Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang memberikan sinyal atau

mentransferkan ilmu kepada peserta didik yang berlangsung dalam interaksi

antara guru dan peserta didik. Dalam melakukan pembelajaran peserta didik

dibantu oleh guru sebagai fasilitator dalam melibatkan diri untuk membentuk

kompetensi, serta mengembangkan dan memodifikasi kegiatan pembelajaran.

Kegiatan inti pembelajaran atau pembentukan kompetensi perlu dilakukan

dengan tenang dan menyenangkan, hal tersebut tentu saja menuntut aktivitas

dan kreativitas guru dalam menciptakan lingkungan belajar yang aktif.1

Oleh karena itu, pembelajaran bisa diartikan sebagai aktivitas pendidik

atau guru secara terprogram melalui desain instruksional agar peserta didik

dapat belajar secara aktif dan lebih menekankan pada sumber belajar yang

disediakan secara kompleks yang berkelanjutan antara pengembangan dan

pengalaman. Secara umum, pembelajaran ialah usaha yang dilakukan secara

sadar yang dilakukan seorang pendidik untuk membelajarkan peserta

didiknya dengan memberikan arahan sesuai dengan sumber-sumber belajar

lainnya untuk mencapai sebuah tujuan yang diinginkan.2

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan

sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan


1
Sofwan Amri, Implementasi Pembelajaran Aktif Dalam Kurikulum 2013, (Jakarta, Prestasi
Pustaka, 2015), h. 85.
2
Kompri, Motivasi Pembelajaran Perspektif Guru Dan Siswa, (Bandung, Remaja Rosda karya,
2016), h. 218
bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan

berbagai ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta

pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain,

pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar

dengan baik.3

Belajar, dalam konteks pembelajaran di sebuah lembaga formal ataupun

non formal interaksi tersebut tidaklah terlepas dari proses belajar mengajar

dari perilaku guru sebagai pengajar (penyampai ilmu pengetahuan), dan siswa

sebagai pelajar. Dalam keseluruhan proses tersebut, guru atau pengajar atau

pendidik memegang peranan utama dan amat penting. Perilaku guru dalam

proses pendidikan dan belajar juga bagian yang teramat penting, hal ini akan

memberikan pengaruh yang sangat besar bagi pembinaan perilaku dan

kepribadian anak didik.4

Ungkapan yang dikemukakan di atas bisa kita tinjau lebih jauh, Kita

mengetahui bahwa guru merupakan key person dalam kelas dan di luar kelas.

Guru yang memimpin dan mengarahkan kegiatan belajar para siswanya. Guru

yang paling banyak berhubungan dengan para siswa dibandingkan dengan

personel sekolah yang lainya. Di depan mata siswa guru adalah seseorang

yang mempunyai otoritas, bukan saja otoritas dalam bidang akademis,

melainkan juga dalam bidang nonakademis. Dalam masyarakat kitapun

“Guru” adalah “Digugu Lan Ditiru” (dituruti atau ditiru)5.

3
E. Mulyasa, Kurikulum yang Disempurnakan Pengembangan Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 204.
4
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h.10.
5
Oemar Hamalik, Psikologi belajar dan Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,2012), h. 27

2
Berdasarkan observasi awal peneliti melihat pada pembelajaran

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMP Negeri 4 Sidoarjo, bahwa

kinerja peserta didik memberi respon terhadap materi dan pertanyaan dari

guru. Pembelajaran di kelas tidak lagi berfokus pada guru sebagai sumber

utama pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa strategi ceramah tidak lagi

menjadi fokus pilihan utama karena dirasa kurang efektif.

Pada abad ke 21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan

yang kompleks dalam menyiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM)

yang mampu bersaing di era global. Upaya yang tepat guna menyiapkan

sumber daya manusia yang berkualitas dan satu-satunya wadah yang tepat

yang dapat berfungsi sebagai alat untuk membangun sumber daya manusia

yang bermutu tinggi adalah pendidikan.

Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional pemerintah telah

menyelenggarakan perbaikan-perbaikan peningkatan mutu pendidikan pada

berbagai jenis dan jenjang. Mengarahkan peserta didik muslim agar

mempunyai kualitas iman, takwa, dan akhlak yang mulia serta mencari

kebenaran-kebenaran permasalahan agama secara ilmiah merupakan

tantangan yang dihadapi ketika melaksanakan pembelajaran pendidikan

agama Islam. Dengan demikian materi pendidikan agama bukan hanya

mengajarkan pengetahuan tentang agama saja tetapi materi itu pun harus

berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika serta

dapat membentuk kepribadian peserta didik agar memiliki keimanan dan

ketakwaan yang kuat.

3
Masalah utama dalam pembelajaran pada pendidikan formal dewasa ini

adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini tampak dari rata-

rata hasil belajar peserta didik yang masih sangat memprihatinkan. Prestasi

ini tentunya masih merupakan hasil dari kondisi pembelajaran yang masih

bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah keterampilan proses belajar

peserta didik itu sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu (belajar

untuk belajar). Dalam arti yang lebih substansial, bahwa proses pembelajaran

hingga dewasa ini masih memberikan dominasi pada guru dan tidak

memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang secara mandiri melalui

penyelidikan dan penemuan dalam proses berpikirnya.

Secara empiris dipihak lain berdasarkan hasil analisis penelitian

terhadap rendahnya hasil belajar peserta didik yang disebabkan dominannya

pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran ini suasana kelas cenderung

berorientasi pada guru (teacher centered) sehingga peserta didik menjadi

pasif. Meskipun demikian guru lebih suka menerapkan model tersebut, sebab

tidak memerlukan alat dan bahan praktik, cukup menjelaskan konsep-konsep

yang ada pada buku ajar atau literatur yang lain.

Dalam hal ini peserta didik tidak diajarkan strategi belajar yang dapat

memahami bagaimana belajar, berpikir, dan memotivasi diri sendiri, padahal

aspek-aspek tersebut merupakan kunci keberhasilan dalam suatu

pembelajaran.6

6
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2009), h. 6

4
Menurut teori konstruktivistik bahwa peserta didik harus menemukan

sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi

baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu

tidak lagi sesuai. Menurut teori ini juga, satu prinsip yang paling penting

dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar

memberikan pengetahuan kepada peserta didik, tetapi peserta didik harus

membangun sendiri pengetahuannya.7

Salah satu strategi pembelajaran yang berdasarkan teori konstruktivistik

adalah strategi discovery learning atau belajar penemuan yang dikembangkan

oleh Jerome Bruner. Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai

dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan

sendirinya memberi hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari

pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan

pengetahuan yang benar-benar bermakna.8

Wilcolx seperti yang dikutip oleh Jamil juga mengatakan bahwa dalam

pembelajaran penemuan peserta didik didorong untuk belajar aktif melalui

keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan

guru mendorong peserta didik untuk memiliki pengalaman dan melakukan

percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk

diri mereka sendiri.9

7
Ibid., h. 28.
8
Ibid., h. 38.
9
Jamil Suprihatiningrum, Strategi pembelajaran: Teori & Aplikasi, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2013), h. 242

5
Selama ini dalam kegiatan pembelajaran guru pendidikan agama Islam

(PAI) menjelaskan materi masih sebatas perkiraan dan khayalan semata tanpa

menunjukkan fakta atau peristiwa yang ada di sekitar peserta didik, dan

pembelajaran dalam keadaan pasif dimana guru menerangkan, peserta

mendengarkan, guru bertanya peserta didik menjawab dan seterusnya.

Sehingga materi yang disampaikan kurang bermakna bagi peserta didik.

Guru mempunyai anggapan bahwa tugasnya hanya mentransfer

pengetahuan yang dimiliki dengan target tersampaikannya topik-topik yang

tercantum dalam dokumen kurikulum. Selain itu pelajaran yang disajikan

guru kurang menantang peserta didik untuk berpikir, maka akibatnya peserta

didik tidak senang dengan pelajaran yang disampaikan guru.

Interaksi yang baik dapat dilihat dalam suatu keadaan dimana guru

membuat peserta didik belajar dengan mudah dan terdorong oleh kemauannya

sendiri untuk mempelajari apa yang ada dalam kurikulum sebagai kebutuhan

mereka. Oleh karena itu setiap pembelajaran terutama pembelajaran agama

hendaknya berupaya menjabarkan nilai-nilai yang terkandung dalam

kurikulum dan mengkorelasikannya dengan kenyataan yang ada di sekitar

peserta didik.6 Melihat realita tersebut dalam rangka mengantisipasi

perubahan-perubahan global dan tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan.10

Sebagai guru PAI mungkin harus menciptakan pembelajaran dengan

tetap mengacu pada standar proses, karena guru yang demikian akan dapat

menghasilkan kualitas lulusan yang lebih tinggi dibandingkan dengan guru


10
Widiadnyana I.W, Et.Al., “Pengaruh Model Discovery Learning Terhadap Pemahaman Konsep
dan Sikap Ilmiah Siswa SMP”, Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, Vol.4,
Tahun 2014. 3.

6
yang dalam pengelolaan pembelajarannya dilakukan seadanya tanpa

mempertimbangkan berbagai faktor yang bisa mempengaruhi keberhasilan

proses pembelajaran.

Salah satu upaya dilakukan oleh guru yang peneliti lihat dengan

menggunakan model pembelajaran discovery learning. Dengan model strategi

pembelajaran discovery learning menciptakan keefektifan pembelajaran yang

kondusif. Strategi pembelajaran ini banyak dipengaruhi oleh aliran belajar

kognitif.

Model discovery learning adalah sebagai suatu rangkaian kegiatan

belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk

mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga

mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.11

Penggunaan model pembelajaran yang diterapkan guru dalam setiap

proses pembelajaran di kelas mampu menuntun siswa untuk mencapai tujuan

pembelajaran dengan baik. Untuk meningkatkan kemampuan berfikir kreatif

dalam pembelajaran, guru dituntut untuk memilih model pembelajaran yang

relevan dan sesuai agar siswa dapat berfikir kreatif serta mampu belajar

mandiri, kreatif, dan lebih aktif dalam mengikuti pelajaran.

Salah satu proses yang melibatkan siswa menjadi aktif dan sesuai

dengan Kompetensi Inti kurikulum 2013 adalah model discovery learning.

Dengan menggunakan discovery learning siswa tidak hanya menerima

pengetahuan dari guru tetapi siswa mencari pengetahuan tersebut sendiri.

11
Hamdani, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung : Pustaka Setia, 2011), h. 182.

7
Sehingga proses pembelajaran menuntun siswa untuk mencari tahu, bukan

diberi tahu.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih

dalam tentang “Efektivitas Penerapan Model Discovery learning dalam

Meningkatkan Interaksi Guru dengan Peserta Didik pada Mata

Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di Sekolhan

Menengah Pertama Negeri 4 Sidoarjo”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil rumusan masalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan model Discovery learning pada mata pelajaran

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMP Negeri 4 Sidoarjo?.

2. Bagaimana interaksi guru PAI dengan peserta didik pada mata pelajaran

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMP Negeri 4 Sidoarjo ?.

3. Adakah efektifitas penerapan model Discovery Learning dalam

meningkatkan interaksi guru dengan peserta didik pada mata pelajaran

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMP Negeri 4 Sidoarjo?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penulisan skripsi ini yang sesuai dengan lingkup

pembahasan di atas adalah untuk mengetahui sebagai berikut:

1. Mengetahui penerapan model discovery learning pada mata pelajaran

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMP Negeri 4 Sidoarjo.

8
2. Mendeskripsikan Interaksi guru PAI dengan peserta didik pada mata

pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMP Negeri 4

Sidoarjo

3. Mengetahui efektivitas penerapan model discovery learning dalam

meningkatkan interaksi guru dengan peserta didik pada mata pelajaran

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMP Negeri 4 Sidoarjo.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis

maupun praktis, antara lain sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

bagi pengembangan ilmu pendidikan terutama Pendidikan Agama Islam.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru PAI

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dan

alternatif dalam meningkatkan interaksi guru dengan peserta didik

b. Bagi Kepala Sekolah

Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam meningkatkan

Efektivitas dan Efisiensi Pengelolaan Pendidikan.

c. Bagi Prodi PAI Fakultas Tarbiyah IAI Al Khoziny

Hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam

pengembangan penelitian sejenis

d. Bagi Peneliti

9
Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam melaksanakan

penelitian selanjutnya.

E. Variabel Penelitian

1. Variabel Penelitian

a. Variabel X (Variabel bebas)

Variabel X (Variabel bebas) atau independen Variabel dalam

penelitian ini adalah Efektivitas penerapan model Discovery

learning.

b. Variabel Y (Variabel terikat)

Variabel Y (Variabel terikat) atau Dependen Variabel dalam

penelitian ini adalah interaksi guru dengan peserta didik pada mata

pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, ini adalah

Variabel yang dipengaruhi dan pengaruhnya dipelajari.

10
F. Definisi Operasional

Definisi oprasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal

yang diamati (diobservasi).12 Dalam penelitian ini ada dua variabel yang

harus didefinisikan yaitu:

1. Penerapan model discovery learning adalah cara yang digunakan oleh

para siswa untuk membahami konsep atau pengertian serta hubungannya

melalui proses intutif dengan cara melakukan observasi, klasifikasi,

pengukuran, prediksi, penentuan sehingga pada akhirnya akan sampai

dalam sebuah kesimpulan.13

Dalam model pembelajaran discovery learning guru bertugas untuk

membimbing dan mengarahkan para siswa untuk dapat belajar dan

berpikir secara kreatif. Yang dimaksud dengan Model discovery learning

dalam penelitian ini adalah guru hanya menyampaikan materi secara

garis besar dan selanjutnya para siswa dituntut untuk mencari informasi

sebanyak mungkin, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis,

mengintegrasikan dan membuat kesimpulan yang di terapkan di SMP

Negeri 4 Sidoarjo .

2. Interaksi adalah interaksi yang dengan sadar meletakkan tujuan untuk

mengubah tingkah laku dan perbuatan seseorang.14

Yang dimaksud dengan interkasi dalam penelelitian ini adalah interaksi

yang memiliki hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih secara

12
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Raja Gafindo Persada, 2008), h. 76
13
13 Sardiman AM, interaksi dan Motivasi Belajar – Mengajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012),
h. 57
14

11
langsung maupun tidak langsung yang kemudian di aktualisasikan secara

praktek komunikasi yang di terapkan di SMP Negeri 4 Sidoarjo

G. Asumsi dan Keterbatasan

1. Asumsi

Asumsi adalah suatu anggapan dasar tentang suatu hal yang

dijadikan alasan untuk berpikir serta bertindak dalam melaksanakan

penelitian. Asumsi juga dapat diartikan sebagai anggapan pemikiran yang

dianggap benar untuk sementara sebelum adanya kepastian. 15 Adapun

asumsi yang diajukan dalam penilitian ini adalah :

a. Peserta didik di SMP Negeri 4 Sidoarjo memiliki interaksi tinggi

dengan guru dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan

Budi Pekerti.

b. Guru PAI SMP Negeri 4 Sidoarjo telah menerapkan pembelajaran

model Discovery learning dengan baik dalam mata pelajaran

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti.

2. Keterbatasan

Keterbatasan dalam penelitian adalah keterbatasan ruang lingkup

penelitian dan keberlakuan daya jangkau penelitian.16 Adapun

keterbatasan dalam penelitian ini adalah:

a. Penelitian ini hanya ingin mengetahui efektivitas penerapan model

Discovery learning pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam

15
Nur Syahid, Metodologi Penelitian Pendidikan II, (Sidoarjo, Pusat Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat (P3M) IAI Al Khoziny, 2018), h. 15
16
Ibid., h. 16

12
dan Budi pekerti.Hasil Penelitian hanya berlaku di lokasi penelitian

SMP Negeri 4 Sidoarjo dan tidak dapat dilakukan di tempat lain.

H. Sistematika Pembahasan

Agar pembahasan dalam penelitian (skripsi) ini mengarah kepada

maksud yang sesuai dengan judul, maka pembahsan ini penulis menyusun

menjadi lima bab tersusun dari beberapa sub dan akan dijabarkan dalam garis

besarnya sebagai berikut :

Bab I, adalah pendahuluan yang menggambarkan skripsi ini secara umum

Terdiri dari : latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manafat penelitian, definisi operasional, asumsi dan keterbatasan, serta

sistematika pembahasan.

Bab II, adalah Kajian Teori mengenai model discovery learning dan

interaksi guru dengan peserta didik, meliputi : pengertian model discovery

learning, karakteristik model discovery learning, tahapan dalam persiapan

model discovery learning, kelebihan dan kelemahan model discovery

learning, sintak model discovery learning, kemudian dilanjutkan dengan

kajian tentang Interaksi guru dengan peserta didik yang meliputi : pengertian

interaksi guru dengan peserta didik, ciri-ciri interaksi (edukatif) dalam proses

pembelajaran, komponen-komponen interaksi (edukatif) dalam proses

pembelajaran, di lanjutkan dengan Kerangka Pemikiran, Penelitian terdahulu

dan Hipotesis penelitian.

13
Bab III, metode penelitian terdiri atas rancangan penelitian, populasi dan

sampel, Jenis dan sumber data, kemudian dilanjutkan dengan teknik

pengumpulan data serta teknik analisis data

Bab IV, Hasil dan pembahasan penelitian. Hasil penelitian yaitu deskripsi

subyek penelitian meliputi: sejarah singkat SMP Negeri 4 Sidoarjo, profil

sekolah, visi dan misi sekolah, struktur organisasi, keadaan sarana dan

prasarana, pendidik dan tenaga kependidikan, dan keadaan peserta didik,

kemudian penyajian data, meliputi: hasil wawancara, hasil observasi dan hasil

dokumentasi. Dilanjutkan dengan analisis data efektivitas penerapan mdel

discovery learning dalam meningkatkan interaksi guru dengan peserta didik

di SMPN 4 Sidoarjo dan pengujian hipotesis dan pembahasan/interprestasi.

Bab V, penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

14

Anda mungkin juga menyukai