran
1. Peragaan
Peragaan ialah suatu cara yang dilakukan oleh guru dengan maksud memberikan kejelasan
secara realita terhadap pesan yang disampaikan sehingga dapat dimengerti dan dipahami oleh para
siswa. Dengan peragaan diharapkan proses pengajaran terhindar dari verbalisme, yaitu siswa
hanya tahu kata-kata yang diucapkan oleh guru tetapi tidak mengerti maksudnya. Untuk itu sangat
diperlukan peragaan dalam pengajaran terutama terhadap siswa pada tingkat dasar.
Peragaan meliputi semua pekerjaan indera yang bertujuan untuk mencapai pengertian tentang
sesuatu hal secara tepat, maksud dan tujuan peragaan ialah memberikan variasi dalam cara-cara
mengajar, memberikan lebih banyak realitas dalam mengajar, sehinga lebih wujud, lebih terarah
untuk mencapai tujuan pelajaran.[4]
Penerapan asas-asas peragaan dalam kegiatan belajar mengajar, menyangkut beberapa aspek:
a. Penggunaan bermacam-macam alat peraga.
b. meragakan pelajaran dengan perbuatan, percobaan-percobaan.
c. Membuat poster-poster, ruang eksposisi dan lain sebagainya.
d. Menyelenggarakan karya wisata
Dasar psikologi penerapan asas peragaan tersebut yakni, suatu hal akan lebih berkesan dalam
ingatan siswa bila melalui pengalaman dan pengamatan langsung anak itu sendiri. Ada dua macam
peragaan: Peragaan langsung, dengan menggunakan benda aslinya atau mengadakan percobaan-
percobaan yang bisa diamati oleh siswa. Peragaan tidak langsung, dengan menunjukkan benda
tiruan atau suat model. Contoh: gambar, boneka, film, foto dan sebagainya.
3. Motivasi
Motivasi bersal dari bahasa latin “movere”, yang berarti menggerakkan. Berdasarkan
pengertian ini, makna motivasi menjadi berkembang. Wlodkowski (1985) menjelaskan motivasi
sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi
arah serta ketahanan pada tingkah laku tersebut.
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Hakikat motivasi belajar
adalah dorongan internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk perubahan
perilaku. Motivasi belajar adalah proses yang member semangat belajar, arah, dan kegigihan
perilaku. Dalam artian, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energy, terarah, dan
bertahan lama.
Menurut Prasetya Irawan dkk. mengutip hasil penelitian Fyan dan Maehr bahwa dari tiga
faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu latar belakang keluarga, kondisi atau konteks
sekolah, dan motivasi. Maka faktor terakhir merupakan faktor yang paling baik.[6]
Dalam hal ini motivasi belajar sangat berperan mendorong peserta didik mencapai
keberhasilan belajar mereka. Keberhasilan yang diraihnya tentu akan menghasilkan kepuasan pada
diri peserta didik. Oleh karena itu, arti penting keberhasilan belajar mendorong guru harus terampil
mengembangkan strategi motivasi khususnya yang berkaitan dengan pencapaian belajar. Cara
yang dapat dilakukan guru antara lain:
a. Menggunakan pujian secara verbal dan umpan balik yang informatif bukan ancaman atau
sejenisnya.
b. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk segera menggunakan atau mempraktikkan
pengetahuan yang baru dipelajarinya.
c. Meminta kepada peserta didik yang telah menguasai suatu keterampilan atau pengetahuan untuk
membantu teman-temanya yang belum berhasil.
d. Membandingkan prestasi peserta didik dengan dirinya di masa lalu atau dengan suatu standar
tertentu, bukan dengan peserta didik yang lain.[7]
4. Apersepsi
Apersepsi berasal dari kata apperception (Inggris), yang berarti menafsirkan buah pikiran,
menyatukan dan mengasimilasikan suat pengamatan dengan pengalaman yang telah dimiliki dan
dengan demikian memahami dan menafsirkanya.
Apersepsi menurut Herbart adalah memperoleh tanggapan-tanggapan baru dengan bantuan
tanggapan yang telah ada. Dalam hal ini terjadi sosiasi antara tanggapan yang baru dengan
tanggapan yang lama. Herbart mengemukakan bahwa yang diketahui digunakan untuk memahami
sesuatu yang belum diketahui. Apersepsi membangkitkan minat dan perhatian untuk sesuatu,
karena itu pelajaran harus selalu dibangun atas pengetahuan yang telah ada.
Berdasarkan prinsip itu Herbart menganjurkan langkah-langkah berikut:
a. Kejelasan, sesuatu diperlihatkan untuk memperdalam pengertian. Di sini guru yang terutama aktif
(memberi) dan murid “Pasif” (menerima). Cara mengajar memberitahukan.
b. Asosiasi, anak-anak diberi kesempatan untuk menghubungkan pengertian baru dengan
pengalaman-pengalaman lama. Anak-anak di sini lebih aktif. Metode mengajar: Tanya Jawab,
Pertanyaan.
c. Sistem, di sini bahan baru itu ditempatkan dalam hubungannya dengan hal-hal lain. Ini hanya
mingkin, jika bahan itu telah dipahami sepenuhnya. Metode: Menjelaskan, Ceramah.
d. Metode, anak-anak mendapat tugas untuk dikerjakan. Guru memperbaiki dengan memberi
petunjuk di mana perlu.[8]
6. Individualisasi
Siswa merupakan individu yang unik, artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis,
tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lain. Perbedaan itu terdapat pada
karakteristik psikis, kepribadian, dan sifat-sifatnya.[10] Setiap guru tentu menyadari bahwa
menghadapi 30 siswa dalam satu kelas misalnya, berarti menghadapi 30 macam keunikan atau
karakteristik. Perbedaan individu ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa.
Guru yang memandang anak didik sebagai pribadi yang berbeda dengan anak didik lainya,
akan berbeda dengan guru yang memandang anak didik sebagai makhluk yang sama dan tidak ada
perbedaan dalam segala hal. Maka adalah penting meluruskan pandangan yang keliru dalam
menilai anak didik. Sebaiknya guru memandang anak didik sebagai individu dengan segala
perbedaannya, sehingga mudah melakukan pendekatan dalam pembelajaran.[11]
Guru sebagai penyelenggara kegiatan pembelajaran dituntut untuk memberikan perhatian
kepada semua keunikan yang melekat pada tiap siswa, misalnya dengan:
a. Menentukan penggunaan berbagai metode yang diharapkan dapat melayani kebutuhan siswa
sesuai karakteristiknya.
b. Merancang pemanfaatan berbagai media dalam menyajikan pesan pembelajaran.
c. Mengenali karakteristik setiap siswa sehingga dapat menentukan perlakuan pembelajaran yang
tepat bagi siswa yang bersangkutan.
d. Memberikan remidiasi ataupun pertanyaan kepada siswa yang membutuhkan.[12]
6. Kooperasi
Model pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja
kelompok termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Kooperatif
menggambarkan makna yang lebih luas, yaitu menggambarkan keseluruhan proses sosial dalam
belajar dan mencangkup pula pengertian kolaborasi.[13]
Pembelajaran koopertif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem
pengelompokan atau tim kecil (small goup), yaitu antara empat sampai enam orang yang
mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda
(heterogen).[14]
Yang dimaksud dengan koopersi di sini adalah belajar atau bekerja sama (kelompok). Hal
ini dianggap penting untuk menjalin hubungan sosial antara siswa yang satu dengan yang lainnya,
juga hubungan guru dengan siswa.
Adapun keuntungan-keuntungan kooperatif antara lain:
a. Siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan berpikir
sendiri, menentukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain;
b. Mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal
dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain;
c. Membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta
menerima segala perbedaan;
d. Membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar;
e. Meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa
harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, dan mengembangkan
keterampilan memanage waktu;
f. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima
umpan balik.[15]
Ada beberapa jenis kerja sama, William Burton membagi kelompok kerja sama tersebut
antara lain:
a. Kerja kelompok, untuk memecahkan suatu problem, menganalisis masalah, pembagian tugas,
kegiatan penyelidikan, dan kesimpulan.
b. Diskusi kelompok, diskusi ini tidak sama dengan debat tetapi selalu mengutamakan pemecahan
masalah.
Pembelajaran kooperatif merupakan proses atau metode yang tidak hanya mengutamakan
tercapainya kualitas siswa yang kognitif melainkan untuk mengembangkan kemampuan lainnya
seperti kesadaran siswa menyadari hakikat dirinya, hakikat hubungannya dengan orang lain dan
lingkungannya.
Dari kandungan ayat al-Qur’an tersebut ada dua pendekatan yang digunakan untuk
menyeru taat kepada Tuhan, yaitu dengan Hikmah, Mauidzah (nasehat), sedangkan teknik yang
dipakai adalah salah satunya apabila melakukan diskusi dilaksanakan dengan baik dan tertib.
Dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) sering ditekankan CBSA (cara belajar siswa aktif)
serta penerapannya pada bidang studi PAI, dalam penerapannya dapat dilakukan beberapa tahap:
1. Pra-intruksional
2. Instruksional
3. Evaluasi
4. Pengembangan (follow-up)
Guru harus memulai dari dirinya sendiri, apabila ingin siswanya aktif maka seorang guru
tersebut harus lebih aktif terlebih dahulu. Penerapan asas-asas pembelajaran tidak berdiri sendiri
melainkan saling bertautan. Misalkan saja penggunaan prinsip atau asas peragaan, pada mata
pelajaran sejarah kebudayaan islam, guru memperlihatkan gambar tokoh, peta kekuasaan islam,
gambar peninggalan-peninggalan, tahap awal guru menampung pertanyaan dari siswa untuk
meng-evaluasi kemampuan siswa dan juga untuk mengetahui tingkat kesulitan siswa, kemudian
tahap akhir guru memberi pertanyaan pada siswa untuk meng-apersepsi supaya siswa lebih paham
dengan menghubungkan pengetahuan yang sudah diketahui siswa. Dengan demikian secara
bersamaan minat dan perhatian siswa juga akan muncul, hal itu juga merupakan bagian dari guru
me-motivasi siswa.[17]
IV. KESIMPULAN
Asas-asas pembelajaran adalah prinsip-prinsip umum yang harus dikuasai oleh guru dalam
melakukan kegiatan belajar mengajar atau dengan kata lain asas-asas pembelajaran adalah suatu
yang dijadikan dasar berpikir dan bertindak untuk menciptakan proses belajar. Diantaranya ialah
asas peragaan, minat dan perhatian, motivasi, apersepsi, korelasi dan konsentrasi, individualisasi,
dan kooperatif.
Asas atau prinsip pembelajaran adalah bagian dari metodologi pembelajaran. Dalam
metodologi pembelajaran dibahas tentang berbagai prinsip, teknik-teknik, pendekatan yang
digunakan. Dengan mempelajarinya seorang guru dapat memilih metode manakh yang layak
dipakai. Sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai.
Penerapan asas-asas pembelajaran tidak berdiri sendiri melainkan saling bertautan.
Misalkan saja penggunaan prinsip atau asas peragaan, pada mata pelajaran sejarah kebudayaan
islam, guru memperlihatkan gambar tokoh, peta kekuasaan islam, gambar peninggalan-
peninggalan, tahap awal guru menampung pertanyaan dari siswa untuk meng-evaluasi
kemampuan siswa dan juga untuk mengetahui tingkat kesulitan siswa, kemudian tahap akhir guru
memberi pertanyaan pada siswa untuk meng-apersepsi supaya siswa lebih paham dengan
menghubungkan pengetahuan yang sudah diketahui siswa.
V. PENUTUP
Demikianlah makalah yang pemakalah susun. Pemakalah berusaha membuat makalah ini
dengan sebaik-baiknya, tetapi kami juga menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif kami harapkan demi
perbaikan makalah di kemudian hari. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
[1]Bambang Warsito, Teknologi Pembelajaran dan Aplikasinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 265.
[2]Indah Komsiyah, Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 4.
[3]Bambang Warsito, Teknologi Pembelajaran dan Aplikasinya, hlm. 266.
[4]S. Nasution, Diktatik: Asas-asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 98.
[5]Ahmad Susanto, Teori dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 16-17.
[6]Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hlm.
162-163.
[7]Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM, hlm. 171.
[8]S. Nasution, Diktatik: Asas-asas Mengajar, hlm. 156-158.
[9]Bambang Warsito, Teknologi Pembelajaran dan Aplikasinya, hlm. 272.
[10]Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 75.
[11]Indah Komsiyah, Belajar dan Pembelajaran, hlm. 50.
[12]Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, hlm. 82.
[13]Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM, hlm. 54-55.
[14]Saekan Muchtith, dkk., Cooperatif Learning, (Semarang: Rasail, 2010), hlm. 87.
[15]Saekan Muchtith, dkk., Cooperatif Learning, hlm. 111.
[16]Ramayulis, Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), hlm. 1-2.
[17]http://multazam-einstein.blogspot.com/2013/05/makalah-asas-asas-pembelajaran.html. diunduh pada 02
Oktober 2014. Pukul 20:15 WIB.