NIM: 21090887135
SEKOLAH PASCASARJANA
JAKARTA 2022
BAB I
PENDAHULUAN
Asmani (2016), mengungkapkan bahwa ada enam hal yang menjadi kelemahan
dalam pendidikan nasional saat ini, yaitu: 1) sistem pendidikan yang kaku dan
sentralistis 2) sistem pendidikan nasional tidak mempertimbangkan kenyataan yang ada
dalam masyarakat 3) sistem pendidikan ditunjang oleh sistem kenyataaan yang kaku
sering dijadikan alat kekuasaan atau kepentingan politik penguasa 4) guru terbelunggu
dan dijadikan sebagai bagian dari alat birokrasi 5) pendidikan tidak berorientasi
membentuk kepribadian, tetapi lebih menekankan.
Proses pengisian otak (kognitif ) pada anak didik dan 6) peserta didik tidak
pernah diajarkan atau dibiasakan untuk bersikap kreatif dan inovatif serta berorientasi
pada rasa ingin tahu (Curiosity atau harsh)
Selain itu, pada tahun 1994, Johnson & Johnson juga mengemukakan bahwa
belajar berdasarkan pengalaman didasarkan pada tiga asumsi. Pertama, seseorang akan
belajar paling baik jika secara pribadi terlibat dalam pengalamanbelajar. Kedua,
pengetahuan harus ditemukan sendiri. Ketiga, seseorang harus menetapkan tujuan
pembelajaran sendiri. Siswa di pandang sebagai pribadi yang dapat berdiri sendiri dalam
upaya mengembangkan diri dan potensinya, karena pada dasarnya tujuan pembelajaran
yang baik adalah membelajarkan siiswanya. Pembelajaran dianggap berhasil diukur dari
sejauh mana keikut sertaan siswa dalam proses belajar. Proses pembelajaran tidak hanya
berpaku pada sejauh mana siswa menguasai materi tetapi seberapa besar proses
pembelajaran itu mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan. pada
tahun 1954 dan 1969 Herbert Thelan mengungkapkan bahwa kelas harus merupakan
laboratorium yang bertujuan mengkaji masalah – masalah sosial dan antar pribadi.
Belajar dianggap sebagai proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan
latihan.
Atas dasar itu peneliti melakuakn observasi SDN Limbangan Tengah III.
Berdasarkan hasil observasi awal di SDN Limabangan Tengah III ditemukan
permasalahan yang berkaitan dengan model pembelajaran, dimana pembelajaran masih
menggunakan model pembelajaran konvensional, yang mana proses pembelajaran
berpusat pada guru dan siswa hanya dituntut untuk mendengarkan, penjelasan yang
disampaikan oleh guru. Kegiatan pembelajaran terkesan tidak menarik dan
membosankan. Hal senada disampaikan oleh siswa berdasarkan awwancara bahwa
kegiatan pembelajaran terutama dalam mata pelajaran IPA dinilai sangat membosankan,
kegiatan siswa hanya mendengarkan dan mencatat dinilai sangat membosankan dan
hasilnya sangat kurang produktif. Senada dengan pendapat guru kelas V di SDN
Limabngan Tengah III melakukan wawancara, bahwa hasil belajar khususnya pada
mata pelajaran IPA mengalami penurunan.
Tabel 1.1 Hasil pembelajaran IPA pada materi memahami perubahan yang
terjadi di alam hubungannya dengan penggunaan sember daya alam kelas V SDN
Lembangan Tengah III
Berdasarkan data diatas maka dapat dilihat hasil dari pembelajaran IPA yang
menggunakan model pembelajaran yang tidak tepat dan berdampak terhadap hasil
belajar siswa. Pada tabel diatas terjadi peningkatan hasil belajar IPA pada tahun
2014/2015 namun pada tahun 2015/2016 terjadi penurunan hasil belajar siswa.
Keberhasilan implementasi pembelajaran sangat bergantung pada model yang
digunakan pendidik. Penerapan model pembelajaran yang tidak tepat dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa karena strategi pembelajaran hanya dapat di
implementasikan melalui model pembelajaran. Oleh karena itu, para pendidik harus
memahami dan menguasai dengan baik berbagai pendekatan yang akan dipergunakan
dalam penerapan model pembelajaran akan mengakibatkan proses belajar menjadi tidak
produktif dan jauh dari sasaran yang ingin dicapai sesuai dengan tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan dalam rancangan pembelajaran.
Sehubungan dengan permasalahan diatas, maka dengan pemilihan model
pembelajaran yang tepat tentu saja dapat membantu dalam rangka meningkatkan hasil
belajar siswa. Guru hendaknya memikirkan model apa yang tepat untuk ditetapkan
dalam pembelajaran IPA guna meningkatkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran
yang akan guru pergunakan dalam pembelajaran IPA hendaknya mengacu pada tujuan
utama dari pembelajaran IPA itu sendiri, yaitu membantu siswa dalam memahami IPA
dalam konten – proses – konteks yang lebih luas terutama dalam kehidupan sehari –
hari. Pada jenjang pendidikan dasar upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara
memadukan unsur pada praktik dalam pembelajaran IPA melalui kegiatan IPA , menulis
IPA, dan berbicara tentang IPA. Pembelajaran saat ini khususnya pada mata pelajaran
IPA diharapkan dapat mengarah pada pencapaian semua ranah baik kognitif, afektif dan
psikomotorik melalui inovasi dan pendekatan dan berbagai metode pembelajaran.
Pembelajaran harus dipandangan sebagai suatu usaha untuk mengembangkan segala
potensi yang dimiliki siswa. Pembellajaran tidak berpaku pada pencapaian satu aspek
saja tapiu segala aspek guna mencapai perubahan perilaku siswa kearah tujuan
pendidikan. Dengan demikian model pembelajaran yang digunakan hendaknya dapat
mengembangkan seluruh aspek secara terintegrasi. Melalui usaha tersebut siswa
diharapkan dapat mengembangkan sikap percaya diri, meningkatkan kemampuan
memecahkan masalah, kemampuan berpikir kritis, dan mampu menyampaikan gagasan
atau ide.
Dalam uraian diatas, maka salah satu solusi yang dipandang dapat
menyelesaikan masalah pembelajaran saat ini adalah dengan meningkatkan kualitas
pendidikan melalui pendekatan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran memegang peranan yang sangat penting.
Keberhasilan strategi pembelajaran sangat bergantung pada kecakapan dan kreativitas
pendidik menggunakan model pembelajaran. Model pembelajaran yang dianggap dapat
mengatasi permasalahan diatas adalah model inkuiri terbimbing dan model grup
investigasi.
1. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang belajar dengan
model pembelajaran Group Investigastigation (GI) dan Inkuiri Terbimbing ?
2. Apakah terdapay pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan
berpikir kritis siswa terhadap hasil belajar IPA?
3. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang memiliki
kemampuan berpikir kritis tinggi yang belajar dengan menggunakan model
pembelajaran Group Investigation (GI) dan inkuiri terbimbing?
4. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang memilki
kemampuan berpikir kritis rendah yang belajar dengan menggunakan model
pembelajaran group investigation (GI) dan inkuiri terbimbing
1. 4 Tujuan Penelitian
1. Perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang belajar dengan model Group
Investigation (GI) dan inkuiri Terbimbing.
2. Interaksi model pembelajaran dan kemampuan berpikir kritis tentang hasil
belajar IPA.
3. Perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang memiliki kemmapuan berpikir
kritis tinggi yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran Group
Investigation (GI) dan inkuiri terbimbing.
4. Perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang memiliki kemampuan berpikir
kritis rendah yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran Group
Investigation (GI) dan inkuiri Terbimbing.
KAJIAN PUSTAKA
Hubungan di dalam kelas antara guru dan siswa salah satunya terlihat dalam
proses pembelajaran di kelas. Terkait dengan hubungan antara guru dan siswa di dalam
kelas, ada beberapa permasalahan yang muncul dalam dunia pendidikan khuusnya
dalam proses pembelajaran di sekolah yaitu belum maksimalnya hasil belajar yang
diperoleh siswa. Adanya program remidial yang diselenggarakan di sekolah dapat
menjadi tolak ukur utama masih kurangnya hasil belajar tersebut. Namun, kita tidak
dapat sepenuhnya menyalahkan siswa karena hasil belajarnya yang kurang baik. Ada
banyak faktor yang mempengaruhi baik buruknya hasil belajar yang diperoleh siswa.
Faktor penyebab tersebut dapat berasal dari dalam diri siswa (Prihma Sinta Utami,
2015)
Penilaian hasil belajar oleh pendidik memiliki fungsi untuk memantau kemajuan
belajar, dan mendeteksi kebutuhan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan (Putro, 2014) Penilaian hasil belajar siswa pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah didasarkan pada prinsip – prinsip sebagai berikut:
2) Objektif
Penilaian dilakukan secara objektif, bearrti penilaian didasarkan pada prosedur dan
kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi dari subjektivitas dari penilaian. Subjektivitas dari
penilaian akan dapat masuk secara lebih leluasa terutama pada penilaian yang berbentuk
uraian. Faktor – faktor yang mempengaruhi subjektivitas penilaian antara lain: kesan
penilaian terhadap siswa (haloeffect) bentuk tulisan, gaya bahasa yang digunakan
peserta tes, waktu mengadakan penilaian, kelelahan atau sebagainya.
3) Adil
Penilaian dilakukan secara adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan
peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku,
budaya, adat isitiadat, status sosial ekonomi, dan gender. Dalam menilai hasil belajar
siswa tidak boleh menggunakan standar atau kriteria berbeda untuk anak yang berbeda.
4) Terpadu
Penilaian dilakukan secara terpadu berarti penilaian yang dilakukan oleh pendidik
merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
Penilaian oleh pendidik dapat berupa tes dan nontes yang dilakukan melalui ulangan
dan penugasan. Perencanaan penilaian hasil belajar oleh pendidik dicantumkan dalam
silabus dan dijabarkan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
5) Terbuka
Penilaian dilakukan secara terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria, penilaian, dan
dasar pengambilan keputusan dapat diketahui maupun dapat diakses oleh semua pihak
yang mempunyai kepentingan dengan kegiatan penilaian.
7) Sistematis
Penilaian dilakukan secara sistematis berarti penilaian dilakukan secara berencana dan
bertahap dengan mengikuti langkah – langkah baku.
8) Ekonomis
Penilaian dilakukan secara ekonomis berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam
perencanaan, pelaksanaan , danb pelaporannya. Yang dimaksud dengan ekonomis disini
adalah bahwa pelaksanaan penilaian tersebut tidak membutuhkan biaya yang mahal,
tenaga yang banyak dan waktu yang lama.
9) Akuntabel
Penilaian dilakukan secara akuntabel berarti penilaian dapat dipertanggung jawab kan
kepada pihak internal sekolah maupun eksternal, baik dari segi teknik, prosedur,
maupun hasilnya.
10) Edukatif
Penilaian yang dilakukan bersifat edukatif, berarti penilaian untuk kepentingan dan
kemajuan peserta didik dalam belajar. Penilaian bersifat mendidik memotivasi siswa
untuk belajar lebih giat lagi.
Pengubahan perilaku dan hasil perubahan perilaku dapat digambarkan sebagai berikut:
Pendidikan sebagai proses memproduksi sistem nilai dan budaya kearah yang
lebih baik, antara lain dalam pembentukan kepribadian, keterampilan dan
perkembangan inmtelektual siswa. Dalam lembaga formal proses repeoduksi sistem
nilai dan budaya ini dilakukan terutama dengan mediasi proseds belajar mengajar
sejumlah mata pelajaran di kelas. Materi pembelajaran IPA mencakup konsep – konsep
dasar, pendekatan, metode, dan teknik analisis ilmiah dalam pengajian berbagai
fenomena dan permasalahan yang ditemui dalam kehidupan nyata di masyarakat. Mata
pelajaran IPA dianggap sebagai suatu mata pelajaran yang sulit dipahami oleh siswa
sehingga mengurangi minat mereka dalam mempelajarinya (Prihatini, 2017)
Hasil belajar merupakan tujuan akhir dari pembelajaran di sekolah hasil belajar
dapat dilihat dari perubahan perilaku yang positif, baik dalam ranah afektif
psikomotorik dan kognitif. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang
dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan hingga mencapai hasil yang positif yang
disebut sebagai proses belajar titik proses belajar yang dilakukan dengan benar dan
produktif akan menghasilkan output yang baik dan berkualitas, Seseorang dikatakan
telah berhasil dalam belajar apabila dia memiliki perubahan-perubahan yang positif baik
dalam perilaku ataupun dari keterampilan dan sikapnya. Hasil belajar atau perubahan
perilaku yang menimbulkan kemampuan dapat berupa hasil utama pengajian
introduction effect maupun hasil samping pengiriman noctural effect hasil utama
pengajaran adalah kemampuan hasil belajar yang memang direncanakan untuk
diwujudkan dalam kurikulum dan tujuan pembelajaran titik sedang hasil pengiring
adalah hasil belajar yang dicapai namun tidak rencana untuk dicapai. Misalnya setelah
mengikuti pelajaran siswa menyukai pelajaran matematika yang semula tidak disukai
karena siswa senang dengan cara mengajarkan guru (Purwanto, 2009). Hasil belajar
terbagi kedalam 3 domain yaitu:
Hasil belajar kognitif adalah perubahan perilaku yang terjadi dalam kawasan
kognisi. Proses belajar yang melibatkan kognisi meliputi kegiatan sejak dari penerimaan
stimulus eksternal oleh sensori, penyimpanan dan pengolahan dalam otak menjadi
informasi hingga pemanggilan kembali informasi ketika diperlukan untuk
menyelesaikan masalah. Hasil belajar kognitif tidak merupakan kemampuan tunggal.
Kemampuan yang menimbulkan perubahan perilaku dalam domain kognitif meliputi
beberapa tingkat. Bloom membagi dan menyusun secara hirarki.
Hasil belajar afeltif dibagi kedalam lima tingkat yaitu, penerimaan, partisipasi,
penilaian, organisasi dan internalisasi. Hasil belajar disusun secara hierarkis mulai dari
tingkat yang paling rendah dan sederhana hingga yang paling tinggi dan kompleks.
Penerimaan (Receiving) atau menaruh perhatian (attending) adalah kesediaan menerima
rangsangan dengan memberikan perhatian kepada rangsangan yang datang kepadanya.
Partisipasi atau merespon (responding) adalah kesediaan memberikan respons dengan
berpartisipasi.
Dari penjelasan diatas, maka yakin bagi kita tidak semua perubahan
dalam diri seseorang merupakan hasil belajar. Menurut Gagne sebagai
suatu proses ada delapan tipe perbuatan belajar dari mulai perbuatan
belajar yang sederhana sampai perbuatan belajar yang sederhana saampai
perbuatan belajar yang kompleks, yakni:
1) Belajar signal, bentuk belajar ini paling sederhana yakni memberikan
reaksi terhadap perangsang, misalnya reaksi jantung kita
berdebarketika mendengar suatu gemuruh Guntur. Contoh lainadalah
ketika muncul perilaku guru matematikayang galak dan tidak
menyenangkan sebagai perangsang yang dapat menimbulkan reaksi
siswa yang tidak menyenangi mata pelajaran tersebut.
2) Belajar mereaksi perangsang melalui penguatan, yang membaerikan
reaksiyang berulang – ulang manakala terjadi reinforcement atau
penguatan. Misalnya ketika guru memberikan penguatan kepada
setiap siswa yang berusaha untuk menjawab setiap pertanyaan, maka
perilaku tersebut akan terus diulangi oleh siswa.
3) Belajar membentuk rangkaian, yaitu belajar menghubung –
hubungkan kesatuan (rangkaian) yang berarti. Misalnya belajar
mengoperasikan computer. Pertama siswa menekan tombol power,
menunggu sampai tampilan dilayar monitor, kemudian menggerakan
kursor dengan mouse untuk memilih menu, membuka fie, mengetik
atau memasukan data, menyimpan dan keluar dri menu utama.
4) Belajar sosial verba, yaitu memberikan reaksi dalam bentuk kata –
kata, Bahasa, terhadap perangsang, yang diterimanya. Misalnya guru
bertanya “coba sebutkan struktur kalimat dalam bentuk present
continunous tense? “siswa menjawab “Subjek di tambah be tambah
verb ditambah ing ditambah objek’ berikan contoh! “Kata Guru, “I
am going to the market”.
5) Belajarmembedakan hal yang majemuk, yaitu memberikan reaksi
yang berbeda terhadap perangsang ayng diterimanya. Misalnya,
kemampuan untuk dapat menyebutkan jenis dari sesuatu klasifikasi
atau rumpun berdasarkan karakteristik tertentu.
6) Belajar konsep, yaitu menempatkan objek menjadi satu klkasifikasi
tertentu. Kemampuan jonsep berhubungan dengan kemampuan
menjelaskan sesuatu berdasarkan atribut yang dimilikinya. Misalnya
konsep manusia, anjing, kera merupakan binatang menyusui,. Motor,
mobil, helicak, kereta apimerupakan alat transfortasi darat.
7) Belajar kaidah atau belajar prinsip, yaitu menghubung – hubungkan
beberapa konsep. Misalnya setiap makhluk hidup membutuhkan
makanan. Pencampuran akan dapat dipercepat dengan cara
pengadukan.
8) Belajar memecahkan masalah yaitu, menggambungkan beberapa
kaidah atau prinsip untuk memecahkan persoalan. Misalkan
kemampuan untuk melakukan fermentasi.
Menurut (Sanjaya, 2007) kedelapan tipe belajar diatas tersusun secara hiararki
yang memberikan petunjuk bagaiaman perbuatan belajar itu dilakukan, atau bagaimana
terjadinya perbuatan belajar, bukan petunjuk mengenal hasil belajar yang harus dicapai.
Hasil belajar siswa merupakan salah satu tujuan dari proses pembelajaran di
sekolah, untuk itu seseorang guru perlu mengetahui, mempelajari beberapa metode
mengajar, serta dipraktekan pada saat mengajar. Untuk menghasilkan prestasi hasil
belajar sisswa yang tinggi, guru dituntut untuk mendidik dan menjar isswa dengan
menggunakan metode pembelajaran yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran
dikelas (Nasution,2014)
Dari berbagai uraian diatas tentang hasilbelajar maka dapat diantesiskan bahwa
hasil belajar adalah perubahan – perubahan yang terjadi pada siswa yang menyangkut
perubahan nilai sikap, perubahan keterampilan, dan perubahan dalam pengetahu.
Perubahanyang terjadi sebagai hasil belajar haruslah merupakan perubahan yang
bersifat positif dalam membangun. Adapun faktor dari dalam dirinya sendiri, seperti
motivasi belajar dan kemampuan yang siswa miliki. Faktor dari dalam dirinya ini
memiliki andil yang sangat besar terhadap hasil belajar yang dicapai, karena pada
hakikatnya hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku individu yang disadari dan
upayakan keberhasilannya.
1) Makna bagi siswa, siswa dapat mengetahui sejauh mana telah berhasil
mengikuti pelajaran yang disajikan oleh guru. Hasil yang diperbolehkan oleh
siswa dari penilaian hasil belajar ini ada dua kemungkinan yaitu a)
memuaskan, jika siswa memperoleh hasil yang memuaskan dan hasil itu
menyenangkan, tentukepuasan itu ingin diperolehnya lagi pada kesempatan
lain waktu. Akibatnya siswa akan memilki motivasi yang cukup besar untuk
belajar lebih giat. b) tidak memuaskan, jika siswa tidak puas dengan hasil yang
diperoleh, ia akan berubahan agar keadaan itu tidak terjadi lagi. Namun bagi
siswa yang lemah kemauannya ia akan putus asa dengan hasil kurang
memuaskan yang telah diterimanya.
2) Makna bagi guru, guru akan dapat mengetahui siswa – siswa mana yang
berhak melanjutkan pelajarannya karena sudah berhasil mencapai kriteria
ketuntasan minimal (KKM) kompetensi yang diharapkan maupun mengetahui
siswa – siswa yang belum berhasil mencapai KKM kompetensi yang
diharapkan. Dengan petunjuk ini guru dapat lebih memusatkan perhatiaanya
kepada siswa – siswa yang belum berhasil mencapai KKM kompetensi yang di
harapkan. Guru juga dapat mengetahui apakah pengalaman belajar (materi
pelajaran) yang disajikan sudah tepat bagi siswa sehingga untuk kegiatan
pembelajaran di waktu yang akan datang tidak perlu diadakan perubahan.
Selain itu berdasarkan hasil penilaian yang diperoleh, guru akan dapat
mengetahui apakah strategi pembelajaranyang diperoleh, guru akan dapat
mengetahui apakah strastegi pembelajaran yang digunakan sudah tepat atau
belum. Jika apakah strategi pembelajaran yang tepat atau belum. Jika Sebagian
besar siswa memperoleh hasil penilaian yang kurang baik maupun jelek pada
penilaian yang didakan, mungkin hal itu disebabkan oleh strategi atau metode
pelajarn yang kurang tepat. Apabila demikian halnya, guru harus intropeksi diri
dan mencoba mencari strategi lain dalam kegiatan pembelajaran yang
dilaksanakan.
3) Makanan bagi sekolah, hasil belajar siswa merupakan cermin kualitas suatu
sekolah, informasihasil penilaian yang diperoleh dari tahun ke tahun dapat
digunakan sebagai pedomaan bagi sekolah untuk mengetahui apakah yang
dilakukan sekolah sudah memenuhi standar pendidikan sebagai mana dituntut
Standar Nasional Pendidikan (SNP) atau belum. Pemernuhan berbagai standar
akan terlihat dari bagus hasil penilaian belajar siswa. Informasi hasil belajar
yang diperoleh dapat dijadikan sebagai pertimbangan bagi sekolah untuk
Menyusun berbagai program pendidikan di sekolah untuk masa – masa yang
akan datang (Putro, 2016)
IPA merupakan ilmu yang terkontruksi secara personal dan sosial berlandaskan
pendekatan kontruktivisme. Pembelajaran IPA memerlukan ketempatan yang luas bagi
peserta didik untuk melakukan dan mengkontruksi sains seoptimal mungkin sesuai
dengan kapasitas mereka masing – masing dengan memanfaatkan iklim kolaboratif
didalam kelas. Disinilah peran guru sangat viral untuk mendapat mengelola proses
pembelajaran IPA dengan baik. Dalam perspektif kontruktivisme belajar itu sebagai
proses perubahan konsepsi. Karena belajar dipandang sebagai perubahan konsepsi,
maka dapat dikatakan belajar merupakan suatu kegiatan yang rasional. Belajar hanya
akan terjadiapabila seseorang mengubah atau keinginan mengubah pikirannya (West&
Pines, 1985 211-214). Dalan perubahan konsepsi siswadipandang sebagai pemroses
pengalaman daninformasi, bukan hanya sebagai tempat penampung pengalaman dan
informasi. Jadi belajar sebagaikegiatan yang rasional, maksudnya adalah belajar itu apa
yang dilakukan oleh seseorang terhadap ide atau gagasan yang telah dimilikinya
(Suliatyowati, 2014). IPA (sains) merupakan upaya yang dilakukan manusia secara
sistematik, terorganisasi, dan terstruktur sebagai proses kratif yang didiorong oleh rasa
ingin tahu, keteguhan hati dan ketekunan yang dapat diulang kembali oleh orang lain
secara berulang – ulang dan hasilnya adalah penjelasan tentang rahasian alam yang
diunggapkan dalam bentuk fakta – fakta, definisi, konsep – konsep, prinsip – prinsip
dan teori ilmiah.
1) Sikap; rasa ingin tau tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, hubungan
sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui
prosedur yang benar: IPA (sains) bersifat open ended.
2) Proses; prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah, metode ilmiah
meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan,
evaluasi, pengukuran dan penarikan kesimpilan.
3) Produk: berupa fakta, konsep, prinsip, teori, dan hukum aplikasinya adalah
berupa penerapan metode ilmiah dalam kehidupan segari – hari.
Dalam group investigasipar murid bekerja dalam enam tahap. Guru tentunya perlu
mengadaptasikan pendoman – pedoman ini dengan latar belakang, umurdan
kemampuan para murid, sama halnya seperti penekanan waktu, tetapi pedoman –
pedoman ini cukup bersifat umum untuk dapat diaplikasikan dalam skala kondisi kelas
yang luas (Slavin, 2005). Enam tahap group investigasi sebagai berikut:
Tahap II: Merencanakan tugas yang akan dipelajari. Para siswa merencanakan
bersama mengenai: apa yang kita pelajari, bagaimana kita mempelajarinya, siapa
melakukan apa (pembagian tugas), untuk tujuan atau kepentingan apa kita
menginvestigasi topik ini.
a) Guru tidak responsif: sikap mental guru menjadi hal yang paling krusial
dalam melakukan semua perubahan. Perubahan apapun dalam dunia
pendidikan tidak akan berfungssi jika mentalitas dan paradigma berpikir
guru masih tradisional, terpatri pola lama, dan sulit menerima perubahan.
b) Keaktifan: Trondike mengemukakan bahwa keaktifan siswa dalam belajar
memerlukan adanya berbagai Latihan.
c) Keterlibatan langsung/berpengalaman: Edgar Dale mengemukakan bahwa
belajar paling baik adalah melalui pengalaman langsung.
d) Pengulangan menurut teori psikologi daya melatih daya – daya yang dimiliki
manusia, yaitu terdiri atas kemampuan mengamati, menanggapi, mengingat,
mengkhayal, merasakan, berpikir dan sebagainya.
e) Tantangan dalam teori meda (Field theory), Kurt Lewin, mengemukakan
bahwa sistem pada situasi belajar beradadi dalam suatu medan atau lapangan
psikologis. Pada situasu ini siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin
dicapai, tetaoi selalu adahambatan saat mempelajari bahan belajarnya
Menurut (Andrini,2016), based on the phemenon that oftem occurs during the process
of learning activies, lack of student learning outcomes arevery concert. To that end, the
sudy on improving student learning outcomes through inquiry learning method be
interesting to do astudy. Pembelajaran yang menggunakan pendekatan kelompok
penyelidikan group investigasi memiliki kelebihan dibandingkan dengan pembelajaran
yang menggunakan pendekata structural
a) Secara pribadi, dalam proses belajarnya dapat bekerja secara bebas, memberikan
semangat untuk berinisiatif kreatif, dan aktif, rasa percaya diri dapat lebih
meningkat, dapat belajar untuk memecahkan dana menangani suatu masalah,
mengembangkan antusiasme dan rasa pada fisik
b) Secara sosial, meningkatkan belajar bekerja sam, belajar berkomunikasi baik
dengan teman sendiri maupun guru, belajar menghargai pendapat orang lain,
meningkatkan secara sistematis, belajar menghargai pendapat orang lain,
meningkatkan partisipasi dalam membuat suatu keputusan.
c) Secara akademis, siswa terlatih untuk mempertanggung jawabkan jawaban yang
diberikan, bekerja secara sistematis, mengembangkan dan melatih keterampilan
fisik dalam berbagai bidang, merencanakan dan mengorginasikan pekerjaanya,
mengecek kebenaran jawaban yang mereka buat, selalu berpikir tentang cara
atau strategi yang digunakan sehingga didapat suatu keismpulan yang berlaku
umum (Sholmin, 2014)
Pernyataan diatas menunjukan bahwa inti dari berpikir yang baik adalah
kemampuan untuk belajar dalam situasi berpikir. Dengan demikian, hal ini dapat
diimplementasikan bahwa kepala siswa hendaknya diajarkan bagaimana belajar yang
meliputi apa yang diajarkan, bagaimana hal itu diajarkan, jenis kondisi belajar, dan
memperoleh pandangan baru. Salah yang termaksud dalam model pemrosesan informasi
adalah model pembelajaran inkuiri (Trianto,2009)
Dari berbagai definisi tersebut, dapat disintesiskan bahwa pembelajaran inkuiri
adalah pembelajaran yang menekankan pada bagaimana pendidik (guru) menempatkan
siswa pada lingkungan yang mengharuskan siswa belajar secara aktif, mengemukakan
semua pemikiran dan ide – ide, memunculkan pertanyaan – pertanyaan dan masalah dan
mendorong siswa untuk melakukan penelitian atau eksperimen atau penyelidikan yang
memerikan motivasi pada para siswa, akan tetapi memberikan arahan dan bimbingan
agar siswa dapat menemukan jawaban secara ilmiah melalui kajian dan
penelitianilmiah.
Guna membatasi fokus masalah pada penelitian ini, maka peneliti memfokuskan
pada model inkuiri terbimbing, pada tahap ini siswa bekerja (bukan hanya duduk,
mendengarkan lalu menulis) untuk menemukan jawaban masalah yang dikemukakan
oleh guru di bawah bimbingan yang intensif dari guru. Tugas guru lebih “memancing”
siswa untuk melakukan sesuatu. Guru datang ke kelas dengan mebawa masalah untuk
dipecahkan oleh siswa, kemudian mereka dibimbing untuk menemukan cara terbaik
dalam memecahkan masalah tersebut, Orlich et,al (1998) menyatakan ada beberapa
karakteristik dari inkuiri terbimbing yang perlu diperhatikan yaitu:
Dengan demikian model pembelajaran inkuiri sangat bermanfaat, baik untuk siswa
maupun guru jika dipergunakan dalam proses kegiatan belajar mengajar. Berikut adalah
tabel yang menunjukan rangakaian kegiatandan manfaat dari keterlibatkan siswa dan
guru terhadap 4 aspek pokok dalam pembelajaran berbasis inkuiri:
Tabel 2.4 Rangkaian Kegiatan dan Manfaat dari keterlibatan siswa dan Guru dalam
Pembelajaran Berbasis Inkuiri
. Mempasilitasi diskusi
. Menyusun cara untuk siswa
menyampaikan pendapat . membantu siswa untuk
. Mengenali hubungan mengenali pilihan,
antara terori dan temuan – perbedaan dan tingkat
temuan terbaru pemahaman atas suatu
. Menjawab atau topik terntentu
menjelaskan maksud . Menguji dan
suatu pernyataan memperkaya pengetahuan
. Menyusun pertanyaan siswa atas suatu hal
yang lebih mendalam . Memberi kesempatan
untuk diselidiki kepada siswa untuk
. Menciptakan menunjukan kemajuan
kesempatan untuk secara dalam belajar
bersama – sama . mengevaluasi proses
C. Eksplorasi menikmati proses belajar belajar siswa sesuai
mengumpulkan . Melanjutkan refleksi dengan ekspektasi
informasi dan tentang “apa”, kurikulum
membangun “mengapa”, dan . Bersama siswa,
hipotesis “bagaimana” merencanakan untuk
pembelajaran ini melakukan hal- hal lain
berlangsung yang lebih menyenangkan
untuk mendapat
pengetahuan tambahan
atas materi pembelajaran
tertentu
. Membantu siswa
memahami informasi yang
. Mengumpulkan akan dengan pemahaman
informasi Sebanyak yang lebih mendalam.
D. Analisa merangkum banyaknya untuk
informasi, kemudian ditelaah . Memperluas pemikiran
menentukanpoin – . Menghubungkan siswa dengan pertanyaan
poin penting dan pemikiran – pemikiran yang lebih tajam
membangun terbaru dengan pemikiran . Menguji pengetahuan
pembelajraan baru. terdahulu dan keyakinan siswa atas
. Memperjelas dan suatu hal
memperdalam bobot . Mendorong siswa untuk
pertanyaan menyamoaikan ide – ide
. Melakukan penelitian yang mereka punya
dan observasi yang lebih . Memberikan informasi
mendalam tambahan atas suatu
materi tenrtentu
. Memberi lebih banyak
kesempatan pada siswa
untuk melakukan kerja
kelompok
.Menggunakan informasi . Berdiskusi dengan siswa
yang telah dikumpulkan tentang kemungkinan
untuk menjawab perubahan pendapat
pertanyaan dan menguji . Memperkenalkan
hipotesis mereka konsep, proses dan
. Merangkum hipotesis keahlian dalam PBL
dan jawaban yang mereka . Melakukan observasi dan
temukan dalam diskusi menantang siswa untuk
. Mengumpulkan, mengajukan pertanyaan
membandingkan dan yang lebih berbobot
memilih informasi yang .Memberi lebih banyak
tersedia kesempatan pada siswa
. Mendiskusikan untuk mengembangkan
pemikiran mereka asesmen, baik secara
. Menggunakan informasi individu maupun dalam
yang ada untuk kelompok
membangun pertanyaan
yang lebih lanjut
Ada banyak yang bisa dilakukan untuk mengetahui efektivitas inkuiri dalam proses
pembelajaran, salah satunya dengan mengamati ciri – cirinya. Berikut adalah ciri – ciri
yang dimaksud:
1) Real life skill: Siswa belajar tentang hal – hal penting namun mudah
dilakukan, siswa didorong untuk melakukan bukan hanya duduk, diam dan
mendengarkan
2) Open ended topik : tema yang dipelajari tidak terbatas, bisa bersumber
dimana saja ; buku pelajaran, pengalaman siswa/ guru, internet, televisi,
radio, dan seterusny. Siswa akan belajar lebih banyak
3) Intuitif, imajinatif, inovatif: siswa belajar dengan mengerahkan seluruh
potensi yang mereka miliki, mulai dari kreativitas hingga imajinasi. Siswa
akan menjadi pelajar aktif, out of the box, siswa akan belajar karena mereka
membutuhkan, bukan sekedar kewajiban
4) Peluang melakukan penemuan: dengan berbagai obserpasi dan eksperimen,
siswa memiliki peluang besar untuk melakukan
5) Penemuan, siswa akan segera mendapat hasil dari materi atau topik yang
mereka pelajari
e. Perbedaan Antara Model Group Investigasi (GI) dan Modek Inkuiri Terbimbing
Tabel 2.5 Perbandingam sintakn Group Investigasi (GI) dan Inkurir Terbimbing
Group Investigasi sesuai untuk proyek – proyek studi yang terintegrasi yang berhubung
dengan hal – hal semacam penguasaan, analisis, dan mesistensikan informasi
sehubungan dengan upaya menyelesaikan masalah yang bersifat muliti – aspek. Inkuiri
memilki fokus utama yang menjadi titik tekan atau perhatian utama bukan terletak pada
solusi atau jawaban yang diberikan, tetapi pada pemetaan masalah dan kedalaman
pemahaman atas masalah yang diberikan, tetapi pada pemetaan masalah dan kedalamn
pemahaman atas masalah yang menghasilkan penyajian solusi atau jawaban yang valid
dan meyakinkan. Siswa bukan hanya mampu menjawab ‘apa’. Tetpai juga mengerti
‘mengapi’ dan ‘bagaimana’(Slavin 2005
Berpikikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang
digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, pengambilan
keputusan, membunjuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah.
Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpendapat dengan cara yang terorganisasi.
Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis bobot
pendapat pribadi dan pendapat orang lain. Berpikir kritis adalah sebuah prosessistematis
yang memungkinkan siswa merumuskan dan mengevaluasi keyakina dan pendapat
mereka sendiri. Berpikir kritis adalah sebuah proses terorganisasi yang memungkinkan
siswa mengevaluasi buku, asumsi, logika, dan Bahasa yang mendasari pernyataan orang
lain (Chanwong,2018)
Menurut (Mayasari, 2019) Kurikulum 2013 berbasis kompetensi dan
menggunakan pendekatan scientific sebagai proses berpikir, dengan sistem
pembelajaran authentic (authentic instruction), implementasi kekuatan pendidikan
karakter kecakapan literasi, dan keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah
keterampilan berpikir kritis (Critical thingking skills) Ilmu pengetahuan Alam (IPA)
adalah salah satu mata pelajaran yang mempraktikan sikap ilmiah. IPA di tingkat
sekolah dasar menekankan pentingnya siswa mengalami langsung materi yang
dipelajarinya, bukan mendengarkan dari guru saja.
Menurut (Restana, 2015) IPA (Sains) merupakan cara mencari tentang alam
secara sistematis untuk menguasasi pengetahuan, fakta – fakta, konsep konsep, prinsip –
prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah. Sains umumnya memiliki peran
penting dalam peningkata mutu pendidikan. Khusunya di dalam menghasilkan peserta
didik yang berkualitas, yaitu manusia yang mampu berpikir krisis, kreatifitas, logis dan
berinisiatif dalam menanggapi isu di masyarakat yang diakibatkan oleh dampak
perkembangan sains dan teknologi. Hal ini berarti untuk mempelajari sains diperlukan
kemampuan atau kreativitas siswa agar dapat mempelajari sains dengan mudah.
Menurut (Yanti, 2017) model pembelajar Creative Problem Solving adalah suatu
model pembeljaran yang memusatkan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan
masalah, yang diiikuti dengan penguatan kreatifitas Model pembelajaran problem
solving sangat potensial untuk melatih siswa berpikir kreatif dalam menghadapi
berbagai masalah, baik itu masalah pribadi maupun masalah kelompok untuk
dipecahkan secara sendiri atau bersama – sama.
Pembelajaran dengan model pembelajaran creative problem solbing mengajak siswa
untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran yang dapat memacu siswa untuk aktif dalam
pemahamannya dan mengidentifikasi kesalahan dalam berpikirnya, sehingga siswa
mampu mengembangkan daya nalarnya secara kritis untuk memecahkan masalah yang
di hadapi. (Llyod 2010)
Menurut Slavin dalam (Clairin &Ama, 2018) made four steps that can be used
for cooperative learning TGT: (1 presentation of the class, (2 The formation of the
group (3 Games (4 Tournamen (5 a group Choice. This type of cooperative learning
TGT is expected to develop the ability to critically think with students, studnts do not
feel bored because the elemnt of play in them, es tabish cohesiveness among the
students because ther study droups and make students become more active in the
learning process.
Menurut (Ayu & Pudjawan,2015) Kemampuan berpikir kritis ini perlu dilatih
sejka dini pada siswa. Hal ini dikaenakan, berpikir kritis diperlukan dalam setiap
profesi, dan itu memungkinkan seseorang untuk menghadapi kenyataan dengan cara
yang wajar dan mandiri. Namun demikian, dalam proses pembelajaran belum banyak
guru yang menciptakan kondisi dan situasi yang memungkinkan siswa untuk berpikir
kritis hal ini terlibat. Hal ini terlihat dalam kegiatan belajarr mengajar guru menjelaskan
materi yang telah disipakna kemudia memberikan Latihan soal yang bersifat gafalam
materi.
Menurut (Brian & James, 2006) “Some define critical thingking as the process
of reasonably deciding what to believe and do defined critical thingking as “our active,
purposeful, and organized efforts to make sense of our wordly by carefully examining
our understanding , provided a much simpler definition, noting that critical thingking is
the “reasonable and reflective thingking that is focused on deciding what to believe or
do” adefinition offered by Rudd et al. states that “Critical thingking is ar reasoned,
purposive, and introspective approach to solving problems or addressing quaetions
with incomplete evidence and information, and for which an incontrovertible solution is
unkily”.
Proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas merupakan salah satu kegiatan
pnting bagis siswa dan guru. Guru memiliki peran yang sangat penting dalam
melakukan pembelajaran. Guru menjadi pemegang faktor utama penentu keberhasilan
kegiatan belajar mengajar, seperti yang ditegaskan dalam UU RI No. 20/2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 butir 1 menyatakan bahwa “ Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran”. Untuk itu, pembelajaran dikelas perlu didesain dengan melibatkan siswa
untuk belajar. Berbagai usaha dilakukan guru dengan tujuan bahwa materi pembelajaran
yang disampaikan oleh guru dapat dipahami dan dikuasai oleh anak didiknya (Walfajri
& Harjono, 2019)
1. Edward Glaser (1 suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah –
masalah dan hal – hal ysng berada dalam jangkauan pengalaman seseorang (2
pengetahuan tentang metode – metode pemeriksaan dan penalaran yang logis, (3
semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode – metode tersebut. Berpikir
kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan
asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan – kesimpulan kanjutan
yang diakibatkannya.
2. Robert Ennis, pemikiran yang masuk akal dan refleksitif yang berfokus untuk
memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan.
3. Richard Paul, metode berpikir mengenai ha, subtansi atau masalah apa saja dimana si
pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil
struktur- struktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar -standar
intelektual padanya.
4. Alec Fisher, intervrentasi dan evaluasi yang terampil dan aktif terhadap
observasu dan komunikasi, informasi dan argumentasi.
Dari uraian diatas dapat disintesiskan bahwa kemampuan berpikir kritis adalah
aktivitas berpikir yang memenuhi standar tertentu, jelas maksud dan tujuannya, relevan
dan logis atau masuk akal untuk mengevaluasi suatu kebenaran tentang suatu gagasan
atau hukum. Kemampuan berpikir kritis merupakan aktifis terampil yang bisa kita
lakukan dengan baik, karena kemampuan berpikir kritis yang baik akan mempengaruhi
standar intelektual dan cara mengevaluasi terhadap suatu informasi dan observasi.
Kemampuan berpikir kritis mengajarkan kit acara berasumsi yang baik, dengan kata lain
kemampuan berpikir kritis membuat kita mampu menarik sebuah kesimpulan tentang
masalah atau isu – isu yang dapat di percaya atau tidak
Perkembangan motoric pada fase atau usia sekolah (7-12 tahun), ditandai
dengan gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu, usia ini
merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang berhubungan
dengan motoric, baik halusA maupun kasar, seperti dapat dikemukakan dalam
tabel berikut:
Tabel 2.7 Perkembangan Motorik Anak Usia Sekolah
Pada usia SD khususnya dikelas tinggi (4,5,6) peserta didik mulai menyadari
bahwa pengungkapan emosi seacara kasar tidakla diterima, atau tidak disenangi oleh
orang lai. Oleh karena itu, dia mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontorol
ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosi diperolehnya melalui peniruan dan
Latihan. Pekerbangan sosial peserat didik usia SD dapat ditandai dengan adanya
perluasan hubungan, ddisampingdengan para anggota keluarga, juga dengan adanya
perluasan hubungan, disamping dengan para angggota keluarga, juga dengan teman
sebaya, sehingga ruan gerak hubungannya bertambah luas. Pada usia ini peserta didik
mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri dari sikap berpusat kepada diri sendiri
(egosentris) kepada sikap bekerja sama (kooperatif) atau sosisentriis (mau
memperhatikan kepentingan orang lain).
2.2 Penelitian yang Relevan
1. Julimah (2020), dengan penelitian tentang “Penerapan Model Inkuiri Terbimbing
Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Sikap Ilmiah Siswa
Daalam Pembelajaran IPA Siswa Kelas V SDN Bengkulu Tengah” Penelitian ini
bertujuan untuk meningkatkan aktivitas, kemampuan berpikir kritis, dan sikap
ilmiah sisiwa pembelajaran IPA penelitian mengindikasikan bahwa penerapan
model inkuiri terbimbing dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan
sikap ilmiah siswa Kelas V SDN 9 Bengkulu Tengah.
2. Dani Ramdani (2018) melalui penelitian tentang “Korelasi Antara Kemampuan
berpikir Kritis dengan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Inkuiri
Terbimbing”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
kemampuan berpikir kritis dengan hasil belajar
3. Hasanah Uswatun (2016), dengan penelitian yang berjudul “Pengaruh Model
pembelajaraan dan Kemampuan Berpikir Kritis Terhadap hasil Belajar IPA Kelas
V Sekolah Daasar Kelurahan Menteng Jakarta Pusat” Tujuan penelitian iniadalah
untuk mengetahui pengaruhmodel pembelajaran inkuiri terbimbing dapat
memberikan hasil yang baik untuk diterapkan kepada siswa.
4. Hani Nur’ Azizah (2016) melalui penelitian yang berjudul “Pengaruh Model
Pembelajaran dan Energi Bunyi bagi siswa Kelas V Sekolah Dasar Keluraha
Menteng Jakarta Pusat” Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat memberikan hasil yang baik untuk
diterapkan kepada siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi dan
kemampuan berpikir kritis rendah
5. Dwi Setyowati (2015), dengan penelitian tentang “Hasil Belajar” Tema
Lingkungan dengan menggunakan model group Investigasi (GI) Siswa Kelas II Di
Sekolah Dasar” Hasil penelitian menunjukanbahwa dengan menunjukan metode
Group Investigasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Selain itu hasil
penelitian juga menunjukan adanya meningkatkan aktifitas guru dan siswa dalam
kegiatan pembelajaran.
2.3.1 Perbedaan Hasil Belajar IPA antara Siswa yang belajar dengan Model
Pembelajaran Group Investigasi (GI) dan Inkuiri Terbimbing
Hasil belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri siswa sebagai akibat
kegiatan pembelajaran bersifat non – fisik seperti perubahan sikap, pengetahuan
maupun kecakapan. Dari perubahan hasil belajar IPA tersebut diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajar IPA pada materi memahami perubahan yang terjadi di alam
dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam sesuai dengan tujuan
pembelajaran yangbingin dicapai. Pembelajaran IPA merupakan pembelajaran
pengetahuan melalui prose s mencari permasalahn dari materi yang guru sampaikan
secara aktif dan berusaha menemukan jawaban dari permasalahan tersebut. Hal ini
memungkinkan siswa dan memfasilitasi prosespembelajaran tersbut. Hal ini
memungkinkan siswa untuk dapat lebih mengembangkan kemampuannya baik kognitif,
afektif, dan psikomotorik secara lebih optimal. Agar hal semikian tercapai maka perlu
metode pembelajaran yang tepat yang mendukung tercapainya tujuan pembelajaran IPA
tersebut.
Model group investigasi adalah metode yang menuntut siswa terlibat dalam
perencanaan baik topik yang dipeljarai dan bagaiman jalannya penyelidikan.
Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit dari pada
pendekatan yang berpuat pada guru. Pendekatan ini juga memerlukan mengajar siswa
keterampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik (Trianto,2009)
Model pembelajaran merupakan salah satu faktor penting dapat memberikan hasil
belajar yang baik bagi siswa. Dalam pembelajaran IPA, model pembelajaram yang
digunakan adalah metode group investigasi dan model inkuiri terbimbing.
Hasil belajar siswa disekolah mencakup aspek atau ranah kompetensi pengetahuan,
sikap, dan keterampilan (Kogritif, afektif, dan psikomotorik) yang dilakukan secara
berimbang sehingga dapat dipergunakan untuk menentukan posisi rekatif setiap siswa
terhadap standar yang telah ditetapkan (Putro,2016) . pembelajaran IPA diharapkan
dapat menjadi sarana bagi siswa untuk dapat mempelajari dirinya sendiri sebagai
individu dan alam sekitar serta segala aspek kehidupan yang ada didalamnya Karena
pembelajaran IPA menekankan pada pembelajaran secara langsung, serta lebih lanjut
dapat menerapkannya dalam kediupan sehari – hari.
2.3.3 Perbedaan Hasil Hasil Belajar IPA antara Siswa yang Memiliki
Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi Siswa yang Memiliki Kemampuan Berpikir
Kritis Rendahyang Belajar dengan Menggunakan Model Pembelajaran Group
Investigasi (GI)
Hasil belajar dapat dijadikan acuan untuk mengukur sejuah mana kemampuan
berpikir kritis siswa. Berpikir kritis adalah sejenis berpikir evaluative yang mencakup
baik itu kritik maupun berpikir kreatif dan secara khusus mendukung suatu keyakinan
atau rentenan tindakan (Alee,2009)
2.3.4 Perbedaan Hasil Belajar IPA antara Siswa yang memiliki Kemampuan
Berpikir Kritis Tinggi dan Siswa yang Memiliki Kemampuan Berpikir Kritis
Rendah yang Belajar dengan menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri
Terbimbing
Dari uraian diatas diduga siswa yang belajar dengan model inkuiri mengalami
perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis
tinggi dan siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah.
1) Hasil belajar IPA dengan model pembelajaran group investigasi lebih tinggi
dari hasil belajar IPA dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing.
2) Terdapat interaksi antaar model pembelajaran dan kemampuan berpikir kritis
siswa terhadap hasil belajar IPA
3) Terhadap perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang memiliki
kemampuan berpikir kritis tinggi yang belajar dengan menggunakan model
pembelajaran group investigasi dan inkuiri Terbimbing.
4) Terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang memiliki
kemampuan berpikir kritis rendah yang belajar dengan menggunakan model
pembelajaran group investigasi dan inkuiri Terbimbing.
BAB III
METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian SDN Limbangan Tengah III yang berada di Kecamatan Balubur
Limbangan Kabupaten Garur, pada semester genap tahun ajaran 2016-2017. Pemilihan
sekolah di dasarkan pada lokasi sekolah, kondidi lingkungan belajar, profil guru, tingkat
pencapaian rata-rata UASBN IPA yang di laksanakan dua kali pertemuan perminggu,
dan setiap pertemuan tatap muka 2 X 45 menit.
2. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desai penelitian Treatment by level 2x2 yang terikat, dua
variabel bebas dan satu variabel moderator. Variabel bebeas adalah model pembelajaran
yang terdiri dari model group investigasi (GI) (A1) dan model inkuiri termbimbing
(A2). Variabel moderator pada penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis tertinggi
(B1) dan kemampuan berpikir keritis rendah (B2). Variabel terikatnya (Y) adalah hasil
belajar IPA.
Adapun desain penelitian yang digunakan yakni sebagai berikut:
Kemampuan berpikir
kritis
Keterangan
A : Model Pembelajaran
A1 : Model Pembelajaran Group investigasi
A2 : Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
B1 : Berpikir Kritis Tinggi
B2 : Berpikir Kritis Rendah
A1B1 : Kelompok siswa yang diberikan model pemeblajaran Group Investigasi (GI)
dengan kemampuan berpikir kritis tinggi.
A2B1: Kelompok sisiwa yang diberikan model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
kemampuan berpikir kritis tinggi.
A1B2 : Kelompok sisiwa yang diberikan model pembelajaran Group investigasi (GI)
dengan kemampuan berpikir kritis rendah.
A2B2 : Kelompok siswa yang diberikan model pembelajaran inkuiriu terbimbing dengan
kemampuan berpikir kritis rendah.
Lokasi penelitian di SDN Limbang Tengah III yang berada di kecamatan Balubur
Limbangan Kabupaten Garut. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas V SDN
Limbangan tengah III. Pemilihan lokasi penelitian di dasrkan guru, tingkat pencapaian
rata-rata UASBN IPAS termasuk kedalam kategori sedang, serta ketersediaan sarana
dan prasarana. Sampel penelitian ini adalah seluruh sisiw akelas V SD rata-rata usia 11
tahun keatas dan di asumsikansudah memiliki dasar terhadap kemampuan berpikir kritis
yang dapat di terapkan dalam masalah yang konkrit.
4. Rancangan Perlakuan
Variabel perlakuan dalam penelitian ini adalah siswa yang di ajar menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe group investigationdan model pemeblajaran kontektual
tipe inkuiri terbimbing. Perlakuan (treatment) yasng diberikan dlam penelkitian ini
adalah teknik penilaian kelas (classroom asessment) yang terdiri dari satu kelas dengan
model pemebalajaran yang berbeda. Yaitu model pembelajaran kooperatif tipe group
investigation dan kontekstual tipe inkuiri termbimbing, kedua model pembelajran ini
menggunakan tes pilian ganda dengan empat pilihan jawaban. Kondisi dan perlakuan
kedua kelompok eksperimen di usahakan sama meliputi, 1. Standar kompetensi pada
mata pelajaran IPA, 2 Materi pembelajaran IPA 3 tes pilihan ganda 4 guru yang
mengajar (peneliti).
Komponen Pelaksanaan
Kelas eksperimen Kelas kontrol
Waktu Semester II Tahun ajaran 2016-2017
1. Prosedur Penelitian
a. Tahap Persiapan
1) Alat ukur hasil belajar IPA
a) Menganlisis mata pelajaran IPA untuk menyusun materi yang akan di
ajarkan
b) Menyusun kisi-kisi tes
c) Penysusn tes
d) Pengujian validitas dan reliabilitas untuk mendapatkan alat ukur tes
yang valid dan reliebel
e) Di peroleh instrument tes yang valid dan reliabel
2. Alat ukur kemapuan berpikir kritis
a) Melakukan studi kepustakaan tentang kemampuan berpikir kritis
b) Menentukan definisi konseptual dan operasionla kemampuan berpikir kritis
sebagai dasar penyusunan kisi-kisi
c) Penyusunan kisi-kisi tes kemampuan berpikir krits
d) Penysusnan instrumen tes kemampuan berpikir kritis
e) Pengujian validitas dan realibilitas untuk mendapatkan alat ukur tes yang valid
dan variabel
f) Di peroleh instrumen tes yang valid dan reliable
b. Tahap Pelaksanaan
c. Tahap Akhir
Tahap akhir meliputi pengolahan data hasil penelitian, analisis dan pembahasan
dan penarikan kesimpulan dan pemberian saran.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data berupa pemeberian tes dalam bentuk tes urian. (Essay) untuk
mengukur kemampuan berpikir kritis dan pilihan ganda untuk mengukur hasil belajar
IPA siswa kelas V sekolah dasar. Tes hasil belajar IPA di lkaukan untuk menganalisis
hasil belajar IPA siswa setelah mengikuti pelajaran IPA. Kedua jenis tes tersebit peneliti
buat dalam bentuk permasalahan sederhana.
6. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua jenis instrument yaitu instrument kemampuan berpikir
kritis dan instrument hasil belajara IPA. Penyususnan tes di awali dengan pembuatan
kisi-kisi soal mencakup sub pokok bahasan, indikator kemampuan yang di ukur, dan
jumlah butir soal. Setelah mebuat kis-kisi soal, di lanjutkan membuat soal beserta kunci
jawabannya dan aturan pemberian ekor untuk masing-masing butir soal. Sebelum soal
tes digunakan, soal terlebih dahulu diuji cobakan untuk mengetahui tingkat validitas
dan reliabilitas soal.
Hasil belajar IPA adalah nilai yang diperoleh setelah menjawab soal uraian
yang mengukur hasil belajar IPA siswa kelas V dalam menguasai IPA yang
terdiridari asprk kognitif, afektif, dan psikomotorik. Mampu menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari, mampu berkomunikasi tentang IPA, dan
menanggapi permasalahan dan isu-isu tentang IPA yang berkembang
dimasyarakat dengan indikator: a) mengenali pertanyaan ilmiah,
b)mengidentifikasi bukti, c) menarik kesimpulan, d)mengkomunikasikan
kesimpualan, e) menunjukan pemahaman konsep ilmiah.
c. Kisi-Kisi Instrumen
Tabel kisi-kisi instrumen hasil belajar IPA
3 Menarik kesimpulan 20 1
4 Mengkomunikasikan 28,29,30 3
kesimpulan
Jumlah Soal 30
d. Jenis Instrumen
Instrumen pembelajaran IPA yang disajikan berupa tes pilihan ganda dengan
empat pilihan jawaban. Untuk jawaban salah diberi skor 0.
Kemampuan berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas
yang digunbakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah,
pengambilan keputasan, membujuk, menganalisis asusmsi, dan melakuakan
peneltian ilmiah
b. Definsi Operasional
c. Kisi-kisi Instrumen
Tabel kisi-kisi instrumenkemampuan berpikir kritis.
Jumlah soal 15
d. Jenis Instrumen
Instrumen ynag disajikan berupa tes urian (essay)yang terdiri dari 20buitir soal
berbasiss inkuiri. Setiap butirnya di lengkapi beberapa alteratif jawaban.
a = n/n-1 ( 1- ∑si2/si2
Keterangan :
a. a = koefisien alfa
b. Si2 = varian niali butir
c. n = banyaknya butir instrumen
d. 1 = bilangan tetap
e. Si2 = jumlah varian nilai dari tiap butir instrumen
Untuk mengetahui tingkat reliabilitas suatu instrument tes dapat
dilakukan dengan membandingkan antara thitung dengan tabel dan
berpedoman pada penafsiran jika berarti data reliable , dan jika berarti data
tidak reliable.
1) Tingkat kesukaran
2) Tujuan pengujian tingkat kesukaran adalah untuk mengetahui butir soal,
soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu
sukar, dengan menggunakan rumus P = B/JS
Keterangan : P = Indeks kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab JS = Jumlah seluruh siswa peserta
tes
3) Daya Pembeda
Daya beda soal dimaksudkan untuk melihat sejauh mana butor tes dapat
benar membedakan sisiwa yang mampu menjawab dengan benar pada
setiap butir soal. Karena smapel yang akan ditentukan daya bedanya kecil
(kurang dari 100 siswa), maka di bagi 2 kelompok sama besar. Seluiruh
siswa diurutkan mulai dari skor teratas samapi terendah kemudain dibagi
dau. Klasifikasi daya pembeda yaitu; nilai 0,00-0,20 kurang, nilai 0,21-
0.30 sedang, nilai 0,31-0,70 baik, nilai 0,70-1,00 baik sekali. Dan nilai
negative adalah tidak baik sehingga soalnya tidak terpakai. Dengan
formula indeksa diskriminasi adalah sebagai berikut :
D = BA/JA-BB-JB-PA-PB
Keterangan
D = Indeks diskriminasi
BA = Banyak kelompok atas yang menjawab benar
BB = Banyak kelompok bawah yang menjawab benar
JA = Banyak siswa yang kelompok atas
JB = Banyak siswa yang kelompok bawah
PA = Proposi siswa kelompok atas yang menjawab benar
P = Indeks kesukaran
4) Validitas
Bentuk insdtrumen hasil belajar IPA berupa tes pilihan ganda dengan
empat pilihan jawaban. Jika benar mendapatkan nilai 1 dan jika salah
mendapat nilai 0. Rumus yang digunakan untuk mengetahui validitasbutir
soal adalah rumus koefisien biserial point sebagai berikut :
Rpbi=X1-Xt / St √p/1-p
Keterangan :
Rpbis= kolerasi point iserial
X1 = Rata-rata skor yang menjawab benar
Xt = Rata-rata skor total
P = proposi yang menjawab benar pada butir tingkat kesulitan
q = proposi yang menjawab salah pada butir 1-p
St = simpangan baku skor total
Nilai pbis yang diperoleh dari perhitungan selanjutnya di konsultasikan
dengan r tabel product moment, dimana kriteria penerimaaan butir
instrumen rpbis yang di tentukan uji satu sisi dengan taraf signifikasni(a)
dan derajat kepercayaan (df) =k-2 (dimana k adalah banyaknya responden
uji coba). Kriteria validasi butir soal adah rthitung lebih besar atau sama
dari pada rtabel maka butir soal dianggap valid. Sesengkan jika rthitung
lebih kecil dar Itabel berarti butir soal tidak valid dan tidak digunakan.
Koefisien reliabilitas instrumen dimaksud untuk melihat konsisntensi
jawaban yang diberikan responden berulang-berulang dengan hasil yang
stabil. Untuk mengukur realibilitas dilakukan dengan menggunakan teknik
analisis kuder-Richard 20 (KR-20) dengan rumus:
Keterangan :
ri : Realibilitas
qi : 1-pi
Angka Reabilitas yang diperoleh dari perhitungan selanjutnya dibandingkan dengan rtabel pada uji satu
sisi dengan taraf signifikan (a) dan derajat kepercayaan (df)=k-2 diaman k=banyaknya soal yang valid.
Kriteria realibilitas adalah jika rthitung lebih besar dari pada rtable makan instrument tersebut reliable.
Hipotesis Statistika
Hipotesisi statistika yang akan diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Hipotesisi pertama :
H0 : µA1≤A2
H1 : µA1>µ
Hipotesis kedua :
H0 : Interaksi AxB = 0
H1 : Interkasi AXB ≠ 0
Hipotesis ketiga
H0 : µ A1B1≤ µ A2 B1
H1 : µ A1B1> µ A2 B1
Hipotesis keempat:
H0 : : µ A1B2≥ µ A2 B2
H1 : µ A1B2 < µ A2 B2
Keterangan :
µ A1 : Skor rata-rata hasil belajar IPA kelompok dengan metode group investigasi (GI)
µ A2 : Skor rata-rata hasil belajar IPA kelompok dengan metode inkuiri terbimbing
µ A1B1 : Skor rata-rata hasil belajar IPA kelompok dengan metode group investiagsi (GI)
µ A2B1 : Skor rata-rata hasil belajar IPA kelompok dengan metode inkuiri terbimbing yang
memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi.
µ A1B2 : Skor rata-rata hasil belajar IPA kelompok dengan metode group investiagsi (GI)
terbimbing yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi.
µ A2B2 : Skor rata-rata hasil belajar IPA kelompok dengan metode inkuiri terbimbing yang
memiliki kemampuan berpikir kritis rendah.