Anda di halaman 1dari 61

TUGAS MANDIRI

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN


Ringkasan Materi Kelompok 1 - 8
BAB I TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN DAN TEORI DESKRIPTIF DAN TEORI PRESKRIPTIF

A.

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

1. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran yang diidentikkan dengan kata mengajar berasal dari kata dasar ajar yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut) ditambah dengan awalan pe dan akhiran an menjadi pembelajaran, yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar. (KBBI) Dengan kata lain, kegiatan pembelajaran adalah kegiatan yang di dalamnya terdapat proses mengajar, membimbing, melatih, memberi contoh, dan atau mengatur serta memfasilitasi berbagai hal kepada peserta didik agar bisa belajar sehingga tercapai tujuan pendidikan. Pembelajaran juga diartikan sebagai usaha sistematis yang memungkinkan terciptanya pendidikan. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik.

Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai suatu rangkaian interaksi antara siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuannya.

2. Konsep Dasar Pembelajaran


Dalam pembelajaran, guru mempunyai tugas-tugas pokok antara lain bahwa ia harus mampu dan cakap merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan membimbing dalam kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain, agar para guru mampu menunaikan tugasnya dengan sebaik-baiknya, ia terlebih dahulu hendaknya memahami dengan seksama hal-hal yang berkaitan dengan proses pembelajaran.

3. Pendekatan atau Model dalam Pembelajaran


Belajar dapat dilakukan diberbagai tempat, kondisi, dan waktu. Cepatnya informasi lewat radio, televisi, film, wisatawan, surat kabar, majalah, dapat mempermudah belajar. meskipun informasi dengan mudah dapat diperoleh, tidak dengan sendirinya seseorang terdorong untuk memperoleh pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan dari padanya. Guru profesional memerlukan pengetahuan dan ketrampilan pendekatan pembelajaran agar mampu mengelola berbagai pesan sehingga siswa berkebiasaan belajar sepanjang hayat. Pendekatan pembelajaran dapat berarti anutan pembelajaran yang berusaha meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif, afekif, dan psikomotorik siswa dalam pengolahan pesan sehingga tercapai sasaran belajar. Dalam belajar tentang pendekatan pembelajaran tersebut, orang dapat melihat: a. pengorganisasian siswa, b. posisi guru-siswa dalam pengolahan pesan, dan

c. pemerolehan kemampuan dalam pembelajaran. Pendekatan pembelajaran dengan pengorganisasian siswa dapat dilakukan dengan: a. pambelajaran secara individual, b. pembelajaran secara kelompok, dan c. pembelajaran secara klasikal. Pada ketiga keorganisasian siswa tersebut tujuan pengajaran, peran guru dan siswa, program pembelajaran, dan disiplin belajar berbeda-beda. Pada ketiga pengorganisasian siswa tersebut siswa tersebut seyogyanya digunakan untuk membelajarkan siswa yang menghadapi kecepatan informasi pada masa kini. Sehubungan dengan posisi guru-siswa dalam pengolahan pesan, guru dapat menggunakan strategi ekspositori, strategi discovery, dan strategi inkuiri. Strategi ekpositori, strategi discovery, dan strategi inkuiri. Strategi ekspositori masih terpusat pada guru; oleh karena itu seyogianya dikurangi. Strategi discovery dan inkuiri terpusat ada siswa. Dalam kedua strategi ini siswa dirancang aktif belajar, sehingga ia dapat menemukan, bekerja secara ilmu pengetahuan, dan merasa senang. Pada tempatnya guru menggunakan strategi discovery dan inkuiri yang sesuai dengan pendekatan CBSA. Dalam pembelajaran pada pebelajar terjadi peningkatan kemampuan. Semula, ia memiliki kemampuan pra-belajar; dalam proses belajar pada kegiatan belajar hal tertentu, ia meningkatkan tingkat atau memperbaiki tingkat ranah-ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Keputusan tentang perbaikan tingkat ranah tersebut didasarkan atas evaluasi guru dan unjuk kerja siswa dalam pemecahan masalah. Dari sisi guru, proses pemerolehan pengalaman siswa atau proses pengolahan pesan tersebut dapat dilakuikan dengan cara dedukatif dan induktif. Pengolahan pesan secara deduktif dimulai dari generalisasi atau suatu teori yang benar, pencarian data, dan uji kebenaran generalisasi atau suatu teori tersebut. Pada pengolahan pesan secara induktif kegiatan bermula dari adanya fakta atau peristiwa khusus, penyusunan konsep-konsep. Dalam usaha pembelajaran guru dapat menggunakan pengolahan pesan secara deduktif atau induktif tergantung pada karakteristik bidang studinya.

Selain pendekatan atau model belajar individual, kelompok dan klasikal, masih terdapat banyak model belajar yang lain. Di antaranya:

Teori belajar Behaviorisme laku) Cognitivisme

Yang ditekankan (tingkahStimulus, respon, motivasi Daya organisasi ingat, gagasan,

Tokoh penguatanPavlov, Skinner, Bandura perhatian,Brunner, Piaget, Ausubel mendalam, proses

pemahaman

Konstruktivisme Humanisme

informasi Pengalaman, interaksi Jean Piaget, Vygotsky, Emosi, perasaan, komunikasiJohn Miler yang terbuka, nilai-nilai

4. Peran Guru Dalam Kegiatan Pembelajaran Peran guru dalam pembelajaran yaitu membuat desain instruksional,

menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar, bertindak mengajar atau membelajarkan, mengevaluasi hasil belajar yang berupa dampak pengajaran. Selain itu, menurut Djamarah (2000: 43-48) bahwa tugas dan tanggung jawab guru atau lebih luasnya pendidik adalah sebagai: 1) Korektor, yaitu pendidik bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai

yang buruk, koreksi atau penilaian yang dilakukan bersifat menyeluruh dari segi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Setiap peserta didik mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menerima pelajaran. Ada yang mempunyai kemampuan baik di bidang kognitif

tetapi kurang pada afektifnya, ada pula yang baik pada psikomotorik namun kurang pada kognitifnya, dan berbagai macam perbedaan peserta didik yang lain. Oleh karena itu, dalam memberikan penilaian, hendaknya pendidik tidak hanya memberikan penilaian dari satu aspek saja. 2) Inspirator, yaitu pendidik menjadi inspirator atau ilham bagi kemajuan belajar

siswa atau mahasiswa, petunjuk bagaimana cara belajar yang baik, serta member masukan dalam menyelesaikan masalah lainnya. 3) Informator, yaitu pendidik harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Dengan peserta didik yang dibekali pengetahuan tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka peserta didik tersebut akan memiliki daya saing yang tinggi. Sehingga peserta didik tidak akan tertinggal di era global ini. 4) Organisator, yaitu pendidik harus mampu mengelola kegiatan akademik (belajar),

hingga tercipta kegiatan pembelajaran yang tertib dan menyenangkan. 5) Motivator, yaitu pendidik harus mampu mendorong peserta didik agar bergairah

dan aktif belajar. Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi dari pendidik merupakan motivasi ekstrinsik. Meskipun dalam proses belajar, motivasi intrinsik atau motivasi yang berasal dari dalam diri individu memiliki pengaruh yang lebih efektif, (karena motivasi intrinsik bertahan relatif lebih lama) namun motivasi ekstrinsik juga tetap dibutuhkan. Karena kurangnya respons dari lingkungan secara positif akan mempengaruhi semangat belajar seseorang. Oleh karena itu, guru sebagai salah satu motivasi ekstrinsik hendaknya selalu memberikan motivasi pada peserta didiknya. 6) Inisiator, yaitu pendidik menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan

pembelajaran. Melalui berbagai macam pengalaman yang didapatkan pendidik selama di kelas, pendidik hendaknya memberikan ide-ide demi kemajuan pembelajaran, minimal untuk kemajuan pembelajaran di kelas yang dibimbing.

7)

Fasilitator, yaitu pendidik dapat memberikan fasilitas yang memungkinkan

kemudahan kegiatan belajar. 8) Pembimbing, yaitu pendidik harus mampu membimbing peserta didik menjadi

manusia dewasa yang bertanggung jawab. Hal yang harus dilakukan pendidik adalah memberikan contoh yang baik pada peserta didik dan mengarahkannya. Oleh karena itu, pendidik hendaknya selalu menjaga sikap dan perilaku, karena membimbing seseorang tanpa memberikan teladan yang baik adalah sia-sia. 9) Demonstrator, yaitu jika diperlukan pendidik bisa mendemonstrasikan bahan

pelajaran yang susah dipahami. Peserta didik akan lebih mudah memahami suatu materi jika materi tersebut didemonstrasikan, karena sesuatu yang didemonstrasikan melibatkan aspek audio dan visual, sehingga lebih mudah untuk dipahami peserta didik. 10) Pengelola kelas, yaitu pendidik harus mampu mengelola kelas untuk menunjang interaksi edukatif. Jika kelas dikelola dengan baik, maka proses pembelajaran dapat berjalan dengan tertib. 11) Mediator, yaitu pendidik menjadi media yang berfungsi sebagai alat komunikasi guna mengefektifkan proses interaktif edukatif. Proses pembelajaran merupakan proses interaksi, bukan hanya penyampaian materi dari satu arah atau dari guru saja, peserta didik hendaknya turut aktif dalam proses pembelajaran, dan dengan adanya pendidik maka diharapkan proses interaktif edukatif tersebut tercipta di kelas. Dalam hal ini biasanya pendidik cukup memberikan sedikit materi di awal, kemudian mengajak dialog peserta didik mengenai materi yang telah diberikan sebelumnya, atau dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang akan dibahas. 12) Supervisor, yaitu pendidik hendaknya dapat memperbaiki dan menilai secara kritis terhadap proses pembelajaran. Setiap selesai proses pembelajaran, pendidik yang baik akan menilai proses pembelajaran yang telah berlangsung, apabila terdapat kekurangan, maka ia akan mencari sumber kekurangan tersebut dan memperbaikinya, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan lebih baik setiap harinya. 13) Evaluator, yaitu pendidik dituntut menjadi evaluator yang baik dan jujur. Pendidik diharapkan bisa berlaku adil dan jujur dalam setiap proses evaluasi, sehingga tiap- tiap

peserta didik dapat mengetahui kemampuannya. Membantu peserta didik ketika menghadapi ujian bukanlah hal yang tepat dilakukan oleh seorang pendidik, karena hal tersebut merupakan pembodohan peserta didik dan mengajarkan ketidakjujuran pada peserta didik. Dan hal tersebut juga membuat peserta didik tidak akan pernah merasa percaya diri terhadap kemampuan yang dimilikinya. Oleh karena itu, jelaslah bahwa kata pendidik dalam perspektif pendidikan yang selama ini berkembang di masyarakat memiliki makana yang lebih luas, dengan tugas, peran, dan tanggung jawabnya adalah mendidik peserta didik agar tumbuh dan berkembang potensinya kea rah yang lebih sempurna

B.

TEORI DESKRIPTIF DAN TEORI PRESKRIPTIF


1. Reori belajar deskriptif Bruner mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah preskriptif dan teori belajar adalah deskriptif, preskriptif karena tujuan utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal, dan deskriptif karena tujuan utama teori belajar adalah memerika proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan di antara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar, atau sebagaimana seseorang belajar. Teori pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi hal belajar atau upaya mengontrol variabel-variabel yang dispesifikasi dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar. Teori belajar yang deskriptif menempatkan variabel kondisi dan metode pembelajaran sebagai given, dan memerikan hasil pembelajaran sebagai variabel yang diamati atau kondisi dan metode pembelajaran sebagai variabel bebas dan hasil pembelajaran sebagai variabel tergantung. Sedangkan teori pembelajaran yang preskriptif, kondisi dan hasil pembelajaran ditempatkan sebagai given dan metode yang optimal dtempatkan sebagai variabel yang diamati, atau metode pembelajaran sebagai variabel tergantung. Teori preskriptif adalah goal oriented(untuk mencapai tujuan), sedangkan teori deskriptif adalah goal free(untuk memerikan hasil). Variabel yang diamati dalam pengembangan teori-teori pembelajaran yang preskriptif adalah metode yang optimal untuk mencapai tujuan, sedangkan dalam pengembangan teori-teori pembelajaran

deskriptif variabel yang diamati adalah hasil sebagai efek dari interasi antara metode dan kondisi. Dengan teori pembelajaran secara deskritif dan teori preskritif ada bebrapa Ciri utama dari pembelajaran adalah inisiasi, fasilitasi, dan peningkatan proses belajar siswa. Sedangkan komponen-komponen dalam pembelajaran adalah tujuan, materi, kegiatan, dan evaluasi pembelajaran.
1.

Teori belajar adalah deskriptif karena tujuan utamanya menjelaskan proses sedangkan teori pembelajaran adalah preskriptif karena tujuan utamanya

belajar,

menetapkan metode pembelajaran yang optimal


2.

Teori pembelajaran preskriptif dimaksudkan untuk mencapai tujuan, sedangkan

teori pembelajaran deskriptif dimaksudkan untuk memberikan hasil. itulah sebabnya, variabel yang diamati dalam teori-teori pembelajaran yang preskriptif adalah metode yang optimal untuk mencapai tujuan
3.

Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan diantara variable variabel yang

menentukan hasil belajar, atau bagaimana seseorang belajar. 4. Teori pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang

mempengaruhi orang lain agar terjadi hal belajar, atau upaya mengontrol variabelvariabel yang dispesifikasi dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar
5. Teori perspektif adalah goal oriented (untuk mencapai tujuan), sedangkan teori

deskriptif goal free (untuk memerikan hasil). Dari perspektif lain, Simon (dalam Degeng, 1989) mengemukakan perbedaan serupa dengan memaparkan persamaan karakteristik dari a prescriptive science dan membandingkan dengan karakteristik dari a descriptive science. Dalam kerangka ini nyata sekali bahwa teori pembelajaran termasuk teori preskriptif yang berpasangan dengan teori belajar yang termasuk teori deskriptif. Ilmu deskriptif dan ilmu preskriptif memiliki perbedaan peranan. Aspek penting yang membedakan adalah hanya ada satu jenis profesi dalam ilmu deskriptif, yaitu ilmuwan. Sedangkan dalam ilmu preskriptif terlibat tiga jenis profesi, yaitu (1) ilmuwan; (2) teknolog dan (3) teknisi. Ilmuwan berurusan dengan pengembangan prinsip dan teori. Teknolog yang menggunakan prinsip dan teori untuk mengembangkan prosedur.

Sedangkan teknisi yang menggunakan prosedur yang dikembangkan teknolog untuk menciptakan sesuatu (Reigeluth, Bunderson, dan Merril dalam Degeng, 1989) Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan diantara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada bagaimana seseorang belajar. Sebaliknya teori pembelajaran menaruh pehatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain untuk belajar. Teori pembelajaran berurusan dengan upaya mengontrol variabel-variabel.
Pembedaan teori belajar (deskriptif) dan pembelajaran (preskriptif)

dikembangkan oleh Bruner, lebih lanjut oleh Reigeluth (1983), Gropper (1983), dan Landa (1983). Menurut Reigeluth (dalam Degeng 1989) teori-teori dan prinsip pembelajaran yang deskriptif menempatkan variabel kondisi dan metode pembelajaran sebagai givens dan memerikan hasil pembelajaran sebagai variabel yang diamati. Dengan kata lain kondisi dan metode pembelajaran sebagai variabel bebas dan hasil pembelajaran sebagai variabel tergantung. Teori Deskriptif dan Perspektif Untuk membedakan antara teori belajar dan teori pembelajaran bisa diamati dari posisional teorinya, apakah berada pada tataran teori deskriptif atau perspektif. Bruner (dalam Dageng 1989) mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah perspektif dan teori belajar adalah deskriptif. Perspektif karena tujuan utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal, sedangkan teori belajar bersifat deskritif karena tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan aantara variable-variabel yang menentukan hasil belajar. Sedangkan teori pembelajaran sebaliknya teori ini menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi proses belajar. Dengan kata lain teori pembelajaran berurusan dengan upaya mengontrol variable yang dispesifikasikan dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar. (C.Asri Budiningsih,2004). Asri Budiningsih (2004) dalam buku Belajar dan Pembelajaran menjelaskan bahwa upaya dari Bruner untuk membedakan antara teori belajar yang deskriptif dan teori pembelajaran yang perspektif dikembangkan lebih lanjut oleh Reigeluth.teori dan prinsipprinsip pembelajaran yang deskriptif menempatkan variable kondisi dan metode pembelajaran sebagai givens dan menempatkan hasil belajar sebagai varibael yang

diamati. Dengan kata lain, kondisi dan metode pembelajaran sebagai variable bebas dan hasil pembelajaran sebagai variable tergantung. Reigeluth (1983 dalam degeng ,1990) mengemukakan bahwa teori perspektif adalah goal oriented sedangkan teori deskriptif adalah goal free. Maksudnya adalah bahwa teori pembelajaran perspektif dimaksudkan untuk mencapai tujuan, sedangkan teori belajar deskriptif dimaksudkan untuk memberikan hasil. Itulah sebabnya variable yang diamati dalam mengembangkan teori belajar yang perspektif adalah metode yang optimal untuk mencapai tujuan, sedangkan dalam pengembangan teori pem,belajaran deskriptif, variable yang diamati adalah hasil belajar sebagai akibat dari interaksi antara metode dan kondisi. Dengan kata lain teori pembelajaran mengungkapkan hubungan antara kegiatan pembelajaran dengan proses psikologis dalam diri siswa, sedangkan teori belajar mengungkapkan hubungan antara kegiatan siswa dengan proses psikologis dalam diri siswa. Teori pembelajaran harus memasukkan variable metode pembelajaran. Bila tidak, maka teori itu bukanlah teori pembelajaran. Hal ini penting sebab banyak yang terjadi apa yang dianggap sebagai teori pembelajaran yang sebenarnya adalah teori belajar. Teori pembelajaran selalu menyebutkan metode pembelajaran sedangkan teori belajar sama sekali tidak berurusan dengan metode pembelajaran. Kelebihan dan kekurangan teori belajar deskriptif dan preskriptif Kelebihan dan kekurangan teori belajar deskripitif kelebihan lebih terkonsep sehingga siswa lebih memahami materi yang akan disampaikan. mendorong siswa untuk mencari sumber pengetahuan sebanyak-banyaknya dalam mengerjakan suatu tugas. Kekurangan kurang memperhatikan sisi psikologis siswa dalam mendalami suatu materi. Kelebihan dan kekurangan teori belajar preskriptif kelebihan lebih sistematis sehingga memiliki arah dan tujuan yang jelas. banyak member motivasi agar terjadi proses belajar. mengoptimalisasikan kerja otak secara maksimal. Kekurangan membutuhkan waktu cukup lama

BAB II
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK DAN TEORI BELAJAR KOGNITIF

1. Teori Behaviouristik
Teori behaviouristik mengatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Pandangan behaviouristik mengakui pentingnya masuan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon di anggap tidak penting diperhatikan sebab tidak bisa diamati dan diukur. Yang bisa diamati dan diukur hanyalah stimulus dan respons. Penguatan (reinforcement) adaah faktor penting dalam belajar. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positif reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Demikian juga jika penguatan dikurangi (negative reinforcement) maka respon juga akan menguat. Tokoh-tokoh penting teori behaviouristik antara lain Thorndike, Watson, Skiner, Hull dan Guthrie. Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktifitas mimetic yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut suatu jawaban benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.

2. Teori Kognitif
Pengertian belajar menurut teori kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Proses

belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang. Dalam kegiatan pembelajaran, keterlibatan siswa secara aktif amat dipentingkan. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengetahuan baru dengan steruktur kognitif yag telah dimilii siswa. Materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhan ke kompleks. Perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mepengaruhi keberhasilan siswa.

BAB III

TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK DAN TEORI PEMBELAJARAN HUMANISTIK

A. Teori Konstruktivistik

Usaha mengembangkan manusia dan masyarakat yang memiliki kepekaan, mandiri, bertanggungjawab, dapat mendidik dirinya sendiri sepanjang hayat, serta mampu berkolaborasi dalam memecahkan masalah, diperlukan layanan pendidikan yang mampu melihat kaitan antara ciri-ciri manusia tersebut, dengan praktek-praktek pendidikan dan pembelajaran untuk mewujudkannya. Pandangan konstruktivistik yang mengemukakan bahwa belajar merupakan usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamnnya melalui asimilasi dan akomodasi yang menuju pada pembentukan struktur kognitifnya, memungkinkan mengarah kepada tujuan tersebut. Oleh karena itu, pembelajaran diusahakan agar dapat memberikan kondisi terjadinya proses pembentukan tersebut secara optimal pada diri siswa.

Proses belajar sebagai suatu usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi, akan membentuk suatu kunstruksi pengetahuan yang menuju pada kemutakhiran struktur kognitifnya. Guru-guru konstrutivistik yang mengakui dan menghargai dorongan dari manusia atau siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri, kegiatan pembelajaran yang dilakukannya akan diarahkan agar terjadi aktifitas konstruksi pengetahuan oleh siswa secara optimal.

Teori

Belajar

Konstruktivistik

Dan

Penerapannya

Dalam

Pembelajaran
1. Karakteristik Manusia Masa Depan yang Diharapkan

Upaya membangun sumber daya manusia ditentukan oleh karakteristik manusia dan masyarakat masa depan yang dikehendaki. Karakteristik manusia masa depan yang dikehendaki tersebut adalah manusia-manusia yang memiliki kepekaan, kemandirian, tanggung jawab terhadap resiko dalam mengambil keputusan, mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses belajar yang terus menerus untuk menemukan diri sendiri dan menjadi diri sendiri yaitu suatu proses (to) learn to be. Mampu melakukan kolaborasi dalam memecahkan masalah yang luas dan kompleks bagi kelestarian dan kejayaan bangsanya (Raka Joni, 1990).

2. Konstruksi Pengetahuan

Faktor-faktor yang juga mempengaruhi proses mengkonstruksi pengetahuan adalah konstruksi pengetahuan yang telah ada, domain pengalaman, dan jaringan struktur kognitif yang dimilikinya. Proses dan hasil konstruksi pengetahuan yang telah dimiliki seseorang akan menjadi pembatas konstruksi pengetahuan yang akan datang. Pengalaman akan fenomena yang baru menjadi unsur penting dalam membentuk dan mengembangkan pengetahuan. Keterbatasan pengalaman seseorang pada suatu hal juga akan membatasi pengetahuannya akan hal tersebut. Pengetahuan yang telah dimiliki orang tersebut akan membentuk suatu jaringan struktur kognitif dalam dirinya.

3. Proses Belajar Menurut Teori Konstruktivistik

Proses belajar sebagai suatu usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melaui proses asimilasi dan akomodasi, akan membentuk suatu konstruksi pengetahuan yang menuju pada kemutakhiran struktur kognitifnya. Ada beberapa pandangan dari segi konstruktivistik, dan dari aspek-aspek si-belajar, peranan guru, sarana belajar, dan evaluasi belajar.

Proses belajar konstruktivistik. Secara konseptual, proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa, melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamanya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutahkiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari fakta-fakta yang terlepas-lepas. Proses tersebut berupa ..constructing and restructuring of knowledge and skills (schemata) within the individual in a complex network of increasing conceptual consistency... pemberian makna terhadap objek dan pengalaman oleh individu tersebut tidak dilakukan secara sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan melalui interaksi dalam jaringan sosial yang unik, yang terbentuk baik dalam budaya kelas maupun diluar kelas. Oleh sebab itu pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan siswa dalam memproses gagasannya, bukan semata-mata pada pengelolaan dan lingkungan belajarnya bahkan pada unjuk kerja atau prestasi belajarnya yang dikaitkan dengan sistem penghargaan dari luar seperti nilai, ijasah, dan sebagainya.

B. Teori belajar humanistik


1. Pengertian Teori Belajar Humanistik.

Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa

adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian.. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk memanusiakan manusia (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.

Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. \proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah : 1. Proses pemerolehan informasi baru, 2. Personalia informasi ini pada individu.

Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah: Arthur W. Combs, Abraham Maslow dan Carl Rogers. a. Arthur Combs (1912-1999) Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru

membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya. Combs memberikan lukisan persepsi dir dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan. b. Maslow Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal : (1) suatu usaha yang positif untuk berkembang (2) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu. Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self). Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.

c. Carl Rogers Carl Rogers lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago, sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Semula Rogers menekuni bidang agama tetapi akhirnya pindah ke bidang psikologi. Ia mempelajari psikologi klinis di Universitas Columbia dan mendapat gelar Ph.D pada tahun 1931, sebelumnya ia telah merintis kerja klinis di Rochester Society untuk mencegah kekerasan pada anak. Gelar profesor diterima di Ohio State tahun 1960. Tahun 1942, ia menulis buku pertamanya, Counseling and Psychotherapy dan secara bertahap mengembangkan konsep Client-Centerd Therapy. Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu: 1. Kognitif (kebermaknaan) 2. experiential ( pengalaman atau signifikansi)

Guru menghubungan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai seperti memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa. Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu: 1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya. 2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa 3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa. 4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.

Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya ialah : a. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami. b. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri. c. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya. d. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil. e. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar. f. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya. g. Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu. h. Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari. i. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting. j. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu. Salah satu model pendidikan terbuka mencakuo konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah : 1. Merespon perasaan siswa 2. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang 3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa 4. Menghargai siswa 5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan

6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa) 7. Tersenyum pada siswa Dari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem yang berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.

BAB IV TEORI BELAJAR SIBERNETIK DAN TEORI BELAJAR REVOLUSI SOSIOKULTURIAL

A.

TEORI BELAJAR SIBERNETIK


a. Ciri Khas dalam Psikologi Humanistik 1. Mereka menekankan bahwa psikologi seharusnya memperlakukan keseluruhan pribadi manusia meliputi seluruh aspek-aspeknya. 2. Mereka menekankan kepada aktivitas dari sudut pandangan orangnya daripada pandangan peninjau (observer). Pengikut psikologi humanistik menyatakan bahwa dalam melihat manusia sebagian besar ahli-ahli psikologi mengambil sudut pandangan orang ketiga, sedangkan cara yang paling nyata untuk mempelajari psikologi adalah melalui mata person yaitu dirinya sendiri. 3. Mereka juga menekankan kepada self-actualization, self-fulfillment atau selfrealization. 4. Mengenai perkembangan pribadi seseorang dalam arah apapun, orang tersebut selalu memilih atau menilai.

b. Aplikasi Teori Humanistik Carl Roger Dalam Pendidikan Teori Roger dalam bidang pendidikan adalah dibutuhkannya 3 sikap dalam fasilitator belajar yaitu: 1. Realitas di dalam fasilitator belajar 2. Penghargaan, penerimaan, dan kepercayaan 3. Pengertian yang empati C. Prinsip Pendidikan dan Pembelajaran 1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar 2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. 3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa. 4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.

B. TEORI BELAJAR REVOLUSI SOSIOKULTURIAL


1. Konsep teori sosio-kultural Ada 3 konsep penting dalam teori sosiogenesis Vygotsky tentang perkembangan kognitif sesuai dengan revolusi sosiokoltural dalam teori belajar dan pembelajaran yaitu genetic law of development, zona of proximal development dan mediasi. a. Hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development)

Menurut Vygotsky, setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua tataran, yaitu interpsikologis atau intermental dan intrapsikologis atau intramental. Pandangan teori ini menempatkan intermental atau lingkungan sosial sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang. Sedangkan fungsi intramental dipandang sebagai derivasi atau keturunan yang tumbuh atau terbentuk melalui penguasaan dan internalisasi terhadap proses-proses sosial tersebut. b. Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development)

Vygotsky membagi perkembangan proksimal (zone of proximal development) ke dalam dua tingkat: (1) Tingkat perkembangan aktual yang tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri (intramental). (2) Tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika dibawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten (intermental). Jarak antara keduanya, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal. C .Mediasi Menurut Vygotsky, semua perbuatan atau proses psikologis yang khas manusiawi dimediasikan dengan psychologis tools atau alat-alat psikologis berupa bahasa, tanda dan lambang, atau semiotika. Ada dua jenis mediasi, yaitu: (1) Mediasi metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan untuk melakukan self- regulation yang meliputi: self planning, self monitoring, self checking, dan self evaluating. Mediasi metakognitif ini berkembang dalam komunikasi antar pribadi. (2) Mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau subject-domain problem. Mediasi kognitif bisa berkaitan dengan konsep spontan (yang bisa salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya).

C.

PENGARUH SOSIO-KULTURAL PADA PERKEMBANGAN KOGNISI

Pengaruh sosial pada perkembangan kognisiMenurut Vygotsky, anak adalah seorang eksplorer yang mempunyai rasa ingin tahu tinggi, sangat aktif dalam pembelajaran, selalu ingin menemukan sendiri, dan mengembangkan pemahaman baru. Namun demikian Vygostky lebih menekankan pada kontribusi sosial dalam proses perkembangan dan tidak melihat peranan besar dalam penemuan sendiri. Perkembangan pertama dalam lingkup sosial muncul dalam individu sebagai kategori interpsikological dan kemudian pada anak sebagai kategori intrapsikologikal. Contohnya adalah voluntary attention (perhatian otomatis), logical memory (memori logis), pembentukan konsep, dan perkembangan kemampuan memilih. Vygostky berpendapat bahwa, pembelajaran pada anak terjadi melalui interaksi sosial dengan tutor yang lebih berpengalaman, Tutor ini menjadi model dalam berperilaku atau menyediakan instruksi verbal untuk anak. Model inilah yang disebut dengan dialog kooperatif atau kolaboratif. Anak mencari pemahaman perilaku atau instruksi dari tutor, menginternalisasi informasi dan menggunakannya untuk memformulasikan perilaku mereka. Pengaruh Budaya pada perkembangan kognisiVygotsky berpendapat bahwa perkembangan harus dilihat dari perspektif 4 tahap yang saling berhubungan dalam interaksi anak dengan lingkungan: 1. Perkembangan Ontogenic, adalah perkembangan individu sepanjang hayat, digunakan oleh hampir semua ahli psikologi dalam menganalisa perkembangan manusia. 2. Perkembangan Microgenic, mengacu pada perubahan yang terjadi pada waktu yang relatif singkat, misalnya perubahan yang dapat dilihat pada saat anak memecahkan masalah penjumlahan pada setiap minggunya selama 11 minggu (Siegler & Jenkins, 1989). 3. Perkembangan Phylogenic adalah perubahan yang berskala evolusi, diukur dalam ribuan dan bahkan jutaan tahun. Vygostsky sendiri berpendapat bahwa untuk pemahaman sejarah spesies dapat memberikan masukan pada perkembangan anak\ 4. Perkembangan Sociohistorical, mengacu pada perubahan yang terjadi pada budaya, kepercayaan, norma, dan teknologi.

Disini Vygotsky menekankan bagaimana seseorang berkembang dalam lingkungan yang berubah. Dengan berfokus pada individu atau pun pada lingkungan tidak cukup untuk menjelaskan mengenai perkembangan seseorang. Untuk itu perkembangan sebaiknya dipelajari dari konteks sosial dan budaya. D. APLIKASI TEORI SOSIO-KULTURAL Aplikasi teori sosio-kultural dalam pendidikan. Penerapan teori sosio-kultural dalam pendidikan dapat terjadi pada 3 jenis pendidikan yaitu: a. Pendidikan informal (keluarga)Pendidikan anak

dimulai dari lingkungan keluarga, dimana anak pertama kali melihat, memahami, mendapatkan pengetahuan, sikap dari lingkungan keluarganya. Oleh karena itu perkembangan prilaku masing-masing anak akan berbeda manakala berasal dari keluarga yang berbeda, karena faktor yang mempengaruhi perkembangan anak dalam keluarga beragam, misalnya: tingkat pendidikan orang tua, faktor ekonomi keluarga, keharmonisan dalam keluarga dan sebagainya. b. berbasis budaya banyak Pendidikan nonformal Pendidikan nonformal yang bermunculan untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku pada anak, misalnya kursus membatik. Pendidikan ini diberikan untuk membekali anak hal-hal tradisi yang berkembang di lingkungan sosial masyarakatnya.

BAB V TEORI KECERDASAN MAJEMUK DAN TEORI MANUSIA PEMBELAJARAN A. KECERDASAN MAJEMUK
1. Konsep Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligence) Kecerdasan Majemuk adalah suatu kemampuan ganda untuk memecahkan suatu masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan. Konsep kecerdasan jamak ( multiple Intellegence) berawal dari karya Howard Gardner dalam buku Frames Of Mind tahun 1983 didasarkan atas hasil penelitian selama beberapa tahun tntang kapasitas kognitf manusia ( Human Cognitif Capacities) Gardner menolak asumsi bahwa kognisi manusia merupakan satu kesatuan dan individu hanya mempunyai kecerdasan tunggal. Meski sebagian besar individu menunjukkan penguasaan yang berbeda. Individu memiliki beberapa kecerdasan dan bergabung menjadi satu kesatuan membentuk kemampuan pribadi yang cukup tinggi. Howard Garnerd memperkenalakan sekaligus mempromosikan hasil penelitian Projecct Zero di Amerika yang berkaitan dengan kecerdasan ganda (multiple intelligences). Teorinya menghilangkan anggapan yang selama ini tentang kecerdasan manusia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak ada satuan kegiatan manusia yang hanya menggunakan satu macam kecerdasan, melainkan seluruh kecerdasan yang selama ini dianggap ada 7 macam kecerdasan, dan pada buku yang mutakhir ditambahkan lagi 3 macam kecerdasan. Semua kecerdasan ini bekerja sama sebagai satu kesatuan yang utuh dan terpadu. Komposisi keterpaduannya tentu saja bebeda-beda pada masing-masing budaya. Namun secara keseluruhan semua kecerdasan tersebut dapat diubah dan ditingkatkan. Kecerdasan yang paling menonjol akan mengontrol kecerdasan-kecerdasan lainnya dalam memecahkan masalah.

Berdasarkan pada teori Gardner, David G. Lazear memberikan petunjuk untuk mengubah dan meningkatkan kecerdasan-kecerdasan tersebut lengkap dengan nstrumentasinya dalam pembelajaran. Ia mengembangkan proses pembelajaran di kelas yang memanfaatkan dan mengembangkan kecerdasan ganda anak, dengan harapan dapat digunakan anak diluar kelas dalam mengenali dan memahami realitas kehidupan. Pokok-pokok pikiran yang dikemukakan Garnerd adalah :

Manusia

mempunyai

kemampuan

meningkatkan

dan

memperkuat

kecerdasannya

Kecerdasan selain dapat berubah dapat pula diajarkan kepada orang lain Kecerdasan merupakan realitas majemuk yang muncul di bagian-bagian yang berbeda pada sistem otak atau pikiran manusia Pada tingkat tertentu, kecerdasan ini merupakan suatu kesatuan yang utuh. Artinya dalam memecahkan masalah atau tugas tertentu, seluruh macam kecerdasan manusia bekerja bersama-sama, kompak dan terpadu.

Kecerdasan yang terkuat cenderung memimpin/melatih kecerdasan lainnya yang lebih lemah. Dikatak juga bahwa manusia mempunyai berbagai cara untuk mendekati suatu masalah dan hamper semuanya dipelajari secra alami. Kecerdasan adalah suatu kemampuan untuk memecahkan masalah atau menghasilkan sesuatu yang dibutuhkan di dalam latar budaya tertentu. Rentang masalah atau sesuatu yang dihasilkan mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Adapun Definisi Gardner tentang kecerdasan : Kecakapan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Kecakapan untuk mengembangkan masalah baru untuk dipecahkan. Kecakapan untuk membuat sesuatu atau melakukan sesuatu yang bermanfaat didalam kehidupannya.

Penelitian Gardner mengidentifikasi ada 8 macam kecerdasan manusia dalam memahami dunia nyata, kemudian diikuti oleh tokoh-tokohlain dengan menambahkan dua kecerdasan lagi, sehingga menjadi 10 macam kecerdasan. Berikut akan dijelaskan secara singkat kesepuluh kecerdasan tersebut, yaitu: 1) Kecerdasan Bahasa (Verbal- Linguistik Intelegence)

Merupakan kecakapan berpikir melelui kata- kata, menggunakan bahasauntuk menyatakan dan memmaknai arti yang kompleks. Contoh: Para Penulis, Ahli Bahasa, Sastrawan, Jurnalis, Orator. 2) Kecerdasan Matematis (Logical- Mathemaical Intelegence) kecakapan untuk menghitung, mengkualitatif,merumuskan

Merupakan kompleks.

proposisi,hipotesis, serta memecahkan perhitungan- perhitungan matematis yang

Contoh: Para Ilmuan, Ahli Matematis, Akuntan, Insinyur, Pemrogram Komputer. 3) Kecerdasan Ruang ( Visual- Spatial Intellegence) Merupakan kecakapan berpikir dalam ruang 3 dimensi.Mampu menagkap bayangan ruang internal dan eksternal untuk penentuan arah dirinya atau benda yang dikendalikan, mengubah dan menciptakan karya 3 dimensi nyata. Contoh: Pilot, Nahkoda, Astronot, Pelukis, Arsitek. 4) Kecerdasan Kinestetik/Gerak Fisik (Kinesthetik Intelegence) Merupakan kecakapan untuk melakukan gerakan dan ketrampilan , kecakapan fisik seperti olah raga. Contoh: Penari, Olahragawan, Pengrajin Profesional, 5) Kecerdasan Musik ( Musical Intellegence)

Kecakapan yang dimiliki seseorang untuk menghasilkan dan menghargai musik, sensitive terhadap melodi, ritme, nada, tangga nada. Contoh: Komponis, Dirigen, Musisi, Kritikus penyanyi, Kritikus musik, Pembuat instrument musik, 6) Kecerdasan Hubungan Sosial ( Interpersonal Intellegence)

Kecakapan memahami dan merespon serta berinteraksi dengan orang lain dengan tepat, watak, tempramen, motivasi dan kecenderungan terhadap orang lain Contoh: Guru, Konselor, Aktor,Politikus 7) Kecerdasan Kerohanian ( Intrapersonal Intellegence)

Kecakapan untuk memahami kehidupan emosional, membedakan emosi orangorang, pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan diri.Kecakapan membentuk persepsi Yang tepat terhadap orang, menggunakannya dalam merencanakan dan merencanakan dan mengarahkan kehidupan yang lain. Contoh: Psikolog, Psikiater, Filosof, Rohaniawan 8) Kecerdasan Naturalis

Kecerdasan naturalis adalah kemampuan untuk mengenali, membedakan, mengungkapkan dan membuat kategori terhadap apa yang di jumpai di alam maupun lingkungan. Intinya adalah kemampuan manusia untuk mengenali tanaman, hewan dan bagian lain dari alam semesta.

9)

Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual banyak dimiliki oleh para rohaniawan. Kecerdasan ini berkaitan dengan bagaimana manusia berhubungan dengan Tuhannya. Kecerdasan ini dapat dikembangkan pada setiap orang melalui pendidikan agama, kontemplasi kepercayaan, dan refleksi teologis. 10) Kecerdasan Eksistensial ( exsistensialist intelligence) Kecerdasan eksistensial banyak dijumpai pada para filsuf. Mereka mampu menyadari dan menghayati dengan benar keberadaan dirinya di dunia ini dan apa tujuan hidupnya. Melalui kontemplasi dan refleksi diri kecerdasan ini dapat berkembang. Pada dasarnya semua orang memiliki semua macam kecerdasan di atas, namun tentu saja tidak semuanya berkembang atau dikembangkan pada tingkatan yang sama, sehingga tidak dapat digunakan secara efektif. Pada umumnya satu kecerdasan lebih menonjol/ kuat dari pada yang lain. Tetapi tidak berarti bahwa hal itu permanen/ tetap. Di dalam diri manusia tersedia kemampuan untuk mengaktifkan semua kecerdasan tersebut. Teori Garnerd ini memang masih memerlukan penelitian lebih lanjut khususnya tentang strategi pengukuran untuk masing-masing jenis kecerdasan, serta apakah macam-macam kecerdasan yang ada adalah sejumlah yang telah diuraiakan di atas atau masih bisa bertambah lagi. Kriteria Keabsahan Munculnya Teori Kecerdasan Memiliki dasar biologis Kecenderungan untuk mengetahui dan memecahkan masalah merupakan sifat dasar biologis/ fisiologis manusia. Misalnya, gerak tubuh, berkomunikasi dengan orang lain, berimajinasi sendiri, menggunakan ritme dan suara, dan lain-lain. Kecenderungan-kecenderungan ini semua berakar pada sistem biologis manusia itu sendiri.

Bersifat universal bagi spesies manusia Setiap cara untuk memahami sesuatu selalu ada pada setiap budaya, tidak peduli kondisi sosio-ekonomi dan pendidikanya. Walaupun telah berkembang jenis ketrampilan pada budaya yang berbeda, namun hadirnya kecerdasan adalah bersifat universal. Dengan kata lain, kecerdasan berakar pada keberadaan spesies manusia itu sendiri. Nilai budaya suatu ketrampilan Cara untuk memahami sesuatu didukung oleh budaya manusia dan merupakan hal yang harus diteruskan kepada generasi penerus. Contoh, pengembangan bahasa bisa berupa tilisan pada suatu budaya,hiroglif pada budaya lain, pesanpesan lisan, bahasa-bahasa tanda, pada budaya lain pula. Namun bahasa formal dinilai tinggi dan merupakan kriteria pendidikan dan sosial seseorang. Memiliki basis neurologi Setiap kecerdasan memiliki bagian tertentu pada otak sebagai pusat kerjanya, dan yang dapat diaktifkan atau dipicu oleh informasi eksternal maupun internal. Dapat dinyatakan dalam bentuk simbol Setiap kecerdasan dapat dinyatakan dalam bentuk simbol atau tanda-tanda tertentu. Misalnya simbol kata, gambar, music, angka, dan lain-lain. Adanya simbol-simbol tersebut merupakan kunci bahwa kecerdasan dapat dialihkan atau diajarkan. Strategi Dasar Pembelajaran Kecerdasan Ganda Ada beberapa strategi dasar dalam kegiatan pembelajaran untuk mengembangkan kecerdasan ganda, yaitu:

Membangunkan /memicu kecerdasan , yaitu upaya untuk mengaktifkan indera dan menghidupkan kerja otak. Memperkuat kecerdasan, yaitu dengan cara member latihan dan memperkuat kemampuan membangunkan kecerdasan. Mengajarkan dengan /untuk kecerdasan ,yaitu upaya-upaya mengembangkan struktur pelajaran yang mengacu pada penggunaan kecerdasan ganda. Mentransfer kecerdasan, yaitu usaha memanfaatkan berbagai cara yang telah dilatihkan di kelas untuk memahami realitas di luar kelas atau pada lingkungan nyata. Di dalam bukunya yang berjudul Seven ways of knowing: Teaching for multiple intelligences Lazear secara lengkap menjelaskan cara pengelolaan masing-masing kecerdasan dengan urutan seperti pada strategi dasar di atas, lengkap dengan tujuan dan proses, teori dan penjelasan bagian otak yang berkaitan dengan kerja kecerdasan masing-masing. Mengembangkan Kecerdasan Ganda dalam Kegiatan Pembelajaran Kecerdasan ganda sebenarnya merupakan teori yang bersifat filosofis. Hal ini tampak pada sikapnya terhadap belajar dan pandangannya terhadapa pendidikan atau pembelajaran. Pendidikan/pembelajaran ditinjau dari sudut pandang kecerdasan ganda lebih mengarah kepada hakekat dari pendidikan itu sendiri, yaitu yang secara langsung berhubungan dengan eksistensi, kebenaran , dan pengetahuan. Gambarannya tentang pendidikan diwarnai oleh semangat Dewey yang mendasarkan diri pada pendidikan yang bersifat progresif. Kategori-kategori yang banyak digunakan orang selama ini adalah kategori music, pengamatan ruang, dan body-kinestetik (Amstrong, 1994). Adalah hal yang baru ketika Garnerd memasukkan kategori-kategori itu semua ke dalam pengertian kecerdasan dan bukannya talenta atau bakat. Garnerd menyadari bahwa banyak orang telah terbiasa mengatakan atau mendengarkan ungkapan seperti Ia tidak begitu cerdas, tetapi ia memiliki bakat music yang sangat

hebat. Sebagaimana orang-orang mengatakan bahwa sesuatu adalah bakat, oleh Garnerd bakat-bakat atau kategoro-kategori tersebut dikatakan sebagai kecerdasan. Untuk memberi dasar terhadap teori yang dikemukakannya, Gardner merancang dasar-dasar tes tertentu, dimana setiap kecerdasan harus dipertimbangkan sebagai inteligensi yang terlatih dan memiliki banyak pengalaman, yang tidak disebut sebagai talenta atau bakat. Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam teori kecerdasan ganda, yaitu: Setiap orang memiliki semua kecerdasan-kecerdasan itu Banyak orang dapat mengembangkan masing-masing kecerdasannya sampai ke tingkat optimal Kecerdasan biasanya bekerja bersama-sama dengan cara yang unik Ada banyak cara untuk menjadi cerdas Para pakar terdahulu mengatakan bahwa pikiran dipertimbangkan sebagai sesuatu yang ada pada jantung, hati dan batu ginjal. Pakar berikutnya beranggapan bahwa kecerdasan atau inteligensi terdiri dari beberapa factor. Teori kecerdasan ganda merupakan model kognitif yang menjelaskan bagaimana individu-individu menggunakan kecerdasannya untuk memecakan masalah dan bagaimana hasilnya. Tidak seperti model-model lain yang berorientasi proses, pendekatan Gardner lebih berorientasi pada bagaimana pikiran manusia mengoprasi atau mengolah, menggunakan, menguasai lingkungan. Pengalaman-pengalaman menyenangkan ketika belajar akan menjadi activator bagi perkembangan kecerdasan pada tahap perkembangan berikutnya. Sedangkan pengalaman-pengalaman yang menakutkan, memalukan, menyebabkan marah, dan pengalaman emosi negative lainnya akan menghambat perkembangan kecerdasan pada tahap perkembangan berikutnya. Apabila ingin mengetahui arah kecerdasan siswa di kelas, dapat diketahui melalui indicator-indikator tertentu. Misalnya, apa yang dikerjakan siswa ketika

mereka mempunyai waktu luang. Setiap guru dapat menggunakan catatancatatan kecil praktis yang dapat digunakan untuk memantau kecenderungan perkembangan kecerdasan siswa di kelas. Guru juga dapat menyusun checklist yang berisi tentang kecerdasan-kecerdasan tersebut. Cheklist dapat digunakan untuk memantau kecerdasan siswa. Selain checklist ada cara lain yang dapat digunakan yaitu mengumpulkan dokumen berupa photo, rekaman-rekaman lain yang berhubungan dengan aktifitas siswa, dan catatan-catatan di sekolah yang berhubungan dengan peringkat nilai semua mata pelajaran. Kegiatan-kegiatan yang dapat digunakan untuk mengembangkan kecerdasan ganda antara lain, dengan menyediakan hari-hari karir, studi tour,biografi, pembelajaran terprogram, kegiatan-kegiatan eksperimen, majalah dinding, papan display, membaca buku-buku yang bertujuan untuk mengembangkan kecerdasan ganda, membuat table perkembangan kecerdasan ganda, atau human intelligence hunt. Setiap siswa memiliki perbedaan kecenderungan dalam perkembangan kecerdasan gandanya, maka guru perlu menggunakan strategi umum maupun khusus dalam pembelajaran untuk mengembangkan seluruh kecerdasan siswa secara optimal. Teori kecerdasan ganda juga mengatakan bahwa tidak ada satu pun pendekatan atau strategi yang cocok digunaka bagi semua siswa. Dalam hal pengukuran kecerdasan ganda lebih mengutamakan pada studi dokumentasi dan proses pemecahan masalah. Apabila kegiatan di atas dapat dilakukan maka ketrampilan kognitif siswa pun dapat berkembang dengan sendirinya. Ada satu alternative lain yang juga dapat digunakan dalam rangka memantau perkembangan kecerdasan siswa di kelas, yaitu dengan memberdayakan siswa sendiri. Artinya, checklist yang mencakup kecerdasankecerdasan tadi yang mengisi bukannya guru, tetapi pengisian dilakukan oleh para siswa. Kegiatan di kelas pada saat-saat tertentu adalah pengisian checklist tentang kecerdasan-kecerdasan masing-masing anak. Mereka saling memberikan penilaian antar teman.Selain anak diberi kesempatan untuk menilai kecerdasan

temannya, ia juga diberi kesempatan untuk self-monitoring, dengan cara mengisi checklist tentang kecerdasan-kecerdasan yang dimilikinya sendiri. Perkembangan kecerdasan juga dapat dilakukan dengan teknik konseling sebaya/ tutor sebaya. Caranya, guru menyeleksi siapakah yang memiliki keunggulan di bidang matematika misalnya, dimimta membimbing temantemannya yang kurang dalam matematika. Demikian juga untuk bidang-bidang kecerdasan yang lain. Pembimbing di dalam kelompok dapat bergantian tergantung pada kecerdasan apa yang akan dikembangkan. Pendekatan ini sangat tepat digunakan untuk anak-anak SMP dan SMA, mengingat pada dasarnya mereka lebih suka berbicara dan bergaul dengan teman sebayanya dari pada gurunya. Di samping itu, model konseling sebaya atau tutor sebaya dalam pembelajaran kecerdasan ganda memungkinkan berbagai aspek dalm diri anak dapat berkembang selaras dan optimal. Kelompok belajar semacam ini sangat potensial untuk mengembangkan kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal. Guru dituntut untuk mampu mendeteksi anak-anak yang memiliki kecerdasa-kecerdasan unggul, dan membentuk kelompokkelompok sesuai dengan kebutuhan. Pendidikan/pembelajaran kecerdasan ganda berorientasi pada pengembangan potensi anak bukan berorientasi pada idiealisme guru atau orang tua apalagi ideology politik. Anak berkembang agar mampu membuat penilaian dan keputusan sendiri secara tepat, bertanggungjawab, percaya diri dan mandiri tidak bergantung pada orang lain, kreatif, mampu berkolaborasi, serta dapat membedakan mana yang baik dan tidak baik. Ketrampilan-ketrampilan ini sangat dibutuhkan oleh manusia-manusia yang hidup di era ekonomi informasi abad global. Belajar Dari Sudut Pandang Teori Kecerdasan Majemuk

Belajar adalah usaha untuk menghidupkan secara utuh dan alamiah seluruh kecerdasan yang dimiliki individu. Dari sudut pandang teori humanistik, dasardasar teori kecerdasan majemuk memang sangat humanis, yang memberi tekanan pada positive regards (pandangan positif), acceptance (dukungan), awareness (kesadaran), self-worth (nilai diri) yang kesemuanya itu bermuara pada aktualisasi diri yang optimal. Psikologi humanistik menekankan pada personal growth (perkembangan individu), sesuai dengan arah dari teori kecerdasan majemuk. Pembelajaran adalah suatu proses membangun/memicu, memperkuat, mencerdaskan, dan mentransfer kecerdasan. Pada hakikatnya seorang pendidik adalah seorang fasilitator. Fasilitator baik dalam aspek kognitif, afektif, psikomotorik, maupun konatif (Riyanto Theo, 2002). Seorang pendidik hendaknya mampu membangun suasana belajar yang kondusif untuk belajarmandiri (self-directed learning). Ia juga hendaknya mampu menjadikan proses pembelajaran sebagai kegiatan eksplorasi diri. Galileo menegaskan bahwa sebenarnya kita tidak dapat mengajarkan apapun, kita hanya dapat membantu peserta didik untuk menemukan dirinya dan mengaktualisasikan dirinya. Setiap pribadi manusia memiliki self-hidden potential excellence (mutiara talenta yang tersembunyi di dalam diri), tugas pendidikan yang sejati adalah membantu peserta didik untuk menemukan dan mengembangkannya seoptimal mungkin. Persoalannya adalah bagaimana menciptakan kondisi kelas bagi tumbuh kembangnya kecerdasan majemuk pada diri para siswa, mengingat banyak orang mempersepsi bahwa kelas yang baik adalah kelas yang diam, teratur, tertib, dan taat pada guru. Kelas yang ramai selalu diterima sebagai kelas yang negatif, tidak teratur, walaupun mungkin ramainya kelas tersebut disebabkan karena siswa berdebat, berdiskusi, bereksplorasi, atau kegiatan-kegiatan positif lainnya. Guruguru yang ada pun seringkali lebih menyukai pada kelas yang tertib, teratur, siswa-siswanya patuh dan tidak kritis. Sistem pendidikan hendaknya berpusat pada peserta didik, artinya kurikulum, administrasi, kegiatan ekstrakurikuler maupun kokurikulernya, sistem pengelolaannya harus dirumuskan dan dilaksanakan demi kepentingan

peserta didik, bukan demi kepentingan guru, sekolah atau lembaga lain. Pendidikan yang hanya memusatkan pada kepentingan kebutuhan kerja secara sempit harus dikembalikan kepada kepentingan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian peserta didik secara utuh. Seperti misalnya kemampuan bernalar, berpikir aktif-positif, kreatif, menemukan alternatif dan prosesnya menjadi pribadi yang utuh (process of becoming). Peserta didik hendaknya benar-benar dikembalikan sebagai subjek (dan juga objek) pendidikan dan bukannya objek semata-mata. Pendidikan dan pembelajaran yang mendasarkan pada kecerdasan majemuk membuka kesempatan pada para siswanya untuk kritis dan mungkin tidak patuh karena siswa menemukan kebenaran-kebenaran lain dari kebenaran yang dipegang oleh gurunya. Masalahnya, sejauh mana kesiapan para guru dan pengelola pendidikan lainnya dalam rangka mengembangkan sumber daya manusia Indonesia? Dapatkah sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan lain memenuhi semua fasilitas untuk kepentingan mengasah kecerdasan yang sesuai dengan gaya belajar secara proporsional? Apakah guru atau tenaga-tenaga kependidikan lain siap mengadakan pembaharuan terhadap dirinya? Semua jawaban terpulang pada mereka yang terlibat dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Kelebihan Dan Kekurangan Teori Kecerdasan Majemuk Sebagai sebuah teori, apa yang dikemukakan oleh Howard Gardner ini tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan-kelebihan teori kecerdasan majemuk antara lain sebagai berikut ini. 1. 2. 3. 4. Pembelajaran dapat lebih fokus terhadap suatu kecenderungan kecerdasan Memberikan sudut pandang baru terhadap pengembangan potensi Memberi harapan dan semangat baru, terutama terhadap si

dan punya hasil yang optimal. manusia. belajar/pemelajar. Membuka kesempatan pada si belajar untuk kritis dan berpikiran terbuka.

5.

Menghindari adanya penghakiman terhadap manusia dari sudut pandang

kecerdasan/inteligensi. Dan kelemahan-kelemahannya sebagai berikut: 1. Memiliki kontroversi terutama dalam pandangan ahli psikologi tradisional, antara lain mencampuradukkan pengertian kecerdasan, ketrampilan dan bakat. 2. Bersifat personal/individual sehingga teori ini lebih efektif digunakan untuk mengembangkan pembelajaran orang per orang daripada mengembangkan pembelajaran massa/klasikal. 3. Membutuhkan fasilitas yang lengkap sehingga membutuhkan biaya besar untuk operasional klasikal atau massal. 4. Tenaga kependidikan di Indonesia belum sepenuhnya siap melaksanakan teori ini dalam praktek di dalam kelas K-12 ataupun juga pembelajaran yang melibatkan pemelajar dewasa, karena sudut pandang kebanyakan orang masih sudut pandang tradisional. Bertolak dari permasalahan tersebut, maka untuk menerapkan konsep kecerdasan majemuk diperlukan suatu reformasi pendidikan. Untuk dapat mengadakan reformasi pendidikan, hal-hal berikut perlu mendapatkan pertimbangannya: a) si belajar dijadikan subjek pendidikan dan pusat proses pembelajaran; b) teori aktivitas diri dan aktif-positif merupakan dasar dari proses pembelajaran; c) tujuan pendidikan dirumuskan berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan si belajar daripada tekanan pada penguasaan materi pembelajaran; d) kurikulum sekolah disusun dalam kerangka kegiatan bersama atau kegiatan yang bersifat proyek; e) perlunya secara rutin kontrol informal di kelas dan sosialisasi mengajar dan belajar atau kegiatan bersama di tengah-tengah arus deras individualisme; g) hendaknya banyak diterapkan keaktifan berpikir dan berargumentasi daripada sekedar menghafal atau mengingat-ingat saja; h) pendidikan hendaknya mengembangkan kreativitas siswa.

Teori Howard Gardner tentang kecerdasan majemuk memang masih memerlukan kajian dan banyak pengalaman lapangan. Namun, setidaknya teori ini telah banyak mengingatkan kepada kita bahwa manusia memang diciptakan unik (disusun oleh Arka, Rini dkk). Penerapan Teori Kecerdasan Majemuk dalam Pembelajaran Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses pengembangan potensi individu. Melalui pendidikan, potensi yang dimiliki oleh individu akan diubah menjadi kompetensi. Kompetensi mencerminkan kemampuan dan kecakapan individu dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan. Tugas pendidik atau guru dalam hal ini adalah memfasilitasi anak didik sebagai individu untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki menjadi kompetensi sesuai dengan citacitanya. Oleh karenanya program pendidikan dan pembelajaran seperti yang berlangsung saat ini harus lebih diarahkan atau lebih berorientasi kepada invidu peserta didik. Kenyataan menunjukkan bahwa program pendidikan yang berlangsung saat ini lebih banyak dilaksanakan dengan cara membuat generalisasi terhadap potensi dan kemampuan siswa. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman pendidik tentang karakteristik individu. Salah satu karakteristik penting dari individu yang perlu dipahami oleh guru sebagai pendidik adalah bakat dan kecerdasan individu. Guru yang tidak memahami kecerdasan anak didik akan memiliki kesulitan dalam memfasilitasi proses pengembangan potensi individu menjadi yang dicita-citakan. Generalisasi terhadap kemampuan dan potensi individu memberikan dampak negatif yaitu siswa tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan secara optimal potensi yang ada pada dirinya. Barangkali rendahnya mutu keluaran persekolahan yang dirasakan saat ini sebagai akibat penanganan salah yang telah dilakukan oleh sistem persekolahan saat ini sehingga kita telah kehilangan bakat-bakat cemerlang. Individu-individu yang cerdas tidak dapat mengembangkan potensi diri mereka secara optimal.

Teori Kecerdasan majemuk (Multiple Inteligence) yang dikemukakan oleh Howard Gardner seorang professor psikologi dari Harvard University akan dijadikan acuan untuk lebih memahami bakat dan kecerdasan individu. Tulisan ini bertujuan untuk membahas dan lebih memahami tentang upaya yang perlu dilakukan oleh guru sebagai pendidik dalam membantu memfasilitasi pengembangan potensi individu peserta didik agar dapat menguasai minimal satu kompetensi yang sesuai dengan kecerdasan yang dimiliki oleh peserta didik. Dengan memiliki minimal satu kompetensi secara maksimal, kompetensi ini akan digunakan oleh peserta didik dalam hidup dan kehidupannya kelak

A.

TEORI MANUSIA PEMBELAJARAN 1. Albert Bandura Bandura lahir di Canada, memperoleh gelar Ph. D dari University of Iowa dan kemudian mengajar di Stanford Uni. Sebagai seorang behaviorist, Bandura menekankan teorinya pada proses belajar tentang respon lingkungan. Oleh karenya teorinya disebut teori belajar sosial, atau modeling. Prinsipnya adalah perilaku merupakan hasil interaksi resiprokal antara pengaruh tingkah laku, koginitif dan lingkungan. Singkatnya, Bandura menekankan pada proses modeling sebagai sebuah proses belajar 2. Pengertian Belajar Dalam pengertian yang umum atau populer, belajar adalah mengurupulkan sejumlah pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu atau yang sekarang ini dikenal dengan guru. Dalam belajar, pengetahuan tersebut dikumpulkan sedikit demi sedikit hingga akhirnya menjadi banyak. Orang yang banyak pengetahuannya diidentifikasi sebagai orang yang banyak belajar, sementara orang yang sedikit pengetahuannya diidentifikasi sebagai orang yang sedikit belajar, dan orang yang tidak berpengetahuan dipandang sebagai orang yang tidak belajar. Belajar dalam pengertian mengurupulkan sejumlah pengetahuan demikian, tampaknya masih diikuti juga sampai sekarang. Orang baru dikatakan belajar manakala sedang membaca bacaan, membaca sejumlah tugas mata kuliah atau mata pelajaran, membaca buku

pelajaran. Seorang murid yang sedang mengerjakan tugas-tugas matematika biasa disebut sedang belajar. Orang yang sedang menimba pengetahuan pada bangku sekolah lazim juga dikenal sebagai pelajar. Bahkan orang yang banyak menguasai ilmu pengetahuan lazim dikenal dengan kaum terpelajar. Singkat perkataan, belajar dalam pengertian umum atua populer adalah suatu upaya yang dimaksudkan untuk menguasai sejumlah pengetahuan. Pengetahuan belajar demikian, secara konseptual tampakanya sudah mulai ditinggalkan orang, meskipun secara praktikal masih banyak yang menganut. Ini karena berkembang pesatnya teknologi informasi seperti sekarang ini. Guru tidak lagi dipandang sebagai satu-satunya sumber informasi yang dapat memberikan informasi apa saja kepada para pembelajar. Hampir semua ahli telah mencoba. 3. Pengertian Belajar Menurut Psikologi Gestalt Dalam aliran ini ada beberapa istilah yang artinya sama ialah: field, pattera, organisme, closure, integration, wholistk, configuration, dan gestalt. Karena itu psikologi gestalt sering disebut psikologi organisme atau field theory. Menurut aliran ini, jiwa manusia adalah suatu keseluruhan yang berstruktur. Suatu keseluruhan bukan terdiri dari bagianbagian atau unsur-unsur. Unsur-unsur itu berada dalam keseluruhan menurut struktur yang telah tertentu dan saling berinteralisi satu sama lain, Contoh: kepala manusia bukan merupakan penjumlahan 2/3 daripada batok kepala, telinga, bidung, mata, mulut, rambut, dagu, dan sebagainya, melainkan kepala itu adalah suatu keseluruhan yang bermakna, di mana unsur-unsur tadi teletak pada struktumya masing-masing. Mata tidak mungkin terletak di ibu jari, hidung tidak mungkin terletak di tengah-tengah dada dan seterusnya. Pada struktumya masing-masing itulah bagian-bagian dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Bagian-bagian itu hanya bermakna dalam hubungan keseluruhan itu. Lagi pula sesuatu hal, perbuatan, benda lain-lain hanya bermakna dalam hubungan dengan situasi tertentu. Misalnya: emas (perhiasan) hanya bermakna dalam situasi di mana ada pesta. para tamu umumnya memakai perhiasan yang indahindah, akan tetapi akan tidak bermakna dalam situasi padang pasir di mana seseorang sedang mengalami rasa haus dan dahaga. Pandangan ini sangat berpengaruh terhadap tafsiran tentang belajar.

BAB VI KUANTUM LEARNING DAN PEMBELAJARAN KOPERATIF DAN PEMBIMBINGAN KOLABORATIF A. KUANTUM LEARNING Pembelajaran kuantum merupakan salah satu model, strategi, dan pendekatan pembelajaran yang mengutamakan pada keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran.Istilah quantum dipinjam dari dunia ilmu fisika yang berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya.Maksudnya dalam pembelajaran kuantum, pengubahan bermacam- macam interaksi yang terjadi dalam kegiatan belajar.Interaksiinteraksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah guru dan siswa menjadi hal yang bermanfaat bagi kemajuan mereka dalam belajar secara efektif dan efisien. Asas utama pembelajaran kuantum adalah membawa dunia siswa ke dalam dunia guru, dan mengantarkan dunia guru ke dunia siswa.Subjek belajar adalah siswa. Guru hanya sebagai fasilitator, sehingga guru harus memahami potensi siswa terlebih dahulu. Salah satu cara yang dapat digunakan dalam hal ini adalah mengaitkan apa yang akan diajarkan dengan peristiwa- peristiwa, pikiran atau perasaan, tindakan yang diperoleh siswa dalam kehidupan baik di rumah, di sekolah, maupun di lingkungan masyarakat. Apabila seorang guru telah memahami dunia siswa, maka siswa telah merasa diperlakukan sebagaimana mestinya, sehingga pembelajaran akan menjadi harmonis seperti sebuah orkestrasi yang saling bertautan dan saling mengisi

Tujuan pokok pembelajaran kuantum yaitu meningkatkan partisipasi siswa melalui penggubahan keadaan, meningkatkan motivasi dan minat belajar, meningkatkan daya ingat dan meningkatkan rasa kebersamaan, meningkatkan daya dengar, dan meningkatkan kehalusan perilaku. Dimensi pengembangan konteks pembelajaran kuantum yaitu suasana belajar yang menyenangkan, landasan yang kukuh, lingkungan yang mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis.

Pembelajaran kuantum mengonsep tentang menata pentas lingkungan belajar yang tepat, yaitu bagaimana upaya penataan situasi lingkungan belajar yang optimal baik secara fisik maupun mental.

Lingkungan belajar terdiri dari lingkungan mikro dan lingkungan makro. Lingkungan mikro adalah tempat siswa melakukan proses belajar, bekerja, dan berkreasi. Lebih khusus lagi perhatian pada penataan meja, kursi, dan belajar yang teratur.Lingkungan makro yaitu dunia luas, artinya siswa diminta untuk menciptakan kondisi ruang belajar di masyarakat.Mereka diminta berinteraksi sosial ke lingkungan masyarakat yang diminatinya, sehingga kelak dapat berhubungan secara aktif dengan masyarakat. Pembelajaran kuantum sering dijadikan primadona dalam Kegiatan Belajar Mengajar.Namun, metode pembelajaran kuantum belum tentu cocok digunakan dalam setiap mata pelajaran, tergantung dari materi dan fasilitas yang ada.Dalam mengajar sebaiknya tidak hanya menggunakan satu metode saja, melainkan dapat digunakan beberapa metode, yaitu memilih metode yang cocok untuk digunakan pada materi dan situasi yang bersangkutan.Tidaklah maksimal jika dalam mengajar hanya mendewakan salah satu metode pembelajaran saja.Bagi seorang pengajar, banyak metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran, sehingga keterampilan guru dapat terasah melalui pembelajaran tersebut.

B.

PEMBELAJAR KOMPERATIF DAN PEMBELAJAR KOLABORATIF

Ted Panitz telah meneliti bertahun-tahun terhadap Holy Grail dari belajar interaktif, suatu perbedaan antara definisi belajar kolaboratif dan kooperatif. Beliau nampaknya teliti terhadap semua tujuan yang sulit dipahami setiap saat. Ted Panitz yakin bahwa kebingungan muncul apabila orang melihat pada proses yang berkaitan dengan masing-masing konsep dan melihat sejumlah penggunaan yang tumpang-tindih tertentu atau antar-konsep tertentu. Beliau dapat menjelaskan definisi belajar

kolaboratif dan kooperatif pertama dengan menyajikan definisi dari dua istilah dan menelaah ini dari pengarang lain yang telah membantu menjelaskan berpikir dan kedua dengan menyajikan dan menganalisis manfaat pendidikan dari teknik belajar kolaboratif/kolaboratif. Premis utama untuk belajar kolaboratif dan kooperatif didasarkan dalam epistemologi konstruktivisme. Johnson, Johnson & Smith (1991) tela merangkum prinsip-prinsip ini dalam definisi mereka dari suatu paradigma baru dari mengajar. Pertama, pengetahuan dikonstruk, ditemukan, dan ditarnsformasikan oleh siswa. Kemampuan staf pengajar mengembangkan kondisi-kondisi ini di mana siswa dapat konstruk makna dari material yang di studi dengan memprosesnya melalui struktur kognitif yang ada dan kemudian menguasainya dalam memory jangka-panjang di mana kembali membukanya untuk selanjutnya memprose dan mungkin rekonstruksi. Kedua, siswa secara aktif konstruk pengetahuan mereka-sendiri. Belajar dirasakan sebagai seorang pelajar yang dapat melakukan, tidak dapat melakukan adalah dengan dilakukan pelajar. Siswa tidak secara pasif menerima pengetahuan dari guru atau kurikulum. Siswa menggiatkan struktur kognitif mereka yang ada atau konstruk struktur kognitif baru untuk menggolongkan masukan (input) baru. Ketiga, usaha staf pengajar bertujuan pada mengembangkan kompetensi dan talenta siswa. Keempat, pendidikan merupakan suatu transaksi personal di antara siswa bersama-sama. Kelima, semua yang di atas hanya dapat mengambil tempat dalam suatu konteks kooperatif. Keenam, mengajar diasumsikan sebagai suatu aplikasi teori kompleks dan penelitian yang membutuhkan pelatihan guru yang dapat dipertimbangkan dan perbaikan keterampilan dan prosedur yang kontinu (h. 16). Berikut ini dapat membantu sebagai awal untuk diskusi ini. Suatu definisi dasar dari istilah-istilah kolaboratif dan kooperatif, direduksi dengan istilah-istilah sederhana yang disajikan sebagai berikut: Kolaboratif adalah suatu folosofi interaksi dan gaya hidup personal di mana individual bertanggungjawab terhadap tindakan mereka, meliputi belajar dan respek kemampuan dan kontribusi rekan-rakan mereka. Dalam model kolaboratif kelompok mendapat kelompok masih diasumsikan tanggungjawab total untuk menjawab pertanyaan itu. Siswa menentukan jika mereka cukup informasi untuk menjawab pertanyaan itu. Jika tidak, mereka identifikasi sumber lain, seperti, jurnal, buku, video, internet, dengan menamai beberapa. Pekerjaan yang memperoleh sumber tambahan material dapat didistribusikan di antara anggota kelompok dengan anggota kelompok itu. Kelompok dapat memutuskan berapa banyak

alasan yang mereka dapat identifikasi. Guru kolaboratif tidak dapat menentukan sejumlah, tetapi dapat ases kemajuan masing-masing kelompok dan data yang dihasilkan itu. Ini juga dapat terjadi bagi siswa untuk mendaftarkann alasan-alasan dalam urutan prioritas. Guru dapat bersedia untuk konsultasi dan dapat memfasilitasi proses dengan bertanya untuk seringkali melaporkan kemajuan dari kelompokkelompok itu, memfasilitasi diskusi kelompok tentang dinamika kelompok; bantuan terhadap resolusi konflik, dsb. Hasil akhir ditentukan oleh masing-masing kelompok, setelah konsultasi dengan guru. Makna asesmen dari kinerja kelompok juga dapat dinegosiasi oleh masing-masing kelompok dengan guru. Beberapa kelompok dapat memutuskan untuk menganalisis UN, seperti kelompok kooperatif yang di arahkan untuk dilakukan, atau mereka dapat mncoba memajukan suatu organisasi baru secara lengkap. Mereka dapat kembali mengalami sejarah dengan menentukan bagaimana periode perdamaian lain dikembangkan. Proses sangat open ended sedangkan pemeliharaannya fokus 3 pada keseluruhan tujuan. Siswa mengembangkan suatu kepemilikkan yang sangat kuat untuk proses dan menjawab sangat secara positif terhadap fakta yang mereka masih berikan tanggungjawab lengkap dengan mengalami masalah yang dimiliki bagi mereka dan mereka memiliki masukan (input) signifikan ke dalam asesmen mereka. Premis utama untuk belajar kooperatif dan kolaboratif didasarkan dalam teori konstruktivis. Pengetahuan ditemukan siswa dan ditransformasikan ke dalam konsep siswa dapat berkaitan. Ini kemudian direkonstruk dan dikembangkan melalui pengalaman belajar baru. Belajar memuat partisipasi aktif oleh siswa lawan penerimaan informasi pasif yang disajikan oleh seorang dosen pakar (expert lecturer) [guru pakar (expert teacher)]. Belajar melalui transaksi dan dialog di antara siswa dan antara staf pengajar dan siswa, dalam suatu setting sosial. Siswa belajar untuk mengerti dan perspektif berbeda apresiasi melalui suatu dialog dengan rekan-rekan mereka. Suatu dialog dengan guru membantu siswa belajar kata-kata sukar dan struktur sosial yang mengatur kelompok siswa yang ingin ikut serta, seperti, ahli sejarah, matematisi, penulis, aktor, dsb. Ken Bruffee (1995) mengidentifikasi dua kasus untuk perbedaan antara dua pendekatan itu. Beliau mengatakan: Pertama, belajar kolaboratif dan kooperatif dikembangkan secara murni untuk mendidik orang dari umur berbeda, pengalaman dan level penguasaan dari keahlian saling bergantungan. Kedua, apabila menggunakan satu metode atau metode yang lain, guru cenderung membuat asumsi

berbeda tentang ciri dan otoritas pengetahuan. (h. 12) Asumsi berbeda ini dapat dieksplor seluruh makalah itu. Umur atau level pendidikan sebagai suatu perbedaan menjadi kabur atas waktu sebagai pelaksana pada semua level menggabungkan dua pendekatan itu. Bagaimanapun, menentukan pendekatan mana yang digunakan bergantung pada level pengalaman siswa yang tercakup, dengan memerlukan kolaboratif persiapan siswa yang lebih lanjut yang bekerja dalam kelompok. Faktor lain yang menentukan adalah fiosofi dan persiapan guru. Bruffee melihat pendidikan sebagai suatu proses reakulturasi melalui percakapan konstruktif. Siswa belajar tentang kultur masyarakat yang mereka ingin terlibat dengan mengembangkan kata-kata sukar tepat dari masyarakat dan dengan mengeksplor kultur dan norma-norma masyarakat (misalnya, matematisi, ahli sejarah, jurnalis, dsb.). Beliau mengidentifikasi dua tipe pengetahuan sebagai suatu basis untuk mermilih pada suatu pendekatan. Dialek dan tata bahas benar, prosedur matematika, fakta-fakta sejarah, suatu pengetahuan dari konten dari konstitusi, dsb; dapat menyajikan tipe-tipe pengetahuan fundamental. Bruffee berpendapat bahwa ini adalah belajar terbaik yang menggunakan struktur belajar kooperatif dalam tingkat awal. Beliau mengatakan: Tujuan utama pendidikan sekolah dasar adalah untuk membantu anak renegosiasi anggota mereka dalam kultur lokal kehidupan keluarga dan membantu mereka terlibat suatu komunitas pengetahuan yang ditentukan ada bagi mereka dan mencakup kultur yang mereka perankan bersama. Suatu tujuan penting dari pendidikan PT atau universitas adalah untuk membantu anak remaja dan dewasa terlibat lagi suatu komunitas pengetahuan yang ditentukan ada bagi mereka. Tetapi pendidikan yang lain, dan barangkali tujuan yang lebih penting dari pendidikan PT atau universitas adalah untuk membantu mahasiswa renegosiasi anggota mereka dalam mencakup kultur bersama yang kemudian terhadap lingkungan kehidupan mereka. (h. 15) Bruffee menyatakan pengetahuan nonfundamental seperti yang diturunkan melalui penalaran dan bertanya lawan memory yang dihafalkan tanpa berpikir. Beliau menulis: Hal ini lebih dimungkinkan dialamatkan kepada pertanyaan dengan jawaban ragu-ragu atau ambigu, jawaban yang membutuhkan keputusan yang dikembangkan-baik dicapai, keputusan bahwa belajar dengan menjawab sebagai suatu kecenderungan pertanyaan, sebaliknya, untuk mengembangkan. (h. 5) Cara lain di mana pendidikan nonfundasional dibedakan dari fundasional bahwa ini menganjurkan siswa jangan mengambil otoritas guru mereka diterima sehingga benar. Siswa dapat menjawab ragu-ragu dan metode untuk kembali pada jawaban ditentukan oleh profesor mereka, dan barangkali mereka secara lebih penting perlu dibantu untuk datang kepada

istilah keraguan mereka dengan berpartisipasi secara aktif dalam belajar dan proses inquiry. Di luar dari proses pengetahuan yang diketahui ini seringkali dikembangkan, sesuatu tidak mungkin terjadi apabila menghadapi fakta-fakta dan informasi berhubungan dengan pengetahuan fondasional. BELAJAR KOLABORATIF (COLLABORATIVE LEARNING/CL) Belajar kolaboratif adalah suatu filosofi personal, benar-benar bukan suatu teknik kelas. Dalam semua situasi di mana orang datang bersama-sama dalam kelompok, dorongan suatu cara menghadapi orang yang respek dan menyoroti kemampuan dan kontribusi anggota kelompok masing-masing. Ada suatu berbagi (sharing) otoritas dan penerimaan tanggungjawab di antara anggota kelompok untuk tindakan kelompok. Premis utama dari belajar kolabratif berdasarkan pada konsensus membangun melalui kooperasi oleh anggota kelompok, dibedakan dengan kompetensi di mana anggota kelompok lain masing-masing terbaik. Pelaksana belajar kolaboratif menggunakan filosofi ini di kelas, pada pertemuan komisi, dengan keluarga komunitas, dalam keluarga mereka dan umumnya sebagai suatu cara hidup dengan orang lain dan menghadapi orang lain.
4. BELAJAR

KOOPERATIF (COOPERATIVE LEARNING) Belajar kooperatif menyelesaikan/menyempurnakan suatu tujuan khusus atau

didefinisikan dengan suatu himpunan proses yang membantu orang interaksi bersamasama untuk mengembangkan suatu produk akhir yang biasanya adalah konten khusus. Sistem ini lebih direktif daripada suatu sistem mengajar kolaboratif dan dikontrol secara tepat oleh guru. Sedangkan, ada banyak mekanisme untuk analisis kelompok dan introspeksi pendekatan fundamental adalah berpusat-guru, sedangkan belajar kolabratif lebih berpusat-siswa. Spencer Kagan (1989) menetapkan suatu definisi belajar kooperatif yang sangat baik dengan melihat pada struktur umum yang dapat digunakan untuk setiap situasi. Definisinya menetapkan suatu payung untuk karya spesialis belajar kooperatif yang meliputi Johnsons, Slavin, Cooper, Graves dan Graves, Mills, dsb. Berikut ini: Pendekatan struktural terhadap belajar kooperatif berdasarkan pada kreasi, analisis dan aplikasi struktur sistematik, atau cara mengorganisasikan interaksi sosial bebas-konten di kelas. Struktur biasanya meliputi sederetan langkah-langkah, dengan melarang perilaku pada masing-masing langkah. Salah satu landasan dasar penting dari pendekatan itu adalah perbedaan struktur dan aktivitas. Untuk ilustrasi, guru dapat desain banyak aktivitas kooperatif yang sangat baik, seperti membuat suatu tim. Sebagai aktivitas hampir selalu memiliki sasaran batas-konten khusus dan oleh karena

itu tidak dapat digunakan untuk menyampaikan suatu range konten akademik. Struktur dapat digunakan berulang-ulang dengan hampir setiap materi pelajaran, pada suatu range mendalam dari level kelas dan pada berbagai hal dalam suatu rencana pelajaran.

BAB VII LESSON STUDY DAN BELAJAR BERBASIS PROBLEM SOLVING DAN PROBLEM POSSING

A. LESSON STUDY
1. Pengertian lesson study
Lesson Study merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang dilaksanakan secara kolaboratif dan berkelanjutan oleh sekelompok guru. Tujuan utama Lesson Study yaitu untuk : (1) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar; (2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang bermanfaat bagi para guru lainnya dalam melaksanakan pembelajaran; (3) meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri kolaboratif. (4) membangun sebuah pengetahuan pedagogis, dimana seorang guru dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya. Manfaat yang yang dapat diambil Lesson Study, diantaranya: (1) guru dapat mendokumentasikan kemajuan kerjanya,

(2) guru dapat memperoleh umpan balik dari anggota lainnya, dan (3) guru dapat mempublikasikan dan mendiseminasikan hasil akhir dari Lesson Study. Lesson Study dapat dilakukan melalui dua tipe yaitu berbasis sekolah dan berbasis MGMP. Lesson Study dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan secara siklik, yang terdiri dari: (1) perencanaan (plan); (b) pelaksanaan (do); refleksi (check); dan tindak lanjut (act).

2. Hakikat lesson study


Konsep dan praktik Lesson Study pertama kali dikembangkan oleh para guru pendidikan dasar di Jepang, yang dalam bahasa Jepang-nya disebut dengan istilah kenkyuu jugyo.Adalah Makoto Yoshida, orang yang dianggap berjasa besar dalam mengembangkan kenkyuu jugyo di Jepang. Keberhasilan Jepang dalam mengembangkan Lesson Study tampaknya mulai diikuti pula oleh beberapa negara lain, termasuk di Amerika Serikat yang secara gigih dikembangkan dan dipopulerkan oleh Catherine Lewis yang telah melakukan penelitian tentang Lesson Study di Jepang sejak tahun 1993. Sementara di Indonesia pun saat ini mulai gencar disosialisasikan untuk dijadikan sebagai sebuah model dalam rangka meningkatkan proses pembelajaran siswa, bahkan pada beberapa sekolah sudah mulai dipraktikkan. Meski pada awalnya, Lesson Study dikembangkan pada pendidikan dasar, namun saat ini ada kecenderungan untuk diterapkan pula pada pendidikan menengah dan bahkan pendidikan tinggi. Lesson Study bukanlah suatu strategi atau metode dalam pembelajaran, tetapi merupakan salah satu upaya pembinaan untuk meningkatkan proses pembelajaran yang dilakukan oleh sekelompok guru secara kolaboratif dan berkesinambungan, dalam merencanakan, melaksanakan, mengobservasi dan melaporkan hasil pembelajaran. Lesson Study bukan sebuah proyek sesaat, tetapi merupakan kegiatan terus menerus yang tiada henti dan merupakan sebuah upaya untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip dalam Total Quality Management, yakni memperbaiki proses dan hasil pembelajaran siswa secara terus-menerus, berdasarkan data. Lesson Study merupakan kegiatan yang dapat mendorong terbentuknya sebuah komunitas belajar (learning society) yang secara konsisten dan sistematis melakukan perbaikan diri, baik pada tataran individual maupun manajerial.Slamet Mulyana (2007) memberikan rumusan tentang Lesson Study sebagai salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-psrinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Sementara itu, Catherine Lewis (2002) menyebutkan bahwa: lesson study is a simple idea. If you want to improve instruction, what could be more obvious than collaborating with fellow teachers to plan, observe, and reflect on

lessons? While it may be a simple idea, lesson study is a complex process, supported by collaborative goal setting, careful data collection on student learning, and protocols that enable productive discussion of difficult issues. Bill Cerbin & Bryan Kopp mengemukakan bahwa Lesson Study memiliki 4 (empat) tujuan utama, yaitu untuk : (1) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar; (2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh para guru lainnya, di luar peserta Lesson Study; (3) meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri kolaboratif. (4) membangun sebuah pengetahuan pedagogis, dimana seorang guru dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya. Dalam tulisannya yang lain, Catherine Lewis (2004) mengemukakan pula tentang ciri-ciri esensial dari Lesson Study, yang diperolehnya berdasarkan hasil observasi terhadap beberapa sekolah di Jepang, yaitu:
1. Tujuan bersama untuk jangka panjang. Lesson study didahului adanya kesepakatan dari

para guru tentang tujuan bersama yang ingin ditingkatkan dalam kurun waktu jangka panjang dengan cakupan tujuan yang lebih luas, misalnya tentang: pengembangan kemampuan akademik siswa, pengembangan kemampuan individual siswa, pemenuhan kebutuhan belajar siswa, pengembangan pembelajaran yang menyenangkan, mengembangkan kerajinan siswa dalam belajar, dan sebagainya. 2. Materi pelajaran yang penting. Lesson study memfokuskan pada materi atau bahan pelajaran yang dianggap penting dan menjadi titik lemah dalam pembelajaran siswa serta sangat sulit untuk dipelajari siswa. 3. Studi tentang siswa secara cermat. Fokus yang paling utama dari Lesson Study adalah pengembangan dan pembelajaran yang dilakukan siswa, misalnya, apakah siswa menunjukkan minat dan motivasinya dalam belajar, bagaimana siswa bekerja dalam kelompok kecil, bagaimana siswa melakukan tugas-tugas yang diberikan guru, serta hal-hal lainya yang berkaitan dengan aktivitas, partisipasi, serta kondisi dari setiap siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Dengan demikian, pusat perhatian tidak lagi hanya tertuju pada bagaimana cara guru dalam mengajar sebagaimana lazimnya dalam sebuah supervisi kelas yang dilaksanakan oleh kepala sekolah atau pengawas sekolah. 4. Observasi pembelajaran secara langsung. Observasi langsung boleh dikatakan merupakan jantungnya Lesson Study. Untuk menilai kegiatan pengembangan dan pembelajaran yang dilaksanakan siswa tidak cukup dilakukan hanya dengan cara melihat dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Lesson Plan) atau hanya melihat dari tayangan video, namun juga harus mengamati proses pembelajaran secara langsung. Dengan melakukan pengamatan langsung, data yang diperoleh tentang proses pembelajaran akan jauh lebih akurat dan utuh, bahkan sampai hal-hal yang detail sekali pun dapat digali. Penggunaan videotape atau rekaman bisa saja digunakan hanya sebatas pelengkap, dan bukan sebagai pengganti. Berdasarkan wawancara dengan sejumlah guru di Jepang, Caterine Lewis mengemukakan bahwa Lesson Study sangat efektif bagi guru karena telah memberikan keuntungan dan kesempatan kepada para guru untuk dapat: (1) memikirkan secara lebih teliti lagi tentang tujuan, materi tertentu yang akan dibelajarkan kepada siswa, (2)

memikirkan secara mendalam tentang tujuan-tujuan pembelajaran untuk kepentingan masa depan siswa, misalnya tentang arti penting sebuah persahabatan, pengembangan perspektif dan cara berfikir siswa, serta kegandrungan siswa terhadap ilmu pengetahuan, (3) mengkaji tentang hal-hal terbaik yang dapat digunakan dalam pembelajaran melalui belajar dari para guru lain (peserta atau partisipan Lesson Study), (4) belajar tentang isi atau materi pelajaran dari guru lain sehingga dapat menambah pengetahuan tentang apa yang harus diberikan kepada siswa, (5) mengembangkan keahlian dalam mengajar, baik pada saat merencanakan pembelajaran maupun selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran, (6) membangun kemampuan melalui pembelajaran kolegial, dalam arti para guru bisa saling belajar tentang apa-apa yang dirasakan masih kurang, baik tentang pengetahuan maupun keterampilannya dalam membelajarkan siswa, dan (7) mengembangkan The Eyes to See Students (kodomo wo miru me), dalam arti dengan dihadirkannya para pengamat (obeserver), pengamatan tentang perilaku belajar siswa bisa semakin detail dan jelas. Sementara itu, menurut Lesson Study Project (LSP) beberapa manfaat lain yang bisa diambil dari Lesson Study, diantaranya: (1) guru dapat mendokumentasikan kemajuan kerjanya, (2) guru dapat memperoleh umpan balik dari anggota/komunitas lainnya, dan (3) guru dapat mempublikasikan dan mendiseminasikan hasil akhir dari Lesson Study. Dalam konteks pendidikan di Indonesia, manfaat yang ketiga ini dapat dijadikan sebagai salah satu Karya Tulis Ilmiah Guru, baik untuk kepentingan kenaikan pangkat maupun sertifikasi guru. Terkait dengan penyelenggaraan Lesson Study, Slamet Mulyana (2007) mengetengahkan tentang dua tipe penyelenggaraan Lesson Study, yaitu Lesson Study berbasis sekolah dan Lesson Study berbasis MGMP. Lesson Study berbasis sekolah dilaksanakan oleh semua guru dari berbagai bidang studi dengan kepala sekolah yang bersangkutan.dengan tujuan agar kualitas proses dan hasil pembelajaran dari semua mata pelajaran di sekolah yang bersangkutan dapat lebih ditingkatkan. Sedangkan Lesson Study berbasis MGMP merupakan pengkajian tentang proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh kelompok guru mata pelajaran tertentu, dengan pendalaman kajian tentang proses pembelajaran pada mata pelajaran tertentu, yang dapat dilaksanakan pada tingkat wilayah, kabupaten atau mungkin bisa lebih diperluas lagi. Dalam hal keanggotaan kelompok, Lesson Study Reseach Group dari Columbia University menyarankan cukup 3-6 orang saja, yang terdiri unsur guru dan kepala sekolah, dan pihak lain yang berkepentingan. Kepala sekolah perlu dilibatkan terutama karena perannya sebagai decision maker di sekolah.Dengan keterlibatannya dalam Lesson Study, diharapkan kepala sekolah dapat mengambil keputusan yang penting dan tepat bagi peningkatan mutu pembelajaran di sekolahnya, khususnya pada mata pelajaran yang dikaji melalui Lesson Study. Selain itu, dapat pula mengundang pihak lain yang dianggap kompeten dan memiliki kepedulian terhadap pembelajaran siswa, seperti pengawas sekolah atau ahli dari perguruan tinggi.

3. Tahapan-tahapan lesson study


Berkenaan dengan tahapan-tahapan dalam Lesson Study ini, dijumpai beberapa pendapat.Menurut Wikipedia (2007) bahwa Lesson Study dilakukan melalui empat tahapan dengan menggunakan konsep Plan-Do-Check-Act (PDCA). Sementara itu, Slamet Mulyana (2007) mengemukakan tiga tahapan dalam Lesson Study, yaitu : (1) Perencanaan (Plan); (2) Pelaksanaan (Do) dan (3) Refleksi (See). Sedangkan Bill Cerbin dan Bryan Kopp dariUniversity of Wisconsin mengetengahkan enam tahapan dalam Lesson Study, yaitu:
1. Form a Team: membentuk tim sebanyak 3-6 orang yang terdiri guru yang bersangkutan

dan pihak-pihak lain yang kompeten serta memilki kepentingan dengan Lesson Study.
2. Develop Student Learning Goals: anggota tim memdiskusikan apa yang akan

dibelajarkan kepada siswa sebagai hasil dari Lesson Study.


3. Plan the Research Lesson: guru-guru mendesain pembelajaran guna mencapai tujuan

belajar dan mengantisipasi bagaimana para siswa akan merespons. 4. Gather Evidence of Student Learning: salah seorang guru tim melaksanakan pembelajaran, sementara yang lainnya melakukan pengamatan, mengumpulkan buktibukti dari pembelajaran siswa. 5. Analyze Evidence of Learning: tim mendiskusikan hasil dan menilai kemajuan dalam pencapaian tujuan belajar siswa 6. Repeat the Process: kelompok merevisi pembelajaran, mengulang tahapan-tahapan mulai dari tahapan ke-2 sampai dengan tahapan ke-5 sebagaimana dikemukakan di atas, dan tim melakukan sharing atas temuan-temuan yang ada. Untuk lebih jelasnya, dengan merujuk pada pemikiran Slamet Mulyana (2007) dan konsep Plan-Do-Check-Act (PDCA), di bawah ini akan diuraikan secara ringkas tentang empat tahapan dalam penyelengggaraan Lesson Study 1. Tahapan Perencanaan (Plan) Dalam tahap perencanaan, para guru yang tergabung dalam Lesson Study berkolaborasi untuk menyusun RPP yang mencerminkan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Perencanaan diawali dengan kegiatan menganalisis kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran, seperti tentang: kompetensi dasar, cara membelajarkan siswa, mensiasati kekurangan fasilitas dan sarana belajar, dan sebagainya, sehingga dapat ketahui berbagai kondisi nyata yang akan digunakan untuk kepentingan pembelajaran. Selanjutnya, secara bersama-sama pula dicarikan solusi untuk memecahkan segala permasalahan ditemukan. Kesimpulan dari hasil analisis kebutuhan dan permasalahan menjadi bagian yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan RPP, sehingga RPP menjadi sebuah perencanaan yang benar-benar sangat matang, yang didalamnya sanggup mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung, baik pada tahap awal, tahap inti sampai dengan tahap akhir pembelajaran.

2. Tahapan Pelaksanaan (Do) Pada tahapan yang kedua, terdapat dua kegiatan utama yaitu: (1) kegiatan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh salah seorang guru yang disepakati atau atas permintaan sendiri untuk mempraktikkan RPP yang telah disusun bersama, dan (2) kegiatan pengamatan atau observasi yang dilakukan oleh anggota atau komunitas Lesson Study yang lainnya (baca: guru, kepala sekolah, atau pengawas sekolah, atau undangan lainnya yang bertindak sebagai pengamat/observer) Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam tahapan pelaksanaan, diantaranya: 1. Guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun bersama. 2. Siswa diupayakan dapat menjalani proses pembelajaran dalam setting yang wajar dan natural, tidak dalam keadaan under pressure yang disebabkan adanya program Lesson Study. 3. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, pengamat tidak diperbolehkan mengganggu jalannya kegiatan pembelajaran dan mengganggu konsentrasi guru maupun siswa. 4. Pengamat melakukan pengamatan secara teliti terhadap interaksi siswa-siswa, siswabahan ajar, siswa-guru, siswa-lingkungan lainnya, dengan menggunakan instrumen pengamatan yang telah disiapkan sebelumnya dan disusun bersama-sama. 5. Pengamat harus dapat belajar dari pembelajaran yang berlangsung dan bukan untuk mengevalusi guru. 6. Pengamat dapat melakukan perekaman melalui video camera atau photo digital untuk keperluan dokumentasi dan bahan analisis lebih lanjut dan kegiatan perekaman tidak mengganggu jalannya proses pembelajaran. 7. Pengamat melakukan pencatatan tentang perilaku belajar siswa selama pembelajaran berlangsung, misalnya tentang komentar atau diskusi siswa dan diusahakan dapat mencantumkan nama siswa yang bersangkutan, terjadinya proses konstruksi pemahaman siswa melalui aktivitas belajar siswa. Catatan dibuat berdasarkan pedoman dan urutan pengalaman belajar siswa yang tercantum dalam RPP. 3. Tahapan Refleksi (Check) Tahapan ketiga merupakan tahapan yang sangat penting karena upaya perbaikan proses pembelajaran selanjutnya akan bergantung dari ketajaman analisis para perserta berdasarkan pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Kegiatan refleksi dilakukan dalam bentuk diskusi yang diikuti seluruh peserta Lesson Study yang dipandu oleh kepala sekolah atau peserta lainnya yang ditunjuk. Diskusi dimulai dari penyampaian kesan-kesan guru yang telah mempraktikkan pembelajaran, dengan menyampaikan komentar atau kesan umum maupun kesan khusus atas proses pembelajaran yang dilakukannya, misalnya mengenai kesulitan dan permasalahan yang dirasakan dalam menjalankan RPP yang telah disusun. Selanjutnya, semua pengamat menyampaikan tanggapan atau saran secara bijak terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan (bukan terhadap guru yang bersangkutan). Dalam menyampaikan saran-saranya, pengamat harus didukung oleh

bukti-bukti yang diperoleh dari hasil pengamatan, tidak berdasarkan opininya. Berbagai pembicaraan yang berkembang dalam diskusi dapat dijadikan umpan balik bagi seluruh peserta untuk kepentingan perbaikan atau peningkatan proses pembelajaran. Oleh karena itu, sebaiknya seluruh peserta pun memiliki catatan-catatan pembicaraan yang berlangsung dalam diskusi. 4. Tahapan Tindak Lanjut (Act) Dari hasil refleksi dapat diperoleh sejumlah pengetahuan baru atau keputusankeputusan penting guna perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran, baik pada tataran indiividual, maupun menajerial. Pada tataran individual, berbagai temuan dan masukan berharga yang disampaikan pada saat diskusi dalam tahapan refleksi (check) tentunya menjadi modal bagi para guru, baik yang bertindak sebagai pengajar maupun observer untuk mengembangkan proses pembelajaran ke arah lebih baik. Pada tataran manajerial, dengan pelibatan langsung kepala sekolah sebagai peserta Lesson Study, tentunya kepala sekolah akan memperoleh sejumlah masukan yang berharga bagi kepentingan pengembangan manajemen pendidikan di sekolahnya secara keseluruhan. Kalau selama ini kepala sekolah banyak disibukkan dengan hal-hal di luar pendidikan, dengan keterlibatannya secara langsung dalam Lesson Study, maka dia akan lebih dapat memahami apa yang sesungguhnya dialami oleh guru dan siswanya dalam proses pembelajaran, sehingga diharapkan kepala sekolah dapat semakin lebih fokus lagi untuk mewujudkan dirinya sebagai pemimpin pendidikan di sekolah.

B.

BELAJAR BERBASIS PROBLEM SOLVING DAN PROBLEM POSSING

Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Menurut Funke (2001), pada awal 1900-an, pemecahan masalah dipandang sebagai aktivitas yang bersifat mekanistis, sistematis, dan sering diasosiaskan sebagai konsep yang abstrak. Dalam pengertian ini masalah yang diselesaikan adalah masalah yang mempunyai jawab tunggal yang diperoleh melalui proses yang melibatkan cara atau metode yang tunggal pula (penalaran konvegen). Sejalan dengan berkembangnya

teori belajar kognitif, pemecahan masalah dipandang sebagai aktivitas mental yang melibatkan keterampilan kognitif kompleks. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Kirkley (2003) yang menyatakan bahwa pemecahan masalah melibatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti visualiasi, asosiasi, abstraksi, penalaran, analisis, sintesis, dan generalisasi. Terdapat beragam pengertian pemecahan masalah. Menurut Nakin (2003), pemecahan masalah adalah proses yang melibatkan penggunaan langkahlangkah tertentu (heuristik), yang sering disebut sebagai model atau langkah-langkah pemecahan masalah, untuk menemukan solusi masalah itu. Heuristik merupakan pedoman atau langkah-langkah umum sebagai pemandu penyelesaian suatu masalah. Namun demikian, heuristik ini belum tentu menjamin keberhasilan pemecahan masalah. Sementara itu Gagne (Kirkley, 2003) mendefinisikan pemecahan masalah sebagai proses mensintesis berbagai konsep, aturan, atau rumus untuk memecahkan masalah. Dari berbagai pengertian pemecahan masalah yang dikemukakan di atas mengindikasikan bahwa diperolehnya solusi suatu masalah menjadi syarat bagi proses pemecahan masalah dikatakan berhasil. Hal ini berbeda dengan pendapat Brownell (McIntosh et al, 2000) yang menyatakan bahwa suatu masalah belum dikatakan telah diselesaikan hanya karena telah diperolehnya solusi dari masalah itu. Menurutnya, suatu masalah baru benar-benar dikatakan telah diselesaikan apabila siswa telah memahami apa yang ia kerjakan, yakni memahami proses pemecahan masalah dan mengetahui mengapa solusi yang telah diperoleh tersebut sesuai. Polya (1973) memberikan heuristik atau langkah-langkah umum pemecahan masalah, yaitu (1) memahami soal atau masalah, (2) membuat suatu rencana, (3)melaksanakan rencana itu, dan (4) menelaah kembali. Memahami masalah merujuk pada pemahaman terhadap apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, atau apa yang harus dibuktikan dalam suatu soal. Membuat rencana merujuk pada pembuatan model 3 matematika dari soal yang diberikan. Melaksanakan rencana merujuk ada penyelesaian model matematika yang telah disusun. Sedangkan menelaah kembali berkaitan dengan penulisan hasil akhir sesuai permintaan soal. Pemecahan masalah sering difungsikan sebagai tahap penerapan suatu konsep dalam pembelajaran matematika, yaitu penerapan konsep, prinsip, atau pengetahuan matematika ke dalam situasi nyata. Namun demikian, pemecahan masalah tidak harus diposisikan seperti itu.

Menurut Nakin (2003), pemecahan masalah dapat pula dipandang sebagai proses pemerolehan atau pembentukan pengetahuan. Dengan kata lain, siswa belajar matematika melalui aktivitas pemecahan masalah. Dalam hal ini, masalah difungsikan sebagai pemicu bagi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya. Pembelajaran matematika demikian disebut pembelajaran berbasis masalah(problem based learning). Menurut McIntosh et al(2000), pemecahan masalah mempunyai berbagai peran, yaitu (1) pemecahan masalah sebagai konteks (problem solving as a context for doing mathematics), yakni memfungsikan masalah sebagai pemicu bagi siswa dan memotivasinya untuk belajar matematika, \ (2) pemecahan masalah sebagai keterampilan(problem solving as a skill) yang merujuk pada kemampuan kognitif siswa dalam menyelesaikan masalah, dan (3) pemecahan masalah sebagai seni (problem solving as a art) yang merujuk pada pandangan bahwa pemecahan masalah sebagai seni menemukan (art of discovery). Pembelajaran pemecahan masalah dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan siswa agar cakap (skillful) dan antusias(enthusiastic) dalam memecahkan masalah dan menjadi pemikir yang independen yang mampu menyelesaikan masalah terbuka (open ended problem). Menurut pandangan terkini, pemecahan masalah tidak hanya mempersyaratkan kemampuan kogntif, melainkan juga melibatkan aspek afektif. Menurut McIntosh et al(2000), untuk memecahkan masalah, seorang individu harus mempunyai motivasi kuat, kepercayaan diri, keteguhan, kegigihan, dan keyakinan untuk mampu menyelesaikan masalah tersebut.

1. Pembuatan Soal (Problem Posing)


Problem posing selanjutnya diistilahkan dengan pembuatan soal, telah menjadi salah satu tema utama dalam pembelajaran matematika. Reformasi pembelajaran matematika terkini merekomendasikan penerapan problem posing dalam pembelajaran matematika (Christou et al, 1999). Sesungguhnya, problem posing bukan ide baru dalam pembelajaran matematika, melainkan telah diperkenalkan dan diteliti di berbagai negara, seperti Amerika, Inggris, Australia, Jepang, dan Singapura pada beberapa dekade yang lalu. Terdapat beberapa pengertian problem posing. Ellerton (Christou et al, 1999) mengartikanproblem posing sebagai pembuatan soal oleh siswa yang dapat mereka pikirkan tanpa pembatasan apapun baik terkait isi

maupun konteksnya. Selain itu, problem posing dapat juga diartikan sebagai pembentukan soal berdasarkan konteks, cerita, informasi, atau gambar yang diketahui (Lin, 2004). Pengertian problem posing tidak terbatas pada pembentukan soal yang betulbetul baru, tetapi dapat berarti mereformulasi soal-soal yang diberikan. Terdapat beberapa cara pembentukan soal baru dari soal yang diberikan, misalnya dengan mengubah atau menambah data atau informasi pada soal itu, misalnya mengubah bilangan, operasi, objek, syarat, atau konteksnya. Hal itu sesuai dengan pengertian Mproblem posing yang dikemukakan Silver (Lin, 2004). Ia mendefinisikan problemposing sebagai pembuatan soal baru oleh siswa berdasarkan soal yang telah diselesaikan.

BAB VIII PEMIKIRAN KRITIS DALAM PENDIDIKAN, PEMIKIRAN PEMBELAJARAN DALAM NEGARA DAN ISU-ISU MUTAKIR PEMBELAJARAN DALAM NEGARA.

A. PEMIKIRAN KRITIS DALAM PENDIDIKAN


1. Pengertian berfikir Berfikir adalah memanipulasi atau mengelola dan menstransformasiinformasi di alam memori.Sering dilakukan untuk membentuk konsep, bernalardan berfikir secara kritis, membuat keputusan, berfikir kreatif, dan memecahkanmasalah. Murid dapat berfikir tentang hal-hal konkrit, seperti liburan ke pantaiatau cara menang dalam permainan video game atau apabila mereka sudah dalamusia sekolah menengah, mereka bisa berfikir tentang hal-hal yang bersifat abstrak,seperti makna kebebasan atau identitas. Mereka dapat berfikir tentang masa lalu (seperti apa yang terjadi pada mereka bulan lalu), dan masa depan (seperti apakehidupan mereka nanti di tahun 2020).

Mereka dapat memikirkan realitas (seperti bagaimana cara mengerjakan ujian besok dengan lebih baik) dan fantasi (seperti apa rasanya Iwan Fals atau bagaimana naik pesawat angkasa luar keMars).

B. ISU-ISU MUTAKIR PEMBELAJARAN DALAM NEGARA.


Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah,
yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survey dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari negara di dunia.Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di Indonesia. Permasalahan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendasar. Salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran ..

RANGKUMAN
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Ciri-ciri belajar adalah : Belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada diri individu. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek pengethauan atau kognitif saja tetapi juga meliputi aspek sikap dan nilai (afektif) serta keterampilan (psikomotor); perubahan itu merupakan buah dari pengalaman. Perubahan perilaku yang terjadi pada individu karena adanya interaksi antara dirinya dengan lingkungan . Interaksi ini dapat berupa interaksi fisik dan psikis; perubahan perilaku akibat belajar akan bersifat cukup permanen.

Pembelajaran
Menurut Gagne, Briggs, dan wagner dalam Udin S. Winataputra (2008) pengertian pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang Terjadinya proses belajar pada siswa. untuk memungkinkan

Teori belajar deskritif dan teori preskritif


Dengan teori pembelajaran secara deskritif dan teori preskritif ada bebrapa Ciri utama dari pembelajaran adalah inisiasi, fasilitasi, dan peningkatan proses belajar siswa.
Kelebihan dan kekurangan teori belajar deskriptif dan preskriptif

a. kelebihan lebih terkonsep sehingga siswa lebih memahami materi yang akan disampaikan. mendorong siswa untuk mencari sumber pengetahuan sebanyak-banyaknya dalam mengerjakan suatu tugas. b. Kekurangan kurang memperhatikan sisi psikologis siswa dalam mendalami suatu materi.

Kelebihan dan kekurangan teori belajar preskriptif kelebihan a. Kelebihan lebih sistematis sehingga memiliki arah dan tujuan yang jelas. banyak member motivasi agar terjadi proses belajar. mengoptimalisasikan kerja otak secara maksimal. b. Kekurangan membutuhkan waktu cukup lama

Teori behavioristik
Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar

Teori Behavioristik:
Mementingkan faktor lingkungan Menekankan pada faktor bagian Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode Sifatnya mekanis Mementingkan masa lalu

obyektif.

Teori belajar kognitif

Teori belajar kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi, terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari

luar. Aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal berfikir, yakni proses pengolahan informasi.

Proses belajar konstruktivistik. Secara konseptual,

proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa, melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamanya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutahkiran struktur kognitifnya.

Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus

berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal Ciri Khas dalam Psikologi Humanistik 1. Mereka menekankan bahwa psikologi seharusnya memperlakukan keseluruhan pribadi manusia meliputi seluruh aspek-aspeknya. 2. Mereka menekankan kepada aktivitas dari sudut pandangan orangnya daripada pandangan peninjau (observer). Pengikut psikologi humanistik menyatakan bahwa dalam melihat manusia sebagian besar ahli-ahli psikologi mengambil sudut pandangan orang ketiga, sedangkan cara yang paling nyata untuk mempelajari psikologi adalah melalui mata person yaitu dirinya sendiri. 3. Mereka juga menekankan kepada self-actualization, self-fulfillment atau selfrealization. 4. Mengenai perkembangan pribadi seseorang dalam arah apapun, orang tersebut selalu memilih atau menilai. Ada 3 konsep penting dalam teori sosiogenesis Vygotsky tentang perkembangan kognitif sesuai dengan revolusi sosiokoltural dalam teori belajar dan pembelajaran yaitu genetic law of development, zona of proximal development dan mediasi. a. Hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development)

Menurut Vygotsky, setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua tataran, yaitu interpsikologis atau intermental dan intrapsikologis atau

intramental. Pandangan teori ini menempatkan intermental atau lingkungan sosial sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang. Sedangkan fungsi intramental dipandang sebagai derivasi atau keturunan yang tumbuh atau terbentuk melalui penguasaan dan internalisasi terhadap proses-proses sosial tersebut. b. Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development) Vygotsky membagi perkembangan proksimal (zone of proximal development) ke dalam dua tingkat: 1. Tingkat perkembangan aktual yang tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri (intramental). 2. Tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika dibawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten (intermental). Jarak antara keduanya, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal. c. Mediasi Menurut Vygotsky, semua perbuatan atau proses psikologis yang khas manusiawi dimediasikan dengan psychologis tools atau alat-alat psikologis berupa bahasa, tanda dan lambang, atau semiotika. Ada dua jenis mediasi, yaitu: (1) Mediasi metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan untuk melakukan self- regulation yang meliputi: self planning, self monitoring, self checking, dan self evaluating. Mediasi metakognitif ini berkembang dalam komunikasi antar pribadi. (2) Mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau subject-domain problem. Mediasi kognitif bisa berkaitan dengan konsep spontan (yang bisa salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya).

Anda mungkin juga menyukai