Anda di halaman 1dari 8

JURNAL PENDIDIKAN

ASAS-ASAS PEMBELAJARAN
Oleh:
Akrom Khasani

I. PENDAHULUAN
Saat ini pendidikan dituntut untuk dapat memainkan perannya sebagai basis dan benteng
yang akan menjaga dan memperkukuh etika dan moral bangsa. Pendidikan merupakan suatu media
sosialissi nilai-nilai luhur. Sementara itu, kualitas dari pendidikan sangat dipengaruhi oleh mutu
proses belajar mengajar, dan mutu proses belajar mengajar ditentukan oleh berbagai komponen
yang terkait satu sama lain, yaitu input peserta didik, kurukulum, pendidik dan tenaga
kependidikan, sarana prasarana, dana, manajemen, dan lingkungan.

Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan guru sebagai pendidik adalah berkenaan
dengan prinsip-prinsp belajar dan asa-asas pembelajaran. Pemahaman dan ketreampilan
menerapkan prinsip-prinsip belajar dan asas pembelajaran akan membentuk guru untuk mampu
mengelola proses pembelajaran secara tepat, sesuai dengan karakteristik siswa dan tujuan
pembeajaran.

II. RUMUSAN MASALAH


A. Apa definisi Asas-asas Pembelajaran?
B. Apa saja Asas-asas Pembelajaran?
C. Apa pentingnya Asas-asas Pembelajara?
D. Bagaimana praktek Asas-asas Pembelajaran dalam mata pelajaran PAI?

III. PEMBAHASAN
A. Definisi Asas-asas Pembelajaran
Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI), asas berarti hukum dasar, suatu kebenaran
yang menjadi pokok dasar. Sedangkan prinsip adalah asas atau dasar yang dijadikan pokok pikiran,
bertindak, dan sebagainya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa asas dan prinsip sebenarnya adalah
sama, karena menjadi pokok dasr baik bertindak maupun berpikir.
Pembelajaran merupakan terjemahan dari kata “instruction” yang dalam bahasa Yunani
disebut “instructus” atau “instruere” yang berarti menyampaikan pikiran, dengan demikian arti
instruksional adalah menyampaikan pikiran atau ide yang telah diolah secara bermakna melalui
pembelajaran. Pengertian ini lebih mengarah kepada guru sebagai pelaku perubahan.[1]
Dalam pengertian lain, pembelajaran adalah usaha-usaha terencana dalam memanipulasi
sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri peserta didik. Pembelajaran disebut
juga usaha mengelola lingkungan dengan sengaja agar seseorang membentuk diri secara positif
dalam kondisi tertentu. Jadi, inti dari pembelajaran adalah upaya yang dilakukan oleh pendidik
agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik. Kegiatan pembelajaran tidak akan berarti jika
tidak menghasilkan kegiatan belajar pada peserta didik.[2]
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20, pembelajaran adalah
proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar.Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan
proses mental dan fisik melalui kontraksi para peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan
dan sumber belajar lainnya dalam rangka mencapai kompetisi dasar.[3] Kegiatan belajar hanya
bisa berhasil jika peserta didik belajar secara aktif mengalami sendiri proses belajar. Kegiatan
pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi peserta didik jika dilakukan dalam lingkungan yang
nyaman dan memberikan rasa aman bagi peserta didik.
Jadi, asas-asas pembelajaran adalah prinsip-prinsip umum yang harus dikuasai oleh guru
dalam melakukan kegiatan belajar mengajar atau dengan kata lain asas-asas pembelajaran adalah
suatu yang dijadikan dasar berpikir dan bertindak untuk menciptakan proses belajar.

B. Asas-asas Pembelajaran
1. Peragaan
Peragaan ialah suatu cara yang dilakukan oleh guru dengan maksud memberikan kejelasan
secara realita terhadap pesan yang disampaikan sehingga dapat dimengerti dan dipahami oleh para
siswa. Dengan peragaan diharapkan proses pengajaran terhindar dari verbalisme, yaitu siswa
hanya tahu kata-kata yang diucapkan oleh guru tetapi tidak mengerti maksudnya. Untuk itu sangat
diperlukan peragaan dalam pengajaran terutama terhadap siswa pada tingkat dasar.
Peragaan meliputi semua pekerjaan indera yang bertujuan untuk mencapai pengertian tentang
sesuatu hal secara tepat, maksud dan tujuan peragaan ialah memberikan variasi dalam cara-cara
mengajar, memberikan lebih banyak realitas dalam mengajar, sehinga lebih wujud, lebih terarah
untuk mencapai tujuan pelajaran.[4]
Penerapan asas-asas peragaan dalam kegiatan belajar mengajar, menyangkut beberapa aspek:
a. Penggunaan bermacam-macam alat peraga.
b. meragakan pelajaran dengan perbuatan, percobaan-percobaan.
c. Membuat poster-poster, ruang eksposisi dan lain sebagainya.
d. Menyelenggarakan karya wisata
Dasar psikologi penerapan asas peragaan tersebut yakni, suatu hal akan lebih berkesan dalam
ingatan siswa bila melalui pengalaman dan pengamatan langsung anak itu sendiri. Ada dua macam
peragaan: Peragaan langsung, dengan menggunakan benda aslinya atau mengadakan percobaan-
percobaan yang bisa diamati oleh siswa. Peragaan tidak langsung, dengan menunjukkan benda
tiruan atau suat model. Contoh: gambar, boneka, film, foto dan sebagainya.

2. Minat dan Perhatian


Secara sederhana, minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan
yang besar terhadap sesuatu. Sementara perhatian, di sini mempunyai peranan penting dalam
kegiatan belajar. Seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap pelajaran akan memusatkan
perhatiannya lebih banyak daripada siswa lainnya. Kemudian karena perhatian yang intensif
terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa untuk belajar lebih giat, dan akhirnya mencapai
prestasi yang diinginkan.[5]
Minat dan perhatian merupakan gejala jiwa yang selalu berkaitan, seorang siswa yang
berminat dalam belajar akan timbul perhatiannya terhadap pelajaran tersebut. Akan tetapi
terkadang perhatian siswa akan hilang jika tidak ada minat dalam pelajaran yang diajarkan, oleh
karena itu diperlukan kecakapan seorang guru untuk membangkitkan minat dan perhatian peserta
didik. Untuk membangkitkan perhatian dan minat yang disengaja guru harus:
a. Dapat menunjukkan pentingnya bahan pelajaran yang disajikan bagi siswa.
b. Berusaha menghubungkan apa yang diketahui siswa dengan bahan yang disajikan.
c. Merangsang siswa agar melakukan kompetisi belajar yang sehat, berusaha menghindarkan
hukuman.
d. Mengajar dengan persiapan yang baik, menggunakan meia,menghindari hal-hal yang tidak perlu,
mengadakan selingan sehat.

3. Motivasi
Motivasi bersal dari bahasa latin “movere”, yang berarti menggerakkan. Berdasarkan
pengertian ini, makna motivasi menjadi berkembang. Wlodkowski (1985) menjelaskan motivasi
sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi
arah serta ketahanan pada tingkah laku tersebut.
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Hakikat motivasi belajar
adalah dorongan internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk perubahan
perilaku. Motivasi belajar adalah proses yang member semangat belajar, arah, dan kegigihan
perilaku. Dalam artian, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energy, terarah, dan
bertahan lama.
Menurut Prasetya Irawan dkk. mengutip hasil penelitian Fyan dan Maehr bahwa dari tiga
faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu latar belakang keluarga, kondisi atau konteks
sekolah, dan motivasi. Maka faktor terakhir merupakan faktor yang paling baik.[6]
Dalam hal ini motivasi belajar sangat berperan mendorong peserta didik mencapai
keberhasilan belajar mereka. Keberhasilan yang diraihnya tentu akan menghasilkan kepuasan pada
diri peserta didik. Oleh karena itu, arti penting keberhasilan belajar mendorong guru harus terampil
mengembangkan strategi motivasi khususnya yang berkaitan dengan pencapaian belajar. Cara
yang dapat dilakukan guru antara lain:
a. Menggunakan pujian secara verbal dan umpan balik yang informatif bukan ancaman atau
sejenisnya.
b. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk segera menggunakan atau mempraktikkan
pengetahuan yang baru dipelajarinya.
c. Meminta kepada peserta didik yang telah menguasai suatu keterampilan atau pengetahuan untuk
membantu teman-temanya yang belum berhasil.
d. Membandingkan prestasi peserta didik dengan dirinya di masa lalu atau dengan suatu standar
tertentu, bukan dengan peserta didik yang lain.[7]

4. Apersepsi
Apersepsi berasal dari kata apperception (Inggris), yang berarti menafsirkan buah pikiran,
menyatukan dan mengasimilasikan suat pengamatan dengan pengalaman yang telah dimiliki dan
dengan demikian memahami dan menafsirkanya.
Apersepsi menurut Herbart adalah memperoleh tanggapan-tanggapan baru dengan bantuan
tanggapan yang telah ada. Dalam hal ini terjadi sosiasi antara tanggapan yang baru dengan
tanggapan yang lama. Herbart mengemukakan bahwa yang diketahui digunakan untuk memahami
sesuatu yang belum diketahui. Apersepsi membangkitkan minat dan perhatian untuk sesuatu,
karena itu pelajaran harus selalu dibangun atas pengetahuan yang telah ada.
Berdasarkan prinsip itu Herbart menganjurkan langkah-langkah berikut:
a. Kejelasan, sesuatu diperlihatkan untuk memperdalam pengertian. Di sini guru yang terutama aktif
(memberi) dan murid “Pasif” (menerima). Cara mengajar memberitahukan.
b. Asosiasi, anak-anak diberi kesempatan untuk menghubungkan pengertian baru dengan
pengalaman-pengalaman lama. Anak-anak di sini lebih aktif. Metode mengajar: Tanya Jawab,
Pertanyaan.
c. Sistem, di sini bahan baru itu ditempatkan dalam hubungannya dengan hal-hal lain. Ini hanya
mingkin, jika bahan itu telah dipahami sepenuhnya. Metode: Menjelaskan, Ceramah.
d. Metode, anak-anak mendapat tugas untuk dikerjakan. Guru memperbaiki dengan memberi
petunjuk di mana perlu.[8]

5. Korelasi dan Konsentrasi


Yang dimaksud dengan korelasi disini adalah hubungan antara mata pelajaran yang satu
dengan yang lainnya yang berfungsi untuk menguatkan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa,
juga dapat menimbulkan minat dan perhatian siswa. Hendaknya guru juga menghubungkan
pelajaran dengan realita sehari-hari. Karena dalam realitasnya, pembelajaran di sekolah masih
banyak menggunakan strategi pembelajaran yang hanya berupaya untuk menghabiskan materi
pembelajaran semata sehingga kurang memberi makna bagi peserta didik. Oleh karena itu, agar
aktivitas pembelajaran mampu memberikan makna bagi peserta didik yang belajar, guru perlu
mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu mengaitkan materi pelajaran dengan
kehidupa sehari-hari.[9]
Ada tiga tahapan dalam pelaksanaanya, yakni:
a. Tahap inisiasi, guru dapat menarik perhatian siswa dengan alat peraga, supaya kelas dapat memiliki
topik, siswa dibentuk kelompok dan tiap kelompok diberi permasalahanya masing-masing.
b. Tahap pengembangan, pada tahap hal ini kelompok-kelompok diterjunkan langsung kelapangan
untuk mencari sumber data untuk materi diskusi, laporan ditulis lengkap, para siswa diharapkan
dapat berpartisipasi secara aktif dan guru bertindak sebagai pedamping.
c. Tahap kulminasi, sebagai tahap akhir, setelah semua kelompok dapat menyelesaikan laporan yang
mereka buat maka diadakan diskusi kelas atau diskusi panel, dan diharapkan para siswa dapat
berperan aktif.

6. Individualisasi
Siswa merupakan individu yang unik, artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis,
tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lain. Perbedaan itu terdapat pada
karakteristik psikis, kepribadian, dan sifat-sifatnya.[10] Setiap guru tentu menyadari bahwa
menghadapi 30 siswa dalam satu kelas misalnya, berarti menghadapi 30 macam keunikan atau
karakteristik. Perbedaan individu ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa.
Guru yang memandang anak didik sebagai pribadi yang berbeda dengan anak didik lainya,
akan berbeda dengan guru yang memandang anak didik sebagai makhluk yang sama dan tidak ada
perbedaan dalam segala hal. Maka adalah penting meluruskan pandangan yang keliru dalam
menilai anak didik. Sebaiknya guru memandang anak didik sebagai individu dengan segala
perbedaannya, sehingga mudah melakukan pendekatan dalam pembelajaran.[11]
Guru sebagai penyelenggara kegiatan pembelajaran dituntut untuk memberikan perhatian
kepada semua keunikan yang melekat pada tiap siswa, misalnya dengan:
a. Menentukan penggunaan berbagai metode yang diharapkan dapat melayani kebutuhan siswa
sesuai karakteristiknya.
b. Merancang pemanfaatan berbagai media dalam menyajikan pesan pembelajaran.
c. Mengenali karakteristik setiap siswa sehingga dapat menentukan perlakuan pembelajaran yang
tepat bagi siswa yang bersangkutan.
d. Memberikan remidiasi ataupun pertanyaan kepada siswa yang membutuhkan.[12]

6. Kooperasi
Model pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja
kelompok termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Kooperatif
menggambarkan makna yang lebih luas, yaitu menggambarkan keseluruhan proses sosial dalam
belajar dan mencangkup pula pengertian kolaborasi.[13]
Pembelajaran koopertif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem
pengelompokan atau tim kecil (small goup), yaitu antara empat sampai enam orang yang
mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda
(heterogen).[14]
Yang dimaksud dengan koopersi di sini adalah belajar atau bekerja sama (kelompok). Hal
ini dianggap penting untuk menjalin hubungan sosial antara siswa yang satu dengan yang lainnya,
juga hubungan guru dengan siswa.
Adapun keuntungan-keuntungan kooperatif antara lain:
a. Siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan berpikir
sendiri, menentukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain;
b. Mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal
dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain;
c. Membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta
menerima segala perbedaan;
d. Membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar;
e. Meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa
harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, dan mengembangkan
keterampilan memanage waktu;
f. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima
umpan balik.[15]
Ada beberapa jenis kerja sama, William Burton membagi kelompok kerja sama tersebut
antara lain:
a. Kerja kelompok, untuk memecahkan suatu problem, menganalisis masalah, pembagian tugas,
kegiatan penyelidikan, dan kesimpulan.
b. Diskusi kelompok, diskusi ini tidak sama dengan debat tetapi selalu mengutamakan pemecahan
masalah.
Pembelajaran kooperatif merupakan proses atau metode yang tidak hanya mengutamakan
tercapainya kualitas siswa yang kognitif melainkan untuk mengembangkan kemampuan lainnya
seperti kesadaran siswa menyadari hakikat dirinya, hakikat hubungannya dengan orang lain dan
lingkungannya.

C. Arti Penting Asas-asas Pembelajaran


Sebelum membahas peranan atau arti penting asas pembelajaran, akan disinggung sedikit
tentang didaktik dan metodik. Didaktik dapat dipahami dengan suatu ilmu yang membicarakan
prinsip-prinsip dalam penyampaian pelajaran. Didaktik adalah sebagian dari pedagogik atau ilmu
mengajar.
Didaktik dapat dibagi menjadi dua yaitu didaktik umum (prinsip-prinsip umum yang
berkenaan dengan penyajian bahan pelajaran) dan didaktik khusus (membicarakan tentang cara
mengajarkan tentang suatu mata pelajaran tertentu). Didaktik khusus juga disebut dengan Metodik
atau disebut dengan metodologi Pengajaran dan terbagi dalam dua bagian, metodik umum dan
khusus.[16] Jadi, dapat disimpulkan bahwa asas atau prinsip pembelajaran adalah bagian dari
metodologi pembelajaran.
Adapun peranan atau arti penting asas atau metodologi pembelajaran agama bagi calon
guru atau pendidik agama adalah:
1. Membahas tentang berbagai prinsip, teknik-teknik, pendekatan yang digunakan. Dengan
mempelajarinya seorang guru dapat memilih metode manakah yang layak dipakai. Sehingga
tujuan pengajaran dapat tercapai.
2. Terlalu luasnya materi agama dan sedikitnya waktu yang tersedia untuk menyampaikan bahan,
dalam hal ini bagaimana seorang guru berusaha mencapai tujuan pengajaran dan pendidikan
agama. Di sinilah fungsi metodologi pengajaran agama, jika seorang guru mempelajarinya dengan
baik dapat memahami desain dan rancangan yang sesuai dengan pengajaran.
3. Sifat pengajaran agama lebih banyak menekankan pada segi tujuan afektif (sikap) dibanding
tujuan kognitif, menjadikan guru agama lebih bersifat mendidik dari pada mengajar. Metodologi
pengajaran agama turut memberikan distribusi pengetahuan terhadap calon guru yang diharapkan.

D. Praktek Asas-asas Pembelajaran dalam Mapel PAI


Bilamana dikaitkan dengan pengajaran agama islam yang harus disampaikan siswa di
sekolah maupun madrasah, maka batasannya terletak pada metode atau teknik apakah yang lebih
cocok dalam penyampaian materi dan prinsip-prinsip pengajaran yang bagaimanakah yang
seharusnya diterapkan.
Pendidikan agama diartikan suat kegiatan yang bertujuan untuk membentuk manusia agami
dengan menanamkan aqidah keimanan, amaliah, dan budi pekerti atau akhlak. Metodologi ilmu
Pengajaran Agama Islam adalah ilmu yang membicarakan cara-cara menyajikan bahan pelajaran
agama Islam kepada islam untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan
efisien. Strategi atau pendekatan yang digunakan dalam pengajaran agama islam lebih banyak
menekankan pada suat model pengajaran “seruan dan ajakan” yang bijaksana dan pembentukan
sikap manusia (efektif). Sebagaimana yang terkandung dalam Qs. An-Nahl: 125.
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.”

Dari kandungan ayat al-Qur’an tersebut ada dua pendekatan yang digunakan untuk
menyeru taat kepada Tuhan, yaitu dengan Hikmah, Mauidzah (nasehat), sedangkan teknik yang
dipakai adalah salah satunya apabila melakukan diskusi dilaksanakan dengan baik dan tertib.
Dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) sering ditekankan CBSA (cara belajar siswa aktif)
serta penerapannya pada bidang studi PAI, dalam penerapannya dapat dilakukan beberapa tahap:
1. Pra-intruksional
2. Instruksional
3. Evaluasi
4. Pengembangan (follow-up)
Guru harus memulai dari dirinya sendiri, apabila ingin siswanya aktif maka seorang guru
tersebut harus lebih aktif terlebih dahulu. Penerapan asas-asas pembelajaran tidak berdiri sendiri
melainkan saling bertautan. Misalkan saja penggunaan prinsip atau asas peragaan, pada mata
pelajaran sejarah kebudayaan islam, guru memperlihatkan gambar tokoh, peta kekuasaan islam,
gambar peninggalan-peninggalan, tahap awal guru menampung pertanyaan dari siswa untuk
meng-evaluasi kemampuan siswa dan juga untuk mengetahui tingkat kesulitan siswa, kemudian
tahap akhir guru memberi pertanyaan pada siswa untuk meng-apersepsi supaya siswa lebih paham
dengan menghubungkan pengetahuan yang sudah diketahui siswa. Dengan demikian secara
bersamaan minat dan perhatian siswa juga akan muncul, hal itu juga merupakan bagian dari guru
me-motivasi siswa.[17]

IV. KESIMPULAN
Asas-asas pembelajaran adalah prinsip-prinsip umum yang harus dikuasai oleh guru dalam
melakukan kegiatan belajar mengajar atau dengan kata lain asas-asas pembelajaran adalah suatu
yang dijadikan dasar berpikir dan bertindak untuk menciptakan proses belajar. Diantaranya ialah
asas peragaan, minat dan perhatian, motivasi, apersepsi, korelasi dan konsentrasi, individualisasi,
dan kooperatif.
Asas atau prinsip pembelajaran adalah bagian dari metodologi pembelajaran. Dalam
metodologi pembelajaran dibahas tentang berbagai prinsip, teknik-teknik, pendekatan yang
digunakan. Dengan mempelajarinya seorang guru dapat memilih metode manakh yang layak
dipakai. Sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai.
Penerapan asas-asas pembelajaran tidak berdiri sendiri melainkan saling bertautan.
Misalkan saja penggunaan prinsip atau asas peragaan, pada mata pelajaran sejarah kebudayaan
islam, guru memperlihatkan gambar tokoh, peta kekuasaan islam, gambar peninggalan-
peninggalan, tahap awal guru menampung pertanyaan dari siswa untuk meng-evaluasi
kemampuan siswa dan juga untuk mengetahui tingkat kesulitan siswa, kemudian tahap akhir guru
memberi pertanyaan pada siswa untuk meng-apersepsi supaya siswa lebih paham dengan
menghubungkan pengetahuan yang sudah diketahui siswa.
V. PENUTUP
Demikianlah makalah yang pemakalah susun. Pemakalah berusaha membuat makalah ini
dengan sebaik-baiknya, tetapi kami juga menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif kami harapkan demi
perbaikan makalah di kemudian hari. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

[1]Bambang Warsito, Teknologi Pembelajaran dan Aplikasinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 265.
[2]Indah Komsiyah, Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 4.
[3]Bambang Warsito, Teknologi Pembelajaran dan Aplikasinya, hlm. 266.
[4]S. Nasution, Diktatik: Asas-asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 98.
[5]Ahmad Susanto, Teori dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 16-17.
[6]Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hlm.
162-163.
[7]Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM, hlm. 171.
[8]S. Nasution, Diktatik: Asas-asas Mengajar, hlm. 156-158.
[9]Bambang Warsito, Teknologi Pembelajaran dan Aplikasinya, hlm. 272.
[10]Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 75.
[11]Indah Komsiyah, Belajar dan Pembelajaran, hlm. 50.
[12]Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, hlm. 82.
[13]Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM, hlm. 54-55.
[14]Saekan Muchtith, dkk., Cooperatif Learning, (Semarang: Rasail, 2010), hlm. 87.
[15]Saekan Muchtith, dkk., Cooperatif Learning, hlm. 111.
[16]Ramayulis, Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), hlm. 1-2.
[17]http://multazam-einstein.blogspot.com/2013/05/makalah-asas-asas-pembelajaran.html. diunduh pada 02
Oktober 2014. Pukul 20:15 WIB.

Anda mungkin juga menyukai